44
i REFERAT PENANGANAN KANKER KELENJAR LIUR Oleh: LINDA IVANA, dr Pembimbing: KOERNIA SWA OETOMO,DR. dr. SpB.FINACS, (K) Trauma PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RS Dr SOETOMO/ RSU HAJI SURABAYA 2015

Penanganan Kanker Kelenjar Liur

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah ini berisi tentang Penanganan Kanker Kelenjar Liur oleh Dr.dr.Koernia Swa Oetomo, SpB(K)Trauma.,FINACS.,FICS, SMF Ilmu Bedah RSU Haji Surabaya

Citation preview

  • i

    REFERAT

    PENANGANAN KANKER KELENJAR LIUR

    Oleh:

    LINDA IVANA, dr

    Pembimbing:

    KOERNIA SWA OETOMO,DR. dr. SpB.FINACS, (K) Trauma

    PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    RS Dr SOETOMO/ RSU HAJI SURABAYA

    2015

  • i

    DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI ...................................................................................................................... i

    DAFTAR SINGKATAN..iii

    DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... iv

    DAFTAR TABEL ............................................................................................................... v

    DAFTAR BAGAN.vi

    BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

    I.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

    I.2 Ruang Lingkup ............................................................................................. 1

    I.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................... 2

    BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3

    II.1 Embriologi, Anatomi Kelenjar liur ............................................................... 3

    II.2 Fisiologi Kelenjar Liur .................................................................................. 5

    II.3 Histopatologi Karsinoma Kelenjar liur..6

    II.4 Patogenesis Kanker Kelenjar Liur....8

    II.5 Diagnosis Kanker Kelenjar Liur..9

    II.6 Stadium Klinis....14

    II.7 Prosedur Terapi....16

    II.8 Prosedur follow-up.25

    II.9 Penatalaksanaan Kanker Kelenjar Liur Terkini.26

    II.10 Prognosis.31

  • ii

    BAB III KESIMPULAN .................................................................................................... 33

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 35

  • iii

    DAFTAR SINGKATAN

    AJCC : American Join Committee on Cancer

    Bcl-2 : B cell leukemia 2 protein

    MDM2 : Murine double minute 2, a p53-associated oncogene

    ND : Neck Dissection

    NCCN : National Comperehensive Cancer Network

    PI3K/Akt : Phosphoinositide 3 kinase, serine/threonine-specific protein kinase

    P53 : Tumor suppressor protein

    H-Ras : sub family dari Ras protein

    RND : Radical Neck Dissection

    VEGF : Vascular endothelial growth factor

    WHO : World Health Organization

  • iv

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Skema kelenjar parotis4

    Gambar 2. Aspek Lateral region submandibula ...5

    Gambar 3. Adenoid cystic carcinoma..7

    Gambar 4. Tumor kelenjar submandibula.11

    Gambar 5. CT-scan kepala dengan kontras pada karsinoma parotis..12

    Gambar 6. Parotidectomy.17

    Gambar 7. Mesin neutron radiotherapy.31

  • v

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Staging TNM Kanker Kelenjar Liur Berdasarkan AJCC (2002)..15

    Tabel 2. Stadium Klinis berdasarkan AJCC (2002)16

    Table 3. 5 years survival rate pasien dengan kanker kelenjar liur32

  • vi

    DAFTAR BAGAN

    Bagan 1. Penanganan Tumor Parotis Operabel dengan (N) Secara Klinis Negatif.....21

    Bagan 2. Penanganan Tumor Submandibula Operabel Dengan (N)

    Secara Klinis Negatif....22

    Bagan 3. Penanganan Tumor Sublingualis / Kelenjar Liur Minor....22

    Bagan 4. Penanganan Tumor Kelenjar Liur dengan KGB (+) secara klinis...................23

    Bagan 5. Penanganan Kanker Kelenjar liur dengan metastase.24

    Bagan 6. Penanganan Kanker Kelenjar Liur residif.24

    Bagan 7. Algoritma penatalaksanaan Tumor Kelenjar Liur..27

    Bagan 8. Algoritma terapi Tumor Kelenjar Liur.28

    Bagan 9. Algoritma penanganan kanker kelenjar liur residif..29

  • 1

    BAB I PENDAHULUAN

    I.1 Latar Belakang (1,2)

    Neoplasma kelenjar liur adalah neoplasma jinak atau ganas yang berasal dari

    sel epitel kelenjar liur, baik kelenjar liur mayor (glandula parotis, glandula

    submandibula, dan glandula sublingual) maupun kelenjar liur minor yang tersebar

    dimukosa traktus aerodigestivus atas dan sinus paranasalis. (1)

    Kelenjar liur major yang paling sering terkena ialah glandula parotis yaitu 70-

    80%, sedangkan kelenjar liur minor yang paling sering terkena terletak pada

    palatum. Kurang lebih 20-25% dari tumor parotis, 35-40% dari tumor submandibula,

    50% dari tumor palatum, dan 95-100% dari tumor glandula sublingual adalah ganas.

    (1)Kanker Kelenjar Liur merupakan kasus yang jarang. Berdasarkan data dari

    Amerika Serikat, insidensi kanker kelenjar liur hanya 0.9 dari 100.000 penduduk.

    (2)Insiden tumor kelenjar liur meningkat sesuai dengan umur, kurang dari 2%

    mengenai penderita usia < 16 tahun. Tidak ada perbedaan insidensi antara laki-laki

    dan perempuan. (1)

    Penyebab kanker kelenjar liur masih belum diketahui secara jelas, namun

    faktor resiko terjadinya kanker kelenjar liur telah diidentifikasi, antara lain: usia tua,

    paparan radiasi , pekerjaan dan genetik. (1)

    I.2 Ruang Lingkup

    Pada referat ini akan dibahas mengenai Kanker kelenjar liur, meliputi

    anatomi dan embriologi kelenjar liur, patogenesis, diagnosis dan penanganan serta

    prognosis kanker kelenjar liur.

