40
BAB 1 PENDAHULUAN Masalah kesehatan dari penyakit telinga hidung dan tenggorok terutama pada tonsil dan adenoid termasuk penyakit yang paling banyak ditemukan pada masyarakat. Keluhan seperti nyeri tenggorokan, infeksi saluran pernapasan bagian atas yang sering disertai dengan masalah pada telinga, adalah jumlah terbesar dari pasien yang datang berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan terutama anak-anak. 1 Tonsiloadenoditis kronis adalah infeksi yang terjadi secara menetap dan berulang pada pasien dengan gejala khas tidak sembuh dengan pemberian antibiotika. Infeksi saluran pernapasan atas pada anak-anak merupakan hal yang paling sering dijumpai oleh dokter umum. 2 Keluhan- keluhan infeksi saluran pernapasan atas, sakit tenggorok dan penyakit-penyakit telinga dapat disebabkan oleh karena gangguan dari tonsil dan adenoid. Cincin Waldeyer yang tersusun dari jaringan limfoid berperan sebagai daya pertahanan lokal dan imunitas. 3 Seperti halnya jaringan limfoid lain, jaringan limfoid pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi pada masa kanak-kanak. Pada usia anak mulai sekolah, menjadi lebih terbuka kesempatan untuk mendapat infeksi dari anak yang lain dan makanan yang kurang bersih. 2 1

Tonsiloadenoiditis kronis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tonsiloadenoiditis kronis

Citation preview

BAB 1

PENDAHULUAN

Masalah kesehatan dari penyakit telinga hidung dan tenggorok terutama pada

tonsil dan adenoid termasuk penyakit yang paling banyak ditemukan pada

masyarakat. Keluhan seperti nyeri tenggorokan, infeksi saluran pernapasan bagian

atas yang sering disertai dengan masalah pada telinga, adalah jumlah terbesar dari

pasien yang datang berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan terutama anak-

anak.1

Tonsiloadenoditis kronis adalah infeksi yang terjadi secara menetap dan

berulang pada pasien dengan gejala khas tidak sembuh dengan pemberian

antibiotika. Infeksi saluran pernapasan atas pada anak-anak merupakan hal yang

paling sering dijumpai oleh dokter umum.2 Keluhan-keluhan infeksi saluran

pernapasan atas, sakit tenggorok dan penyakit-penyakit telinga dapat disebabkan

oleh karena gangguan dari tonsil dan adenoid. Cincin Waldeyer yang tersusun dari

jaringan limfoid berperan sebagai daya pertahanan lokal dan imunitas.3 Seperti

halnya jaringan limfoid lain, jaringan limfoid pada cincin Waldeyer menjadi

hipertrofi pada masa kanak-kanak. Pada usia anak mulai sekolah, menjadi lebih

terbuka kesempatan untuk mendapat infeksi dari anak yang lain dan makanan

yang kurang bersih.2

Lokasi tonsil pada saluran pernapasan dan pencernaan menyebabkan ia sering

terkena infeksi atau menjadi fokal infeksi, serta bisa juga membesar dan

mengganggu proses menelan dan atau pernapasan4, sehingga tonsilitis kronis

tanpa diragukan merupakan penyakit yang paling sering dari semua penyakit

tenggorokan yang berulang.5 Begitu juga dengan adenoid yang terletak pada

dinding posterior nasofaring pada anak anak di bawah 14 tahun dicurigai radang

pada adenoid jika terjadi infeksi saluran nafas bagian atas.

Radang kronis yang terjadi pada tonsil ini disebakan oleh cuaca yang buruk,

beberapa jenis makanan, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak

adekuat.6 Pengobatan definitif pada tonsilitis kronis adalah pembedahan dengan

pengangkatan tonsil atau tonsilektomi.5 Pada hipertrofi adenoid dilakukan terapi

bedah adenoidektomi.

1

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tonsil dan Adenoid

2.1.1 Tonsil

Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya

di bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ.7 Pada tonsil

terdapat epitel permukaan yang ditunjang oleh jaringan ikat retikuler dan

kapsel jaringan ikat serta kripte di dalamnya.7,

Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi :7

1. Tonsila lingualis, terletak pada radiks linguae.

2. Tonsila palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus

glossopalatinus dsan arcus glossopharingicus.

3. Tonsila pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring.

4. Tonsila tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium

tuba auditiva.

5. Plaques dari Peyer (tonsil perut), terletak pada ileum.

Dari kelima macam tonsil tersebut, tonsila lingualis, tonsila palatina,

tonsila pharingica dan tonsila tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada

pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan

nama Cincin Waldeyer.2,7,8 Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap

infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada Cincin Waldeyer

menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3

tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, yang kemudian menjadi atrofi pada masa

pubertas.2,9

Jaringan limfoid pada Cincin Waldeyer berperan penting pada awal

kehidupan, yaitu sebagai daya pertahanan lokal yang setiap saat berhubungan

dengan agen dari luar (makan, minum, bernafas), dan sebagai surveilen imun.

