15
KORELASI ANTARA KANDUNGAN AIR LIUR TERHADAP TINGKAT KECEREWETAN SISWA DI SMA UNGGULAN CT ARSA FOUNDATION SUKOHARJO (CORRELATION BETWEEN SALIVA COMPONENTS AND STUDENT TALKATIVE DEGREE IN CT ARSA FOUNDATION SUKOHARJO SENIOR HIGH SCHOOL) Adnan Hasyim Wibowo 1 , Tri Ardian Rinalda 1 , Nur Kholis Novianto, M.Pd. 2 1 Siswa SMAU CT ARSA Foundation Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia 2 Guru SMAU CT ARSA Foundation Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected] ABSTRACT Humans as social beings who put forward altruistic in life require communication to achieve goals. One method as a medium for delivering information is to talk. Sometimes some people talk too much or are usually said to be fussy. This fuss is associated with a lot of babbling mouths in which saliva (saliva) is produced. Based on this the researchers assume that the content of a person's saliva correlates with that person's fussiness. This hypothesis led researchers to research at CT ARSA Foundation Sukoharjo High School which has a student population of 353. 10 samples were taken randomly from the population to be asked to fill in the fussiness survey, assess the level of fussiness according to the population, and collect saliva for the womb test. It turned out that based on test results it was found that the saliva of students who indicated fussy based on survey values contained more protein and had higher temperatures and lower pH. So, the researchers concluded there was a correlation between saliva content and fussiness. Based on these results the researcher provides advice to other researchers, the general public, and the government to optimize the positive nagging of students as young people of the nation to develop the country. Keywords: Saliva, Talkative, Students of CT ARSA Foundation High School. ABSTRAK Manusia sebagai makhluk sosial yang mengedepankan altruistik dalam kehidupan memerlukan komunikasi untuk mencapai tujuan. Salah satu metode sebagai media penyampaian informasi adalah dengan berbicara. Terkadang terdapat beberapa orang yang terlalu banyak dalam berbicara atau biasa dikatakan cerewet. Kecerewetan ini berasosiasi dengan mulut yang banyak mengoceh yang di dalamnya menghasilkan saliva (air liur). Berdasarkan hal ini peneliti berasumsi bahwa kandungan air liur seseorang memiliki korelasi dengan kecerewetan orang tersebut. Hipotesis ini membawa peneliti untuk melakukan penelitian di SMA Unggulan CT ARSA Foundation sukoharjo yang memiliki populasi siswa sejumlah 353 jiwa. 10 sampel diambil secara acak dari populasi tersebut untuk diminta mengisi survei kecerewetan, dinilai tingkat 2020 Buku Prosiding IFSA 2.0 Indonesian Fun Science Award 48

KORELASI ANTARA KANDUNGAN AIR LIUR TERHADAP TINGKAT

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KORELASI ANTARA KANDUNGAN AIR LIUR TERHADAP TINGKAT

KORELASI ANTARA KANDUNGAN AIR LIUR TERHADAP TINGKAT KECEREWETAN SISWA

DI SMA UNGGULAN CT ARSA FOUNDATION SUKOHARJO (CORRELATION BETWEEN SALIVA COMPONENTS AND STUDENT TALKATIVE

DEGREE IN CT ARSA FOUNDATION SUKOHARJO SENIOR HIGH SCHOOL)

Adnan Hasyim Wibowo1, Tri Ardian Rinalda1, Nur Kholis Novianto, M.Pd.2

1Siswa SMAU CT ARSA Foundation Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia 2Guru SMAU CT ARSA Foundation Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia

Email: [email protected], [email protected],

[email protected]

ABSTRACT

Humans as social beings who put forward altruistic in life require communication to achieve goals. One method as a medium for delivering information is to talk. Sometimes some people talk too much or are usually said to be fussy. This fuss is associated with a lot of babbling mouths in which saliva (saliva) is produced. Based on this the researchers assume that the content of a person's saliva correlates with that person's fussiness. This hypothesis led researchers to research at CT ARSA Foundation Sukoharjo High School which has a student population of 353. 10 samples were taken randomly from the population to be asked to fill in the fussiness survey, assess the level of fussiness according to the population, and collect saliva for the womb test. It turned out that based on test results it was found that the saliva of students who indicated fussy based on survey values contained more protein and had higher temperatures and lower pH. So, the researchers concluded there was a correlation between saliva content and fussiness. Based on these results the researcher provides advice to other researchers, the general public, and the government to optimize the positive nagging of students as young people of the nation to develop the country.

Keywords: Saliva, Talkative, Students of CT ARSA Foundation High School.

