20
halaman 1 STANDARD PELAYANAN MINIMUM ANGKUTAN UMUM DAFTAR ISI 1. Standard Pelayanan Minimum Angkutan Umum . …………………………………………………………... 1.1 Standard Pelayanan Minimum.....……………………………………………………………………………………… 1.2 SPM dalam UU 22/2009 dan Draft RPP …………………….………………………………….…………………… 1.3 SPM Pelayanan Angkutan Umum dan Sistem Transit ........................................................... 1.4 Keselamatan, Kelancaran, Kehandalan, Kenyamanan, Keterjangkauan dan Kesetaraan………………………………………………………….…............................................................. 2. Konsep Standard Pelayanan Minimum Angkutan Umum . ………………………………………………. 2.1 Studi Standard Pelayanan Minimal BSTP.…………………………………………………………………………… 2.2 Pedoman SPM BRT- Trans Jakarta ……………………………………………………................................ 2.3 SPM Angkutan Umum di Tbilisi City …………………………………………………….............................. 2.4 SPM PPIAF World Bank ……………………………………………………............................................... 2.5 Maretope ..………………………………………………………………………………………………………………………… 3. Indikator SPM...……………………………………………………………………………………………………............. 3.1 SPM Pelayanan Penumpang....................…………………………………………………………………………… 3.2 SPM Operator……………………………………………………............................................................. 3.3 SPM Regulator ………………………………………………………………………………………………………..........4. SPM Sistem Transit...………………………………...........…………………………………………………………….. 4.1 Kinerja Sistem Transit pada Kota-kota SUTIP ……………………………………………………................ 4.2 Kinerja Angkutan Umum Kota Lain di Luar Negeri . …………………………………….......……………… 4.3 Rekomendasi SPM Sistem Transit ……………………………………………………................................

SPM Angkutan Umum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

STTD

Citation preview

Page 1: SPM Angkutan Umum

halaman 1

STANDARD PELAYANAN MINIMUM

ANGKUTAN UMUM

DAFTAR ISI

1. Standard Pelayanan Minimum Angkutan Umum .…………………………………………………………...

1.1 Standard Pelayanan Minimum.....………………………………………………………………………………………

1.2 SPM dalam UU 22/2009 dan Draft RPP …………………….………………………………….……………………

1.3 SPM Pelayanan Angkutan Umum dan Sistem Transit ...........................................................

1.4 Keselamatan, Kelancaran, Kehandalan, Kenyamanan, Keterjangkauan dan

Kesetaraan………………………………………………………….….............................................................

2. Konsep Standard Pelayanan Minimum Angkutan Umum .……………………………………………….

2.1 Studi Standard Pelayanan Minimal BSTP.……………………………………………………………………………

2.2 Pedoman SPM BRT- Trans Jakarta ……………………………………………………................................

2.3 SPM Angkutan Umum di Tbilisi City ……………………………………………………..............................

2.4 SPM PPIAF World Bank ……………………………………………………...............................................

2.5 Maretope ..…………………………………………………………………………………………………………………………

3. Indikator SPM...…………………………………………………………………………………………………….............

3.1 SPM Pelayanan Penumpang....................……………………………………………………………………………

3.2 SPM Operator…………………………………………………….............................................................

3.3 SPM Regulator ………………………………………………………………………………………………………..........…

4. SPM Sistem Transit...………………………………...........……………………………………………………………..

4.1 Kinerja Sistem Transit pada Kota-kota SUTIP ……………………………………………………................

4.2 Kinerja Angkutan Umum Kota Lain di Luar Negeri . …………………………………….......………………

4.3 Rekomendasi SPM Sistem Transit ……………………………………………………................................

Page 2: SPM Angkutan Umum

halaman 2

1. Standard Pelayanan Minimum Angkutan Umum Perkotaan

1.1 Standard Pelayanan Minimum Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. SPM disusun sebagai alat Pemerintah dan Pemerintahan Daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib. Ada 7 hal yang diatur oleh Peraturan Pemerintah nomor 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal mengatur bahwa penerapan SPM hendaknya (1) sederhana, (2) konkrit, (3) mudah diukur, (4) terbuka, (5) terjangkau (6) dapat dipertanggungjawabkan serta (7) mempunyai batas waktu pencapaian. Selain itu SPM disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas dan kemampuan keuangan nasional dan daerah serta kemampuan kelembagaan dan personil daerah dalam bidang yang bersangkutan. Definisi:

Sederhana: mudah dimengerti oleh semua pihak meliputi pengguna, operator dan petugas di lapangan dari berbagai latar belakang pendidikan.

Konkrit: aspek sarana, prasarana dan operasional disediakan secara lengkap, jelas dan tidak terpisah-pisah.

Mudah diukur: memiliki tolok ukur dalam sistem besaran jarak, waktu, massa, jumlah, suhu.

Terbuka: dapat menerima masukan berupa kritik dan saran dari berbagai pihak.

Terjangkau: dapat dilaksanakan oleh operator dan sesuai dengan kemampuan daya beli masyarakat.

Dapat dipertanggungjawabkan: dapat diuji oleh berbagai kalangan, seperti LSM, tokoh masyarakat dan akademisi.

Mempunyai batas waktu: ada batasan waktu pencapaian bagi SPM yang ditetapkan, dan dapat ditinjau kembali apabila target waktu tersebut telah selesai atau kinerjanya telah tercapai.

Penyusunan SPM Angkutan Umum menurut PP 65/2005 harus mengandung unsur-unsur (a) jenis pelayanan dasar, (b) indikator SPM, dan (c) batas waktu pencapaian SPM.

Pelayanan Dasar untuk angkutan umum perkotaan adalah pelayanan angkutan umum perkotaan yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan yang memperhatikan aspek keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan dan keteraturan.

