24
SINDROM METABOLIK KARENA PENGGUNAAN ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL Disusun oleh: Jesika Wulandari 030.10.142 Pembimbing: Dr. Desmiarti, SpKJ KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA RUMAH SAKIT JIWA SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI PERIODE 14 SEPTEMBER – 10 OKTOBER 2015 1

Sindroma Metabolik Karena Penggunaan Antipsikotik Atipikal - Jesika

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ilmu kesehatan jiwa

Citation preview

Page 1: Sindroma Metabolik Karena Penggunaan Antipsikotik Atipikal - Jesika

SINDROM METABOLIK KARENA PENGGUNAAN ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL

Disusun oleh:

Jesika Wulandari

030.10.142

Pembimbing:

Dr. Desmiarti, SpKJ

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWARUMAH SAKIT JIWA SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTIPERIODE 14 SEPTEMBER – 10 OKTOBER 2015

JAKARTA

1

Page 2: Sindroma Metabolik Karena Penggunaan Antipsikotik Atipikal - Jesika

PENDAHULUAN

Antipsikotik generasi kedua (Atipikal) saat ini telah luas digunakan sebagai

pengobatan Skizofrenia dan gangguan mental lainnya. Antipsikotik atipikal ini dihubungkan

dengan rendahnya insiden sindrom ekstrapiramidal. Antipsikotik generasi ini lebih efektif

dibandingkan generasi pertama (Tipikal) untuk simptom negatif, simptom  mood, dan

gangguan kognitif. Selain itu, efikasinya lebih baik dibandingkan dengan generasi pertama.1

Meski demikian, pemberiannya tidak terlepas dari risiko diabetes, weight gain, dan

dislipidemia.2 Pada 2005,  The Clinical Antipsychotic Trials of Intervention Effectiveness

(CATIE) mengindikasikan bahwa efektivitas penggunaan antipsikotik generasi kedua ini

berkontribusi pula pada peningkatan prevalensi sindrom metabolik.1,2  Awalnya hanya terlihat

jelas hubungannya dengan peningkatan berat badan dan obesitas. Namun, penelitian saat ini

menyatakan bahwa risiko dislipidemia, diabetes, penyakit kardiovaskuler, dan kematian

mendadak dihubungkan dengan penggunaan antipsikotik ini. Seseorang dengan gangguan

mental mengalami peningkatan kesakitan dan kematian, terutama dikaitkan dengan penyakit

kardiovaskuler. Hasil penelitian meta-analisis pada pasien dengan skizofrenia

memperlihatkan risiko kematian dini akibat kondisi medis lebih besar 2 kali lipat

dibandingkan populasi umum. Di Amerika Serikat, penyakit kardiovaskuler merupakan

penyebab kematian utama seseorang dengan penyakit mental.

2

Page 3: Sindroma Metabolik Karena Penggunaan Antipsikotik Atipikal - Jesika

ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL

Antipsikotik Atipikal (AAP), yang juga dikenal sebagai antipsikotik generasi kedua,

adalah kelompok obat penenang antipsikotik digunakan untuk mengobati kondisi jiwa.

Beberapa antipsikotik atipikal disetujui FDA untuk digunakan dalam pengobatan skizofrenia,

mania akut, depresi bipolar, agitasi psikotik, pemeliharaan bipolar, dan indikasi lainnya.

Kedua generasi obat cenderung untuk memblokir reseptor dalam jalur dopamin otak, tetapi

antipsikotik atipikal berbeda dari antipsikotik tipikal, dimana antipsikotik tipikal cenderung

dapat menyebabkan gangguan ekstrapiramidal pada pasien, yang meliputi penyakit gerakan

Parkinsonisme, kekakuan tubuh dan tremor tak terkontrol. Gerakan-gerakan tubuh yang

abnormal bisa menjadi permanen bahkan setelah obat antipsikotik dihentikan.3

Jenis-jenis obat atipikal

Berikut ini adalah antipsikotik atipikal yang disetujui dan dipasarkan diberbagai bagian

dunia:

• Amisulpride (Solian)

• Aripiprazole (Abilify)

• Asenapine (Saphris)

• Blonanserin (Lonasen)

• Clotiapine (Entumine)

• Clozapine (Clozaril)

• Iloperidone (Fanapt)

• Mosapramine (Cremin)

• Olanzapine (Zyprexa)

