28
SKENARIO 3 PEMBIAYAAN KESEHATAN Dr. Ahmad, 31 tahun, praktek di sebuah klinik dokter keluarga dengan BPJS. Klinik ini dikelola dengan baik sehingga dalam aktu mengalami kemajuan yang "ukup pesat dan dikenal luas di masyaraka dikunjungi seorang pasien, #y. A, 3$ tahun dengan kehamilan trime Pasien ingin melakukan pemeriksaan kehamilan se"ara rutin di klin pasien mendapat in!ormasi baha pelayanan di klinik ini baik. Pas sering mual, muntah, lemas, "epat lelah dan sesak. Dokter kemudia !isik bersama bidan. Pada pemeriksaan ditemukan baha kandungan d namun ibu tampak pu"at, takikardi, murmur, takipnea, dan terdapat Dr. Ahmad menyarankan agar pasien mengikuti pemeriksaan A#( yang teratur dan menjelang partus kelak pasien akan dirujuk ke spesialis )bgyn yan dengan klinik dokter keluarga tersebut. Pasien menanyakan ke dokter tentang pilihan pembiayaan persalinan, mengingat kemungkinan membutuhkan biaya ya 1

wrap-up SK 3 Kedkel

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kedkel

Citation preview

SKENARIO 3PEMBIAYAAN KESEHATANDr. Ahmad, 31 tahun, praktek di sebuah klinik dokter keluarga yang bekerja sama dengan BPJS. Klinik ini dikelola dengan baik sehingga dalam waktu yang relatif singkat mengalami kemajuan yang cukup pesat dan dikenal luas di masyarakat. Suatu hari klinik ini dikunjungi seorang pasien, Ny. A, 38 tahun dengan kehamilan trimester 1 pada G5P2A2. Pasien ingin melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin di klinik Dr. Ahmad karena pasien mendapat informasi bahwa pelayanan di klinik ini baik. Pasien mempunyai keluhan sering mual, muntah, lemas, cepat lelah dan sesak. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan fisik bersama bidan. Pada pemeriksaan ditemukan bahwa kandungan dalam kondisi yang baik namun ibu tampak pucat, takikardi, murmur, takipnea, dan terdapat nyeri tekan epigastrium. Dr. Ahmad menyarankan agar pasien mengikuti pemeriksaan ANC yang teratur dan menjelang partus kelak pasien akan dirujuk ke spesialis Obgyn yang sudah bekerja sama dengan klinik dokter keluarga tersebut. Pasien menanyakan ke dokter tentang pilihan pembiayaan persalinan, mengingat kemungkinan membutuhkan biaya yang lebih besar.

SASARAN BELAJARLI1. Mengetahui dan Memahami Klinik Dokter Keluarga1.1 Memahami dan Menjelaskan Struktur organisasi Klinik Dokter KeluargaLI2. Mengetahui dan Menjelaskan Rujukan Dokter KeluargaLI3. Mengetahui dan Menjelaskan Pembiayaan BPJSLI4. Memahami dan Menjelaskan Standar Kompetensi Dokter Layanan Primer untuk Kasus PartusLI5. Memahami dan Menjelaskan Pembiayaan Kesehatan Menurut Islam