ABSTRAK

Manusia sebagai makhluk sosial yang mengedepankan altruistik dalam kehidupan memerlukan komunikasi untuk mencapai tujuan. Salah satu metode sebagai media penyampaian informasi adalah dengan berbicara. Terkadang terdapat beberapa orang yang terlalu banyak dalam berbicara atau biasa dikatakan cerewet. Kecerewetan ini berasosiasi dengan mulut yang banyak mengoceh yang di dalamnya menghasilkan saliva (air liur). Berdasarkan hal ini peneliti berasumsi bahwa kandungan air liur seseorang memiliki korelasi dengan kecerewetan orang tersebut. Hipotesis ini membawa peneliti untuk melakukan penelitian di SMA Unggulan CT ARSA Foundation sukoharjo yang memiliki populasi siswa sejumlah 353 jiwa. 10 sampel diambil secara acak dari populasi tersebut untuk diminta mengisi survei kecerewetan, dinilai tingkat

2020 Buku Prosiding IFSA 2.0Indonesian Fun Science Award

48

Page 2: KORELASI ANTARA KANDUNGAN AIR LIUR TERHADAP TINGKAT

kecerewetannya menurut populasi, dan mengumpulkan air liur untuk dilakukan uji kandungan. Ternyata berdasarkan hasil pengujian didapatkan bahwa air liur siswa yang terindikasi cerewet berdasarkan nilai survei mengandung lebih banyak protein serta memiliki suhu yang lebih tinggi dan pH yang lebih rendah. Sehingga peneliti menyimpulkan terdapat korelasi antara kandungan air liur dengan kecerewetan. Berdasarkan hasil tersebut peneliti memberikan saran kepada peneliti lain, masyarakat umum, dan pemerintah untuk mengoptimalkan kecerewetan positif siswa sebagai pemuda bangsa untuk membangun negara.

Kata Kunci : Air Liur, Kecerewetan, Siswa SMA Unggulan CT ARSA Foundation .

PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk sosial yang memerlukan koordinasi dan kombinasi berbagai hal dengan sesama untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Harari, 2019). Dalam pelaksanaannya, manusia memerlukan perantara untuk menyampaikan maksud yang diinginkan sehingga pihak yang berkaitan dapat saling mengerti. Seiring berjalannya waktu inilah yang membentuk sistem komunikasi pada manusia.

Komunikasi secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yakni komunikasi langsung dan tidak langsung (Asih, 2010). Mayoritas komunikasi lebih sering menggunakan tipe komunikasi langsung. Pilihan general ini disebabkan karena sejak dulu nenek moyang kita lebih memilih sesuatu yang menghantarkan ke tujuan dengan lebih cepat. Komunikasi langsung dapat menyampaikan informasi dengan lebih jelas sehingga tujuan lebih cepat tercapai. Hal yang telah diwariskan secara tidak langsung melalui DNA kita inilah yang membentuk kita yang sekarang (Dawkins, 1990). Berbagai metode dan cara telah digunakan dalam proses komunikasi langsung, namun sebagian besar di antaranya terlalu menyusahkan. Salah satu metode komunikasi langsung yang paling efektif adalah dengan kata-kata atau yang biasa kita sebut dengan proses berbicara.

Berbicara, berbincang, berdiskusi, mengobrol, mencaci, dan memaki telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia zaman sekarang. Fungsi asli dari berbicara kini telah mengalami pergeseran makna menjadi sekedar kebiasaan bahkan hobi (Harari, 2019). Terkadang kondisi ini membuat informasi yang disampaikan terlalu banyak, namun sedikit substansi asli yang terkandung. Pada beberapa kondisi terjadi keanehan yang membuat seseorang terus menerus berbicara dan sulit berhenti ataupun jeda sejenak. Bahkan, bagi sebagian orang yang mengalami hal tersebut diam sejenak terasa menyiksa lisan mereka atau seringkali dikatakan dalam perkataan orang jawa “nek ra ngoceh lambene gatel” atau “jika tidak berbicara mulut saya gatal rasanya”. Hal ini menimbulkan penilaian dari orang lain terhadap orang tersebut, yang dikenal sebagai cerewet.

Seseorang yang cerewet biasanya merasa ada banyak hal untuk dibicarakan dan suka menyampaikan sesuatu dengan terburu-buru. namun, mereka jarang merasa bingung ketika ada banyak hal yang dibicarakan. Seseorang yang cerewet dapat berbicara lebih dari 100 kata dalam waktu 1 menit dan berpindah topik

2020 Buku Prosiding IFSA 2.0Indonesian Fun Science Award

49

Page 3: KORELASI ANTARA KANDUNGAN AIR LIUR TERHADAP TINGKAT

pembicaraan ketika apa yang disampaikan belum selesai. Mereka tidak terlalu menikmati kesendirian dan tidak sulit untuk bicara dengan orang yang baru dikenalnya.