• Paliperidone (Invega)

• Perospirone (Lullan)

• Quepin (Specifar)

• Quetiapine (Seroquel)

• Remoxipride (Roxiam)

• Risperidone (Risperdal)

• Sertindole (Serdolect)

• Sulpiride (Sulpirid, Eglonyl)

• Ziprasidone (Geodon, Zeldox)

3

Page 4: Sindroma Metabolik Karena Penggunaan Antipsikotik Atipikal - Jesika

• Zotepine (Nipolept)

Mekanisme kerja Antipsikotik Atipikal

Mekanisme kerja antipsikotik ini adalah berafinitas terhadap Reseptor Dopamine

(D2)  dan Reseptor  Serotonin 5 HT2 yang dapat menurukan kejadian Extra Piramidal

Sindrome dan efektif mengatasi gejala negatif. APG II tidak hanya bekerja pada antagonis

reseptor 5HT2A dan D2, tetapi juga beberapa subtipe: 5HT1A, 5HT1D, 5HT2C, 5HT3,

5HT6, 5HT7, dan D1, D3, D4 juga muskarinik (M1); histamin (AH1); a1 dan a2 yang  dapat

memperbaiki mood dan menurunkan kejadian bunuh diri (suicide). Tidak hanya pada

skizofrenia, tapi juga pada penderita bipolar. Termasuk dalam kelompok ini adalah

risperidone, olanzapine, quetiapine, clozapine dan ziprazidone, dan aripripazole (partial).4

Metabolisme Antipsikotik Atipikal

Baru-baru ini, kekhawatiran metabolik telah menjadi perhatian besar bagi dokter,

pasien dan FDA. Pada tahun 2003, Food and Drug Administration (FDA) mengharuskan

semua produsen antipsikotik atipikal untuk mengubah label mereka untuk menyertakan

peringatan tentang risiko hiperglikemia dan diabetes pada antipsikotik atipikal. Beberapa

bukti menunjukkan bahwa antipsikotik atipikal tidak sama dalam efeknya terhadap berat

badan dan sensitivitas insulin. Konsensus umum menyatakan bahwa clozapine dan

olanzapine berkaitan dengan dampak terbesar pada penurunan berat badan dan sensitivitas

insulin, diikuti oleh risperidone dan quetiapine. Ziprasidone dan aripiprazole diperkirakan

memiliki efek terkecil pada berat badan dan resistensi insulin, tetapi pengalaman klinis belum

cukup jika dibandingkan dengan antipsikotik tipikal. Sebuah studi oleh Sernyak dan rekan-

rekan menemukan bahwa prevalensi diabetes dalam terapi antipsikotik atipikal secara

statistik signifikan lebih tinggi dibanding pengobatan konvensional.5 

4

Page 5: Sindroma Metabolik Karena Penggunaan Antipsikotik Atipikal - Jesika

SINDROMA METABOLIK AKIBAT ANTIPSIKOTIK

ATIPIKAL

Istilah sindrom metabolik pertama kali dikenalkan pada 1970 oleh  peneliti Jerman

yang menghubungkannya dengan aterosklerosis.  Istilah lain yaitu resistansi insulin, mulai

dikenal tahun 1980-an. Sindrom metabolik dikenal juga sebagai “Sindrom Resintansi Insulin

atau Sindrom X.4 Sindrom metabolik adalah gangguan multi-sistem di mana terdapat

kelompok gangguan (ketidaknormalan) disertai peningkatan risiko penyakit kardiovaskular

dan obesitas. Termasuk di dalamnya gangguan keseimbangan metabolisme glukosa, obesitas,

hiperlipidemia, dan hipertensi.1,4  Secara umum, kecenderungan sindrom metabolik dapat

terjadi apabila  seseorang memiliki faktor risiko berikut: usia > 65 tahun, pasca-menopause,

Body Mass Index (BMI=IMT) tinggi, merokok, intake karbohidrat tinggi, dan aktivitas fisik

rendah.4,6

Diagnosis  sindrom metabolik ditegakkan apabila terdapat 3 atau lebih dari 5 faktor

risiko sebagai berikut: obesitas abdominal, kadar trigliserida tinggi, kadar kolesterol High

Density Low rendah, hipertensi, dan peningkatan kadar glukosa puasa. Berikut adalah tabel

kriteria klinis sindrom metabolik.

