3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Insufisiensi Mitral
2.1.1.Definisi
Insufisiensi mitral adalah kelainan jantung yang ditandai dengan refluks
darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri pada saat sistolik karena katup mitral yang
tidak menutup sempurna.1
2.1.2.Epidemiologi
Angka kejadian insufisiensi mitral adalah 2% dalam populasi umum.
Insufisiensi mitral merupakan kelainan katup yang paling sering ditemukan.
Perbandingan laki-laki dan perempuan dalam menderita kelainan ini adalah sama.3
Dalam 14 hari setelah infark miokard akut, 0,4-0,5% pasien meninggal
karena insufisiensi mitral akut sekunder akibat ruptur otot papilaris. Insufisiensi
berat mendadak menghasilkan edema paru akut dini dan syok kardiogenik. Tanpa
penggantian katup mitral segera, 75% pasien meninggal dalam 24 jam.4
2.1.3.Etiologi
Aparatus mitral terdiri dari dua katup, anulus katup, otot papilaris, dan
chordae tendinae. Disfungsi dari komponen-komponen ini dapat menyebabkan
insufisiensi mitral. Penyebab insufisiensi mitral dapat dibedakan menjadi 2 jenis,
yaitu penyebab primer (berasal dari kelainan pada aparatus mitral) dan penyebab
sekunder (berasal dari kelainan pada ventrikel kiri). Selain itu, terdapat pula
klasifikasi etiologi menjadi reumatik dan non reumatik (degenaratif, endokarditis,
penyakit jantung koroner, penyakit jantung bawaan, trauma dan sebagainya).1,3
Penyebab primer yang paling sering terjadi di negara barat adalah MVP
(Mitral Valve Prolaps). MVP terjadi akibat degenerasi miksomatosa pada chordae
tendinae dan daun katup. MVP lebih banyak terjadi pada usia tua. Selain MVP,
penyakit jantung iskemik juga dapat menyebabkan insufisiensi mitral. Pada
keadaan iskemik otot jantung, otot papilaris mengalami kerusakan sehingga
kehilangan kemampuan untuk berkontraksi dengan baik. Inilah yang
3
4
mengakibatkan insufisiensi mitral. Penyebab primer lainnya adalah demam
rematik dan Sindrom Marfan. Di negara berkembang seperti Indonesia, penyebab
terbanyak insufisiensi mitral adalah demam reumatik. Penyakit ini dapat
mengakibatkan kerusakan daun katup sehingga menimbulkan insufisiensi
mitral.1,3
Gambar 1. Mitral Valve Prolaps (MVP)5
Penyebab sekunder insufisiensi mitral adalah dilatasi ventrikel kiri. Dilatasi
dapat disebabkan oleh kardiomiopati. Dilatasi ventrikel kiri menyebabkan jarak
antara kedua daun katup mitral berjauhan sehingga katup mitral tidak dapat
menutup sempurna saat jantung bekerja. Keadaan ini disebut juga insufisiensi
mitral fungsional karena tidak ada kerusakan pada aparatus mitral.3
2.1.4.Patofisiologi
5
2.1.4.1. Patofisiologi Secara Umum
Gambar 2. Terjadi aliran balik dari ventrike kiri ke atrium kiri (tanda panah merah)3
Patofisiologi insufisiensi mitral dapat dibedakan menjadi 3 fase, yaitu :3
1. Fase akut
Pada fase akut, terjadi kerusakan pada otot papilaris dan chordae tendinae.
Akibatnya, katup mitral tidak dapat berfungsi dengan baik. Selanjutnya
dapat terjadi overload volume di ventrikel kiri dan atrium kiri. Overload
volume pada atrium kiri terjadi karena adanya aliran balik darah dari
ventrikel kiri karena katup mitral yang tidak menutup sempurna. Pada saat
diastol selanjutnya, ventrikel kiri berisi volume darah dari atrium kiri yang
lebih banyak lagi karena adanya overload dari proses sebelumnya. Inilah
yang menyebabkan dilatasi ventrikel kiri. Karena keadaan ini, ventrikel kiri
harus memiliki kekuatan ekstra untuk pengosongan saat sistol. Namun,
karena pada fase akut tidak terdapat adaptasi sebelumnya, ventrikel kiri
cenderung tidak dapat mengosongkan isinya (sebagian volume kembali ke
atrium kiri). Sehingga terjadi penurunan fraksi ejeksi.