  • 2

    I.3 Tujuan Penulisan

    Tujuan penulisan referat ini adalah agar penulis dan pembaca dapat

    memahami anatomi dan embriologi kelenjar liur, patogenesis, diagnosis dan

    penanganan serta prognosis kanker kelenjar liur.

  • 3

    BAB II PEMBAHASAN

    II.1 Embriologi, Anatomi Kelenjar Liur (1,3,4)

    Kelenjar liur manusia terbagi menjadi 2 grup. Kelenjar liur mayor yang terdiri

    dari sepasang kelenjar parotis, submandibula dan sublingual serta kelenjar liur

    minor yang tersebar di mukosa traktur aerodigestivus. (1) (3) Fungsi utamanya

    adalah sekresi saliva, yang penting untuk lubrikasi, membantu pencernaan, dan

    imunitas tubuh. (3)

    Secara embriologis, kelenjar liur mayor mulai berkembang pada usia

    kehamilan 6 minggu, saat lapisan ektodermal rongga mulut ekstensi ke lapisan

    mesodermal. Proses pembentukannya sendiri terdiri dari 3 tahap. Tahap pertama

    yaitu terbentuknya premordial anlage( berasal dari bahasa Jerman anlagen, yang

    berarti pondasi), dan pembentukan cabang-cabang tunas duktuli, kemudian lumen

    terlapisi oleh sel epitel bersilia, dan permukaan luar ditutup oleh sel mioepitel dari

    ektodermal. Tahap kedua dimulai saat memasuki bulan ke-7 usia kehamilan, terjadi

    kanalisasi duktus dan sel asiner primitif. Tahap ketiga terjadi maturasi dari sel-sel

    asiner dan ductus. Kelenjar liur minor sendiri mulai berkembang pada usia

    kehamilan 12 minggu (3)

    Kelenjar Parotis, merupakan kelenjar liur terbesar. Beratnya sekitar 15-30

    gram. (3)Terletak di preaurikular kanan-kiri dan melebar sepanjang sisi posterior

    dari mandibula. Dipisahkan menjadi dua lobus oleh cabang-cabang nervus Fasialis,

    yaitu lobus superfisialis dan lobus profunda( Gambar 1.). Saluran utamanya disebut

    duktus Stensen, mensekresi serous saliva ke cavum oris anterior dari kelenjar parotis

    berjalan sejajar 1 cm dibawah dengan os Zygoma, menyeberang otot masseter dan

  • 4

    membelok kearah otot Buccinator, bermuara di cavum oris berhadapan dengan gigi

    molar 2 atas.

    Gambar 1. Skema kelenjar parotis dengan nervus fasialis beserta cabangnya dan duktus Stensen (Sumber: Skandalakis JE, Gray SW, Rowe JS Jr. Anatomical Complications in General Surgery. New York: McGraw-Hill, 2006.)

    Kelenjar Submandibula, kelenjar liur terbesar kedua setelah kelenjar parotis.

    Beratnya sekitar 7-16 gram. Terletak pada segitiga submandibula, sebuah segitiga

    yang dibentuk oleh tepi bawah os Mandibula sebagai batas superior, dan muskulus

    digastrikus anterior dan posterior sebagai batas inferiornya. Kelenjar submandibula

    memproduksi saliva yang bersifat mucous dan serous, disekresi ke intraoral melalui

    duktus Wharton, dengan muara dilateral dari frenulum lidah di dasar mulut. (3) (4)

    Kelenjar sublingual, kelenjar liur mayor terkecil dengan berat 2-4 gram,

    mensekresi mucous saliva melalui duktus Rivinus langsung ke dasar mulut atau

    melalui duktus Bartholini dan diteruskan melalui duktus Wharton ke lateral dari

    frenulum lidah. (3)Posisi anatomis dari kelenjar liur submandibula dan sublingual

    dapat dilihat pada Gambar 2.

  • 5

    Gambar 2. Aspek Lateral regio submandibula. Corpus mandibula telah diangkat. Tampak kelenjar liur submandibula, sublingual dengan duktus Warton (Sumber: Skandalakis JE, Gray SW, Rowe JS Jr. Anatomical Complications in General Surgery. New York: McGraw-Hill, 2006)

    Kelenjar liur minor tersebar di cavum oris dan orofaring. Terdapat sekitar 600

    sampai 1000 kelenjarliur minor yang memproduksi saliva baik serous, mucous

    maupun campuran keduanya. Masing-masing kelenjar memiliki satu duktus yang

    langsung bermuara ke cavum oris. Kelenjar liur minor ini paling banyak didapatkan

    di bibir, lidah, mukosa bukal dan palatum, sebagian kecil didapatkan di tonsil,

    supraglotis dan sinus paranasal.

    II.2 Fisiologi Kelenjar Liur (5)

    Seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Fungsi dari kelenjar liur adalah

    untuk memproduksi saliva. Saliva secara aktif diproduksi oleh kelenjar liur, dikontrol

    penuh secara ekstrinsik baik jalur simpatis maupun parasimpatis oleh sistem saraf

    otonom. (5)

  • 6

    Saliva membantu proses pencernaan karbohidrat dan lemak dengan

    memproduksi enzim ptyalin (-amilase yang memecah -1,4-glycosidic karbohidrat

    menjadi maltose, maltotriose dan -limit dextrin) dan lingual lipase untuk memecah

    trigliserida.

    Konstituen saliva yang bersifat mucous membantu proses lubrikasi sehingga

    makanan dapat tercampur dan mudah ditelan

    Saliva mengandung IgA yang secara aktif memerangi bakteri dan virus dalam

    rongga mulut. Lysozyme dalam saliva menyebabkan aglutinasi dan autolisis bakteri

    dengan mendegradasi dinding sel bakteri, sedangkan lactoferrin menghambat

    pertumbuhan bakteri yang membutuhkan zat besi dengan elemen iron-chelating

    agent. Saliva juga mengandung buffer protektif yang mendilusi zat-zat berbahaya

    dan menurunkan suhu cairan yang terlalu panas yang masuk kedalam mulut.