Komponen Kriteria diagnosis WHOResistensi insulin plus :

Kriteria diagnosis ATP III3 komponen dibawah ini

Obesitas abdominal/ sentral Waist to hip ratio :Laki2 : > 0.90;Wanita : > 0.85, atauIMB > 30 kg/m2

Lingkar pinggang :Laki2 : > 102 cm (40 inchi)Wanita : > 88 cm (35 inchi)

Hipertrigliserida > 150 mg/dl (> 1.7 mmol/L) > 150 mg/dl (>1.7 mmol/L)HDL Kolesterol Laki-laki :  < 35 mg/dl (< 0.9

mmol/L)Wanita : < 39 mg/dl (< 1.0 mmol/L

Laki-Laki : < 40 mg/dl (< 1.036 mmol/L)Wanita :  < 50 mg/dl (< 1.295 mmol/L)

Hipertensi TD > 140/90 mmHg atau riwayat terapi anti hipertensi

TD > 130/85 mmHg atau riwayat terapi anti hipertensi

Kadar Glukosa darah tinggi Toleransi glukosa terganggu, glukosa puasa terganggu, resistensi insulin atau DM

>110 mg/dl atau > 6.1 mmol/L

Mikroalbuminuri Ratio albumin urin dan kreatinin 30 mg/g atau laju ekskresi albumin 20 mcg/menit

5

Page 6: Sindroma Metabolik Karena Penggunaan Antipsikotik Atipikal - Jesika

Menurut data dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) III,

pasien dengan skizofrenia, terutama wanita, memiliki BMI lebih tinggi dibandingkan wanita

tidak dengan  skizofrenia.7

Dalam populasi dengan morbiditas lebih tinggi dibandingkan dengan

populasi umum, ada kekhawatiran mengenai kontribusi obat antipsikotik dengan prevalensi

sindrom metabolik dan komponen-komponennya, terutama sejak diperkenalkannya obat

antipsikotik atipikal. Studi terbaru menunjukkan bahwa prevalensi berat badan, intoleransi

glukosa, dan hiperlipidemia, dan dalam beberapa kasus seperti hipertensi menyertai

penggunaan antipsikotik, dimana antispikotik atipikal relatif lebih berpengaruh dibandingkan

antipsikotik tipikal.

Antipsikotik atipikal memiliki pola ikatan  reseptor neurotranmitter yang kompleks.

Reseptor Antagonis serotonin (5HT) 2A dan Reseptor D2 berinteraksi dengan subtipe  resep-

tor dopamine dan serotonin, termasuk transpoter 5HT1, 5HT2, 5HT3, 5HT4, 5HT5, 5HT6,

5HT7,  serta D1, D3, dan D4.  Antipsikotik atipikal mempunyai efek pada neurotransmitter

lain dengan menghambat transporter norepinefrin dan juga reseptor muskarinik 1, muskarinik

2, histamin 1, alpha 1 adrenergik, dan alpha-2 adrenergik. Antipsikotik ini juga mempunyai

aksi yang  menyebabkan gangguan resintansi insulin seluler dan meningkatkan kadar

trigliserida melalui aksinya pada reseptor yang kemudian dikenal sebagai  reseptor X.8

Reseptor serotonin -2C (5HT-2C), muskarinik-3 (M3), dan histamin-1 (H1) serta

suatu reseptor yang dikenal dengan reseptor X  adalah reseptor yang secara hipotesis

dihubungkan dengan risiko kardiometabolik.  Antagonis reseptor 5HT2C dan H1 dihubung-

kan dengan peningkatan berat badan. Menurut penelitian, hal ini karena antipsikotik tersebut

memiliki  potensi aksi simultan pada reseptor H1 dan 5HT2C  paling tinggi.  Jika kedua

reseptor ini diblokade oleh histamine (H1) antagonis dengan serotonin-2C  (5HT2C)

6

Page 7: Sindroma Metabolik Karena Penggunaan Antipsikotik Atipikal - Jesika

antagonis pada saat bersamaan  maka pusat makan di hipotalamus akan dipengaruhi sehingga

terjadi peningkatan nafsu makan.8

Sementara itu, antagonis M3 dapat menyebabkan gangguan pada regulasi insulin. 