Indikator SPM untuk angkutan umum perkotaan adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM tertentu, berupa masukan, proses, hasil dan/atau manfaat pelayanan.

Page 3: SPM Angkutan Umum

halaman 3

Batas Waktu Pencapaian SPM untuk angkutan umum perkotaan adalah batasan waktu pencapaian bagi SPM yang ditetapkan, dan dapat ditinjau kembali apabila target waktu tersebut telah selesai atau kinerjanya telah tercapai.

1.2 Standard Pelayanan Minimal dalam UU 22/2009 dan Draft RPP

1.2.1 UU 22/2009 Undang-undang 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan memuat hal-hal berkaitan dengan SPM, antara lain tentang:

kewajiban bagi perusahaan untuk memenuhi SPM (pasal 141 ayat 1)

SPM diberikan sesuai dengan tingkat pelayanan (pasal 141 ayat 2)

penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek wajib memenuhi SPM (pasal 177)

tarif penumpang ditetapkan berdasarkan, salah satunya, pemenuhan atas SPM (pasal 183 ayat 1)

jasa angkutan umum harus memenuhi SPM (pasal 198 ayat 1)

persaingan dan pelayanan harus sesuai dengan SPM (pasal 198 ayat 2)

implementasi SPM perlu dipantau dan dikendalikan (Pasal 198 ayat 2)

penyelenggara terminal wajib memenuhi SPM (Pasal 41 ayat 1).

Pasal 141 (1) Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi: a. keamanan; b. keselamatan; c. kenyamanan; d. keterjangkauan; e. kesetaraan; dan f. keteraturan. (2) Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan jenis

pelayanan yang diberikan.

Pasal 177 Pemegang izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek wajib: a. melaksanakan ketentuan yang ditetapkan dalam izin yang diberikan; dan b. mengoperasikan Kendaraan Bermotor Umum sesuai dengan standar pelayanan minimal

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1).

Pasal 183 (1) Tarif Penumpang untuk angkutan orang tidak dalam trayek dengan menggunakan taksi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 151 huruf a ditetapkan oleh Perusahaan Angkutan Umum atas persetujuan Pemerintah sesuai dengan kewenangan masing-masing berdasarkan standar pelayanan minimal yang ditetapkan.

Pasal 198

(1) Jasa angkutan umum harus dikembangkan menjadi industri jasa yang memenuhi standar pelayanan dan mendorong persaingan yang sehat.

(2) Untuk mewujudkan standar pelayanan dan persaingan yang sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah harus:

a. menetapkan segmentasi dan klasifikasi pasar; b. menetapkan standar pelayanan minimal; c. menetapkan kriteria persaingan yang sehat; d. mendorong terciptanya pasar; dan e. mengendalikan dan mengawasi pengembangan industri jasa angkutan umum.

Pasal 41

Page 4: SPM Angkutan Umum

halaman 4

1) Setiap penyelenggara Terminal wajib memberikan pelayanan jasa Terminal sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan.

Gambar 1. SPM dalam Konteks Perundangan 1.2.2 Draft Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) Draft Rencana Peraturan Pemerintah tentang Angkutan memuat hal-hal berkaitan dengan SPM, antara lain tentang:

Indikator SPM meliputi keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan dan keteraturan (pasal 17).

Ketentuan tentang batasan indikator SPM (Pasal 18)

Amanah kepada Menteri untuk menyusun SPM bagi angkutan umum (pasal 19).

Pasal 17

Perusahaan angkutan umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi : a. keamanan; b. keselamatan; b. kenyamanan; d. keterjangkauan; e. kesetaraan; dan f. keteraturan.

Pasal 18

(1) Standar pelayanan minimal untuk keamanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 huruf a adalah standar minimal untuk menjamin terbebasnya setiap orang dari gangguan perbuatan melawan hukum, dan/atau rasa takut dalam menggunakan angkutan umum.

UU 22/2009Psl. 141 (1)

KEAMANAN

KESELAMATAN

KENYAMANAN

KETERJANGKA

UAN

KESETARAAN

KETERATURAN

sasaran

Psl. 158 (1)

PEMERINTAH

MENJAMIN

KETERSEDIAAN

ANGKUTAN MASSAL

Psl. 141 (2)

SPM DITETAPKAN

BERDASARKAN

JENIS PELAYANAN

KELAS

EKONOMI

KELAS NON

EKONOMI

tanggung jawablingkup

KONVENSIONAL:BUS BESAR

BUS SEDANGBUS KECIL

NON

KONVENSIONAL:BRT

SISTEM TRANSIT

S

KD

687/

02

Psl. 198 (2)

PEMERINTAH

MENGENDALIKAN

DAN MENGAWASI

SPM

Page 5: SPM Angkutan Umum

halaman 5

(2) Standar pelayanan minimal untuk keselamatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 huruf b adalah standar minimal untuk menjamin terhindarnya setiap orang yang menggunakan angkutan umum dari risiko kecelakaan yang disebabkan oleh faktor manusia, dan faktor kendaraan.

(3) Standar pelayanan minimal untuk kenyamanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 huruf c adalah standar minimal untuk menjamin dimana pengguna angkutan umum merasakan kondisi yang tidak berdesakan, kebersihan, keindahan dan suhu udara yang optimal.

(4) Standar pelayanan untuk keterjangkauan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 huruf d adalah

standar minimal untuk memenuhi kebutuhan terhindarnya pengguna dari kesulitan mendapatkan akses angkutan umum.

(5) Standar pelayanan untuk kesetaraan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 huruf e adalah standar minimal untuk menjamin tersedianya sarana fasilitas bagi penyandang cacat, wanita hamil, orang lanjut usia, anak-anak, wanita dan orang sakit.

(6) Standar pelayanan untuk keteraturan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 huruf f adalah standar minimal untuk menjamin ketepatan waktu pemberangkatan dan kedatangan serta tersedianya fasilitas informasi perjalanan yang terbarukan untuk penumpang angkutan umum.