    Kurang lebih 1 liter saliva diproduksi oleh orang dewasa perhari dalam

    keadaan tanpa stimulasi sebanyak 69% diproduksi oleh kelenjarsubmandibula, 26%

    oleh parotis dan 5% oleh kelenjar sublingual. Pada kondisi dengan stimulasi, 2/3

    saliva diproduksi oleh kelenjar parotis dan sekitar 5-7% diproduksi oleh kelenjar liur

    minor. (5)

    II.3 Histopatologi Karsinoma Kelenjar Liur (1,5)

    A. Klasifikasi Histopatologi WHO/ AJCC

    Tumor jinak

    plemorphic adenoma ( mixed benign tumor)

    monomorphic adenoma

    papillary cystadenoma lymphomatosum (Warthins tumor)

    Tumor ganas

    mucoepidermoid carcinoma

    acinic cell carcinoma

  • 7

    adenoid cystic carcinoma

    adenocarcinoma

    epidermoid carcinoma

    small cell carcinoma

    lymphoma

    Malignant mixed tumor

    Carcinoma ex pleomorphic adenoma (carcinosarcoma)

    Beberapa gambaran Histopatologi dari tumor ganas kelenjar liur dapat dilihat pada

    Gambar 3.

    Gambar 3. Adenoid cystic carcinoma. a)Cribriform growth pattern. Sel dengan nucleus hiperkromik angular dengan sitoplasma jernih disekelilingnyasehingga tampak gambaran mirip dengan keju Swiss. b) Perineural invasi (Sumber: Peel, RL and Seethala, RR. Pathology of Salivary Gland Disease. Salivary Gland Disorder. New York: Springer; 2007)

  • 8

    B. Klasifikasi Menurut Grade (WHO/ AJCC) (1)

    Low grade malignancies

    acinic cell tumor

    mucoepidermoid carcinoma (grade I atau II)

    High grade malignancies

    mucoepidermoid carcinoma (grade III)

    adenocarcinoma;porly differentiated carcinoma; anaplastic

    carcinoma

    squamous cell carcinoma

    malignant mixed tumor

    adenoid cystic carcinoma

    tumor ganas yang tersering ialah mucoepidermoid dan adenocarcinoma,

    disusul dengan adenoid cystic carcinoma. (1)

    II.4 Patogenesis Kanker Kelenjar Liur (6,7)

    Seperti kanker pada umumnya, mekanisme tingkat molekular terjadinya

    neoplasma pda kelenjar liur belum diketahui secara pasti. Beberapa onkogen

    terbukti terlibat dalam proses ini, termasuk onkogen yang telah diketahui terkait

    dengan kanker pada umumnya, antara lain p53, Bcl-2, PI3K/Akt, MDM2, danras.

    Mutasi pada p53 ditemukan pada neoplasma kelenjar liur jinak maupun

    ganas , beberapa bukti ilmiah menunjukkan adanya mutasi p53 berhubungan

    dengan peningkatan angka rekurensi tumor. Ras adalah suatu G protein yang

    terlibat dalam proses transduksi, kekacauan dalam proses Ras signalling ini banyak

    didapatkan pada berbagai jenis tumor solid.

    Mutasi H-Ras protein banyak juga ditemukan pada kasus pleomorphic adenoma,

    adenocarcinoma, dan mucoepidermoid carcinoma. (6)

  • 9

    Stenner dkk (2009) menyimpulkan bahwa VEGF diekspresikan pada lebih dari

    separuh karsinoma kelenjar liur, dan berkaitan dengan stadium klinis, rekurensi,

    metastasis dan survival rate. (7)

    II.5 Diagnosis Kanker Kelenjar Liur (1)

    Berdasarkan Protokol Peraboi 2010, prosedur diagnostic kanker kelenjar liur

    meliputi: (1)

    A. Pemeriksaan Klinis:

    1. Anamnesa

    Anamnesa dengan cara menanyakan kepada penderita atau keluarganya

    tentang :

    a.) Keluhan

    1. Pada umumnya hanya berupa benjolan soliter, tidak nyeri, di

    pre/infra/retro aurikula (tumor parotis), atau di

    submandibula (tumor sumandibula), atau intraoral (tumor

    kelenjar liur minor)

    2. Rasa nyeri sedang sampai hebat (pada keganasan parotis atau

    submandibula)

    3. Paralisis n. fasialis, 2-3% (pada keganasan parotis)

    Pada penelitian Wierzbicka, dkk (2001)meneliti 103 pasien

    dengan karsinoma parotis sejak tahun 1996-2006 didapatkan

    insidensi yang lebih tinggi yaitu 33% (32 pasien, 28 total dan 4

    pasien parsial) (8)

    4. Disfagia, sakit tenggorok, gangguan pendengaran (lobus

    profundus parotis terlibat)

    5. Paralisis n.glosofaringeus, vagus, asesorius, hipoglosus,

    pleksus simpatikus (pada karsinoma parotis lanjut)

  • 10

    6. Pembesaran kelenjar getah bening leher (metastase)

    b.) Perjalanan penyakit ( progresivitas penyakit)

    c.) Faktor etiologi dan resiko (radioterapi kepala leher, ekspos radiasi)

    d.) Pengobatan yang telah diberikan serta bagaimana hasil

    pengobatannya

    e.) Berapa lama kelambatan

    2. Pemeriksaan fisik (1)

    a.) Status general

    Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki, tentukan :

    1. penampilan (Karnofski / WHO)

    2. keadaan umum

    3. apakah ada tanda dan gejala ke arah metastase jauh (paru,

    tulang tengkorak, dll)

    b.) Satus lokal

    1. Inspeksi (termasuk intraoral, adakah pedesakan tonsil/uvula)

    2. Palpasi (termasuk palpasi bimanual, untuk menilai konsistensi,

    permukaan, mobilitas terhadap jaringan sekitar)

    3. Pemeriksaan fungsi n.VII,VIII,IX,X,XI,XII

    c.) Status regional

    Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher

    ipsilateral dan kontralateral. Bila ada pembesaran tentukan

    lokasinya, jumlahnya, ukuran terbesar, dan mobilitasnya.

