Upload
gita-ratnasari
View
233
Download
72
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tonsiloadenoiditis kronis
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
Masalah kesehatan dari penyakit telinga hidung dan tenggorok terutama pada
tonsil dan adenoid termasuk penyakit yang paling banyak ditemukan pada
masyarakat. Keluhan seperti nyeri tenggorokan, infeksi saluran pernapasan bagian
atas yang sering disertai dengan masalah pada telinga, adalah jumlah terbesar dari
pasien yang datang berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan terutama anak-
anak.1
Tonsiloadenoditis kronis adalah infeksi yang terjadi secara menetap dan
berulang pada pasien dengan gejala khas tidak sembuh dengan pemberian
antibiotika. Infeksi saluran pernapasan atas pada anak-anak merupakan hal yang
paling sering dijumpai oleh dokter umum.2 Keluhan-keluhan infeksi saluran
pernapasan atas, sakit tenggorok dan penyakit-penyakit telinga dapat disebabkan
oleh karena gangguan dari tonsil dan adenoid. Cincin Waldeyer yang tersusun dari
jaringan limfoid berperan sebagai daya pertahanan lokal dan imunitas.3 Seperti
halnya jaringan limfoid lain, jaringan limfoid pada cincin Waldeyer menjadi
hipertrofi pada masa kanak-kanak. Pada usia anak mulai sekolah, menjadi lebih
terbuka kesempatan untuk mendapat infeksi dari anak yang lain dan makanan
yang kurang bersih.2
Lokasi tonsil pada saluran pernapasan dan pencernaan menyebabkan ia sering
terkena infeksi atau menjadi fokal infeksi, serta bisa juga membesar dan
mengganggu proses menelan dan atau pernapasan4, sehingga tonsilitis kronis
tanpa diragukan merupakan penyakit yang paling sering dari semua penyakit
tenggorokan yang berulang.5 Begitu juga dengan adenoid yang terletak pada
dinding posterior nasofaring pada anak anak di bawah 14 tahun dicurigai radang
pada adenoid jika terjadi infeksi saluran nafas bagian atas.
Radang kronis yang terjadi pada tonsil ini disebakan oleh cuaca yang buruk,
beberapa jenis makanan, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak
adekuat.6 Pengobatan definitif pada tonsilitis kronis adalah pembedahan dengan
pengangkatan tonsil atau tonsilektomi.5 Pada hipertrofi adenoid dilakukan terapi
bedah adenoidektomi.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tonsil dan Adenoid
2.1.1 Tonsil
Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya
di bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ.7 Pada tonsil
terdapat epitel permukaan yang ditunjang oleh jaringan ikat retikuler dan
kapsel jaringan ikat serta kripte di dalamnya.7,
Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi :7
1. Tonsila lingualis, terletak pada radiks linguae.
2. Tonsila palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus
glossopalatinus dsan arcus glossopharingicus.
3. Tonsila pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring.
4. Tonsila tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium
tuba auditiva.
5. Plaques dari Peyer (tonsil perut), terletak pada ileum.
Dari kelima macam tonsil tersebut, tonsila lingualis, tonsila palatina,
tonsila pharingica dan tonsila tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada
pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan
nama Cincin Waldeyer.2,7,8 Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap
infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada Cincin Waldeyer
menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3
tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, yang kemudian menjadi atrofi pada masa
pubertas.2,9
Jaringan limfoid pada Cincin Waldeyer berperan penting pada awal
kehidupan, yaitu sebagai daya pertahanan lokal yang setiap saat berhubungan
dengan agen dari luar (makan, minum, bernafas), dan sebagai surveilen imun.
Fungsi ini didukung secara anatomis dimana di daerah faring merupakan
tikungan jalannya material yang melewatinya disamping itu bentuknya yang
tidak datar, sehingga terjadi turbulensi udara pernapasan. Dengan demikian
2
kesempatan kontak berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut
pada permukaan penyusun Cincin Waldeyer itu semakin besar.3
Tonsil merupakan organ yang unik karena keterlibatannya dalam
pembentukan imunitas lokal dan pertahanan imunitas tubuh. Imunoglobulin
(Ig G, A, M, D), komponen komplemen, interferon, lisosim dan sitokin
berakumulasi di jaringan tonsillar. Infeksi bakterial kronis pada tonsil akan
menyebabkan terjadinya antibodi lokal, perubahan rasio sel B dan sel T.11,12
Efek dari adenotonsilektomi terhadap integritas imunitas seseorang masih
diperdebatkan. Pernah dilaporkan adanya penurunan produksi Imunoglobulin
A nasofaring terhadap vaksin polio setelah adenoidektomi atau adanya
peningkatan kasus Hodgkin’s limfoma.1 Namun bagaimanapun peran tonsil
masih tetap kontroversial dan sekarang ini belum terbukti adanya efek
imunologis dari tonsilektomi.11,12
Palatum molle Uvula Arkus Anterior Arkus Posterior
Tonsil
Penampang Kavum Oris10
2.1.2 Adenoid
Adenoid merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang terletak pada
dinding posterior nasofaring, termasuk dalam rangkaian cincin Waldayer.21
Secara fisiologik pada anak-anak, adenoid dan tonsil mengalami hipertrofi.