Fungsi ini didukung secara anatomis dimana di daerah faring merupakan

tikungan jalannya material yang melewatinya disamping itu bentuknya yang

tidak datar, sehingga terjadi turbulensi udara pernapasan. Dengan demikian

2

kesempatan kontak berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut

pada permukaan penyusun Cincin Waldeyer itu semakin besar.3

Tonsil merupakan organ yang unik karena keterlibatannya dalam

pembentukan imunitas lokal dan pertahanan imunitas tubuh. Imunoglobulin

(Ig G, A, M, D), komponen komplemen, interferon, lisosim dan sitokin

berakumulasi di jaringan tonsillar. Infeksi bakterial kronis pada tonsil akan

menyebabkan terjadinya antibodi lokal, perubahan rasio sel B dan sel T.11,12

Efek dari adenotonsilektomi terhadap integritas imunitas seseorang masih

diperdebatkan. Pernah dilaporkan adanya penurunan produksi Imunoglobulin

A nasofaring terhadap vaksin polio setelah adenoidektomi atau adanya

peningkatan kasus Hodgkin’s limfoma.1 Namun bagaimanapun peran tonsil

masih tetap kontroversial dan sekarang ini belum terbukti adanya efek

imunologis dari tonsilektomi.11,12

Palatum molle Uvula Arkus Anterior Arkus Posterior

Tonsil

Penampang Kavum Oris10

2.1.2 Adenoid

Adenoid merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang terletak pada

dinding posterior nasofaring, termasuk dalam rangkaian cincin Waldayer.21

Secara fisiologik pada anak-anak, adenoid dan tonsil mengalami hipertrofi.

Adenoid ini membesar pada anak usia 3 tahun, kemudian akan mengecil dan

menghilang sama sekali pada usia 14 tahun.

Apabila sering terjadi infeksi pada saluran napas bagian atas, maka dapat

terjadi hipertrofi adenoid yang akan mengabatkan sumbatan pada koana,

sumbatan tuba eustachius serta gejala umum. Jika berlangsung lama menyebabkan

3

palatum durum lengkungnya menjadi tinggi dan sempit, area dentalis superior

lebih sempit dan memanjang daripada arcus dentalis inferior hingga terjadi

malocclusio dan overbite (gigi incisivus atas lebih menonjol ke depan). Muka

penderita kelihatannya seperti anak yang bodoh, dan dikenal sebagai facies

adenoidea. Mouth breathing juga menyebabkan udara pernafasan tidak disaring

dan kelembabannya kurang, sehinnga mudah terjadi infeksi saluran pernafasan

bagian bawah. Pada sumbatan, tuba eustachius akan terjadi otitis media serosa

baik rekuren maupun otitis medis akut residif, otitis media kronik dan terjadi

ketulian. Obstruksi ini juga menyebabkan perbedaan dalam kualitas suara.

2.2 Anatomi Tonsila Palatina dan Adenoid ( Tonsila Paringeal)

2.2.1 Anatomi Tonsila Palatina

Tonsila palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang

terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsilaris. Tiap tonsila ditutupi

membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam

faring. Permukaannnya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam

cryptae tonsillares yang berjumlah 6-20 kripte. Pada bagian atas permukaan

medial tonsila terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsila

ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut capsula tonsila palatina, terletak

berdekatan dengan tonsila lingualis.9,11,12

Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah :9,10,11

1. Anterior : arcus palatoglossus

2. Posterior : arcus palatopharyngeus

3. Superior : palatum mole

4. Inferior : 1/3 posterior lidah

5. Medial : ruang orofaring

6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh

jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletak 2,5 cm

dibelakang dan lateral tonsila.

2.2.2 Anatomi Adenoid

Adenoid adalah kelompok jaringan limfoid yang terletak pada atap dan

dinding posterior nasofaring20.  Nasofaring berada di belakang bawah dari soft

palate dan hard palate. Bagian atas dari hard palate merupakan atap dari

4

nasofaring. Anterior nasofaring merupakan perluasan rongga hidung posterior.

Menggantung dari aspek posterior soft palate adalah uvula. Pada atap dan dinding

posterior nasofaring, diantara lubang tuba auditory, mukosa berisi masa jaringan

limfoid yang disebut pharyngeal tonsil (adenoid)20. Nasofaring merupakan suatu

ruangan yang terletak di belakang rongga hidung di atas tepi bebas palatum molle.

Berhubungan dengan rongga hidung dan ruang telinga tengah masing-masing

melalui choanae dan tuba eustachius (Susworo, 1987).

Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid

yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun

teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong

diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian

5

tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid terletak di dinding belakang

nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas

dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba

eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak (HTA Indonesia,

2004).

Adenoid bersama tonsil dan lingual tonsil membentuk cincin jaringan

limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan yang dikenal

sebagai cincin Waldeyer. Bagian-bagian lain cincin ini dibentuk oleh tonsil lidah

dan jaringan limfe di mulut tuba Eustachius. Kumpulan jaringan ini pada pintu

masuk saluran nafas dan saluran pencernaan, melindungi anak terhadap infeksi

melalui udara dan makanan. Seperti halnya jaringan-jaringan limfe yang lain,

jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi pada masa kanak-kanak

dan menjadi atrofi pada masa pubertas. Karena kumpulan jaringan ini berfungsi

sebagai suatu kesatuan, maka pada fase aktifnya, pengangkatan suatu bagian

jaringan tersebut menyebabkan hipertrofi sisa jaringan2. Ukuran adenoid kecil

pada waktu lahir. Selama masa kanak-kanak akan mengalami hipertrofi fisiologis,

terjadi pada umur 3 tahun. karena adenoid membesar, terbentuk pernafasan

melalui mulut. Pada umur 5 tahun, anak mulai sekolah dan lebih terbuka

kesempatan untuk mendapatkan infeksi dari anak yang lain. Hal ini menyebabkan

pembesaran adenoid dan akan menciut setelah usia 5 tahun. Adenoid akan

mengalami atrofi dan menghilang keseluruhannya pada usia pubertas2.