Besarnya aliran balik darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri menyebabkan
atrium kiri membesar. Pada fase akut, atrium kiri tidak mampu menampung
darah yang begitu banyak sehingga terjadi aliran balik darah ke pulmo
melalui vena pulmonalis. Akibatnya, terjadi edema paru.
2. Fase kronik kompensata
Pada keadaan kronik, insufisiensi mitral terjadi secara perlahan, dalam
beberapa bulan hingga beberapa tahun sehingga telah terjadi adaptasi tubuh
untuk mengatasi overload volume. Bentuk penyesuaian tubuh berupa
hipertrofi otot ventrikel kiri. Hipertrofi otot inilah yang membuat ventrikel
1 Mitral valve
2 Left Ventricle
3 Left Atrium
4 Aorta
6
kiri dapat memompa darah yang overload dan mengosongkan isinya. Pada
fase ini, penderita biasanya asimptomatik dan fraksi ejeksi masih normal.
3. Fase kronik dekompensata
Pada suatu saat, otot ventrikel kiri yang sudah mengalami hipertrofi tidak
lagi dapat berfungsi. Akibatnya, fase kronik kompensata berubah menjadi
fase kronik dekompensata. Keadaan dekompensata memiliki patofisiologi
yang serupa dengan pada fase akut dengan gejala klinis berupa congestive
heart failure.
2.1.4.2. Patofisiologi Insufisiensi mitral akibat Demam Rematik1,6
Hubungan antara infeksi infeksi Streptokokus β hemolitik grup A dengan
terjadinya demam rematik telah lama diketahui. Demam rematik merupakan
respons auto immune terhadap infeksi Streptokokus β hemolitik grup A pada
tenggorokan. Respons manifestasi klinis dan derajat penyakit yang timbul
ditentukan oleh kepekaaan genetic host, keganasan organisme dan lingkungan
yang kondusif.6
Beberapa serotype biasanya mempunyai kapsul, berbentuk besar, koloni
mukoid yang kaya dengan Mprotein. M-protein adalah salah satu determinan
virulensi bakteri, strukturnya homolog dengan myosin kardiak dan molecul alpha-
helical coiled coil, seperti tropomyosin, keratin dan laminin. Laminin adalah
matriks protein ekstraseluler yang disekresikan oleh sel endothelial katup jantung
dan bagian integral dari struktur katup jantung. Lebih dari 130 M protein sudah
teridentifikasi dan tipe 1, 3, 5, 6, 14, 18, 19 dan 24 berhubungan dengan terjadinya
demam rematik.6
7
Gambar 3. Patofisiologi penyakit jantung rematik6
Reaksi autoimun terhadap infeksi streptokok berupa manifestasi demam
reumatik memiliki tahap-tahap sebagai berikut :1
1. Streptokok grup A akan menyebabkan infeksi faring.
2. Antigen streptokok akan menyebabkan pembentukan antibodi pada hospes
yang hiperimun.
3. Antibodi akan bereaksi dengan antigen streptokok dan dengan jaringan
hospes yang secara antigenik menyerupai streptokok (antibodi tidak dapat
membedakan antara antigen streptokok dengan antigen jaringan jantung).
4. Autoantibodi bereaksi dengan jaringan hospes sehingga mengakibatkan
kerusakan jaringan. Kerusakan jaringan menyebabkan peradangan pada
lapisan jantung khususnya pada endotel katup. Akibatnya, terjadi
pembengkakan daun katup dan erosi tepi daun katup.
