of 19 /19
Journal Reading Seet PROGRAM PATOLOGI Sitologi Kelenjar Liur Diterjemahkan dari : Cytology of the Salivary Glands thala. Surgical Pathology (2014);7:61–75 Oleh: dr. Vika Indriani Pembimbing : dr. I Made Gotra, Sp.PA M PENDIDIKAN DOKTER SPESIALI I ANATOMI FK UNUD/RSUP SANGL DENPASAR 2016 1 IS-1 LAH

Sitologi Kelenjar Liur final - erepo.unud.ac.id

  • Author
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Text of Sitologi Kelenjar Liur final - erepo.unud.ac.id

Microsoft Word - Sitologi Kelenjar Liur finalOleh:
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
DENPASAR
2016
1
ABSTRAK
Penggunaan umum dari aspirat jarum halus (FNA) untuk lesi kelenjar liur adalah
penentuan praoperasi, apakah lesi tersebut merupakan lesi neoplastik, asal lesi
tersebut, dan jika neoplastik, apakah itu jinak/low grade atau high grade. Pewarnaan
imunohistokimia dapat dilakukan pada cell block untuk menentukan asal dan
membantu menegakkan diagnosis, meskipun tampilannya tidak selalu sama dengan
yang terlihat pada spesimen bedah. Beberapa translokasi karakteristik dijelaskan
dalam berbagai entitas dalam kategori ini, dan dapat dievaluasi dengan menggunakan
fluorescence in situ hybridization. Di masa depan, panel sekuensial yang lebih baik
dapat lebih menyempurnakan diagnosis sitologi pada tumor kelenjar liur.
Kata Kunci: kelenjar liur, sitologi, imunohistokimia, molekuler
PENDAHULUAN
Tujuan utama dari aspirat biopsi jarum halus (FNAB) pada lesi kelenjar liur
adalah untuk memberikan penilaian terhadap nodul kelenjar liur yang dapat
mempengaruhi keputusan untuk intervensi bedah, hingga luasnya operasi. Dalam hal
ini, prioritas ahli sitopatologi dapat diringkas sebagai berikut: (1) membedakan
antara lesi neoplastik dan non-neoplastik, (2) menentukan asal neoplasma (misalnya
epitelial, hematolimfoid, melanositik, dan tumor mesenkimal), dan (3) membedakan
tumor jinak/low grade dari tumor high grade. Untuk keganasan high grade,
membedakan tumor primer dari metastasis sering menjadi salah satu prioritas.
Diagnosis spesifik sebenarnya tidak diperlukan dalam diagnosis FNAB, dan pada
banyak kasus cukup menantang bahkan mustahil, mengingat gambaran sitologi yang
tumpang tindih antara berbagai entitas.
Kinerja FNAB dalam memperoleh tujuan yang telah dijelaskan sebelumnya
terutama bergantung pada dasar penilaian morfologis konvensional. Namun
walaupun di tangan sitopatolog yang berpengalaman, ada beberapa perangkap dan
kekurangan dalam evaluasi sitologi. Jadi, seperti ahli histopatologi, peran
pemeriksaan imunohistokimia dan molekuler pada bahan aspirat menjadi penting
3
imunohistokimia dan molekuler yang digunakan pada neoplasia epitel kelenjar liur
DIAGNOSIS BANDING
Tumor kelenjar liur yang dapat dikatakan merupakan kelompok neoplasma
yang paling beragam per unit dari total volume tubuh. Keragaman serta morfologi
yang tumpang tindih antara beberapa jenis tumor, membuat diagnosis FNAB sangat
menantang. Diagnosis yang tepat pada spesimen bedah memerlukan sampel yang
memadai dan pendekatan algoritmik; keragaman morfologi membuat diagnosis
dengan cara "wallpaper matching" memiliki potensi berbahaya. Diagnosis FNAB
juga dapat mengambil manfaat dari pendekatan algoritmik, namun tanpa konfigurasi
arsitektur pemersatu atau "border" seperti yang terlihat pada potongan parafin dari
reseksi tumor, aspirat FNAB secara paradoks merupakan gabungan parameter yang
lebih kompleks.