LI1. Mengetahui dan Memahami Klinik Dokter KeluargaA. Struktur Organisasi1. Kepala klinika. Bertanggung jawab terhadap kegiatan yang ada di klinik dokter keluargab. Menetapkan kebijakan dalam bidang medis yang berguna bagi peningkatan pelayanan medik pada klinik dokter keluargac. Melakukan pemeriksaan laporan pembukuand. Menandatangani dokumen penting dan menyusun program kerja klinike. Mengatur dan mengontrol semua kegiatan yang dipimpinnya melalui staf-staf nya.2. Kepala bagian medisa. Membantu kepala klinik dalam koordinasi pemberian pelayanan medisb. Bertanggung jawab atas pelayanan pengobatan umum, pecegahan penyakit menular, dan kesehatan ibu-anak.3. Seksi pengobatan umumBertanggung jawab dalam melayani pasien yang berobat.4. Seksi pencegahan penyakit menularBertanggung jawab dalam melayani pasien secara teliti dan hati-hati.5. Seksi Kesehatan Ibu AnakMelayani dan memperhatikan kesehatan ibu dan anak.6. Bagian kasira. Memberikan pelayanan kepada pasien yang melakukan pembayaran-pembayaranb. Sebagai tempat pembayaran atas pemeriksaan yang diberikan dokter, yaitu pembayaran biaya pengobatan dan biaya pembayaran resep obat.7. Bagian administrasia. Membuat laporan dan bertanggung jawab terhadap masalah pembukuanb. Menginput data diagnosis pasien setelah berobat untuk mengetahui biaya pengobatan pasien8. Bagian pendaftarana. Sebagai tempat mendaftar bagi pasien yang berobatb. Memberikan pelayanan terhadap pasien yang berobatc. Menginput dan mendata hasil diagnosis pasien yang selesai berobat9. Bendaharaa. Mengatur pengeluaran dan pemasukan pada klinik dokter keluargab. Mengatur dan merencanakan inventarisasi penyediaan barang.10. Bagian farmasia. Sebagai tempat pelayanan yang memberikan obat kepada pasien yang sudah mendapatkan resep obat dari dokterb. Sebagai tempat pengadaan obat untuk keperluan klinikc. Mengatur persediaan obat.B. Manajemen klinikPelayanan dokter keluarga dilaksanakan oleh klinik dokter keluarga (family clinic). Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga adalah suatu klinik yang didirikan secara khusus yang disebut dengan nama klinik dokter keluarga (family clinic/center). Pada dasarnya klinik dokter keluarga ini ada dua macam. Pertama, klinik keluarga mandiri (free-standing family clinic). Kedua, merupakan bagian dari rumah sakit tetapi didirikan diluar komplek rumah sakit (satelite family clinic). Di luar negeri klinik dokter keluarga satelit ini mulai banyak didirikan. Salah satu tujuannya adalah untuk menopang pelayanan dan juga penghasilan rumah sakit. Terlepas apakah klinik dokter keluarga tersebut adalah suatu klinik mandiri atau hanya merupakan klinik satelit dari rumah sakit, lazimnya klinik dokter keluarga tersebut menjalin hubungan kerja sama yang erat dengan rumah sakit. Pasien yang memerlukan pelayanan rawat inap akan dirawat sendiri atau dirujuk ke rumah sakit kerja sama tersebut. Klinik dokter keluarga ini dapat diselenggarakan secara sendiri (solo practice) atau bersama-sama dalam satu kelompok (group practice). Dari dua bentuk klinik dokter keluarga ini, yang paling dianjurkan adalah klinik dokter keluarga yang dikelola secara berkelompok. Biasanya merupakan gabungan dari 2 sampai 3 orang dokter keluarga. Pada klinik dokter keluarga berkelompok ini diterapkan suatu sistem manajernen yang sama. Dalam arti para dokter yang tergabung dalam klinik dokter keluarga tersebut secara bersama-sama membeli dan memakai alat-alat praktek yang sama. Untuk kemudian menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga yang dikelola oleh satu sistem manajemen keuangan, manajemen personalia serta manajemen sistem informasi yang sama pula. Jika bentuk praktek berkelompok ini yang dipilih, akan diperoleh beberapa keuntungan sebagai berikut (Clark, 1971) : 1. Pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih bermutuPenyebab utamanya adalah karena pada klinik dokter keluarga yang dikelola secara kelompok, para dokter keluarga yang terlibat akan dapat saling tukar menukar pengalaman, pengetahuan dan keterampilan. Di samping itu, karena waktu praktek dapat diatur, para dokter mempunyai cukup waktu pula untuk menambah pengetahuan dan keterampilan. Kesemuannya ini, ditambah dengan adanya kerjasama tim (team work) disatu pihak, serta lancarnya hubungan dokter-pasien di pihak lain, menyebabkan pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih bermutu. 2. Pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih terjangkauPenyebab utamanya adalah karena pada klinik dokter keluarga yang dikelola secara berkelompok, pembelian serta pemakaian pelbagai peralatan medis dan non medis dapat dilakukan bersama-sama (cost sharing). Lebih dari pada itu, karena pendapatan dikelola bersama, menyebabkan penghasilan dokter akan lebih terjamin. Keadaan yang seperti ini akan mengurangi kecenderungan penyelenggara pelayanan yang berlebihan. Kesemuanya ini apabila berhasil dilaksanakan, pada gilirannya akan menghasilkan pelayanan dokter keluarga yang lebih terjangkau. C. Manajemen keuangan Keuangan dalam praktik DOGA tercatat secara seksama dengan cara yang umum dan bersifat transparansi. Manajemen keuangannya dapat mengikuti sistem pembiayaan praupaya maupun sistem pembiayaan fee for service.D. Standar Pelayanan Medis (standard of medical care)Pelayanan yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan medis yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara lege artis.

