ULKUS KORNEA
DEFENISI
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kerusakan jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrasi supuratif
disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat
terjadi dari lapisan eitel sampai lapisan stroma
Faktor resiko
1. Pemakaian kontak lensa
pada pemakaian kontak lens epitel kornea cenderung lebih hipoksia
sehingga meningkatkan resiko mudah terinfeksi
2. Trauma
3. Penyakit infeksi lainnya. Misalnya keratitis herpes, karatopati bulosa,
trichiasis , enteropion dll
4. Faktor lainnya : penyakit immunosupresif, diabetes dan defisiensi vitamin
A
KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi, dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea, yaitu :
1. Ulkus kornea sentral
a.ulkus kornea bakterialis
b.ulkus kornea fungi
c. ulkus kornea virus
d. ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. ulkus marginal
b. ulkus mooren ( ulkus serpiginosa kronil/ulkus roden)
c. ulkus cincin (ring ulcer)
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK
Gejala : - merasa sensasi benda asing
- Pandangan kabur
- Lakrimasi
- Fotofobia
- Nyeri, sekret mukopurulen
Tanda : - oedem palpebra dan chemosis
- Defek epitel kornea
- Stromal oedem, descement fold
- Opasifikasi kornea
- Descementocele
- Hipopion
DIAGNOSTIK DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ketajaman penglihatan
Pemeriksaan slitlamp
Keratometri ( pengukuran kornea)
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi
Scraping kornea.
Pulasan gram,giemsa atau KOH. Untuk analisa atau kultur
Pada jamur dilakukan pemeriksaan korekan nkornea dengan spatula
kimura dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pemeriksaan
KOH, gram atay Giemsa
DIAGNOSIS BANDING
1. Ulkus kornea akibat jamur, stromal herpes simplex
2. Peripheral ulseratif keratitis
TERAPI DAN PENATALAKSANAAN
1. Antibiotik topikal broad spektrum
- Golongan fluoroquinolon ciprifloxacin, ofloxacin, moxifloxacin
dan gatifloxacin
- Antibiotik fortified
2. Antibiotik subkonjungtival. Bila tidak respon dengan antibiotik topikal
3. Midriatikum cyclopentolate 1 %, homatropine 2%, atropin 1 %
4. Antibiotik sistemik ulkus kornea yang mengancam perforasi, untuk
bakteri yang berpotensial sistemik, mis: N.gonorhea, N. Meningitidis, H.
influenza
PERAWATAN RUMAH SAKIT
rawat inap untuk:
- Ulkus kornea yang mengancam perforasi
- Untuk pasien yang dinilai kurang kepatuhannya memakai obat atau
tidak bisa memakai obatnya sendiri
KOMPLIKASI
1. Perforasi kornea
2. Endopthalmitis atau panophthalmitis
3. Prolaps iris
4. Sikatriks kornea
EDUKASI DAN INFORM CONSENT
Perlu, terutama bila terjadi komplikasi karena ulkus kornea ini mengancam
kebutaan
PROGNOSIS
Prognosisnya bergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya mendapat
perawatan, jenis mikroorganisme penyebabnya dan ada tidaknya komplikasi yang
terjadi. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat perawatan dan
timbul komplikasi prognosis semakin buruk
LAMA PERAWATAN
Rawat jalan : pasien harus kontrol 3 hari pertama kemudian tiap 1 minggu
Rawat inap : terutama bila terjadi perforasi 3 minggu – 1 bulan
MASA PEMULIHAN
2 – 3 bulan, tergantung komplikasi yang timbul
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012, Jakarta. Diunduh dari website:http://depkes.go.id/index.php/component/content/article/43- newsslider/2084-kemenkes-canangkan-hari-pemberantasan-gangguan- peng lihatan-dan-kebutaan-di-indonesia.html.pada tanggal 12 Oktober 2012
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012, Jakarta. Diunduh dari website:http://depkes.go.id/index.php/berita/press-release/845-gangguan- penglihatan-masih-menjadi-masalah-kesehatan.html . pada tanggal 12 Oktober 2012
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012, Jakarta. Diunduh dari website:http://depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1112-menkes-
4. 31meresmikan-program-orbis-flying-eye-hospital-.html. pada tanggal 12 Oktober 2012
5. Suhardjo, Widodo F, dan Dewi MU. Artikel Tingkat Keparahan Ulkus Korneadi RS Dr. Sardjito Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier. Bagian SMFPenyakit Mata RS Dr. Sardjito, Yogyakarta 2011. Diunduh dari website :http://www.tempo.co.id/medika/online/tmp.online.old/art-1.htm
6. Anonimous Ulkus Kornea Dikutip dariwww.medicastore.com2012
7. Biswell R. Ulserasi Kornea. Dalam: Riordan-Eva P, Whitcher JP, editors.Vaughan & Asbury Oftamologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC, 2013; 126-138.