Pasal 19

Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal diatur dengan peraturan menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan.

1.3 SPM Pelayanan Angkutan Umum dan Sistem Transit

1.3.1 Arti Penting SPM bagi Angkutan Umum SPM terdiri dari komponen ukuran dan standar. Ukuran adalah “tingkat kuantitatif pencapaian suatu tujuan”, sedangkan standar adalah “tingkat kinerja tertinggi atau terendah yang dapat diterima”. Ukuran dan standar menjadi sangat penting bagi pengukuran kinerja angkutan umum karena (PPIAF, Seminar Angkutan Umum, Juni 2010):

Membantu mengkaji kecukupan dan kinerja pelayanan pada saat ini (eksisting). Dengan data tersebut dapat diketahui apakah pelayanan angkutan umum tersebut telah dianggap sesuai dengan yang diharapkan atau belum.

Untuk dapat memberikan arahan tentang disain dan pengoperasian pelayanan yang diharapkan untuk perbaikan pada masa akan datang. Informasi ini sangat penting agar pemanfaatan sumber daya yang tersedia dapat dilakukan optimal.

1.3.2 Sistem Transit Sistem transit adalah proses transisi menuju terselenggaranya angkutan massal di perkotaan. Angkutan massal merupakan angkutan umum yang diharapkan menjadi tulang punggung transportasi perkotaan untuk memecahkan masalah kemacetan, keselamatan dan polusi, karena angkutan massal didukung dengan empat komponen yaitu a) mobil bus berkapasitas angkut massal, b) lajur khusus, c) tidak ada pelayanan yang berimpit dengannya dan d) dilengkapi dengan angkutan pengumpan. Dalam UU 22/2009 pemerintah diharuskan untuk memenuhi kebutuhan perjalanan penduduk dengan mengadakan angkutan massal. “Pemerintah menjamin ketersediaan angkutan massal berbasis Jalan untuk memenuhi kebutuhan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum di kawasan perkotaan” (pasal 158 ayat 1). Sebagai tahapan transisi, sistem transit ditentukan sebagai angkutan umum yang

Page 6: SPM Angkutan Umum

halaman 6

memiliki trayek tetap dan teratur, menggunakan bus sedang atau bus besar, mempunyai jadwal keberangkatan yang jelas, hanya menaikturunkan penumpang pada tempat yang telah ditentukan, memiliki fasilitas khusus dan beroperasi dengan sistem tiket. “Sistem transit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan angkutan umum dalam trayek dengan bus sedang dan/ atau bus besar, pemberangkatan berjadwal, menaikkan dan menurunkan penumpang ditempat yang telah ditentukan dengan fasilitas khusus dan dilengkapi dengan sistem tiket khusus” (Draft RPP pasal 41).

SPM bagi pengembangan sistem transit menjadi sangat penting bagi:

Pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, karena menjadi proses pengarahan bagi perkembangan menuju sistem transit yang berkualitas.

Pemerintah daerah, sebagai acuan bagi proses perencanaan, implementasi dan pengawasan bagi penyelenggaraan menuju angkutan massal.

Mobil penumpang umum bus kota dibagi dalam 3 jenis pelayanan menurut SK Dirjen Perhubungan Darat No. 687/2002 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum Di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap Dan Teratur, yaitu:

Mobil bus kecil adalah mobil bus yang dilengkapi sekurang-kurangnya sembilan sampai dengan sembilan belas tempat duduk, tidak termasuk tempat duduk pengemudi.

Mobil bus sedang adalah mobil bus yang mempunyai kapasitas sampai dengan tiga puluh orang termasuk yang duduk dan berdiri, tidak termasuk tempat duduk pengemudi.

Mobil bus besar adalah mobil bus yang mempunyai kapasitas tujuh puluh sembilan orang termasuk yang duduk dan berdiri, tidak termasuk tempat duduk pengemudi.

Klasifikasi pelayanan berdasarkan kelengkapan bus kota:

Pelayanan ekonomi adalah pelayanan dengan tingkat pelayanan sekurang-kurangnya tanpa menggunakan fasilitas tambahan.

Pelayanan nonekonomi adalah pelayanan dengan tingkat pelayanan minimal menggunakan sekurang-kurangnya fasilitas pelayanan tambahan berupa pendingin udara (AC) dan tiket.

1.4 Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, Kelancaran, Kesetaraan dan Keteraturan

Upaya pencapaian pelayanan adalah kegiatan untuk memenuhi tugas pemimpin

(pemerintah) sebagai petugas yang diberikan amanah oleh Alloh swt untuk melayani

kebutuhan masyarakat yang dilayani. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari

sistem transportasi nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk

mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas. Menurut

UU 22/2009 makna:

1. Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terbebasnya setiap orang, barang, dan/atau kendaraan dari gangguan perbuatan melawan hukum, dan/atau rasa takut dalam berlalu lintas.

2. Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan

terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, Kendaraan, Jalan, dan/atau lingkungan.

3. Ketertiban Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan berlalu lintas

Page 7: SPM Angkutan Umum

halaman 7

yang berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajiban setiap Pengguna Jalan.

4. Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan berlalu

lintas dan penggunaan angkutan yang bebas dari hambatan dan kemacetan di Jalan.

5. Kesetaraan, adalah perlakuan khusus bagi penyandang cacat, wanita hamil,

orang lanjut usia, anak-anak dan wanita. Bentuk perlakuan khusus yang

diberikan oleh Pemerintah berupa pemberian kemudahan sarana dan

prasarana fisik atau nonfisik yang meliputi aksesibilitas, prioritas pelayanan,

dan fasilitas pelayanan.

