Upload
agunk-wihikan
View
42
Download
12
Embed Size (px)
DESCRIPTION
perkembngan ips 3 negara
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
IPS adalah suatu bahan kajian yang terpadu yang merupakan penyederhanaan,
adaptasi, seleksi, dan modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-konsep dan ketrampilan-
ketrampilan Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi, dan Ekonomi (Puskur, 2001: 9).
Materi pelajaran IPS merupakan penggunaan konsep-konsep dari ilmu sosial yang
terintegrasi dalam tema-tema tertentu. Misalnya materi tentang pasar, maka harus
ditampilkan kapan atau bagaimana proses berdirinya (sejarah), dimana pasar itu berdiri
(geografi), bagaimana hubungan antara orang-orang yang ada di pasar (sosiologi), bagaimana
kebiasaan-kebiasaan orang yang membeli dan menjual di pasar (antropologi), dan berapa atau
jenis-jenis barang apa saja yang diperjualbelikan di pasar (ekonomi).
Pendidikan IPS bukan hanya mata pelajaran yang mempelajari penyederhanaan dari
ilmu-ilmu sosial secara konsep keilmuan, tetapi juga mempelajari makna dari konsep-konsep
ilmu sosial, masalah kehidupan manusia, berbagai kemampuan yang dibutuhkan manusia
dalam kehidupannya, dan pendidikan sesama (horisontal) tentang sosial kemasyarakatan
(Lasmawan, 2010: 6). Keadaan sosial masyarakat selalu mengalami perubahan dari waktu ke
waktu, dinamisasi kemajuan diberbagai bidang kehidupan harus dapat ditangkap dan
diperhatikan oleh lembaga pendidikan yang kemudian menjadi bahan materi pembelajaran,
sehingga bahan pelajaran secara formal dapat dituangkan dalam bentuk kurikulum.
Kurikulum IPS yang dikembangkan hendaknya memiliki landasan filosofis yang jelas,
landasan filosofis yang digunakan haruslah melihat kondisi nyata yang terjadi di masyarakat.
Kondisi masyarakat yang terjadi saat ini adalah masyarakat yang senantiasa mengalami
perubahan-perubahan yang disebabkan adanya interaksi sosial baik antar individu maupum
kelompok. Dalam mencermati perubahan tersebut, maka kurikulum harus memiliki landasan
filosofis humanistik, dimana Ilmu Pengetahuan Sosial menjunjung tinggi sifat-sifat dasar
kemanusiaan.
Perkembangan istilah atau nama Social Studies pertama kali dimasukan secara resmi
kedalam kurikulum sekolah Rugby di Inggris pada tahun 1827, Dr. Thomas Arnold
direktur sekolah tersebut adalah orang pertama yang berjasa memasukan Social Studies
kedalam kurikulum sekolah (Lasmawan, 2010:41). Latar belakang dimasukannya social
Studies yaitu, Para pakar kemasyarakatan dan pendidikan mencari pola baru untuk
menjadikan sistem pendidikan yang menghormati keberadaan multi-etnis di Amerika Serikat,
salah satu cara yang ditempuh adalah memasukan social studies kedalam kurikulum sekolah
di Negara bagian Wisconsin pada tahun 1892. Pada awal abad ke–20 sebuah Komite
Nasional dari The National Education Association memberikan rekomendasi tentang
perlunya social studies dimasukan ke dalam kurikulum sekolah dasar dan sekolah menengah
di Amerika Serikat, adapun komponen formula awal social studies ketika awal kelahirannya
di Amerika Serikat terdiri dari mata pelajaran sejarah , geografi dan civics
(kewarganegaraan).
