41
LAPORAN TUTORIAL B SINDROM NEFROTIK BLOK XI Kelompok 11 Tutor : Dr. H. Hasrul Han Anggota: Kunni Mardhiyah 04091001050 Fitrisiya Lora Valentina 04091001055 Erinnah Yunvina Permatasari 04091001062 Monick Mahndasari 04091001065 Daniel Hutaean 04091001070 Sylvia Noviani Saing 04091001084 Suryadi Voonatta 04091001086 Anita Permatasari 04091001092 M. Ricky Meirizkian 04091001093 Dini Meta Rica 04091001103 FAKULTAS KEDOKTERAN 1

SKEN B BLOK 11 L11

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SKEN B BLOK 11 L11

LAPORAN TUTORIAL B

SINDROM NEFROTIK

BLOK XI

Kelompok 11

Tutor : Dr. H. Hasrul Han

Anggota:

Kunni Mardhiyah 04091001050

Fitrisiya Lora Valentina 04091001055

Erinnah Yunvina Permatasari 04091001062

Monick Mahndasari 04091001065

Daniel Hutaean 04091001070

Sylvia Noviani Saing 04091001084

Suryadi Voonatta 04091001086

Anita Permatasari 04091001092

M. Ricky Meirizkian 04091001093

Dini Meta Rica 04091001103

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2011

1

Page 2: SKEN B BLOK 11 L11

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya, laporan tugas

tutorial skenario B Blok XI ini dapat terselesaikan dengan baik.

Laporan ini betujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari

sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, serta yang paling

penting adalah agar mahasiswa dapat menguasai materi tutorial B ini sehingga nantinya dapat

diimplementasikan dengan baik kepada masyarakat.

Tim penyusun laporan mengucapkan terima kasih kepada Dr.H.Hasrul Han tutor

kelompok 11, yang telah membimbing kami dalam pelaksanaan tutorial kali ini. Serta semua

pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan tugas tutorial ini.

Laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan

sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan tim penyusun lakukan.

Palembang, 23 februari 2011

Tim Penyusun,

Kelompok 11

2

Page 3: SKEN B BLOK 11 L11

DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................... 1

Kata Pengantar................................................................................................... 2

Daftar Isi.............................................................................................................. 3

Skenario............................................................................................................... 4

A. Klarifikasi Istilah....................................................................................... 4

B. Identifikasi Masalah.................................................................................. 5

C. Analisis Masalah....................................................................................... 6

D. Hipotesis.................................................................................................... 8

E. Kerangka Konsep...................................................................................... 8

F. Learning Issue.......................................................................................... 9

G. Sintesis...................................................................................................... 9

Daftar Pustaka....................................................................................................... 29

3

Page 4: SKEN B BLOK 11 L11

Scenario B

Mr. Brown, 60 years old come to emergency room with chief complaint cannot voiding

spontaneously and suffered from lower abdominal pain.

From anamneses : since 6 months,he has weak of stream and strain of urination, hesitancy

(delayed to start voiding), decrease force and caliber of stream, sensation of incomplete

bladder emptying, straining to urinate, post void dribbling. Urgency ( + ). Frequency ( + ),

and nocturia ( + ).

On physical examination: BP: 150/90 mmHg, HR: 105x/ min, Temp: 370 C. Head and

neck: normal. Chest: normal. Abdominal: inspection: distend lower abdominal, palpation:

bladder palpable 2 cm below the umbilicus.

Additional information.

Sphincter tone is normal, prostate enlarge , consitency rubbery , no induration.

DRE (Digital Rectal Examination) should be done after insert catheter into urethra.

Laboratorium finding: serum creatinin: 1,0; urine sediment: RBC 10/HPF; WBC: 0-2/HPF

Imaging: USG: bilateral mild hydronefrosis, bladder is full, prostate enlarge 6cm x 5cm x

5cm.

IPSS ( International Prostatic Symptoms Care) since 6 months ago: 28 (0-7: mild; 8-19:

moderate; 20-35: severe).