2.3 Tonsilitis Kronis

6

2.3.1 Definisi

Keradangan kronis yang mengenai seluruh jaringan tonsil yang umumnya

didahului oleh suatu keradangan di bagian tubuh lain, seperti misalnya sinusitis,

rhinitis, infeksi umum seperti morbili, dan sebagainya.13,14

Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan

tidak jarang tonsil tampak sehat. Tapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan

membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan bila

tonsil ditekan keluar detritus.14

2.3.2 Etiologi

Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari

Commission on Acute Respiration Disease yang bekerja sama dengan Surgeon

General of the Army, dimana dari 169 kasus didapatkan :

- 25 % disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus yang pada masa

penyembuhan tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam

serum penderita.

- 25 % disebabkan oleh Streptokokus lain yang tidak menunjukkan

kenaikan titer Sreptokokus antibodi dalam serum penderita.

- Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influensa.13

Ada pula yang menyebutkan etiologi terjadinya tonsilitis sebagai berikut :11

1. Streptokokus hemolitikus Grup A

2. Hemofilus influensa

3. Streptokokus pneumonia

4. Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika)

5. Tuberkulosis (pada immunocompromise)

2.3.3 Faktor Predisposisi

1. Rangsangan kronis (rokok, makanan)

2. Higiene mulut yang buruk

3. Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah)

4. Alergi (iritasi kronis dari alergen)

5. Keadaan umum (gizi jelek, kelelahan fisik)

6. Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.6,13,15

7

2.3.4 Patologi

Proses keradangan dimulai pada satu atau kebih kripte tonsil. Karena proses

radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada

proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan

ini akan mengerut sehingga kripte akan melebar. Secara klinis kripte ini akan

tampak diisi oleh detritus (epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri

yang menutupi kripte berupa eksudat berwarna kekuning-kuningan). Proses ini

meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan

sekitar fossa tonsil. Pada anak, proses ini dapat disertai dengan pembesaran

kelenjar submandibula.6,13,15

2.3.5 Manifestasi Klinis

Pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan, terasa kering dan

pernapasan berbau, rasa sakit terus menerus pada kerongkongan dan sakit waktu

menelan.6,13,15

Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil yang mungkin

tampak :

1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke

jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang

purulen atau seperti keju.

2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang

seperti terpendam di dalam tonsillar bed dengan tepi yang hiperemis,

kripte yang melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.5,13

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan

mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak

permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat

dibagi menjadi :12

T0 : Tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat

T1 : < 25 % volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring

T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring

T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring

T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring

2.3.6 Diagnosis

8

1. Anamnesa

Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting, karena hampir 50 %

diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan

keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, nafas

bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada

leher.6,13,15

2. Pemeriksaan Fisik

Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut.

Sebagian kripte mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan

dari kripte-kripte tersebut. Pada beberapa kasus, kripte membesar, dan suatu

bahan seperti keju atau dempul yang terlihat pada kripte. Gambaran klinis lain

yang sering tampak adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan dan

seringkali dianggap sebagai “kuburan” dimana tepinya hiperemis dan sejumlah

kecil sekret purulen yang tipis terlihat pada kripte.5,13

3. Pemeriksaan Penunjang

Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan apus tonsil

(swab). Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat

keganasan yang rendah, seperti Streptokokus β hemolitikus, Streptokokus

viridans, Stafilokokus, Pneumokokus.13,15

2.3.7 Diagnosa Banding

Diagnosa banding dari tonsilitis kronis adalah :

1.Penyakit-penyakit yang disertai dengan pembentukan pseudomembran

yang menutupi tonsil (tonsilitis membranosa)

a. Tonsilitis difteri

Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua

orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini

tergantung pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar

0,03 sat/cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas.

Gejalanya terbagi menjadi 3 golongan besar, umum, lokal dan gejala

akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala infeksi lain,

yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan

lemah, nadi lambat dan keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang

9

tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang

makin lama makin meluas dan membentuk pseudomembran yang

melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah

berdarah. Gejala akibat eksotoksin dapat menimbulkan kerusakan

jaringan tubuh, misalnya pada jantung dapat terjadi miokarditis

sampai dekompensasi kordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan

kelumpuhan otot palatum dan otot pernapasan serta pada ginjal dapat

menimbulkan albuminuria.

Tonsilitis difteri10

b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa)

Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39C), nyeri di mulut, gigi

dan kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan

hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membran putih keabuan di

tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa

mulut dan faring hiperemis. Mulut berbau (foetor ex ore) dan

kelenjar submandibula membesar.

c. Mononukleosis infeksiosa

Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu

yang menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan,

terdapat pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regio inguinal.

Gambaran darah khas, yaitu terdapat leukosit mononukleosis dalam

jumlah besar. Tanda khas yang lain adalah kesanggupan serum

pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah domba (Reaksi

Paul Bunnel).

