53
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peritonitis merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada penderita bedah dengan mortalitas sebesar 10-40%. Beberapa peneliti mendapatkan angka ini mencapai 60% bahkan lebih dari 60%. 1 Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi kecil- kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis. 2 Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan 1

Referat Peritonitis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat Peritonitis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peritonitis merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada

penderita bedah dengan mortalitas sebesar 10-40%. Beberapa peneliti

mendapatkan angka ini mencapai 60% bahkan lebih dari 60%.1

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering

terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya

apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna,

komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Pada

keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi

kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi

yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan

faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.2

Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera

diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat

meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan

penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1

Maka dari latar belakang diatas, penulis tertarik untuk menulis referat

tentang peritonitis.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan referat ini diantaranya adalah untuk memberikan

gambaran mengenai Peritonitis beserta penanganannya.

1

Page 2: Referat Peritonitis

1.3 Manfaat

Referat ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis serta

pembaca mengenai peritonitis. Selain itu, referat ini juga akan dijadikan untuk

melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik di bagian Bedah FKU Malahayati.

2

Page 3: Referat Peritonitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Peritonitis adalah keadaan akut abdomen akibat peradangan sebagian atau

seluruh selaput peritoneum parietale ataupun viserale pada rongga abdomen.

Peritonitis merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut

dan kronis. Seringkali disebabkan dari penyebaran infeksi yang berasal dari organ-

organ di cavum abdomen. Penyebab tersering adalah perforasi dari organ lambung,

colon, kandung empedu dan apendiks. Infeksi dapat juga menyebar dari organ lain

yang menjalar melalui darah.3

Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau difuse, riwayat akut atau kronik

dan patogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptik. Peritonitis merupakan suatu

kegawat daruratan  yang biasanya disertai dengan bakterecemia atau sepsis. Akut

peritonitis sering menular dan sering dikaitkan dengan perforasi viskus (secondary

peritonitis). Apabila tidak ditemukan sumber infeksi pada intraabdominal,

peritonitis diketagori sebagai primary peritonitis.3

2.2 Anatomi dan Fisiologi

Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks.

Di bagian belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada

iga, dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri atas beberapa

lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan subkutis; lemak

subkutan dan fasia superfisial (fasia Scarpa); kemudian ketiga otot dinding perut,

m.oblikus abdominis eksternus, m.oblikus abdominis internus, dan m.tranversus

abdominis; dan akhirnya lapis preperitoneal, dan peritoneum. Otot di bagian depan

terdiri atas sepasang otot rektus abdominis dengan fasianya yang di garis tengah

dipisahkan oleh linea alba.1

3

Page 4: Referat Peritonitis

Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut.

Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kranikaudal diperoleh

pendarahan dari cabang aa.interkostales VI s/d XII dan a.epigastrika superior. Dari

kaudal, a.iliaka sirkumfleksa superfisialis, a.pudenda eksterna, dan a.epigastrica

inferior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun

vertikal tanpa menimbulkan gangguan pendarahan. Persarafan dinding perut dilayani

secara segmental oleh n.torakalis VI s/d XII dan n.lumbalis I.

Gambar 1 :Tampak anterior otot dinding abdomen dan penampang melintang otot abdomen

4

Page 5: Referat Peritonitis

Dalam bentuk kuadran merupakan bentuk garis besar dan sederhana.

Penentuan kuadran ini dengan menarik garis (horizontal dan vertikal) melalui

umbilikus. Dengan cara ini dinding abdomen terbagi atas 4 daerah yang sering

disebut4 :

Kuadran kanan atas 

Kuadran kiri atas

Kuadran kanan bawah

Kuadran kiri bawah

Gambar 2: 4 Kuadran Abdomen

Tabel.1 berikut tabel tentang organ yang terdapat pada kuadran-kuadran :

Kuadran Kanan Atas Kuadran Kiri Atas

Hati, kantung empedu, paru, esofagus Hati, jantung, esofagus, paru,

pankreas, limfa, lambung

Kuadran Kanan Bawah Kuadran Kiri Bawah

Usus 12 jari (duo denum), usus besar,

usus kecil, kandung kemih, rektum,

Anus, rektum, testis, ginjal, usus

kecil, usus besar

5

Page 6: Referat Peritonitis

testis, anus

Regio digunakan untuk pemeriksaan yang lebih rinci atau lebih spesifik,

yaitu dengan menarik dua garis sejajar dengan garis median dan garis transversal

yang menghubungkan dua titik paling bawah dari arkus kosta dan satu lagi yang

menghubungkan kedua spina iliaka anterior superior (SIAS). Bedasarkan

pembagian yang lebih rinci tersebut permukaan depan abdomen terbagi menjadi

9 regio4:

Gambar 3: 9 regio abdomen

Hypochondrium dextra, yaitu regio kanan atas:

Hepar dan Vesica fellea

Epigastrium, regio yang berada di ulu hati :

Gaster, Hepar, Colon transversum

6

Page 7: Referat Peritonitis

Hypochondrium sinistra, regio yang berada di kiri atas:

Gaster, Hepar, Colon Transversum

Lumbaris dextra, regio sebelah kanan tengah:

Colon ascendens

Umbilicalis, regio tengah:

Intestinum tenue, Colon transversum

Lumbaris sinistra, regio sebelah kiri umbilikalis:

Intestinum tenue, Colon descendens

Inguinalis dextra, regio kanan bawah:

Caecum, Appendix vermiformis

Hypogastrium / Suprapubicum, regio di tengah bawah:

Appendix vermiformis, Intestinum tenue, Vesica urinaria

Inguinalis sinistra, regio kiri bawah:

Intestinum tenue, Colon descendens, Colon sigmoideum

Rongga perut (cavitas abdominalis) dibatasi oleh membran serosa yang

tipis mengkilap yang juga melipat untuk meliputi organ-organ di dalam rongga

abdominal. Lapisan membran yang membatasi dinding abdomen dinamakan

peritoneum parietale, sedangkan bagian yang meliputi organ dinamakan

peritoneum viscerale. Di sekitar dan sekeliling organ ada lapisan ganda

peritoneum yang membatasi dan menyangga organ, menjaganya agar tetap berada

di tempatnya, serta membawa pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf.

