Upload
n-marwa
View
4.604
Download
15
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH
THAHARAH
(WUDHU, HADATS BESAR DAN MANDI, TAYAMMUM)
(Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Praktik Ibadah)
Disusun Oleh:
Junia Marwa1210 302 090
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH (MU’AMALAH)
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2013
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ini.
Shalawat beserta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW.
Ibadah adalah tugas dan kewajiban hidup manusia, sebagai perwujudan
status dirinya sebagai makhluk Allah yang paling mulia, maka kita sebagai
manusia haruslah mengetahui cara beribadah yang baik dan benar. Karena itu
disini penulis akan mengulas tentang cara wudhu, mandi dan tayammum.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Dosen
Pembimbing Praktik Ibadah yang telah membimbing penulis dalam pembuatan
makalah ini, kedua orang tua yang selalu memberi semangat dan do’a, tak lupa
teman- teman seperjuangan yang telah memberi banyak motivasi kepada penulis,
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Disadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Makalah ini sangat jauh
dari kata sempurna, baik dari penyajiannya maupun penguraiannya, dari itu
penulis mengharap kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terimakasih, semoga makalah
ini berguna bagi semua. Amin.
Bandung, 10 Desember 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 3
A. Wudhu..................................................................................................... 3
B. Hadats Besar dan Mandi ......................................................................... 7
C. Tayammum ............................................................................................. 9
BAB III PENUTUP...........................................................................................11
Kesimpulan ..................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang
Manusia sebagai makhluk, atau ciptaan tentu saja keberadaannya bukan
jadi dengan sendirinya, tetapi adanya karena diadakan oleh penciptanya. Lalu
kalau demikian, untuk apa manusia diciptakan? Yang mengetahui sebab
diciptakannya sesuatu adalah yang menciptakan sesuatu itu sendiri. Dan karena
manusia diciptakan oleh Allah SWT maka Allah-lah yang mengetahuinya
informasi yang Allah sendiri beritahukan melalui wahyu-Nya kepada Nabi saw di
dalam Al-Qur’an yakni QS. Adz- Dzariyat: 56 yang artinya “dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”
Sebagaimana uraian diatas, bahwa ibadah adalah tugas dan kewajiban
hidup manusia, sebagai perwujudan status dirinya sebagai makhluk Allah yang
paling mulia, maka kita sebagai manusia haruslah mengetahui cara beribadah
yang baik dan benar. Karena itu disini saya akan mengulas tentang cara wudhu,
mandi dan tayammum.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Wudhu, serta bagaimana rukun, tata cara dan hal yang
dapat membatalkannya?
2. Apakah yang dimaksud dengan hadats besar dan mandi, serta bagaimana
tata caranya?
3. Apakah yang dimaksud dengan tayammum, dan bagaimana cara
melakukannya?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Wudhu, serta rukun, tata cara dan hal yang dapat
membatalkannya
2. Mengetahui yang dimaksud dengan hadats besar dan mandi, serta tata cara
melakukannya
3. Mengetahui yang dimaksud dengan tayammum, dan cara melakukannya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Wudhu
Wudhu artinya menghilangkan hadats kecil, dengan membasuh
beberapa anggota tubuh tertentu dengan niat. Firman Allah SWT dalam
QS. Al-Maidah : 6:
...
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai
dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan
kedua mata kaki,..”
Ayat diatas memerintahkan kepada orang yang beriman jika
hendak mendirikan shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunnat dalam
keadaan hadats kecil, maka wajib berwudhu terlebihdahulu dengan cara:
1. Membasuh muka
2. Membasuh dua tangan sampai dengan dua sikunya
3. Menyapu atau mengusap kepala
4. Membasuh dua kaki dengan dua mata-kakinya
Empat point diatas adalah rukun wudhu yang ditetapkan Al Qur’an,
kemudian berdasarkan hadits Nabi SAW yang shahih, harus ada niat, yakni
sengaja melakukan wudhu dalam hati karena Allah, dan tertib, yakni berurutan
sebagaimana yang diurut oleh Allah dalam firman-Nya diatas. Dengan demikian
dalam berwudhu, membasuh kaki tidak boleh di dahulukan daripada muka
meskipun faktanya kaki lebih kotor daripada muka.