Adenoid ini membesar pada anak usia 3 tahun, kemudian akan mengecil dan
menghilang sama sekali pada usia 14 tahun.
Apabila sering terjadi infeksi pada saluran napas bagian atas, maka dapat
terjadi hipertrofi adenoid yang akan mengabatkan sumbatan pada koana,
sumbatan tuba eustachius serta gejala umum. Jika berlangsung lama menyebabkan
3
palatum durum lengkungnya menjadi tinggi dan sempit, area dentalis superior
lebih sempit dan memanjang daripada arcus dentalis inferior hingga terjadi
malocclusio dan overbite (gigi incisivus atas lebih menonjol ke depan). Muka
penderita kelihatannya seperti anak yang bodoh, dan dikenal sebagai facies
adenoidea. Mouth breathing juga menyebabkan udara pernafasan tidak disaring
dan kelembabannya kurang, sehinnga mudah terjadi infeksi saluran pernafasan
bagian bawah. Pada sumbatan, tuba eustachius akan terjadi otitis media serosa
baik rekuren maupun otitis medis akut residif, otitis media kronik dan terjadi
ketulian. Obstruksi ini juga menyebabkan perbedaan dalam kualitas suara.
2.2 Anatomi Tonsila Palatina dan Adenoid ( Tonsila Paringeal)
2.2.1 Anatomi Tonsila Palatina
Tonsila palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang
terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsilaris. Tiap tonsila ditutupi
membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam
faring. Permukaannnya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam
cryptae tonsillares yang berjumlah 6-20 kripte. Pada bagian atas permukaan
medial tonsila terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsila
ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut capsula tonsila palatina, terletak
berdekatan dengan tonsila lingualis.9,11,12
Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah :9,10,11
1. Anterior : arcus palatoglossus
2. Posterior : arcus palatopharyngeus
3. Superior : palatum mole
4. Inferior : 1/3 posterior lidah
5. Medial : ruang orofaring
6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh
jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletak 2,5 cm
dibelakang dan lateral tonsila.
2.2.2 Anatomi Adenoid
Adenoid adalah kelompok jaringan limfoid yang terletak pada atap dan
dinding posterior nasofaring20. Nasofaring berada di belakang bawah dari soft
palate dan hard palate. Bagian atas dari hard palate merupakan atap dari
4
nasofaring. Anterior nasofaring merupakan perluasan rongga hidung posterior.
Menggantung dari aspek posterior soft palate adalah uvula. Pada atap dan dinding
posterior nasofaring, diantara lubang tuba auditory, mukosa berisi masa jaringan
limfoid yang disebut pharyngeal tonsil (adenoid)20. Nasofaring merupakan suatu
ruangan yang terletak di belakang rongga hidung di atas tepi bebas palatum molle.
Berhubungan dengan rongga hidung dan ruang telinga tengah masing-masing
melalui choanae dan tuba eustachius (Susworo, 1987).
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid
yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun
teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong
diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian
5
tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid terletak di dinding belakang
nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas
dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba
eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak (HTA Indonesia,
2004).
Adenoid bersama tonsil dan lingual tonsil membentuk cincin jaringan
limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan yang dikenal
sebagai cincin Waldeyer. Bagian-bagian lain cincin ini dibentuk oleh tonsil lidah
dan jaringan limfe di mulut tuba Eustachius. Kumpulan jaringan ini pada pintu
masuk saluran nafas dan saluran pencernaan, melindungi anak terhadap infeksi
melalui udara dan makanan. Seperti halnya jaringan-jaringan limfe yang lain,
jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi pada masa kanak-kanak
dan menjadi atrofi pada masa pubertas. Karena kumpulan jaringan ini berfungsi
sebagai suatu kesatuan, maka pada fase aktifnya, pengangkatan suatu bagian
jaringan tersebut menyebabkan hipertrofi sisa jaringan2. Ukuran adenoid kecil
pada waktu lahir. Selama masa kanak-kanak akan mengalami hipertrofi fisiologis,
terjadi pada umur 3 tahun. karena adenoid membesar, terbentuk pernafasan
melalui mulut. Pada umur 5 tahun, anak mulai sekolah dan lebih terbuka
kesempatan untuk mendapatkan infeksi dari anak yang lain. Hal ini menyebabkan
pembesaran adenoid dan akan menciut setelah usia 5 tahun. Adenoid akan
mengalami atrofi dan menghilang keseluruhannya pada usia pubertas2.
2.3 Tonsilitis Kronis
6
2.3.1 Definisi
Keradangan kronis yang mengenai seluruh jaringan tonsil yang umumnya
didahului oleh suatu keradangan di bagian tubuh lain, seperti misalnya sinusitis,
rhinitis, infeksi umum seperti morbili, dan sebagainya.13,14
Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan
tidak jarang tonsil tampak sehat. Tapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan
membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan bila
tonsil ditekan keluar detritus.14
2.3.2 Etiologi
Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari
Commission on Acute Respiration Disease yang bekerja sama dengan Surgeon
General of the Army, dimana dari 169 kasus didapatkan :
- 25 % disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus yang pada masa
penyembuhan tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam
serum penderita.
