31
PRESENTASI KASUS Tinea Unguium Moderator : dr. Brahm U. Pendit, Sp.KK 1

tinea unguium

Embed Size (px)

DESCRIPTION

presus tinea unguium

Citation preview

Page 1: tinea unguium

PRESENTASI KASUS

Tinea Unguium

Moderator :

dr. Brahm U. Pendit, Sp.KK

Disusun Oleh :

Hasyati Dwi Kinasih

1310221070

Dipresentasikan tanggal:

14 Desember 2015

KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL’VETERAN’

JAKARTA

PERIODE 23 NOVEMBER – 26 DESEMBER 2015

1

Page 2: tinea unguium

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul:

TINEA UNGUIUM

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian

program profesi dokter di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto

Disusun oleh:

Hasyati Dwi Kinasih (1310221070)

Jakarta, 14 Desember 2015

Mengetahui:

Moderator

dr. Brahm U. Pendit, Sp.KK

2

Page 3: tinea unguium

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I STATUS PASIEN..................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................12

A. Definisi.................................................................................................12

B. Etiologi.................................................................................................12

C. Patogenesis..........................................................................................12

D. Gambaran Klinis .................................................................................14

E. Diagnosa..............……………………………………………............16

F. Diagnosa Banding................................................................................16

G. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................17

H. Penatalaksanaan...................................................................................19

I. Prognosis..............................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22

3

Page 4: tinea unguium

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 55 tahun

Alamat : Jl. Taba Raya No. 5 RT/RW 02/02, Jakarta Utara

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Agama : Islam

Tanggal pemeriksaan : 10 Desember 2015

II. ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 10 Desember 2015 pukul 12.30 WIB.

Keluhan Utama : Kuku ibu jari kaki kanan kiri rusak

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan kuku ibu jari kaki kanan dan kiri rusak

sejak kurang lebih 5 tahun sebelum masuk Rumah Sakit. Kerusakan pertama

kali dirasakan pada ujung kuku ibu jari kaki kanan serta ibu jari kaki kiri

pasien. Pasien sudah merasakan keluhannya tersebut sebanyak 3 kali dalam 5

tahun terakhir dan merasa keluhannya lebih parah 1 bulan sebelum masuk

Rumah Sakit. Pasien juga merasakan kukunya semakin mengerut, kasar dan

bertambah tebal serta berubah warna putih kusam. Pasien menyangkal

4

Page 5: tinea unguium

kukunya rapuh, gatal dan tepi kuku bengkak. Awalnya pasien menganggap

keluhannya ini tidak mengganggu sehingga pasien membiarkannya saja dan

hanya mengerok di bagian kuku yang berwarna putih kusam. Pasien belum

pernah berobat ke dokter atas keluhannya ini namun tidak ada perubahan

sehingga datang ke RSPAD.

Pasien mengaku mandi 2 kali sehari dan sering melakukan pekerjaan

yang berhubungan dengan air seperti mencuci ataupun mengepel. Pasien juga

mengaku bekerja selama ± 8 jam sehari dan selalu menggunakan kaos kaki

serta sepatu tertutup setiap bekerja atau keluar rumah. Pasien menyangkal

kontak dengan penderita penyakit serupa.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada

III. STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan gizi : Baik

Tanda Vital : TD : 130/80 mmHg Nadi: 84 x/menit

: RR : 20x/menit Suhu: Afebris

Kepala : Normochepal

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

5

Page 6: tinea unguium

Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-)

Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang

Leher : Tidak ada pembesaran KGB

Toraks : Simetris saat statis dan dinamis

Paru : Suara nafas vesikular +/+, wheezing -/-, rhonki -/-

Jantung : Bunyi jantung I = II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Supel, bising usus (+) normal, hepar & lien tidak teraba

pembesaran

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

IV. STATUS DERMATOLOGIKUS

Lokasi : Regio pedis dextra digiti I dan regio pedis sinistra digiti I.

Efloresensi : Hiperkeratosis subungual distal digiti I pedis dextra dan sinistra, serta onikolisis dan skuama di sekitar kuku pada digiti I pedis dextra. Tampak leukonikia digiti I pedis dextra dan sinistra.

6

Page 7: tinea unguium

Gambar 1. Gambar tampak jauh; kuku pedis dextra & sinistra digiti I tampak rusak.