Social studies dalam istilah Indonesia disebut Pendidikan IPS (Ilmu Pengetahuan
Sosial), dalam proses eksistensinya terdapat dalam “The National Herbart Society papers of
1896 – 1897” menegaskan, bahwa social studies sebagai delimiting the social sciences for
pedagogical use (upaya membatasi ilmu-ilmu sosial untuk kepentingan pedagogik /
mendidik). Dengan hadirnya social studies masuk pada kurikulum di sekolah, ada juga di
beberapa negara bagian di Amerika Serikat dan di Inggris untuk mengembangkan program
pendidikan ilmu-ilmu sosial di tingkat sekolah. Pengertian ini juga dipakai sebagai dasar
dalam dokumen “Statement of the Chairman of Commite on Social Studies” yang dikeluarkan
oleh Comittee on Social Studies (CSS) tahun 1913.
Dalam dokumen tersebut dinyatakan bahwa social studies sebagai specific field to
utilization of social sciences data as a force in the improvement of human welfare (bidang
khusus dalam pemanfaatan data ilmu-ilmu sosial sebagai tenaga dalam memperbaiki
kesejahteraan umat manusia). Upaya untuk melestarikan program social studies dalam
kurikulum sekolah, maka beberapa pakar yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan
ilmu-ilmu sosial di tingkat sekolah mengembangkan social studies bisa diaplikasikan di
tingkat sekolah dengan membentuk organisasi profesi social studies, akhirnya pada tahun
1921 berdirilah “National Council for the Social Studies “ atau disingkat ( NCSS ), sebuah
organisasi professional yang secara khusus membina dan mengembangkan social
studies pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, serta kaitannya dengan disiplin ilmu –
ilmu sosial dan disiplin ilmu pendidikan sebagai program pendidikan syntectic. (http
://haslindafadillah,blogspot.com/2010/11/makalah-pendidikan-ips.html (9 Desember 2013)
diakses jam 20.44.wita.)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka diuraikan beberapa rumusan masalah
sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimana upaya pembaharuan social studies (IPS) di Amerika Serikat?
1.2.2 Bagaimana upaya pembaharuan social studies (IPS) di Australia?
1.2.3 Bagaimana upaya pembaharuan pendidikan IPS di Indonesia?
1.3. Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui upaya pembaharuan social studies (IPS) di Amerika Serikat.
1.3.2 Untuk mengetahui upaya pembaharuan social studies (IPS) di di Indonesia
1.3.3 Untuk mengetahui upaya pembaharuan pendidikan IPS di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Upaya Pembaharuan Pendidikan IPS di Amerika Serikat
Adanya pembaharuan pendidikan di Amerika Serikat saat ini telah menyadarkan para
pendidik dan masyarakat umum tentang banyaknya kelemahan dalam program pembelajaran
social studies. Banyak program pembaharuan telah didukung oleh Dewan Nasional Social
Studies (The National Council for the Social Studies – NCSS) dan kelompok profesional
lainnya yang berpengaruh, namun beberapa upaya mulia ini menjadi terpecah-pecah dan
seringkali mempersempit lapangan social studies karena tekanannya pada pembelajaran
disiplin ilmu yang terpisah-pisah (sejarah, geografi, kewarganegaraan) tanpa mengkaji
hubungan dengan kurikulum secara menyeluruh. Memerhatikan kurangnya hubungan yang
menyeluruh ini menyebabkan badan-badan pemerintah Asosiasi Kesejarahan Amerika
(AHA) dan NCSS memanggil Komisi Nasional untuk memberikan pemikiran tentang cara-
cara meningkatkan kualitas pembelajaran mata pelajaran social studies (Sapriya, 2011). Dua
organisasi dan organisasi lainnya mendirikan Komisi Nasional Social Studies di sekolah-
sekolah. Komisi ini mengkaji muatan isi dan efektivitas pembelajaran social studies dan
menyusun beberapa prioritasnya. Pada tahun 1989 Komisi Tenaga Pelaksana Kurikulum
menyebarkan temuan-temuannya terhadap masyarakat pendidikan dan masyarakat umum.
Pandangannya tentang program social studies abad XXI yang komprehensif di antaranya
sebagai berikut (Sapriya, 2011):
1. Kurikulum social studies yang lengkap memberikan pengalaman belajar yang
konsisten dan bersifat kumulatif sejak taman kanak-kanak (TK) sampai sekolah
menengah. Pada setiap jenjang pendidikan para siswa harus menjadikan
pengetahuan dan keterampilannya yang telah dipelajari sebagai andalan dan harus
pula mempersiapkan diri untuk memasuki jenjang pendidikan berikutnya.