- 25 % disebabkan oleh Streptokokus lain yang tidak menunjukkan
kenaikan titer Sreptokokus antibodi dalam serum penderita.
- Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influensa.13
Ada pula yang menyebutkan etiologi terjadinya tonsilitis sebagai berikut :11
1. Streptokokus hemolitikus Grup A
2. Hemofilus influensa
3. Streptokokus pneumonia
4. Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika)
5. Tuberkulosis (pada immunocompromise)
2.3.3 Faktor Predisposisi
1. Rangsangan kronis (rokok, makanan)
2. Higiene mulut yang buruk
3. Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah)
4. Alergi (iritasi kronis dari alergen)
5. Keadaan umum (gizi jelek, kelelahan fisik)
6. Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.6,13,15
7
2.3.4 Patologi
Proses keradangan dimulai pada satu atau kebih kripte tonsil. Karena proses
radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada
proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan
ini akan mengerut sehingga kripte akan melebar. Secara klinis kripte ini akan
tampak diisi oleh detritus (epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri
yang menutupi kripte berupa eksudat berwarna kekuning-kuningan). Proses ini
meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan
sekitar fossa tonsil. Pada anak, proses ini dapat disertai dengan pembesaran
kelenjar submandibula.6,13,15
2.3.5 Manifestasi Klinis
Pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan, terasa kering dan
pernapasan berbau, rasa sakit terus menerus pada kerongkongan dan sakit waktu
menelan.6,13,15
Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil yang mungkin
tampak :
1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke
jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang
purulen atau seperti keju.
2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang
seperti terpendam di dalam tonsillar bed dengan tepi yang hiperemis,
kripte yang melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.5,13
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan
mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak
permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat
dibagi menjadi :12
T0 : Tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat
T1 : < 25 % volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
2.3.6 Diagnosis
8
1. Anamnesa
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting, karena hampir 50 %
diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan
keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, nafas
bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada
leher.6,13,15
2. Pemeriksaan Fisik
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut.
Sebagian kripte mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan
dari kripte-kripte tersebut. Pada beberapa kasus, kripte membesar, dan suatu
bahan seperti keju atau dempul yang terlihat pada kripte. Gambaran klinis lain
yang sering tampak adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan dan
seringkali dianggap sebagai “kuburan” dimana tepinya hiperemis dan sejumlah
kecil sekret purulen yang tipis terlihat pada kripte.5,13
3. Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan apus tonsil
(swab). Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat
keganasan yang rendah, seperti Streptokokus β hemolitikus, Streptokokus
viridans, Stafilokokus, Pneumokokus.13,15
2.3.7 Diagnosa Banding
Diagnosa banding dari tonsilitis kronis adalah :
1.Penyakit-penyakit yang disertai dengan pembentukan pseudomembran
yang menutupi tonsil (tonsilitis membranosa)
a. Tonsilitis difteri
Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua
orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini
tergantung pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar
0,03 sat/cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas.
Gejalanya terbagi menjadi 3 golongan besar, umum, lokal dan gejala
akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala infeksi lain,
yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan
lemah, nadi lambat dan keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang
9
tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang
makin lama makin meluas dan membentuk pseudomembran yang
melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah
berdarah. Gejala akibat eksotoksin dapat menimbulkan kerusakan
jaringan tubuh, misalnya pada jantung dapat terjadi miokarditis
sampai dekompensasi kordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan
kelumpuhan otot palatum dan otot pernapasan serta pada ginjal dapat
menimbulkan albuminuria.
Tonsilitis difteri10
b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa)
Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39C), nyeri di mulut, gigi
dan kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan
hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membran putih keabuan di
tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa
mulut dan faring hiperemis. Mulut berbau (foetor ex ore) dan
kelenjar submandibula membesar.
c. Mononukleosis infeksiosa
Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu
yang menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan,
terdapat pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regio inguinal.
Gambaran darah khas, yaitu terdapat leukosit mononukleosis dalam
jumlah besar. Tanda khas yang lain adalah kesanggupan serum
pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah domba (Reaksi
Paul Bunnel).
10
2.Penyakit kronik faring granulomatus
a. Faringitis tuberkulosa
Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien
buruk karena anoreksi dan odinofagi. Pasien mengeluh nyeri hebat di
tenggorok, nyeri di telinga (otalgia) dan pembesaran kelenjar limfa
leher.
b. Faringitis luetika
Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder
atau tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi superfisial yang
sembuh disertai pembentukan jaringan ikat. Sekuele dari gumma bisa
mengakibatkan perforasi palatum mole dan pilar tonsil.
c. Lepra
Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring
kemudian menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan yang
luas dan timbulnya jaringan ikat.
d. Aktinomikosis faring
Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri,
bisa mengalami ulseasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat
mengakibatkan ulserasi faring yang ireguler, superfisial, dengan
dasar jaringan granulasi yang lunak.
Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan dengan nyeri
tenggorok dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti berdasarkan pada
pemeriksaan serologi, hapusan jaringan atau kultur, X-ray dan biopsi.6,15
2.3.8 Komplikasi
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke
daerah sekitar atau secara hematogen/limfogen ke organ yang jauh dari
tonsil.6,14,15,16
1. Komplikasi sekitar tonsil
a. Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya
trismus dan abses.
b. Abses Peritonsilar (Quinsy)
11
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber
infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami
supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.
Abses Peritonsiler10
c. Abses Parafaringeal
Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah
bening atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil,
faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, mastoid
dan os petrosus.
d. Abses Retrofaring
Merupakan pengumpulan pus (nanah) dalam ruang retrofaring.
Biasanya terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang
retrofaring masih berisi kelenjar limfe.
e. Krista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh
jaringan fibrosa dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada
tonsil berwarna putih atau berupa cekungan, biasanya kecil dan
multipel.
f. Tonsilolith (kalkulus dari tonsil)
Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam
jaringan tonsil membentuk bahan keras seperti kapur.
2. Komplikasi ke organ jauh
12
a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik
b. Glomerulonefritis
c. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis
d. Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura
e. Artritis dan fibrositis
2.3.9 Penatalaksanaan
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan dengan
pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana
penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-
gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi
tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripte tonsil dengan alat
irigasi gigi(oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan
infeksi kronis maupun berulang.5
Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh
Celsus dalam De Medicina (10 Masehi), tindakan ini juga merupakan tindakan
pembedahan yang pertama kali didokumentasikan oleh Lague dari Rheims
(1757).10 Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda namun mengalami
perubahan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini.
Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang tetapi
saat ini indikasi yang lebih utama adalah obstruksi saluran nafas dan hipertropi
tonsil. Indikasi tonsilektomi dalam hal ini di bagi menjadi indikasi absolut dan
indikasi relatif:
a. Indikasi Absolut
Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran nafas,
disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner
Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis
dan drainase
Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi
anatomi
b. Indikasi Relatif
13
Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil pertahun dengan terapi
antibiotik adekuat
Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan
pemberian terapi medis
Tonsilitis kronis atau berulang pada karrier steptokokus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotik B-Laktamase resisten
Secara umum dapat disebutkan indikasi tonsilektomi adalah:
1. Infeksi berulang 3 kali dalam setahun selama 3 tahun, 5 kali setahun
selama 2 tahun, 7 kali atau lebih dalam setahun atau tidak masuk
kerja/sekolah lebih dari 2 minggu dalam 1 tahun karena penyakitnya
itu,
2. Hipertrofi sehingga menyebabkan obstruksi saluran nafas atas
(obstruksi,sleep apnea),
3. Abses peritonsiler,
4. Kemungkinan keganasan, baik pembesaran unilateral atau mencari
sumber primer yang tidak diketahui,
5. Hipertrofi yang menyebabkan masalah pencernaan,
6. Tonsilitis rekuren yang menyebabkan kejang demam,
7. Karier difteri.
Sedangkan kontraindikasi dari tonsilektomi adalah :
1. Kontraindikasi relatif
a. Palatoschizis,
b. Radang akut, termasuk tonsilitis,
c. Poliomielitis epidemika,
d. Umur kurang dari 3 tahun. Tetapi umur disini masih menjadi
perdebatan mengenai kontraindikasi.
14
2. Kontraindikasi absolut
a. Diskariasis darah, leukemia, purpura, anemia aplastik,
hemofilia,
b. Penyakit sistemis yang tidak terkontrol seperti diabetes melitus,
penyakit jantung, dan sebagainya.2,5,6,11,17
Keadaan penderita sebelum dan setelah dilakukan Tonsilektomi18
2.4 Hipertropi Adenoid
2.4.1 Definisi
Hipertrofi adenoid adalah pembekakakn pada adenoid yang terjadi karena
infeksi pada saluran napas bagian atas yang akan mengakibatkan sumbatan pada
koana dan sumbatan tuba eustachius.