8. Whitcher JP. Corneal ulceration in the developing world—a silent epidemic.B M J 1 9 9 7 ; 8 1 : 6 2 2 - 6 2 3 d o i : 1 0 . 1 1 3 6 / b j o . 8 1 . 8 . 6 2 2 . A v a i l a b l e f r o m : http://bjo.bmj.com/content/81/8/622.full
9. Ilyas S. Tukak (Ulkus) Kornea. Dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3, BalaiPenerbit FKUI, Jakarta, 2012. 159-167
10. Wong YT, Corneal Ulcers. Dalam :The Opthalmology Examination Review.Singapore: World Scientific Printers, 2011. 114-117
11. Kumpulan Blog Dokter Indonesia. 2012. Ulkus Kornea. Di unduh dari web site:http://blogdokter.com/category/category/pdf-doc-jurnal/page/5/ulkuskornea.Pada tanggal 13 Oktober 2012.
12. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : IlmuPenyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi ke 2,Penerbit Sagung Seto, Jakarta,2012
13. Murillo-Lopez FH. Corneal Ulcer. New York: The Medscape from WebMDJournal of Medicine; [updated 2011, Nov 13; c i ted 2012, October 14] .Available from:http://emedicine.medscape.com/article/1195680-overview
14. Wijana. N.Ulkus Kornea. Dalam: Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4, 2011.Jakarta15.Kanski JJ . Disorder of Cornea and Sclera . In: Cl inical Opthalmology ASystematic Approach. Edisi 6: 2012 page.100-149.
15. Ilyas S. Trauma Kimia. Dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3, Balai PenerbitFKUI, Jakarta, 2011. 271-273
RETINOPATI DIABETIK
DEFENISI
Suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerisakan dan sumbatan
pembuluh – pembuluh darah halus retina akibat komplikasi dari diabetes.
Kelainan patologi yang paling dini adalah perubahan membran basal endotel
kapiler dan penurunan jumlah perisit.
Faktor resiko
Lama menderita diabetes
Insiden menderita diabetik retinopati setelah 10 tahun menderita diabetes
50%, setelah 30 tahun 90%
Diabetes yang tidak terkontrol
Kehamilan
Hipertensi
Nefropati
Faktor lainnya : hiperlipidemia, operasi katarak, obesitas dan anemia
KLASIFIKASI
Secara umum dibagi menjadi :
1. Retinopati diabetik non proliferatif (NPDR)
Merupakan stadium awal dari keterlibatan retina dengan adanya
mikroaneurisma, hemorhagi dan eksudat. Terjadi kebocoran protein, lipid
atau sel – sel darah merah dari pembuluh – pembuluh kapiler ke retina.
Bila proses ini berlanjut ke makula maka akan mengganggu tajam
penglihatan.
2. Retinopati diabetik preproliferatif
Dengan bertambahnnya progresifitas sumbatan mikrovaskular maka gejala
iskemia berlanjut.perubahan yang khas cotton wool spots (soft eksudat),
kelainan mikrovaskular intraretina , yaitu pelebaran alur kapiler yang tidak
teratur dan shunt intraretina. Pada fluoresin jelas terlihat bagian yang
iskhemis . non perfusi kapiler dan defek pengisian kapiler.