karakteristik selularitas dan stroma/ekstraseluler. Karena pertimbangan non-
neoplastik belum disingkirkan dari diagnosis banding (reseksi bedah umumnya
dilakukan untuk tumor), FNAB masih berperan dalam menyingkirkan lesi inflamasi
dan latar belakang dari sel-sel inflamasi menjadi penting. Lebih jauh, kualitas
pengecatan dapat bervariasi pada apusan FNA dibandingkan dengan potongan
jaringan, mengingat perbedaan dalam persiapan pewarnaan. Misalnya, perubahan sel
dengan sitoplasma jernih dapat disebabkan oleh kombinasi berbagai hal seperti
glikogenasi, fiksasi, dan pewarnaan, tumor dengan morfologi sel jernih pada
potongan jaringan dapat terlihat onkositoid pada materi aspirat. Selain itu, pada
hapusan FNA, karakteristik sitoplasma untuk mioepitel dan sel terkadang pada sel
asinar dapat hilang dan tidak ada sama sekali, menyerupai gambaran basaloid yang
pada potongan histologis akan berupa sel jernih atau onkositik. Seperti pada
potongan histologis, gambaran sel dalam tumor penting untuk FNA, dan pada FNA
bentuk sel serta ukurannya bahkan menjadi lebih penting untuk menentukan suatu
diagnosis.
Pendekatan diagnostik banding yang rinci di luar lingkup artikel ini. Namun,
kategori kunci FNAB akan dibahas diantaranya aspirat seluler/basaloid, aspirat
onkositik atau onkositoid, aspirat kistik, dan aspirat limfoid. Untuk diskusi ini, hanya
neoplasma epitelial yang dibahas.
myoepitelioma, adenoma/adenokarsinoma sel basal, dan karsinoma adenoid kistik
(Tabel 1). Dari lesi-lesi tersebut, karsinoma adenoid kistik jauh lebih agresif dan
dengan demikian sangat penting untuk dikenali. Semua tumor dalam kategori ini
berisi campuran sel duktal dan mioepitel, tetapi karakteristik tertentu, meskipun
sering tidak terlihat, mungkin berguna dalam membedakan kelompok-kelompok
tersebut. Seperti pleomorfik adenoma memiliki daerah yang mengandung
karakteristik matriks myxoid feathery terpulas berwarna metachromatic magenta
pada pewarnaan tipe Romanowsky (Gambar. 1A, B). Berbeda dengan kategori
lainnya, pleomorfik adenoma cenderung memiliki gambaran sel yang lebih
heterogen, seperti sel mioepitel plasmasitoid, sel duktal, dan sel-sel stroma berbentuk
spindle. Sel-sel tumor yang melekat dalam stroma dapat memiliki gambaran stellata
atau spindle. Myoepitelioma umumnya tidak dapat dibedakan dari pleomorfik
adenoma berdasarkan FNA saja mengingat gambaran sitomorfologi yang tumpang
tindih, namun adanya komponen duktal, jika dapat diidentifikasi, akan
menyingkirkan diagnosis myoepitelioma. Adenoma sel basal dan adenokarsinoma sel
basal secara sitomorfologi lebih seragam (maka, munculah istilah adenoma
monomorfik) dan memiliki stroma lebih prominen berisi kolagen yang kadang masih
mengandung sel tumor yang saling tumpang tindih diantara stroma (Gambar 2).