2.4.2 Etiologi
Adenoid adalah pembesaran subepitelial dari limfosit pada minggu ke 16
kehamilan. Normalnya, pada saat lahir pada nasofaring dan adenoid banyak di
temukan organisme dan terdapat pada bagian saluran pernafasan atas yang mulai
aktif sesaat setelah lahir. Organisme-organisme tersebut adalah lactobacillus,
15
streptococcus anaerobik, actynomycosis, lusobacteriurn dan nocardia mulai
berkembang. Flora normal yang ditemukan pada adenoid antara lain alfa-
hemolytic streptococcus, euterococcus, corynebacterium, staphylococcus, neissria,
micrococcus dan stomatococcus.19 Etiologi pembesaran adenoid dapat di ringkas
menjadi dua yaitu secara fisiologis dan faktor infeksi. Secara fisiologis adenoid
akan mengalami hipertrofi pada masa puncaknya yaitu 3-7 tahun. Biasanya
asimptomatik, namun jika cukup membesar akan menyebabkan gejala. Hipertrofi
adenoid juga didapatkan pada anak yang mengalami infeksi kronik atau rekuren
pada saluran pernapasan atas atau ISPA 19,20
2.4.3 Patogenesis
Pada balita jaringan limfoid dalam cincin waldeyer sangat kecil. Pada anak
berumur 4 tahun bertambah besar karena aktivitas imun, karena tonsil dan adenoid
(pharyngeal tonsil) merupakan organ limfoid pertama di dalam tubuh yang
menfagosit kuman-kuman patogen. Jaringan tonsil dan adenoid mempunyai
peranan penting sebagai organ yang khusus dalam respon imun humoral maupun
selular, seperti pada bagian epithelium kripte, folikel limfoid dan bagian
ekstrafolikuler. Oleh karena itu, hipertrofi dari jaringan merupakan respons
terhadap kolonisasi dari flora normal itu sendiri dan mikoorganisme pathogen.19,20
Adenoid dapat membesar seukuran bola pingpong, yang megakibatkan
tersumbatnya jalan udara yang melalui hidung sehingga dibutuhkan adanya usaha
yang keras untuk bernafas sebagai akibatnya terjadi ventilasi melalui mulut yang
terbuka. Adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada jalan udara pada nasal
sehingga mempengaruhi suara
2.4.4 Manifestasi Klinis
Pembesaran adenoid menimbulkan beberapa gangguan :
a.Obstruksi nasi
Pembesaran adenoid dapat menyumbat parsial atau total respirasi hidung sehingga
terjadi ngorok, percakapan hiponasal, dan membuat anak akan terus bernapas
melalui mulut. Beberapa peneliti menunjukkan korelasi statistic antara
pembesaran adenoid dan kongesti hidung dengan rinoskopi anterior.
16
b.Facies Adenoid
Secara umum telah diketahui bahwa anak dengan pembesaran adenoid
mempunyai tampak muka yang karakteristik.
Tampakan klasik tersebut meliputi :
Mulut yang terbuka, gigi atas yang prominen dan bibir atas yang pendek. Namun
sering juga muncul pada anak-anak yang minum susu dengan menghisap dari
botol dalam jangka panjang. Hidung yang kecil, maksila tidak berkembang/
hipoplastik, sedut alveolar atas lebih sempit, arkus palatum lebih tinggi.
c. Efek pembesaran adenoid pada telinga
Hubungan pembesaran adenoid atau adenoiditis rekuren dengan otitis media efusi
telah dibuktikan baik secara radiologis dan penelitian tentang tekanan oleh
Bluestone.
d. Sleep apnea
Sleep apnea pada anak pertama kali diperkenalkan oleh Gastatut, berupa adanya
episode apnea saat tidur dan hipersomnolen pada siang hari. Sering juga disertai
dengan hipoksemia dan bradikardi. Episode apnea dapat terjadi akibat adanya
obstruksi, sentral atau campuran.
Bila hipertrofi adenoid berlangsung lama, akan timbul wajah adenoid,
yaitu pandangan kosong dengan mulut terbuka. Biasanya langit-langit cekung dan
tinggi. Karena pernapasan melalui hidung terganggu akibat sumbatan adenoid
pada koane, terjadi gangguan pendengaran, dan penderita sering beringus. Pada
pemeriksaan tepi anterior adenoid yang hipertrofi terlihat melalui lubang hidung
bila sekat hidung lurus dan konka mengerut, dengan cermin dahi, adenoid juga
terlihat melalui mulut. Dengan meletakkan ganjal di antara deretan gigi atas dan
bawah, adenoid yang membesar dapat diraba.
2.4.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, gejala klinis dan
pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1. Tanda dan gejala klinik.
2. Pemeriksaan rinoskopi anterior dengan melihat tertahannya gerakan velum
palatum mole pada waktu fonasi.
3. Pemeriksaan rinoskopi posterior (pada anak biasanya sulit).
17
4. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat membantu untuk melihat ukuran adenoid
secara langsung.
5. Pemeriksaan radiologi dengan membuat foto polos lateral dapat melihat
pembesaran adenoid.
Prosedur Pemeriksaan Radiologi:
Posisi Pasien : Pemeriksaan dilakukan pada pasien dengan posisi berdiri tegak
pada film sejauh 180 cm.
Pengukuran adenoid (A) : A’ adalah titik konveks maksimal sepanjang tepi
inferior bayangan adenoid. Garis B adalah garis yang ditarik lurus dari tepi
anterior basisoksiput. Jarak A diukur dari titik A’ ke perpotongannya pada garis
B.
Pengukuran ruang nasofaring : Ruang nasofaring dikukur sebagai jarak antara
titik C’, sudut posterior-superior dari palatum durum dan D’ (sudut anterior-
inferior sincondrosis sfenobasioksipital.