Cerewet atau talkative sebenarnya bukan sekedar bawaan dan kondisi mental seseorang. Kondisi ini bisa terjadi karena metabolisme tertentu dari tubuh yang merangsang otak untuk terus menerima, menganalisis, dan mengirimkan informasi dari dan ke seluruh tubuh untuk disampaikan terus-menerus. Dalam hal ini saraf sensorik dari kesatuan pembentuk suara yang terus terangsang untuk bergetar berusaha untuk meneruskan impuls ke tempat lain atau memprosesnya menjadi suara. Suara-suara ini akan menyesuaikan dengan informasi yang datang bersamaan dengan impuls sehingga membuat perasaan ingin terus berbicara. Apabila hal ini tidak dilampiaskan maka tubuh akan melakukan mekanisme peredaman dan pertahanan tubuh alami dengan mengirim sensasi gatal halusinatis. Hal itulah yang membentuk kondisi cerewet dari dalam tubuh (Rohmana, 2017).

Rangsangan otak tadi tidak terjadi begitu saja, ada faktor kimiawi dan biologis yang membuatnya bekerja. Zat-zat yang masuk ke dalam tubuh memiliki peranan besar dalam hal ini, terlebih melalui makanan. Zat yang masuk ke dalam tubuh melalui mekanisme pencernaan memiliki potensi lebih besar untuk diserap tubuh dan mempengaruhi sistem hormon dan metabolisme tubuh (Mayr, 1990). Sesuai dengan jalur perjalanan makanan pada saluran pencernaan manusia normal maka mulut menjadi tempat pertama penampungan zat-zat ini. Di dalam mulut terdapat air liur untuk membantu proses pencernaan zat tersebut yang secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh konsentrasi zat mayoritas.

Air liur merupakan cairan khusus yang dihasilkan oleh kelenjar ludah yang terdapat di sekitar mulut manusia. Air liur terdiri dari 94%-99.5% air, zat organik, dan zat anorganik. Zat organik yang paling dominan dari air liur adalah protein, sedangkan zat anorganik paling dominan dari air liur sendiri merupakan ion K+ dan Na+ . Protein merupakan salah satu molekul organik yang terdapat dalam DNA sel manusia dan ikut membentuk kepribadian tiap individu.

Berdasarkan pemaparan tersebut peneliti beranggapan bahwa terdapat korelasi antara kandungan air liur dengan tingkat kecerewetan seseorang. Karena itu peneliti tertarik untuk mengangkat judul “Korelasi Antara Kandungan Air Liur Terhadap Kecerewetan Siswa di SMA Unggulan CT ARSA Foundation Sukoharjo” sebagai penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan korelasi antara kecerewetan seseorang dengan air liur siswa.

2020 Buku Prosiding IFSA 2.0Indonesian Fun Science Award

50

Page 4: KORELASI ANTARA KANDUNGAN AIR LIUR TERHADAP TINGKAT

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian campuran, di mana peneliti menggunakan data kualitatif dan data kuantitatif yang didapat dari hasil penelitian untuk dianalisis dan menghasilkan sebuah kesimpulan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sekuensial eksplanatori, di mana peneliti terlebih dahulu melakukan penelitian kuantitatif melalui uji kandungan dan survei, menganalisis hasil dan menyusun hasil yang akan diterangkan secara lebih rinci melalui penelitian kualitatif.

B. Bahan dan Alat

Tabel 1. Tabel Bahan dan Alat No Nama Keperluan Jumlah

Bahan 1 Air Liur Uji Kandungan 10 x 100 ml 2 Larutan Biuret A Uji protein 200 mL 3 Larutan Biuret B Uji protein 200 mL 4 Reagen Benedict Uji glukosa 200 mL

Alat 1 pH meter Mengukur Ph 1 buah 2 Thermometer digital Mengukur suhu 1 buah 3 Alat bedah mini Alat bantu 1 set 4 Pemantik api Menyalakan api 1 buah 5 Pembakar bunsen Memanaskan campuran 1 buah 6 Penjepit tabung kayu Alat bantu 1 buah

Bahan yang digunakan dalam penelitian air liur ini adalah sampel saliva (air

liur) manusia dari beberapa siswa yang dipilih secara acak, Larutan biuret A dan biuret B untuk menganalisis kandungan protein pada air liur siswa, benedict untuk menganalisis kandungan glukosa dalam air liur, dan lugol untuk menganalisis kandungan amilum dalam air liur.

