BAB II
KEPUSTAKAAN
2.1 TEORI PRILAKU
2.1.1 DEFINISI PRILAKU
a. Definisi
Dalam sebuah buku yang berjudul “Perilaku Manusia” Drs. Leonard F.
Polhaupessy, Psi.menguraikan perilaku adalah sebuah gerakan yang dapat diamati
dari luar, seperti orang berjalan, naik sepeda, dan mengendarai motor atau mobil.
Untuk aktifitas ini mereka harus berbuat sesuatu, misalnya kaki yang satu harus
diletakkan pada kaki yang lain. Jelas, ini sebuah bentuk perilaku.Cerita ini dari
satu segi. Jika seseoang duduk diam dengan sebuah buku ditangannya, ia
dikatakan sedang berperilaku. Ia sedang membaca.Sekalipun pengamatan dari
luar sangat minimal, sebenarnya perilaku ada dibalik tirai tubuh, didalam tubuh
manusia.
b. Bentuk Perilaku
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dakam bentuk
terselubung atau tertutup (cover). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini
masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan / kesadaran, dan sikap
yang terjadi belumbisa diamati secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap terhadap stimulus tersebut sudah
jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice).
c. Domain Perilaku
Diatas telah dituliskan bahwa perilaku merupakan bentuk respon dari stimulus
(rangsangan dari luar). Hal ini berarti meskipun bentuk stimulusnya sama namun
bentuk respon akan berbeda dari setiap orang. Faktor – faktor yang membedakan
respon terhadap stimulus disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat
given atau bawaan misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis
kelamin, dan sebagainya.
2. Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, fisik, ekonomi,
politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering menjadi factor yang
dominanyang mewarnai perilaku seseorang. (Notoatmodjo, 2008).
d. Proses Tejadinya Perilaku
Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yakni.
1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui setimulus (objek) terlebih dahulu.
2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus
3. Evaluation (menimbang – nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya).
Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi
4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru
5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini
didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku
tersebut akan menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng (long lasting).
(Notoatmodjo, 2010).
e. Perilaku Sehat
Menurut Becker, konsep perilaku sehat ini merupakan pengembangan dari
konsep perilaku yang dikembangkan Bloom. Becker menguraikan perilaku
kesehatan menjadi tiga domain, yakni pengetahuan kesehatan (health knowledge),
sikap terhadap kesehatan (health attitude) dan praktik kesehatan (health
practice).Hal ini berguna untuk mengukur seberapa besar tingkat perilaku
kesehatan individu yang menjadi unit analisis penelitian.Becker
mengklasifikasikan perilaku kesehatan menjadi tiga dimensi:
1. Pengetahuan Kesehatan Pengetahuan tentang kesehatan mencakup apa yang
diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan, seperti
pengetahuan tentang penyakit menular, pengetahuan tentang faktor-faktor
yang terkait. dan atau memengaruhi kesehatan, pengetahuan tentang fasilitas
pelayanan kesehatan, dan pengetahuan untuk menghindari kecelakaan.
2. Sikap terhadap kesehatan Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau
penilaian seseorang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan
kesehatan, seperti sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular, sikap
terhadap faktor-faktor yang terkait dan atau memengaruhi kesehatan, sikap
tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan sikap untuk menghindari
kecelakaan.
3. Praktek kesehatan Praktek kesehatan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan
atau aktivitas orang dalam rangka memelihara kesehatan, seperti tindakan
terhadap penyakit menular dan tidak menular, tindakan terhadap faktor-faktor
yang terkait dan atau memengaruhi kesehatan, tindakan tentang fasilitas
pelayanan kesehatan, dan tindakan untuk menghindari kecelakaan.