    B. Pemeriksaan Radiologis (Atas Indikasi) (1)

    1. X foto polos

    X foto mandibula AP/Eisler, dikerjakan bila tumor melekat

    tulang

  • 11

    Sialografi, dibuat bila ada diagnosa banding kista parotis

    /submandibula

    X foto toraks , untuk mencari metastase jauh

    2. Imaging (1) (9)

    CT scan/ MRI, pada tumor yang mobilitas terbatas, untuk mengetahui

    luas ekstensi tumor lokoregional. CT scan perlu dibuat pada tumor

    parotis lobus profundus untuk mengetahui perluasan ke orofaring.

    Gambaran CT scan pada kanker kelenjar liur dapat dilihat pada

    Gambar 4 dan Gambar 5

    Gambar 4. Tumor kelenjar Submandibula. Tumor (T) tampak sebagian melekat ke kelenjar submandibula, batas tumor tampak tegas. (sumber: Curtin, HD. Imaging of the Salivary Gland. Salivary Gland Disorder. New York: Springer; 2007. P.17-31)

  • 12

    Gambar 5. CT scan kepala dengan kontras pada Karsinoma parotis. Massa tumor ( segitiga putih)dengan tepi irregular dan batas yang tidak tegas. Tumor ekstensi ke canalis stylomandibular, antara prosesus styloideus (S) dan tepi posterior mandibula (M) ke fossa parafaring. Tumor juga menginfiltrasi jaringan lemak di foramen stylomastoideus (panah hitam). Styloid (S), mastoid tip (panah putih). Jaringan lemak di foramen stylomastoid kanan tampak normal (panah hitam), dan retromandibular vein (RMV). (sumber: Curtin, HD. Imaging of the Salivary Gland. Salivary Gland Disorder. New York: Springer; 2007. P.17-31)

    Sidikan Tc seluruh tubuh, dapat dilakukan pada tumor ganas untuk deteksi

    metastase jauh. (1)

    C. Pemeriksaan Laboratorium (1)

    Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine, SGOT/SPT, alkali

    fosfatase, BUN/kreatinin, globulin, albumin, serum elektrolit, faal hemostasis, untuk

    menilai keadaan umum dan persiapan operasi

  • 13

    D. Pemeriksaan Patologi (1),(10),(11),(12)

    FNA

    Belum merupakan pemeriksaan baku.

    Pemeriksaan ini harus ditunjang oleh ahli Sito-patologi handal

    yang khusus menekuni pemeriksaan kelenjar liur.

    Akurasi FNA pada kanker kelenjar liur berkisar antara 50-90%. Berdasarkan

    penelitian Nguansangiam (2012) akurasi FNA mencapai 97%. (10) Penelitian serupa

    oleh Ritu Jain, dkk (2013) akurasi FNA dalam mendiagnosis keganasan pada kelenjar

    liur sebesar 92.8%. (11) Namun beberapa diagnosis contoh limfoma low grade vs

    hiperplasia nodul reaktif tidak dapat dibedakan hanya dengan sitologi tanpa

    tambahan pemeriksaan flowcytometry.

    Core biopsy pada kasus tumor kelenjar liur merupakan metode baru yang

    menjanjikan akurasi yang lebih baik dibanding FNA. Sebuah penelitian meta-analisa

    oleh Robert dkk (2011) membuktikan bahwa akurasi core biopsy pada tumor

    kelenjar liur mencapai 95-100% (12)

    1. Biopsi insisional (1)

    Dikerjakan pada tumor ganas yang inoperabel.

    2. Biopsi eksisional (1)

    1. pada tumor parotis yang operabel dilakukan parotidektomi

    superfisial

    2. pada tumor submandibula yang operabel dilakukan eksisi

    submandibula

    3. pada tumor sublingual dan kelenjar liur minor yang operabel

    dilakukan eksisi luas ( minimal 1 cm dari batas tumor)

  • 14

    3. Pemeriksaan potong beku (1)

    Dikerjakan terhadap spesimen operasi pada biopsi eksisional

    4. Pemeriksaan spesimen operasi (1)

    Yang perlu dilaporkan pada hasil pemeriksaan patologis dari

    spesimen operasi meliputi :

    tipe histologis tumor

    derajat diferensiasi (grade)

    pemeriksaan TNM untuk menentukan stadium patologis (pTNM)

    T = Tumor primer

    ukuran tumor

    adanya invasi kedalam pembuluh darah/limfe

    radikalitas operasi

    N = Nodus regional

    ukuran k.g.b

    jumlah k.g.b yang ditemukan

    level k.g.b yang positip

    jumlah k.g.b yang positip

    invasi tumor keluar kapsul k.g.b

    adanya metastase ekstranodal

    M = Metastase jauh

    II.6 Stadium Klinis (1,13)

    Penentuan stadium menurut AJCC tahun 2002, berdasarkan klasifikasi TNM

    dapat dilihat pada tabel 1. dan Tabel 2. (1) (13)

  • 15

    Tabel 1. Staging TNM Kanker Kelenjar Liur Berdasarkan AJCC (2002)(1,13)