Adapun tata cara wudhu berdasarkan praktek Rasulullah SAW adalah
sebagai berikut:
1. Menghadap kiblat
2. Menutup aurat berat
3. Membaca Basmallah
4. Mencuci telapak tangan dan menyela-nyela jemarinya
5. Siwak (gosok gigi)
6. Berkumur-kumur
7. Istinsyaq (memasukan air ke hidung)
8. Istinsar (mengeluarkan air dari hidung)
9. Berniat dalam hati ketika mulai membasuh muka
10. Membasuh muka tiga kali
11. Membasuh dua tangan dengan dua sikunya tiga kali
12. Mengusap seluruh kepala atau sebagiannya
13. Membasuh dua daun telinga dalam dan luar, baik dengan basuhan baru
atau bekas usapan kepala
14. Membasuh dua kaki dengan dua mata kakinya tiga kali
15. Mendahulukan yang kanan dari yang kiri
16. Melebihkan basuhan
17. Tertib (berurutan membasuh anggota tersebut)
18. Berdo’a dengan do’a yang diajarkan rasul
لھ, و اشھد ان محمدا عبده ورسولھ.اشھد ان ال الھ اال هللا وحده ال شریك
“Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah, Maha Esa Dia dan
tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba dan
Rasul-Nya”.
Sabda Nabi SAW, “Tidak ada seorang diantara kamu yang berwudhu lalu
membaguskan wudhunya (sempurna dengan melakukan sunnat-sunnatnya) lalu
membaca (syahadat diatas), kecuali dibukakan untuknya pintu surga yang 8, yang
dapat dia masuki dari pintu mana saja ia mau”. (HR. Muslim)
19. Shalat dua rakaat
Para ulama fiqh merumuskan dari semua uraian diatas ada yang
dikategorikan rukun, artinya harus ada dan menjadi tidak sah wudhu seseorang
apabila ditinggalkannya tanpa udzur, dipahami dari perbuatan Rasulullah SAW
yang setiap wudhu tidak pernah meninggalkannya, sedangkan yang selainnya
dihukumkan sunnat, karena dalam prakteknya Rasulullah kadang
meningglkannya.
Sayyid Sabiq merumuskan rukun wudhu ada 6, yakni:
1. Niat dalam hati menunaikan wudhu
2. Membasuh wajah (muka), yakni mulai dari tempat tumbuh rambut (asal)
sampai dagu dan lebarnya dari anak daun telinga kiri sampai ke anak daun
telinga kanan.
3. Membasuh dua tangan samapai dengan dua sikunya
4. Menyapu atau mengusap kepala, dengan telapak tanagn yang basah
5. Membasuh dua kaki dengan dua mata kakinya
6. Tertib, yakni berurutan.
Meskipun yang diterapkan ulama fiqh rukun wudhu hanya 6 diatas, tapi
dari Nabi SAW sendiri tidak pernah menetapkan yang ini wajib dan laiinya
sunnat, oleh karena itu menunaikan wudhu sesuai dengan apa yang diperagakan
Rasulullah SAW pasti lebih utama, dan mengandung nilai kepatuhan yang sangat
tinggi, sehingga pasti pahalanyapun sangat besar. Namun, jika pelaksanaan wudhu
secara sempurna akan emngganggu kepentingan orang banyak, maka meringkas
sebatas yang rukunnya saja adalah lebih utama.
Ada beberapa perkara atau hal yang dapat membatalkan wudhu,
diantaranya adalah:
1. Keluar sesuatu dari dua pintu (qubul dan dubur) atau salah satu dari
keduanya baik berupa kotoran, air kencing , angin, air mani atau yang
lainnya.
2. Hilangnya akal (kesadaran),seperti tidur lelap, gila, ayan, pingsan ataupun
mabuk.
3. Menyentuh qubul (pintu depan) atau dubur (pintu belakang) tanpa
pengahalang.
Adapun bersentuh kulit laki-laki dan perempuan, keluar darah dari luka
badan, muntah memakan sate unta, tidak cukup dalil untuk menetapkan termasuk
batal wudhu.
Wudhu untuk Ibadah Lain
Ada tiga ibadah mahdhah yang disyaratkan wudhu bagi yang berhadats
kecil, yakni:
1. Shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunnat, atau shalat jenazah.
2. Thawaf, yakni mengelilingi ka’bah 7 putaran, baik thawaf wajib maupun
thawaf sunnat.