I. Klarifikasi Istilah

1. Voiding : membuang zat sisa terutama urin.

2. Lower abdominal pain : nyeri abdominal bagian bawah.

3. Week of stream : aliran urin lemah.

4. Hesitancy : keraguan untuk berkemih.

5. Decreased force : berkurangnya kekuatan.

6. Caliber of stream : diameter aliran urin.

7. Post void dribbling : urin masih menetes setelah berkemih.

8. Urgency : dorongan mendesak yang mendadak untuk

berkemih.

9. Nocturia : urinasi berlebihan pada malam hari.

10. Sphincter tone : tonus sphincter.

4

Page 5: SKEN B BLOK 11 L11

11. Consitency rubbery : teraba kenyal.

12. DRE : pemeriksaan dengan memasukan jari melalui

rektum untuk menilai tonus sphincter anii, apakah ada pembesaran atau tidak ?

13. Hydronephrosis : distensi pelvis dan kalises ginjal oleh urin.

II. Identifikasi Masalah

1. Mr Brown, 60 th mengeluh tidak bisa berkemih secara spontan dan menderita

nyeri abdominal bagaian bawah.

2. Anamnesis

Sejak 6 bulan yang lalu :

1. Week of stream and strain of urination

2. Hesitancy

3. Decreased force

4. Caliber of stream

5. Sensation of incomlate bladder emptying

6. Straining to urinate

7. Post void dribbling

8. Urgency ( + )

9. Frequency ( + )

10. Nocturia ( + )

3. Pemeriksaan Fisik

- BP 150/90 ( Hipertensi )

- HR 105x/menit

- Abdominal :

1. Inspection : Distend lower abdominal

2. Palpitation : Bladder palpable 2 cm below the umbilicus.

4. Pemeriksaan Laboratory

- Sphincter tone is normal

- Prostate enlarge

- Consitency rubbery

- No induration

- DRE should be done after insert the catheter into the urethra.

- Serum creatinine 1,0

- Urine sediment RBC 10/HPF, WBC : 0-2 /HPF

5

Page 6: SKEN B BLOK 11 L11

- USG : bilateral mild hydronephrossis

- Bladeer is full

- Prostate enlarge 6cmx5cmx5cm

- IPPS since 6 months ago : 28 ( 0-7 : mild : 8-19 : moderate : 20 – 35 :

severe )

III. Analisis Masalah

1. Bagaimana anatomi , fisiologi , histologi urogenital ? Sintesis

2. Bagaiamana interpretasi hasil pemeriksaan fisik ?

Pemeriksaan

FisikNormal

Hasil

pemeriksaanInterpretasi

Tekanan

darah

120/80 mmHg 150/90 mmHg Hipertensi

Heart Rate 60-100x/min 105x/ min Tachycardia

Temperatur 360 - 370 C 370 C Normal

Head and

neck

normal Normal

Chest normal normal

Abdominal

inspection:

Normal distend lower

abdominal

Penggelem-

bungan perut

Abdominal

palpation

Tidak teraba bladder palpable

2 cm below the

umbilicus

Bladder penuh

DRE (Digital

Rectal

examination)

a. sphincter tone

normal

b.prostate

enlarge

c.consistency

rubbery

d. no induration

a. tidak ada

kelainan

buli-buli

neurogenik

b. BPH

c. BPH, tidak

ada tanda

keganasan

seperti pada

karsinoma

6

Page 7: SKEN B BLOK 11 L11

prostat

d. BPH

3. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan laboratory ?

a. Laboratorium

Laboratorium finding Normal Hasil

pemeriksaan

Interpretasi

Serum creatinin 0.5-1.4mg/dl 1.0 normal

Urine sediment:

- RBC 0/ HPF 10/HPF hematuria

- WBC <10/HPF 0-2/ HPF normal

b. USG

Imaging Interpretasi

Bilateral mild hydronephrosis detensi bulu-buli

Bladder is full incomplete voiding dan weak of

streaming

Prostate enlargement 6cm x 5 cm x 5cm (normal: 4cm x 3cm x 2,5cm)

nodular hyperplasia menyebabkan

prostate membesar

4. Apa saja diagnosis bandingnya ? sintesis

5. Bagaimana working diagnosis dan cara mendiagnosisnya ? sintesis

6. Apa etiologi penyakit pada kasus ini ? sintesis

7. Bagaiamana epidemiologi penyakit pada kasus ini ? sintesis

8. Patofisologi dari : sintesis

a. Tidak bisa berkemih secara spontan ?

b. Nyeri abdominal pain ?

c. Hesitancy ?

d. Post void dribbling ?

e. Nocturia ?

f. Hydronephrossis ?

7

Page 8: SKEN B BLOK 11 L11

9. Apa saja manifestasi dari penyakit pada kasus ini ? sintesis

10. Bagaimana penatalaksanaan penyakit pada kasus ini ? sintesis

11. Bagaimana prognosis pada kasus ini ?

Dubia at bonam

12. Apa saja komplikasi penyakit pada kasus ini ? sintesis

13. Apa kompetensi dokter pada kasus ini ? 3A

IV. Hypotesis

Mr Brown , 60 tahun menderita Benign Prostate Hyperplasia ( BPH ).

V. Kerangka Konsep

8

Mr. Brown

60 tahun ( manula )

Ketidakseimbangan hormonal

Hiperplasia kelenjar prostat

BPH

1. Teori Hormonal

2. Teori Growth Factor (faktor pertumbuhan)

3. Teori Peningkatan Lama

Hidup Sel-sel Prostat

karena Berkuramgnya Sel

yang Mati

4. Teori Sel Stem (stem cell

hypothesis)

5. Teori Dihydro Testosteron (DHT)

6. Teori Reawakening

Obstruksi Uretra

Manifestasi

Page 9: SKEN B BLOK 11 L11

VI. Learning Issuse

Pokok Bahasan What I

Know

What I don’t

know

What I have

to prove

How I will

learn

Anatomi, Fisiologi

histologi sistem

Urogenital

Letak,

Fungsi

Kelainan pada

kasus

Mekanisme

kerja

TextBook,

Internet

IPPS Definisi Nilai – nilai nya Hubungan

dengan kasus

Textbook,

Internet

BPH Definisi Patogenesis, dll Hubungan

dengan kasus

Textbook

internet

VII. Sintesis

1. Anatomi dan Fisiologi serta Histologi Kelenjar Prostat

Anatomi prostat

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah

inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti piramid

terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars

prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan

menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli.

Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2 cm dan

panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi

uretra pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus

ejakulatorius.

9

Page 10: SKEN B BLOK 11 L11

Histologi

Prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang mencurahkan sekretnya

ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada

kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam stroma yang terutama

terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis.

Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta

melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat

beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya

mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-

lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai

kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma

mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus

biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah,

bulat dan kecil.

Batas-batas prostat

1. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria,

otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.

2. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma

urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan

anterior.

3. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,

dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada

10

Page 11: SKEN B BLOK 11 L11

cavum retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan

dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica.

Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi

vascia pelvis.

4. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan

anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia

Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung

bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah

menuju corpus perinealis.

5. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator

ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis.

Ductus ejaculatorius menembus bagisan atas permukaan prostat untuk

bermuara pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus

prostaticus.

Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus :

1. Lobus medius

2. Lobus lateralis (2 lobus)

3. Lobus anterior

4. Lobus posterior

11

Page 12: SKEN B BLOK 11 L11

Telah ditemukan lima daerah/ zona tertentu yang berbeda secara histologi maupun

biologi, yaitu:

1. Zona Anterior atau Ventral

Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma

fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.

2. Zona Perifer

Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.

Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma

terbanyak.

Zona Sentralis.

Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah

meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.

4. Zona Transisional.

Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar

preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi

12

Page 13: SKEN B BLOK 11 L11

dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign

prostatic hyperpiasia (BPH).

5. Kelenjar-Kelenjar Periuretra

Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif

tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.