5. Daun katup mitral tidak menutup sempurna pada saat sistolik sehingga
mengakibatkan dan aliran darah balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri
penurunan suplai darah ke aorta. Hal ini mengakibatkan penurunan curah
sekuncup ventrikel sehingga jantung berkompensasi dengan dilatasi
ventrikel kiri, peningkatan kontraksi miokardium, hipertrofi dinding
ventrikel dan dinding atrium.
6. Pada suatu saat, mekanisme kompensasi ini tidak dapat berjalan.
Akibatnya, terjadi penurunan kemampuan atrium kiri untuk memompa
darah sehingga menyebabkan kongesti vena pulmonalis. Selanjutnya darah
kembali ke paru, mengakibatkan terjadinya edema intertisial paru,
8
hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan, dan pada akhirnya
dapat mengakibatkan gagal jantung kanan.
2.1.5.Gejala dan Tanda
Gejala insufisiensi mitral adalah rasa lelah, sesak nafas, orthopnea, dyspnea
nocturnal, palpitasi (fibrilasi atrium). Banyak pasien tetap asimptomatik hingga
timbulnya onset mendadak berupa rasa lelah, sesak nafas, dan palpitasi. Palpitasi
yang timbul dapat merupakan akibat denyut jantung hiperdinamik, ekstrasistol,
atau fibrilasi atrium.4
Tanda fisik yang ditemukan adalah apeks hiperdinamik, + getar sistolik,
murmur pansistolik, + klik sistolik. Denyut dan tekanan vena adalah normal pada
insufisiensi mitral murni, kecuali bila ada hipertensi paru sekunder. Palpasi
prekordium merupakan pemeriksaan yang penting dalam menilai derajat
keparahan insufisiensi mitral. Jika insufisiensi ringan, impuls prekordial tidak
dapat dirasakan. Namun, seiring dengan perburukan derajat keparahan, apeks
jantung menjadi hiperdinamik dan tergeser ke lateral, seringkali disertai systolic
thrill. Insufisiensi mitral ringan karena MVP ditandai oleh murmur akhir sistolik
yang berkaitan dengan satu atau lebih klik sistolik. Ketika insufisiensi mitral
menjadi lebih berat, durasi murmur memanjang hingga menutupi bunyi S2 dan
klik sistolik.4
2.1.6.Pemeriksaan Penunjang
EKG mungkin normal pada insufisiensi mitral ringan. Seiring dengan
pembesaran atrium kiri, gelombang P menjadi bifasik. Kemudian, saat atrium kiri
mengalami dilatasi ke anterior, voltase menjadi prominen, sering berhubungan
dengan inversi gelombang T.4
Pada insufisiensi mitral sedang hingga berat, terdapat bukti dilatasi atrium
kiri dan ventrikel kiri pada radiografi thoraks. Pembesaran atrium kiri dapat
mencapai proporsi aneurisma. Kongesti vena pulmonalis dan edema interstitial
timbul pada akhir perjalanan penyakit.4
Pemeriksaan echo doppler serial telah menggantikan radiografi dalam
pemeriksaan lanjutan pasien dengan insufisiensi mitral. Prolaps satu atau kedua
daun katup dapat terlihat begitu pula dengan jaringan kuspis redundant yang khas
9
dari katup “floppy”. Selain itu dapat dilihat ruptur chordae meskipun mungkin
sulit membedakan antara vegetasi dan margin kuspis tergulung yang didapatkan
pada ruptur chordae parsial. Pada keadaan ringan, dimensi ventrikel kiri dan
atrium kiri normal, namun dengan peningkatan derajat keparahan insufisiensi,
pergerakan ventrikel kiri, dan septal menjadi lebih kuat : akhirnya ventrikel kiri
mengalami dilatasi dengan penurunan fungsi sistolik.4
Ultrasonografi atau echokardiografi doppler merupakan metode akurat dan
sensitif dalam mendeteksi insufisiensi mitral baik arah dan besar jet regurgitan
dapat dipetakan dengan teknik aliran berwarna, sehingga memungkinkan
penilaian semikuantitatif derajat keparahan lesi. Penilaian hemodinamik biasanya
hanya diperlukan sebelum pembedahan katup mitral.4
2.1.7.Tatalaksana
Pasien dengan insufisiensi mitral ringan hanya membutuhkan profilaksis
antibiotik. Seiring dengan perburukan derajat keparahan penyakit, diberikan pula
medikamentosa lainnya. Beberapa medikamentosa yang dapat diberikan pada
keadaan insufisiensi mitral adalah sebagai berikut :2,4
1. Digoxin
Digoxin amat berguna terhadap penanganan fibrilasi atrium. Obat ini adalah
golongan digitalis yang bersifat inotropik positif sehingga meningkatkan
kekuatan denyut jantung.