3. Retinopati diabetik proliferatif (PDR)
Iskemia retina yang progresif merangsang pembentukan pembuluh darah
ybaru yang rapuh sehingga dapat mengakibatkan kebocoran serum dan
protein dalam jumlah yang banyak. Timbul neovaskularisasi iris,
proliferatif fibrosa.
4. Retinopati diabetik proliferatif lanjut (ADVANCED PDR)
Karakteristik munculnya retinal detachment traksional, vitreous
hemorhage dan glaukoma neovaskular.
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK
Gejala : - kesulitan membaca
- Kesulitan membaca
- Penglihatan menurun tiba – tiba pada satu mata
- Melihat lingkaran – lingkaran cahaya
- Menlihat bintik gelap dan cahaya kelip –kelip
Tanda :
Mikroaneurisma
Hemorhage retina
Eksudat : hard eksudat dan soft eksudat ( cotton wool spot)
Neovaskularisasi pada retina
Venous beading dilatation, looping , dan tortuosity
Edema makula
Derajat Gambaran klinis
Non proliferatif
No retinopathy Tidak ada lesi retina
Hanya mikroaneurisma Tidak ada lesi selain mikroaneurisma
Mild NPDR Mikroaneurisma, retinal hemorrhage, hard
exudat
Moderate NPDR Mild NPDR + cotton wool spot dgn atau
IRMA
Severe NPDR Adanya salah satu dari gejala berikut :
Mikroaneurisma plus venous beading and or H/MA ≥ standar photograph in 4 quadrant
Marked venous beading in 2 or more quadrant, atau
Moderate IRMA (standar photograph 8A in one or more quadrant)
Very severe NPDR 2 atau lebih gejala seperti pada severe
PDR
Proliferatif
PDR tanpa HRC Pembuluh darah baru dan atau proliferasi
fibrosis atau perdarahan preretinal dan
atau vitreus
PDR dgn HRC NVD ≥ standar photograph 10 A, atau
Less extensive NVD bila terdapat perdarahan vitreus atau preretina, atau
NVE ≥1/2 disc area, bila terdapat perdarahan vitreus atau preretina
Advanced PDR Extensive vitreus hemorhage precluding grading, retnal detachment involving macula or pthisis bulbi or enucleation secondary to a complication of DR
Diabetic Macular Edema
Penyebab tersering hilangnya penglihatan pada penderita diabetes, terutama
diabetes type 2
Tanda : penebalan retina. Pada pemeriksaan fluoresecein angiografi tampak
hiperfluorescein karena ada kebocoran kapiler retina dan ada pola flower – petal.
Pada OCT menunjukkan penebalan retina
Fokal makulopati
Tanda : penebalan retina yang difuse dengan gambaran cystoid. Pada fluorescein
angiografi tampak hiperfluoresensi yang difus dan pola flower-petal
Clinically significant macular oedema
Penebalan retina 500μm dari sentral makula
Eksudat 500μm dari sentral makula dan berhubungan dengan penebalan
retina
Penebalan retina dari 1 disc area (1500 μm) atau lebih luas dari sentral
makula
DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan visus
Pemeriksaan slitlamp dengan lensa + 90 D
Funduskopi indirek
Fluorescein angiografi
OCT
B-scan ultrasonografi
DIAGNOSA BANDING
1. Retinopati hipertensi
2. CRVO
TERAPI DAN PENATALAKSANAAN
Retinopati diabetik non proliferatif tanpa edema makula
1. Modifikasi gaya hidup : kontrol kgd pengobatan terhadap
hiperglikemia dan hipertensi, olahraga teratur
2. Laser argon fokal pada titik kebocoran retina yang secara klinis
menunjukkan edema bermakna dan dapat memperkecil resiko
penurunan penglihatan
Retinopati diabetik proliferatif
1. Fotokoagulasi panretina laser argon : menurunkan kemungkinan
perdarahan masif korpus vitreum dan menghilangkan neovaskularisasi
2. Intravitreal anti-vascular endothelial growth factor (anti-VEGF
agents).