(Notoatmodjo, 2005)
2.1.2 HUBUNGAN PERILAKU DENGAN PENGETAHUAN
Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang
bersangkutan.Perilaku manusia adalah suatu aktivitas dari manusia itu
sendiri.Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang
(organisme) terhadap stimulasi yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan.Blum (1986) menyatakan ada
empat faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan pada manusia, yaitu genetik
(herditas), lingkungan, pelayanan kesehatan, dan perilaku (Notoatmodjo, 2008).
Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2008), ada tiga faktor
yang mempengaruhi perubahan perilaku individu maupun kelompok sebagai
berikut:
a. Faktor yang mempermudah (predisposing factor), antara lain pengetahuan,
sikap, kepercayaan, norma sosial, dan unsur lain yang terdapat dalam diri
individu maupun masyarakat.
b. Faktor pendukung (enabling factor), antara lain umur, status sosial
ekonomi, pendidikan, dan sumber daya manusia.
c. Faktor pendorong (reinforcing factor), yaitu faktor yang memperkuat
perubahan perilaku seseorang dikarenakan adanya sikap suami/istri, orang
tua, tokoh masyarakat, atau petugas kesehatan.
2.1.3 PERILAKU MENCUCI TANGAN YANG BAIK DAN BENAR
A. Pengertian mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir
Menurut Depkes (2009) cuci tangan pakai sabun adalah salah satu tindakan
sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun
oleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Mencuci
tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit.
Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup. Penggunaan sabun selain membantu
singkatnya waktu cuci tangan, dengan menggosok jemari dengan sabun
menghilangkan kuman yang tidak tampak minyak/ lemak/ kotoran di permukaan
kulit, serta meninggalkan bau wangi. Perpaduan kebersihan, bau wangi dan
perasaan segar merupakan hal positif yang diperoleh setelah menggunakan sabun.
B. Pentingnya mencuci tangan yang baik dan benar
Menurut Pusat-pusat Pencegahan dan Kendali Penyakit ( Centers for Disease
Control / CDC), cuci tangan adalah tindakan paling utama dan menjadi satu-
satunya cara mencegah serangan dari penyakit. Cuci tangan adalah murah,mudah, dan untuk
mencegah penyakit. Dan pencegahan penyakit adalah yang paling penting dari itu
semua. (Journal of Environmental Health,2006).
Perilaku cuci tangan pakai sabun ternyata bukan merupakan perilaku yang
biasa dilakukan sehari-hari oleh masyarakat pada umumnya. Rendahnya perilaku
cuci tangan pakai sabun dan tingginya tingkat efektifitas perilaku cuci tangan
pakai sabun dalam mencegah penularan penyakit, maka sangat penting adanya
upaya promosi kesehatan bermaterikan peningkatan cuci tangan tersebut. Dengan
demikian dapat dipahami betapa perilaku ini harus dilakukan, antara lain karena
berbagai alasan sbb :
a. Mencuci tangan pakai sabun dapat mencegah penyakit yang dapat
menyebabkan ratusan ribu anak meninggal setiap tahunya.
b. Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup
c. Cuci tangan pakai sabun (CTPS) adalah satu-satunya intervensi kesehatan
yang paling “cost-effective” jika dibanding dengan hasil yang diperolehnya.
C. TUJUAN
Tujuan utama dari cuci tangan secara higienis adalah untuk menghalangi
transmisi patogen-patogen kuman dengan cepat dan secara efektif. (Curtis, 2003).
Kebersihan tangan yang tidak memenuhi syarat juga berkontribusi menyebabkan
penyakit terkait makanan, seperti Salmonella dan infeksi E.coli. mencuci tangan
dalam upaya peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sangatlah
penting dan mudah dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan indonesia
sehat 2010. (Iswara, 2007). Mencuci tangan menjadi penting jika ditinjau dari :