10

2.Penyakit kronik faring granulomatus

a. Faringitis tuberkulosa

Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien

buruk karena anoreksi dan odinofagi. Pasien mengeluh nyeri hebat di

tenggorok, nyeri di telinga (otalgia) dan pembesaran kelenjar limfa

leher.

b. Faringitis luetika

Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder

atau tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi superfisial yang

sembuh disertai pembentukan jaringan ikat. Sekuele dari gumma bisa

mengakibatkan perforasi palatum mole dan pilar tonsil.

c. Lepra

Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring

kemudian menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan yang

luas dan timbulnya jaringan ikat.

d. Aktinomikosis faring

Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri,

bisa mengalami ulseasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat

mengakibatkan ulserasi faring yang ireguler, superfisial, dengan

dasar jaringan granulasi yang lunak.

Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan dengan nyeri

tenggorok dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti berdasarkan pada

pemeriksaan serologi, hapusan jaringan atau kultur, X-ray dan biopsi.6,15

2.3.8 Komplikasi

Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke

daerah sekitar atau secara hematogen/limfogen ke organ yang jauh dari

tonsil.6,14,15,16

1. Komplikasi sekitar tonsil

a. Peritonsilitis

Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya

trismus dan abses.

b. Abses Peritonsilar (Quinsy)

11

Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber

infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami

supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.

Abses Peritonsiler10

c. Abses Parafaringeal

Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah

bening atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil,

faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, mastoid

dan os petrosus.

d. Abses Retrofaring

Merupakan pengumpulan pus (nanah) dalam ruang retrofaring.

Biasanya terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang

retrofaring masih berisi kelenjar limfe.

e. Krista Tonsil

Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh

jaringan fibrosa dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada

tonsil berwarna putih atau berupa cekungan, biasanya kecil dan

multipel.

f. Tonsilolith (kalkulus dari tonsil)

Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam

jaringan tonsil membentuk bahan keras seperti kapur.

2. Komplikasi ke organ jauh

12

a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik

b. Glomerulonefritis

c. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis

d. Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura

e. Artritis dan fibrositis

2.3.9 Penatalaksanaan

Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan dengan

pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana

penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-

gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi

tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripte tonsil dengan alat

irigasi gigi(oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan

infeksi kronis maupun berulang.5

Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh

Celsus dalam De Medicina (10 Masehi), tindakan ini juga merupakan tindakan

pembedahan yang pertama kali didokumentasikan oleh Lague dari Rheims

(1757).10 Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda namun mengalami

perubahan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini.

Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang tetapi

saat ini indikasi yang lebih utama adalah obstruksi saluran nafas dan hipertropi

tonsil. Indikasi tonsilektomi dalam hal ini di bagi menjadi indikasi absolut dan

indikasi relatif:

a. Indikasi Absolut

Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran nafas,

disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner

Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis

dan drainase

Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam

Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi

anatomi

b. Indikasi Relatif

13

Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil pertahun dengan terapi

antibiotik adekuat

Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan

pemberian terapi medis

Tonsilitis kronis atau berulang pada karrier steptokokus yang tidak

membaik dengan pemberian antibiotik B-Laktamase resisten

Secara umum dapat disebutkan indikasi tonsilektomi adalah:

1. Infeksi berulang 3 kali dalam setahun selama 3 tahun, 5 kali setahun

selama 2 tahun, 7 kali atau lebih dalam setahun atau tidak masuk

kerja/sekolah lebih dari 2 minggu dalam 1 tahun karena penyakitnya

itu,

2. Hipertrofi sehingga menyebabkan obstruksi saluran nafas atas

(obstruksi,sleep apnea),

3. Abses peritonsiler,

4. Kemungkinan keganasan, baik pembesaran unilateral atau mencari

sumber primer yang tidak diketahui,

5. Hipertrofi yang menyebabkan masalah pencernaan,

6. Tonsilitis rekuren yang menyebabkan kejang demam,

7. Karier difteri.

Sedangkan kontraindikasi dari tonsilektomi adalah :

1. Kontraindikasi relatif

a. Palatoschizis,

b. Radang akut, termasuk tonsilitis,

c. Poliomielitis epidemika,

d. Umur kurang dari 3 tahun. Tetapi umur disini masih menjadi

perdebatan mengenai kontraindikasi.

14

2. Kontraindikasi absolut

a. Diskariasis darah, leukemia, purpura, anemia aplastik,

hemofilia,

b. Penyakit sistemis yang tidak terkontrol seperti diabetes melitus,

penyakit jantung, dan sebagainya.2,5,6,11,17

Keadaan penderita sebelum dan setelah dilakukan Tonsilektomi18

2.4 Hipertropi Adenoid

2.4.1 Definisi

Hipertrofi adenoid adalah pembekakakn pada adenoid yang terjadi karena

infeksi pada saluran napas bagian atas yang akan mengakibatkan sumbatan pada

koana dan sumbatan tuba eustachius.