Injeksi intravitreal0,5 mg Ranibizumab perbulan selama 3 bulan
3. Intravitreal triamcinolone
4. Pars plana vitrektomi
Pada makula edema yang mengalami traksi dari hyaloid posterior
EDUKASI
Usahakan untuk selalu mengontrol penyakit diabetes pasien, agar
mencegah kerusakan retina mata menjadi bertambah parah
PROGNOSIS
Pada mata yang mengalami edema makular dan iskemik yang bermakna
akan memiliki prognosa yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser , daripada
mata dengan edema dan perfusi yang relatif lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, Ofthalmologi Umum, Edisi 18, Widya
Medika, Jakarta, 2012, hal 211-214
2. Nema HV, Text book of Ophtalmology, Edition 8, Medical Publishers,
New Delhi, 2012, Page 249-251
3. Freeman WR, Practical Atlas Of Retinal Disease And Therapy, Edition 6,
Lippincott-Raven, Hongkong, 2011, Page 199-213
4. Basic and Clinical Science Course Retinal And Vitreous, Section 12,
American Academy Of Ophthalmology, United State 2012, Page 71-86
5. Langston D, Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, Edition 8, Deborah
Pavan-Langston, United State, 2012, Page 192-196
6. Ilyas S, Ilmu Penyakit Mata, Edisi 2, FK UI, Jakarta 2003, Hal 224-227
OKLUSI ARTERI SENTRALIS RETINA (CRAO)
DEFENISI
Sumbatan pada arteri sentralis retina. Tempat tersumbatnya biasanya di
lamina kribosa. Arteri retina sentralis merupakan cabanng dari arteri oftalmika
yang dapat menyebabkan iskemia retina bagian dalam dan biasanya hanya
mengenai satu mata saja.
Faktor resiko :
Atherosclerosis –related thrombosis
Emboli carotid
Giant cell arthritis
Penyakit kolagen
Kelainan hiperkoagulasi
Sifilis dan trauma
ANAMNESE DAN PEMERIKSAAN FISIK
Gejala : - penurunan visus mendadak , biasanya disebabkan emboli
- Kabur yang hilang timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian
gelap menetap
Tanda : - visus berkisar hitung jari dan persepsi cahaya
- Reflect afferent pupillary defect (RAPD)
- Pada funduskopi ditemukan :
Fundus pucat
Arteri halus sampai hilang
Cherry red spot
Cattle track appearance
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Funduskopi
- Fluorescein angiogarfi
- Elekroretinografi
DIFERENSIAL DIAGNOSIS
1. Sumbatan vena retina sentralis
2. Retinopati akibat oklusi arteri karotis
TERAPI DAN PENATALAKSANAAN
Oklusi arteri retina sentralis merupakan kegawatdaruratan mata yang harus
sitangani secara cepat. Karena kan terjadi kerusakan retina yang irreversibel
setelah 90 menit sumbatan total arteri retina sentralis
Prinsip “Gradient perfusion pressure”
• 1. parasintesis COA sumbatan dibawah 1 jam 0,1 – 0,4 cc
• 2. masase bola mata
• 3. asetazolamide oral dapat ditambahkan timolol 0,5 %
• 4. campuran oksigen 95% dan karbondioksida 5% inhalasi
• 5. Steroid bila di duga terdapatnya peradangan. Untuk menyingkirkan
kemungkinan penyebab berupa giant cell arteritis lakukan pemeriksaan
sedimen eritrosit.