Sebaliknya, karsinoma adenoid kistik sangat monomorfik dan terdiri dari inti
hiperkromatik, angulated, sitoplasma yang sangat sedikit, dan dengan karakteristik
matriks silinder mengelilingi sel tumor yg berbatas tegas, tidak bercampur seperti
kategori lainnya (Gambar 3). Pengecualian pada adenoma/adenokarsinoma sel basal
varian membranosa, yang memiliki stroma yang sangat mirip dengan karsinoma
adenoid kistik. Namun inti karsinoma adenoid kistik dengan gambaran
heterokromatin, kasar dan anak inti yang lebih tidak teratur bentuknya dibandingkan
entitas lain (lihat Gambar. 3, inset).
5
Tabel 1. Kunci untuk pertimbangan diagnosis banding pada aspirat basaloid
seluler
belakang
Pleomorfik
adenoma
tersusun disekitarnya
Gambar 1. Pleomorfik adenoma (A) Gambaran klasik pada pembesaran rendah
aspirat dengan menggunakan pewarnaan Romanowsky menunjukkan partikel matriks
fibriler berwarna magenta terang (Diff Qiuck, pembesaran x100). (B) Bahkan dalam
apusan yang lebih seluler, sel tumor menyatu dengan stroma fibriler dalam susunan
spindle atau stelata (Papanicolaou pembesaran x400).
6
Gambar 2. Adenoma sel basal. Tumor ini terdiri dari sel basaloid monomorfik yang
tertanam pada stroma hialin atau fibrous, sel tumor saling berpotongan dengan
stroma luas.
Gambar 3. Adenoid kistik karsinoma. Tumor juga dengan gambaran basaloid,
walaupun sel tumor angulated dan dengan karakteristik tersusun mengelilingi silinder
hialin seperti telihat pada gambar ini (Papanicolaou, pembesaran x400). Inset :
adenoid kistik karsinoma cederung memiliki kromatin yang lebih kasar dan anak inti
yang lebih irreguler dibandingkan dengan diagnosis diferensial yang lain
(Papanicolaou, pembesaran x600).
namun pertimbangan utama diantaranya onkositoma, kistadenoma onkositik, tumor
Warthin, mukoepidermoid kasinoma, karsinoma sel asinik, mammary analogue
secretory carcinoma, dan salivary duct carcinoma (Tabel 2). Onkositoma,
kistadenoma onkositik, dan tumor Warthin memiliki gambaran sitomorfologi yang
serupa yaitu pada aspirat mengandung sel-sel tumor dengan sitoplasma dengan
granular eosinofilik yang berlimpah (atau sianofilik hingga orangeofilik pada
pewarnaan Papanicolaou) dengan inti bulat kecil dan samar. Perbedaan didasarkan
pada absennya latar belakang cairan kista dalam onkositoma, dan latar belakang
limfoid, yang mendefinisikan tumor Warthin (Gambar 4). Mukoepidermoid
kasinoma sering menunjukkan komponen onkositik yang menonjol, stroma limfoid,
dan mungkin bersifat padat atau kistik tergantung pada grade, namun harus
menunjukkan campuran epidermoid dan sel musin (Gambar. 5A-C). Suatu
pengecualian adalah tumor Warthin yang mengalami infark dan dapat menunjukan
metaplasia sel skuamosa dan musinus, menjadikannya sulit dibedakan pada FNA.
Gambaran karsinoma sel asinik yang klasik kaya akan granul zymogen dan memiliki
sitoplasma lebih basofilik, namun terkadang tumpang tindih dengan lesi onkositik.
Mengenali area yang lebih klasik penting untuk menegakkan diagnosis (Gambar.
6A). Mammary analogue secretory carcinoma dan salivary duct carcinoma juga
terdiri atas sel-sel tumor yang memiliki gambaran onkositik dengan sitoplasma luas
dan bergranular. Namun, karsinoma sekretoris analog payudara mengandung banyak
musin dan menunjukkan sitoplasma dengan banyak vakuola (lihat Gambar. 6B).
