26
Referat TINEA UNGUIUM Oleh Putri Dwi Kartini, S.Ked 04114708080 Dosen Pembimbing Dr. Fitriani, SpKK BAGIAN/DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Referat Putri Dwi Kartini Tinea Unguium

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tinea Unguium

Citation preview

Page 1: Referat Putri Dwi Kartini Tinea Unguium

Referat

TINEA UNGUIUM

Oleh

Putri Dwi Kartini, S.Ked

04114708080

Dosen Pembimbing

Dr. Fitriani, SpKK

BAGIAN/DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG

2013

Page 2: Referat Putri Dwi Kartini Tinea Unguium

HALAMAN PENGESAHAN

Referat dengan judul

TINEA UNGUIUM

oleh:

Putri Dwi Kartini, S.Ked

04114708080

telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik

Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Sriwijaya, Rumah

Sakit Umum Pusat Dr. Moh. Hoesin Palembang periode 15 Juli 2013 - 19 Agustus 2013.

Palembang, Agustus 2013

Dr. Fitriani, SpKK

2

Page 3: Referat Putri Dwi Kartini Tinea Unguium

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur bagi ALLAH, atas rahmat dan karunia-Nya jualah, akhirnya

referat yang berjudul “Tinea Unguium” ini dapat diselesaikan dengan baik. Referat ini

ditujukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian kepaniteraan klinik senior di bagian

Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RS Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya penulis sampaikan kepada dr. Fitriani,

SpKK selaku pembimbing dalam refrat ini yang telah memberikan bimbingan dan banyak

kemudahan dalam penyusunan refrat ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu saran

dan kritik yang membangun sangat diharapkan penulis demi kebaikan di masa yang akan

datang. Harapan penulis semoga referat ini bisa membawa manfaat bagi siapa saja yang

membacanya.

Palembang, Agustus 2013

Penulis

3

Page 4: Referat Putri Dwi Kartini Tinea Unguium

DAFTAR ISI

Halaman Judul..............................................................................................i

Halaman Pengesahan....................................................................................ii

Kata Pengantar.............................................................................................iii

Daftar Isi.......................................................................................................iv

PENDAHULUAN...................................................................................1

ETIOLOGI ..............................................................................................2

PATOGENESIS.......................................................................................2

GAMBARAN KLINIS............................................................................3

DIAGNOSIS BANDING.........................................................................5

DIAGNOSIS............................................................................................6

PEMERIKSAAN PENUNJANG............................................................6

PENATALAKSANAAN.........................................................................8

PROGNOSIS...........................................................................................10

KESIMPULAN........................................................................................10

Daftar Pustaka..............................................................................................11

4

Page 5: Referat Putri Dwi Kartini Tinea Unguium

TINEA UNGUIUM

Putri Dwi Kartini, S.Ked

Pembimbing : Dr. Fitriani, SpKK

Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

FK UNSRI/RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang

2013

PENDAHULUAN

Tinea unguium (dermatophytic onychomycosis) adalah infeksi jamur dermatofita pada

kuku.1,2 Sedangkan onikomikosis adalah infeksi pada kuku yang disebabkan oleh jamur

dermatofita, jamur non-dermatofita atau yeast.1,2,3

Dermatofita dibagi menjadi 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton dan

Epidermophyton. Golongan jamur ini mempunyai kemampuan mencerna keratin. Patogen lain

golongan non-dermatofita yang menyebabkan tinea unguium adalah S. Dinidiatum, S.

Hyalinum dan kadang-kadang Candida spp.1,2

Tinea unguium terjadi di seluruh belahan dunia. Dapat terjadi baik pada anak-anak

maupun dewasa.1 Prevalensi tinea unguium meningkat sesuai dengan pertambahan usia.

Sekitar 1% pada individu <18 tahun dan hampir 50% pada usia >70 tahun.4 Dari 1305 anak

yang berusia 3-15 tahun di 17 sekolah di Barcelona tahun 2003-2004 didapatkan bahwa

prevalensi dermatofita di kaki (tinea pedis) 2,5%, dermatofita di kepala (tinea kapitis) 0,23%

dan di kuku (tinea unguium) 0,15%.5 The Achilles project memperkirakan prevalensi tinea

unguium di Eropa sekitar 27% dan di Amerika Utara sebesar 13,8%. Peningkatan prevalensi

ini dikarenakan peningkatan status imunosupresi seseorang, sepatu yang terlalu sempit, dan

peningkatan penggunaan locker room bersama.2 Tinea unguium lebih banyak terjadi pada

laki-laki dan biasanya dikaitkan dengan tinea pedis.1-4

Tinjauan pustaka ini akan membahas tinea unguium terutama, etiologi, patogenesis,

manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan tinea unguium. Dengan

memahami karakteristik penyakit ini, diharapkan kita dapat mendiagnosis dan menatalaksana

pasien dengan tinea unguium dengan tepat.