Alat yang digunakan meliputi indikator universal untuk mengukur pH, serta termometer digital untuk mengukur suhu, tabung reaksi untuk menguji kandungan protein, amilum, dan glukosa, seperangkat alat bedah sebagai alat bantu dalam pengukuran pH, pemantik api, pembakar bunsen, dan penjepit tabung sebagai alat bantu dalam pembakaran campuran air liur dan benedict. Selain itu untuk mendukung proses survei digunakan bantuan dari google dan seperangkat laptop serta alat tulis untuk mencatat segala hal yang diperlukan dan diinginkan oleh peneliti.

2020 Buku Prosiding IFSA 2.0Indonesian Fun Science Award

51

Page 5: KORELASI ANTARA KANDUNGAN AIR LIUR TERHADAP TINGKAT

C. Metode Pengumpulan Data

Gambar 1. Alur Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan di laboratorium biologi SMA Unggulan CT ARSA Foundation Sukoharjo. Sampel air liur diambil dari 10 siswa yang terdiri dari 5 siswa putra dan 5 siswa putri. Setelah didapatkan sampel dari populasi dan sampel air liur maka dilakukan prosedur berikut; 1. Pengisian Kuesioner

Penyebaran kuesioner dilakukan dengan tujuan mengetahui tingkat kecerewetan siswa yang diambil air liurnya sebagai sampel. Pengambilan data secara kuesioner dilakukan dengan bantuan google form yang berisi pertanyaan untuk menentukan tingkat kecerewetan seseorang. Selain itu, dibuat juga google form dengan kuesioner yang sama untuk diisi oleh rekan responden untuk mengantisipasi adanya kesalahan data akibat dari tingkat percaya diri responden saat mengisi survei untuk dirinya sendiri.

Untuk memperkuat data kecerewetan tersebut, peneliti juga melakukan survei kepada seluruh populasi, yaitu 353 siswa SMA Unggulan CT ARSA Foundation untuk menilai seberapa cerewet siswa yang peneliti pilih untuk menjadi sampel dengan skala kecerewetan 1-5, dimana semakin tinggi skalanya, semakin cerewet pula siswa yang dinilai oleh populasi tersebut.

Gambar 2. Briefing dan Pengambilan Responden sebagai Sampel

Mengambil Sampel

Mensurvei Kecerewetan

Menguji Kandungan

Menganalisis DataMenentukan Korelasi

2020 Buku Prosiding IFSA 2.0Indonesian Fun Science Award

52

Page 6: KORELASI ANTARA KANDUNGAN AIR LIUR TERHADAP TINGKAT

Gambar 3. Pengisian Google Form

2. Uji Kandungan Uji kimia meliputi pengukuran pH air liur, pengukuran suhu air liur, pengujian amilum dengan larutan lugol, pengujian protein dengan larutan biuret A dan biuret B, dan pengujian glukosa dengan larutan benedict.

Gambar 4. Pengukuran Suhu

Gambar 5. Pengukuran pH

Gambar 6. Persiapan Uji Biuret

Gambar 7. Pemanasan Larutan

Setelah dicampur dengan Benedict

2020 Buku Prosiding IFSA 2.0Indonesian Fun Science Award

53

Page 7: KORELASI ANTARA KANDUNGAN AIR LIUR TERHADAP TINGKAT

Data yang telah didapatkan selanjutnya diolah dan dianalisis untuk kemudian diinterpretasikan dalam pembahasan. Pembahasan ini yang kemudian digunakan untuk menentukan korelasi antara kandungan air liur dengan kecerewetan siswa serta faktor yang mempengaruhinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Survei Kecerewetan

Data pertama mengenai analisis perilaku kecerewetan siswa. Peneliti membagikan angket kepada 10 siswa yang terdiri dari 5 siswa putra dan 5 siswa putri. Dapat diketahui dari sistematika survei yang peneliti lakukan bahwa setiap instrumen pertanyaan memiliki bobot nilai yang berbeda pada setiap jawaban. Hal ini dapat meminimalisir responden yang hanya asal menjawab dan atau selalu memilih pilihan yang terlihat baik untuk mendapat nilai yang tinggi seperti kebanyakan masyarakat indonesia saat mengisi survei. Selain itu, survei juga diisi oleh rekan responden untuk mengantisipasi kesalahan data akibat tingkat kepercayaan diri responden saat mengisi survei mandiri.