    TNM Keterangan

    T: Ukuran Tumor Primer

    Tx Tumor primer tak dapat ditentukan

    T0 Tidak ada tumor primer

    T1 Tumor < 2cm, tidak ada ekstensi ekstraparenkim

    T2 Tumor >2cm-4cm, tidak ada ekstensi ektraparenkim

    T3 Tumor >4cm-6cm, atau ada ekstensi ekstraprenkim tanpa terlibat n.VII

    T4 Tumor >6cm, atau ada invasi ke n.VII/dasar tengkorak

    N: Penyebaran KGB regional

    Nx Metastase k.g.b tak dapat ditentukan

    N0 Tidak ada metastase k.g.b

    N1 Metastase k.g.b tunggal 3cm-6cm, ipsilateral/bilateral/kontralateral

    N2a Metastase k.g.b tunggal >3cm-6cm, ipsilateral

    N2b Metastase k.g.b multipel > 6cm, ipsilateral

    N2c Metastase k.g.b > 6cm, bilateral/kontralateral

    N3 Metastase k.g.b >6cm

    M: Metastase Jauh

    Mx Metastase jauh tak dapat ditentukan

    M0 Tidak ada metastase jauh

    M1 Metastase jauh

  • 16

    Tabel 2. Stadium Klinis berdasarkan AJCC (2002)(1,13)

    ST T N M

    I T1

    T2

    N0

    N0

    M0

    M0

    II T3 N0 M0

    III T1

    T2

    N1

    N1

    M0

    M0

    IV T4

    T3

    T4

    N0

    N1

    N1

    M0

    M0

    M0

    Tiap T

    Tiap T

    Tiap T

    N2

    N3

    Tiap N

    M0

    M0

    M1

    II.7 Prosedur Terapi (1,13)

    Terapi pilihan utama untuk tumor kelenjar liur ialah pembedahan. Radioterapi

    sebagai terapi adjuvan pasca bedah diberikan hanya atas indikasi, atau diberikan

    pada karsinoma kelenjar liur yang inoperabel. Kemoterapi hanya diberikan sebagai

    adjuvan, meskipun masih dalam penelitian, dan hasilnya masih belum memuaskan.

    (1)

    A. Tumor Primer (1,13)

    1. Tumor operabel

    a. Terapi utama ( pembedahan)

    (1) Tumor parotis

  • 17

    a. parotidektomi superfisial, dilakukan pada: tumor jinak parotis lobus

    superfisialis

    b. parotidektomi total, dilakukan pada:

    i. tumor ganas parotis yang belum ada ekstensi ekstraparenkim

    dan n.VII

    ii. tumor jinak parotis yang mengenai lobus profundus

    c. parotidektomi total diperluas, dilakukan pada:tumor ganas parotis

    yang sudah ada ekstensi ekstraparenkim atau n.VII

    d. diseksi leher radikal (RND), dikerjakan pada:ada metastase

    k.g.b.leher yang masih operabel

    Tehnik insisi yang sering digunakan untuk operasi parotidektomi dapat dilihat

    pada Gambar 6

    a) b)

    Gambar 6.Parotidektomi a) insisi Blair yang dimodifikasi merupakan insisi yang sering

    digunakan pada parotidektomi b) tampak cabang-cabang nervus fasialis diantara lobus

    superficial dan profunda kelenjar parotis. (sumber: Zollinger R, Ellison E. Atlas of Surgical

    Operation. 9th Ed. New York: McGraw-Hill Medical; 2010)

  • 18

    (2) Tumor glandula submandibula (1) (13)

    eksisi glandula submandibula periksa potong beku

    - bila hasil potong beku jinak operasi selesai

    - bila hasil potong beku ganas deseksi submandibula periksa

    potong beku

    o bila metastase k.g.b (-) operasi selesai

    o bila metastase k.g.b (+) RND

    (3) Tumor glandula sublingual atau kelenjar liur minor (1)

    Eksisi luas ( 1 cm dari tepi tumor ).

    Untuk tumor yang letaknya dekat sekali dengan tulang (misalnya

    palatumdurum, ginggiva, eksisi luas disertai reseksi tulang dibawahnya)

    b. Terapi tambahan

    Radioterapi pasca bedah diberikan pada tumor ganas kelenjar liur dengan

    kriteria (1) (13)

    1. high grade malignancy

    2. masih ada residu makroskopis atau mikroskopis

    3. tumor menempel pada syaraf ( n.fasialis, n.lingualis, n.hipoglosus,

    n. asesorius )

    4. setiap T3,T4

    5. karsinoma residif

    6. karsinoma parotis lobus profundus

    Radioterapi sebaiknya dimulai 4-6 minggu setelah pembedahan. (1) (13)

    Hal ini bertujuan untuk untuk memberikan penyembuhan luka operasi yang

    adekwat, terutama bila telah dikerjakan alih tandur syaraf. (1)

  • 19

    - radioterapi lokal diberikan pada lapangan operasi meliputi bekas insisi

    sebanyak 50 Gy dalam 5 minggu.

    - Radioterapi regional/leher ipsilateral diberikan pada T3,T4, atau high

    grade malignancy

    2. Tumor inoperable (1,13)

    a. Terapi utama

    Radioterapi : 65 70 Gy dalam 7-8 minggu

    b. Terapi tambahan

    Kemoterapi :

    a. Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma, adenocarcinoma,

    malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)

    -adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1

    -5 fluorourasil 500mg/m2 iv pada hari 1 diulang tiap 3minggu

    -sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2

    b. Untuk jenis karsinoma sel skuamous (squamous cell carcinoma,

    mucoepidermoid carcinoma)

    -methotrexate 50mg/m2 iv pada hari ke 1 dan 7

    -sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2

    3. Metastase Kelenjar Getah Bening (N) (1,13)

    1. Terapi utama

    A. Operabel : deseksi leher radikal (RND)

    B. Inoperabel : radioterapi 40 Gy/+kemoterapi preoperatif, kemudian

    dievaluasi

    - menjadi operabel RND

    diulang tiap 3 minggu

  • 20

    - tetap inoperabel radioterapi dilanjutkan sampai 70Gy

    2. Terapi tambahan

    Radioterapi leher ipsilateral 40 Gy

    4. Metastase Jauh (M) (1)

    Terapi paliatif : kemoterapi

    a. Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma,

    adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)

    -adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1

    -5 fluorourasil 500mg/m2 iv pada hari 1 diulang tiap 3 minggu

    -sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2

    b. Untuk jenis karsinoma sel skwamous (squamous cell carcinoma,

    mucoepidermoid carcinoma)

    -methotrexate 50mg/m2 iv pd hari ke 1 dan 7

    -sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2

    Secara praktis Bagan Penanganan Tumor Kelenjar Liur berdasarkan Protokol

    PERABOI 2010 dapat dilihat pada Bagan 1 sampai dengan Bagan 6 berikut

    diulang tiap 3 minggu

  • 21

    Bagan 1. Penanganan Tumor Parotis Operabel dengan (N) Secara Klinis Negatif (sumber:

    Reksoprawiro, Sunarto. Protokol Penatalaksanaan Tumor/ Kanker Kelenjar Liur. Protokol

    PERABOI. Jakarta : Sagung Seto, 2010.)