2. Social studies memberikan hubungan yang jelas antara humanitis dan disiplin ilmu-
ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam. Integrasi dari ilmu-ilmu lainnya harus ditingkatkan,
bila mungkin untuk membantu para siswa memahami saling keterkaitan diantara
cabang-cabang ilmu pengetahuan.
3. Materi pelajaran social studies jangan hanya dijadikan sebagai pengetahuan yang
harus diterima dan diingat saja, tetapi juga sebagai bahan yang dikaji dan
diperdebatkan melalui pertanyaan-pertanyaan.
4. Membaca, menulis, mengamati, berdebat, bermain peran dalam pengadilan tidak
sungguhan atau bermain simulasi, bekerja dengan menggunakan data statistik, dan
menggunakan kemampuan berpikir kritis harus menjadi bagian integral di dalam
pembelajaran social studies.
Dari beberapa rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komisi Nasional social studies
Amerika Serikat ini terdapat dua isi pokok yakni tentang perumusan bahan pembelajaran dan
strategi pembelajaran untuk social studies. Komisi ini mengusulkan agar bahan pembelajaran
diorganisasikan secara terpadu (integrated), bukan hanya antar disiplin ilmu-ilmu sosial, ilmu
alam dan humanitis. Sementara strategi pembelajaran yang diusulkan antara lain strategi
belajar yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah dan
mengambil keputusan. Strategi yang dituntut oleh komisi ini tampaknya cenderung mengarah
kepada perlunya pengembangan strategi pembelajaran atau pendekatan inkuiri karena
pendekatan ini memiliki karakteristik tentang kemampuan belajar di atas.
2.2 Upaya Pembaharuan Pendidikan IPS di Australia
Di Australia, social studies sebagai suatu mata pelajaran yang diberikan sejak sekolah
dasar sampai dengan sekolah menengah dianggap sebagai mata pelajaran yang mempunyai
kedudukan yang penting di seluruh negara bagian. Hal ini disebabkan oleh adanya kesadaran
yang semakin meningkat di kalangan penduduk Australia terhadap masalah-masalah
ekonomi, politik, lingkungan, sosial, dan masalah-masalah pribadi yang memerlukan adanya
kemampuan untuk mengatasinya. Pada tahun 1989, Dewan Pendidikan Australia (The
Australian Education Council) berhasil menyepakati tujuan pendidikan nasional yang
disahkan pada Konferensi Hobart dan diberi nama “The Common and Agreed National Goals
for Schooling in Australia”. Satu dari sepuluh buah tujuan yang berkaitan langsung dengan
social studies dan sekaligus berisi pesan tentang perlunya membangun warga negara yang
berpartisipasi aktif dalam masyarakat demokratis.
Sebelum dirumuskan tujuan nasional, tujuan social studies di Australia, khususnya di
negara bagian Victoria tercantum di dalam dokumen kurikulum social studies tahun 1987
dengan menggunakan pendekatan yang cukup fleksibel dengan cara belajar inkuiri. Setiap
guru yang menggunakan pendekatan ini secara langsung akan menerapkan proses belajar
mengajar aktif, artinya setiap siswa akan terlibat aktif dalam proses belajar di kelas (Marsh,
1994:20). Sejalan dengan karakteristik pembelajaran inkuiri yang diawali dengan pertanyaan
atau berbasis masalah maka para siswa ditantang oleh sejumlah pertanyaan sehingga
terdorong rasa ingin tahu untuk mencari sesuatu dalam rangka menjawab pertanyaan atau
memecahkan masalah. Kaitannya dengan kondisi kelas yang pasif, pembelajaran tidak
menarik dan munculnya rasa bosan dari siswa, maka dengan strategi inkuiri yang dapat
diterapkan oleh guru dapat dibuktikan semuanya teratasi. Namun demikian untuk dapat
menerapkan model pembelajaran inkuiri ini tentu saja perlu latihan yang terus menerus.