2.4.2 Etiologi

Adenoid adalah pembesaran subepitelial dari limfosit pada minggu ke 16

kehamilan. Normalnya, pada saat lahir pada nasofaring dan adenoid banyak di

temukan organisme dan terdapat pada bagian saluran pernafasan atas yang mulai

aktif sesaat setelah lahir. Organisme-organisme tersebut adalah lactobacillus,

15

streptococcus anaerobik, actynomycosis, lusobacteriurn dan nocardia mulai

berkembang. Flora normal yang ditemukan pada adenoid antara lain alfa-

hemolytic streptococcus, euterococcus, corynebacterium, staphylococcus, neissria,

micrococcus dan stomatococcus.19 Etiologi pembesaran adenoid dapat di ringkas

menjadi dua yaitu secara fisiologis dan faktor infeksi. Secara fisiologis adenoid

akan mengalami hipertrofi pada masa puncaknya yaitu 3-7 tahun. Biasanya

asimptomatik, namun jika cukup membesar akan menyebabkan gejala. Hipertrofi

adenoid juga didapatkan pada anak yang mengalami infeksi kronik atau rekuren

pada saluran pernapasan atas atau ISPA 19,20

2.4.3 Patogenesis

Pada balita jaringan limfoid dalam cincin waldeyer sangat kecil. Pada anak

berumur 4 tahun bertambah besar karena aktivitas imun, karena tonsil dan adenoid

(pharyngeal tonsil) merupakan organ limfoid pertama di dalam tubuh yang

menfagosit kuman-kuman patogen. Jaringan tonsil dan adenoid mempunyai

peranan penting sebagai organ yang khusus dalam respon imun humoral maupun

selular, seperti pada bagian epithelium kripte, folikel limfoid dan bagian

ekstrafolikuler. Oleh karena itu, hipertrofi dari jaringan merupakan respons

terhadap kolonisasi dari flora normal itu sendiri dan mikoorganisme pathogen.19,20

Adenoid dapat membesar seukuran bola pingpong, yang megakibatkan

tersumbatnya jalan udara yang melalui hidung sehingga dibutuhkan adanya usaha

yang keras untuk bernafas sebagai akibatnya terjadi ventilasi melalui mulut yang

terbuka. Adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada jalan udara pada nasal

sehingga mempengaruhi suara

2.4.4 Manifestasi Klinis

Pembesaran adenoid menimbulkan beberapa gangguan :

 a.Obstruksi nasi

Pembesaran adenoid dapat menyumbat parsial atau total respirasi hidung sehingga

terjadi ngorok, percakapan hiponasal, dan membuat anak akan terus bernapas

melalui mulut. Beberapa peneliti menunjukkan korelasi statistic antara

pembesaran adenoid dan kongesti hidung dengan rinoskopi anterior.

16

b.Facies Adenoid

Secara umum telah diketahui bahwa anak dengan pembesaran adenoid

mempunyai tampak muka yang karakteristik.

Tampakan klasik tersebut meliputi :

Mulut yang terbuka, gigi atas yang prominen dan bibir atas yang pendek. Namun

sering juga muncul pada anak-anak yang minum susu dengan menghisap dari

botol dalam jangka panjang. Hidung yang kecil, maksila tidak berkembang/

hipoplastik, sedut alveolar atas lebih sempit, arkus palatum lebih tinggi.

c.  Efek pembesaran adenoid pada telinga

Hubungan pembesaran adenoid atau adenoiditis rekuren dengan otitis media efusi

telah dibuktikan baik secara radiologis dan penelitian tentang tekanan oleh

Bluestone.

d. Sleep apnea

Sleep apnea pada anak pertama kali diperkenalkan oleh Gastatut, berupa adanya

episode apnea saat tidur dan hipersomnolen pada siang hari. Sering juga disertai

dengan hipoksemia dan bradikardi. Episode apnea dapat terjadi akibat adanya

obstruksi, sentral atau campuran.

Bila hipertrofi adenoid berlangsung lama, akan timbul wajah adenoid,

yaitu pandangan kosong dengan mulut terbuka. Biasanya langit-langit cekung dan

tinggi. Karena pernapasan melalui hidung terganggu akibat sumbatan adenoid

pada koane, terjadi gangguan pendengaran, dan penderita sering beringus. Pada

pemeriksaan tepi anterior adenoid yang hipertrofi terlihat melalui lubang hidung

bila sekat hidung lurus dan konka mengerut, dengan cermin dahi, adenoid juga

terlihat melalui mulut. Dengan meletakkan ganjal di antara deretan gigi atas dan

bawah, adenoid yang membesar dapat diraba.

2.4.5 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, gejala klinis dan

pemeriksaan penunjang sebagai berikut:

1.      Tanda dan gejala klinik.

2.      Pemeriksaan rinoskopi anterior dengan melihat tertahannya gerakan velum

palatum mole pada  waktu fonasi.

3.       Pemeriksaan rinoskopi posterior (pada anak biasanya sulit).

17

4.       Pemeriksaan nasoendoskopi dapat membantu untuk melihat ukuran adenoid

secara langsung.

5.       Pemeriksaan radiologi dengan membuat foto polos lateral dapat melihat

pembesaran adenoid.

Prosedur Pemeriksaan Radiologi:

Posisi Pasien : Pemeriksaan dilakukan pada pasien dengan posisi berdiri tegak

pada film sejauh 180 cm.

Pengukuran adenoid (A) : A’ adalah titik konveks maksimal sepanjang tepi

inferior bayangan adenoid. Garis B adalah garis yang ditarik lurus dari tepi

anterior basisoksiput. Jarak A diukur dari titik A’ ke perpotongannya pada garis

B.