    Tumor Parotis (N negative)

    Parotidektomi superfisial

    Potong beku

    Parotidektomi Total +

    Sampling KGB subdigastricus

    Stop

    Jinak Ganas

    STOP

    Potong beku

    Meta KGB + Meta KGB -

    RND

  • 22

    Bagan 2. Penanganan Tumor Submandibula Operabel Dengan (N) Secara Klinis Negatif

    ( sumber: Reksoprawiro, Sunarto. Protokol Penatalaksanaan Tumor/ Kanker Kelenjar Liur.

    Protokol PERABOI. Jakarta : Sagung Seto, 2010.)

    Bagan 3. Penanganan Tumor Sublingualis / Kelenjar Liur Minor (sumber: Reksoprawiro, Sunarto. Protokol Penatalaksanaan Tumor/ Kanker Kelenjar Liur. Protokol PERABOI. Jakarta : Sagung Seto, 2010.)

    Eksisi glandula submandibula

    Diseksi Submandibula

    Tumor Submandibula (N negatif)

    Potong Beku

    STOP

    Jinak Ganas

    Meta KGB -

    Potong beku

    Meta KGB +

    RND STOP

    Tumor sublingual/ kel.liur minor (N negatif)

    Eksisi luas

    Ganas

    Radikalitas

    Tidak radikal Radikal

    Jinak

    Stop

    Stop Re-eksisi

    Potong beku

  • 23

    Bagan 4. Penanganan Tumor Kelenjar Liur dengan KGB (+) secara klinis (sumber:

    Reksoprawiro, Sunarto. Protokol Penatalaksanaan Tumor/ Kanker Kelenjar Liur. Protokol

    PERABOI. Jakarta : Sagung Seto, 2010)

    Bila N positif bilateral : RND dapat dikerjakan satu tahap dengan preservasi satu

    v.jugularis interna atau dikerjakan 2 tahap dengan jarak waktu

    3-4 minggu.

    *) Indikasi radioterapi ajuvan pada leher setelah RND (1) (13)

    1. Kelenjar getah bening yang mengandung metastase > 1 buah

    2. Diameter kelenjar getah bening > 3 cm

  • 24

    3. Ada pertumbuhan ekstrakapsuler

    4. High grade malignancy

    Bagan 5. Penanganan Kanker Kelenjar liur dengan metastase (sumber : Reksoprawiro,

    Sunarto. Protokol Penatalaksanaan Tumor/ Kanker Kelenjar Liur. Protokol PERABOI. Jakarta :

    Sagung Seto, 2010)

    Bagan 6. Penanganan Kanker Kelenjar Liur residif (sumber: Reksoprawiro, Sunarto. Protokol

    Penatalaksanaan Tumor/ Kanker Kelenjar Liur. Protokol PERABOI. Jakarta : Sagung Seto,

    2010)

  • 25

    II.8 Prosedur Follow up (1,13)

    Jadwal follow up dianjurkan sebagai berikut:

    1) Dalam 3 tahun pertama : setiap 3 bulan

    2) Dalam 3-5 tahun : setiap 6 bulan

    3) Setelah 5 tahun : setiap tahun sekali untuk seumur hidup

    Pada follow up tahunan, penderita diperiksa secara lengkap, fisik, X-foto

    toraks, USG hepar, dan bone scan untuk menentukan apakah penderita betul bebas

    dari kanker atau tidak. (1) (13)

    Pada follow up ditentukan: (1)

    1) Lama hidup dalam tahun dan bulan

    2) Lama interval bebas kanker dalam tahun dan bulan

    3) Keluhan penderita

    4) Status umum dan penampilan

    5) Status penyakit :

    (1) Bebas kanker

    (2) Residif

    (3) Metastase

    (4) Timbul kanker atau penyakit baru

    6) Komplikasi terapi

    7) Tindakan atau terapi yang diberikan

  • 26

    II.9 Penatalaksanaan Kanker Kelenjar Liur Terkini (13,14,15,16,17,18,19,20)

    Algoritma penatalaksanaan kanker kelenjar liur menurut NCCN tahun 2014

    tidak banyak berbeda dengan protokol PERABOI 2010. Pada Kanker kelenjar thyroid,

    apabila hasil patologinya merupakan adenoid cystic carcinoma disarankan untuk

    dilakukan adjuvan radioterapi (kategori 2B). Algoritma penatalaksanaan Tumor

    Kelenjar liur berdasarkan NCCN 2014 dapat dilihat pada bagan 7, bagan 8 dan bagan

    9. (13)

    Penelitian menunjukan bahwa 20% dari Adenokarsinoma pada kelenjar liur

    bersifat overekspresi terhadap Her2/neu. (14) Her2/neu sendiri merupakan EGF

    reseptor tirosin kinase. Trastuzumab, suatu antibodi monoclonal dapat mengikat

    dengan afinitas yang tinggi terhadap domain ekstraselular Her2/neu, sehingga

    menghambat proliferasi sel tumor yang mengeksprei Her2/neu tersebut. Saat ini

    tengah dilakukan penelitian fase kedua mengenai penggunaan monoterapi

    trastuzumab pada kanker kelenjar liur stadium lanjut.