1. Kulit tangan banyak kontak dengan berbagai aktivitas, benda dan lingkungan.
2. Kuman dapat terdapat di kulit jari, sela kuku, kulit telapak tangan.
3. Kontak mulut dan tangan saat makan / minum.
4. Dapat menimbulkan penyakit saluran cerna.
D. PERILAKU MENCUCI TANGAN YANG BAIK DAN BENAR
Latar Belakang
Dari aspek kesehatan masyarakat, khususnya pola penyebaran penyakit
menular, cukup banyak penyakit yang dapat dicegah melalui kebiasan atau
perilaku higienes dengan cuci tangan pakai sabun (CTPS), seperti misal penyakit
diare, typhus perut, kecacingan, flu burung, dan bahkan flu babi yang kini cukup
menghebohkan dunia. Seperti halnya perilaku buang air besar sembarangan,
perilaku cuci tangan, terlebih cuci tangan pakai sabun merupakan masih
merupakan sasaran penting dalam promosi kesehatan, khususnya terkait perilaku
hidup bersih dan sehat. Hal ini disebabkan perilaku tersebut masih sangat rendah,
dimana baru 12% masyarakat yang cuci tangan pakai sabun setelah buang air
besar, hanya 9% ibu-ibu yang mencuci tangan pakai sabun setelah membersihkan
tinja bayi dan balita, hanya sekitar 7% masyarakat yang cuci tangan pakai sabun
sebelum memberi makan kepada bayi, baru 14% masyarakat cuci tangan pakai
sabun sebelum makan. Dengan perilaku cuci tangan yang benar, yaitu pakai sabun
dan menggunakan air bersih yang mengalir akan dapat menurunkan kejadian diare
sampai 45%. Waktu-waktu yang diharuskan untuk mencuci tangan :
1. Ada 5 waktu kritis untuk cuci tangan pakai sabun yang harus diperhatikan,
yaitu :
a. Sebelum makan
b. Sebelum menyiapkan makanan
c. Setelah buang air besar
d. Setelah menceboki bayi/anak
e. Setelah memegang unggas/hewan
2. Selain 5 waktu kritis tersebut, ada beberap waktu lain yang juga penting dan
harus dilakukancuci tangan, yaitu:
a. Sebelum menyusui bayi
b. Setelah batuk/bersin dan membersihkan hidung
c. Setelah membersihkan sampah
d. Setelah bermain di tanah atau lantai (terutama bagi anak-anak)
3. Mencuci tangan memakai sabun sebaiknya dilakukan sebelum dan setelah
beraktifitas. Berikut ini adalah waktu yang tepat untuk mencuci tangan
memakai sabun :
a. Sebelum dan setelah makan
b. Setelah ganti pembalut.
c. Sebelum dan setelah menyiapkan makanan, khususnya sebelum dan
setelah memegang bahan mentah, seperti produk ternak dan ikan.
d. Setelah memegang hewan atau kotoran hewan.
e. Setelah mengusap hidung, atau bersin di tangan.
f. Sebelum dan setelah mengiris sesuatu.
g. Sebelum dan sesudah memegang orang sakit atau memegang orang yang
terluka
h. Setelah menangani sampah
i. Sebelum memasang dan melepas lensa kontak
j. Setelah menggunakan fasilitas umum (misal : toilet, wartel, warnet, dll.)
k. Pulang berpergian dan setelah bermain
l. Sesudah buang air besar dan buang air kecil.
Manfaat mencuci tangan yang baik dan benar
Ada beberapa manfaat yang diperoleh setelah seseorang melakukancuci tangan
pakai sabun, yaitu antara lain:
a. Membunuh kuman penyakit yang ada ditangan
b. Mencegah penularan penyakit, seperti disentr, flu burung, flu babi, typhus, dll
c. Tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman
Cara mencuci tangan yang baik dan benar :
a. Cuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan memakai sabun seperlunya
b. Bersihkan telapak tangan, pergelangan tangan, sela-sela jari dan punggung
tangan
c. Bersihkan tangan pakai lap bersih.
Penyakit yang dapat dicegah dengan mencuci tangan dengan sabun.