ETIOLOGI

5

Page 6: Referat Putri Dwi Kartini Tinea Unguium

lempengkuku

Lipatan kuku proximal lunula

Dermatofita merupakan penyebab terbanyak terjadinya onikomikosis. Yaitu sekitar

80-90%. Semua jenis dermatofita dapat menyebabkan tinea unguium, penyebab terbanyak

adalah Trichophyton rubrum (71%) dan Trichophyton mentagrophytes (20%). Penyebab lain

diantaranya E. Floccosum, T, violaaceum, T. Schoenleinii, T. Verrrucosum.2

PATOGENESIS

Sebelum memahami patogenesis terjadinya tinea unguium maka diperlukan

pemahaman mengenai fungsi dan anatomi kuku. Fungsi utama dari kuku adalah untuk

memberikan perlindungan ke ujung digiti, meningkatkan diskriminasi sensorik, dan dalam

beberapa individu, berfungsi sebagai aksesori kosmetik.

Gambar 1. Anatomi dan struktur kuku.6

Kuku merupakan struktur unit yang tiap komponennya bergabung dan disebut sebagai

unit kuku. Unit kuku terdiri dari lempeng kuku (nail plate) dan empat struktur epitel: lipatan

kuku proksimal (proximal nail fold), matriks, dasar kuku (nail bed) dan hiponikium. (Gambar

1). Lempeng kuku berbentuk persegi panjang, tembus pandang relatif tidak fleksibel,

mengandung kalsium, fosfat, besi, seng, mangan dan tembaga, juga sulfur dalam matriks

6

dasarkuku

kutikula

dasarkuku

lempengkuku

kutikula

matriks

hiponikium

lipatan dorsum proksimal kuku

lipatan ventral proksimal kuku

bagian lipatan proksimal kuku

tautan onikodermal

lekukan distal

phalanges distal

Page 7: Referat Putri Dwi Kartini Tinea Unguium

kuku yang bertanggung jawab untuk kualitas fisik kuku. Lempeng kuku muncul dari bawah

lipatan kuku proksimal dan berbatasan di kedua sisi dengan lipatan kuku lateralis. Di bagian

proksimal terdapat lingkaran putih yang disebut lunula. Permukaan dorsal unit kuku tampak

berwarna merah muda karena peningkatan pembuluh darah dari dasar kuku (nail bed). Daerah

antara permukaan dorsal dan ventral terdapat kutikula (eponychium) yang melindungi matriks

dari kerusakan.6

Pada tinea unguium invasi terjadi pada kuku yang sehat. Jamur dapat masuk melalui

tiga cara yaitu dari manusia ke manusia (antrofopilik), dari hewan ke manusia (zoofilik) dan

dari tanah ke manusia (geofilik). Dermatofita, tidak seperti kebanyakan jamur lain,

menghasilkan keratinases (enzim yang memecah keratin), yang memungkinkan untuk invasi

jamur ke dalam jaringan keratin. Dinding sel dermatofit juga mengandung mannans (sejenis

polisakarida) yang dapat menghambat respon kekebalan tubuh. Trichophyton rubrum khususnya

mengandung mannans yang dapat mengurangi proliferasi keratinosit. Terdapat beberapa

predisposisi yang memudahkan terjadinya tinea unguium yang mungkin sama dengan

penyakit jamur superfisial lainnya seperti kelembaban, trauma berulang pada kuku, penurunan

imunitas serta gaya hidup seperti penggunaan kaos kaki dan sepatu tertutup terus-menerus,

olahraga berlebihan dan juga penggunaan tempat mandi umum. Invasi kuku oleh jamur juga

akan meningkat pada pasien dengan defek pada suplai vaskularisai seperti akibat pertambahan