Dengan kata lain, seorang guru tidak bisa mengharapkan bahwa dengan sekali mencoba
model atau strategi ini akan langsung berhasil. Sejumlah kemampuan guru seperti teknik
bertanya yang menarik perhatian, materi pertanyaan yang menantang, dilematis dan
kontroversial perlu dipertimbangkan dan dipersiapkan oleh seorang guru. Strategi yang
dikembangkan dalam proses inkuiri yang mendorong siswa untuk aktif belajar.
Sementara dalam kurikulum social studies terbaru di negara bagian Victoria – the
Curriculum and Standards Framework (CSF) tentang Studies of Society and Environment
(SOSE), tahun 1995 pendekatan inkuiri sebagai strategi pembelajaran social studies tetap
menjadi pendekatan yang sangat penting. Ada tiga aktivitas utama dalam pendekatan inkuiri
(Sapriya, 2011):
1. Tahap investigation, ialah kegiatan untuk mengembangkan kemampuan siswa
dalam meneliti, memproses, dan mengintepretasikan data/informasi. Kegiatan ini
merupakan dasar untuk memprediksi alternatif kesimpulan dalam pemecahan
masalah, menyusun hipotesis, menetapkan pendekatan-pendekatan, dan merancang
metode untuk mengumpulkan, mengorganisasi dan memproses data atau informasi.
2. Tahap communication, ialah kegiatan untuk mengembangkan kecakapan siswa
dalam menggunakan bermacam-macam bentuk komunikasi seperti: ucapan, tulisan,
grafik, dan statistik. Para siswa belajar mengumpulkan, memproses, menganalisis,
dan menyajikan informasi dengan menggunakan sejumlah format dan variasi
metode.
3. Tahap participation, ialah kegiatan mengembangkan kecakapan dan rasa percaya
diri siswa dalam kerja kelompok dan dalam proses mengambil keputusan. Para
siswa juga didorong untuk menilai apakah kecakapan yang dilatihkan di kelas ada
manfaatnya dengan kehidupan mereka sehari-hari dan masa yang akan datang.
2.3 Upaya Pembaharuan Pendidikan IPS di Indonesia
IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri,
sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu
sosial (social science), maupun ilmu pendidikan (Sumantri. 2001:89). Social Scence
Education Council (SSEC) dan National Council for Social Studies (NCSS), menyebut IPS
sebagai “Social Science Education” dan “Social Studies”. Dengan kata lain, IPS mengikuti
cara pandang yang bersifat terpadu dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi,
ilmu politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya.
Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam sistem pendidikan di Indonesia baru
dikenal sejak lahirnya kurikulum tahun 1975. Sebelumnya, pembelajaran ilmu-ilmu sosial
untuk tingkat persekolahan menggunakan istilah yang berubah-rubah sesuai dengan situasi
politik pada masa itu (Sapriya, 2011: 77). Pembaharuan kurikulum IPS di Indonesia
diantaranya:
1. Kurikulum 1964
Kurikulum 1964 merupakan kurikulum terakhir yang dikeluarkan pada masa
pemerintahan Orde Lama. Pada kurikulum ini menggunakan istilah Pendidikan
Kemasyarakatan, dimana ada dua kelompok mata pelajaran, ialah kelompok dasar dan dan
kelompok cipta. Pada kelompok dasar terdapat mata pelajaran yang dianggap dominan dalam
mengembangkan kepribadian siswa sesuaidengan kualitas yang diharapkan dimiliki oleh
siswa, sesuai yang terdapat pada tujuan pendidikan. Mata pelajaran yang termasuk dalam
kelompok dasar ini adalah Sejarah Indonesia, dan Geografi Indonesia. Di samping kedua
mata pelajaran tersebut, pada kelompok ini terdapat mata pelajaran lain seperti Bahasa
Indonesia, dan Civics (Gunawan, 2011: 100).
Dalam Kelompok Cipta terdapat mata pelajaran Sejarah dunia dan Geografi dunia.