Jika sinkondrosis tidak jelas, maka titik D’ ditentukan sebagai titik yang melewati
tepi posterior-inferior pterigoidea lateralis dan lantai tulang nasofaring.
Rasio adenoid nasofaring diperoleh dengan membagi ukuran adenoid dengan
ukuran ruang nasofaring, yaitu Rasio AN = A/N.
Dengan kriteria sebagai berikut :
Ø Rasio Adenoid – Nasofaring 0 – 0,52 : tidak ada pembesaran.
Ø Rasio Adenoid–Nasofaring 0,52-O,72 : pembesaran sedang – non obstruksi.
Ø Rasio Adenoid – Nasofaring > 0,72 : pembesaran dengan obstruksi.
6. CT-Scan merupakan modilitas yang lebih sensitif daripada foto polos untuk
identifikasi patologi jaringan lunak, tapi kekurangannya karena biaya yang
mahal.6
2.4.6 Penatalaksanaan
Tidak ada bukti yang mendukung bahwa adanya pengobatan medis untuk
infeksi kronis adenoid, pengobatan dengan menggunakan antibiotik sistemik
dalam jangka waktu yang panjang untuk infeksi jaringan limfoid tidak berhasil
membunuh bakteri. Sebenarnya, banyak kuman yang mengalami resistensi pada
penggunaan antibiotik jangka panjang. Beberapa penelitian menerangkan manfaat
dengan menggunakan steroid pada anak dengan hipertrofi adenoid. Penelitian
18
menujukkan bahwa selagi menggunakan pengobatan dapat mengecilkan adenoid
(sampai 10%). Tetapi jika pengobatan tersebut itu dihentikan adenoid tersebut
akan terulang lagi.
Indikasi adenoidektomi adalah :
a. Sumbatan
• Sumbatan hidung yang menyebabkan bernafas melalui mulut
• Sleep apnea
• Gangguan menelan
• Gangguan berbicara
• Kelainan bentuk wajah muka dan gigi (adenoid face)
b. Infeksi
• Adenoiditis berulang/kronik
• Otitis media efusi berulang/kronik
• Otitis media akut berulang
c. Kecurigaan neoplasma jinak/ganas
Adenoidektomi dan tonsilektomi dilakukan dengan anestesi general dan
penyembuhan terjadi dalam waktu 48 hingga 72 jam. Terdapat beberapa keadaan
yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila sebelumnya dapat diatasi,
operasi dapat dilaksanakan dengan tetap mempertimbangkan "manfaat dan
risiko". Keadaan tersebut antara lain adalah gangguan perdarahan, risiko anestesi
yang besar atau penyakit berat, anemia, infeksi akut yang berat
Teknik adenoidektomi terbagi atas dua cara yaitu19:
1. Eksisi melalui mulut
Merupakan teknik yang paling banyak di gunakan. Adenoid di keluarkan melalui
mulut setelah mulut dibuka dengan menggunakan suatu alat dan menarik langit-
langit mulut.
Suatu cermin digunakan untuk melihat adenoid karena adenoid terletak pada
rongga hidung bagian belakang melalui pendekatan ini beberapa instrumen dapat
dimasukkan.
Cold Surgical Techniques
• Curette adenoid : Merupakan patokan dan metode konvensional yang
19
sukses dilakukan. Alat adenoid currete mempunyai sisi yang tajam dan
bengkok. Untuk mengangkat adenoid digunakan mata pisau yang tajam
setelah terlebih dahulu memposisikan nasofaring. Perdarahan dapat
dikontrol dengan elektrocauter.
• Adenoid Punch : Penekanan pada adenoid dengan menggunakan satu
instrumen bengkok yang mempunyai celah dan ditempatkan di atas
adenoid kumudian celah itu ditutup dan pisau bedah mengangkat adenoid.
• Magill Forceps : Adalah suatu instnunen yang berbentuk bengkok yang
digunakan untuk mencabut jaringan sisa pada adenoid.
Elektrocauter dengan suction bovie : Teknik kedua dengan
menggunakan elektrocauter dengan suatu suction bovie yang berfungsi
untuk mencabut jaringan adenoid.