6. Keteraturan adalah ketepatan waktu pemberangkatan dan kedatangan serta

tersedianya fasilitas jalur antrian untuk penumpang angkutan umum.

Untuk memenuhi kebutuhan angkutan umum bagi masyarakat, dalam norma

Undang-Undang 22/2009 ditegaskan bahwa tanggung jawab untuk menjamin

tersedianya angkutan umum yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau menjadi

tanggung jawab Pemerintah. Dalam implementasi tugas berat ini, Pemerintah

dapat melibatkan komponen masyarakat termasuk pihak swasta. Pemerintah

Daerah turut bertanggung jawab menciptakan implementasi SPM yang relevan

untuk kota masing-masing untuk menghasilkan pelayanan angkutan umum sesuai

arahan SPM dari pemerintah pusat.

2. Tinjauan Standard Pelayanan Minimum Angkutan Umum

2.1 Studi Standard Pelayanan Minimal BSTP, 2009

SPM angkutan umum dibagi atas tingkat kepentingan dan besaran kota. Berdasarkan tingkat kepentingan, SPM dibagi dalam kelompok sangat penting, penting dan cukup penting, sedang berdasarkan besaran kota SPM dikelompokkan ke dalam ukuran kota kecil, sedang, besar dan metropolitan. Ukuran dan standar SPM dilakukan dengan melakukan perhitungan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif.

2.1.1 Kuantitatif. Besaran kuantitatif terdiri atas: jarak berjalan kaki, headway, kecepatan, waktu operasi dan pergantian kendaraan.

Jarak Berjalan Kaki yang dibedakan berdasarkan tata guna lahan dan lokasi. Untuk pusat kegiatan yang sangat padat dengan tata guna lahan pasar dan pertokoan yang terletak di CBD, Kota, maka jarak tempat henti semakin dekat,

Page 8: SPM Angkutan Umum

halaman 8

yaitu sekitar 200-300m. Sebaliknya, untuk lahan campuran jarang yang dikarakteristikkan dengan perumahan, ladang, sawah, tanah kosong yang terletak di pinggiran, maka jarak tempat henti sekitar 500-1000m.

Waktu Antara (Headway) yang ditentukan berdasarkan ukuran kota. Semakin besar ukuran kota, semakin cepat waktu antaranya.

Kecepatan Perjalanan dan Waktu Tempuh Perjalanan Penumpang. Kecepatan perjalanan ditentukan sama untuk semua ukuran kota, yaitu ≥20 km/jam, dengan waktu tempuh penumpang yang semakin lama untuk kota yang lebih besar.

Rentang Waktu Pelayanan. Semakin besar ukuran kota, maka semakin lama waktu pelayanan.

Pergantian Kendaraan (Antar Rute). Diusahakan tidak ada pergantian kendaraan bagi penumpang. Jumlah pergantian kendaraan sebaiknya rata-rata 0-1, dan maksimum 2 kali untuk sekali perjalanan (maksimal 25% penumpang berganti kendaraan sebanyak 2 kali).

Kapasitas Kendaraan yang ditentukan berdasarkan ukuran kota. Semakin besar ukuran kota, semakin besar kapasitas kendaraan yang dibutuhkan.

2.1.2 Standar Pelayanan Secara Kualitatif. Hal-hal yang tercakup dalam mengukur

pelayanan secara kualitatif meliputi tempat henti, tiket, tarif dan subsidi, informasi dan

fasilitas bagi penyandang cacat.

Tempat henti, antara lain tersedianya tempat menurunkan dan menaikkan penumpang, model halte tertutup atau terbuka tergantung jenis tiket yang digunakan.

Tiket dan Cara Pembayaran, antara lain penggunaan karcis, letak mesin dapat di halte atau bis, untuk kota besar dan metrpolitan dan daerah dengan kepadatan tinggi sebaiknya menggunakan mesin tiket yang terletak di halte.

Penetapan Tarif dan Subsidi

Fasilitas Bagi Penyandang Cacat.

2.2 Pedoman SPM BRT- Trans Jakarta

Pedoman Standar Pelayanan Minimal Trans Jakarta disusun oleh ITDP Indonesia bekerja sama dengan Inresh Consulting (2010). SPM diartikan sebagai “janji yang diberikan Gubernur DKI Jakarta kepada pelanggannya atas kualitas minimal yang akan diterima pelanggan saat menikmati jasa yang diberikan, untuk menjamin kepuasan pelanggan atas pelayanan jasa”. Dalam penyusunannya, walau perumusan Standar Pelayanan Minimal dilakukan juga untuk Pemenuhan Peraturan dan Persyaratan akan tetapi kerangka berpikir perumusannya dilakukan dengan menggabungkan 3 (tiga) pendekatan yaitu Teori Pelayanan Pelanggan, Benchmarking dari beberapa SPM negara lain yang juga menggunakan BRT system, Harapan Penumpang serta memperhatikan kebutuhan dan kemampuan TransJakarta. Konsep SPM dituangkan dalam 4 substansi yaitu: Kehandalan, Keamanan dan Keselamatan, Kemudahan, dan Kenyamanan.

Page 9: SPM Angkutan Umum

halaman 9

2.2.1 Kehandalan Pelayanan Subtansi inti dari Kehandalan Pelayanan adalah TransJakarta menjamin kehandalan operasional, termasuk kesiapan operasional bis, sarana dan prasarana, sistem operasi, dan petugas operasi.

Kehandalan pelayanan TransJakarta ini dapat di ukur dari kinerja 7 indikator yaitu:

1. Rencana Headway 2. Ketepatan Headway 3. Waktu Penaikan dan Penurunan Penumpang 4. Jarak Antara Pintu Bus dan Halte 5. Kecepatan Perjalanan 6. Kehandalan Armada 7. Konsistensi Jam Pelayanan.