1. Diare
Penyakit diare menjadi penyebab kematian kedua yang paling umum untuk
anak-anak balita.Sebuah ulasan yang membahas sekitar 30 penelitian terkait
menemukan bahwa cuci tangan dengan sabut dapat memangkas angka penderita
diare hingga separuh.Penyakit diare seringkali diasosiasikan dengan keadaan air,
namun secara akurat sebenarnya harus diperhatikan juga penanganan kotoran
manusia seperti tinja dan air kencing, karena kuman-kuman penyakit penyebab
diare berasal dari kotoran-kotoran ini. Kuman-kuman penyakit ini membuat
manusia sakit ketika mereka masuk mulut melalui tangan yang telah menyentuh
tinja, air minum yang terkontaminasi, makanan mentah, dan peralatan makan yang
tidak dicuci terlebih dahulu atau terkontaminasi akan tempat makannya yang
kotor. Tingkat kefektifan mencuci tangan dengan sabun dalam penurunan angka
penderita diare dalam persen menurut tipe inovasi pencegahan adalah: Mencuci
tangan dengan sabun (44%), penggunaan air olahan (39%), sanitasi (32%),
pendidikan kesehatan (28%), penyediaan air (25%), sumber air yang diolah
(11%).(Curtis, 2003).
2. Infeksi Saluran Pernafasan
Infeksi Saluran Pernafasan adalah penyebab kematian utama untuk anak-
anak balita. Mencuci tangan dengan sabun mengurangi angka infeksi saluran
pernapasan ini dengan dua langkah: dengan melepaskan patogen-patogen
pernapasan yang terdapat pada tangan dan permukaan telapak tangan dan dengan
menghilangkan patogen (kuman penyakit) lainnya (terutama virus entrentic) yang
menjadi penyebab tidak hanya diare namun juga gejala penyakit pernapasan
lainnya. Bukti-bukti telah ditemukan bahwa praktek-praktek menjaga kesehatan
dan kebersihan seperti - mencuci tangan sebelum dan sesudah makan/ buang air
besar/kecil - dapat mengurangi tingkat infeksi hingga 25 persen. Penelitian lain di
Pakistan menemukan bahwa mencuci tangan dengan sabun mengurangi infeksi
saluran pernapasan yang berkaitan dengan pnemonia pada anak-anak balita hingga
lebih dari 50 persen.(Depkes,2010).
3. Infeksi cacing, infeksi mata dan penyakit kulit.
Penelitian juga telah membuktikan bahwa selain diare dan infeksi saluran
pernapasan penggunaan sabun dalam mencuci tangan mengurangi kejadian
penyakit kulit; infeksi mata seperti trakoma, dan cacingan khususnya untuk
ascariasis dan trichuriasis
i. Pengertian Diare
Diare berasal dari bahasa Yunani yaitu diarroi yang berarti mengalir terus
Terdapat beberapa pendapat tentang defenisi penyakit diare. Hipocrates
mendefinisikan diare sebagai buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal
(meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair. Menurut WHO
(2005), penyakit diare adalah gejala yang umum, di mana penderita diare buang
air besar (defekasi) lebih sering dari biasanya, dan konsistensi tinjanya encer,
berat tinjanya lebih dari 200 gram atau berat tinjanya kurang dari 200 gram tapi
buang air besar lebih dari 3 kali sehari dan tinjanya berlendir , berdarah.
Sedangkan menurut Depkes RI (2005) secara operasinoal diare adalah buang air
besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari
biasanya dan berlangsung kurang dari 14 hari.
Patogenesis Diare
(Rahma, 2011)
ii. Hubungan mencuci tangan dengan Infeksi saluran pernafasan atas ( ISPA )
1. Pengertian ISPA
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut,
dengan pengertian sebagai berikut:
a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma ke dalam
tubuhmanusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala
penyakit.
b. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta
organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran
pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa
saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam
saluran pernafasan (respiratory tract)
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas
14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat
berlangsung lebih dari 14 hari.