Surgical microdebrider : Ahli bedah lain sudah menggunakan metode
microdebrider, sebagian orang menganggapnya lebih efektif. Perdarahan
pasti terjadi pada pengangkatan tetapi sebagian besar dilaporkan
perdarahan dengan menggunakan tradisional currete. Mikrodebrider
memindahkan jaringan adenoid yang sulit di jangkau oleh teknik lain.19
2. Eksisi melalui Hidung
Satu-salunya teknik bermanfaat untuk memindahkan adenoid melaui rongga
hidung dengan menggunakan alat mikrodebrider. Dengan prosedur ini, jika terjadi
perdarahan dikontrol dengan menggunakan cauter suction. (5)
2.4.7 Komplikasi
Komplikasi dari tindakan adenoidektomi adalah perdarahan bila
pengerokan adenoid kurang bersih. Jika terlalu dalam menyebabkan akan terjadi
kerusakan dinding belakang faring. Bila kuretase terlalu ke lateral maka torus
tubarius akan rusak dan dapat mengakibatkan oklusi tuba eustachius dan timbul
tuli konduktif.6
2.4.8 Prognosis
Adenotonsillektomi merupakan suatu tindakan yang kuratif pada
kebanyakan individu. Jika pasien ditangani dengan baik diharapkan dapat sembuh
20
sempurna, kerusakan akibat cor pulmonal tidak menetap dan sleep apnea dan
obstruksi jalan nafas dapat diatasi. Pada otitis media persisten kronik menurut
Maw and Speller, Paradise menunjukkan bahwa sekitar 30-50% terjadi penurunan
otitis media setelah dilakukan adenoidectomy. Studi dari Lee and Rosenfeld pada
tahun 1997, menunjukkan bahwa sinusitis kronik tidak berkurang meskipun telah
dilakukan pengangkatan adenoid. Namun penelitian yang lain tetap menunjukkan
adanya resolusi gejala sinusitis setelah pengangkatan adenoid.19 Adenoidektomi
menghilangkan obstruksi sehingga gejala-gejala obstruksi nasal seperti sleep
apnea, hiponasal menghilang dengan sendirinya.19
21
BAB 3
LAPORAN KASUS
I. Identitas Penderita
Nama : PED
Umur : 11 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Pendidikan : SD
Alamat : Banjar Samu, Singapadu Gianyar
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal Pemeriksaan : 30 Desember 2014
II. Anamnesis
Keluhan utama : sakit tenggorokan
Autoanamnesa: Pasien mengeluh sakit tenggorokan sehingga susah untuk menelan
sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu. Pasien juga mengalami demam sejak 1 minggu
yang lalu. Pasien sempat dibawa ke dokter umum dan diberikan antibiotik dan obat
penurun panas namun tidak mengalami perubahan. Dikatakan oleh ibunya bahwa
pasien sering mengorok saat tidur, namun sesak nafas ataupun henti nafas saat tidur
disangkal. Saat ini keluhan pilek dan batuk disangkal, gangguan suara (-), nyeri sendi
(-), gangguan membuka mulut (-), jantung berdebar (-), gangguan penglihatan (-),
gangguan pendengaran (-), penurunan berat badan (-), bengkak pada leher (-).
Riwayat penyakit dahulu : Pasien sempat diopname di RSUD Wangaya kurang
lebih 5 tahun yang lalu dengan keluhan panas badan dan susah menelan. Saat itu
pasien didiagnosis mengalami Tonsilitis namun tidak dilakukan operasi. Pasien hanya
diberikan antibiotik dan obat penurun panas. Dikatakan ibunya, sejak 1 tahun terakhir
setidaknya setiap 1 bulan sekali pasien mengalami demam disertai sakit kepala dan
sakit pada tenggorokan.
22
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga : tidak ada dalam keluarga penderita
mengalami keluhan serupa
Riwayat sosial pribadi dan lingkungan : Pasien merupakan siswa SD kelas 6.
Keadaan sosial ekonomi keluarga cukup, dikatakan ia suka mengonsumsi mie instan,
snack dan minuman dingin. Tidak ada teman sekolah maupun teman bermainnya yang
diketahui mengalami keluhan serupa.
III. Pemeriksaan Fisik
Vital Sign
Keadaan umum : baik
Kesadaran : CM
Nadi : 88 kali permenit
Respirasi : 28 kali permenit
Temperatur : 37.0C
Status General
Kepala : normocephali
Muka : simetris
Mata : An -/-, Ict -/-, Rp +/+ isokor
THT : ~ status lokalis
Leher : pembesaran kelenjar -/-
Thorax : Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur –
Po : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : distensi -, BU (+) N
Ekstremitas : akral hangat
Status Lokalis THT
Telinga kanan/kiri Hidung kanan/kiri
Daun telinga : N/N Hidung luar : N/N
Liang telinga : lapang/lapang Kavum nasi : lapang/lapang
Discharge : -/- Septum : deviasi -
23
Membran Timpani : intak/intak Discharge : -/-
Tumor : -/- Mukosa : normal/normal
Mastoid : N/N Tumor : -/-
Tes pendengaran Konka : kongesti/kongesti
Suara bisik : tidak dilakukan Sinus : nyeri tekan -/-