Aliran darah  

Prostat merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri vesikalis

inferior dan arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam kapsula dan

stroma, dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik dalam lamina

propria. Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus sekeliling

kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe

mulai sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti pembuluh darah dam mengikuti

pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke nodus iliaka interna dan nodus

sakralis.

Persarafan 

Prostat berasal dari pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus

prostatikus. Prostat mendapat persarafan terutama dari serabut saraf tidak bermielin.

Beberapa serat ini berasal dari sel ganglion otonom yang terletak di kapsula dan di

stroma. Serabut motoris, mungkin terutama simpatis, tampak mempersarafi sel-sel

otot polos di stroma dan kapsula sama seperti dinding pembuluh darah.

Fisiologi Prostat

Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret

dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi

sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan

enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain

dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos.

kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan

cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi.

13

Page 14: SKEN B BLOK 11 L11

Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan

pemberian Stilbestrol.

Perubahan prostat pada pria tua

Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari

lahir sampai pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu

sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami

perubahan hiperplasi.

Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan

kepustakaan luar negeri diperkirakan semenjak umur 50 tahun 20%-30% penderita

akan memerlukan pengobatan untuk prostat hiperplasia. Yang jelas prevalensi sangat

tergantung pada golongan umur. Sebenarnya perubahan-perubahan ke arah terjadinya

pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan

mikroskopoik yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar

membesar) dan kemudian baru manifes dengan gejala klinik.

Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat

ditemukan pada usia 30 – 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang

akan terjadi perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya

sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut

diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik.

14

Page 15: SKEN B BLOK 11 L11

Differential diagnosis untuk penyakit Mr. Brown

15

Page 16: SKEN B BLOK 11 L11

16

Sign &

symptoms

BPH Karsinoma

prostat

prostatitis urolithiasis

Kesulitan

BAK spontan+ + + +

Nyeri

abdomen

bawah

+ -

Pancaran urin

melemah+ + +

Mengejan saat

miksi+ ?

Rasa tidak

lampias+

Post void

dribbling+

Urgency+ + +

Dysuria- + +

Nocturia+ + +

Frequency+ +

Spincter tonus

normalNormal

Prostate

enlarge + + +

Consistency

rubbery+ -

Induration - + -

Hipertension+

Heart Rate+

Distend lower

abdominal+

Page 17: SKEN B BLOK 11 L11

Working diagnosis dan Cara mendiagnosis untuk kasus Mr Brown

Penegakan diagnosis penyakit Mr. Brown

- Anamnesis

a. Identitas (nama, umur, dsb)

b. Keluhan utama dan tambahan

Keluhan utama dan tambahan yang biasanya terdiri dari tanda-tanda iritatif dan

obstruktif.

- gejala iritatif berupa sering kencing (frequency), tergesa-gesa ingin kencing

(urgency), kencing malam hari (nocturia), kencing sulit ditahan (urge

inkontinen).

- gejala obstruktif berupa pancara yang lemah, terakhir kencing tidak

puas, kencing harus menunggu lama (hesistancy), mengedan (straining),

kencing terputus-putus (intermittency), dan overflow.

Gejala-gejala tersebut biasanya disusun dalam bentuk skor simptom yang dapat

menggunakan skor Madsen Iversen atau dengan International Prostate Scoring System

(IPSS).

Skor Madsen Iversen

Pertanyaan 0 1 2 3 4

Pancaran Normal Berubah-

ubah

Lemah Menetes

Mengedan saat

berkemih

Tidak Ya

Harus

menunggu saat

akan kencing

Tidak Ya

BAK terputus- Tidak Ya

17

Page 18: SKEN B BLOK 11 L11

putus

Kencing tidak

lampias

Tidak tahu Berubah-

ubah

Tidak

lampias

1 kali

retensi

>1 kali

retensi

Inkontinensia Ya

Kencing sulit

ditunda

Tidak ada Ringan Sedang Berat

Kencing

malam hari

(nocturia)