Mesenterium ialah bangunan peritoneal yang berlapis ganda, bentuknya

seperti kipas, pangkalnya melekat pada dinding belakang perut dan ujungnya yang

mengembang melekat pada usus halus. Di antara dua lapisan membran yang

7

Page 8: Referat Peritonitis

membentuk mesenterium terdapat pembuluh darah, saraf dan bangunan lainnya

yang memasok usus. Bagian mesenterium di sekitar usus besar dinamakan

mesokolon. Lapisan ganda peritoneum yang berisi lemak, menggantung seperti

celemek di sebelah atas depan usus bernama omentum majus. Bangunan ini

memanjang dari tepi lambung sebelah bawah ke dalam bagian pelvik abdomen dan

kemudian melipat kembali dan melekat pada colon tranversum. Ada juga

membran yang lebih kecil bernama omentum minus yang terentang antara

lambung dan liver.5

Gambar 4: peritoneum

Pada rongga peritoneum dewasa sehat terdapat ± 100cc cairan peritoneal

yang mengandung protein 3 g/dl. Sebagian besar berupa albumin. Jumlah sel

normal adalah 33/mm3 yang terdiri dari 45% makrofag, 45% sel T, 8% sisanya

terdiri dari NK, sel B, eosinofil, dan sel mast serta sekretnya terutama prostasiklin

dan PGE2. Bila terjadi peradangan jumlah PMN dapat meningkat.

Dalam keadaan normal, 1/3 cairan dalam peritoneum di drainase melalui

limfe diafragma sedang sisanya melalui peritoneum parietalis.5

Relaksasi diafragma menimbulkan tekanan negatif sehingga cairan dan

partikel termasuk bakteri akan tersedot ke stomata yaitu celah di mesothel

8

Page 9: Referat Peritonitis

difragma yang berhubungan dengan lacuna limfe untuk bergerak le limfe

substernal. Kontraksi diafragma menutup stomata dan mendorong limfe ke

mediastinum.5

Dalam keadaan normal, peritoneum dapat mengadakan fibrinolisis dan

mencegah terjadinya perlekatan. Peritoneum menangani infeksi dengan 3 cara:

1. Absorbsi cepat bakteri melalui stomata diafragma

Pompa diafragma akan menarik cairan dan partikel termasuk bakteri

kearah stomata. Oleh karena itu bila terdapat infeksi di peritoneum bagian

bawah, bakteri yang turut dalam aliran dapat bersarang di bagian atas dan dapat

menimbulkan sindroma Fitz-Hugh-Curtis, yaitu nyeri perut atas yang

disebabkan perihepatitis yang menyertai infeksi tuba falopii.6

Peritonitis menyebabkan pergeseran cepat cairan intravaskuler dan

intersisiel ke rongga peritoneum, sehingga dapat terjadi hipovolemia. Empedu,

asam lambung, dan enzim pancreas memperbesar pergeseran cairan ini.7

2. Penghancuran bakteri oleh sel imun

Bakteri atau produknya akan mengaktivasi sel mesothel, netrofil,

makrofag, sel mast, dan limfosit untuk menimbulkan reaksi inflamasi.8

Selain melepas mediator inflamasi ia dapat mengadakan degranulasi

zat vasoaktif yang mengandung histamine dan prostaglandin. Histamine dan

prostaglandin yang dilepas sel mast dan makrofag menyebabkan vasodilatasi

dan peningkatan permeabilitas pembuluh peritoneum sehingga menimbulkan

eksudasi cairan kaya komplemen, immunoglobulin, faktor pembekuan, dan

fibrin.4

Sudah diketahui bahwa untuk penyembuhan jaringan diperlukan

respon mediator pro-inflamasi di daerah sakit sampai terjadi kesembuhan

dimana mulai timbul mediator anti-inflamasi yang menghentikan proses pro-

inflamasi. Keadaan ini menunjukkan adanya keseimbangan fungsi antara

9

Page 10: Referat Peritonitis

respon pro- dan anti-inflamasi. Tetapi pada keadaan tertentu dapat terjadi

ketidakseimbangan dimana salah satu yaitu: pro-inflamasi atau anti-inflamasi

atau bahkan keduanya sekaligus meningkat hebat diluar kebutuhan penderita.

Dalam keadaan ini kedua mediator yang bertentangan dapat menimbulkan

kerusakan organ hebat sehingga terjadi kegagalan organ.4

3. Lokalisasi infeksi sebagai abses

Pada peningkatan permeabilitas venula terjadi eksudasi cairan kaya

protein yang mengandung fibrinogen. Sel rusak mengeluarkan tromboplastin

yang mengubah protrombin menjadi thrombin dan fibrinogen menjadi fibrin.