Sepuluh (10) responden yang telah menjawab memberikan jawaban dengan hasil nilai sebagai berikut;

Gambar 8. Nilai hasil survei kecerewetan

Selain dengan data di atas, peneliti juga melakukan survei kepada seluruh populasi, yaitu siswa SMA Unggulan CT ARSA Foundation Sukoharjo yang berjumlah 353 siswa. Kami melakukan survei dengan menggunakan skala kecerewetan siswa yang kami jadikan sebagai sampel dengan skala 1-5. Dari survei tersebut, kami mendapatkan rata-rata skala yang didapatkan sampel sebagai berikut;

0

10

20

30

40

50

60

P1 P2 P3 P4 P5 L1 L2 L3 L4 L5

REKAN 1

REKAN 2

MANDIRI

2020 Buku Prosiding IFSA 2.0Indonesian Fun Science Award

54

Page 8: KORELASI ANTARA KANDUNGAN AIR LIUR TERHADAP TINGKAT

Gambar 9. Rata-rata skala sampel dari survei seluruh populasi

Peneliti menemukan kecocokan antara data pada Gambar 8 dengan data pada Gambar 9 sehingga peneliti dapat mengelompokkan sampel dengan dasar kedua data tersebut dan dengan pengelompokkan sebagai berikut;

Tabel 2. Pengelompokkan responden berdasarkan nilai hasil survei

KELOMPOK A (CEREWET)

KELOMPOK B (TIDAK CEREWET)

P1 P2 P3 P5 P4 L1 L5 L2

L3 L4

Pembagian kelompok seperti pada Tabel 2 didasarkan pada besarnya nilai

yang didapatkan setiap responden pada survei dan rata-rata skala yang didapat responden ketika survei secara keseluruhan. Kelompok A terdiri dari responden yang mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 40 atau responden yang mendapatkan rata-rata skala lebih dari 4 dan terindikasi cerewet. Kelompok B terdiri dari responden yang mendapatkan nilai kurang dari 40 atau responden yang mendapat rata-rata skala kurang dari 4. Hal ini peneliti maksudkan untuk mendapatkan data awal sebagai Selanjutnya responden yang telah mengisi survei peneliti minta untuk mengumpulkan sampel air liur (saliva). Air liur ini yang kemudian peneliti uji kandungannya untuk menentukan korelasi dengan data survei.

0

1

2

3

4

5

P1 P2 P3 P4 P5 L1 L2 L3 L4 L5

SKALA RATA-RATASURVEI POPULASI

2020 Buku Prosiding IFSA 2.0Indonesian Fun Science Award

55

Page 9: KORELASI ANTARA KANDUNGAN AIR LIUR TERHADAP TINGKAT

B. Hasil Uji Kandungan

Setelah didapatkan sampel saliva dari responden, peneliti melakukan uji terhadap sampel tersebut. Berdasarkan hasil pengujian sampel air liur, diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 3. Tabel Uji Kandungan Air Liur

No

Jenis Uji

Sampel

P1 P2 P3 P4 P5 L1 L2 L3 L4 L5

1 Biuret

(Protein) 4 1 3 2 1 2 1 1 2 3

2 Lugol

(Amilum) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

3 Benedict (Glukosa)

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

4 pH 7 7 7 7 8 8 7 7 8 7

5 Suhu (oC) 29,6 29,0 30,1 29,7 29,2 28,9 29,1 28,3 28,9 29,7

Keterangan

Data hasil uji biuret, lugol, dan benedict dibuat menjadi skala 1-5 dimana skala tersebut menunjukkan tingkat perbedaan warna dari warna asli setelah diteteskan reagen. Semakin besar skala yang didapat, semakin banyak pula kandungan dari bahan yang diuji.

Data kedua berisi hasil uji kimia sampel air liur dari responden yang telah mengisi kuesioner. Berdasarkan data hasil uji kimia sampel air liur tersebut tidak ditemukan perbedaan yang mencolok antara sampel kelompok A (siswa yang cerewet ) dan kelompok B (siswa yang tidak cerewet) pada kandungan glukosa dan amilum. Perbedaan yang cukup mencolok terdapat pada suhu, kadar protein, dan pH air liur

C. Korelasi Antara Kecerewetan dan Uji Kandungan

Berdasarkan dua data yang telah didapatkan sebelumnya dapat ditarik hubungan antara kecerewetan sampel dengan sampel air liur sebagai berikut;

2020 Buku Prosiding IFSA 2.0Indonesian Fun Science Award

56

Page 10: KORELASI ANTARA KANDUNGAN AIR LIUR TERHADAP TINGKAT

1. Suhu air liur orang yang cerewet dan tidak cerewet

Gambar 10. Diagram Batang Perbedaan Suhu Air Liur

Data pada Gambar 10 menunjukkan rataan dari suhu air liur kelompok A

dan kelompok B. Setelah peneliti menghitung rataannya, peneliti menghitung standar deviasi rataan tersebut dengan rumus ;

Gambar 11. Rumus standar deviasi

Keterangan n : Ukuran sampel s : Standar deviasi x : Rata-rata xi : Nilai x ke-i

Dari rumus pada Gambar 11, ditemukan bahwa besar standar deviasi untuk rataan suhu air liur kelompok A adalah 0,22 , hal ini menunjukkan bahwa jarak rata-rata setiap data pada kelompok A dengan rataan data dari kelompok A adalah 0,22. Sedangkan untuk kelompok B, standar deviasinya adalah 0,32 yang menunjukkan jarak rata-rata setiap data pada kelompok B dengan rataannya adalah 0,32. Berdasarkan data tersebut, jarak antara tiap data pada kelompok A dengan rataannya lebih kecil dari jarak antara tiap data pada kelompok B dengan rataannya.