Reseptor X ini yang diduga mempercepat terjadinya resintansi insulin dan  peningkatan kadar

trigliserida puasa. Terjadinya dislipidemi dan resintansi insulin ini memudahkan terjadinya

diabetes melitus dan penyakit kardivaskular.  Mekanisme farmakologisnya belum diketahui

jelas, namun diduga karena adanya ikatan antipsikotik dengan reseptor X di jaringan lemak,

hati, dan otot.8

Selanjutnya, peningkatan berat badan akan mempermudah terjadinya obesitas dan 

diabetes melitus serta penyakit kardiovaskuler dan  inilah yang disebut metabolic highway.8

Metabolic highway dimulai dari peningkatan  nafsu makan, peningkatan berat badan, dan

berlanjut pada obesitas, resintansi insulin, serta dislipidemia dengan peningkatan kadar

trigliserida puasa. Keadaan hiperinsulinemia mengakibatkan kegagalan sel beta pankreas,

prediabetes, dan diabetes. Bila telah terdapat diabetes melitus maka risiko penyakit

kardiovaskuler akan meningkat dan berisiko terjadi kematian dini.8,9 Faktor genetik dan ling-

kungan juga berperan pada penyakit kardiovaskuler dan diabetes. Faktor gaya hidup seperti

diet yang buruk, ketiadaan latihan/ olah raga, adanya stres, serta merokok akan berinteraksi

dengan faktor risiko genetik . Adanya  riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskuler dan

diabetes  dihubungkan dengan kode genetik yang rentan secara molekular.8

Mekanisme lain adalah blokade reseptor kolinergik M3. Mekanisme ini kejadian yang

tiba-tiba Diabetic Ketoacidosis (DKA). Meskipun jarang, namun mekanisme ini merupakan

risiko kardiometabolik yang mengancam  hidup.  Kondisi ini juga dihubungkan dengan

hyperglycemic hyperosmolar syndrome (HHS). Mekanisme ini kompleks dan multifaktorial

dan saat ini masih terus diteliti.  Diduga terdapat resintansi insulin, prediabetes, dan diabetes

yang  tidak terdiagnosis dalam keadaan hiperinsulinemia yang terkompensasi, namun

kemudian menjadi dekompesasi pada pemberian antipsikotik atipikal akibat  mekanisme

farmakologi yang terjadi.10  

Neuron kolinergik parasimpatetik yang menginervasi pankreas bekerja pada reseptor

M3 paska sinaps yang terletak di sel Beta pankreas untuk pengaturan sekresi insulin.  Sel

Beta inilah yang mensekresi insulin. Obat yang memblokade resptor kolinergik M3 di tempat

ini, seperti olanzapin dan clozapin  yang merupakan antagonis muskarinik kolinergik (M3)

reseptor, akan menurunkan  pengeluaran insulin.8  Bila hal ini terjadi pada pasien yang

tergantung pengaturan kolinergiknya pada pengeluaran insulin, dapat menjadi  faktor yang

menyebabkan defisiensi insulin dan mempermudah terjadinya DKA/HHS.  Sebetulnya, hal

7

Page 8: Sindroma Metabolik Karena Penggunaan Antipsikotik Atipikal - Jesika

ini masih spekulasi mengingat banyak pasien dengan blokade M3 reseptor tidak  mengalami

gangguan pada sekresi insulinnya.8

Antipsikotik dan Diabetes Melitus

Didapatkan laporan peningkatan prevalensi diabetes mellitus pada pasien yang

menggunakan antipsikotik. Kohen (2004) meneliti literatur tentang diabetes mellitus dan

skizofrenia baik sebelum dan setelah era neuroleptik. Tinjauan ini menjelaskan data dari

periode sebelum pengenalan antipsikotik fenotiazin, yang secara konsisten dijelaskan

mengganggu metabolisme gula darah, sehingga kurva hyperglikemianya abnormal dan

toleransi glukosanya abnormal setelah pemberian asupan glukosa. Setelah pengenalan

fenotiazin pada tahun 1952, ada laporan mengenai hubungan pengobatan fenotiazin dengan

toleransi glukosa yang abnormal. Bahkan, terdapat kecenderungan untuk berkembang

menjadi diabetes. Bushe & Holt (2004) melaporkan bahwa orang dengan skizofrenia dan

gangguan mental yang berat memiliki risiko lebih besar terkena diabetes atau memiliki

gangguan toleransi glukosa. Lebih lanjut, mereka memperkirakan bahwa 15% pasien dengan

skizofrenia mungkin memiliki diabetes sementara 15% mungkin memiliki gangguan toleransi

glukosa. Ia telah mengemukakan bahwa, selain faktor risiko lingkungan, skizofrenia, dan tipe