2.2.2 Keamanan dan Keselamatan Subtansi inti dari Keamanan dan Keselamatan adalah TransJakarta menjamin keamanan dan keselamatan pelanggan saat menikmati layanan jasa busway. Keamanan dan Keselamatan pada pelayanan TransJakarta ini dapat di ukur dari kinerja 5 indikator yaitu:

1. Keamanan di dalam Halte 2. Keamanan di dalam Bus 3. Keselamatan di dalam Halte 4. Keselamatan di dalam Bus 5. Keselamatan di sepanjang Koridor.

2.2.3 Kemudahan Subtansi inti dari Kemudahan adalah TransJakarta menjamin bahwa pelanggan bisa mendapat berbagai kemudahan dalam menikmati jasa layanan busway. Kemudahan pada pelayanan TransJakarta ini dapat di ukur dari kinerja 5 indikator yaitu:

1. Kemudahan mendapatkan informasi tentang TransJakarta, 2. Kemudahan penjualan Tiket, 3. Kemudahan melaporkan kehilangan/ menemukan barang, 4. Kemudahan menyampaikan pengaduan, memberikan saran, 5. Kemudahan akses menuju/dari Halte.

2.2.4 Kenyamanan Subtansi inti dari Kenyamanan adalah TransJakarta menjamin bahwa jasa layanan busway akan dinikmati pelanggan secara nyaman. Minimal Pelayanan Kenyamanan yang dijanjikan oleh TransJakarta ini dapat di ukur dari 10 indikator yaitu:

1. Kebersihan di dalam Halte 2. Suhu di dalam Halte 3. Penerangan di dalam Halte 4. Kepadatan Penumpang di dalam Halte 5. Kebersihan di dalam Bus 6. Suhu di dalam Bus 7. Penerangan di dalam Bus 8. Kepadatan Penumpang di dalam Bus 9. Waktu tunggu 10. Pelayanan Petugas.

Page 10: SPM Angkutan Umum

halaman 10

Dengan implementasi SPM, dampak bagi organisasi TransJakarta sendiri diharapkan dapat tercapai kemandirian secara organisasi dengan struktur organisasi yang market–oriented serta sumber daya manusia yang kompeten sesuai dengan visi BLU TransJakarta yaitu menjadikan Busway sebagai angkutan umumyang mampu memberikan pelayanan publik yang cepat, aman, nyaman, manusiawi, efisien,berbudaya, dan bertaraf internasional.

SPM TransJakarta dilengkapi dengan beberapa uraian tentang definisi, lingkup, tolok ukur, sasaran pencapaian tolok ukur, prasayarat pencapaian dan pengukuran. Penjelasan yang perlu disampaikan. Gambar 2 menjelaskan mengenai ruang lingkup batasan SPM.

Tolok Ukur. Tolok ukur SPM mencakup dua unsur: ukuran dan target yang ingin dicapai.

Sasaran Pencapaian Tolok Ukur. Target sasaran ditetapkan setiap tahunnya dalam rentang lima tahun mendatang, yang telah mempertimbangkan kinerja TransJakarta saat ini, kinerja TransJakarta yang seharusnya dapat dicapai, serta usaha peningkatan kinerja yang berkesinambungan.

Prasyarat Pencapaian merupakan kesiapan struktur organisasi, sumber daya manusia yang memadai dan kompeten, dana yang cukup, teknologi dan peralatan, regulasi Pemerintah Pusat/ Daerah yang mendukung, hingga koordinasi dengan instansi terkait.

Pengukuran merupakan upaya untuk mengkuantifisir besaran, meliputi: a) Metoda Pengukuran, b) Metoda Perhitungan, c) Periode Pengukuran, d) Lokasi Pengukuran dan e) Pelaksana Pengukuran.

Gambar 2. Ruang Lingkup SPM Trans Jakarta

definisi

lingkup

Tolok ukur

Sasaran

Pencapaian

Prasyarat

Pencapaian

Pengukuran

Ruang

Lingkup

SPMTrans

Jakarta

pemahaman yang sama untuk setiap

indikator dari setiap substansi pelayanan

Cakupan pengukuran dijelaskan dalam

lingkup yang menunjukkan siapa dan/ atau apa yang diukur. Lingkup dapat berupa

jaringan koridor, armada bis, laporan, dan

hasil angket survei

tolok ukur yang mencakup dua unsur:

ukuran dan target yang ingin dicapai dalam lima tahun ke depan

Target sasaran ditetapkan setiap tahunnya

dalam rentang lima tahun mendatang

Persyaratan yang dimaksud dapat berupa kesiapan struktur

organisasi, sumber daya manusia yang memadai dan kompeten, dana yang cukup, teknologi dan peralatan, regulasi

Pemerintah Pusat/ Daerah yang mendukung, hingga

koordinasi dengan instansi terkait

meliputi: a) Metoda Pengukuran, b) Metoda

Perhitungan, c) Periode Pengukuran, d) Lokasi Pengukuran dan e) Pelaksana

Pengukuran

Page 11: SPM Angkutan Umum

halaman 11

2.3 SPM Angkutan Umum di Tbilisi

Tbilisi adalah ibu kota dan kota terbesar di Georgia (negara merdeka yang pernah

menjadi bagian Uni Soviet) yang terletak di tepi Sungai Kura. Terkadang kota ini

masih disebut dengan nama Turki Tiflis. Luas wilayah kota Tbilisi 350 km² dengan

jumlah penduduk 1.345.000 jiwa (2000). SPM Tbilisi merupakan bagian dari kontrak

perjanjian kerja sama antara Pemda Kota Tbilisi dan perusahaan transportasi

Municipal Autotransport Company Ltd dalam “Agreement on The Provision of

Public Transport Services” pada tahun 2007 .