0-1 2 3-4 >4

Kencing siang

haro

>3 jam

sekali

Setiap 2-3

jam sekali

Setiap

1-2 jam

sekali

<1 jam sekali

Kapita Selekta Kedokteran UI

Skor Internasional gejala-gejala prostat WHO (International Prostate Symptom Score,

IPSS)

Pertanyaan Jawaban dan skor

Keluhan pada

bulan terakhir

Tidak

sama

sekal

<1

sampai

5 kali

>5

sampai

<15

kali

15 kali Lebih dari

15 kali

Hampir

selalu

Apakah anda

merasa buli-buli

tidak kosong

setelah BAK

0

Berapa kali anda

hendak BAK

dalam waktu 2

jam setelah

BAK

0 1 2 3 4 5

Berapa kali

terjadi air

kencing berhenti

0 1 2 3 4 5

18

Page 19: SKEN B BLOK 11 L11

sewaktu BAK

Berapa kali anda

tidak dapat

menahan

keinginan BAK.

0 1 2 3 4 5

Berapa kali arus

air seni lemah

sekali sewaktu

BAK

0 1 2 3 4 5

Berapa kali

terjadi anda

mengalami

kesulitan BAK

(mengejan)

0 1 2 3 4 5

Berapa kali anda

bangun untuk

buang air kecil

di waktu malam

0 1x 2x 3x 4x 5x

Andaikata hal

yang anda alami

sekarang akan

tetap

berlangsung

seumur hidup

bagaimana

perasaan anda

Sanga

t

senan

g

Cukup

senang

Biasa

saja

Agak

tidak

senang

Tidak

menyenan

gkan

Sangat tidak

menyenang

kan

Jumlah nilai :

0 = baik sekali

1 = baik

19

Page 20: SKEN B BLOK 11 L11

2 = kurang baik

3 = kurang

4 = buruk

5 = buruk sekali

c. Di samping itu ditanya juga riwayat kesehatan pada umumnya seperti riwayat

pembedahan, riwayat penyakit saraf, penyakit metabolik seperti diabetes melitus, dan

riwayat pemakaian obat-obatan.

d. Pemeriksaan Fisik

- Buli – buli yang terisi penuh

- Teraba massa kista di supra simfisis

- Inkontinensia paradoksa

- Colok dubur

- Dll

e. Pemeriksaan Laboratorium

- Sedimen Urine ( mencari kemungkinan infeksi / inflamasi pada saluran kemih )

- Kultur urine

- Faal Ginjal ( kemungkinaan penyulit yang mengenai saluran kemih atas )

- Gula darah ( mencari kemungkinaan kelainan syaraf pada buli – buli )

e. Pencitraan

- foto polos abdomen

- PIV ( Pielografi Intra Vena )

- Ultrasonografi transrektal atau TRUS

f. Pemeriksaan Lain

- Residual Urine. Dihitung dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau

pemeriksaan ultrasonografi seperti TRUS.

- Pancaran Urine

Working diagnosisnya adalah Benign Prostate Hiperplasis ( BPH )

2. Benign Prostate Hiperplasia

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau disebut tumor prostat jinak adalah

pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat

20

Page 21: SKEN B BLOK 11 L11

jinak akibat sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal, biasanya

dialami laki-laki berusia di atas 50 tahun.

a. Etiologi

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya

hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat

erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses

aging (menjadi tua).

Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya

hiperplasia prostat adalah:

1.Teori Hormonal

Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi maka tidak

terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi. Selain androgen

(testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH. Dengan

bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara

hormon testosteron dan hormon estrogen, karena produksi testosteron menurun dan

terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan

pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya

hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk

inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk

perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif

testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor

pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.

Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan, bahwa

dalam keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi

hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin

21

Page 22: SKEN B BLOK 11 L11

bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis)

yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini

mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon

estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua

bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer

yang tidak bereaksi terhadap estrogen.

2.Teori Growth Factor (faktor pertumbuhan)

Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar

prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu;

1. Basic transforming

2. Transforming growthgrowth factor

3. Transforming growth factor

4. Epidermal growth factor.factor

3.Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-sel Prostat karena Berkuramgnya Sel yang Mati.