2 diabetes mellitus dapat juga terjadi karena adanya hubungan genetik (Gough & O'Donovan

2005). Mereka mengutip contoh apolipoprotein epsilon 4 alel, yang katanya meningkatkan

risiko penyakit Alzheimer, penyakit jantung, multiple sclerosis dan perdarahan

subarachnoid.1

Ryan dkk (2003) meneliti prevalensi glukosa puasa terganggu pada 26 pasien dengan

skizofrenia serangan pertama, yang menggunakan antipsikotik, dibandingkan dengan kontrol.

Dalam studi cross-sectional, lebih dari 15% dari pasien menunjukkan glukosa puasa

terganggu dan resistensi insulin, selain itu, glukosa darah puasa, insulin dan kortisol lebih

tinggi. Telah diamati bahwa rasio pinggang-pinggul berkorelasi positif dengan tingkat

trigliserida plasma dan berkorelasi negatif dengan tingkat kolesterol HDL.1

Antipsikotik atipikal dianggap terobosan signifikan dalam pengobatan gangguan

psikotik, dengan frekuensi rendah atau tidak adanya efek samping ekstrapiramidal. Secara

bertahap muncul laporan kasus yang menunjuk ke peningkatan kadar hiperglikemia dan

diabetes melitus terkait dengan penggunaan atypicals. Pada tahun 1999, Lindenmayer & Patel

melaporkan kasus olanzapine-induced ketoasidosis diabetika (KAD), yang memutuskan

penghentian pengobatan dengan olanzapine.

8

Page 9: Sindroma Metabolik Karena Penggunaan Antipsikotik Atipikal - Jesika

Penelitian Preklinis telah menunjukkan perbedaan antara antipsikotik dalam respon

terhadap pelepasan insulin. Best et al (2005) mempelajari efek clozapine dan haloperidol

pada sel β pankreas tikus in-vitro. Para penulis menunjukkan efek kontras clozapine dan

haloperidol pada fungsi sel β pankreas. Clozapine tidak berpengaruh pada membran potensial

sel β saat kadar glukosa darah puasa baik, tapi potensial membran terhiperpolarisasi ketika

konsentrasi glukosa tinggi. Sebaliknya membran terdepolarisasi haloperidol pada keadaan

puasa dan saat kadar glukosa terstimulasi. Efek dari dua obat pada aktivitas listrik hanya

sebagian menjelaskan efeknya pada pelepasan insulin. Clozapine menghambat sekresi insulin

dalam respon terhadap glukosa, yang dapat menjelaskan hiperglikemia dan diabetes yang

terkait dengannya. Namun tidak mempengaruhi 'pelepasan insulin basal'. Menariknya,

haloperidol tidak berpengaruh pada pelepasan insulin.11 Tovey et al (2005) membahas dua

pasien yang dirawat dengan clozapine, yang kemudian menderita diabetes melitus, saat tes

darah rutin. Tingkat gula darah kembali ke dalam kisaran normal setelah penghentian

clozapine di salah satu pasien, tapi tidak di yang lain.

Antipsikotik dan Penambahan Berat Badan

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), kriteria berat badan normal berdasarkan 

Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index -BMI) adalah antara 18,5 – 25 kg/m2. Seseorang

dengan BMI 25-30 kg/m2 dikatakan overweight dan seseorang dengan BMI > 30 kg/m2

dikatakan obese.4 Obesitas abdominal dan peningkatan kadar glukosa puasa membentuk 2

komponen sindrom metabolik, yaitu peningkatan faktor risiko kardiovaskular, gangguan

metabolisme yang dihubungkan dengan resintansi insulin dan/atau hiperinsulinemia. Pada

pasien dengan sindrom metabolik, risiko relatif untuk diabetes dan penyakit jantung koroner

berkisar antara 1,5 sampai 5 kali.12

Pada pemakaian antipsikotik jangka panjang, peningkatan berat badan merupakan

masalah potensial pada banyak pasien.  Secara klinis, hal tersebut bermakna bila terdapat

peningkatan sebesar > 7% dari berat badan sebelumnya. Di AS, insiden peningkatan berat

badan dengan menggunakan antipsikotik generasi kedua sebagai berikut: olanzapin 29%,

quetiapin 23%, risperidone 18%, ziprazidone 10%, dan aripripazole 8%.7 Suatu penelitian lain

di AS dengan menggunakan clinical trial  selama 52 minggu menyatakan bahwa olanzapin

yang tertinggi dalam peningkatan berat badan di antara antipsikotik generasi kedua lainnya. 