Indikator Operasional

% perjalanan terjadwal yang tidak beroperasi

% kilometer terjadwal yang tidak beroperasi

% bis terjadwal yang berangkat dari terminal dalam waktu 3 menit dari waktu yang

dijadwalkan

Kegagalan pelayanan per 10.000 km yang dioperasikan

Jumlah kecelakaan per 100.000 km yang dioperasikan

Proporsi (%) tarif yang dikumpulkan dari penumpang yang perlu membayar

Proporsi (%) perjalanan yang diinspeksi untuk penumpang yang tidak membayar tiket

Indikator Kendaraan

Rata-rata umur kendaraan (tahun)

Proporsi (%) kendaraam yang tersedia untuk layanan sehari-hari

Aksesibilitas. % bis dengan lantai rendah, anak tangga rendah, lantai datar,

sekurangnya 2 pintu, fitur DIPTAC

Jumlah bis rusak/kotor per 100 pemeriksaan.

2.4 SPM PPIAF World Bank

Public Private Infrastructure Advisory Facility (PPIAF) World Bank dalam Workshop

Sistem Angkutan Umum di Surabaya Juni 2010 dalam Bab V “Measuring Public

Transport Standard and Performance” menjelaskan tentang Ukuran dan Standar

Disain (SPM) Angkutan Umum.

Ketersediaan fasilitas publik diukur dari 2 jenis pelayanan, yaitu:

1. Daerah Pelayanan, mencakup:

a. Cakupan geografis. Cakupan geografis adalah persentase populasi yang dapat

dijangkau oleh pelayanan rute-rute bus dengan berjalan kaki, maksimum

sepanjang 500 meter.

b. Akses menuju tempat kerja. Akses menuju tempat kerja adalah persentase

yang dapat dijangkau dengan menggunakan angkutan umum, maksimal

dengan waktu perjalanan komuter selama 60 menit.

Page 12: SPM Angkutan Umum

halaman 12

c. Indeks keterjangkauan. Indeks keterjangkauan adalah persentase pengeluaran

untuk biaya transportasi menggunakan angkutan umum terhadap pendapatan

bulanan, yang diambil dari 20% penduduk termiskin di perkotaan.

2. Koridor pelayanan, mencakup:

a. Jarak antar halte. Jarak antar halte pada koridor utama direkomendasikan 500

meter, sedangkan untuk koridor pengumpan (feeder) adalah 300 meter.

b. Waktu operasi. Waktu operasi adalah jumlah jam pelayanan angkutan umum

dalam satu hari. Pelayanan dibagi menurut: pada hari kerja (untuk perjalanan

ke tempat kerja, melayani seluruh waktu puncak perjalanan) dan hari libur

(perjalanan untuk berbelanja).

c. Waktu Antara (headway). Waktu antara adalah waktu antara dua kedatangan

atau keberangkatan angkutan umum. Rekomendasi untuk trayek utama

selama 8 menit, dan trayek pengumpan selama 15 menit.

SPM untuk Kontrak. Unsur-unsur SPM yang perlu dimasukkan ke dalam kontrak,

menyangkut perjanjian antara pemerintah/ pemda dengan operator angkutan

umum, terdiri dari:

a. Ketergantungan operasi. Ketergantungan operasi adalah persentase

jumlah kendaraan yang diberangkatkan dan dioperasikan. Persentase

minimum perjalanan yang disarankan adalah 99,8% bus-bus keluar dari

depot operasional, dan mengoperasikan 99,5% perjalanan.

b. Kelayakan kendaraan. Kelayakan kendaraan adalah jarak rata-rata

antara terjadinya kerusakan mesin (dalam kilometer). Standar yang

disarankan adalah 10.000 km.

c. Keteraturan Jadwal. Keteraturan adalah persentase perjalanan yang

dioperasikan secara tepat waktu.

a. Frekuensi Rendah. Standar yang digunakan adalah dengan toleransi

keterlambatan sampai 5 menit, dengan penetapan minimum

sebesar 80%.

b. Frekuensi Tinggi. Persentase perjalanan dalam 90 detik waktu yang

dijadwalkan.

d. Kapasitas. Kapasitas adalah jumlah maksimum penumpang yang dapat

diangkut oleh satu kendaraan angkutan umum, adalah jumlah tempat duduk

dan penumpang berdiri yang diperkenankan. Kapasitas angkutan umum

berbeda-beda tergantung dari disain dasar, jumlah pintu, alokasi ruang untuk

tempat duduk, dan kebijakan penumpang berdiri.

e. Faktor Okupansi. Faktor okupansi adalah rasio jumlah penumpang terhadap

kapasitas angkutan umum.

2.5 Maretope

Managing and Assessing Regulatory Evoilution in Local Public Transport Operations

in Europe (Maretope), dilaksanakan oleh negara-negara Eropa dengan misi untuk

Page 13: SPM Angkutan Umum

halaman 13

menyusun sistem terpadu untuk melihat dampak aspek hukum dan organisasi

terhadap sistem jaringan pelayanan angkutan umum. Sebagian besar negara-

negara Eropa sedang menghadapai persoalan keuangan, sehingga tingginya subsidi

bagi angkutan umum perlu ditinjau kembali (Maretope handbook, hal 6). Analisis

terhadap studi kasus angkutan umum kota-kota di Uni Eropa menyimp ulkan:

Kepemilikan publik berdampak buruk karena kurangnya kompetisi.

Kota dengan sistem tender yang kompetitif akan meningkatkan efisiensi

angkutan umum, karena berkurangnya jumlah tenaga kerja.

Kota-kota di Eropa berdasarkan kebijakan angkutan umumnya secara nasional,

dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok yaitu:

Negara dengan deregulasi dan pasar swasta (Inggris Raya).

Negara dengan sistem transisi menuju kompetisi dengan sistem tender

(Skandinavia, Belanda, Perancis, Italia, Belgia).