Berdasarkan data pada Gambar 10, terdapat perbedaan suhu air liur antara orang yang cerewet dan tidak cerewet. Suhu normal air liur manusia adalah 29, 35 oC. ini menunjukkan bahwa orang yang cerewet cenderung mempunyai suhu air liur yang lebih tinggi dari orang yang tidak cerewet. Kenaikan suhu air liur dapat disebabkan oleh peningkatan metabolisme tubuh. Menurut Kusnadi dalam Buku Saku Biologi SMA (2009) disebutkan bahwa dalam metabolisme, terutama katabolisme, terjadi reaksi peruraian molekul karbohidrat. Saat molekul terurai,

28

28.5

29

29.5

30

Kelompok A Suhu Normal Kelompok B

Suhu( oC )

Kelompok A

Suhu Normal

Kelompok B

29,7

29,3

28,9

2020 Buku Prosiding IFSA 2.0Indonesian Fun Science Award

57

Page 11: KORELASI ANTARA KANDUNGAN AIR LIUR TERHADAP TINGKAT

terjadi pelepasan energi berupa energi panas. Dalam kasus ini, orang yang cerewet cenderung berbicara lebih banyak dari orang yang tidak cerewet. Hal ini menyebabkan otot mulut dari orang yang cerewet memerlukan energi lebih untuk membuatnya bisa terus berbicara. Kebutuhan energi yang lebih menyebabkan sel-sel dalam otot mulut meningkatkan metabolisme selnya sehingga menyebabkan suhu naik.

2. Kadar protein orang yang cerewet dan tidak cerewet

Gambar 12. Diagram batang skala kadar protein air liur

Setelah didapatkan data rataan skala hasil uji biuret, kami menghitung standar deviasi untuk data tersebut dengan rumus yang terdapat pada Gambar 11. Dari rumus tersebut, kami mendapat standar deviasi untuk data kelompok A adalah 0,82. Hal ini berarti jarak rata-rata setiap data pada kelompok A dengan rataan data dari kelompok A adalah 0,82. Sedangkan untuk kelompok B standard deviasinya adalah 0,52 . Hal ini berarti jarak rata-rata setiap data pada kelompok B dengan rataan data pada kelompok B adalah 0,52.

Berdasarkan diagram pada Gambar 12, orang yang cerewet mempunyai air liur dengan kadar protein yang lebih tinggi dari orang yang tidak cerewet. Hal ini ditunjukkan oleh hasil uji biuret air liur. Saliva dari orang yang cerewet menunjukkan perubahan warna yang lebih jelas dibandingkan saliva dari orang yang tidak cerewet ketika dicampur dengan biuret. Faktor pertama yang dapat menyebabkan perbedaan kadar protein air liur adalah makanan responden dalam interval 4 jam sebelum pengambilan sampel. Akan tetapi, peneliti sudah memastikan bahwa seluruh responden mendapatkan makanan yang sama dalam interval waktu 4 jam sebelum pengambilan sampel. Oleh karena itu, jenis makanan tidak menjadi pertimbangan dalam penelitian kami.

Selain makanan yang dikonsumsi, kadar protein juga berkorelasi dengan DNA pengkode bahasa pada manusia. Menurut Marcus (2003) protein penyusun DNA pengkode bahasa pada manusia adalah FOXP2. Orang yang cerewet memiliki kadar protein FOXP2 yang lebih tinggi dari manusia normal karena pembentukan bahasa orang yang cerewet lebih baik dari orang yang tidak cerewet. Hal ini cocok

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

SKALA BIURETKELOMPOK A

SKALA BIURETKELOMPOK B

SKALA BIURETKELOMPOK A

SKALA BIURETKELOMPOK B

3

1,3

2020 Buku Prosiding IFSA 2.0Indonesian Fun Science Award

58

Page 12: KORELASI ANTARA KANDUNGAN AIR LIUR TERHADAP TINGKAT

dengan hasil uji kimia yang menunjukan kadar protein orang yang cerewet lebih tinggi dari orang yang tidak cerewet. Namun, dalam penelitian ini peneliti belum bisa menghitung jumlah pasti FOXP2 yang terkandung karena sarana yang belum memadai.