usia, insufisiensi vena, penyakit arteri perifer, serta pasien imunokompromise.1

Jamur menyerang kuku melalui berbagai area sesuai dengan bagian kuku yang

pertama diinfeksinya. Invasi jamur ke kuku biasanya di mulai dari lipatan kuku lateral atau

ujung kuku, hal ini akan memberikan gambaran klinis berbeda sesuai dengan klasifikasi

berdasarkan bagian kuku yang terkena. Selanjutnya dapat terjadi onikomikosis sekunder

dimana infeksi terjadi setelah jaringan di sekitar kuku sudah terinfeksi seperti pada psoriasis

atau trauma pada kuku. tinea unguium pada kuku jari kaki biasanya terjadi setelah tinea pedis,

pada kuku jari tangan dikaitkan dengan tinea manus, tinea corporis dan tinea kapitis.4

GAMBARAN KLINIS

Kuku jari kaki lebih sering terinfeksi dibandingkan kuku jari tangan.1 Sekitar 80% tinea

unguium terjadi pada kaki. Gambaran klinis tinea unguium berdasarkan klasifikasinya, yaitu:

1. Onikomikosis Distal Subungual (ODS)

7

Page 8: Referat Putri Dwi Kartini Tinea Unguium

Onikomikosis Distal Subungual (ODS) merupakan pola tinea unguium yang paling sering

terjadi. Infeksi dimulai dari stratum korneum daerah hiponokium atau lipatan kuku,

kemudian masuk ke subungual. Onikomikosis Distal Subungual (ODS) sering dikaitkan

dengan tinea pedis. Biasanya disebabkan oleh T. rubrum.3,4

Gambar 2. Onikomikosis

Subungual Distal (OSD)4

2. Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP)

Jamur masuk melalui kutikula lipatan kuku posterior kemudian berpindah sepanjang

lipatan kuku proksimal menginvasi matrik kuku. Pada tipe ini, paling sering disebabkan

oleh T. rubrum. Tipe ini selalu dikaitkan dengan keadaan immunocompromised. Banyak

ditemukan pada pasien HIV. Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP) dapat mengenai

satu atau dua kuku. Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah bintik putih di bawah

lipatan kuku proksimal. 3,4

Gambar 3. Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP)4

8

Page 9: Referat Putri Dwi Kartini Tinea Unguium

3. Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT)

Pada tipe ini, jamur menginvasi permukaan dorsal kuku. Penyebab terbanyak adalah T.

mentagrophytes atau T. rubrum (pada anak-anak). Penyebab yang jarang Acremonium,

Fusarium, dan Aspergillus terreus. Permukaan lempeng kuku yang terinvasi oleh jamur

menunjukkan gambaran putih, seperti tepung/ serbuk kapur (chalky white) dan kadang

mudah retak. 3,4

Gambar 3. Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT)4

DIAGNOSIS BANDING

Sangat penting untuk membedakan tinea unguium dengan berbagai penyakit lain yang

memberikan gambaran klinis yang hampir sama, yaitu kuku psoriasis, ekzema dan dermatitis

kontak, liken planus, serta pakionikia kongenital. 3,4

Pada psoriasis, selain kuku pada umumnya kelainan juga ditemukan pada bagian kulit

lain. Meski demikian dapat terjadi kelainan psoriasis yang hanya mengenai kuku. Psoriasis

kuku memberikan gambaran mirip Onikomikosis Subungual Distal (OSD). Pada kuku

psoriasis sering ditemukan pitting nail dan tanda onikolisis berupa “oil spot” dan “salmon

patch” yaitu warna kuning-kemerahan, translusen di bawah lempeng kuku dan sering meluas

ke hiponikium. Gambaran ini tidak ditemukan pada tinea unguium.3,4

Pada ekzema dan dermatitis kontak, kelainan biasanya terdapat pada lipatan kuku

posterior. Pada dermatitis kelainan pada ujung jari kadang disertai onikolisis.3 Pada liken

planus dapat ditemukan papul merah ungu yang dapat dilihat di bawah lempeng kuku dan

manifestasi lanjut berupa pterigium. Pakionikia kongenital memberikan gambaran bagian

proksimal lempeng kuku tampak licin, mengkilat dan melekat pada dasar. Bagian distal

terdorong ke atas oleh akumulasi bahan keratin di bawahnya sehingga bagian lempeng kuku