Negara dengan pengelolaan gabungan swasta/pemerintah tanpa adanya

sistem tender (Jerman, Luksemburg, Yunani, Portugal).

Negara dalam proses desentralisasi dan privatisasi (Eropa Tengah).

Maretope bertugas untuk menyusun proses perubahan, dengan mempersiapkan

konsep tender (competitive tendering) termasuk menyusun KPI. Penggunaan

sistem tender dan KPI yang baik dianggap akan dapat memprbaiki pelayanan

angkutan umum dengan cara: (1) meningkatkan produktivitas tenaga kerja sektor

angkutan umum, (2) menambah ketersediaan angkutan umum dan (3)

meningkatkan demand pengguna angkutan umum. KPI (Key Performance Indicator)

Maretope mencakup beberapa indikator antara lain:

2.5.1 Produktivitas, Biaya dan Efisiensi

Seat kilometres pr staff hour

Seat kilometres per vehicle hour

Total operating cost per vehicle.km

2.5.2 Service Supply

Network.km per km2

Seat kilometres per capita

Seat kilometres per passenger

Seat kilometres per km

2.5.3 Market Effetiveness

Passenger.km per capita

Revenue per passenger.km

Revenue per vehicle.km

2.5.4 Economic Welfare

Page 14: SPM Angkutan Umum

halaman 14

Total system costs per passenger

Consumers' surplus per passenger

Producers' surplus per passenger

2.6 Review SPM

Berdasarkan masukan beberapa SPM diatas, beberapa hal yang dapat disimpulkan

adalah:

Konteks SPM. SPM disusun sesuai dengan kebijakan yang diambil. Kebijakan

angkutan umum di kota-kota Eropa adalah untuk mengurangi subsidi angkutan

umum (Maretope, 2003), sedangkan kebijakan kota-kota di Indonesia adalah

meningkatkan peran angkutan umum dan membatasi pertumbuhan pribadi

dengan meningkatkan peran dan tanggung jawab pemerintah dalam

implementasi angkutan massal (UU 22/2009). SPM adalah alat untuk

menyeimbangkan antara kualitas pelayanan dengan tingkat perhatian dan

dukungan pemerintah untuk memperbanyak dukungan penetrasi angkutan

umum perkotaan. Bahkan pemerintah DKI jakarta melihat SPM adalah “bentuk

tanggung jawab Gubernur terhadap angkutan umum” (BLU Trans Jakarta).

Ruang Lingkup. SPM tidak cukup hanya menjelaskan standar pelayanan

penumpang angkutan umum, karena kedua pihak yang lain (operator dan

regulator) juga sangat besar pengaruhnya terhadap kinerja pelayanan yang

diharapkan.

1. SPM Pelayanan Pengguna. SPM pengguna angkutan umum mengacu

kepada ketentuan aspek pelayanan yang direkomendasikan oleh UU

22/2009. Detail indikator SPM pelayanan angkutan umum dapat

menggunakan usulan SPM BRT Trans Jakarta dengan modifikasi karena

penggunaannya untuk sistem transit, bukan tipe BRT.

2. SPM Operator. SPM operator angkutan umum mengacu kepada

masukan dari konsep Maretope.

3. SPM Regulator. SPM regulator mengacu kepada masukan dari

Maretope dan PPIAF World Bank.

Page 15: SPM Angkutan Umum

halaman 15

3. Indikator SPM

Indikator SPM adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk

menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM

tertentu, berupa masukan, proses, hasil dan/atau manfaat pelayanan (PP 65/2005).

3.1 SPM Pelayanan Penumpang

OBYEK SPM

INDIKATOR MIKRO KETERANGAN SATUAN

PELAYANAN PENUMPANG

a Keamanan

1. Halte jumlah kejadian tindak pidana rata-rata yang terjadi di halte, dan dinyatakan dalam kejadian per panjang km

tindak pidana /

250.000 km

2. Bus jumlah kejadian tindak pidana rata-rata yang terjadi di bus, dan dinyatakan dalam kejadian per panjang km

tindak pidana /

250.000 km

b Keselamatan

1. Bus jumlah kejadian kecelakaan rata-rata yang terjadi di bus, dan dinyatakan dalam kejadian per panjang km

kecelakaan / 250.000

km

2. Koridor jumlah kejadian kecelakaan rata-rata yang terjadi di koridor sistem transit, dan dinyatakan dalam kejadian per panjang km

kecelakaan / 200.000

km

c Kenyamanan

1. Kebersihan Bus jumlah kejadian ditemukannya bus dalam keadaan kondisi kotor pada saat inspeksi sistem transit

kondisi bus

2. Penerangan Bus

jumlah kejadian ditemukannya bus dalam keadaan kondisi penerangan rusak pada saat inspeksi sistem transit

kondisi lampu

3. Kepadatan Penumpang dalam Bus

rata-rata penggunaan ruang sistem transit yang dinyatakan dalam rata-rata kebutuhan m2 per penumpang

orang/m2

4. Waktu Tunggu Bus Maksimal

rata-rata waktu tunggu kedatangan bus sistem transit menit

d Keterjangkauan

1. Jarak Antar Halte jarak rata-rata antar halte sistem transit

meter

2. Jumlah Pergantian Trayek Maksimal

jumlah pergantian trayek maksimum yang diizinkan dilakukan oleh pengguna menuju lokasi tujuan perjalanan

Page 16: SPM Angkutan Umum

halaman 16

3. Pengeluaran untuk Biaya Transportasi maksimal

pengeluaran rata-rata pengguna sistem transit yang dinyatakan dalam persentase terhadap pendapatan bulanan