  • 27

    Bagan 7. Algoritma Penatalaksanaan Tumor Kelenjar Liur (sumber: Head and Neck Cancers. National Comprehensive Cancer

    Network. 2014)

  • 28

    Bagan 8. Algoritma Terapi Tumor Kelenjar Liur (sumber: Head and Neck Cancers. National Comprehensive Cancer Network. 2014)

  • 29

    Bagan 9. Algoritma Penatalaksanaan Kenker Kelenjar Liur Residif (sumber: Head and Neck Cancers. National Comprehensive Cancer

    Network. 2014)

  • 30

    Agulnik et al.melaporkan percobaan dengan lapatinib terhadap 62 pasien dengan

    tumor kelenjar liur denganekspresi EGFR dan Her2/neu, respon yang didapatkan

    adalah stable disease atau progressive respon hal ini mungkin karena dari sampel

    penelitian tersbut hanya 11% yang merupakan adenokarsinoma. (15) Haddad et al.

    melaporkan penggunaan trastuzumab terhadap 14 pasien dengan overekspresi

    Her2/neu, 50% dari pasien tersebut dengan adenokarsinoma,memliki respon parsial

    terhadap terapi. (16)Sharon et al. melaporkan pasien dengan complete response

    pada pasien dengan carcinoma ex-pleomorphic adenoma dengan metastasis tulang

    multiple yang diterapi dengan trastuzumab, capecitabine, dan zoledronic acid.

    Pasien tetap stabil sampai dengan 2 tahun follow-up. (17) Nashed et al. melaporkan

    remisi komplit karsinoma duktus kelenjar liur dengan kombinasi docetaxel dan

    trastuzumab. (18) Prat et al. at melaporkan respon komplit setelah 3 bulan

    pemberian paclitaxel, carboplatin dan trastuzumab pada pasien dengan karsinoma

    duktus salivarius dengan pembesaran KGB leher ekstensif dan metastasis paru. (19)

    Kasus berikutnya dilaporkan oleh Firwana et al, pasien dengan adenokarsinoma

    metastasis dan Her2/neu positif memiliki respon hampir komplit dengan pemberian

    trastuzumab dan paclitaxel, dilanjutkan dengan pemberian trastuzumab. (20)

    Saat ini tengah dikembangkan radioterapi dengan menggunakan neutron,

    radioterapi konvensional umunya memakai electron atau proton untuk membunuh

    sel-sel kanker. Keuntungan menggunakan neutron ini adalah energy yang dihasilkan

    lebih kuat 20-100 kali dari radiologi konvensional. Keuntungan kedua yaitu neutron

    mampu menghancurkan double strand pada DNA, dimana radioterapi konvensional

    hanyamampu merusak salah satu untaian dari double strands DNA tersebut. Dari

    kedua keuntungan ini diharapkan radioterapi dengan neutron dapat memberikan

    harapan bagi pasien yang tidak respon terhadap radioterapi konvensional

    sebelumnya. (21)

  • 31

    Gambar 7. Mesin Neutron Radiotherapy yang digunakan di University of Washington.

    (Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Fast_neutron_therapy)

    II.10 Prognosis (22)

    Kanker kelenjar liur stadium awal dangan grading rendah pada umumnya

    dapat sembuh dengan operasi yang adekuat. Prognosis lebih baik apabila tumornya

    berasal dali kelenjar liur mayor, terutama kelenjar parotis, disusul dengan kelenjar

    submandibula. Tumor yang sangat besar atau dengan grading yang tinggi memiliki

    prognosis lebih buruk.

    Prognosis kanker kelenjar liur ini juga ditentukan oleh: (22)

    Asal kelenjar liur

    Histologi

    Grade

    Stadium

    Apakah tumor telah mengenai n. fasialis, fiksasi terhadap kulit atau struktur

    yang lebih dalam atau telah menyebar ke KGB atau organ jauh.

  • 32

    Berdasarkan National Cancer Database, dan berdasarkan pasien yang

    didiagnosis terkena kanker kelenjar liur mayor pada tahun 1998-1990 didapatkan

    data sebagai berikut ditampilkan pada Tabel 3

    Tabel 3. 5 years survival rate pasien dengan kanker kelenjar liur (sumber: Terhaard CH, Lubsen H, Van der Tweel I, et al. Salivary gland carcinoma: independent prognostic factors for locoregional control, distant metastases, and overall survival: results of the Dutch head and neck oncology cooperative group.: Head Neck 26, 2004, Vol. 26(8))

    Stage 5-year Relative

    Survival Rate

    I 91%

    II 75%

    III 65%

    IV 39%

  • 33

    BAB III

    KESIMPULAN

    Kanker kelenjar liur merupakan kasus yang sangat jarang, hanya 0.9 dari

    100.000 penduduk di Amerika. Kelenjar liur major yang paling sering terkena ialah

    glandula parotis yaitu 70-80%, sedangkan kelenjar liur minor yang paling sering

    terkena terletak pada palatum. Kurang lebih 20-25% dari tumor parotis, 35-40% dari

    tumor submandibula, 50% dari tumor palatum, dan 95-100% dari tumor glandula

    sublingual adalah ganas. Penyebab dari Kanker kelenjar liur belum diketahui secara

    pasti, sedangkan faktor resikonya meliputi usia tua, paparan radiasi , pekerjaan dan

    genetik.

    Fungsi kelenjar liur adalah memproduksi saliva yang sangat penting dalam

    proses pencernaan, menelan dan imunitas tubuh.

    Diagnosis klinis berdasarkan adanya benjolan di sekitar auricula,

    submandibula atau dasar mulut, kadang disertai nyeri dan paresis n. Fasialis.

    Pemeriksaan FNAB belum secara rutin dikerjakan mengingat sangat bergantung

    dengan skill operator. Pemeriksaan radiologis yag apat dikerjakan berupa CT-scan

    atau MRI untuk mengetahui ekstensi tumor dan foto thorax, USG abdomen, bila

    perlu Tc scintigrafi untuk mengetahui adanya metastasis jauh.