2. Patogenesis ISPA
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga
untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan
efisien.Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas
yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada
orang sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli,
dan antibodi.
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel
mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang
dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok
dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma imotil,
pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).
Makrofag banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila
terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh
bakteri, sedangkan alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini.
Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak
ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya
infeksi saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan
(imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada pasien keganasan
yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi.Penyebaran infeksi pada ISPA dapat
melalui jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.
(Depkes,2010).
BAB III
METODE
Tujuan umum dari pengumpulan data adalah untuk memecahkan masalah,
langkah yang ditempuh harus relevan dengan masalah yang telah ditetapkan
sebelumnya. Dalam setiap melaksanakan langkah tersebut harus dilakukan secara
objektif dan rasional.Dalam hal ini, sampel yang digunakan adalah lima keluarga
binaan di RT 01/RW 02 Kampung tanjung pasir, Desa Tanjung Pasir, Kecamatan
Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten.
3.1 PENENTUAN INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
Instrumen pengumpul data merupakan alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data. Instrumen ini dapat berupa alat atau benda, seperti check-
list, kuesioner (angket terbuka/tertutup), pedoman wawancara, kamera foto, dan
lainnya.
Instrumen dapat membantu penulis/peneliti dalam memperoleh data yang
merupakan bahan penting untuk menjawab permasalahan, mencari sesuatu yang
akan digunakan untuk mencapai tujuan, dan untuk membuktikan hipotesis. Data
yang dikumpulkan ditentukan oleh variabel-variabel yang ada dalam hipotesis.
Berdasarkan sumbernya, data dibagi menjadi data primer, sekunder, dan tersier.
a. Data Primer
Data yang langsung didapatkan dari hasil kuesioner semua anggota warga
binaan di kampung Gaga Sukamana, desa Tanjung Pasir, kecamatan Teluk
Naga melalui wawancara terpimpin dan observasi.
b. Data Sekunder
Data dalam bentuk laporan yang didapat dari data yang sudah ada di
Puskesmas Tegal Angus.
c. Data Tersier
Data berbentuk artikel dan jurnal yang didapat dari buku dan internet.
JENIS DATA:
a. Data Kualitatif
Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata-kata, bukan dalam bentuk
angka. Data kualitatif diperoleh melalui berbagai macam teknik pengumpulan
data, misalnya wawancara, analisis, observasi yang telah dituangkan dalam
catatan lapangan (transkrip). Bentuk lain data kualitatif adalah gambar yang
diperoleh melalui pemotretan atau rekaman video.
b. Data Kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau bilangan. Sesuai
dengan bentuknya, data kuantitatif dapat diolah atau dianalisis menggunakan
teknik perhitungan matematika atau statistika. Berdasarkan proses atau cara untuk
mendapatkannya, data kuantitatif dapat dikelompokkan dalam dua bentuk, yaitu:
a. Data diskrit adalah data dalam bentuk angka (bilangan) yang diperoleh dengan
cara membilang. Contoh data diskrit misalnya: jumlah perempuan dan laki-
laki, jumlah orang yang menyelesaikan pendidikan terakhir. Karena diperoleh
dengan cara membilang, data diskrit akan berbentuk bilangan bulat (bukan
bilangan pecahan).
b. Data kontinyu adalah data dalam bentuk angka atau bilangan yang diperoleh
berdasarkan hasil pengukuran. Data kontinum dapat berbentuk bilangan
pecahan, contohnya adalah umur.
Metode pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang dilakukan
untuk mengumpulkan data. Metode menunjuk suatu cara sehingga dapat
diperlihatkan penggunaannya melalui angket, wawancara, pengamatan, tes,
dokumentasi, dan sebagainya.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka dipilih instrumen pengumpulan
data berupa wawancara terpimpin dengan menggunakan kuesioner. Pemilihan
kuesioner ini dikarenakan kuesioner bersifat objektif dan jujur karena berasal dari
sumber data (responden) secara langsung, selain itu dapat diterapkan untuk
pengumpulan data dalam lingkup yang luas, serta cukup efisien dalam
penggunaan waktu untuk mengumpulkan data. Cara pengumpulan data melalui
pengamatan langsung (observasi) untuk mengetahui dan melihat langsung kondisi
dan keadaan rumah di setiap keluarga.