KOMPLIKASI
- Glaukoma neovaskular
EDUKASI
Kasus seperti ini sebaiknya di tangani di rumah sakit
PROGNOSIS
Secara umum prognosis oklusi arteri retina sentralis kurang begitu bagus
karena kerusakan retina yang irreversibel dalam 90 menit. Namun tidak menutup
kemungkinan terjadinya perbaikan visus , bergantung pada letak dan lamanya
oklusi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fonrose, Mark. Retinal Vein Occlusion. Diakses dari http://emedicine.medscape.com pada tanggal 30 Maret 2012 pukul 23.00 WIB
2. Dugdale, David C. 2012. Retinal vein occlusion. Diakses dari http://www.nlm.nih.gov padatanggal 30 Maret 2012 pukul 23.00 WIB
3. Tien Y. Wong, and Ingrid U. Scott. 2010. Retinal-Vein Occlusion. N Engl J Med 2010;363:2135-2144
4. Wijana, N. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Perpustakaan Nasional
5. Trans Am Ophthalmol Soc. 2012; 98;133-143
OKLUSI VENA RETINA SENTRALIS
DEFENISI
Kelainan retina akibat penyumbatan vena retina sentralis yang mengakibatkan
gangguan perdarahan didalam bola mata ditandai dengan hilangnya penglihatan
mendadak
Faktor resiko :
usia > 50 tahun
Kolestrolemia
Hipertensi sitemik 61 %
DM 7 %
Tekanan intraokular meningkat
ANAMNESE DAN PEMERIKSAAN FISIK
I. Tipe Non Iskemik :
Visus masih baik
RAPD ringan
Funduskopi : vena dilatasi ringan dan tortuosity, dot dan flame shape
haemorhage,dengan atau tanpa papil edema
FFA : perpanjangan waktu sirkulasi retina dengan putusnya permeabilitas
kapiler tetapi area nonperfusi minimal
II. Tipe Ischemic :
Visus jelek
RAPD (+)
Scotoma sentral, Marcus Gunn +
Rubeosis iridis
Funduskopi :Vena dilatasi lebih nyata, Perdarahan masif 4 kuadran,
edema retina ,cotton woll spot,
FFA : perluasan /penyebaran area non perfusi sejalan dengan
perpanjangan sirkulasi intraretina > 10 disc resiko tinggi
neovaskularisasi
DIAGNOSTIK DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan visus
Funduskopi
Fluoresein angiografi
Elektroretinografi
Pemeriksaan laboratorium : pengukuran lemak serum, protein plasma,
glukosa plasma, kekentalan darah . pada pasien usia muda , kadar protein
C, protein S dan antitrombolitik untuk menyingkirkan kelainan sistem
trombolitik
DIFERENSIAL DIAGNOSIS
1. Oklusi arteri retina sentralis
2. Okular iskemia sindrom
TERAPI DAN PENATALAKSANAAN
Kontrol dan observasi underlying disease
Laser Fotokoagulasi
Intravitreal triamcinolone
Tindakan bedah dekompresi : Arteriovenous sheathotomy
Follow up :
Untuk oklusi non iskemik : initial follow up selama 3 bulan. Pasien
diinstruksikan untuk segera kontrol bila penglihatan terasa memburuk atau
ada tanda2 merah dan nyeri neovaskularisasi
tipe iskemik : follow up setiap bulan selama 6 bulan untuk deteksi
neovaskularisasi segment anterior
EDUKASI
Pada kasus ini sebiknya di tangani di rumah sakit
PROGNOSIS
Umumnya jelek terutama untuk kemajuan visusnya. Fluoresens angiografi
menunjukkan dua jenis respon ; tipe noniskemik dengan dilatasi dan edema
pembuluh darah; dan tipe iskemik dengan daerah – daerah non perfusi kapiler
yang luas atau bukti adanya neovaskularisasi segmen anterior atau retina.