Sebagai bagian dari disiplin Sejarah dan geografi, kedua mata pelajaran ini mewakili
pendidikan ilmu sosial yang terdapat pada kurikulum tersebut. Fokus pada 2 mata pelajaran
tersebut adalah bagaimana sejarah dan geografi di berbagai benua, seperti Afrika, Asia,
Eropa, Amerika, dan Australia. Pada saat itu lebih condong menjelaskan tentang bagaimana
keadaan di Eropa, bukannya di Asia khususnya Indonesia (Hassan, 19955: 32).
2. Kurikulum 1968
Pada kurikulum ini, pendidikan ilmu sosial diwakili oleh pendidikan sejarah, geografi,
ekonomi. Penggantian yang paling menonjol pada kurikulum ini adalah mata pelajaran Civics
yang diubah menjadi Kewarganegaraan. Mata pelajaran tersebut juga nantinyaakan diubah
kembali menjadi Pendidikan Moral Pancasila, dan terakhir disebut dengan Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (Hasan, 1995: 36)
Kedudukan pendidikan ilmu sosial pada kurikulum ini tidak banyak berubah dari
kurikulum sebelumnya. Dimana Pendidikan Sejarah diwakili Sejarah Indonesia, Sejarah
Dunia, dan Sejarah Kebudayaan. Kemudian Pendidikan Geografi diwakili Geografi Indonesia
dan Geografi Dunia, sedangkan Pendidikan Ekonomi menjadi mata pelajaran yang diajarkan
pada kurikulum ini (Hasan, 1995: 36).
3. Kurikulum 1975
Pada tahun 1975, lahirlah kurikulum 1975 yang mengelompokkan tiga jenis
pendidikan, yakni pendidikan umum, pendidikan akademis dan pendidikan keahlian khusus.
Dalam kurikulum 1975 dikemukakan secara eksplisit istilah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS) yang merupakan fusi (perpaduan) dari mata pelajaran sejarah, geografi dan
ekonomi. Selain mata pelajaran IPS, Pendidikan Kewarganegaraan dijadikan sebagai mata
pelajaran tersendiri ialah Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Dalam kurikulum 1975, IPS
termasuk kelompok pendidikan akademis sedangkan PMP termasuk kelompok pendidikan
umum. Namun IPS sebagai pendidikan akademis mempunyai misi menyampaikan nilai-nilai
berdasarkan filsafat pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian mata pelajaran IPS pun
berfungsi dan mendukung tercapainya tujuan PMP (Gunawan, 2011: 107).
4. Kurikulum 1984
Kurikulum IPS 1984 pada hakikatnya menyempurnakan atau memperbaiki kelemahan-
kelemahan Kurikulum 1975. Ditinjau dari segi pendekatan (metodologi) pembelajaran,
Kurikulum IPS1975 dan 1984 menggunakan pendekatan integrative dan structural untuk IPS
SMP dan pendekatan disiplin terpisah (separated disciplinary approach) untuk SMA.
Sedangkan pendekatan untuk IPS Sekolah Dasar (SD) lebih mirip menggunakan integrative
(integrated approach). Disiplin ilmu yang dimasukan pada mata pelajaran IPS pada jenjang
pendidikan dasar (MTs/SMP) menjadi lebih luas dibandingkan dengan kurikulum 1975.
Disiplin ilmu seperti sosiologi, antropologi, hukum, politik dijadikan materibaru bagi IPS.
Dilihat dari jumlah disiplin ilmu yang tercakup, maka dapat dikatakan Pendidikan IPS pada
kurikulum 1984 lebih maju dibandingkan dengan kurikulum 1975 (Gunawan, 2011: 108).