Salivary duct carcinoma dapat dibedakan dimana pada umumnya high grade dan
akan menunjukkan pleomorfisme sitonuklear yang menonjol (Gambar. 7). Tidak
jarang terdapat pula nekrosis tumor.
8
Tabel 2 Kunci untuk pertimbangan diagnosis banding pada aspirat onkositik /
onkositoid, kistik dan limfoid
belakang
warthin tumor
9
Gambar 4. Warthin tumor, terdiri dari kelompok sel dengan sitoplasma luas
bergranuler dan inti monoton. Kadang terdapt debris granuler pada latar belakang
menandakan isi kista. Sebaran limfosit (tanda panah) dapat ditermukan (Diff-Quick,
pembesaran x200). Inset : Pada pewarnaan Papanicolaou, sel onkosit dapat
mengandung granula orangeofilik pada sitoplasma yang sianofilik. Inti kecil dan
monomorfik, anak inti dapat terlihat (Papapnicolaou, pembesaran x400)
Gambar 5. Mukopidermoid karsinoma.(A) Tumor lowgrade dengan latar belakang
mukoid yang prominen (Papanicolaou, pembesaran x100). (B) Sel cenderung
berbentuk poligonal dengan sitoplasma berukuran sedang, granuler, dapat juga
ditemukan diferensiasi epidermoid fokal dengan gambaran sebaran inti orangeofilik
pada kelompok sel (Papanicolaou, pembesaran 400x). (C) Sel penghasil musin
berbentuk poligonal dan bervakuola, menyerupai muciphages (Papanicolaou,
pembesaran x400).
10
Gambar 6. Karsinoma sel asinik dan mammary analogue secretory carcinoma. (A)
Karsinoma sel asinik menunjukkan arsitektur papiler yang bercabang pada FNAB
(Papanicolaou, pembesaran x100). Inset : Sel tumor menunjukkan banyak granula
zimogen (Papanicolaou, pembesaran x400). (B) Mammary analogue secretory
carcinoma kadang menyerupai pola pada karsinoma sel asinik pada FNAB
(Papanicolaou, pembesaran x400). Inset : Perbedaan utama secara sitomorfologi
adalah terdapat vakuolisasi yang tipikal pada mammary analogue secretory
carcinoma (Papanicolaou, pembesaran x400).
Gambar 7. Salivary duct carcinoma. Seperti aspirat onkositoid lainnya, sel tumor
memiliki sitoplasma yang mengandung banyak granuler sampai bervakuola, namun
dengan pleomorfisme inti yang lebih mencolok bahkan dalam pembesaran kecil dan
terdapat latar belakang berupa neutrofil dan debris (Diff-Quick, pembesaran x200).
Inset : Pada pembesaran yang lebih tinggi ukuran inti dan variasi bentuk sangat jelas,
dan sel tumor menunjukkan anak inti eosinofilik yang amat prominen (Papanicolaou,
pembesaran x400).
Menariknya, banyak dari lesi onkositik yang dijelaskan sebelumnya termasuk
dalam diagnosis banding untuk tumor kistik dan tumor dengan latar belakang limfoid
karena sebagai tambahan tumor Warthin, karsinoma mukoepidermoid, karsinoma sel
asinik dan mammary analogue secretory carcinoma dapat juga berkarateristik kistik
dan juga memiliki stroma yang kaya akan sel-sel limfoid. Pada FNAB, perbedaan
untuk lesi dengan banyak sel-sel limfoid dan kistik termasuk lesi non-neoplastik,
seperti sialadenitis, sialocyst, dan kista limfoepitelial. Dalam hal ini, manifestasi
klinis (massa berbatas tegas vs pembesaran difus) dapat digunakan. Selain itu, hasil
aspirat non neoplastik mengandung unsur epitelial lebih sedikit.