4.Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)

Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang

dewasa berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”, antara pertumbuhan sel

dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu

dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat

berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga

terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga

menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral

prostat menjadi berlebihan.

5.Teori Dihydro Testosteron (DHT)

Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian

dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh

globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam

keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam

“target cell” yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam

sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi

5 dyhidro testosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi

22

Page 23: SKEN B BLOK 11 L11

“hormone receptor complex”. Kemudian “hormone receptor complex” ini

mengalami transformasi reseptor, menjadi “nuclear receptor” yang masuk kedalam

inti yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA.

RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan

kelenjar prostat.

6.Teori Reawakening

Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada

kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme “glandular budding”

kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik.

Persamaan epiteleal budding dan “glandular morphogenesis” yang terjadi pada

embrio dengan perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya

“reawakening” yaitu jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat

embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan

sekitarnya, sehingga teori ini terkenal dengan nama teori reawakening of embryonic

induction potential of prostatic stroma during adult hood.

Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang

penyebab terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial dan faktor sosial,

teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, teori yang berhubungan dengan

aktifitas hubungan seks, teori peningkatan kolesterol, dan Zn yang kesemuanya

tersebut masih belum jelas hubungan sebab-akibatnya.

b. Epidemiologi

Menurut WHO tahun 2000 terdapat 600 juta penderita BPH. 400 juta dinegara

industri dan 200 juta dinegara berkembang. BPH hanya menyerang pria pada usia

dekade 5 ( 50% BPH ), dekade 6 ( 60 % BPH ),dekade 7 ( 70 % BPH )dan dekade 8

( 90% BPH ).usia terbanyak biasanya usia 60-70 dan 75 % retensi urin.

c. Patofisiologi

23

Page 24: SKEN B BLOK 11 L11

24

Page 25: SKEN B BLOK 11 L11

d. Manifestasi

2 tipe manifestasi dari BPH :

Obstruktif

Hesitancy : Menunggu lama sewaktu memulai miksi

Staining : Harus mengedan

Dribbling terminal

Aliran urin terputus (intermitten)

Urin menetes-netes

Aliran urin menurun atau lemah

Retensi urin : ketidakmampuan untuk berkemih

Iritatif

Nocturia : Sering berkemih di malam hari

Tergesa gesa kalau ingin kencing

Kencing sulit ditahan(urgensy)

Frequentcy : Sering berkemih tapi volume urin yang keluar sedikit

Dysuria (nyeri saat berkemih)

Incomplete bladder in time : Merasa tidak puas setelah selesai berkemih

e. Penatalaksanaan

Berikut ini merupakan penatalaksanaan yang biasa dilakukan pada BPH:

1. Watchful Waiting

Watchful waiting dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan (skor IPSS

< 7 atau Madsen-Iversen < 9). Tindakan yang dilakukan adalah observasi saja

tanpa pengobatan. Pasien diberi nasihat agar mengurangi minum setelah

makan malam agar mengurangi nokturia, menghindari obat-obat

parasimpatolitik (mis: dekongestan), mengurangi kopi, dan melarang minum

minuman alkohol agar tidak terlalu sering buang air kecil. Penderita

dianjurkan untuk kontrol setiap tiga bulan untuk diperiksa: skoring,

uroflowmetri, dan TRUS. Bila terjadi kemunduran, segera diambil tindakan.

2. Terapi Medikamentosa

Pilihan terapi non-bedah adalah pengobatan dengan obat (medikamentosa).