5. Kurikulum 1994
Pada tahun 1994, terjadi lagi perubahan kurikulum IPS. Dalam Kurikulum 1994
dinyatakan bahwa pada jenjang pendidikan sekolah dasar (SD) terdapat mata pelajaran yang
disebut ilmu pengetahuan sosial (IPS) yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan
pada bahan kajian sejarah (nasional dan umum), ekonomi, dan ilmu bumi. sedangkan untuk
jenjang pendidikan dasar di SMP pendekatan disiplin ilmu terpisah (separated disciplinary
approach), yang dimana mata pelajaran yang diajarkan yaitu seperti geografi sejarah dan
ekonomi mendapat jatah 2 jam pelajaran per minggu (Gunawan, 2011: 109). Ada perbedaan
yang cukup menonjol dalam kurikulum IPS Sekolah Dasar 1994 dibandingkan dengan
Kurikulum IPS sebelumnya, yakni dalam metode dan penilaian. Kurikulum IPS 1994 hanya
memberikan anjuran umum bahwa pelaksanaan proses belajar mengajar hendaknya para guru
menerapkan prinsip belajar aktif. Dari bunyi rambu-rambu yang terakhir ini, menunjukkan
bahwa Kurikulum IPS 1994 memberikan keleluasaan atau kekuasaan otonom yang cukup
besar.
6. Kurikulum 2004
Memasuki Abad 21 yang ditandai oleh perubahan mendasar dalam segala aspek
kehidupan khususnya perubahan dalam bidang politik, hukum, dan kondisi ekonomi telah
menimbulkan perubahan ekonomi yang sangat signifikan dalam sistem pendidikan di
Indonesia. Pada tahun 2003 disahkanlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang tersebut telah menimbulkan dampak yang
cukup signifikan terhadap perubahan sistem kurikulum di Indonesia. Pada tahun 2004,
pemerintah melakukan perubahan kurikulum kembali yang dikenal dengan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK). Namun pengembangan kurikulum IPS diusulkan menjadi
Pengetahuan Sosial untuk merespon secara positif berbagai perkembangan informasi, ilmu
pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program
pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat (Sapriya 2009:
45)
7. Kurikulum 2006
Ketentuan tentang implikasi dari peraturan perundangan tersebut adalah
dikeluarkannya kebijakan tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) beserta
pedomannya dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun
2006 tentang Standar Isi dan Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
(SKL) dengan panduan KTSP yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 ini, antara IPS dan PKn
dipisahkan kembali. Hal ini memperhatikan berbagai masukan dan kritik ahli pendidikan
nasional dan politik bangsa yaitu perlunya pendidikan Kewarganegaraan Bangsa, maka
antara IPS dan PKn meskipun tujuan dan kajiannya adalah sama yaitu membentuk warga
negara yang baik, maka PKn tetap diajarkan sebagai mata pelajaran di sekolah secara terpisah
dengan IPS (Gunawan, 2011: 112).
8. Kurikulum 2013
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran yang mengkaji tentang isu-
isu sosial dengan unsur kajiannya dalam konteks peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi.
Tema yang dikaji dalam IPS adalah fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat baik
masa lalu, masa sekarang, dan kecenderungannya di masa-masa mendatang. Peserta didik
diharapkan dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab,
serta warga dunia yang cinta damai. Pada jenjang SD maupun SMP mata pelajaran IPS masih
tetap ada pada Kurikulum 2013. Dimana pada jenjang SD mata pelajaran IPS mendapatkan
waktu 3 jam pelajaran/ minggu, dan SMP mendapatkan waktu 4 jam pelajaran/ minggu.
kemudian mata pelajaran IPS yang muncul pada kurikulum 2013 yaitu mata pelajaran IPS
yang diajarkan bukan sebagai suatu disiplin ilmu sosial, melainkan sebagai “integrative
social studies”. Hal ini menandakan bahwa IPS diajarkan dengan menyatukan,
menghubungkan, atau mengaitkan bahan pelajaran untuk membentuk warga negara yang
baik.