bebas menghadap ke atas.3

DIAGNOSIS

9

Page 10: Referat Putri Dwi Kartini Tinea Unguium

Anamnesis dan gambaran klinis saja pada umumnya sulit untuk memastikan diagnosis

terutama pada tinea unguium yang merupakan kelainan sekunder pada kelainan kuku yang

telah ada sebelumnya. Gambaran klinis harus dikonfirmasi dengan ditemukannya elemen

jamur pada pemeriksaan mikroskopik langsung dengan preparat KOH, pemeriksaan

histopatologi dari clipping nail atau dengan biakan jamur. Mengingat banyaknya diagnosis

banding secara klinis, maka dapat digunakan pendekatan diagnosis pada kuku yang distrofi.1

Bagan 1. Pendekatan diagnosis pada kuku distrofi.1

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan adalah pemeriksaan mikroskopik

langsung yang diikuti biakan untuk identifikasi spesies penyebab.

10

Singkirkan penyebab non-jamur Penyakit kulit yang bermanifestasi pada kuku atau penyakit

sistemik (contoh; psoriasis, lichen planus, dermatitis) Faktor dari luar (contoh: trauma, kontak iritan) Genodermatosis (contoh: pachyonychia congenital, Darier

disease)

Pemeriksaan mikroskopik dengan preparat KOH/Calcoflour, pemeriksaan dengan

kerokan kuku dan debris subungualAtau

PAS ( Periodic Acid Schiff Stain)

Biakan dan mulai pengobatan untuk tinea unguium Biakan

Terapi tinea unguium

Ulangi

+ -

Page 11: Referat Putri Dwi Kartini Tinea Unguium

Pemeriksaan mikroskopik langsung

Pemeriksan langsung dapat dilakukan dengan sediaan KOH 20-30% dalam air atau

dalam dimetil sulfoksida (DMSO) 40% untuk mempermudah lisis keratin. Zat warna

tambahan misalnya tinta parker blue-black, atau pewarnaan PAS akan mempermudah

visualisasi jamur. Penambahan zat warna chorazol black E atau calcofluor white pada KOH

bersifat spesifik untuk elemen jamur karena hanya terikat pada khitin yang merupakan

dinding jamur, tetapi tidak pada keratin atau benang dan artefak lain. Namun untuk calcoflour

white dibutuhkan mikroskop fluoresen untuk memeriksannya.4,7

Selain memastikan hasil positif atau negatif, perlu dicari bentuk tipikal atau atipikal

elemen jamur, misalnya hifa dermatofita tidak berwarna (hialin), hifa Scytalidium panjang

dan berkelok-kelok serta jamur dematiaceae berwarna hitam.7

Pada pemeriksaan mikroskopik terkadang sulit untuk mengidentifikasi jenis jamur

spesifik tetapi pada kebanyakan kasus yeast dapat dibedakan dengan dermatofita secara

morfologi. Pemeriksaan secara mikroskopik merupakan pemeriksaan yang paling sederhana

dan cepat.4

Pemeriksaan Biakan

Pemeriksaan dengan biakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung

sediaan basah untuk menentukan spesies jamur. Pada biakan jamur pemisahan jamur akan

lebih baik jika menggunakan antibiotik untuk mencegah kontaminasi bakteri. Penghancuran

spesimen kuku harus dilakukan sebelum inokulasi pada media. Sampel yang diambil dari

kuku yang terinfeksi disuntikkan ke media agar Sabouraud dengan atau tanpa cycloheximide.

Biakan jamur menggunakan media agar Sabouroud dengan chloramphenicol dan

cycloheximide memiliki sensitivitas 32%. Untuk melihat hasil biakan jamur ini dibutuhkan

waktu beberapa hari sampai dengan satu minggu.6,7

Pemeriksaan Histopatologi

Bila secara klinis kecurigaan tinea unguium besar namun hasil sediaan mikroskopik

langsung maupun biakan negatif, pemeriksaan histopatologi dapat membantu. Dapat

dilakukan biopsi kuku atau cukup dengan nail clippings pada Onikomikosis Subungual Distal

(ODS). Periodic Acid Schiff (PAS) digunakan untuk mencari elemen jamur pada kuku.