1. AnamnesisPelayanan dokter keluarga melaksanakan anamnesis dengan pendekatan pasien (patient-centered approach) dalam rangka memperoleh keluhan utama pasien, kekhawatiran dan harapan pasien mengenai keluhannya tersebut, serta memperoleh keterangan untuk dapat menegakkan diagnosis2. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjangDalam rangka memperoleh tanda - tanda kelainan yang menunjang diagnosis atau menyingkirkan diagnosis banding, dokter keluarga melakukan pemeriksaan fisik secara holistik; dan bila perlu menganjurkan pemeriksaan penunjang secara rasional, efektif dan efisien demi kepentingan pasien semata.3. Penegakkan diagnosis dan diagnosis bandingPada setiap pertemuan, dokter keluarga menegakkan diagnosis kerja dan beberapa diagnosis banding yang mungkin dengan pendekatan diagnosis holistik.4. PrognosisPada setiap penegakkan diagnosis, dokter keluarga menyimpulkan prognosis pasien berdasarkan jenis diagnosis, derajat keparahan, serta tanda bukti terkini (evidence based).5. KonselingUntuk membantu pasien (dan keluarga) menentukan pilihan terbaik penatalaksanaan untuk dirinya, dokter keluarga melaksanakan konseling dengan kepedulian terhadap perasaan dan persepsi pasien (dan keluarga) pada keadaan di saat itu.6. KonsultasiPada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga melakukan konsultasi ke dokter lain yang dianggap lebih piawai dan / atau berpengalaman. Konsultasi dapat dilakukan kepada dokter keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter spesialis, atau dinas kesehatan, demi kepentingan pasien semata.7. RujukanPada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga melakukan rujukan ke dokter lain yang dianggap lebih piawai dan/atau berpengalaman. Rujukan dapat dilakukan kepada dokter keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter spesialis, rumah sakit atau dinas kesehatan, demi kepentingan pasien semata.8. Tindak lanjutPada saat-saat dinilai perlu, dokter keluarga menganjurkan untuk dapat dilaksanakan tindak lanjut pada pasien, baik dilaksanakan di klinik, maupun di tempat pasien.9. TindakanPada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga memberikan tindakan medis yang rasional pada pasien, sesuai dengan kewenangan dokter praktik di strata pertama, dan demi kepentingan pasien.10. Pengobatan rasionalPada setiap anjuran pengobatan, dokter keluarga melaksanakannya dengan rasional, berdasarkan tanda bukti (evidence based) yang sahih dan terkini, demi kepentingan pasien.11. Pembinaan keluarga Pada saat - saat dinilai bahwa penatalaksanaan pasien akan berhasil lebih baik, bila adanya partisipasi keluarga, maka dokter keluarga menawarkan pembinaan keluarga, termasuk konseling keluarga. E. Peran dokter serta mitra kerja dalam pelayanan kedokteran keluarga1. Sistem Pelayanan Dokter Keluarga (SPDK) Pada dasarnya sistem perlayanan dokter keluarga (selanjutnya digunakan SPDK), haruslah menerapkan ketiga tahapan pelayanan medis sesempurna mungkin. Komponen sistem, yang sekarang biasa disebut sebagai pemegang saham (stakeholders), paling tidak terdiri atas: 1) DPU/DK (Sebagai Penyelenggara Pelayanan Tingkat Primer) 2) DSp (sebagai Penyelenggara Pelayanan Tingkat Sekunder) 3) DSpK (sebagai Penyelenggara Pelayanan Tingkat Tersier) 4) Dokter gigi 5) Pihak pendana (Asuransi Kesehatan, Pemerintah, dsb.) 6) Regulasi (perundangan, Sistem Kesehatan Nasional, dsb.) 7) Pasien (dengan keluarga dan masyarakatnya) 8) Farmasi (profesional dan pengusaha) 9) Staf klinik selain dokter (Bidan, perawat, dsb) 10) Karyawan non-medis 11) Dsb. Mereka harus bekerjasama secara mutualistis mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Semua pemegang saham mempunyai andil, hak dan kewajiban yang sama dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang memuaskan bagi pasien, tidak melanggar aturan atau perundangan maupun etika profesi, dan menjamin kesejahteraan bagi penyelenggaranya. Jika salah satu komponen sistem merusak tatanan, menyalahi aturan main agar memperoleh keuntungan bagi dirinya, maka akibat negatifnya akan dirasakan oleh seluruh komponen sistem termasuk, pada akhirnya, yang menyalahi aturan itu. Oleh karena itu diperlukan kerjasama profesional yang mutualistis di antara anggota sistem. Dengan kata lain, dalam sistem pelayanan dokter keluarga pelayanan diselenggarakan oleh tim kesehatan yang bahu-membahu mewujudkan pelayanan yang berumutu. Setiap komponen sistem mempunyai tugas masing-masng dan harus dikerjakan sungguh-sungguh sesuai dengan tatanan yang berlaku. Bidan dan perawat membantu dokter di klinik misalnya, memberikan obat kepada pasien d ibawah tanggung-jawab dokter. Jadi bidan dan perawat tidak memberikan obat tanpa persetujuan dokter. Sebaliknya dokter harus memberikan perintah tertulis di dalam rekam medis untuk setiap pemberian obat. Bidan dan perawat dibenarkan mengingatkan dokter jika perintah pemberian obat itu tidak jelas atau belum dicantumkan. Demikian pula dokter keluiarga yang sebenarnya dokter praktik umum dibenarkan mengingatkan dan diharuskan bertanya langsung kepada dokter spesialis yang dikonsuli atau dirujuki jika ada hal yang kurang jelas atau berbeda pendapat. Demikianpula komponen system yang lain termasuk masyarakat pasien dibenarkan dan bahkan diharuskan saling kontrol saling mengingatkan agat tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dapat di lihat bentuk komunikasi atau kerjasama antara dokter dan teman sejawatnya di lakukan dalam berbagai hal seperti : 1) Merujuk pasien Pada pasien rawat jalan, karena alasan kompetensi dokter dan keterbatasan fasilitas pelayanan, dokter yang merawat harua merujuk pasiennya pada teman sejawat lainnya.