Responden dalam pengumpulan data ini terdiri dari lima keluarga binaan, di
RT 01/RW 02 kampung tanjung pasir, desa Tanjung Pasir, kecamatan Teluk
Naga, Kabupaten Tangeran, Propinsi Banten
3.2 PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data merupakan bagian terpenting dalam suatu langkah-langkah
diagnosis komunitas. Untuk mendapatkan data yang diperlukan, maka digunakan
beberapa metode dalam proses pengumpulan data. Data yang diperoleh dapat
berupa data primer, sekunder, dan tersier.
Pengumpulan data dilakukan di Puskesmas Tegal Angus, Desa Tanjung Pasir,
Kecamatan Teluk Naga, Tangerang. Pengumpulan data ini dilakukan selama 12
hari (11 september – 22 september 2012) dengan menggunakan kuesioner sebgai
instrumen dengan teknik wawancara langsung kepada responden. Selain
wawancara langsung kepada responden, pengumpulan data juga dilakukan melalui
observasi secara langsung terhadap rumah keluarga binaan dan lingkungan
sekitar. Pengumpulan data langsung di rumah keluarga binaan dilakukan selama
delapan hari.
Wawancara dengan kuesioner dilakukan terhadap lima keluarga binaan yang
telah ditentukan oleh kader setempat. Dari lima keluarga binaan ini diambil 10
orang sebagai responden untuk menjawab kuesioner.
Table 3.1 Kegiatan pengumpulan data
No. Hari/Tanggal Kegiatan
1 Selasa
11 September 2012
Perkenalan dan sambung rasa dengan seluruh
anggota keluarga binaan.
2 Rabu
12 September
2012
Pengumpulan data dari masing-masing keluarga
binaan, yang dilanjutkan dengan penentuan area
masalah.
3 Jum’at
14 september 2012
penentuan area masalah.
4 Selasa
18 september 2012
Penentuan dan pembuatan instrumen
pengumpulan data.
5 Kamis
20 september 2012
Wawancara terpimpin menggunakan kuesioner
kepada masing-masing responden dari keluarga
binaan.
Pengumpulan dokumentasi area permasalahan di
lima keluarga binaan.
3.3 PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA
Data diolah secara manual dan komputerisasi. Cara manual yang digunakan
adalah dengan bantuan kalkulator, sedangkan cara komputerisasi dengan
menggunakan program Microsoft Word dan Microsoft Excel.
Kuesioner terdiri dari enam variabel dengan jumlah pertanyaan sebanyak 28
buah. Masing-masing variabel memiliki penilaian yang berbeda-beda. Semua
jawaban pada variabel ini disajikan dalam bentuk pilihan ganda. Variabel
pertama, yaitu mengenai perilaku responden tentang mencuci tangan yang baik
dan benar , dengan jumlah pertanyaan sebanyak lima buah. Variabel kedua
menilai tentang aspek pengetahuan, yang terdiri dari sembilan buah pertanyaan.
Variabel ketiga tentang aspek fasilitas, terdiri dari enam pertanyaan. Variabel
keempat tentang petugas kesehatan, yang terdiri dari tiga pertanyaan. Variabel
kelima berisi tentang aspek ekonomi, yang terdiri dari tiga buah pertanyaan.
sedangkan variabel keenam tentang informasi, yang terdiri dari dua buah
peranyaan. Dan variabel terakhir adalah aspek pendidiakan dengan satu pertanyan.
Pada pengolahan data berdasarkan kuesioner, digunakan skala nominal, skala
ordinal, dan skala interval.
Recommended