Gambar 2. Digiti I pedis dextra; tampak hiperkeratosis & onikolisis subungual distal & lateral, dan tampak skuama disekitar kuku.

7

Page 8: tinea unguium

Gambar 3. Tampak hiperkeratosis & leukonikia subungual distal digiti I pedis sinistra.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dilakukan pemeriksaan KOH 20% diambil dari kerokan lesi kuku

Hasil : ditemukan adanya hifa dengan dinding berfilamen, bersekat, dan

arthrospora (+)

8

Page 9: tinea unguium

Gambar 4. Kerokan lesi kuku; tampak hifa & arthrospora.

VI. RESUME

Ny S Pasien perempuan berusia 55 tahun datang dengan keluhan kuku

ibu jari kaki kanan dan kiri rusak sejak 5 tahun SMRS dan bertambah parah 1

bulan SMRS. Pasien juga merasakan kukunya semakin mengerut, kasar,

berubah warna putih kusam, tetapi tidak rapuh, tidak gatal, dan tidak bengkak

disekitar kuku. Pasien sering melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan

air seperti mencuci, memasak ataupun mengepel. Pasien juga mengaku selalu

menggunakan kaos kaki dan sepatu tertutup saat keluar rumah atau bekerja.

Pada status dermatologis ditemukan hiperkeratosis subungual distal

digiti I pedis dextra dan sinistra, serta onikolisis dan skuama di sekitar kuku

pada digiti I pedis dextra. Tampak leukonikia digiti I pedis dextra dan sinistra.

Pada pemeriksaan sediaan langsung yang diambil dari kerokan lesi

pada kuku bagian subungual distal dengan larutan KOH 20% hasilnya

ditemukan hifa dan arthrospora.

9

Page 10: tinea unguium

VII. DIAGNOSIS KERJA

Tinea Unguium digiti I pedis dextra et sinistra

VIII. DIAGNOSIS BANDING

Tidak ada

IX. PEMERIKSAAN ANJURAN

Kultur Agar Saboraud Dextrose

X. PENATALAKSANAAN

Non-medikamentosa:

1. Menjaga kebersihan kuku.

2. Menjaga kaki agar tetap kering dan tidak lembab.

3. Untuk menghindari penularan jangan menggunakan gunting kuku bersama

orang lain.

Medikamentosa:

1. Sistemik

o Itrakonazol tablet 2 x 200 mg/hari sesudah makan untuk 1 minggu,

istirahat 3 minggu (dosis denyut) lalu dilanjutkan kembali dosis

denyut selama 3 bulan

2. Topikal

o Siklopiroxolamin 8% dalam bentuk cat kuku

10

Page 11: tinea unguium

XI. PROGNOSIS

o Quo ad vitam : ad bonam

o Quo ad functionam : ad bonam

o Quo ad sanationam : ad bonam

11

Page 12: tinea unguium

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

TINEA UNGUIUM

A. DEFINISI

Tinea unguium (dermatophytic onychomycosis) adalah infeksi jamur

dermatofita pada kuku. Sedangkan onikomikosis adalah infeksi pada kuku yang

disebabkan oleh jamur dermatofita, jamur non-dermatofita atau yeast.1,2

B. ETIOLOGI

Dermatofita merupakan penyebab terbanyak terjadinya onikomikosis. Yaitu

sekitar 80-90%. Semua jenis dermatofita dapat menyebabkan tinea unguium,

penyebab terbanyak adalah Trichophyton rubrum (71%) dan Trichophyton

mentagrophytes (20%). Penyebab lain diantaranya E. Floccosum, T, violaaceum, T.