Pengukuran ruang nasofaring : Ruang nasofaring dikukur sebagai jarak antara

titik C’, sudut posterior-superior dari palatum durum dan D’ (sudut anterior-

inferior sincondrosis sfenobasioksipital.

Jika sinkondrosis tidak jelas, maka titik D’ ditentukan sebagai titik yang melewati

tepi posterior-inferior pterigoidea lateralis dan lantai tulang nasofaring.

Rasio adenoid nasofaring diperoleh dengan membagi ukuran adenoid dengan

ukuran ruang nasofaring, yaitu Rasio AN = A/N.

Dengan kriteria sebagai berikut :

Ø  Rasio Adenoid – Nasofaring 0 – 0,52            : tidak ada pembesaran.

Ø  Rasio Adenoid–Nasofaring 0,52-O,72     : pembesaran sedang – non obstruksi.

Ø  Rasio Adenoid – Nasofaring  > 0,72              : pembesaran dengan obstruksi.

6.      CT-Scan merupakan modilitas yang lebih sensitif daripada foto polos untuk

identifikasi patologi jaringan lunak, tapi kekurangannya karena biaya yang

mahal.6

2.4.6 Penatalaksanaan

Tidak ada bukti yang mendukung bahwa adanya pengobatan medis untuk

infeksi kronis adenoid, pengobatan dengan menggunakan antibiotik sistemik

dalam jangka waktu yang panjang untuk infeksi jaringan limfoid tidak berhasil

membunuh bakteri. Sebenarnya, banyak kuman yang mengalami resistensi pada

penggunaan antibiotik jangka panjang. Beberapa penelitian menerangkan manfaat

dengan menggunakan steroid pada anak dengan hipertrofi adenoid. Penelitian

18

menujukkan bahwa selagi menggunakan pengobatan dapat mengecilkan adenoid

(sampai 10%). Tetapi jika pengobatan tersebut itu dihentikan adenoid tersebut

akan terulang lagi.

Indikasi adenoidektomi adalah :

a. Sumbatan

• Sumbatan hidung yang menyebabkan bernafas melalui mulut

• Sleep apnea

• Gangguan menelan

• Gangguan berbicara

• Kelainan bentuk wajah muka dan gigi (adenoid face) 

b. Infeksi

• Adenoiditis berulang/kronik

• Otitis media efusi berulang/kronik

• Otitis media akut berulang

c. Kecurigaan neoplasma jinak/ganas

Adenoidektomi dan tonsilektomi dilakukan dengan anestesi general dan

penyembuhan terjadi dalam waktu 48 hingga 72 jam. Terdapat beberapa keadaan

yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila sebelumnya dapat diatasi,

operasi dapat dilaksanakan dengan tetap mempertimbangkan "manfaat dan

risiko". Keadaan tersebut antara lain adalah gangguan perdarahan, risiko anestesi

yang besar atau penyakit berat, anemia, infeksi akut yang berat

Teknik adenoidektomi terbagi atas dua cara yaitu19:

1. Eksisi melalui mulut

Merupakan teknik yang paling banyak di gunakan. Adenoid di keluarkan melalui

mulut setelah mulut dibuka dengan menggunakan suatu alat dan menarik langit-

langit mulut.

Suatu cermin digunakan untuk melihat adenoid karena adenoid terletak pada

rongga hidung bagian belakang melalui pendekatan ini beberapa instrumen dapat

dimasukkan.

Cold Surgical Techniques

• Curette adenoid : Merupakan patokan dan metode konvensional yang

19

sukses dilakukan. Alat adenoid currete mempunyai sisi yang tajam dan

bengkok. Untuk mengangkat adenoid digunakan mata pisau yang tajam

setelah terlebih dahulu memposisikan nasofaring. Perdarahan dapat

dikontrol dengan elektrocauter.

• Adenoid Punch : Penekanan pada adenoid dengan menggunakan satu

instrumen bengkok yang mempunyai celah dan ditempatkan di atas

adenoid kumudian celah itu ditutup dan pisau bedah mengangkat adenoid.

• Magill Forceps : Adalah suatu instnunen yang berbentuk bengkok yang

digunakan untuk mencabut jaringan sisa pada adenoid.

Elektrocauter dengan suction bovie : Teknik kedua dengan

menggunakan elektrocauter dengan suatu suction bovie yang berfungsi

untuk mencabut jaringan adenoid.

Surgical microdebrider : Ahli bedah lain sudah menggunakan metode

microdebrider, sebagian orang menganggapnya lebih efektif. Perdarahan

pasti terjadi pada pengangkatan tetapi sebagian besar dilaporkan

perdarahan dengan menggunakan tradisional currete. Mikrodebrider

memindahkan jaringan adenoid yang sulit di jangkau oleh teknik lain.19

2. Eksisi melalui Hidung 

Satu-salunya teknik bermanfaat untuk memindahkan adenoid melaui rongga

hidung dengan menggunakan alat mikrodebrider. Dengan prosedur ini, jika terjadi

perdarahan dikontrol dengan menggunakan cauter suction. (5)