Menurut penelitian ini, dalam waktu 52 minggu peningkatan berat badan pada penggunaan

quetiapine rata-rata 3,6 kg; risperidone 2,2 kg; sedangkan aripripazole dan  ziprasidone rata-

rata 1 kg.7 Penelitian Tandon dan Halbriech berhasil mengurutkan  berdasarkan risiko

9

Page 10: Sindroma Metabolik Karena Penggunaan Antipsikotik Atipikal - Jesika

tertinggi yang menyebabkan peningkatan berat badan, yaitu clozapine > olanzapine >

risperidone = quetiapine > ziprazidone = aripripazole.12

Antipsikotik dan Trigliserida

Dislipidaemia merupakan komponen penting dari sindrom metabolik, yang terjadi

bersama dengan disregulasi glukosa dan peningkatan berat badan pada pasien yang diobati

dengan antipsikotik atipikal. Sheitman dkk (1999) memeriksa profil lipid dari 9 pasien

dengan skizofrenia, setelah memulai pengobatan dengan olanzapine. Meskipun mereka tidak

melihat perubahan pada kadar kolesterol atau lipoprotein, tingkat trigliserida meningkat dari

rata-rata 170 mg/dl menjadi 240 mg/dl. Namun, dalam studi oleh Mackin dkk (2005),

kolesterol puasa meningkat pada 26% pasien, bersamaan dengan trigliserida puasa meningkat

pada 55% pasien yang diobati dengan antipsikotik. Sesuai dengan risiko PJK, Menzies (2004)

memperkirakan bahwa 67% pasiennya memiliki risiko dua kali lipat atau lebih terhadap

gangguan kardiovaskular, pada pengujian biokimia rutin.1 Peneliti berpendapat bahwa

patogenesis hiperlipidemia berhubungan dengan berat badan, dengan akumulasi lemak perut

meningkatkan pelepasan asam lemak bebas dalam hati dan mempercepat sintesis trigliserida

hati (VLDL). Mereka lebih lanjut menunjukkan bahwa lipid yang meningkat mengganggu

metabolisme glukosa, menyebabkan hiperglikemia dan DM tipe 2.1

Serangkaian studi kasus retrospektif oleh Meyer (2001) , studi yang terdiri dari 14

pasien jiwa, yang ditangani dengan olanzapine atau quetiapine, dirujuk untuk pengobatan

hipertrigliseridemia yang parah (didefinisikan/ disepakati sebagai trigliserida puasa > 600

mg/dL). Rata-rata, butuh waktu 9 bulan untuk mencapai tingkat puncak trigliserida.

Baptista dan rekan-rekannya (2002) menunjukkan bahwa resistensi insulin

memainkan peran penting dalam perkembangan DM tipe 2. Mereka menyimpulkan bahwa

kelebihan berat badan mengakibatkan resistensi insulin, yang menghasilkan

ketidakteresediaan glukosa pada jaringan perifer. Lipid dimobilisasi dari depo tubuh untuk

memenuhi permintaan energi dan mengakibatkan hiperlipidemia. Para penulis menekankan

10

Page 11: Sindroma Metabolik Karena Penggunaan Antipsikotik Atipikal - Jesika

bahwa penyebab hiperlipidemia adalah multi-faktorial, dengan resistensi insulin menjadi

penyebab utama. Mereka merancang 'rasio terdiri', termasuk afinitas mutlak antipsikotik

untuk reseptor neurotransmitter yang terlibat dalam pengaturan asupan makanan.