2) Bekerjasama dengan sejawat Dokter harus memperlakukan teman sejawat tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, ras, usia, kecacatan, agama, status sosial atau perbedaan kompetensi yang dapat merugikan hubungan profesional antar sejawat. 3) Bekerja dalam tim Asuhan kesehatan selalu di ingatkan melalui kerjasama dalam tim multidisiplin. 4) Mengatur dokter penggantiKetika seorang dokter berhalangan, dokter tersebut harus menentukan dokter pengganti serta mengatur proses mengalihkan yang efektif dan komunikatif dengan dokter pengganti. 5) Mematuhi tugas Seorang dokter yang bekerjapada institusi pelayanan atau pendidikan kedokteran harus mematuhi tugas yang digariskan pimpinan institusi, termasuk sebagai dokter pengganti. 6) Pendelegasian wewenang Pendelegasian wewenang kepada perawat, peseta prograrm pendidikan spesialis, mahasiswa kedokteran dalam hal pengobatan atau perawatan atas nama dokter yang merawat, harus disesuaikan dengan kompetensi dalam melaksanakan prosedur dan terapi yang sesuai dengan peraturan baru. F. Komunikasi Dokter-Profesi Lain 1. KolaborasiPengertian Menurut Shortridge, et al (1986) adalah hubungan timbal balik di mana [pemberi pelayanan] memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka kerja bidang respektif mereka. a. Elemen-elemen Kolaborasi :1) Struktur 2) Proses 3) Hasil Akhir b. Model Kolaboratif Tipe I 1) Menekankan Komunikasi Dua Arah 2) Masih menempatkan Dokter pada posisi utama 3) Masih membatasi Hubungan Dokter dengan Pasien c. Model Kolaboratif Tipe II 1) Lebih berpusat pada Pasien 2) Semua Pemberi Pelayanan harus bekerja sama3) Ada kerja sama dengan Pasien 4) Tidak ada pemberi pelayanan yang mendominasi secara terus-menerus Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perspektif yang berbeda dalam memandang pasien, dalam prakteknya menyebabkan munculnya hambatan-hambatan teknik dalam melakukan proses kolaborasi. Kendala psikologis keilmuan dan individual, factor sosial, serta budaya menempatkan kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya kolaborasi yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat kepentingan pasien. Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada tingkat profesional dan institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi sumber utama ketidaksesuaian yang membatasi pendirian profesional dalam aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari tingkat ekonomi lebih tinggi dan biasanya fisik lebih besar dibanding perawat, sehingga iklim dan kondisi sosial masih medukung dominasi dokter. Inti sesungguhnya dari konflik perawat dan dokter terletak pada perbedaan sikap profesional mereka terhadap pasien dan cara berkomunikasi diantara keduanya. Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup praktek profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi petunjuk pengembangan kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh peraturan suatu negara dimana pelayanan diberikan. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekan bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang berkontribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat. Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan untuk mencapai tujuan kolaborasi tim : 1) Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian unik profesional. 2) Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya 3) Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas 4) Meningkatnya kohesifitas antar profesional 5) Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional, 6) Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami orang lain Kesuksesan kolaborasi dalam suatu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh faktor-faktor : 1) Faktor interaksi (interactional determinants), yaitu hubungan interpersonal diantara anggota tim yang terdiri dari kemauan untuk berkolaborasi, percaya, saling menghargai dan berkomunikasi . 2) Faktor Organisasi (organizational determinants) yaitu kondisi di dalam organisasi tersebut yang terdiri dari: a. Organizational structure (struktur horisontal dianggap lebih berhasil daripada struktur hierarkis)b. Organizations philosophy (nilai nilai keterbukaan, kejujuran, kebebasan berekspresi, saling ketergantungan, integritas dan sikap saling percaya)c. administrative support (kepemimpinan)d. team resource (tersedianya waktu untuk bertemu dan berinteraksi, membagi lingkup praktek dengan profesional lain, bekerja dalam suatu unit yang kecil)e. coordination mechanism (pertemuan formal untuk diskusi, standarisasi prosedur dalam bekerja) 3) Faktor lingkungan organisasi( organizations environment/ systemic determinants) yaitu elemen diluar organisasi, seperti sistem sosial, budaya, pendidikan dan profesional. 2. Pendekatan Praktik Hirarkis a. Menekankan Komunikasi satu arah b. Kontak Dokter dengan Pasien terbatas c. Dokter merupakan Tokoh yang dominan d. Cocok untuk diterapkan di keadaan tertentu, seperti IGD 3. Komunikasi Dokter-Apoteker Untuk dapat berkomunikasi dengan baik, dokter perlu mengetahui apa yang menjadi tanggung jawab profesi apoteker dalam pelayanan farmasi. Pelayanan farmasi dapat dilakukan di berbagai tempat seperti rumah sakit, Puskesmas, Poliklinik, Apotek, dll. Adanya pemahaman masing-masing pada profesi mitra kerjanya akan memudahkan terjadinya komunikasi yang baik antar profesi. Empat unsur Pelayanan Farmasi :1) Pelayanan Farmasi yang baik2) Pelayanan profesi apoteker dalam penggunaan obat. 3) Praktik dispensing yang baik. 4) Pelayanan profesional apoteker yg proaktif dalam berbagai kegiatan yg bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien.LI2. Mengetahui dan Menjelaskan Rujukan Dokter KeluargaA. DefinisiMenurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 tahun 2012 tentang sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan, yang dimaksud dengan rujukan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal. Rujukan vertikal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya. Rujukan horizontal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan. Rujukan horizontal dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang, sesuai kebutuhan medis dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama. Semua hal diatas dikecualikan pada keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, dan pertimbangan geografis.B. MacamDalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) rujukan di Indonesia dibedakan atas dua macam, yakni :1. Rujukan medis. Untuk masalah kedokteran dan untuk menyembuhkan penyakit dan atau memulihkan status kesehatan pasien. Rujukan medis dibedakan atas tiga macam :a. Rujukan pasien (transfer of patient)b. Rujukan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge)c. Rujukan bahan pemeriksaan laboratorium (transfer of specimens)2. Rujukan kesehatan. Untuk masalah kesehatan masyarakat, dan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan ataupun mencegah penyakiy yang ada di masyarakat. Rujukan kesehatan dibedakan atas tiga macam :a. Rujukan tenagab. Rujukan saranac. Rujukan operasionalC. KarakteristikRujukan pelayanan dokter keluarga tidak termasuk dalam kelompok rujukan kesehatan, melainkan kelompok rujukan medis.rujukan pada pelayanan dokter keluarga mempunyai beberapa karakteristik khusus, yakni :1. Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab pada rujukan pelayanan dokter keluarga tidak bersifat total, melainkan hanya untuk masalah penyakit yang sedang ditanggulangi saja. Sedangkan masalah penyakit lainnya atau kesehatan pasien secara keseluruhan, tetap berada ditangan dokter keluarga.2. Dalam melakukan rujukan pasien dalam pelayanan dokter keluarga, pertimbangan tidak hanya atas dasar keadaan penyakit pasien saja, melainkan keadaan sosial ekonomi keluarga secara keseluruhan.3. Tujuan rujukan pada pelayanan dokter keluarga tidak terbatas hanya pada penyembuhan penyakit dan ataupun pemulihan status kesehatan saja, melainkan juga peningkatan derajat kesehatan dan ataupun pencegahan penyakit.