Jika edema dan perdarahan retina dapat diserap kembali oleh tubuh maka
akan dapat memperbaiki visus.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fonrose, Mark. Retinal Vein Occlusion. Diakses dari http://emedicine.medscape.com pada tanggal 30 Maret 2012 pukul 23.00 WIB
2. Dugdale, David C. 2012. Retinal vein occlusion. Diakses dari http://www.nlm.nih.gov padatanggal 30 Maret 2012 pukul 23.00 WIB
3. Tien Y. Wong, and Ingrid U. Scott. 2010. Retinal-Vein Occlusion. N Engl J Med 2010;363:2135-2144
4. Wijana, N. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Perpustakaan Nasional
5. Trans Am Ophthalmol Soc. 2012; 98;133-143
AGE RELATED MACULAR DEGENERATION
(AMD /ARMD)
DEFENISI
Kelainan pada makula yang menyebabkan hilangnya tajam penglihatan
pada usia diatas 50 tahun
Faktor resiko :
Usia : 6,4 % (usia 65-74 tahun)
19,7% (usia >75 tahun)
riwayat keluarga
Perokok
hipertensi,hiperkolesterol
wanita
kelainan kardiovaskuler
ANAMNESE DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. Non neovaskurarisasi atau non exudative (dry AMD)
Tanda pasti drusen
Drusen : - Deposit granul lipid ekstrasellular yg terletak antara
membran basement RPE & zona kolagen
bagian dalam dari membran bruch
Kelainan RPE : - Atropi geografi, atrofi non geografi,
daerah hiperpigmentasi
2. Neovaskularisasi atau exudative (wet AMD) .
- Penurunan visus dengan onset yang tiba-tiba
- metamorphopsia, paracentral scotomata
Tanda : - pe ↑ RPE
- subretinal / intraretinal lipid,cairan / darah
- pigment epithelial detachment (PED)
- retinal pigment epithelial tears
- lesi CNV gray-green
DIAGNOSA DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
CSCR atau CSC (Central Serous Chorioretinopoathy )usia 25-55 thn
Pattern dystrophy pada RPE
Lamina basalis atau kutikular, drusen (syndrome usia 30-40 thn)
Drug toxicity (riwayat pemakaian obat) chloroquine : retinal signs mottled
hypopigmentation, non geographic atrophy (degenerasi RPE)
TERAPI DAN PENATALAKSANAAN
• Laser photocoagulasi (thermal laser)
• Digunakan pd occult & classic
• Merusak fovea sentral
• Photodinamik terapi (PDT)
• 2 tahap dg pemberian sistemik photosensitizing drug, dg sinar
infrared dioda laser
• Injeksi intravitreal Antiangiogenesis (pegabtanib, ranibizumab / lucentis)
• Anti VEGF (Vascular Endothel Growth Factor)
EDUKASI
1. Hindari merokok
2. Selalu control apabila memiliki riwayat hipertensi
PROGNOSIS
Penanganan yang tepat sasaran , vitamin dan mineral dapat memperlambat
AMD kebentuk yang lebih lanjut. Wet AMD tidak dapat diobati tetapi
progresifitasnya dapat diperlambat dengan tindakan laser, photodinamik dan
injeksi intravitreal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Seddon JM, Willett WC, Speizer FE, Harkinson SE. A prospective study of
cigarette smoking and age-related macular degeneration in women. JAMA 2013;
276:1141-6.
2. Vingerling JR, Hofman A, Grobbee DE, et al. Age-related macular degeneration
and smoking. The Rotterdam Study. Arch Ophthalmol 2013; 114:1193-6.
3. Christen WG, Glynn RJ, Manson JE, et al. A prospective study of cigarette
smoking and risk of age-related macular degeneration in men. JAMA 2013;
276:1147-51.
4. American Optometric Association,care of the patient with aged macular
degeneration 2012,243 N. Lindbergh Blvd., St. Louis, MO 63141-7881
5. Murphy RP. Age-related macular degeneration. Ophthalmology
2013; 93:969-71.
RETINOPATHY OF PREMATURITY
DEFENISI
Retinopati karena gangguan pada pembentukan pembuluh darah retina
pada bayi prematur. Suatu retinopati yang berat ditandai dengan proliferasi
pembuluh darah retina, pembentukan jaringan parut dan pelepasan retina.