Efek antipsikotik pada dislipidemia dilaporkan oleh  Koro. Berdasarkan penelitiannya

diketahui olanzapine dihubungkan dengan peningkatan 5 kali lipat risiko terjadinya

hiperlipidemia apabila dibandingkan tanpa antipsikotik. Sedangkan bila dibandingkan dengan

antipsikotik generasi pertama, peningkatannya 3 kali lipat. Hasil percobaan tersebut sejalan 

menurut  CATIE, yaitu  risiko tertinggi dislipidemia pada pemakaian olanzapine.12

Pengaruh antipsikotik atipikal pada profil metabolisme pasien jiwa dipelajari di

sebuah pusat kesehatan jiwa masyarakat di Italia. Dalam sebuah survei cross sectional dari 76

pasien yang diobati dengan antipsikotik atipikal dibandingkan dengan 36 kontrol

nonpsihiatric, Tarricone dkk (2006) membandingkan prevalensi hiperglikemia,

hiperkolesterolemia, dan hipertrigliseridemia. Studi ini menemukan bahwa pasien yang

diobati dengan antipsikotik atipikal memiliki prevalensi hiperglikemia (p = 0,02) dan

hipertrigliseridemia (p = 0,007) yang signifikan dibandingkan dengan kontrol. Kelompok

perlakuan memiliki 8 kali kemungkinan lebih tinggi dari yang didiagnosis dengan

hiperglikemia dan 4 kali kemungkinan lebih tinggi dari yang didiagnosis dengan

hipertrigliseridemia. Penelitian ini menarik karena tidak menemukan perbedaan antar

antipsikotik atypicals yang berbeda, dengan semua antipsikotik atipikal dikaitkan dengan

efek metabolik yang merugikan. Dalam review grafik retrospektif terhadap 208 pasien yang

menderita gangguan skizofrenia, skizoafektif, atau gangguan mood diobati dengan

antipsikotik (tipikal atau atipikal), Gupta dkk (2003) menemukan peningkatan prevalensi

diabetes (17%), hipertensi (29%), dan hipertrigliseridemia (44%). Namun, studi ini tidak

menemukan perbedaan yang signifikan antara antipsikotik. Meskipun studi ini melibatkan

pasien nyata, faktor perancu seperti riwayat keluarga diabetes tidak dipertimbangkan dalam

studi cross-sectional. Pasien yang diobati dengan ziprasidone tidak dimasukkan dalam

penelitian ini.1

11

Page 12: Sindroma Metabolik Karena Penggunaan Antipsikotik Atipikal - Jesika

MONITORING DAN TATALAKSANA

Penting untuk memonitor dan mengatur respons metabolik pada pasien yang

diberikan antipsikotik atipikal. Pasien yang diberikan terapi antipsikotik generasi kedua 

sebaiknya diukur berat badan serta indeks massa tubuhnya untuk mendeteksi berat badan dan

memeriksa kemungkinan diabetes dengan memeriksa kadar glukosa puasa terlebih dahulu,

kadar trigliserida puasa  (baseline) , serta riwayat keluarga. Setelah itu, dimonitor secara

periodik  selama pemakaian terapi.

Monitoring selanjutnya adalah dengan mengukur kadar trigliserida  puasa sebelum

dan sesudah pemberian antipsikotik atipikal, sekaligus menilai apakah antipsikotik tersebut

menyebabkan dislipidemia dan peningkatan resintansi insulin. Jika terdapat peningkatan

bermakna BMI dan kadar trigliserida puasa maka perlu dipikirkan pemakaian antipsikotik

lain. Pada pasien dengan obesitas, dislipidemia, prediabetes dan diabetes, penting untuk

memonitor tekanan darah, kadar glukosa puasa, serta ukuran lingkar pinggar sebelum dan

sesudah pemberian antipsikotik atipikal. Untuk memberikan gambaran akurat tentang pasien

sebaiknya dibuat dokumentasi dalam tabel sederhana yang memuat 4 parameter utama yaitu:

berat badan dan BMI,  kadar trigliserida puasa, kadar glukosa puasa, dan tekanan darah. 