D. Tata caraTata cara melakukan rujukan :1. Alasan dilakukannya rujukan harus dijelaskan selengkap-lengkapnya kepada pasien.2. Dokter yang melakukan rujukan harus berkomunikasi secara langsung dengan dokter tempat rujukan.3. Keterangan tentang pasien yang disampaikan pada waktu rujukan harus lengkap, tetapi tidak berlebihan.4. Sesuai dengan ketentuan kode etik profesi, seyogyanya dokter yang dimintakan bantuan pelayanan rujukan bersedia merujuk kembali pasien tersebut apabila pelayanan rujukan telah selesai dilaksanakan. (Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga) E. Manfaat Konsultasi dan Rujukan1. Meningkatkanpengetahuan dan keterampilan (bila sistemnya berjalan sesuai dengan yang seharusnya)2. Kebutuhan dan tuntutan kesehatan pasien akan terpenuhi (terbentukteam work)LI3. Mengetahui dan Menjelaskan Pembiayaan BPJSA. VisiMenjadi Badan penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berkelas dunia, terpercaya, bersahabat dan unggul dalam Operasional dan Pelayanan.B. MisiSebagai badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang memenuhi perlindungan dasar bagi tenaga kerja serta menjadi mitra terpercaya bagi:1. Tenaga Kerja: Memberikan perlindungan yang layak bagi tenaga kerja dan keluarga2. Pengusaha: Menjadi mitra terpercaya untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dan meningkatkan produktivitas3. Negara: Berperan serta dalam pembangunan.C. Peserta BPJS KesehatanPeserta BPJS Kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran, meliputi : 1. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin dan orang tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. 2. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari: a. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya1) Pegawai Negeri Sipil2) Anggota TNI3) Anggota Polri4) Pejabat Negara5) Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri6) Pegawai Swasta7) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah. TermasukWNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. b. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya1) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri2) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. 3. Bukan pekerja dan anggota keluarganya a. Investorb. Pemberi Kerjac. Penerima Pensiun, terdiri dari : 1) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun2) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pension3) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pension4) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak pensiun5) Penerima pensiun lain 6) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang mendapat hak pensiun. d. Veterane. Perintis Kemerdekaanf. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaang. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang mampu membayar iuran. D. Anggota keluarga yang ditanggung 1. Pekerja Penerima Upah : a. Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat), sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang. b. Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, dengan kriteria: 1) Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; 2) Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal. 2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja : Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang diinginkan (tidak terbatas). 3. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua. 4. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi kerabat lain seperti Saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll. E. Iuran1. Bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh Pemerintah. 2. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 3% (tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta. 3. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja dan 0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh Peserta. 4. Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah. 5. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar: a. Sebesar Rp.25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III. b. Sebesar Rp.42.500 (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II. c. Sebesar Rp.59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I. 6. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah. 7. Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan F. Denda keterlambatan pembayaran iuran 1. Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Pekerja Penerima Upah dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan, yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh Pemberi Kerja. 2. Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Peserta Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 6 (enam) bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak. G. Prosedur pendaftaran peserta jkn bpjs kesehatan1. Pendaftaran Bagi Penerima Bantuan Iuran / PBI Pendataan Fakir Miskin dan Orang Tidak mampu yang menjadi peserta PBI dilakukan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang statistik (Badan Pusat Statistik) yang diverifikasi dan divalidasi oleh Kementerian Sosial. Selain peserta PBI yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, juga terdapat penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan SK Gubernur/Bupati/Walikota bagi Pemda yang mengintegrasikan program Jamkesda ke program JKN. 2. Pendafataran Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah / PPU 1) Perusahaan / Badan usaha mendaftarkan seluruh karyawan beserta anggota keluarganya ke Kantor BPJS Kesehatan dengan melampirkan : a. Formulir Registrasi Badan Usaha / Badan Hukum Lainnyab. Data Migrasi karyawan dan anggota keluarganya sesuai format yang ditentukan oleh BPJS Kesehatan. 2) Perusahaan / Badan Usaha menerima nomor Virtual Account (VA) untuk dilakukan pembayaran ke Bank yang telah bekerja sama (BRI/Mandiri/BNI) 3) Bukti Pembayaran iuran diserahkan ke Kantor BPJS Kesehatan untuk dicetakkan kartu JKN atau mencetak e-ID secara mandiri oleh Perusahaan / Badan Usaha.3. Pendaftaran Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah / PBPU dan Bukan Pekerja a. Pendaftaran PBPU dan Bukan Pekerja 1) Calon peserta mendaftar secara perorangan di Kantor BPJS Kesehatan 2) Mendaftarkan seluruh anggota keluarga yang ada di Kartu Keluarga3) Mengisi formulir Daftar Isian Peserta (DIP) dengan melampirkan : Fotokopi Kartu Keluarga (KK) Fotokopi KTP/Paspor, masing-masing 1 lembar Fotokopi Buku Tabungan salah satu peserta yang ada didalam Kartu Keluarga Pasfoto 3 x 4, masing-masing sebanyak 1 lembar. 4) Setelah mendaftar, calon peserta memperoleh Nomor Virtual Account (VA) 5) Melakukan pembayaran iuran ke Bank yang bekerja sama (BRI/Mandiri/BNI) 6) Bukti pembayaran iuran diserahkan ke kantor BPJS Kesehatan untuk dicetakkan kartu JKN. b. Pendaftaran Bukan Pekerja Melalui Entitas Berbadan Hukum (Pensiunan BUMN/BUMD)Proses pendaftaran pensiunan yang dana pensiunnya dikelola oleh entitas berbadan hukum dapat didaftarkan secara kolektif melalui entitas berbadan hukum yaitu dengan mengisi formulir registrasi dan formulir migrasi data peserta. LI4. Memahami dan Menjelaskan Standar Kompetensi Dokter Layanan Primer untuk Kasus PartusTingkat kemampuan yang harus dicapai:1. Tingkat Kemampuan 1: mengenali dan menjelaskan Lulusan dokter mampu mengenali dan menjelaskan gambaran klinik penyakit, dan mengetahui cara yang paling tepat untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai penyakit tersebut, selanjutnya menentukan rujukan yang paling tepat bagi pasien. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.2. Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujukLulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.3. Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan merujuk3A. Bukan gawat daruratLulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.3B. Gawat daruratLulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.4. Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntasLulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB)