Schoenleinii, T. Verrrucosum.1

C. PATOGENESIS

Sebelum memahami patogenesis terjadinya tinea unguium maka diperlukan

pemahaman mengenai fungsi dan anatomi kuku. Fungsi utama dari kuku adalah

untuk memberikan perlindungan ke ujung digiti, meningkatkan diskriminasi sensorik,

dan dalam beberapa individu, berfungsi sebagai aksesori kosmetik.3,4

12

Page 13: tinea unguium

lempengkuku

Lipatan kuku proximal lunula

Gambar 5. Anatomi dan struktur kuku.3

Kuku merupakan struktur unit yang tiap komponennya bergabung dan disebut

sebagai unit kuku. Unit kuku terdiri dari lempeng kuku (nail plate) dan empat

struktur epitel: lipatan kuku proksimal (proximal nail fold), matriks, dasar kuku (nail

bed) dan hiponikium. (Gambar 1). Lempeng kuku berbentuk persegi panjang, tembus

pandang relatif tidak fleksibel, mengandung kalsium, fosfat, besi, seng, mangan dan

tembaga, juga sulfur dalam matriks kuku yang bertanggung jawab untuk kualitas fisik

kuku. Lempeng kuku muncul dari bawah lipatan kuku proksimal dan berbatasan di

kedua sisi dengan lipatan kuku lateralis. Di bagian proksimal terdapat lingkaran putih

yang disebut lunula. Permukaan dorsal unit kuku tampak berwarna merah muda

karena peningkatan pembuluh darah dari dasar kuku (nail bed). Daerah antara

permukaan dorsal dan ventral terdapat kutikula (eponychium) yang melindungi

matriks dari kerusakan.3,4

13

kutikula lempengkuku

matriks

dasarkuku

kutikula

dasarkuku

hiponikium

lipatan dorsum proksimal kuku

lipatan ventral proksimal kuku

bagian lipatan proksimal kuku

tautan onikodermal

lekukan distal

phalanges distal

Page 14: tinea unguium

Pada tinea unguium invasi terjadi pada kuku yang sehat. Jamur dapat masuk

melalui tiga cara yaitu dari manusia ke manusia (antrofopilik), dari hewan ke manusia

(zoofilik) dan dari tanah ke manusia (geofilik). Dermatofita, tidak seperti kebanyakan

jamur lain, menghasilkan keratinase (enzim yang memecah keratin), yang

memungkinkan untuk invasi jamur ke dalam jaringan keratin. Dinding sel dermatofit

juga mengandung mannans (sejenis polisakarida) yang dapat menghambat respon

kekebalan tubuh. Trichophyton rubrum khususnya mengandung mannans yang dapat

mengurangi proliferasi keratinosit. Terdapat beberapa predisposisi yang memudahkan

terjadinya tinea unguium yang mungkin sama dengan penyakit jamur superfisial

lainnya seperti kelembaban, trauma berulang pada kuku, penurunan imunitas serta

gaya hidup seperti penggunaan kaos kaki dan sepatu tertutup terus-menerus, olahraga

berlebihan dan juga penggunaan tempat mandi umum. Invasi kuku oleh jamur juga

akan meningkat pada pasien dengan defek pada suplai vaskularisai seperti akibat

pertambahan usia, insufisiensi vena, penyakit arteri perifer, serta pasien

imunokompromise.1,2,5

Jamur menyerang kuku melalui berbagai area sesuai dengan bagian kuku yang

pertama diinfeksinya. Invasi jamur ke kuku biasanya di mulai dari lipatan kuku lateral

atau ujung kuku, hal ini akan memberikan gambaran klinis berbeda sesuai dengan

klasifikasi berdasarkan bagian kuku yang terkena. Selanjutnya dapat terjadi

onikomikosis sekunder dimana infeksi terjadi setelah jaringan di sekitar kuku sudah

terinfeksi seperti pada psoriasis atau trauma pada kuku. tinea unguium pada kuku jari

kaki biasanya terjadi setelah tinea pedis, pada kuku jari tangan dikaitkan dengan tinea

manus, tinea corporis dan tinea kapitis.1

D. GAMBARAN KLINIS

Kuku jari kaki lebih sering terinfeksi dibandingkan kuku jari tangan. Sekitar 80%

tinea unguium terjadi pada kaki. Gambaran klinis tinea unguium berdasarkan

klasifikasinya, yaitu:

14

Page 15: tinea unguium

1. Onikomikosis Subungual Distal (OSD)

Onikomikosis Subungual Distal (OSD) merupakan pola tinea unguium yang

paling sering terjadi. Infeksi dimulai dari stratum korneum daerah hiponikium

atau lipatan kuku, kemudian masuk ke subungual. Onikomikosis Subungual

Distal (OSD) sering dikaitkan dengan tinea pedis. Biasanya disebabkan oleh T.