3. Menyentuh mushhaf, yakni menyentuh atau memegang mushhaf Al-
Qur’an
Sementara wudhu juga dianjurkan (sunnat) berdassarkan hadits-
hadits shahih, untuk amal-amal berikut ini:
1. Dzikir kepada Allah
2. Hendak tidur
3. Junub, yakni orang yang sedang hadats besar, seperti selesai hubungan
suami istri.
4. Sebelum mandi junub
5. Sesudah memakan makanan yang dibakat seperti sate
6. Untuk memperbarui wudhu bagi setiap shalat
B. Hadats Besar dan Mandi
Mandi adalah menghilangkan hadats besar dengan meratakan air
keseluruh tubuh dengan niat. Firman Allah SWT yang terdapat dalam QS.
Al-Maidah :6 yang bunyinya:
… …
“…dan jika keadaan kamu junub maka hendaklah berthaharah
(bersuci dengan mandi)…”
Junub secara bahasa artinya jauh, yakni suatu keadaan manusia
tidak diperkenankan mengadakan pendekatan khusus kepada Allah;
keadaan ini disebut hadats besar. Berdasarkan hadits-hadits yang shahih
dapat dirinci 5 hal, yakni:
1. Keluar mani dengan syahwat, baik dalam keadaan tidur (mimpi) atau
dalam keadaan terjaga.
2. Bertemunya dua khitan
3. Berhenti dari haid atau nifas
4. Mati
5. Orang kafir yang masuk islam
Adapum tata cara mandi dalam praktek Nabi Muhammad saw
adalah sebagai berikut:
1. Membasuh dua telapak tangan tiga kali
2. Membasuh (membersihkan) kemaluan dengan tanagn kiri
3. Wudhu dengan sempurna
4. Menyele-nyele rambut dengan air tiga kali, sehingga basah sampai
kepangkal rambutnya
5. Meratakan air keseluruh tubuh dengan mendahulukan bagian kanan
bersama niat di dalam hati
6. Menggosok-gosok basuhan
7. Menyela-nyela lipatan tubuh
Dari keseluruhan urutan diatas yang disepakati sebagai rukun mandi
hanyalah niat dan meratakan air keseluruh tubuh.
Wajib dan sunnat mandi
Bagi yang berhadats besar wajib mandi terlebih dahulu sebelum
melaksanakan ibadah berikut:
1. Shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunnat
2. Thawaf, baik thawaf wajib maupun thawaf sunnat
3. Menyentuh dan membaca mushaf Al-Qur’an
4. I’tikaf di masjid
5. Puasa, baik wajib maupun sunnat
6. Hubungan suami istri berdasarkan QS. Al-Baqarah :222
Adapun mandi sunnat, berdasarkan hadits-hadits yang shahih dianjurkan
untuk hal-hal berikut ini:
1. Hari Jum’at, bagi yang hendak menunaikan shalat jum’at
2. Pada dua haru raya, yakni Iedul Fitri dan Iedul Adha
3. Sesudah memandikan jenazah
4. Ketika hendak ihram dari miqat
5. Ketika akan memasuki kota Makkah
6. Ketika hendak wuquf di Arafah
C. Tayammum
Secara bahasa tayammum artinya sengaja melaksanakan sesuatu,
sedangkan menurut syara’; sengaja menyapukan sha’ied ke muka dan dua
tangan dengan niat mendapatkan kebolehan shalat atau ibadah lainnya,
yang disyaratkan thaharah.
Tayammum adalah mengusap muka dan dua belah tangan dengan
debu yang suci.Tayammum dilakukan sebagai pengganti wudhu jika
seseoarang yang akan melaksanakan shalat tidak menemukan air untuk
berwudhu.
Firman Allah SWT:
…
…
“..dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau
dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau
menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan
tanganmu dengan tanah itu... “ (QS. Al-Maidah: 6)
Dari ayat diatas dapat dipahami sebab tayammum ada dua; yakni
sakit dan dalam perjalanan apabila tidak terdapat air untuk bersuci, dengan
kata lain apabila tidak ada air.
Secara tekstual ayat, sakit yang membolehkan tayammum adalah
mutlak, baik parah maupun ringan, namun seperti yang disyaratkan hadis
dari ibnu Abbas ra yang diriwayatkan al- Jama’ah, yang dimaksud adalah
sakit yang bahaya apabila terkena air, atas dasar ini, para ulama fiqh
memberi sifat sakit sebagai berikut:
1. Sakit yang menurut dokter akan membahayakan kalau terkena air
2. Sakit yanga apabila terkena air akan memperparah sakitnya
3. Sakit yang apabila terkena air akan memperlambat proses kesembuhannya
4. Sakit yang terdapat pada anggota tubuh yang harus dibasuh lebih luas,
apabila sakit (luka) yang terdapat pada anggota tubuh yang dibasuh lebih
kecil, maka dapat dilakukan dengan wudhu pada bagian yang sehat sedang
yang lainnya diusap.