LI5. Memahami dan Menjelaskan Pembiayaan Kesehatan Menurut IslamA. PengertianPenyelenggaraan kesehatan dalam pandangan Islam termasuk pengertian riayatus suun (pelayanan umum) yang wajib dilakukan oleh negara atas seluruh rakyatnya, baik muslim maupun non muslim, kaya ataupun miskin. Seluruh biaya yang diperlukan secara wajib di tanggung oleh Baitul Mal (kas negara). Adapun peran non-pemerintah (swasta) dalam pembiayaan kesehatan bukanlah hal yang utama. Negara bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar itu. Nabi saw Bersabda : Imam (Khalifah) laksana pengembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya (HR al-Bukhari). Tidak terpenuhinya atau terjaminnya kesehatan dan pengobatan akan mendatangkan dharar bagi masyarakat. Oleh karena itu, penyediaan layanan kesehatan menjadi tanggung jawab dan kewajiban negara (Khilafah). Khilafah wajib membangun berbagai rumah sakit, klinik, laboratorium medis, apotik , pusat dan lembaga litbang kesehatan, sekolah kedokteran , apoteker, perawat, bidan dan sekolah lainnya yang menghasilkan tenaga medis, serta berbagai sarana prasarana kesehatan dan pengobatan lainnya.Semua pelayanan kesehatan dan pengobatan harus dikelola sesuai dengan aturan syariah. Juga harus memperhatikan faktor ihsan dalam pelayanan yaitu wajib memenuhi 3 (tiga) prinsip baku yang berlaku umum untuk setiap pelayanan masyarakat dalam sistem Islam: pertama, sederhana dalam peraturan (tidak berbelit-belit). Kedua, cepat dalam pelayanan. Ketiga, profesional dalam pelayanan, yakni dikerjakan oleh orang yang kompeten dan amanah. Konsep dasar asuransi syariah adalah tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan (al birri wat taqwa). Konsep tersebut sebagai landasan yang diterapkan dalam setiap perjanjian transaksi bisnis dalam wujud tolong menolong (akad takafuli) yang menjadikan semua peserta sebagai keluarga besar yang saling menanggung satu sama lain di dalam menghadapi resiko, yang kita kenal sebagai sharing of risk, sebagaimana firman Allah SWT yang memerintahkan kepada kita untuk taawun (tolong menolong) yang berbentuk al birri wat taqwa (kebaikan dan ketakwaan) dan melarang taawun dalam bentuk al itsmi wal udwan (dosa dan permusuhan). Firman Allah dalam surat al-Baqarah 188, 'Dan janganlah kalian memakan harta di antara kamu sekalian dengan jalan yang bathil, dan janganlah kalian bawa urusan harta itu kepada hakim yang dengan maksud kalian hendak memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu tahu." Hadist Nabi Muhammad SAW, "Mukmin terhadap mukmin yang lain seperti suatu bangunan memperkuat satu sama lain," Dan "Orang-orang mukmin dalam kecintaan dan kasih sayang mereka seperti satu badan. Apabila satu anggota badan menderita sakit, maka seluruh badan merasakannya.B. Sistem Pembiayaan Kesehatan Dalam Islam1. Asuransi Syariah (Takaful)a. Arti kata takafulSecara bahasa, takaful ( ) berasal dari akar kata ( ) yang artinya menolong, memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang. Dalam Al-Qur'an tidak dijumpai kata takaful, namun ada sejumlah kata yang seakar dengan kata takaful, seperti dalam :QS. Thoha/ 20 : 40 "(yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir'aun): 'Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?"QS. Annisa/ 04 : 85 : "Dan barangsiapa yang memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) daripadanya.."Asuransi Syariah (Ta'min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/ pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.Akad yang sesuai dengan syariah adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, dzulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.b. Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, di antaranya adalah sebagai berikut:1) Akad (Perjanjian)Setiap perjanjian transaksi bisnis di antara pihak-pihak yang melakukannya harus jelas secara hukum ataupun non-hukum untuk mempermudah jalannya kegiatan bisnis tersebut saat ini dan masa mendatang. Akad dalam praktek muamalah menjadi dasar yang menentukan sah atau tidaknya suatu kegiatan transaksi secara syariah. Hal tersebut menjadi sangat menentukan di dalam praktek asuransi syariah. Akad antara perusahaan dengan peserta harus jelas, menggunakan akad jual beli (tadabuli) atau tolong menolong (takaful).Akad pada asuransi konvensional didasarkan pada akad tadabuli atau perjanjian jual beli. Syarat sahnya suatu perjanjian jual beli didasarkan atas adanya penjual, pembeli, harga, dan barang yang diperjual-belikan. Sementara itu di dalam perjanjian yang diterapkan dalam asuransi konvensional hanya memenuhi persyaratan adanya penjual, pembeli dan barang yang diperjual-belikan. Sedangkan untuk harga tidak dapat dijelaskan secara kuantitas, berapa besar premi yang harus dibayarkan oleh peserta asuransi utnuk mendapatkan sejumlah uang pertanggungan. Karena hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal. Perusahaan akan membayarkan uang pertanggunggan sesuai dengan perjanjian, akan tetapi jumlah premi yang akan disetorkan oleh peserta tidak jelas tergantung usia. Jika peserta dipanjangkan usia maka perusahaan akan untung namun apabila peserta baru sekali membayar ditakdirkan meninggal maka perusahaan akan rugi. Dengan demikian menurut pandangan syariah terjadi cacat karena ketidakjelasan (gharar) dalam hal berapa besar yang akan dibayarkan oleh pemegang polis (pada produk saving) atau berapa besar yang akan diterima pemegang polis (pada produk non-saving).