3. pH air liur orang yang cerewet dan tidak cerewet

Gambar 13. Diagram Batang Perbedaan pH Air Liur Setelah didapatkan data rataan pH air liur, kami menghitung standar deviasi

untuk data tersebut dengan rumus yang terdapat pada Gambar 11. Dari rumus tersebut, kami mendapat standar deviasi untuk data kelompok A adalah 0. Hal ini menunjukkan bahwa data pH air liur pada kelompok A mempunyai nilai yang sama, yaitu 7. Sedangkan untuk kelompok B, standar deviasi yang didapat adalah 0,55. Hal ini menunjukkan rata-rata jarak setiap data pada kelompok B dengan rataan data pada kelompok B adalah 0,55.

Berdasarkan diagram pada Gambar 13, pH air liur orang yang cerewet cenderung lebih rendah dari pH air liur orang yang tidak cerewet. Menurut Indrakusuma dalam Laporan Praktikum Biokimia Penetapan pH air liur (2013) pH normal air liur manusia berkisar antara 5,6-7,6. Hal ini menunjukkan bahwa air liur orang yang tidak cerewet cenderung lebih basa dari orang yang cerewet. Hal ini disebabkan karena korelasi dari penjelasan sebelumnya tentang kadar protein pada air liur dan suhu. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Abun (2006), unit dasar penyusun protein adalah asam amino. Asam amino merupakan salah satu jenis asam, yaitu cairan yang mempunyai pH rendah. Semakin tinggi konsentrasi asam pada suatu larutan, maka akan semakin rendah pH larutan tersebut.

4. Hasil uji korelasi

Berdasarkan hasil uji korelasi pada Tabel 4 di atas, ditemukan korelasi antara beberapa variable yang kami teliti. Ada 3 kriteria yang peneliti gunakan untuk menentukan besarnya korelasi antar variable yang kami teliti, yaitu;

Tabel 4. Hasil uji korelasi menggunakan metode Pearson dan 2-tailed

6.6

6.8

7

7.2

7.4

7.6

7.8

Kelompok A pH Normal Kelompok B

Kelompok A

pH Normal

Kelompok B

7

7,6 7,5

2020 Buku Prosiding IFSA 2.0Indonesian Fun Science Award

59

Page 13: KORELASI ANTARA KANDUNGAN AIR LIUR TERHADAP TINGKAT

SUHU PH SKALA BIURET

SKOR SURVEI

Pearson Correlation .852** -.485 .726*

Sig. (2-tailed) .002 .155 .018

N 10 10 10

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

a. Nilai signifikansi data (Sig. /2-tailed)

Berdasarkan data pada Tabel 4, ditemukan nilai signifikansi data antara skor survei dengan suhu adalah 0,002, dengan pH adalah 0,155, dengan skala biuret adalah 0,018. Dalam uji korelasi dengan kriteria nilai signifikansi data, korelasi dianggap signifikan dan positif jika nilai signifikansi datanya kurang dari 0,05 untuk hasil dengan tanda bintang (*) satu. Sedangkan untuk hasil dengan tanda bintang (*) dua, korelasi dianggap signifikan dan positif jika nilai signifikansi datanya kurang dari 0,01. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara skor survei dengan suhu dan skala biuret. Sedangkan untuk pH, tidak terdapat korelasi positif dan tanda bintang (*).

b. Berdasarkan tanda bintang (*) SPSS

Berdasarkan data pada Tabel 4, jumlah tanda bintang (*) pada korelasi antara skor survei dengan suhu adalah 2, dengan pH tidak ada, dengan skala biuret adalah 1. Hal ini berarti ada korelasi positif antara skor survei dengan suhu air liur dan skala biuret. Sedangkan untuk pH, tidak terdapat tanda bintang (*) yang berarti tidak ada korelasi positif antara skor survei dengan pH air liur.

c. Berdasarkan nilai Pearson Correlation

Berdasarkan Pearson Correlation, nilai korelasi ditentukan dengan nilai r table dan nilai r hitung (Pearson Correlation). Nilai r table untuk data dengan tanda bintang (*) satu adalah 0.5494 dan untuk data dengan tanda bintang (*) dua adalah 0.7155. Dalam uji korelasi dengan nilai Pearson Correlation, variable dianggap mempunyai korelasi jika nilai r hitung lebih dari nilai r table. Selain itu, tingkat kekuatan korelasi ditentukan dari nilai r table juga dengan skala sebagai berikut;

Tabel 5. Skala kriteria hubungan uji korelasi

Nilai r Kriteria hubungan

0-0,199 Sangat rendah 0,2-0,399 Rendah 0,4-0,599 Sedang 0,6-0,799 Kuat

0,8-1 Sangat kuat

Dari data pada Tabel 4, ditemukan nilai r hitung untuk korelasi antara skor survei dengan suhu air liur adalah 0,852, dengan pH adalah -0,485 dan dengan skala

2020 Buku Prosiding IFSA 2.0Indonesian Fun Science Award

60

Page 14: KORELASI ANTARA KANDUNGAN AIR LIUR TERHADAP TINGKAT

biuret adalah 0,726. Berdasarkan skala pada Tabel 5, skor survei berkorelasi positif sangat kuat dengan suhu air liur, berkorelasi positif kuat dengan skala biuret, dan berkorelasi negative sedang dengan pH air liur karena nilai r dari hubungan pH dengan skor survei adalah negatif.