2.4.7 Komplikasi

Komplikasi dari tindakan adenoidektomi adalah perdarahan bila

pengerokan adenoid kurang bersih. Jika terlalu dalam menyebabkan akan terjadi

kerusakan dinding belakang faring. Bila kuretase terlalu ke lateral maka torus

tubarius akan rusak dan dapat mengakibatkan oklusi tuba eustachius dan timbul

tuli konduktif.6

2.4.8 Prognosis

Adenotonsillektomi merupakan suatu tindakan yang kuratif pada

kebanyakan individu. Jika pasien ditangani dengan baik diharapkan dapat sembuh

20

sempurna, kerusakan akibat cor pulmonal tidak menetap dan sleep apnea dan

obstruksi jalan nafas dapat diatasi. Pada otitis media persisten kronik menurut

Maw and Speller, Paradise menunjukkan bahwa sekitar 30-50% terjadi penurunan

otitis media setelah dilakukan adenoidectomy. Studi dari Lee and Rosenfeld pada

tahun 1997, menunjukkan bahwa sinusitis kronik tidak berkurang meskipun telah

dilakukan pengangkatan adenoid. Namun penelitian yang lain tetap menunjukkan

adanya resolusi gejala sinusitis setelah pengangkatan adenoid.19 Adenoidektomi

menghilangkan obstruksi sehingga gejala-gejala obstruksi nasal seperti sleep

apnea, hiponasal menghilang dengan sendirinya.19

21

BAB 3

LAPORAN KASUS

I. Identitas Penderita

Nama : PED

Umur : 11 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Hindu

Pendidikan : SD

Alamat : Banjar Samu, Singapadu Gianyar

Pekerjaan : Pelajar

Tanggal Pemeriksaan : 30 Desember 2014

II. Anamnesis

Keluhan utama : sakit tenggorokan

Autoanamnesa: Pasien mengeluh sakit tenggorokan sehingga susah untuk menelan

sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu. Pasien juga mengalami demam sejak 1 minggu

yang lalu. Pasien sempat dibawa ke dokter umum dan diberikan antibiotik dan obat

penurun panas namun tidak mengalami perubahan. Dikatakan oleh ibunya bahwa

pasien sering mengorok saat tidur, namun sesak nafas ataupun henti nafas saat tidur

disangkal. Saat ini keluhan pilek dan batuk disangkal, gangguan suara (-), nyeri sendi

(-), gangguan membuka mulut (-), jantung berdebar (-), gangguan penglihatan (-),

gangguan pendengaran (-), penurunan berat badan (-), bengkak pada leher (-).

Riwayat penyakit dahulu : Pasien sempat diopname di RSUD Wangaya kurang

lebih 5 tahun yang lalu dengan keluhan panas badan dan susah menelan. Saat itu

pasien didiagnosis mengalami Tonsilitis namun tidak dilakukan operasi. Pasien hanya

diberikan antibiotik dan obat penurun panas. Dikatakan ibunya, sejak 1 tahun terakhir

setidaknya setiap 1 bulan sekali pasien mengalami demam disertai sakit kepala dan

sakit pada tenggorokan.

22

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga : tidak ada dalam keluarga penderita

mengalami keluhan serupa

Riwayat sosial pribadi dan lingkungan : Pasien merupakan siswa SD kelas 6.

Keadaan sosial ekonomi keluarga cukup, dikatakan ia suka mengonsumsi mie instan,

snack dan minuman dingin. Tidak ada teman sekolah maupun teman bermainnya yang

diketahui mengalami keluhan serupa.

III. Pemeriksaan Fisik

Vital Sign

Keadaan umum : baik

Kesadaran : CM

Nadi : 88 kali permenit

Respirasi : 28 kali permenit

Temperatur : 37.0C

Status General

Kepala : normocephali

Muka : simetris

Mata : An -/-, Ict -/-, Rp +/+ isokor

THT : ~ status lokalis

Leher : pembesaran kelenjar -/-

Thorax : Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur –

Po : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : distensi -, BU (+) N

Ekstremitas : akral hangat

Status Lokalis THT

Telinga kanan/kiri Hidung kanan/kiri

Daun telinga : N/N Hidung luar : N/N

Liang telinga : lapang/lapang Kavum nasi : lapang/lapang

Discharge : -/- Septum : deviasi -

23

Membran Timpani : intak/intak Discharge : -/-

Tumor : -/- Mukosa : normal/normal

Mastoid : N/N Tumor : -/-

Tes pendengaran Konka : kongesti/kongesti

Suara bisik : tidak dilakukan Sinus : nyeri tekan -/-

Weber : tidak dilakukan Koana : N/N

Rinne : tidak dilakukan Fenomena palatum mole : -

Schwabach : tidak dilakukan

Tes alat keseimbangan : tidak dilakukan

Tenggorok

Dispneu : - Stridor : -

Sianosis : - Suara : normal

Mukosa : merah muda Tonsil : T3/T3

Hiperemis +/+

Permukaan tidak rata/tidak rata

Kripte melebar +/+

Detritus +/+

Pemeriksaan Penunjang :

- Foto Thorax PA dalam batas normal pada tanggal 30 Desember 2014

- Hasil pemeriksaan Darah Lengkap pada tanggal 30 Desember 2014

Parameter Result Unit Remarks Reference Range

WBC 6.16 103/μL 5.0 – 13.0- Ne 43.0 % 32 – 52- Ly 44.6 % 30 – 60- Mo 5.7 % 2 – 8- Eo 6.2 % Tinggi 0 – 4- Ba 0.5 % 0 – 1