%

e Kesetaraan

1. Fasilitas Penyandang Cacat, Hamil, Manula

ketersediaan faslitas prasarana bagi penyandang cacat, hamil, manula

2. Fasilitas Wanita ketersediaan fasilitas prasarana bagi wanita

3. Fasilitas Orang Sakit dan Meninggal

ketersediaan fasilitas prasarana bagi orang sakit dan meninggal

f Keteraturan

1. Jadwal Keberangkatan rata-rata jadwal keberangkatan sistem transit

2. Peta Rute dan Informasi Transfer/ Terminal

ketersediaan peta ruta dan informasi transfer dan terminal

3. Time Table ketersediaan time table sistem transit

4. Ketepatan Time Table rata-rata perbedaan antara time table dengan waktu kedatangan/ keberangkatan

3.2 SPM Operator

OBYEK SPM

INDIKATOR MIKRO KETERANGAN SATUAN

OPERATOR a Jumlah Penumpang Terangkut

jumlah penumpang yang diangkut oleh sistem transit dalam satu hari

orang/hari

b Utilisasi Armada

persentase jumlah armada yang beroperasi dibandingkan dengan armada yang tersedia

%

c Jarak Tempuh panjang (km) yang ditempuh oleh sistem transit dalam satu hari

km-hari

d Konsumsi Bahan Bakar rarat-rata penggunaan bahan bakar untuk setiap km jarak tempuh sistem transit

l/km

e Rasio Karyawan

perbandingan jumlah karyawan sistem transit terhadap bus yang beroperasi

orang (maks.)

f Tingkat Kecelakaan

rata-rata kejadian kecelakaan yang melibatkan kendaraan siustem transit dalam satuan km jarak tempuh

per 10.000 km

g Kilometer Kosong

rata-rata jarak kilometer tanpa ada penumpang, menuju/dari terminal keberangkatan

km-tahun

h Rasio Pendapatan/ Biaya Operasi

perbandingan pendapatan terhadap biaya operasi sistem transit

%

Page 17: SPM Angkutan Umum

halaman 17

3.3 SPM Regulator

OBYEK SPM

INDIKATOR MIKRO KETERANGAN SATUAN

REGULATOR a Produktivitas

1. Ketersediaan Angkutan Umum ketersediaan armada sistem transit

dibandingkan jumlah penduduk (kota besar/ metropolitan)

%

2. Ketersediaan Jaringan Jalan persentase panjang jaringan jalan

terhadap luas kota/ jumlah penduduk/ jumlah kendaraan total

%

2. Wilayah Keterjangkauan persentase jalan yang telah dilayani oleh angkutan umum

%

3. Pengorganisasian Angkutan Umum

persentase kendaraan angkutan umum yang sudah masuk dalam organisasi resmi

%

4. Waktu Operasi panjang waktu operasional angkutan umum dalam satu hari

jam

5. Waktu Tunggu Rata-rata maksimal

waktu antara kedatangan atau keberangkatan angkutan umum dari terminal

menit

6. Tingkat Kenyamanan (min. pnp/kursi) persentase jumlah ketersediaan kursi

angkutan umum terhadap populasi perkotaan

%

b. Efektivitas

1. Rata-rata Rasio Karyawan per Bus

jumlah karyawan per koridor terhadap jumlah bus

orang/bus

2. Rasio Operasional (Pendpt/Biaya)

perbandingan antara pendapatan terhadap biaya operasi

3. Pendapatan Non Tarif perbandingan antara pendapatan non tarif terhadap pendapatan dari tarif

%

4. Pengeluaran untuk Biaya Transportasi

persentase tingkat pengeluaran untuk biaya transportasi terhadap pendapatan per bulan

%

c Kebijakan Pendukung

1. Master Plan Kebijakan Angkutan Umum

ketersediaan kebijakan yang mengutamakan peran angkutan umum dalam sistem transportasi perkotaan

2. Kebijakan Kendaraan Tidak Bermotor

ketersediaan kebijakan yang mengakomodir peran kendaraan tidak bermotor dalam sistem transportasi perkotaan

3. Kebijakan TDM (Manajemen Kebutuhan Transportasi)

ketersediaan kebijakan pembatasan kendaraan pribadi melalui TDM

Page 18: SPM Angkutan Umum

halaman 18

4. SPM Sistem Transit

4.1 Kinerja Sistem Transit di Kota-kota SUTIP Kinerja angkutan umum sistem transit pada kota-kota SUTIP dapat dijelaskan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Kinerja Sistem Transit

4.2 Kinerja Angkutan Umum Kota-kota Di Luar Negeri 4.3 Rekomendasi Sistem Transit

YOGYAKARTA BOGOR PALEMBANG SOLO

Trans Jogya Trans Pakuan Trans Musi Batik Solo Trans

Rencana 6 5 6 1

Realisasi 6 1 2 0

Panjang (km) 218 52 61 39

Jenis Bus Sedang Bus Sedang Bus Sedang Bus Sedang

Kapasitas (org) 41 (22+19) 26 34 (22+12) 31 (21+10)

Jumlah (bus) 54 30 25 15

Jenis Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi

Jarak 1.600 500 800 1.100

Jumlah Total 76 49 74 35

Lokasi Bayar Halte Halte+Bus Bus Bus

Sistem Smart Card Manual Manual Manual

Tarif (Rp/trip) 3.000 3.000 3.000 3.000

16 16,5 12

42 85 69

113 74 90

113 31 45

15-30 11-14 10-20

21 26 30

16 32 30

Dwell Time (detik)

Kecepatan (km/jam)

belum beroperasi

Waktu Operasi (jam)

Load factor (%)

Waktu Siklus (menit)

Waktu Tempuh (menit)

Headway (menit)

KOTA SUTIP

Aspek

Tipe BRT

KARAKTERISTIK

OPERASIONAL

Koridor

Bus

Halte

Sistem Tiket

Page 19: SPM Angkutan Umum

halaman 19

Page 20: SPM Angkutan Umum

halaman 20

Lampiran 1

Gambar A-1. Kerangka Pikir SPM Sistem Transit