Fibrin akan menangkap bakteri dan memprosesnya hingga terbentuk abses. Hal

ini dimaksud untuk menghentikan penyebaran bakteri dalam peritoneum dan

mencegah masuknya ke sistemik. Dalam keadaan normal fibrin dapat

dihancurkan antifibrinolitik, tetapi pada inflamasi mekanisme ini tak berfungsi.5

2.3 Etiologi

Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya suatu hubungan

(viskus) ke dalam rongga peritoneal dari organ-organ intra-abdominal (esofagus,

lambung, duodenum, intestinal, colon, rektum, kandung empedu, apendiks, dan

saluran kemih), yang dapat disebabkan oleh trauma, darah yang menginfeksi

peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus yang mengalami strangulasi, pankreatitis,

PID (Pelvic Inflammatory Disease) dan bencana vascular (trombosis dari

mesenterium/emboli).9

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi

akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis,

salpingitis), ruptur saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang

sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur

apendiks, seperti Escherichia coli atau Bacteroides sedangkan stafilokokus dan

stretokokus sering masuk dari luar.9

10

Page 11: Referat Peritonitis

Infeksi peritoneal dapat diklasifikasikan sebagai bentuk:

Peritonitis primer (Spontaneus)

Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ peritoneal yang

langsung dari rongga peritoneum. Penyebab paling sering dari peritonitis

primer adalah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar

kronis. Kira-kira 10-30% pasien dengan sirosis hepatis dengan ascites akan

berkembang menjadi peritonitis bakterial. Peritonitis primer dibedakan

menjadi : 1) Spesifik yaitu Peritonitis yang disebabkan oleh infeksi kuman yang

spesifik seperti kuman Tb. 2) Non spesifik yaitu Peritonitis yang disebabkan

oleh infeksi kuman yang non spesifik seperti pneumonia. Infeksi peritonitis

relatif sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang mendasarinya. 9

Peritonitis sekunder

Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi

appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon

(paling sering kolon sigmoid) akibat divertikulitis, volvulus, kanker serta

strangulasi usus halus.9

Table 1. Penyebab peritonitis sekunder

Regio asal Penyebab

Esophagus Boerhaave syndrome

keganasan

Trauma (sebagian besar menembus)

Perut Perforasi ulkus peptikum

Keganasan (Adenokarsinoma, Lympoma,

Tumor stroma gastrointestinal)

Trauma (sebagian besar menembus)

Duodenum Perforasi ulkus peptikum

11

Page 12: Referat Peritonitis

Trauma (Tumpul dan Tajam)

Saluran Empedu Kolesistitis

Perforasi batu di kandung empedu

Keganasan

Trauma (sebagian besar menembus)

Pancreas Pancreatitis

Trauma (Tumpul dan Tajam)

Usus kecil Usus iskemik

Hernia inkaserata

Obstruksi

Crohn disease

Keganasan

Diventrikulum meckel

Trauma (sebagian besar menembus)

Usus besar dan

appendix

Usus iskemik

Keganansan

Diventrikulitis

Colitis

Appendiksitis

Trauma (sebagian besar menembus)

Uterus, salpinx

dan ovarium

Penyakit radang panggul (misalnya

salpingitis, tubo ovarium abses, kista

ovarium

Peritonitis tertier

Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi kuman, dan

akibat tindakan operasi sebelumnya.9

Sedangkan infeksi intraabdomen biasanya dibagi menjadi generalized

(peritonitis) dan localized (abses intra abdomen).

12

Page 13: Referat Peritonitis

Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial

Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi

intraabdomen, namun biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat penyakit

hati kronik. Akibat asites akan terjadi kontaminasi hingga ke rongga peritoneal

sehingga menjadi translokasi bakteri menuju dinding perut atau pembuluh limfe

mesenterium, kadang-kadang terjadi pula penyebaran hematogen jika telah terjadi

bakteremia. Sekitar 10-30% pasien dengan sirosis dan asites akan mengalami

komplikasi seperti ini. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi

risiko terjadinya peritonitis dan abses. Hal tersebut terjadi karena ikatan opsonisasi

yang rendah antarmolekul komponen asites.

Sembilan puluh persen kasus SBP terjadi akibat infeksi monomikroba.

Patogen yang paling sering menyebabkan infeksi ialah bakteri gram negatif, yakni

40% Eschericia coli, 7% Klebsiella pneumoniae, spesies Pseudomonas, Proteus,

dan gram negatif lainnya sebesar 20%. Sementara bakteri gram positif, yakni

Streptococcus pneumoniae 15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan golongan

Staphylococcus sebesar 3%. Pada kurang dari 5% kasus juga ditemukan

mikroorganisme anaerob dan dari semua kasus, 10% mengandung infeksi campur

beberapa mikroorganisme.

Sedangkan peritonitis sekunder, bentuk peritonitis yang paling sering

terjadi, disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ

dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal. Spektrum patogen infeksius

tergantung penyebab asalnya. Berbeda dengan SBP, peritonitis sekunder lebih

banyak disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian

atas. Pada pasien dengan supresi asam lambung dalam waktu panjang, dapat pula

terjadi infeksi gram negatif. Kontaminasi kolon, terutama dari bagian distal, dapat

melepaskan ratusan bakteri dan jamur. Umumnya peritonitis akan mengandung

polimikroba, mengandung gabungan bakteri aerob dan anaerob yang didominasi

organisme gram negatif.

13

Page 14: Referat Peritonitis

Sebanyak 15% pasien sirosis dengan asites yang sudah mengalami SBP

akan mengalami peritonitis sekunder. Tanda dan gejala pasien ini tidak cukup

sensitif dan spesifik untuk membedakan dua jenis peritonitis. Anamnesis yang

lengkap, penilaian cairan peritoneal, dan pemeriksaan diagnostik tambahan

diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan tata laksana yang tepat untuk pasien

seperti ini.2,9

2.4 Patofisiologi

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya

eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan

fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga

membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang,

tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan

obstuksi usus.10

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran

mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif,

maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti

misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga

membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ.

Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan

elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya

meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.10

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen

mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah

kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga

peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal

dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan

hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan

yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen

14

Page 15: Referat Peritonitis

usus, lebih lanjut meningkatkan tekanan intra abdomen, membuat

usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.10

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada

permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul

peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik

berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan

meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan

dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk

antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu

pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.10

Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus

dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka

15

Page 16: Referat Peritonitis

terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan.

Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai

terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus

stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi

yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi

usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi

peritonitis.10

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus

yang disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari

makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung,

sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri

di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi

perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus

biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang

disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri

tekan, defansmuskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.10

Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan

peritoneum yang mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium

akibat peritonitis generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan

menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak

kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama

dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam

lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut

menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi

bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu

menunjukkan rangsangan peritoneum berupa pengenceran zat asam garam yang

merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian

terjadi peritonitis bacteria.10

Pada apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen

apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena

16

Page 17: Referat Peritonitis

fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi

mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak,

namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga

menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe

yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi

vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi

infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding

apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan

peritonitis baik lokal maupun general.10

Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul

abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai

organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai

dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia

sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat

dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah

lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi

gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula

tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk

berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena

perangsangan peritoneum.10

2.5 Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda biasanya berhubungan dengan proses penyebaran di

dalam rongga abdomen. Bertanya gejala berhubungan dengan beberapa faktor

yaitu: lamanya penyakit, perluasan dari kontaminasi cavum peritoneum dan

kemampuan tubuh untuk melawan, usia serta tingkat kesehatan penderita secara

umum.11

Manifestasi klinis dapat dibagi menjadi (1) tanda abdomen yang berasal

dari awal peradangan dan (2) manifestasi dari infeksi sistemik. Penemuan lokal

meliputi nyeri abdomen, nyeri tekan, kekakuan dari dinding abdomen, distensi,

17

Page 18: Referat Peritonitis

adanya udara bebas pada cavum peritoneum dan menurunnya bising usus yang

merupakan tanda iritasi dari peritoneum parietalis dan menyebabkan ileus.

Penemuan sistemik meliputi demam, menggigil, takikardi, berkeringat, takipneu,

gelisah, dehidrasi, oliguria, disorientasi dan pada akhirnya dapat menjadi syok.12

2.5.1 Gejala

Nyeri abdomen

Nyeri abdomen merupakan gejala yang hampir selalu ada pada

peritonitis. Nyeri biasanya datang dengan onset yang tiba-tiba.12

Seiring dengan berjalannya penyakit, nyeri dirasakan terus-menerus,

tidak ada henti-hentinya, rasa seperti terbakar dan timbul dengan berbagai

gerakan. Nyeri biasanya lebih terasa pada daerah dimana terjadi peradangan

peritoneum. Menurunnya intensitas dan penyebaran dari nyeri menandakan

adanya lokalisasi dari proses peradangan, ketika intensitasnya bertambah

meningkat disertai dengan perluasan daerah nyeri menandakan penyebaran dari

peritonitis.13

Nyeri dirasakan seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat

menunjukkan secara tepat letaknya dengan jari. Rangsang yang menimbulkan

nyeri ini dapat berupa rabaan, tekanan, rangsang kimiawi, atau proses radang.

Anoreksia, mual, muntah dan demam

Pada penderita juga sering didapatkan anoreksia, mual dan dapat diikuti

dengan muntah. Penderita biasanya juga mengeluh haus dan badan terasa seperti

demam sering diikuti dengan menggigil yang hilang timbul. Meningkatnya suhu

tubuh biasanya sekitar 38OC sampai 40 OC.13

Facies Hipocrates

Pada peritonitis berat dapat ditemukan fascies Hipocrates. Gejala ini

termasuk ekspresi yang tampak gelisah, pandangan kosong, mata cowong, kedua

telinga menjadi dingin, dan muka yang tampak pucat.11

18

Page 19: Referat Peritonitis

Penderita dengan peritonitis lanjut dengan fascies Hipocrates biasanya

berada pada stadium pre terminal. Hal ini ditandai dengan posisi mereka

berbaring dengan lutut di fleksikan dan respirasi interkosta yang terbatas karena

setiap gerakan dapat menyebabkan nyeri pada abdomen.13

Tanda ini merupakan patognomonis untuk peritonitis berat dengan

tingkat kematian yang tinggi, akan tetapi dengan mengetahui lebih awal

diagnosis dan perawatan yang lebih baik, angka kematian dapat lebih banyak

berkurang.11

Syok

Pada beberapa kasus berat, syok dapat terjadi oleh karena dua factor.

Pertama akibat perpindahan cairan intravaskuler ke cavum peritoneum atau ke

lumen dari intestinal. Yang kedua dikarenakan terjadinya sepsis generalisata.11

Yang utama dari septicemia pada peritonitis generalisata melibatkan

kuman gram negative dimana dapat menyebabkan terjadinya tahap yang

menyerupai syok. Mekanisme dari fenomena ini belum jelas, akan tetapi dari

penelitian diketahui bahwa efek dari endotoksin pada binatang dapat

memperlihatkan sindrom atau gejala-gejala yang mirip seperti gambaran yang

terlihat pada manusia.11

2.5.2 Tanda

Tanda Vital

Tanda vital sangat berguna untuk menilai derajat keparahan atau

komplikasi yang timbul pada peritonitis. Pada keadaan asidosis metabolic dapat

dilihat dari frekuensi pernafasan yang lebih cepat daripada normal sebagai

mekanisme kompensasi untuk mengembalikan ke keadaan normal. Takikardi,

berkurangnya volume nadi perifer dan tekanan nadi yang menyempit dapat

menandakan adanya syok hipovolemik. Hal-hal seperti ini harus segera diketahui

dan pemeriksaan yang lebih lengkap harus dilakukan dengan bagian tertentu

mendapat perhatian khusus untuk mencegah keadaan yang lebih buruk.13

19

Page 20: Referat Peritonitis

Inspeksi

Tanda paling nyata pada penderita dengan peritonitis adalah adanya

distensi dari abdomen. Akan tetapi, tidak adanya tanda distensi abdomen tidak

menyingkirkan diagnosis peritonitis, terutama jika penderita diperiksa pada awal

dari perjalanan penyakit, karena dalam 2-3 hari baru terdapat tanda-tanda distensi