2) Gharar (Ketidakjelasan)Definisi gharar menurut Madzhab Syafii adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling kita takuti.Gharar/ketidakjelasan itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung, sementara kita sepakat bahwa usia seseorang berada di tangan Yang Mahakuasa. Jika baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakdirkan meninggal, perusahaan akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan akan untung dan tertanggung merasa rugi secara financial. Dengan kata lain kedua belah pihak tidak mengetahui seberapa lama masing-masing pihak menjalankan transaksi tersebut. Ketidakjelasan jangka waktu pembayaran dan jumlah pembayaran mengakibatkan ketidaklengkapan suatu rukun akad, yang kita kenal sebagai gharar. Para ulama berpendapat bahwa perjanjian jual beli/akad tadabuli tersebut cacat secara hukum.Pada asuransi syariah akad tadabuli diganti dengan akad takafuli, yaitu suatu niat tolong-menolong sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah. Mekanisme ini oleh para ulama dianggap paling selamat, karena kita menghindari larangan Allah dalam praktik muamalah yang gharar.Pada akad asuransi konvensional dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi (transfer of fund). Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul adalah milik peserta (shahibul mal) dan perusahaan asuransi syariah (mudharib) tidak bisa mengklaim menjadi milik perusahaan.3) Tabarru dan TabunganTabarru berasal dari kata tabarraa-yatabarra-tabarrawan, yang artinya sumbangan atau derma. Orang yang menyumbang disebut mutabarri (dermawan). Niat bertabbaru bermaksud memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk tujuan saling membantu satu sama lain sesama peserta asuransi syariah, ketika di antaranya ada yang mendapat musibah. Oleh karena itu dana tabarru disimpan dalam rekening khusus. Apabila ada yang tertimpa musibah, dana klaim yang diberikan adalah dari rekening tabarru yang sudah diniatkan oleh sesama peserta untuk saling menolong.Menyisihkan harta untuk tujuan membantu orang yang terkena musibah sangat dianjurkan dalam agama Islam, dan akan mendapat balasan yang sangat besar di hadapan Allah, sebagaimana digambarkan dalam hadist Nabi SAW,"Barang siapa memenuhi hajat saudaranya maka Allah akan memenuhi hajatnya."(HR Bukhari Muslim dan Abu Daud).Untuk produk asuransi jiwa syariah yang mengandung unsur saving maka dana yang dititipkan oleh peserta (premi) selain terdiri dari unsur dana tabarru terdapat pula unsur dana tabungan yang digunakan sebagai dana investasi oleh perusahaan. Sementara investasi pada asuransi kerugian syariah menggunakan dana tabarru karena tidak ada unsur saving. Hasil dari investasi akan dibagikan kepada peserta sesuai dengan akad awal. Jika peserta mengundurkan diri maka dana tabungan beserta hasilnya akan dikembalikan kepada peserta secara penuh.Prof. Mustafa Ahmad Zarqa berkata bahwa dalam asuransi konvensional terdapat unsur gharar yang pada gilirannya menimbulkan qimar. Sedangkan al qimar sama dengan al maisir. Muhammad Fadli Yusuf menjelaskan unsur maisir dalam asuransi konvensional karena adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah membayar preminya sebagian, maka ahliwaris akan menerima sejumlah uang tertentu. Pemegang polistidak mengetahui dari mana dan bagaimana cara perusahaan asuransi konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang karena keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil risiko oleh perusahaan yang bersangkutan. Muhammad Fadli Yusuf mengatakan, tetapi apabila pemegang polis mengambil asuransi itu tidak dapat disebut judi. Yang boleh disebut judi jika perusahaan asuransi mengandalkan banyak/sedikitnya klaim yang dibayar. Sebab keuntungan perusahaan asuransi sangat dipengaruhi oleh banyak /sedikitnya klaim yang dibayarkannya.4) RibaDalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan di depan. Investasi asuransi konvensional mengacu pada peraturan pemerintah yaitu investasi wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi. Begitu pula dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Semua jenis investasi yang diatur dalam peraturan pemerintah dan KMK dilakukan berdasarkan sistem bunga.Asuransi syariah menyimpan dananya di bnak yang berdasarkan syariat Islam dengan sistem mudharabah. Untuk berbagai bentuk investasi lainnya didasarkan atas petunjuk Dewan Pengawas Syariah. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imron ayat 130,"Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba yang memang riba itu bersifat berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan." Hadist, "Rasulullah mengutuk pemakaian riba, pemberi makan riba, penulisnya dan saksinya seraya bersabda kepada mereka semua sama."(HR Muslim)