STUDI TAMBAHAN
PEWARNAAN KHUSUS
Pewarnaan histokimia sering digunakan untuk menandai stroma atau
komponen sitoplasma. Misalnya, mucicarmine, periodic acid-Schiff (PAS) diastase,
dan pewarnaan biru Alcian (pH 2,5) dapat menandai intrasitoplasmik dan musin
lumen, yang penting untuk berbagai jenis tumor, terutama mukoepidermoid
karsinoma. PAS diastase juga menandai butiran zymogen pada karsinoma sel asinik.
Pewarnaan hematoxylin asam fosfotungstat menandai mitokondria pada lesi
onkositik dan pada jaringan potong beku, minyak Red O tetap menjadi salah satu
metode terbaik untuk mengkonfirmasi diferensiasi lemak dengan menandai tetesan
lipid.
IMUNOHISTOKIMIA
penilaian morfologi. IHK berguna untuk membedakan tumor epitelial dari golongan
limfoma, sarkoma, dan melanoma. Sebagai tambahan, adanya pewarnaan
imunohistokimia juga dapat membantu dalam membedakan klasifikasi jenis tumor
kelenjar liur secara akurat. Namun, pemanfaatan pewarnaan ini secara efektif
memerlukan interpretasi konteks gambaran morfologis (yaitu, bagian sel yang
positif, intensitas, distribusi).
kasus FNAB. Penggunaan pewarnaan imunohistokimia yaitu dalam penentuan jenis
sel dalam tumor antara lain: duktus (epitel), mioepitel, basal, atau asinar (Tabel 3).
12
Sebagai aturan, keratin dengan berat molekul rendah lebih tampak dalam tumor jenis
duktal, sedangkan keratin dengan berat molekul tinggi dan p63 diekspresikan dalam
tumor basal, mioepitel, atau komponen skuamus. Sel mioepitel juga
mengekspresikan vimentin dan penanda otot (aktin, calponin) dalam berbagai
derajat. Meskipun S100 dianggap sebagai penanda mioepitel, sering diekspresikan
dalam tumor jenis duktal, seperti adenoma kanalikular dan adenokarsinoma
polimorfik low grade. Baru-baru ini, DOG1 dan SOX10 telah terbukti mendukung
fenotip asinar (lihat Tabel 3). Selain itu, penanda tertentu, seperti reseptor androgen,
GCDFP 15 (pada salivary duct carcinoma), dan c-Kit (pada karsinoma adenoid
kistik) yang secara khusus diekpresikan pada jenis tumor tertentu.
UJI MOLEKULER
Uji molekuler sekarang dapat dilakukan baik pada cell block dan bahan aspirat.
Beberapa translokasi, amplifikasi, dan mutasi yang sering terjadi (kadang yang
spesifik) dapat dinilai dengan menggunakan metode berbasis fluorescence in situ
hybridization (FISH) atau metode berbasis polymerase chain reaction (PCR) (Tabel
4). Mendefinisikan translokasi termasuk translokasi t(12;22)(q13;p12) yang
mengakibatkan fusi EWSR1-ATF1 terlihat pada hyalinizing clear cell carcinoma dan
translokasi t(12;15) (p13; Q25) yang mengakibatkan fusi ETV6-NTRK3 terlihat pada
mammary analogue secretory carcinoma, dan bahkan diagnosis ini ditegakkan pada
FNAB. Selanjutnya, sebagian besar karsinoma mukoepidermoid memiliki fusi
CRTC1 atau CRTC3-MAML2 (translokasi t[11;19][q21- 22; p13]46 atau t[11;
15][Q21; Q26]47 translokasi), dan, dengan demikian, diagnosis ditegakan dengan
mengidentifikasi salah satu dari translokasi ini.
Chiosea dan rekan, berdasarkan pengalaman klinis, mendokumentasikan
kelayakan tes ini pada bahan aspirat. Baru-baru ini, translokasi t(6; 9) (q22-23;p23-
24) yang menghasilkan perpaduan MYB-NFIB telah dijelaskan pada karsinoma
adenoid kistik. Meskipun prevalensi translokasi ini bervariasi antara 25% dan 100%,
status translokasi positif adalah spesifik untuk karsinoma adenoid kistik dan dengan
demikian dapat berguna.