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kecerewetan seseorang memiliki korelasi kuat dengan kandungan air liur orang tersebut.

B. Saran

Peneliti sadar bahwa penelitian ini masih memiliki berbagai kekurangan yang perlu disempurnakan, namun peneliti juga yakin ada manfaat yang dapat diambil dan diterapkan dari penelitian ini. Karena itu, peneliti mengajukan saran sebagai berikut;

1. Saran kepada peneliti lain

a. Menguji data dan mekanisme penelitian yang telah peneliti lakukan sehingga didapatkan hasil yang lebih valid,

b. Menghitung kadar protein FOXP2 dengan menggunakan peralatan yang lebih canggih dan terverifikasi sehingga didapatkan konsentrasi dalam jumlah yang akurat,

c. Membuat klasifikasi kecerewetan yang lebih jelas berdasarkan indikator yang lebih spesifik.

2. Saran untuk masyarakat umum a. Bagi pembaca yang ingin lebih aktif dalam berbicara (cerewet) sehingga

dapat menguatkan soft skill dengan cerewet yang positif untuk dapat lebih banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung protein dan asam untuk meningkatkan deposisi dalam saliva yang dapat mempengaruhi kandungan protein FOXP2 dan suhu metabolisme tubuh sehingga kecerewetan dapat meningkat,

b. Bagi pembaca yang ingin mengurangi kecerewetannya untuk dapat mengurangi hal-hal yang disebutkan dalam poin a,

c. Mengatur pola makan dan asupan yang dapat mempengaruhi kecerewetan, karena kecerewetan sangat bermanfaat apabila dikelola dengan baik.

3. Saran kepada pemerintah untuk dapat membaca dan mempublikasikan

penelitian ini karena dapat mempengaruhi kualitas anak bangsa yakni dalam hal talkative sehingga anak-anak muda kreatif tidak hanya bisa menjadi netizen yang budiman, namun juga dapat speak up karya dan

2020 Buku Prosiding IFSA 2.0Indonesian Fun Science Award

61

Page 15: KORELASI ANTARA KANDUNGAN AIR LIUR TERHADAP TINGKAT

pendapatnya dengan cara yang positif dengan menjadi cerewet untuk Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Abun. 2009. Protein dan Asam Amino Pada Unggas. Jatinangor : UNPAD Press Asih & Pratiwi. 2010. Perilaku Prososial Ditinjau dari Empati dan Kematangan

Emosi. Kudus: Universitas Muria Kudus. Ega. 2018. Mengapa Wanita Selalu Lebih Cerewet? Ini Penjelasannya Secara Sains,

[online]. https://www.merdeka.com/teknologi/. Diakses tanggal 20 Februari 2020 jam 16.14 WIB

Harari, Yuval Noah. 2019. Homo Deus : Masa Depan Umat Manusia. Jakarta : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)

Indrakusuma. 2013. Laporan Praktikum Biokimia Penetapan pH Air Liur. Kusnadi. 2009. Buku Saku Biologi SMA.

file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/196805091994031 KUSNADI/BUKU_SAKU_BIOLOGI_SMA,KUSNADI_dkk/Kelas_XII/2._Metabolism /Bab.Metabolisme.pdf. Diakses tanggal 28 Februarit 2020 jam 14.15 WIB

Marcus, Gary F. and Simon E. Fisher. 2003. FOXP2 in focus: what can genes tell us about speech and language?. http://www.ai.mit.edu/projects/dm/foxp2.pdf. Diakses tanggal 28 Februari 2020 jam 14.20 WIB

Mayr, Ernst. 2019. Evolusi: Dari Teori ke Fakta. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)

Richard Dawkins. 2018. The Selfish Gene : Gen Egois. Jakarta : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)

Rohmana, Fasya, Reny Yunisanti. 2017. Analisi Dimensi Ekstraversion dan Dimensi Concientiousness (Big Five Personality) dengan Organitazational Citinship Behavior. Yogyakarta:

Sari, Yulia. 2017. 8 Fungsi Air Liur dalam Pencernaan. https://dosenbiologi.com/manusia/fungsi-air-liur. Diakses tanggal 15 Februari 2020 jam 15.45 WIB

2020 Buku Prosiding IFSA 2.0Indonesian Fun Science Award

62