2. Antikoagulan oral
Antikoagulan diberikan kepada pasien untuk mencegah terjadinya pembekuan
darah yang bisa menyebabkan emboli sistemik. Emboli bisa terjadi akibat
regurgitasi dan turbulensi aliran darah.
3. Antibiotik profilaksis
Pemberian antibiotik dilakukan untuk mengeliminasi infeksi bakteria yang
bisa menyebabkan endokarditis.
Bila ditemukan bukti-bukti bahwa dilatasi semakin progresif,
dipertimbangkan intervensi bedah. Intervensi bedah dipertimbangkan bila terdapat
gejala progresif dari rasa lelah atau sesak nafas, atau bukti dilatasi ventrikel kiri
10
pada ekocardiografi. Rekonstruksi katup memiliki mortalitas jangka panjang yang
lebih sedikit daripada penggantian total katup mitral yang mencapai 0-2%.2,4
2.1.8.Prognosis
Pasien dengan insufisiensi mitral sebagai akibat dari iskemia atau infark
miokard membentuk kelompok risiko tinggi, dengan mortalitas dini sebesar 10-
20%.4
2. 2. Pemeriksaan Radiologi Pada Insufisiensi Mitral
2.2.1.Foto Polos Thoraks7,8
1. Radiologi Toraks Normal7
Beberapa syarat suatu foto thoraks dikatakan normal adalah sebagai berikut :
CTR (cardio-thoracic ratio) < 50%. Perbandingan jarak terjauh jantung
dengan lebar thoraks.
Gambar 4. Gambar foto thoraks normal7
CTR: {(A+B)/Z}x100%
Nilai normal CTR < 50% pada dewasa, CTR > 66% pada neonatus.
Aorta
- Tak melebar : diameter arcus aorta < 6 – 8 cm.
- Tak elongatio : jarak dari tip aorta ke garis mid caput klavicula > 1,5
– 2 cm.
Z
11
- Tak kalsifikasi (aterosklerosis).
Mediastinum Superior
Dikatakan tidak melebar jika batas mediastinum tidak melebihi 1/3
hemithoraks.
Trachea di tengah / midline : tidak deviasi ke kanan/kiri karena
pendesakan (massa) atau penarikan (atelektasis)
Hilus; normalnya hilus sebelah kiri lebih tinggi daripada hilus sebelah
kanan.
a. Tak melebar tidak lebih lebar dari trachea. A.V pulmonalis tidak
berdilatasi, kalau berdilatasi berarti ada gangguan paru dan atau
jantung.
b. Tak menebal kurang radioopaqe dibanding jantung. Bila menebal
berarti ada hipertrofi, yang merupakan tanda penyakit kronis.
c. Tak suram lining hilus jelas, tidak kabur. Kalau batas tidak jelas
berarti ada infiltrate di hilus karena ekstravasasi (merembes); ada
bendungan.
Paru
a. Bronchovaskuler vaskuler dikotomi (bercabang)
b. Corakan bronchovaskular < 2/3 lap paru. Bila > 2/3 kemungkinan
ada bronchitis kronik peningkatan tekanan pembuluh darah
pembuluh darah dilatasi. Bila corakan mengarah ke apeks, biasanya
pada dekompensasi kordis.
c. Tak tampak infiltrat
d. Tak tampak lesi nodul, corakan meningkat, kranialisasi dan lain-
lain.