Pemeriksaan ini dapat sekaligus membantu memastikan bahwa jamur terdapat dalam lempeng

11

Page 12: Referat Putri Dwi Kartini Tinea Unguium

kuku dan bukan komensal atau kontaminan di luar lempeng kuku. Teknik ini merupakan

teknik yang paling dapat dipercaya untuk membangun diagnosis tinea unguium. Pada

beberapa penelitian sensitivitas PAS adalah 41-93%.4,7

PENATALAKSANAAN

Seperti penatalaksanaan penyakit jamur superfisial lainnya, maka prinsip

penatalaksanaan tinea unguium menghilangkan faktor predisposisi yang memudahkan

terjadinya penyakit, serta terapi dengan obat anti jamur yang sesuai dengan penyebab dan

keadaan patologi kuku. Perlu ditelusuri pula sumber penularan.7

Pengobatan pada tinea unguium yaitu dengan pemberian obat anti jamur baik secara

topikal maupun sistemik. Pengobatan topikal yaitu dengan menggunakan siklopiroks dan

amprolfin. Sedangkan pengobatan sistemik digunakan anti jamur golongan alilamin seperti

terbinafin dan golongan azol seperti flukonazol dan itrakonazoltinea unguium ada dua cara

yaitu secara sistemik dengan menggunakan obat.4

Obat topikal

Obat topikal berbentuk krim dan solusio, namun sulit untuk penetrasi ke dalam kuku

sehingga kurang efektif untuk pengobatan tinea unguium, namun masih dapat digunakan

untuk superfisial Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT). Obat topikal dengan formulasi

khusus dapat meningkatkan penetrasi obat ke dalam kuku, yakni:

a. Amorolfin : merupakan derivat morfolin yang bersifat fungisidal. Bekerja dengan cara

menghambat biosintesis ergosterol jamur. Untuk infeksi jamur pada tinea unguium

digunakan amorolfin dalam bentuk cat kuku konsentrasi 5% untuk kuku jari tangan,

dioleskan satu atau dua kali setiap minggu selama 6 bulan sedangkan untuk kuku kaki

harus digunakan selama 9-12 bulan.4

b. Siklopiroks merupakan anti jamur sintetik hydroxypiridone, bersifat fungisidal,

sporosidal dan anti jamur ini mempunyai penetrasi yang baik pada kulit dan kuku.

Untuk pengobatan tinea unguium digunakan siklopiroks nail lacquer 8%. Setelah

dioleskan pada kuku yang sakit, larutan tersebut akan mengering dalam waktu 30-45

detik, zat aktif akan segera dibebaskan dari pembawa berdifusi menembus lapisan

lempeng kuku hingga ke dasar kuku dalam beberapa jam sampai kedalaman 0,4 mm

dan hasil pengobatan akan dicapai setelah 24-48 kali pemakaian. Diberikan 2 hari

sekali selama bulan pertama, setiap 3 hari sekali pada bulan kedua dan seminggu

12

Page 13: Referat Putri Dwi Kartini Tinea Unguium

sekali pada bulan ketiga hingga bulan keenam pengobatan. Dianjurkan pemakaian cat

kuku siklosporik tidak melebihi dari 6 bulan.4

Dibutuhkan ketekunan pasien karena umumnya masa pengobatan panjang. Meskipun

penggunaan obat topikal mempunyai keterbatasan, namun masih dapat digunakan sebagai

pengobatan tinea unguium karena tidak mempunyai risiko sistemik, relatif lebih murah

dan dapat digunakan sebagai kombinasi dengan oral untuk memperpendek masa

pengobatan, selain itu bentuk cat kuku juga mudah digunakan.7

Obat Sistemik

Terapi anti jamur sistemik, meski dikaitkan dengan tingginya angka kejadian dan

peningkatan keparahan efek samping, namun tetap diperlukan untuk pengobatan infeksi

tertentu, termasuk tinea manus, kapitis dan unguium. Obat antijamur baru memberikan

lebih banyak pilihan untuk terapi sistemik.1

Table 1. Obat yang dianjurkan pada tinea unguium.1

Flukonazol Griseofulvin Itrakonazol Terbinafin

Kuku tangan dan kuku kaki

Dosis

Dewasa

150–200

mg/minggu × 9

bulan

1–2 g/hari

hingga kuku

normal

200 mg/hari × 12 minggu

Atau

200 mg × 1 minggu/bulan

selama 3–4 bulan

250 mg/hari × 12

minggu

Hanya kuku tangan

150–200

mg/minggu × 6

bulan

1–2 g/day

hingga kuku

normal

200 mg/hari × 6 minggu

Atau

200 mg × 1 bulan selama 2

bulan

250 mg/hari × 6

minggu

Dosis

anak-

anak

6 mg/kg/ minggu

× 12–16 minggu

(kuku tangan) or

18–26 minggu

(kuku kaki)