abdomen. Hal ini terjadi akibat penumpukan dari cairan eksudat tapi kebanyakan

distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik.11

Auskultasi

Auskultasi harus dilakukan dengan teliti dan penuh perhatian. Suara

usus dapat bervariasi dari yang bernada tinggi pada seperti obstruksi intestinal

sampai hampir tidak terdengar suara bising usus pada peritonitis berat dengan

ileus. Adanya suara borborygmi dan peristaltic yang terdengar tanpa stetoskop

lebih baik daripada suara perut yang tenang. Ketika suara bernada tinggi tiba-tiba

hilang pada abdomen akut, penyebabnya kemungkinan adalah perforasi dari usus

yang mengalami strangulasi.11

Perkusi

Penilaian dari perkusi dapat berbeda tergantung dari pengalaman

pemeriksa. Hilangnya pekak hepar merupakan tanda dari adanya perforasi

intestinal, hal ini menandakan adanya udara bebas dalam cavum peritoneum yang

berasal dari intestinal yang mengalami perforasi. Biasanya ini merupakan tanda

awal dari peritonitis.11

20

Page 21: Referat Peritonitis

Jika terjadi pneumoperitoneum karena rupture dari organ berongga,

udara akan menumpuk di bagian kanan abdomen di bawah diafragma, sehingga

akan ditemukan pekak hepar yang menghilang.13

Palpasi

Palpasi adalah bagian yang terpenting dari pemeriksaan abdomen pada

kondisi ini. Kaidah dasar dari pemeriksaan ini adalah dengan palpasi daerah yang

kurang terdapat nyeri tekan sebelum berpindah pada daerah yang dicurigai

terdapat nyeri tekan. Ini terutama dilakukan pada anak dengan palpasi yang kuat

langsung pada daerah yang nyeri membuat semua pemeriksaan tidak berguna.

Kelompok orang dengan kelemahan dinding abdomen seperti pada wanita yang

sudah sering melahirkan banyak anak dan orang yang sudah tua, sulit untuk

menilai adanya kekakuan atau spasme dari otot dinding abdomen.

Penemuan yang paling penting adalah adanya nyeri tekan yang

menetap lebih dari satu titik. Pada stadium lanjut nyeri tekan akan menjadi lebih

luas dan biasanya didapatkan spasme otot abdomen secara involunter. Orang

yang cemas atau yang mudah dirangsang mungkin cukup gelisah, tapi di

kebanyakan kasus hal tersebut dapat dilakukan dengan mengalihkan

perhatiannya. Nyeri tekan lepas timbul akibat iritasi dari peritoneum oleh suatu

proses inflamasi. Proses ini dapat terlokalisir pada apendisitis dengan perforasi

lokal, atau dapat menjadi menyebar seperti pada pancreatitis berat. Nyeri tekan

lepas dapat hanya terlokalisir pada daerah tersebut atau menjalar ke titik

peradangan yang maksimal.11

Pada peradangan di peritoneum parietalis, otot dinding perut

melakukan spasme secara involunter sebagai mekanisme pertahanan. Pada

peritonitis, reflek spasme otot menjadi sangat berat seperti papan.13

2.6 Pemeriksaan Penunjang

2.6.1 Laboratorium

21

Page 22: Referat Peritonitis

Evaluasi laboratotium hanya dilakukan jika adanya hubungan antara

riwayat penyakit dengan pemeriksaan fisik. Tes yang paling sederhana dilakukan

adalah termasuk hitung sel darah dan urinalisis. Pada kasus peritonitis hitung sel

darah putih biasanya lebih dari 20.000/mm3, kecuali pada penderita yang sangat

tua atau seseorang yang sebelumnya terdapat infeksi dan tubuh tidak dapat

mengerahkan mekanisme pertahanannya.11

Pada perhitungan diferensial menunjukkan pergeseran ke kiri dan

didominasi oleh polimorfonuklear yang memberikan bukti adanya peradangan,

meskipun jumlah leukosit tidak menunjukkan peningkatan yang nyata.13

Analisa gas darah, serum elektrolit, faal pembekuan darah serta tes

fungsi hepar dan ginjal dapat dilakukan.12

Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak

protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel

diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi

memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar

diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.12

2.6.2 Radiologi

Pemeriksaan radiologi pada kebanyakan kasus peritonitis hanya

mencakup foto thorak PA dan lateral serta foto polos abdomen. Pada foto thorak

dapat memperlihatkan proses pengisian udara di lobus inferior yang

menunjukkan proses intraabdomen. Dengan menggunakan foto polos thorak

difragma dapat terlihat terangkat pada satu sisi atau keduanya akibat adanya

udara bebas dalam cavum peritoneum daripada dengan menggunakan foto polos

abdomen.11

Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :4

1. Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi

anteroposterior (AP).

22

Page 23: Referat Peritonitis

2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar

horizontal proyeksi AP.

3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,

proyeksi AP.

Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat

mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset

dan film ukuran 35 x 43 cm.4

Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase

usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan

gambaran radiologis antara lain:4

1. Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada

tidaknya penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di

proksimal daerah obstruksi, penebalan dnding usus, gambaran

seperti duri ikan (Herring bone appearance).