Sel Basal Sel Myoepitel Sel Duktal Sel Asinik
Sebaran dalam
Penanda otot
(actin, calponin,
smooth muscle
myosin heavy
Tabel 4. Perubahan molekuler yang umum diketahui pada tumor primer
kelenjar liur
(%)
Adenoid cystic
modalitas terapi, aplikasi terapi langsung dari studi tersebut masih terbatas
kegunaannya, terutama pada FNAB, karena sebagian besar tumor diterapi sejak dini,
dan sering bersifat definitif, melalui pembedahan. Selain itu, penanda tertentu yang
merupakan target terapi untuk organ lain tidak efektif dalam memprediksi respon
pada karsinoma kelenjar liur. Sebagai contoh, meskipun c-Kit secara jelas terekspresi
pada karsinoma adenoid kistik, beberapa studi menunjukkan respon parsial atau tidak
ada respon terhadap imatinib, yang memiliki target pada reseptor ini. Namun,
identifikasi terbaru mengenai mutasi yang mengaktivasi FGFR-2 pada sekelompok
tumor menetapkan target potensial lainnya. Upaya untuk menunjukkan respon
trastuzumab pada salivary duct carcinoma, yang mengekspresikan Her-2/Neu
memberikan beberapa hasil yang baik tetapi terutama pada skala kecil. Pada
beberapa kasus di mana terapi antiandrogen diberikan untuk tumor jenis ini telah
15
menunjukkan respon yang baik. Mutasi PIK3CA sekarang juga berpotensi sebagai
target baru terapi untuk salivary duct carcinoma.
Mungkin kegunaan prognostik utama dari uji tambahan adalah sehubungan
dengan translokai CRTC1 atau CRTC3-MAML2 yang tampak pada karsinoma
mukoepidermoid. Secara keseluruhan, translokasi positif tercatat berkorelasi dengan
grade tumor yang lebih rendah dan prognosis yang lebih baik, namun kekuatan
indikator prognostik ini bersifat independen dengan stadium dan kategorisasi tumor
high grade masih menjadi perdebatan di literatur. Sebagai catatan, delesi p16 tercatat
dalam seri terbatas untuk meniadakan efek prognosis yang menguntungkan dari
translokasi positif, terutama dalam karsinoma mukoepidermoid high grade.
PENERAPAN PRAKTIS
metodologi dan kualitas bahan aspirat. Namun, pengujian imunohistokimia dan FISH
telah siap untuk digunakan. Dengan adanya bahan dari cell block, perlengkapan uji
imunohistokimia untuk FNA kurang lebih sama dengan perlengkapan untuk
spesimen dari bahan opersi. Namun, jika dilihat dari perspektif praktis, penerapan uji
tambahan tersebut masih memberikan hasil yang tidak konsisten (lihat Kerugian
dibawah).
karsinoma adenoid kistik biasanya mengekspresikan c-kit (Gambar 8) pada FNAB.
Namun, penanda ini sebenarnya tidak memiliki kinerja yang terlalu baik pada lesi
yang menyerupai satu dan lainnya, bahkan dengan antibodi yang berbeda.
Sebaliknya, protein asam fibriler glial dan CD57 secara positif berhasil membedakan
pleomorfik adenoma dengan diagnosis lainnya, terutama karsinoma adenoid kistik,
meskipun tidak terlalu sensitif untuk diagnosis tersebut. Kekurangan lainnya adalah
entitas basaloid lainnya tidak dieksklusi oleh hasil GFAP, maupun CD57 yang
negatif.