Terdapat tiga macam terapi dengan obat yang sampai saat ini dianggap

25

Page 26: SKEN B BLOK 11 L11

rasional, yaitu dengan penghambat adrenergik a-1, penghambat enzim 5a

reduktase, dan fitoterapi.

a. Penghambat adrenergik a-1

Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor a-1 yang banyak ditemukan

pada otot polos ditrigonum, leher buli-buli, prostat, dan kapsul prostat. Dengan

demikian, akan terjadi relaksasi di daerah prostat sehingga tekanan pada uretra

pars prostatika menurun dan mengurangi derajat obstruksi. Obat ini dapat

memberikan perbaikan gejala obstruksi relatif cepat. Efek samping dari obat

ini adalah penurunan tekanan darah yang dapat menimbulkan keluhan pusing

(dizziness), lelah, sumbatan hidung, dan rasa lemah (fatique). Pengobatan

dengan penghambat reseptor a-1 masih menimbulkan beberapa pertanyaan,

seperti berapa lama akan diberikan dan apakah efektivitasnya akan tetap baik

mengingat sumbatan oleh prostat makin lama akan makin berat dengan

tumbuhnya volume prostat. Contoh obat: prazosin, terazosin dosis 1 mg/hari,

dan dapat dinaikkan hingga 2-4 mg/hari. Tamsulosin dengan dosis 0.2-0.4

mg/hari2.

b. Penghambat enzim 5a reduktase

Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim 5a reduktase, sehingga

testosteron tidak diubah menjadi dehidrotestosteron. Dengan demikian,

konsentrasi DHT dalam jaringan prostat menurun, sehingga tidak akan terjadi

sintesis protein. Obat ini baru akan memberikan perbaikan simptom setelah 6

bulan terapi. Salah satu efek samping obat ini adalah menurunnya libido dan

kadar serum PSA2. Contoh obat : finasteride dosis 5 mg/hari.

c. Kombinasi penghambat adrenergik a- 1 dan penghambat enzim 5a

reduktase

Terapi kombinasi penghambat adrenergik a- 1 dan penghambat enzim 5a

reduktase pertama kali dilaporkan oleh Lepor dan kawan-kawan pada 1996.

Terdapat penurunan skor dan peningkatan Qmax pada kelompok yang

menggunakan penghambat adrenergik a-1. Namun, masih terdapat keraguan

mengingat prostat pada kelompok tersebut lebih kecil dibandingkan kelompok

lain. Penggunaan terapi kombinasi masih memerlukan penelitian lebih lanjut1.

26

Page 27: SKEN B BLOK 11 L11

d. Fitoterapi

Terapi dengan bahan dari tumbuh-tumbuhan poluler diberikan di Eropa dan

baru-baru ini di Amerika. Obat-obatan tersebut mengandung bahan dari

tumbuhan seperti Hypoxis rooperis, Pygeum africanum, Urtica sp, Sabal

serulla, Curcubita pepo, Populus temula, Echinacea purpurea, dan Secale

cerelea. Masih diperlukan penelitian untuk mengetahui efektivitas dan

keamanannya1,2.

3. Terapi Bedah Konvensional

- Open simple prostatectomy

Indikasi untuk melakukan tindakan ini adalah bila ukuran prostat terlalu besar,

di atas 100g, atau bila disertai divertikulum atau batu buli-buli. Dapat

dilakukan dengan teknik transvesikal atau retropubik. Operasi terbuka

memberikan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi daripada TUR-P1-2.

4. Terapi Invasif Minimal

a. Transurethral resection of the prostate (TUR-P)

Prinsip TUR-P adalah menghilangkan bagian adenomatosa dari prostat yang

menimbulkan obstruksi dengan menggunakan resektoskop dan elektrokauter.

Sampai saat ini, TUR-P masih merupakan baku emas dalam terapi PPJ.

Sembilan puluh lima persen prostatektomi dapat dilakukan dengan endoskopi.

Komplikasi jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia (sindrom

TUR), dan retensi karena bekuan darah. Komplikasi jangka panjang adalah

struktur uretra, ejakulasi retrograd (75%), inkontinensia (<1%), dan disfungsi

ereksi (4-40%)1,2.

b. Transurethral incision of the prostate (TUIP)

Dilakukan terhadap penderita dengan gejala sedang sampai berat dan dengan

ukuran prostat kecil, yang sering terdapat hiperplasia komisura posterior (leher

kandung kemih yang tinggi). Teknik ini meliputi insisi pada arah jam 5 dan 7.