    Terapi dikerjakan berdasarkan asal sel tumor, stadium, dan grading

    histopatologis. Pada tumor operabel terapi utamanya adalah pembedahan dapat di

    tambahkan dengan kemo atau radioterapi. Prognosis pasien sangat ditentukan dari

    stadium dan grading histopatologis tumor, dengan 5 years survival rate 91% pada

    stadium I, 75% pada stadium II, 65% pada stadium III, dan 39% pada stadium IV.

    Pemberian antibodi monoklonal berupa trastuzumab sebagai targeting terapi

    pada kanker kelenjar liur dengan Her2/neu positif menjanjikan hasil yang cukup

    baik. Pada pasien yang tidak respon terhadap radioterapi konvensional kini telah

  • 34

    dikembangkan radioterapi dengan menggunakan neutron beam yang memiliki

    kekuatan 20-100 kali dibanding radioterapi konvensional

  • 35

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Reksoprawiro, Sunarto. Protokol Penatalaksanaan Tumor/ Kanker Kelenjar

    Liur. Protokol PERABOI. Jakarta : Sagung Seto, 2010.

    2. Eric Chung Sun, Rochelle Curtis, Mads Melbye, and James J. Goedert.

    Salivary Gland Cancer in the United States. : American Association of Cancer

    Research, 1999, pp. 1095-1100.

    3. Holsinger, F. Christopher and Bui, Dana T. Anatomy, Function, and

    Evaluation of the Saliary Gland. [book auth.] Myers, Eugene N. and Robert

    L. Ferris. Salivary gland Disorder. Berlin : Springer, 2007.

    4. Skandalakis JE, Gray SW, Rowe JS Jr. Surgical Anatomy. New York : McGraw-

    Hill, 2006.

    5. Myers, EN and Ferris, RL. Salivary Gland Disorder. New York : Springer,

    2006.

    6. R, Elledge. Current concepts in research related to oncogenes implicated in

    salivary gland tumourigenesis: a review of the literature. UK : Oral Disease,

    2009, Vol. 15. ISSN: 1601-0825.

    7. Stenner, JP and Klussman, JF. Current update on established and novel

    biomarkers in salivary gland carcinoma pathology and the molecular

    pathways involved. European Arch Otorhinolaryngology, 2009, Vol. 3.

    8. Wierzbicka M, KopeT, Szyfter W .The presence of facial nerve weakness on

    diagnosis of a parotid. s.l. : Eur Arch Otorhinolaryngol , 2012, Vol. 269.

    10.1007/s00405-011-1882-6.

    9. Curtin, HD. Imaging of the Salivary Gland. Salivary Gland Disorder. New

    York : Springer, 2007.

    10. Nguansangiam S, Jesdapatarakul S, Dhanarak N, Sosrisakorn K. Accuracy of

    fine needle aspiration cytology of salivary gland lesions: routine diagnostic

    experience in Bangkok, Thailand: Asian Pac J Cancer Prev, 2012, Vol. 13.

  • 36

    11. Jain,Ritu; Gupta,Ruchika; Madhur, Kudesia; Singh, Sompal. Fine needle

    aspiration cytology in diagnosis of salivary gland lesions: A study with

    histologic comparison. 10, 2013, Vol. 5.

    12. Schmidt, Robert L, Hall, Brian J and Layfield. A Systematic Review and

    Meta-analysis of the Diagnostic Accuracy of Ultrasound-Guided Core

    Needle Biopsy for Salivary gland lesions: American Journal for Clinical

    Pathology, 2011, Vol. 136. 10.1309/AJCP5LTQ4RVOQAIT.

    13. Head and Neck Cancers. National Comprehensive Cancer Network. 2014.

    14. Locati LD, Perrone F, Losa M, Mela M, Casieri P, Orsenigo M, et al.

    Treatment relevant target immunophenotyping of 139 salivary gland

    carcinomas (SGCs). Oral Oncology, 2009, Vol. 45. 19574086.

    15. Agulnik M, Cohen EW, Cohen RB, CPhase II study of lapatinib in recurrent or

    metastatic epidermal growth factor receptor and/or erbB2 expressing

    adenoid cystic carcinoma and non adenoid cystic carcinoma malignant

    tumors of the salivary glands : Journal of Clininical Oncology, 2007, Vol. 25.

    17761983.

    16. addad R, Colevas AD, KranHerceptin in patients with advanced or

    metastatic salivary gland carcinomas.A phase II study: Oral Oncology, 2003,

    Vol. 39. 12907212.

    17. Sharon E, Kelly RJ, Szabo E. Sustained response of carcinoma ex

    pleomorphic adenoma treated with trastuzumab and capecitabine.: Head

    Neck Oncology, 2010, Vol. 2.

    18. Nashed M, Casasola RJ. Biological therapy of salivary duct carcinoma:

    Journal of Laryngo-Otology, 2009, Vols. 123:2502. 18405406.

    19. Prat A, Parera M, Reyes Successful treatment of pulmonary metastatic

    salivary ductal carcinoma with trastuzumab-based therapy. Head and Neck

    Journal, 2008, Vol. 30. 17972317.

    20. Firwana, Belal, et al. Trastuzumab for Her2/neu-positive metastatic salivary

    gland carcinoma: Case report and review of the literatur : Avicenna Journal

    of Medicine, 2012, Vols. 2(3): 7173.

  • 37

    21. Lee, SC and Johnson, JT. Salivary Gland Neoplasm: Medscape Journal, 2015.

    22. Terhaard CH, Lubsen H, Van der Tweel I, et al. Salivary gland carcinoma:

    independent prognostic factors for locoregional control, distant

    metastases, and overall survival: results of the Dutch head and neck

    oncology cooperative group: Head Neck 26, 2004, Vol. 26(8).