5) Dana HangusKetidakadilan yang terjadi pada asuransi konvensional ketika seorang peserta karena suatu sebab tertentu terpaksa mengundurkan diri sebelum masa reversing period. Sementara ia telah beberapa kali membayar premi atau telah membayar sejumlah uang premi. Karena kondisi tersebut maka dana yang telah dibayarkan tersebut menjadi hangus. Demikian juga pada asuransi non-saving atau asuransi kerugian jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi yang dibayarkan akan hangus dan menjadi milik perusahaan.Kebijakan dana hangus yang diterapkan oleh asuransi konvensional akan menimbulkan ketidakadilan dan merugikan peserta asuransi terutama bagi mereka yang tidak mampu melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi peserta tidak punya dana untuk melanjutkan, sedangkan jika ia tidak melanjutkan dana yang sudah masuk akan hangus. Kondisi ini mengakibatkan posisi yang dizalimi. Prinsip muamalah melarang kita saling menzalimi, laa dharaa wala dhirara ( tidak ada yang merugikan dan dirugikan).Asuransi syariah dalam mekanismenya tidak mengenal dana hangus, karena nilai tunai telah diberlakukan sejak awal peserta masuk asuransi. Bagi peserta yang baru masuk karena satu dan lain hal mengundurkan diri maka dana/premi yang sebelumnya dimasukkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil dana yang dniatkan sebagai dana tabarru (dana kebajikan). Hal yang sama berlaku pula pada asuransi kerugian. Jika selama dan selesai masa kontrak tidak terjadi klaim, maka asuransi syariah akan membagikan sebagian dana/premi tersebut dengan pola bagi hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan si awal perjanjian (akad). Jadi premi yang dibayarkan pada awal tahun masih dapat dikembalikan sebagian ke peserta (tidak hangus). Jumlahnya sangat tergantung dari hasil investasinya.

2. Pandangan islam mengenai asuransi kesehatanMelibatkan diri ke dalam asuransi ini, adalah merupakan salah satu ikhtiar untuk mengahadapi masa depan dan masa tua. Namun karena masalah asuransi ini tidak dijelaskan secara tegas dalam nash, maka masalahnya dipandang sebagai masalah ijtihadi, yaitu masalah yang mungkin masih diperdebatkan dan tentunya perbedaan pendapat sukar dihindari. Ada beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau dari fiqh Islam :1) Asuransi itu haram dalam segala bentuknya, temasuk asuransi jiwa. Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muthi (mufti Mesir). Alasannya :2) Asuransi sama dengan judi.3) Asuransi mengandung unsur-unsur tidak pasti.4) Asuransi mengandung unsur riba atau renten.5) Asuransi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau dikurangi.6) Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.7) Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.8) Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah.Asuransi konvensional diperbolehkan. Pendapat kedua ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam Fakultas Syariah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa Ahkamuha). Mereka beralasan :1) Tidak ada nash (al-Quran dan Sunnah) yang melarang asuransi.2) Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.3) Saling menguntungkan kedua belah pihak.4) Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.5) Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil).6) Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Taawuniyah).7) Asuransi dianalogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen.Asuransi yang bersifat sosial diperbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan. Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo). Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh).

DAFTAR PUSTAKAAzwar, Azrul, Justam, Judil dan Bustami, Nilda S (1983) : Bunga rampai, dokter keluarga; Kelompok Studi Dokter Keluarga, Jakarta.BPJS Kesehatan. 2014. Buku Panduan Layanan bagi Peserta BPJS Kesehatan. http://sappk.itb.ac.id/wp-content/uploads/2014/01/Buku-Panduan-Layanan-bagi-Peserta-BPJS-Kesehatan.pdf (diakses pada: 19/12/2014, pukul : 8:51)Hamidiah, Azizatul. 2011. Kebijakan Kesehatan Perspektif Islam. http://azizatulhamidiyah.blogspot.com/2011/04/kebijakan-kesehatan-perspektif-islam.html (diakses pada: 19/12/2014, pukul: 9:42)Irfan, Muhammad. 2007. Pengembangan Sistem Informasi Pelayanan Kesehatan pada Klinik Dokter Keluarga Suradita Studi Kasus Desa Suradita Kec. Cisauk Tangerang. http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20055/1/MUHAMMAD%20IRFAN2-FST.pdf (diakses pada : 18/12/2014, pukul 21:26)Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. http://www.kki.go.id/assets/data/arsip/SKDI_Perkonsil,_11_maret_13.pdf ( diakses pada: 19/12/2014, pukul : 8:59)Prasetyawati AE. Kedokteran Keluarga dan Wawasannya.. Diakses melalui: http://fk.uns.ac.id/static/resensibuku/BUKU_KEDOKTERAN_KELUARGA_.pdf ( diakses pada : 19/12/2014, pukul: 9:36)Ziyad, EHA (Editor). 2010. Hukum Asuransi dalam Islam. http://d1.islamhouse.com/data/id/ih_fatawa/single/id_Hukum_Asuransi_Dalam_Islam.pdf (diakses pada : 19/12/2014 , pukul : 9:46)

30