20 mg/kg/hari

hingga kuku

normal

5 mg/k/hari (<20 kg),

100 mg/hari (20–40 kg), 200

mg/hari (40–50 kg)

Atau

200 mg (>50 kg) × 1

minggu/bulan for 2 (kuku

tangan) atau 3 (kuku kaki)

bulan

62.5 mg/hari (<20 kg)

125 mg/hari (20–40 kg)

or

250 mg/hari (>40 kg) ×

6 minggu (kuku tangan)

or 12 minggu (kuku

kaki)

Obat sistemik yang dapat digunakan untuk pengobatan tinea unguium yaitu derivat azol

dan derivat alilamin. Derivat azol bersifat fungistatik tetapi mempunyai spektrum anti

13

Page 14: Referat Putri Dwi Kartini Tinea Unguium

jamur luas dan derivat alilamin bersifat fungisidal namun efektif terutama terhadap

dermatofita.4

Terapi Bedah

Pengangkatan kuku dengan tindakan bedah skalpel selain menyebabkan nyeri juga

dapat memberikan gejala sisa distrofi kuku. Tindakan bedah dapat dipertimbangkan bila

kelainan hanya 1-2 kuku, bila terdapat kontraindikasi terhadap obat sistemik, dan pada

keadaan patogen resisten terhadap obat. Tindakan bedah tetap harus dikombinasi dengan obat

anti jamur topikal atau sistemik.7

PROGNOSIS

Kondisi ini sulit diobati, dibutuhkan pengobatan dalam waktu yang panjang.3 Tinea

unguium tahap awal lebih mudah diobati pada orang muda, dan individu sehat dibandingkan

dengan individu yang sudah tua dengan kondisi kesehatan yang buruk.4

KESIMPULAN

Tinea unguium (dermatophytic onychomicosis) adalah infeksi jamur dermatofita pada

kuku. Prevalensi tinea meningkat sesuai dengan pertambahan usia, lebih banyak terjadi pada

laki-laki daripada wanita. Patogen penyebab terbanyak adalah T. rubrum dan T.

mentagrophytes. Ada 3 jenis onikomikosis yaitu Onikomikosis Subungual Distal (OSD),

Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP), dan Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT).

Jenis yang paling sering adalah Onikomikosis Subungual Distal (OSD). Diagnosis

berdasarkan gambaran klinis yang harus dikonfirmasi dengan ditemukannya elemen jamur

pada pemeriksaan mikroskopik langsung dengan preparat KOH, pemeriksaan histopatologi

PAS (Periodic Acid Schiff Stain) atau dengan biakan jamur. Penatalaksanaan pada tinea

unguium terdiri dari penatalaksanaan umum dan khusus. Penatalaksanaan umum yaitu

memberikan informasi dan edukasi mengenai tinea unguium kepada pasien. Penatalaksanaan

khusus terdiri dari pengobatan topikal dan sistemik. Penatalaksanaan dengan topikal yaitu

dengan menggunakan siklopirok dan amorolfin, sedangkan penatalaksanaan dengan sistemik

digunakan anti jamur golongan alilamin seperti terbinafin dan golongan azol seperti

flukonazol dan itakonazol. Tinea unguium sulit untuk diobati. Pengobatan tahap awal lebih

14

Page 15: Referat Putri Dwi Kartini Tinea Unguium

mudah diobati pada orang muda dan individu sehat dibandingkan individu yang sudah tua

dengan kondisi kesehatan yang buruk.

DAFTAR PUSTAKA

15

Page 16: Referat Putri Dwi Kartini Tinea Unguium

1. Elewski BE, Hughey LC, Sobera JO, Hay R. Fungal disease. In: Bolognia J L, Lorizzo J L, Rapini RP, editors. Dermatology. 2nd ed. New York: Mosby Elsevier; 2008; p. 1265-70.

2. Verma S, Haffernan MP. Fungal disease. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7 th ed. New York: McGraw-Hill; 2008; p.1817-18.