Dalam penerapannya mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mendapat peran
untuk memberi pemahaman yang luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan, yaitu
(1) memperkenalkan konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya, (2) membekali kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin
tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, (3) memupuk
komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, dan (4) membina
kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang
majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Kemudian dilihat dari tujuan utama dari pembelajaran IPS ini adalah untuk membina
para peserta didik menjadi warganegara yang mampu mengambil keputusan secara
demokratis dan rasional yang dapat diterima oleh semua golongan yang ada di dalam
masyarakat. Adapun rincian tujuan mata pelajaran IPS adalah agar peserta didik memiliki
kemampuan:
Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya;
1. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial;
2. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
3. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Sumber : http://mgmpips3gw.wordpress.com/2013/08/01/kurikulum-2013-ips-smpmts/
diunduh 16 Desember 2013
BAB II
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut.
1. Komisi Tenaga Pelaksana Kurikulum Amerika Serikat (AS) memiliki beberapa
pandangan tentang program social studies abad XXI yang komprehensif mengenai
kurikulum social studies, integrasi antara humanitis dan disiplin ilmu-ilmu sosial
dan ilmu-ilmu alam, materi pelajaran social studies yang dikaji melalui pertanyaan-
pertanyaan, Membaca, menulis, mengamati, berdebat, bermain simulasi, bekerja
dengan menggunakan data statistik, dan menggunakan kemampuan berpikir kritis
harus menjadi bagian integral di dalam pembelajaran social studies
2. Komisi Nasional social studies Amerika Serikat (AS) merumuskan bahan
pembelajaran diorganisasikan secara terpadu (integrated), bukan hanya antar
disiplin ilmu-ilmu sosial, ilmu alam dan humanitis. Sementara strategi pembelajaran
yang diusulkan antara lain strategi belajar yang dapat mengembangkan kemampuan
berpikir kritis, memecahkan masalah dan mengambil keputusan.
3. Tahun 1995 pendekatan inkuiri sebagai strategi pembelajaran social studies tetap
menjadi pendekatan yang sangat penting. Ada tiga aktivitas utama dalam
pendekatan inkuiri yaitu, tahap investigation, tahap communication, tahap
participation
4. Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam sistem pendidikan di Indonesia baru
dikenal sejak lahirnya kurikulum tahun 1975. Sebelumnya, pembelajaran ilmu-ilmu
sosial untuk tingkat persekolahan menggunakan istilah yang berubah-rubah sesuai
dengan situasi politik pada masa itu.
5. Pembaharuan kurikulum IPS di Indonesia diawali dengan kurikulum 1964,
kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum
2004, kurikulum 2006, kurikulum 2013.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan sebagai berikut.
1. Sebagai seorang pendidik atau guru diharapkan dapat mengorganisasikan bahan
pembelajaran secara terpadu dengan menggunakan strategi pembelajaran yang
dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa di dalam memecahkan
masalah yang nantinya dapat digunakan dalam pengambilan keputusan sehingga
akan tercipta proses belajar mengajar aktif.
2. Dalam penerapan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebaiknya
mendapat peran untuk memberi pemahaman yang luas dan mendalam pada bidang
ilmu yang berkaitan, yaitu (1) memperkenalkan konsep-konsep yang berkaitan
dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, (2) membekali kemampuan
dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah,
dan keterampilan dalam kehidupan sosial, (3) memupuk komitmen dan kesadaran
terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, dan (4) membina kemampuan
berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di
tingkat lokal, nasional, dan global.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, Rudi. 2011. Pendidikan IPS Filosofi, Konsep, dan Aplikasi. Bandung: ALFABETA, Cv
Hasan, S. Hamid. 1995. Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Akademik
Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Ilmu Sosial Sekolah Dasar. 2001. Jakarta: Puskur Balitbang Depdiknas.
Lasmawan, Wayan. 2010. Menelisik Pendidikan IPS. Singaraja: Mediakom Indonesia Press Bali
Sapriya. 2011. Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Somantri, Muhammad Numan. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Dedi Supriadi dan Rohmat Mulyana (editor). Bandung: Program Pascasarjana UPI dan Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UPI
Sumber Internet :http ://haslindafadillah,blogspot.com/2010/11/makalah-pendidikan-ips.html (9
Desember 2013) dunduh 16 Desember 2013http ://mgmpips3gw.wordpress.com/2013/08/01/kurikulum-2013-ips-smpmts/
diunduh 16 Desember 2013