Gambar 4. Herring bone appearance

23

Page 24: Referat Peritonitis

2. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi

usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air

fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-

panjang kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh

adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level.

Gambar 5. air fluid level

3. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh

adanya air fluid level dan step ladder appearance.

Gambar 6. step ladder appearance

24

Page 25: Referat Peritonitis

Jadi gambaran radiologis pada ileus obstruktif yaitu adanya distensi usus partial,

air fluid level, dan herring bone appearance.6

Sedangkan pada ileus paralitik didapatkan gambaran radiologis yaitu:

1.Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh sehingga kadang-

kadang susah membedakan anatara intestinum tenue yang melebar atau

intestinum crassum.

2.Air fluid level

3.Herring bone appearance

Bedanya dengan ileus obstruktif : pelebaran usus menyeluruh sehingga

air fluid level ada yang pendek – pendek (usus halus) dan panjang – panjang

(kolon) karena diameter lumen kolon lebih lebar daripada usus halus. Ileus

obstruktif bila berlangsung lama dapat menjadi ileus paralitik.11

Pada kasus peritonitis karena perdarahan, gambarannya tidak jelas pada

foto polos abdomen. Gambaran akan lebih jelas pada pemeriksaan USG

(ultrasonografi).

Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan

foto polos abdomen 3 posisi. Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus

peptikum, pecahnya usus buntu atau karena sebab lain, tanda utama radiologi

adalah:4

1.Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line menghilang,

dan kekaburan pada cavum abdomen.

2.Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air sub diafragma berbentuk bulan

sabit (semilunair shadow).

25

Page 26: Referat Peritonitis

Gambar 7. free air sub diafragma

3.Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang paling

tinggi. Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan

dinding abdomen.

Gambar 8. free air intra peritonial

26

Page 27: Referat Peritonitis

Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum

abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas

subdiafragma atau intra peritoneal.6,11

Gambar 9: Foto BNO pada peritonitis

2.7 Tata Laksana

Tatalaksana utama pada peritonitis antara lain pemberian cairan dan

elektrolit, kontrol operatif terhadap sepsis dan pemberian antibiotik sistemik.12

Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan : 

1. memuasakan pasien

2. dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau

intestinal

3. penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara

intravena

4. pemberian antibiotik yang sesuai

5. pembuangan fokus septik (apendiks) atau penyebab radang lainnya

6. bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar

27

Page 28: Referat Peritonitis

7. tindakan-tindakan menghilangkan

2.7.1 Penanganan Preoperatif

Resusitasi Cairan

Peradangan yang menyeluruh pada membran peritoneum

menyebabkan perpindahan cairan ekstraseluler ke dalam cavum peritoneum dan

ruang intersisial.13

Pengembalian volume dalam jumlah yang cukup besar melalui

intravaskular sangat diperlukan untuk menjaga produksi urin tetap baik dan

status hemodinamik tubuh. Jika terdapat anemia dan terdapat penurunan dari

hematokrit dapat diberikan transfusi PRC (Packed Red Cells) atau WB (Whole

Blood). Larutan kristaloid dan koloid harus diberikan untuk mengganti cairan

yang hilang.12

Secara teori, cairan koloid lebih efektif untuk mengatasi kehilangan

cairan intravaskuler, tapi cairan ini lebih mahal. Sedangkan cairan kristaloid

lebih murah, mudah didapat tetapi membutuhkan jumlah yang lebih besar karena

kemudian akan dikeluarkan lewat ginjal.13

Suplemen kalium sebaiknya tidak diberikan hingga perfusi dari

jaringan dan ginjal telah adekuat dan urin telah diprodukasi.12

Antibiotik

Bakteri penyebab tersering dari peritonitis dapat dibedakan menjadi

bakteri aerob yaitu E. Coli, golongan Enterobacteriaceae dan Streptococcus,

sedangkan bakteri anaerob yang tersering adalah Bacteriodes spp, Clostridium,

Peptostreptococci. Antibiotik berperan penting dalam terpai peritonitis,

pemberian antibiotik secara empiris harus dapat melawan kuman aerob atau

anaerob yang menginfeksi peritoneum.13

Pemberian antibiotik secara empiris dilakukan sebelum didapatkan

hasil kultur dan dapat diubah sesuai dengan hasil kultur dan uji sensitivitas jika

28

Page 29: Referat Peritonitis

masih terdapat tanda infeksi. Jika penderita baik secara klinis yang ditandai

dengan penurunan demam dan menurunnya hitung sel darah putih, perubahan

antibiotik harus dilakukan dengan hati-hati meskipun sudah didapatkan hasil dari

uji sensitivitas.11

Efek pemberian antibiotik pada peritonitis tergantung kondisi-kondisi

seperti: (1) besar kecilnya kontaminasi bakteri, (2) penyebab dari peritonitis

trauma atau nontrauma, (3) ada tidaknya kuman oportunistik seperti candida.

Agar terapi menjadi lebih efektif, terpai antibiotik harus diberikan lebih dulu,

selama dan setelah operasi.13

Pada umumnya Penicillin G 1.000.000 IU dan streptomycin 1 gram

harus segera diberikan. Kedua obat ini merupakan bakterisidal jika dipertahankan

dalam dosis tinggi dalam plasma. Kombinasi dari penicillin dan streptomycin

juga memberikan cakupan dari bakteri gram negatif. Penggunaan beberapa juta

unit dari peniillin dan 2 gram streptomycin sehari sampai didapatkan hasil kultur

merupakan regimen terpai yang logis. Pada penderita yang sensitif terhadap

penicillin, tetracycline dosis tinggi yang diberikan secara parenteral lebih baik