Diafragma
a. Kanan > kiri
b. < 1.5 tinggi corpus vert
c. Licin tidak suram (bergerak)
Sinus kostofrenikus (Sudut yang dibentuk oleh costae dan diafragma)
lancip
12
Tulang : Costae, vertebra torakalis, klavikula dan skapula tidak ada
fraktur, skoliosis, maupun lesi blastik / lusen.
2. Gambaran Foto Polos Thoraks pada Insufisiensi Mitral
Bentuk jantung pada insufisiensi mitral hampir sama dengan stenosis mitral
dan masih memiliki bentuk konfigurasi mitral. Bedanya, pada insufisiensi mitral,
ventrikel kiri tampak besar, sedangkan pada stenosis mitral, tidak membesar.
Aorta pada insufisiensi mitral besarnya bergantung pada darah yang mengalir
melalui aorta. Bila jumlah darah yang teregurgitasi banyak, jumlah darah yang
mengalir melalui aorta menjadi sedikit. Akibatnya, aorta tampak kecil pada foto.8
Gambar 5. Gambaran foto polos thoraks insufisiensi mitral9
Gambar tersebut menunjukkan adanya kardiomegali dengan pembesaran
atrium kiri (tanda panah hitam) dan pembesaran ventrikel kiri (tanda panah
merah). Pada gambar tampak pula corakan vaskular paru lebih jelas. Tanda-tanda
ini merupakan karakteristik insufisiensi mitral.8
13
Gambar 6. Konfigurasi mitral10
Gambar di atas menunjukkan pembesaran jantung dengan ciri konfigurasi
mitral. Seluruh bagian jantung membesar. Ditemukan pula struktur vaskular yang
melebar pada regio hilus kanan.8
Selain kelainan pada jantung, terdapat pula kelainan-kelainan pada paru
yang terlihat pada foto polos thoraks, yaitu :8
1. Pelebaran pembuluh paru, baik vena maupun arteri. Pelebaran dapat terjadi
jika terdapat bendungan di vena pulmonalis. Jika arteri pulmonalis sudah
tidak terlihat lagi, kemungkinan ventrikel kanan sudah menunjukkan
tanda-tanda kegagalan.
2. Terjadinya bintik opak di parenkim paru. Bintik opak ditemukan di sekitar
hilus kanan dan kiri. Bintik ini menunjukkan adanya edema interstitial.
Gambaran paru menjadi lebih suram dari normal. Apabila edema yang
terjadi lebih luas lagi, bercak akan bertambah luas dan mengakibatkan
gambaran perselubungan di sekitar hilus kanan dan kiri. Gambaran ini
merupakan gambaran edema alveolar.
3. Efusi pleura. Gambaran efusi pleura akan tampak bila sudah terjadi
dekompensasi kordis yang sudah lanjut.
4. Bintik perkapuran di paru. Ini menunjukkan adanya hemosiderosis di paru.
2.2.2.Ultrasonografi
Penentuan derajat keparahan insufisiensi mitral dapat ditentukan secara
kuantitatif dengan menentukan fraksi regurgitan yang didapat dari persentase
jumlah stroke volume ventrikel kiri yang kembali ke atrium kiri.11
14
Tabel 1. Klasifikasi derajat keparahan Insufisiensi mitral11
Vmitral dan Vaorta adalah volume darah yang mengalir melalui katup
mitral dan katup aorta selama satu siklus jantung. Metode yang dapat digunakan
adalah dengan echocardiography, kateterisasi jantung, CT scan, dan MRI
jantung.11
2.2.2.1 Echocardiography
Teknik ekokardiografi untuk mengukur fraksi regurgitan adalah dengan
menentukan aliran maju melalui katup mitral (dari atrium kiri ke ventrikel kiri)
selama fase diastolik, kemudian membandingkan volume tersebut dengan aliran
keluar dari ventrikel kiri melalui katup aorta saat fase sistolik (diasumsikan katup
aorta tidak ada kelainan). Cara lain untuk menentukan derajat keparahan
insufisiensi mitral adalah dengan menentukan area yang terkena aliran regurgitan
pada tingkat katup. Cara ini disebut juga regurgitant orifice area, dan tetap
berkorelasi dengan ukuran defek katup mitral.2
Terdapat beberapa jenis ekokardiografi. Semuanya menggunakan
gelombang dan tidak melibatkan radiasi.