Weber : tidak dilakukan Koana : N/N
Rinne : tidak dilakukan Fenomena palatum mole : -
Schwabach : tidak dilakukan
Tes alat keseimbangan : tidak dilakukan
Tenggorok
Dispneu : - Stridor : -
Sianosis : - Suara : normal
Mukosa : merah muda Tonsil : T3/T3
Hiperemis +/+
Permukaan tidak rata/tidak rata
Kripte melebar +/+
Detritus +/+
Pemeriksaan Penunjang :
- Foto Thorax PA dalam batas normal pada tanggal 30 Desember 2014
- Hasil pemeriksaan Darah Lengkap pada tanggal 30 Desember 2014
Parameter Result Unit Remarks Reference Range
WBC 6.16 103/μL 5.0 – 13.0- Ne 43.0 % 32 – 52- Ly 44.6 % 30 – 60- Mo 5.7 % 2 – 8- Eo 6.2 % Tinggi 0 – 4- Ba 0.5 % 0 – 1
RBC 4.85 106/μL 4.00 – 5.30HGB 13.4 g/dL 12.0 – 16.0HCT 38.6 % 35.0 – 45.0MCV 79.6 fL 75.0 – 91.0MCH 27.6 pg 25.0 – 33.0MCHC 34.7 g/dL 31.0 – 37.0PLT 525 103/μL Tinggi 150 – 400MPV 8.5 fL Rendah 9.0 – 13.0
24
PCT 0.45 % Tinggi 0.17 – 0.35LED 74 mm/jam Tinggi 0 – 20Koagulasi- Masa
pendarahan2’00” menit 1 – 5
- Masa pembekuan
10’30” menit 5 – 15
PT- Pasien 14.6 detik Tinggi 10.8 – 14.4- INR 1.35
IV. Resume
Pasien laki-laki, 11 tahun, mengeluh sakit pada tenggorokan dan demam sejak 1
minggu yang lalu. Pasien kesulitan saat menelan. Dikatakan bahwa pasien mengorok
saat tidur. Saat ini pasien tidak mengeluhkan adanya batuk maupun pilek. Pasien
sempat diopname sekitar 5 tahun yang lalu dengan keluhan demam dan didiagnosis
mengalami Tonsilitis namun tidak dilakukan operasi. Sejak 1 tahun terakhir pasien
sering mengalami demam disertai sakit kepala dan sakit tenggorok setidaknya 1 bulan
sekali. Tidak ada keluarga dan orang disekitar pasien yang mengalami hal serupa
dengan pasien. Dari hasil pemeriksaan tenggorok, didapatkan tonsil T3/T3, Hiperemis
+/+, Permukaan tidak rata/tidak rata, Kripte melebar +/+, Detritus +/+. Dari hasil
pemeriksaan darah lengkap terjadi peningkatan eosinofil dan LED.
V. Diagnosis Kerja
Tonsiloadenoiditis Kronis
VII. Rencana Terapi
Pre Op Tonsiloadenoidektomi
Farmakologi :
- Co-amoxiclav 3 x 625 mg
- Dexamethasone 2 x 0,5 mg
- Ranitidin 2 x 75 mg
- Vitamin B-complex 3 x 1 tab
IX. Prognosis
Dubia at Bonam
25
BAB 4
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki, 11 tahun, mengeluh sakit pada tenggorokan dan demam sejak 1
minggu yang lalu. Pasien kesulitan saat menelan. Dikatakan bahwa pasien mengorok
saat tidur. Pasien sempat diopname sekitar 5 tahun yang lalu dengan keluhan demam
dan didiagnosis mengalami Tonsilitis namun tidak dilakukan operasi. Sejak 1 tahun
terakhir pasien sering mengalami demam disertai sakit kepala dan sakit tenggorok
setidaknya 1 bulan sekali. Saat ini pasien tidak mengeluhkan adanya batuk maupun
pilek.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status present dan status general dalam batas
normal. Status THT : teling tenang, mukosa hidung hiperemi, konka kongesti. Pada
tenggorok ditemukan pembesaran tonsil (T3/T3), hiperemis, permukaan tidak rata,
pelebaran kripte pada kedua sisi dan terdapat detritus. Terdapat obstruksi jalan nafas
atas pada pasien dimana pasien cenderung bernafas menggunakan mulut. Dari hasil
pemeriksaan darah lengkap didapatkan adanya tanda-tanda infeksi yaitu peningkatan
eosinofil dan peningkatan LED.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tersebut,
diagnosis pada pasien ini yaitu tonsiloadenoiditis kronis. Dalam hal ini pada pasien
anak anak di bawah 14 tahun dengan tonsilitilis kronis, pemeriksaan adenoid
merupakan hal yang harus dilakukan karena secara fisiologis adenoid membesar pada
anak usia 3 tahun dan kemudian akan mengecil pada usia 14 tahun. Jadi pada pasien
ini, untuk memastikan adanya pembesaran adenoid maka diperlukan pemeriksaan
penunjang berupa foto rontgen Skull Lateral.
Terapi yang direncanakan untuk penderita ini adalah tonsiloadenoidektomi. Hal
ini sesuai dengan indikasinya, yaitu infeksi berulang, ganguan menelan, mengorok
saat tidur, ada kesulitan bernafas saat tidur. Namun saat ini pasien masih mengalami
proses infeksi/eksarsebasi, sehingga operasi belum bisa dilakukan. Pasien diberikan
pengobatan untuk mengatasi infeksi yang sedang berlangsung berupa Co-amoxiclave
3 x 625 mg, Dexametasone 2 x 0.5 mg, Ranitidin 2 x 75 mg, dan Vitamin B-complex
3 x 1 tablet. Selain itu pasien juga diberikan KIE agar menjaga asupan makanannya
dan menjaga kondisi tubuh agar proses infeksi bisa segera teratasi. Untuk tindakan
26