daripada chloramphenicol pada stadium awal infeksi.11

Pemberian clindamycin atau metronidazole yang dikombinasi dengan

aminoglikosida sama baiknya jika memberikan cephalosporin generasi kedua.13

Antibiotik awal yang digunakan cephalosporin generasi ketiga untuk

gram negatif, metronidazole dan clindamycin untuk organisme anaerob.12

Daya cakupan dari mikroorganisme aerob dan anerob lebih penting

daripada pemilihan terapi tunggal atau kombinasi. Pemberian dosis antibiotikal

awal yang kurang adekuat berperan dalam kegagalan terapi. Penggunaan

aminoglikosida harus diberikan dengan hati-hati, karena gangguan ginjal

merupakan salah satu gambaran klinis dari peritonitis dan penurunan pH

intraperitoneum dapat mengganggu aktivitas obat dalam sel. Pemberian

antibiotik diberikan sampai penderita tidak didapatkan demam, dengan hitung sel

darah putih yang normal.12

29

Page 30: Referat Peritonitis

Oksigen dan Ventilator

Pemberian oksigen pada hipoksemia ringan yang timbul pada

peritonitis cukup diperlukan, karena pada peritonitis terjadi peningkatan dari

metabolism tubuh akibat adanya infeksi, adanya gangguan pada ventilasi paru-

paru. Ventilator dapat diberikan jika terdapat kondisi-kondisi seperti (1)

ketidakmampuan untuk menjaga ventilasi alveolar yang dapat ditandai dengan

meningkatnya PaCO2 50 mmHg atau lebih tinggi lagi, (2) hipoksemia yang

ditandai dengan PaO2 kurang dari 55 mmHg, (3) adanya nafas yang cepat dan

dangkal.13

Intubasi, Pemasangan Kateter Urin dan Monitoring Hemodinamik

Pemasangan nasogastric tube dilakukan untuk dekompresi dari

abdomen, mencegah muntah, aspirasi dan yang lebih penting mengurangi jumlah

udara pada usus. Pemasangan kateter untuk mengetahui fungsi dari kandung

kemih dan pengeluaran urin. Tanda vital (temperature, tekanan darah, nadi dan

respiration rate) dicatat paling tidak tiap 4 jam. Evaluasi biokimia preoperative

termasuk serum elektrolit, kratinin, glukosa darah, bilirubin, alkali fosfatase dan

urinalisis.13

2.7.2       Penanganan Operatif

Terapi primer dari peritonitis adalah tindakan operasi. Operasi

biasanya dilakukan untuk mengontrol sumber dari kontaminasi peritoneum.

Tindakan ini berupa penutupan perforasi usus, reseksi usus dengan anstomosis

primer atau dengan exteriorasi. Prosedur operasi yang spesifik tergantung dari

apa yang didapatkan selama operasi berlangsung, serta membuang bahan-bahan

dari cavum peritoneum seperti fibrin, feses, cairan empedu, darah, mucus

lambung dan membuat irigasi untuk mengurangi ukuran dan jumlah dari bakteri

virulen.13

30

Page 31: Referat Peritonitis

Kontrol Sepsis

Tujuan dari penanganan operatif pada peritonitis adalah untuk

menghilangkan semua material-material yang terinfeksi, mengkoreksi penyebab

utama peritonitis dan mencegah komplikasi lanjut. Kecuali pada peritonitis yang

terlokalisasi, insisi midline merupakan teknik operasi yang terbaik. Jika

didapatkan jaringan yang terkontaminasi dan menjadi fibrotik atau nekrosis,

jaringan tersebut harus dibuang. Radikal debridement yang rutin dari seluruh

permukaan peritoneum dan organ dalam tidak meningkatkan tingkat bertahan

hidup. Penyakit primer lalu diobati, dan mungkin memerlukan tindakan reseksi

(ruptur apendik atau kandung empedu), perbaikan (ulkus perforata) atau drainase

(pankreatitis akut). Pemeriksaan kultur cairan dan jaringan yang terinfeksi baik

aerob maupun anaerob segera dilakukan setelah memasuki kavum peritoneum.12

Peritoneal Lavage

Pada peritonitis difus, lavage dengan cairan kristaloid isotonik (> 3 liter)

dapat menghilangkan material-material seperti darah, gumpalan fibrin, serta

bakteri. Penambahan antiseptik atau antibiotik pada cairan irigasi tidak berguna

bahkan berbahaya karena dapat memicu adhesi (misal: tetrasiklin, povidone-

iodine). Antibiotik yang diberikan cecara parenteral akan mencapai level

bakterisidal pada cairan peritoneum dan tidak ada efek tambahan pada pemberian

bersama lavage. Terlebih lagi, lavage dengan menggunakan aminoglikosida

dapat menyebabkan depresi nafas dan komplikasi anestesi karena kelompok obat

ini menghambat kerja dari neuromuscular junction. Setelah dilakukan lavage,

semua cairan di kavum peritoneum harus diaspirasi karena dapat menghambat

mekanisme pertahanan lokal dengan melarutkan benda asing dan membuang

permukaan dimana fagosit menghancurkan bakteri.12

Peritoneal Drainage

31

Page 32: Referat Peritonitis

Penggunaan drain sangat penting untuk abses intra abdominal dan

peritonitis lokal dengan cairan yang cukup banyak. Drainase dari kavum

peritoneal bebas tidak efektif dan tidak sering dilakukan, karena drainase yang

terpasang merupakan penghubung dengan udara luar yang dapat menyebabkan

kontaminasi. Drainase profilaksis pada peritonitis difus tidak dapat mencegah

pembentukan abses, bahkan dapat memicu terbentuknya abses atau fistula.

Drainase berguna pada infeksi fokal residual atau pada kontaminasi lanjutan.