rubrum. 1,2,5,6

Gambar 6. Onikomikosis Subungual Distal (OSD)5

2. Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP)

Jamur masuk melalui kutikula lipatan kuku posterior kemudian berpindah

sepanjang lipatan kuku proksimal menginvasi matrik kuku. Pada tipe ini, paling

sering disebabkan oleh T. rubrum. Tipe ini selalu dikaitkan dengan keadaan

immunocompromised. Banyak ditemukan pada pasien HIV. Onikomikosis

Subungual Proksimal (OSP) dapat mengenai satu atau dua kuku. Gambaran klinis

yang dapat ditemukan adalah bintik putih di bawah lipatan kuku proksimal.1,2,5,6

15

Page 16: tinea unguium

Gambar 3. Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP)5

3. Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT)

Pada tipe ini, jamur menginvasi permukaan dorsal kuku. Penyebab terbanyak

adalah T. mentagrophytes atau T. rubrum (pada anak-anak). Penyebab yang

jarang Acremonium, Fusarium, dan Aspergillus terreus. Permukaan lempeng

kuku yang terinvasi oleh jamur menunjukkan gambaran putih, seperti tepung/

serbuk kapur (chalky white) dan kadang mudah retak.1,5,6

Gambar 3. Onikomikosis Superfisial Putih

(OSPT)5

E. DIAGNOSIS

Anamnesis dan gambaran klinis saja pada umumnya sulit untuk memastikan

diagnosis terutama pada tinea unguium yang merupakan kelainan sekunder pada

kelainan kuku yang telah ada sebelumnya. Gambaran klinis harus dikonfirmasi

dengan ditemukannya elemen jamur pada pemeriksaan mikroskopik langsung dengan

preparat KOH, pemeriksaan histopatologi dari clipping nail atau dengan biakan

jamur.1,2,5,6

F. DIAGNOSIS BANDING

Sangat penting untuk membedakan tinea unguium dengan berbagai penyakit

lain yang memberikan gambaran klinis yang hampir sama, yaitu kuku psoriasis,

ekzema dan dermatitis kontak, liken planus, serta pakionikia kongenital.1,2

16

Page 17: tinea unguium

Pada psoriasis, selain kuku pada umumnya kelainan juga ditemukan pada

bagian kulit lain. Psoriasis kuku memberikan gambaran mirip Onikomikosis

Subungual Distal (OSD). Pada kuku psoriasis sering ditemukan pitting nail dan tanda

onikolisis berupa “oil spot” dan “salmon patch” yaitu warna kuning-kemerahan,

translusen di bawah lempeng kuku dan sering meluas ke hiponikium. Gambaran ini

tidak ditemukan pada tinea unguium.1,2,4

Pada ekzema dan dermatitis kontak, kelainan biasanya terdapat pada lipatan

kuku posterior. Pada dermatitis kelainan pada ujung jari kadang disertai onikolisis.

Pada liken planus dapat ditemukan papul merah ungu yang dapat dilihat di bawah

lempeng kuku dan manifestasi lanjut berupa pterigium. Pakionikia kongenital

memberikan gambaran bagian proksimal lempeng kuku tampak licin, mengkilat dan

melekat pada dasar. Bagian distal terdorong ke atas oleh akumulasi bahan keratin di

bawahnya sehingga bagian lempeng kuku bebas menghadap ke atas.1,4

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan adalah pemeriksaan

mikroskopik langsung yang diikuti biakan untuk identifikasi spesies penyebab.1,2,5,6

Pemeriksaan mikroskopik langsung

Pemeriksan langsung dapat dilakukan dengan sediaan KOH 20-30% dalam air

atau dalam dimetil sulfoksida (DMSO) 40% untuk mempermudah lisis keratin. Zat

warna tambahan misalnya tinta parker blue-black, atau pewarnaan PAS akan

mempermudah visualisasi jamur. Penambahan zat warna chorazol black E atau

calcofluor white pada KOH bersifat spesifik untuk elemen jamur karena hanya terikat

pada khitin yang merupakan dinding jamur, tetapi tidak pada keratin atau benang dan