16
Gambar 8. Imunohistokimia c-kit pada adenoid kistik karsinoma. (A) Sel blok
menunjukkan beberapa struktur tubuler bilayer tersusun atas sel-sel yang
hiperkromatik (HE, pembesaran x400). (B) Pewarnaan c-kit yang terpulas positif
pada sel duktal (DAB, pembesaran x400), Namun penanda ini tidak spesifik pada
FNAB dan harus digunakan dengan perhatian khusus.
Aspirat onkositik dan onkositoid juga memiliki tingkat kesulitan yang tinggi,
baik yang kistik-solid, solid, atau memiliki stroma limfoid yang prominen. Diagnosis
banding lesi yang bersifat low-grade meliputi tumor jinak dan lesi non-neoplastik,
seperti tumor Warthin, kista kelenjar liur/kistadenoma onkositik, dan keganasan tipe
low-grade, seperti karsinoma mukoepidermoid, mammary analogue secretory
carcinoma, dan karsinoma sel asinik. Untuk kasus-kasus yang demikian, FISH
memiliki kegunaan potensial yang sangat besar, karena dapat mendiagnosis
karsinoma mukoepidermoid dan mammary analogue secretory carcinoma secara
definitif. Griffith dan kolega berhasil menerapkan teknik ini pada bahan blok sel
untuk memvalidasi uji FISH pada translokasi ETV6-NTRK3 untuk mammary
analogue secretory carcinoma pada aspirat blok sel dan bahkan mendeskripsikan
kasus yang telah didiagnosis sebelum reseksi operatif (Gambar 9A, C). Mammary
analogue secretory carcinoma juga terbukti positif untuk S100 dan mammaglobin
bahkan pada bahan aspirat (lihat Gambar 9B), meskipun terkadang salah satu atau
bahkan kedua penanda ini bisa saja negatif pada aspirat. Chiosea dan kolega juga
menunjukkan bahwa bahan FNA sudah cukup untuk pengujian translokasi CRTC1/3-
MAML pada karsinoma mukoepidermoid. Namun, perlu diingat bahwa hasil FISH
yang negatif belum tentu akan mengeksklusi diagnosis ini, karena sekitar 30%
karsinoma mukoepidermoid terbukti negatif untuk translokasi tersebut. Pada
spektrum onkositoid yang bersifat high-grade, diagnosis bandingnya adalah
17
memiliki translokasi CRTC-MAML, hasil tes yang negatif tetap tidak mengeksklusi
diagnosis ini. Salivary duct carcinoma dapat didiagnosis dengan menggunakan
imunohistokimia reseptor androgen (Gambar 10). Salah satu kekurangan tes ini
adalah fitur sitonuklearnya harus mencerminkan keganasan onkositoid intermediate
hingga high-grade, karena pleomorfik adenoma dengan perubahan apokrin pun dapat
mengekspresikan penanda tersebut.
Gambar 9. Pemeriksaan tambahan pada mammary analogue secretory carcinoma.
(A) Sel blok menunjukkan pertumbuhan papiler dan sel tumor yang pleomorfik,
tidak seperti umumnya dan mengandung sitoplasma yang bergranula serta
bervakuola, mencurigakan suatu karsinoma tipe lain yang lebih agresif seperti
salivary duct carcinoma (HE, pembesaran x400). (B) Mammaglobin positif terpulas
(DAB, pembesaran x400). (C) pemeriksaan FISH untuk ETV6 menunjukkan
fluoresensi kuning yang intak dan satu fluoresensi terpisah merah-hijau pada hampir
seluruh sel tumor, konsisten dengan translokasi sehingga mengkonfirmasi diagnosis.
18
Gambar 10.Reseptor androgen menandakan salivary duct carcinoma. (A) cell block
menunjukkan tumor pleomorfik dengan sitoplasma eosinofilik bergranular dan
bervakuola (HE, pembesaran x400). (B) Reseptor androgen terpulas positif kuat
(DAB, pembesaran x400).