Pencatatan dilakukan secara berkala pada setiap pertemuan. Sebagai contoh,

seseorang yang diberikan antipsikotik sebaiknya diberikan jadwal untuk menilai berat

badannya pada minggu ke-4, ke-8, dan ke-12, dan seterusnya. Pemeriksaan tekanan darah,

kadar gula darah puasa, dan pengukuran profil lipid sebaiknya diulang minimal 12 minggu

sesudah pemberian antipsikotik pertama kali. Apabila ditemukan gejala seperti poliuria atau

polidipsi yang merupakan indikator hiperglikiemia ataupun didapatkan tanda-tanda

ketoasidosis diabetik seperti nausea, mual atau gangguan kesadaran, butuh evaluasi lebih

lanjut serta bekerjasama spesialis medis lain terkait.12

Penting mempertimbangkan compliance pasien pada pemberian antipsikotik atipikal 

ini mengingat risiko kardiometabolik yang dapat timbul. Pasien sebaiknya diberi informasi

mengenai risiko ini pada awal pemberian terapi. Selain itu, pasien dianjurkan juga melakukan

latihan/olah raga serta konseling mengenai dietnya. Jika telah terjadi peningkatan berat

badan, mengganti antipsikotik yang digunakan dengan ziprazidone atau aripiprazole dapat

dipertimbangkan.8,9

Pada penggunaan clozapine bila telah diabetes, sebaiknya dievalusi ulang apakah 

keuntungannya dibandingkan risiko yang timbul. Jika telah timbul diabetes dengan ketoa-

12

Page 13: Sindroma Metabolik Karena Penggunaan Antipsikotik Atipikal - Jesika

sidosis, sebaiknya clozapine dihentikan.  Pada  penggunaan risperidone, peningkatan berat

badan, peningkatan plasma lipid atau resintansi insulin relatif rendah. Meski demikian, tetap

dilakukan monitoring. Hal yang sama juga dilakukan pada penggunaan quetiapin. Sementara

itu, pada penggunaan olanzapine penting untuk melakukan monitoring secara teliti. Bila telah

terjadi peningkatan berat badan, menurut penelitian pemberian topiramat 100-200 mg per hari

dapat menurunkan berat badan. Pemberian H2 bloker seperti nizatidine dan famotidine  dapat

membantu penurunan berat badan pula. Metformin dapat diberikan bila telah terjadi

gangguan metabolik. Untuk penggunaan ziprazidone dan aripriprazole, monitoring tetap

penting dilakukan.8,9 

13

Page 14: Sindroma Metabolik Karena Penggunaan Antipsikotik Atipikal - Jesika

DAFTAR PUSTAKA

1. Kannabiran M, Singh V (2008). Metabolic Syndrome and Atypical Antipsychotics: A

Selective Literature Review. German J Psychiatry 2008; 11: 111-122.

2. German Journal of Psychiatry diakses dari  · http://www.gjpsy.uni-goettingen.de ·

ISSN 1433-1055. 27 September 2015

3. Culpepper, L. (2007) A Roadmap to Key Pharmacologic Principles in Using

Antipsychotics, Primary Care Companion To The Journal of Association of Medicine

and Psychiatry 9(6) 444-454 Retrieved from

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2139919/.

4. Osby U, Correia N, Brandt L, et al. Mortality and causes of death in schizophrenia in

Stockholm Country, Sweden. Schizophr Res 2000;45:21-28.

5. McKim, W. (2007) Antipsychotics in Drugs and Behavior: An Introduction to

Behavioral Pharmacology (pp.241–260). Upper Saddle River, NJ.: Pearson Prentice

Hall.

6. Harris EC, Barraclough B. Excess mortality of mental disorder. Br J Psychiatry 1998;

173:11-53.

7. John WN. Antipsychotic medication:Metabolic and Cardivaskular Risk. 2007 J

ClinPsychiatry; 68:8-13.

8. Alexander CM, Landsman PB, Teutsch SM & Haffner SM.  NCEP-defined metabolic

syndrome, diabetes, and prevalence of coronary heart disease among NHANES III

participants age 50 years and older. Diabetes 2003;52: 1210-1214.

9. Stahl, SM. Stahl’s Esensial psychopharmacology: Neuroscientific Basis and Practical

Applications. 3rd ed. Cambridge NewYork. 2008.

10. Sadock, Benyamin J. Eating Disorder dalam Kaplan& Sadock’s Synopsis of

Psychiatry: behavioral sciences/clinical psychiatry. 10ed.  Virginia Alcott Sadock.

2007.

11. Best L, Yates AP, Reynolds G (2005) Actions of antipsychotic drugs on pancreatic b-

cell function: contrasting effects of clozapine  and haloperidol. J Psychopharmacology

19(6):597-601. 

12. World Health Organization. Body Mass Index (BMI). Diakses dari www.

who.int/nutrition20030507_1. Diakses pada 27 September 2015.

14