Adapun safar (bepergian) dimasukkan hal yang membolehkan tayammum,
sesungguhnya bukan safarnya tapi ‘tidak ada air’ nya yang membolehkan
bertayammum, artinya meskipun tidak sedang bepergian kalau tidak ada air maka
boleh bertayammum.
Adapun tata cara tayammum sebagai berikut:
1. Menepukan dua telapak tangan ke sha’ied
2. Menyapukan dua telapak tangan tadi ke muka sambil berniat tayammum
3. Menepukan lagi dua telapak tangan ke sha’ied yang bukan bekas tempat
menepukan yang pertama
4. Menyapukan kedua tanagan, samapai ke siku atau cukup samapai ke
pergelangan saja. Keduanya berdasarkan hadits yang shahih.
Adapun batal tayammum adalah:
1. Segala yang membatalkan wudhu
2. Segala yang membatalkan mandi
3. Hilangnya sebab yang membolehkan tayammum.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ibadah adalah tugas dan kewajiban hidup manusia, sebagai perwujudan
status dirinya sebagai makhluk Allah yang paling mulia. Hakikat ibadah adalah
menyadari diri hina dihadapan Allah yang Maha Mulia dan hanya Dia-lah yang
patut diibadati. Sehingga diperlukan penyesuaian diri dari yang mendekati
kepada yang didekati. Allah Maha Suci maka manusia yang akan melakukan
pendekatan diri kepada-Nya, wajib bersuci terlebih dahulu. Dimana
menghilangkan sesuatu yang dianggap kotor baik kotor bendawi atau materi,
kotor peristiwa atau kejadian, maupun kotor rohani.
Wudhu, hadats besar dan mandi, serta tayammum adalah suatu bentuk
pensucian diri sebelum melaksanakan ibadah, khususnya ibadah mahdah. Dimana
dasar hukumnya terangkum dalam QS. Al-Maidah: 6. Berdasarkan yang telah
dibahas sebelumnya, maka jelas sudah itu termasuk kedalam mensucikan diri dari
kotor peristiwa atau kejadian. Namun, tujuan utamanya adalah menghindari dari
kotor rohani itu sendiri.
Ketentuan syariat diatas, dimana jika hamba hendak melakukan shalat,
dalam keadaan hadats kecil hendaklah wudhu. Jika hadats besar hendaklah mandi
terlebih dahulu, dan jika keduanya tidak dapat dilakukan hendaklah ber-thaharah
dengan tayammum sebagai penggantinya. Ini semua tidak dimaksudkan Allah
untuk mempersulit hamba-Nya, melainkan agar hamba-Nya dapat bersuci dan
melaksanakan kewajiban untuk kemanfaatan hamba itu sendiri, dan agar Allah
menyempurnakan nikmat-Nya untuk hamba yang mematuhinya, sehingga pada
akhirnya hamba bersyukur.
Seperti pada akhir potongan QS. Al-Maidah: 6 yang berbunyi:
…
“Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan
kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur”.
Dari potongan diatas, dapat dipahami bahwa ketentuan thaharah (wudhu,
mandi, tayammum) diatas dimaksudkan Allah untuk membersihkan hamba,
menyempurnakan nikmat-Nya bagi hamba, dan agar hamba bersyukur.
Sesungguhnya yang berkepentingan untuk melaksanakan ibadah adalah
hamba sendiri, karena seluruh akibatnya akan berpulang kepada hamba yang
bersangkutan. Bagi Allah, jika seluruh hamba beriman dan patuh kepada-Nya, Dia
tidak akan semakin mulia, atau sebaliknya, jika semua manusia ingkar dan
membangkang, tidak sedikitpun menurun derajat ke-Tuhanan-Nya, Dia Maha
Kaya dari seluruh alam.
DAFTAR PUSTAKA
Shiddieq, Umay M. Dja’far. 2005. Syariah ibadah, pengamalan rukun islam dari
Al- Qur’an dan As-Sunnah. Jakarta: Al-Ghuraba.