• Meskipun dengan cell block memungkinkan dilakukan pengujian
imunohistokimia jenis apapun untuk dilakukan pada bahan FNA, kinerja
penanda tersebut (misalnya, selektivitas c-kit untuk karsinoma adenoid kistik)
mungkin tidak sekuat pengujian pada spesimen dari bahan operasi.
• Beberapa penanda imunohistokimia (misalnya, S100 dan mammaglobin pada
mammary analogue secretory carcinoma) mungkin hanya diekspresikan fokal
pada area tertentu sehingga tampak negatif pada bahan FNA, karena
keterbatasan jumlahnya.
• Imunoreaktivitas harus selalu dipertimbangkan pada konteks fitur sitonuklear,
karena beberapa penanda (misalnya, reseptor androgen) dapat diekspresikan
pada berbagai tipe tumor sehingga tidak boleh dijadikan alasan tunggal untuk
menegakkan diagnosis (contohnya, karsinoma kelenjar liur).
• Menentukan status translokasi pada sebuah tumor mungkin berguna untuk
mengonfirmasi diagnosis spesifik pada FNA, namun negativitas untuk
translokasi tertentu (misalnya, CRTC1/3-MAML) tidak selalu mengeksklusi
pertimbangan diagnosis (misalnya, karsinoma mukoepidermoid).
19
Kebutuhan untuk “mendapat hasil lebih dengan melakukan lebih sedikit” akan
menjadi aturan terdepan dalam dunia kedokteran di masa yang akan datang.
Karenanya, bahan FNA akan lebih sering digunakan sebagai substrat untuk uji
tambahan. Seiring dengan makin mudahnya pengerjaan teknik molekuler, bahkan
modalitas berbasis PCR pun akan dimasukkan kedalam penanganan tumor kelenjar
liur. FNA tiroid dapat dijadikan contoh untuk penerapan tes ini pada tumor kelenjar
liur. Kini telah diketahui bahwa dengan menempatkan aspirat FNA langsung ke
fiksatif asam nukleat, maka hasil yang didapatkan untuk sampel DNA dan RNA
sudah cukup untuk dilakukan uji molekuler pada FNA tiroid. Seiring meningkatnya
pemahaman tentang biologi molekuler kelenjar liur, analisis molekuler berdasarkan
panel penanda mungkin akan memberikan manfaat yang signifikan dalam
menstratifikasi lesi. Panel sekuensial generasi terbaru sudah dikembangkan untuk
FNA tiroid, dan sangat mungkin akan dikembangkan pula untuk FNA kelenjar liur.
Penanda spesifik yang sejauh ini belum diuji namun sudah dipertimbangkan
baik untuk pengujian imunohistokimia maupun uji molekuler mungkin dapat merinci
lebih jauh diagnostik lesi basaloid dengan mengikutsertakan imunohistokimia
PLAG1, HMGA2, dan FISH untuk adenoma pleiomorfik, imunohistokimia beta
katenin nuklear untuk adenoma sel basal, serta imunohistokimia MYB dan FISH
untuk karsinoma adenoid kistik. Dewasa ini, translokasi EWSR1 yang baru (dengan
POU5F1) telah ditemukan terkait dengan karsinoma mukoepidermoid high-grade.
Dapat disimpulkan, keragaman histologis keganasan kelenjar liur merupakan
halangan yang cukup besar dalam menentukan klasifikasi berdasarkan FNA. Namun,
karena uji imunohistokimia, FISH dan bahkan uji PCR semakin mudah dilakukan,
klasifikasi morfologis dari keganasan tersebut dapat dirinci lebih jauh. Seperti halnya
dengan keganasan pada organ lainnya, panel uji diagnostik canggih yang terdiri dari
teknologi sekuensi generasi terbaru akan semakin banyak digunakan pada FNA
kelenjar liur untuk kegunaan diagnostik, dan mungkin juga untuk kegunaan
terapeutik.