Faktor resiko :
Bayi lahir kurang bulan, usia gestasi 37 – 42 minggu
Berat badan lahir 1500 atau kurang
Penggunaan oksigen konsentrasi tinggi saat lahir
ANAMNESE DAN PEMERIKSAAN FISIK
Bayi lahir pada atau sebelum usia gestasi 31 minggu atau berat badan
lahir 1500 gram atau kurang, dilakukan skring retinopathy of prematurity (ROP).
Dengan menggunakan funduskopi indirek. Skrining dimulai 4 – 7 minggu setelah
lahir untuk mendeteksi adanya ROP. Dilakukan follow up ulang tiap 1 – 2 minggu
tergantung dengan derajat keparahan retina yang terlibat, sampai vaskularisasi
retina sudah mencapai zona 3. Pupil bayi diberi midriatikum dengan
cyclopentolate 0,5% ataupun phenyephrine 2,5%.
Berdasarkan lokasi yang terlibat , dibagi :
Zona I : garis lingkaran imaginer dua kali jarak antara optik disc dengan makula
Zina II : garis konsentris imaginer dari zona I sampai ke nasal ora serrata
Zona III: sampai ketemporal dari zona II
Klasifikasi internasional untuk retinopathy of prematurity
Stadium I :flat demarkasi line
Stadium II :ridged demarkasi line
Stadium III :ridged demarkasi line dengan extraretinal
fibrovascular proliferation
Stadium IVA extrafoveal retinal detachment
Stadium 1VB : subtotal retinal detachment melibatkan makula
Stadium V : total retinal detachment
“Plus Disease : engorged veins and tortuous arteries diposterior pole
DIFERENSIAL DIAGNOSIS
1. Retinoblatoma
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Funduskopi indirek
B-scan ultrasonografi
Retcam
TERAPI DAN PENATALAKSANAAN
Laser fotokoagulasi
Intravitreal anti-VEGF agents
Pars plana vitrektomi
EDUKASI
Informed concern yang jelas keluarga si anak sangat di perlukan pada
kasus ini, semakin tinggi stage kerusakan pada retina maka semakin buruklah
penglihatan si anak untuk kedepannya.
PROGNOSIS
Prognosis ROP sangat bergantung pada stadiumnya. Stadium I dan
stadium II prognosisnya baik.Stage III – V dengan atau disertai dengan “Plus
disease” memiliki hasil akhir tajam penglihatan buruk.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fielder AR, Haines L, Scrivener R, Wilkinson AR, Pollock JI on behalf of
the Royal Colleges of Ophthalmologists and Paediatrics and Child Health
and the British Association of Perinatal Medicine. Retinopathy of
prematurity in the UK II: audit of national guidelines for screening and
treatment. Eye 2012; 16(3):285-291.
2. Mathew MR, Fern AI, Hill R. Retinopathy of prematurity: are we
screening too many babies? Eye 2012; 16(5):538-542.
3. Gilbert C, Fielder A, Gordillo L, Quinn G, Semiglia R, Visintin P et al.
Characteristics of infants with severe retinopathy of prematurity in
countries with low, moderate, and high levels of development:
implications for screening programs. Pediatrics 2013; 115(5): e518-e525.
4. Section on Ophthalmology. American Academy of Peditrics, American
Academy of Ophthalmology, American Association for Pediatric
Ophthalmology and Strabismus. Screening Examination of Premature
Infants for Retinopathy of Prematurity. Pediatrics 2013; 117(2):572-576.
Erratum in: Pediatrics. 2013;118(3):1324.
5. Flynn JT, Chan-Ling T. Retinopathy of prematurity: two distinct
mechanisms that underlie zone 1 and zone 2 disease. Am J Ophthalmol
2012; 142(1):46-59.