1. Transthoracic Echocardiography (TTE)
TTE merupakan jenis echo yang paling umum digunakan. TEE merupakan
tindakan yang tidak invasif. Echo jenis ini bekerja dengan cara meletakkan
alat yang disebut transducer pada dada pasien.11
15
2. Stress Echocardiography
Stress echo dilakukan sebagai bagian dari tes stres. Selama tes stres, pasien
diminta untuk bergerak (exercise) atau dengan menggunakan obat yang
membuat jantung berdetak lebih cepat. Beberapa kelainan jantung tampak
dengan stress echo.11
3. Transesophageal Echocardiography
Selama pemeriksaan ini, transducer diletakkan pada ujung sebuah tuba.
Tuba ini kemudian bergerak turun melewati kerongkongan. Sehingga
pemeriksa bisa melihat lebih detail gambaran jantung.11
Penilaian dikorelasikan dengan color-flow mapping yang diperoleh
menggunakan TEE.
Gambar 7. Transesophageal echocardiogram pada mitral valve prolapse11
4. Two-dimensional echocardiography
Pada pasien dengan insufisiensi mitral berat, ekokardiografi 2D
menunjukkan pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri. Untuk mencari
penyebab insufisiensi mitral, lebih baik menggunakan transthoracic
echocardiogram. Sebab-sebab seperti ruptur chordae tendineae, MVP,
vegetasi, dan pembesaran ventrikel kiri dapat diketahui. Kalsifikasi pada
anulus mitral tampak sebagai batas ekho yang lebih tebal, dapat terlihat di
antara katup mitral dan dinding posterior jantung.11
16
Gambar 8. Gambaran 2 D Insufisiensi mitral11
Gambar di atas merupakan gambaran 2 Dimensi transthoracic
echocardiogram yang menunjukkan adanya mitral valve prolapse (MVP)
yang merupakan salah satu penyebab insufisiensi mitral.
5. Three-dimensional echocardiography
Selama TTE atau TEE, gambar 3D dapat diambil sebagai bagian dari proses
echo. Three-dimensional (3D) transthoracic echocardiography (TTE) dan
3D color Doppler imaging dapat menentukan mekanisme terjadinya
insufisiensi mitral.11
6. Doppler echocardiography
Dalam hal insufisiensi mitral, derajat keparahan insufisiensi adalah suatu
fungsi dari jarak antara katup dimana jet dapat mendeteksi dan ukuran
atrium kiri. Dalam memperkirakan keparahan insufisiensi, baik color-flow
Doppler dan pulsed Doppler turut dipertimbangkan. Color Doppler imaging
meliputi pengukuran area jet mitral. Jika area ini lebih dari 8 cm2,
insufisiensi mitral telah mencapai derajat berat.11
17
Gambar 9. Insufisiensi mitral dengan volume regurgitan12
Derajat keparahan insufisiensi berhubungan langsung dengan ukuran jet
regurgitasi pada atrium kiri.12
2.2.3.Cardiac Magnetic Resonance Imaging
Cardiac MRI atau MRI jantung menghasilkan gambaran jantung ketika
sedang berdenyut dan gambaran pembuluh darah besar. MRI jantung bertujuan
untuk melihat struktur dan fungsi jantung beserta pembuluh darah di sekitarnya.