3. James D, Berger G, Elston M. Diseases resulting from fungi and yeast. Andrew’s Disease of The Skin Clinical Dermatology, 10th edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008; p.305-7.

4. Wolff KL. Johnson RA. Disorder of The Nail Apparatus. In: Fitzpatrick’s Color Atlas & Sinopsis Of Clinical Dermatology, 5th ed. New York: The McGraw-Hill companies; 2007. p.1016-21.

5. Perez M, Torres JM, Martinez A, Segura S, Grira G, Trivino L, ED et al. Prevalence of tinea pedis, tinea unguium of toenails and tinea capitis in school children from Barcelona. Revista Iberoamericana de Micologı´a, 2009;26(1): p.228-32.

6. Moore Mk, Hay RJ. Anatomy and organization of human skin. In: Berth-jones J, editors. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed. Cambridge: Wiley-Balckwell: 2010; p.3.14-5.

7. Budi IP. Onikomikosis. Medan: Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Universitas Sumatera Utara. 2008; hal.9-12.

DISKUSI

16

Page 17: Referat Putri Dwi Kartini Tinea Unguium

1. Apa indikasi terapi bedah pada tinea unguium?

Jawaban:

Pengangkatan kuku dengan tindakan bedah skalpel selain menyebabkan nyeri juga

dapat memberikan gejala sisa distrofi kuku. Tindakan bedah dapat dipertimbangkan bila

kelainan hanya 1-2 kuku, bila terdapat kontraindikasi terhadap obat sistemik, dan pada

keadaan patogen resisten terhadap obat. Tindakan bedah tetap harus dikombinasi dengan

obat anti jamur topikal atau sistemik.

2. Apakah ada perbedaan terapi pada ketiga jenis tinea unguium yang diklasifikasikan

berdasarkan gambaran klinis? Jika iya, apa perbedaannya?

Jawaban:

Tidak ada perbedaan. Klasifikasi tersebut hanya membedakan tinea unguium

berdasarkan gambaran klinis dan tidak ada perbedaan dalam pemberian terapi.

3. Obat sistemik derivat alilamin apa yang menjadi pilihan pertama untuk pengobatan tinea

unguium?

Jawaban:

Pilihan pertama derivat alilamin yang digunakan untuk pengobatan tinea unguium

adalah terbiafin.

Terbinafin merupakan antijamur golongan alilamin yang dapat diberikan secara oral.

Terbinafin bekerja menghambat sintesis ergosterol (merupakan komponen sterol yang

utama yang membrane plasma sel jamur), dengan cara menghambat kerja squalene

epoxidase ( merupakan suatu enzim yang berfungsi sebagai katalis untuk mengubah

squalene 2,3 epoxide). Terbinafin merupakan antijamur yang berspektrum luas. Sangat

efektif terhadap dermatofita yang bersifat fungsidal.

Terbinafin diabsorbsi dengan baik jika diberikan dengan cara oral yaitu >70% dan

akan tercapai konsentrasi puncak dari serum 0,8-1,5 mg/L setelah pemberian 2 jam

dengan 250 mg dosis tunggal. Pemberian bersama makanan tidak mempengaruhi absorbsi

obat. Oral terbinafin efektif untuk pengobatan dermatofitosis pada kulit dan kuku. Dosis

terbinafin oral untuk dewasa yaitu 250 mg/hari tetapi pada pasien dengan gangguan hepar

atau fungsi ginjal (kreatinin clearance <50 ml/menit atau konsentrasi kreatinin >300

17

Page 18: Referat Putri Dwi Kartini Tinea Unguium

μmol/ml) dosis harus diberikan setengah dari dosis di atas. Untuk kuku jari tangan

diberikan selama 6 minggu dan untuk kuku jari kaki selama 12-16 minggu.

Efek samping pada gastrointestinal seperti diare, dispepsia, sering dijumpai.

Terbinafin tidak direkomendasikan untuk pasien dengan penyakit hepar yang kronik.

Terbinafin tidak mempunyai efek clearance terhadap obat lain yang metabolismenya

melalui hepatik sitokrom P-450. Namun konsentrasi darah akan menurun jika terbinafin

diberikan bersama rifampisin dan level darah pada terbinafin dapat meningkat jika

pemberiaannya bersama cimetidin yang merupakan P-450 inhibitor.

18