artefak lain. Namun untuk calcoflour white dibutuhkan mikroskop fluoresen untuk

memeriksannya.1,5

Selain memastikan hasil positif atau negatif, perlu dicari bentuk tipikal atau

atipikal elemen jamur, misalnya hifa dermatofita tidak berwarna (hialin), hifa

Scytalidium panjang dan berkelok-kelok serta jamur dematiaceae berwarna hitam. 5

17

Page 18: tinea unguium

Pada pemeriksaan mikroskopik terkadang sulit untuk mengidentifikasi jenis

jamur spesifik tetapi pada kebanyakan kasus yeast dapat dibedakan dengan

dermatofita secara morfologi. Pemeriksaan secara mikroskopik merupakan

pemeriksaan yang paling sederhana dan cepat.1,5

Pemeriksaan Biakan

Pemeriksaan dengan biakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan

langsung sediaan basah untuk menentukan spesies jamur. Pada biakan jamur

pemisahan jamur akan lebih baik jika menggunakan antibiotik untuk mencegah

kontaminasi bakteri. Penghancuran spesimen kuku harus dilakukan sebelum inokulasi

pada media. Sampel yang diambil dari kuku yang terinfeksi disuntikkan ke media

agar Sabouraud dengan atau tanpa cycloheximide. Biakan jamur menggunakan media

agar Sabouroud dengan chloramphenicol dan cycloheximide memiliki sensitivitas

32%. Untuk melihat hasil biakan jamur ini dibutuhkan waktu beberapa hari sampai

dengan satu minggu.1,2,5

Pemeriksaan Histopatologi

Bila secara klinis kecurigaan tinea unguium besar namun hasil sediaan

mikroskopik langsung maupun biakan negatif, pemeriksaan histopatologi dapat

membantu. Dapat dilakukan biopsi kuku atau cukup dengan nail clippings pada

Onikomikosis Subungual Distal (OSD). Periodic Acid Schiff (PAS) digunakan untuk

mencari elemen jamur pada kuku. Pemeriksaan ini dapat sekaligus membantu

memastikan bahwa jamur terdapat dalam lempeng kuku dan bukan komensal atau

kontaminan di luar lempeng kuku. Teknik ini merupakan teknik yang paling dapat

dipercaya untuk membangun diagnosis tinea unguium. Pada beberapa penelitian

sensitivitas PAS adalah 41-93%.1,5

18

Page 19: tinea unguium

H. PENATALAKSANAAN

Seperti penatalaksanaan penyakit jamur superfisial lainnya, maka prinsip

penatalaksanaan tinea unguium menghilangkan faktor predisposisi yang memudahkan

terjadinya penyakit, serta terapi dengan obat anti jamur yang sesuai dengan penyebab

dan keadaan patologi kuku. Perlu ditelusuri pula sumber penularan.1,2,5,6

Pengobatan pada tinea unguium yaitu dengan pemberian obat anti jamur baik

secara topikal maupun sistemik. Pengobatan topikal yaitu dengan menggunakan

siklopiroks dan amprolfin. Sedangkan pengobatan sistemik digunakan anti jamur

golongan alilamin seperti terbinafin dan golongan azol seperti flukonazol dan

itrakonazol.1,5,6

Obat topikal

Obat topikal berbentuk krim dan solusio, namun sulit untuk penetrasi ke

dalam kuku sehingga kurang efektif untuk pengobatan tinea unguium, namun

masih dapat digunakan untuk superfisial Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT).

Obat topikal dengan formulasi khusus dapat meningkatkan penetrasi obat ke

dalam kuku, yakni:

a. Amorolfin : merupakan derivat morfolin yang bersifat fungisidal. Bekerja

dengan cara menghambat biosintesis ergosterol jamur. Untuk infeksi jamur

pada tinea unguium digunakan amorolfin dalam bentuk cat kuku konsentrasi

5% untuk kuku jari tangan, dioleskan satu atau dua kali setiap minggu selama

6 bulan sedangkan untuk kuku kaki harus digunakan selama 9-12 bulan.1,5,6

b. Siklopiroks merupakan anti jamur sintetik hydroxypiridone, bersifat

fungisidal, sporosidal dan anti jamur ini mempunyai penetrasi yang baik pada

kulit dan kuku. Untuk pengobatan tinea unguium digunakan siklopiroks nail

lacquer 8%. Setelah dioleskan pada kuku yang sakit, larutan tersebut akan

mengering dalam waktu 30-45 detik, zat aktif akan segera dibebaskan dari

pembawa berdifusi menembus lapisan lempeng kuku hingga ke dasar kuku

dalam beberapa jam sampai kedalaman 0,4 mm dan hasil pengobatan akan

dicapai setelah 24-48 kali pemakaian. Diberikan 2 hari sekali selama bulan

pertama, setiap 3 hari sekali pada bulan kedua dan seminggu sekali pada bulan

19

Page 20: tinea unguium

ketiga hingga bulan keenam pengobatan. Dianjurkan pemakaian cat kuku

siklosporik tidak melebihi dari 6 bulan.1,5,6

Dibutuhkan ketekunan pasien karena umumnya masa pengobatan panjang.

Meskipun penggunaan obat topikal mempunyai keterbatasan, namun masih dapat

digunakan sebagai pengobatan tinea unguium karena tidak mempunyai risiko

sistemik, relatif lebih murah dan dapat digunakan sebagai kombinasi dengan oral

untuk memperpendek masa pengobatan, selain itu bentuk cat kuku juga mudah

digunakan.1,5,6

Obat Sistemik

Terapi anti jamur sistemik, meski dikaitkan dengan tingginya angka kejadian

dan peningkatan keparahan efek samping, namun tetap diperlukan untuk

pengobatan infeksi tertentu, termasuk tinea manus, kapitis dan unguium. Obat

antijamur baru memberikan lebih banyak pilihan untuk terapi sistemik.1

Obat sistemik yang dapat digunakan untuk pengobatan onikomikosis adalah

flukonazol, itrakonazol, dan terbinafin. Griseofulvin tidak lagi merupakan obat

pilihan untuk tinea unguium karena memerlukan waktu lama, sehingga

kemungkinan terjadi efek samping lebih besar, serta kurang efektif. Derivat azol

bersifat fungistatik tetapi mempunyai spektrum antijamur yang luas, sedangkan

terbinafin bersifat fungisidal tetapi efektivitas terutama pada dermatofita.1,5,6

- Itrakonazol 200 mg/hari selama 3-4 bulan, atau 400 mg per hari selama

seminggu tiap bulan selama 3-4 bulan, baik untuk penyebab dermatofita

maupun kandida. 1,5

- Terbinafin 250 mg/hari selama 3 bulan. Obat ini sangat efektif terhadap

dermatofit, tetapi kurang efektif terhadap Candida.1,5

- Dapat pula diberikan flukonazol 150-300 mg/hari.1,5

Terapi Bedah

Pengangkatan kuku dengan tindakan bedah skalpel selain menyebabkan nyeri

juga dapat memberikan gejala sisa distrofi kuku. Tindakan bedah dapat

dipertimbangkan bila kelainan hanya 1-2 kuku, bila terdapat kontraindikasi terhadap

20

Page 21: tinea unguium

obat sistemik, dan pada keadaan patogen resisten terhadap obat. Tindakan bedah tetap

harus dikombinasi dengan obat anti jamur topikal atau sistemik.1,5

I. PROGNOSIS

Kondisi ini sulit diobati, dibutuhkan pengobatan dalam waktu yang panjang.5

Tinea unguium tahap awal lebih mudah diobati pada orang muda, dan individu sehat

dibandingkan dengan individu yang sudah tua dengan kondisi kesehatan yang buruk.5

21

Page 22: tinea unguium

DAFTAR PUSTAKA

1. Garg A, Schieke SM. Superficial Fungal Infection. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill; 2012; p.3259-64.

2. Unandar Budimulja. Mikosis. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. Hal. 89-105

3. Moore Mk, Hay RJ. Anatomy and organization of human skin. In: Berth-jones J, editors. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed. Cambridge: Wiley-Balckwell: 2010; p.3.14-5.

4. Soepardiman L. Kelainan Kuku. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. Hal. 312-17

5. Tosti, Antonella. Onychomycosis. eMedicine Journal. http://emedicine.medscape.com/article/1105828. Tanggal akses: 12 Desember 2015.

6. Erwin BL, Styke LT, Kyle JA. Fungus of The Feet and Nails. eMedicine Journal. http://www.medscape.com/viewarticle/807034_3 . Tanggal akses: 12 Desember 2015.

22