Penyulit yang bisa terjadi adalah ejakulasi retrograd 1,2.

c. Terapi laser

27

Page 28: SKEN B BLOK 11 L11

Terdapat dua sumber energi yang digunakan, yaitu Nd YAG dan holmium

YAG. Tekniknya antara lain Transurethral laser induced prostatectomy

(TULIP) yang dilakukan dengan bantuan USG, Visual coagulative necrosis,

Visual laser ablation of the prostate (VILAP), dan interstitial laser therapy.

Keuntungan terapi laser adalah perdarahan minimal, jarang terjadinya sindrom

TUR, mungkin dilakukan pada pasien yang menjalani terapi antikoagulan, dan

dapat dilakukan tanpa perlu dirawat di rumah sakit. Kerugiannya di antaranya

tidak didapatkan jaringan untuk pemeriksaan histopatologi, diperlukan waktu

pemasangan kateter yang lebih lama, keluhan iritatif yang lebih banyak, dan

harga yang mahal1,2. Efek samping yang pernah dilaporkan di Indonesia

adalah perdarahan (2%), nyeri pasca operasi (3%), retensi (19%), ejakulasi

retrograd (3%), dan disfungsi ereksi (1%)13.

d. Microwave hyperthermia

Memanaskan jaringan adenoma melalui alat yang dimasukkan melalui uretra

atau rektum sampai suhu 42-45oC sehingga diharapkan terjadi koagulasi1,2.

e. Trans urethral needle ablation (TUNA)

Alat yang dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur, dapat

mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenoma dan mengalirkan panas,

sehingga terjadi koagulasi sepanjang jarum yang menancap di jaringan

prostat2.

f. High intensity focused ultrasound (HIFU)

Melalui probe yang ditempatkan di rektum yang memancarkan energi

ultrasound dengan intensitas tinggi dan terfokus1.

g. Intraurethral stent

Adalah alat yang secara endoskopik ditempatkan di fosa prostatika untuk

mempertahankan lumen uretra tetap terbuka. Dilakukan pada pasien dengan

harapan hidup terbatas dan tidak dapat dilakukan anestesi atau

pembedahan1,2.

28

Page 29: SKEN B BLOK 11 L11

h. Transurethral baloon dilatation

Dilakukan dengan memasukkan kateter yang dapat mendilatasi fosa prostatika

dan leher kandung kemih. Prosedur ini hanya efektif bila ukuran prostat

kurang dari 40 g, sifatnya sementara, dan jarang dilakukan lagi.

f. Komplikasi

Urinary retention

Renal impairment

Urinary tract infection

Gross hematuria

Bladder stones

Bladder decompensation

Overflow incontinency

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton et Hall. 2008. Fisiologi Kedokteran edisi 9. Jakarta:EGC

29

Page 30: SKEN B BLOK 11 L11

2. Lee, David I., MD. Benign Prostatic Hyperplasia. Penn Presbyterian Hospital -

Univesity of Pennsylvania.

3. Levy, Albert, MD et al. Benign prostatic hyperplasia: When to ‘watch and wait,’

when and how to treat. Cleveland Clinic Journal of Medicine Volume 74. May 2007:

S15-S20.

4. Nordling J et al. In: Chatelain C et al, eds. Benign Prostatic Hyperplasia. Plymouth,

UK: Health Publication Ltd; 2001:107-166.

5. Reynard, John. Lower Urinary Tract Emergencies.

6. http://www.springer.com/978-1-85233-811-4

7. Special BPH Treatment, www.urolog.nl

8. Scanlon, Valerie C. 2007. Essentials of Anatomy and Physiology 5th Edition.

Philadelphia: F. A. Davis Company

9. Gibson, John. 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat. Jakarta: EGC

10. Aryulina, Diah, et all. 2004. Biologi. Jakarta: Esis

11. Smeltzer, Suzanne C. 2008. Brunner & Suddarth’s Medical-Surgical Nursing.

Philadelphia: Lippincott-Raven Publishers

30