Melalui MRI jantung, dapat diketahui beberapa kelainan jantung, seperti CAD,
kerusakan akibat serangan jantung, heart failure, kelainan katup jantung, defek
jantung kongenital, perikarditis, dan tumor jantung.2
Seringkali selama pemeriksaan MRI jantung, kontras diinjeksikan melalui
vena untuk melihat lebih jelas bagian-bagian jantung dan pembuluh darah yang
diinginkan. Kontras ini digunakan untuk orang-orang yang alergi terhadap
pewarnaan yang digunakan pada CT scan. Namun, pada pasien yang memiliki
kerusakan jantung dan hati, kontras tidak digunakan, sehingga sering disebut
dengan noncontrast MRI.13
18
Gambar 10. Pasien yang akan menjalani MRI jantung.13
Dalam mendiagnosis kelainan katup mitral, MRI dapat memperlihatkan
letak kelainan. Dengan menggunakan MRI, dapat ditentukan jumlah regurgitan
yang mengalir dengan velocity encoding (VENC) atau dengan model independent
measurements untuk ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Melalui metode ini, aliran
pada fase diastolik yang melewati annulus mitral dibandingkan dengan aliran
sistolik yang melewati aorta asendens. Dalam hal insufisiensi mitral, aliran masuk
ke ventrikel kiri meningkat. Selain cara ini, volume regurgitan dapat pula
ditentukan dengan menghitung volume darah yang mengalir di aorta asendens dan
arteri pulmonalis. Cara terbaik untuk menentukan volume regurgitan adalah
dengan mengkombinasikan jumlah volume darah melewati ventrikel dengan
jumlah volume darah yang melewati aorta.2,13
Gambar 11. Gambaran Insufisiensi mitral pada MRI14
Pada gambar tersebut, tampak aliran balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri.
Volume regurgitan ditunjukkan dengan tanda panah.
2.2.4.Kateterisasi Jantung
Kateterisasi jantung seringkali dibutuhkan. Indikasi utama dilakukannya
kateterisasi jantung adalah untuk mengevaluasi perbedaan antara temuan pada
ekokardiografi dengan gejala klinis yang muncul, mendeteksi lesi pada katup, dan
mendeteksi adanya Coronary Artery Disease.2
19
Pada kateterisasi jantung, dokter akan menempatkan sebuah kateter melalui
pembuluh darah lengan atau paha ke jantung. Kateter digunakan untuk
memasukkan zat pewarna ke ruang-ruang jantung dan pembuluh darah jantung.
Dengan pewarnaan ini, akan terlihat anatomi dan fungsi jantung dan katup
jantung.2,15
Gambar 12. Lokasi pembuluh darah pada kateterisasi jantung15
Gambar 13. Kateterisasi jantung pada insufisiensi mitral16
Gambar di atas merupakan gambaran hasil kateterisasi jantung. Pada
gambar tersebut ditemukan insufisiensi mitral yang tampak dengan pembesaran
atrium kiri (d : 65 mm) dan peningkatan tekanan arteri pulmonalis mencapai 35
mmHg.16
2.2.5.Cardiac Computed Tomography
20
CT scan dapat menunjukkan siluet dan ruang jantung. CT scan
menggunakan x-ray untuk menghasilkan detail gambar jantung dan pembuluh
darah. Beberapa kelainan yang dapat ditemukan oleh CT scan jantung adalah
plaque yang terbentuk di arteri koroner, penyakit jantung kongenital, kelainan
katup jantung, block arteri yang menyuplai jantung, dan tumor di jantung.2
Temuan CT scan jantung pada kasus insufisiensi mitral dapat bervariasi
bergantung pada kronisitas dan penyebab. Pada keadaan akut, hanya dijumpai
hipertensi atrium dan edema pulmoner dengan koaptasi inkomplet pada daun
katup. Pada keadaan kronik, terdapat pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri
yang berhubungan dengan penebalan otot jantung.17
Gambar 14. CT scan jantung menunjukkan insufisiensi mitral17
Penilaian aparatus mitral meliputi kalsifikasi anulus, penebalan daun katup
dan kalfisikasinya, prolaps katup, dan ruptur atau penebalan chordae tendineae
dan oto papilaris. Berdasarkan penelitian, hasil pengukuran area regurgitasi
menggunakan CT scan jantung lebih baik daripada menggunakan TEE.17,18