RBC 4.85 106/μL 4.00 – 5.30HGB 13.4 g/dL 12.0 – 16.0HCT 38.6 % 35.0 – 45.0MCV 79.6 fL 75.0 – 91.0MCH 27.6 pg 25.0 – 33.0MCHC 34.7 g/dL 31.0 – 37.0PLT 525 103/μL Tinggi 150 – 400MPV 8.5 fL Rendah 9.0 – 13.0

24

PCT 0.45 % Tinggi 0.17 – 0.35LED 74 mm/jam Tinggi 0 – 20Koagulasi- Masa

pendarahan2’00” menit 1 – 5

- Masa pembekuan

10’30” menit 5 – 15

PT- Pasien 14.6 detik Tinggi 10.8 – 14.4- INR 1.35

IV. Resume

Pasien laki-laki, 11 tahun, mengeluh sakit pada tenggorokan dan demam sejak 1

minggu yang lalu. Pasien kesulitan saat menelan. Dikatakan bahwa pasien mengorok

saat tidur. Saat ini pasien tidak mengeluhkan adanya batuk maupun pilek. Pasien

sempat diopname sekitar 5 tahun yang lalu dengan keluhan demam dan didiagnosis

mengalami Tonsilitis namun tidak dilakukan operasi. Sejak 1 tahun terakhir pasien

sering mengalami demam disertai sakit kepala dan sakit tenggorok setidaknya 1 bulan

sekali. Tidak ada keluarga dan orang disekitar pasien yang mengalami hal serupa

dengan pasien. Dari hasil pemeriksaan tenggorok, didapatkan tonsil T3/T3, Hiperemis

+/+, Permukaan tidak rata/tidak rata, Kripte melebar +/+, Detritus +/+. Dari hasil

pemeriksaan darah lengkap terjadi peningkatan eosinofil dan LED.

V. Diagnosis Kerja

Tonsiloadenoiditis Kronis

VII. Rencana Terapi

Pre Op Tonsiloadenoidektomi

Farmakologi :

- Co-amoxiclav 3 x 625 mg

- Dexamethasone 2 x 0,5 mg

- Ranitidin 2 x 75 mg

- Vitamin B-complex 3 x 1 tab

IX. Prognosis

Dubia at Bonam

25

BAB 4

PEMBAHASAN

Pasien laki-laki, 11 tahun, mengeluh sakit pada tenggorokan dan demam sejak 1

minggu yang lalu. Pasien kesulitan saat menelan. Dikatakan bahwa pasien mengorok

saat tidur. Pasien sempat diopname sekitar 5 tahun yang lalu dengan keluhan demam

dan didiagnosis mengalami Tonsilitis namun tidak dilakukan operasi. Sejak 1 tahun

terakhir pasien sering mengalami demam disertai sakit kepala dan sakit tenggorok

setidaknya 1 bulan sekali. Saat ini pasien tidak mengeluhkan adanya batuk maupun

pilek.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan status present dan status general dalam batas

normal. Status THT : teling tenang, mukosa hidung hiperemi, konka kongesti. Pada

tenggorok ditemukan pembesaran tonsil (T3/T3), hiperemis, permukaan tidak rata,

pelebaran kripte pada kedua sisi dan terdapat detritus. Terdapat obstruksi jalan nafas

atas pada pasien dimana pasien cenderung bernafas menggunakan mulut. Dari hasil

pemeriksaan darah lengkap didapatkan adanya tanda-tanda infeksi yaitu peningkatan

eosinofil dan peningkatan LED.

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tersebut,

diagnosis pada pasien ini yaitu tonsiloadenoiditis kronis. Dalam hal ini pada pasien

anak anak di bawah 14 tahun dengan tonsilitilis kronis, pemeriksaan adenoid

merupakan hal yang harus dilakukan karena secara fisiologis adenoid membesar pada

anak usia 3 tahun dan kemudian akan mengecil pada usia 14 tahun. Jadi pada pasien

ini, untuk memastikan adanya pembesaran adenoid maka diperlukan pemeriksaan

penunjang berupa foto rontgen Skull Lateral.

Terapi yang direncanakan untuk penderita ini adalah tonsiloadenoidektomi. Hal

ini sesuai dengan indikasinya, yaitu infeksi berulang, ganguan menelan, mengorok

saat tidur, ada kesulitan bernafas saat tidur. Namun saat ini pasien masih mengalami

proses infeksi/eksarsebasi, sehingga operasi belum bisa dilakukan. Pasien diberikan

pengobatan untuk mengatasi infeksi yang sedang berlangsung berupa Co-amoxiclave

3 x 625 mg, Dexametasone 2 x 0.5 mg, Ranitidin 2 x 75 mg, dan Vitamin B-complex

3 x 1 tablet. Selain itu pasien juga diberikan KIE agar menjaga asupan makanannya

dan menjaga kondisi tubuh agar proses infeksi bisa segera teratasi. Untuk tindakan

26

operatif ini perlu diberikan KIE yang jelas ke keluarga penderita tentang komplikasi

dan prognosis operasi, dan bila setuju untuk dilakukan tindakan maka pasien

menandatangani surat inform concent, dilakukan pemeriksaan lab dan dikonsulkan ke

bagian anak dan anestesi.

27