OBSTRUKSI DUKTUS NASOLAKRIMALIS
DEFENISI
Obstruksi sistem drainase saluran lakrimalis yang disebabkan blok dari katup
Hasner yang menutupi bagian akhir dari saluran nasolakrimalis. Sering pada kasus
kongenital 50 % pada bayti baru lahir.sebagian besar obstruksi terbuka spontan 4
– 6 minggu setelah kelahiran
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Idiopatik stenosis
Trauma naso- orbita dan operasi sinus dan nasal yang berulang
Penyakit Granulomatosus ,seperti Wagener granulomatosus dan
sarkoidosis
Infiltrasi oleh tumor nasopharyngeal
ANAMNESE DAN PEMERIKSAAN FISIK
Pada anak dengan obstruksi duktus nasolakrimalis :
- Epifora
- Konjungtrivitis kronis
- Dakriosistitis
- Akumulasi mukus pada mata atau kelopak mata
DIFERENSIAL DIAGNOSIS
- Prmary or secondary punctal stenosis
- Canalicular obstruction
DIAGNOSTIK DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Uji regurgitasi : penekanan pada pangkal hidung didaerah sakus
lakrimalis. Hasil dikatakan positif jika terdapat cairan yang keluar
dimana menunjukkan adanya bendungan atau penimbunan cairan
dalam sakus
- Tes Anel :irigasi melalui pungtum dana kanalikuli lakrimal, bila
cairan mencapai rongga hidung maka sistem ekskresi berfungsi baik
- Probing : untuk membedakan letak sumbatan pada pra sakus atau
pasca sakus lakrimalis
- Uji Jones 1 dan uji Jones 2 : menggunakan zat pewarna
- Dakriosistografi : pemeriksaan imaging dengan media kontras
- Skintilografi : menggunakan tracer radioaktif Technetium
TERAPI DAN PENATALAKSANAAN
Pelayanan Kesehatan Primer (PEC)
- Bila bayi dibawah 3 bulan , beri tetes antibiotik topikal selama 5 – 7
hari
- Pengasuh atau orang tua diberitahu cara melakukan masase pada
sakus lakrimalis
- Bila bayi sudah berumur diatas 3 bulan dan mata masih berair dan ada
sekret, rujuk ke SEC
Pelayanan Kesehatan Mata Sekunder (SEC)
- Bila bayi sudah berumur diatas 3 bulan, laukan irigasi dari pungtum
lakrimal superior/inferior agar membran Hasener terbuka. Beri tetes
antibiotika dengan steroid selama 3 – 5 hari
- Bila setelah dilakukan 3 kali tindakan diatas berturut – turut tiap 2
minggu tetapi masih berair dan banyak sekret, lakukan probibng
dalam narkose.
- Bila tes Anel masih menunjukkan regurgitasi, lakukan pematahan
konka inferior
- Bila setelah dilakukan tindakan diatas mata masih berair dan banyak
sekret rujuk ke TEC
Pelayanan Kesehatan Tertier (TEC)
- Bila sakus belum diatasi, lakukan probing pematahan konka inferior
- Bila sakus sudah diatasi, tetapi sekret masih banyak lakukan
dacryocystorhinostomi
- Bila terdapat kelaianan pada kanalikulus atau mukosa hidunbg tidak
dapat dijahit dengan dinding sakus sewaktu dilakukan operasi, pasang
silikon lakrimal tube
- Sesudah operasi beri antibiotik oral, antibiotik dengan steroid tetes
mata, analgetikda dan dekongestan tetes hidung. Antikoagulan
diberikan jika perlu
- Silikon tube diangkat 2 – 3 bulan sesudah operasi
EDUKASI
Pada kasus ini sebaiknya di periksa di rumah sakit
PROGNOSIS
Baik
DAFTAR PUSTAKA
1. Kanski, Jack J. Lacrimal Drainage System. Clinical Ophtalmology
sixthedition. 2012
2. I lyas , Sidarta , Prof . dr . Stenosis dan Obstruksi Duktus
Nasolakrimal .Penuntun Ilmu Penyakit Anak edisi kedua. FKUI. 2013.
3. Sastrosatomo, e t a l l . Penanganan Gangguan Sis tem Ekskresi
Lakrimal .FKUI: RSCM. 2011
4. http://www.academy.org.uk/tutorials/dilation.htm
5. http://attonk.blogspot.com/2009/03/dakriosistitis.html
Recommended