Drainase diindikasikan untuk peradangan massa terlokalisasi atau kavitas yang

tidak dapat direseksi.13

2.7.3       Pengananan Postoperatif

Monitor intensif, bantuan ventilator, mutlak dilakukan pada pasien yang

tidak stabil. Tujuan utama adalah untuk mencapai stabilitas hemodinamik untuk

perfusi organ-organ vital., dan mungkin dibutuhkan agen inotropik disamping

pemberian cairan. Antibiotik diberikan selama 10-14 hari, bergantung pada

keparahan peritonitis. Respon klinis yang baik ditandai dengan produksi urin

yang normal, penurunan demam dan leukositosis, ileus menurun, dan keadaan

umum membaik. Tingkat kesembuhan bervariasi tergantung pada durasi dan

keparahan peritonitis. Pelepasan kateter (arterial, CVP, urin, nasogastric) lebih

awal dapat menurunkan resiko infeksi sekunder.12

2.8     Komplikasi

Komplikasi postoperatif sering terjadi dan umumnya dibagi menjadi

komplikasi lokal dan sistemik. Infeksi pada luka dalam, abses residual dan sepsis

intraperitoneal, pembentukan fistula biasanya muncul pada akhir minggu pertama

postoperasi. Demam tinggi yang persisten, edema generalisata, peningkatan

distensi abdomen, apatis yang berkepanjangan merupakan indikator adanya

infeksi abdomen residual. Hal ini membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut

misalnya CT-Scan abdomen. Sepsis yang tidak terkontrol dapat menyebabkan

32

Page 33: Referat Peritonitis

kegagalan organ yang multipel yaitu organ respirasi, ginjal, hepar, perdarahan,

dan sistem imun.12

2.9     Prognosis

Tingkat mortalitas dari peritonitis generalisata adalah sekitar 40%.

Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis, antara lain:

1. jenis infeksinya/penyakit primer

2. durasi/lama sakit sebelum infeksi

3. keganasan

4. gagal organ sebelum terapi

5. gangguan imunologis

6. usia dan keadaan umum penderita

Tingkat mortalitas sekitar 10% pada pasien dengan ulkus perforata atau

apendisitis, pada usia muda, pada pasien dengan sedikit kontaminasi bakteri, dan

pada pasien yang terdiagnosis lebih awal.12

Keterlambatan penanganan 6 jam meningkatkan angka mortalitas

sebanyak 10-30%. Pasien dengan multipel trauma 80% pasien berakhir dengan

kematian. Peritonitis yang berlanjut, abses abdomen yang persisten, anastomosis

yang bocor, fistula intestinal mengakibatkan prognosis yang jelek.

BAB III

33

Page 34: Referat Peritonitis

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membrane serosa

membran serosa rongga abdomen dan meliputi visera. Penyebab yang paling

serius dari peritonitis adalah terjadinya suatu hubungan (viskus) ke dalam rongga

peritoneal dari organ-organ intra-abdominal (esofagus, lambung, duodenum,

intestinal, colon, rektum, kandung empedu, apendiks, dan saluran kemih), yang

dapat disebabkan oleh trauma, darah yang menginfeksi peritoneal, benda asing,

obstruksi dari usus yang mengalami strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic

Inflammatory Disease) dan bencana vascular (trombosis dari

mesenterium/emboli). Tanda-tanda peritonitis yaitu demam tinggi dan mengigil,

bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri 

abdomen yang hebat, dinding perut akan teras tegang karena iritasi peritoneum.

Tatalaksana utama pada peritonitis antara lain pemberian cairan dan

elektrolit, kontrol operatif terhadap sepsis dan pemberian antibiotik sistemik.

Komplikasi postoperatif sering terjadi dan umumnya dibagi menjadi komplikasi

lokal dan sistemik. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat

mortalitas antara lain tipe penyakit primer dan durasinya, keterlibatan kegagalan

organ multipel sebelum pengobatan, serta usia dan kondisi kesehatan awal

pasien.

DAFTAR PUSTAKA

34

Page 35: Referat Peritonitis

1. Wim de Jong. Sjamsuhidayat. R. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta:

EGC.

2. Arief M., Suprohaita, Wahyu.I.K,Wieiek S, 2000. Bedah Digestif, dalam Kapita

Selekta Kedokteran, Ed:3; Jilid:2, Jakarta: Media Aesculapius FKUI.

3. Brian, J. Peritonitis and Abdominal Sepsis. 2011.

4. Marshall, JC. Intensive Care Management of Intra Abdominal Infection. Critical

Care Medicine. 2003, 31(8) : 2228-37

5. Evans, HL. Tertiary Peritonitis (Recurrent Diffuse or Localized Disease) is not An

Independent Predictor of Mortality in Surgical Patients with Intra Abdominal

Infection. Surgical Infection (Larchmt). 2001. 2(4) : 255-63

6. Hau, T. Peritoneal Defense Mechanisms. Turk J Med Sci. 2003. 33: 131-4

7. Heemken, R.. Peritonitis: Pathophydiology and Local Defense Mechanisms.

Hepatogastroenterology. 1997. 44(16): 927-36

8. Iwagaki, H. Clinical Value of Cytokine Antagonists in Infectious Complications.

Res CommunMol Pathol Pharmacol. 1997. 96(1): 25-34

9. Schrock. T. R. 2000. Peritonitis dan Massa Abdominal dalam Ilmu Bedah, Ed.7,

alih bahasa dr. Petrus Lukmanto, EGC, Jakarta.

10. Fauci et al, Harrison’s Principal Of Internal Medicine Volume 1, McGraw

Hill, Peritonitis. 2008. 44(16): 927-36

11. Cole et al. Cole and Zollinger Textbook of Surgery 9th Edition. Appelton-

Century Corp. 1970 Hal 784-795.

12. Doherty, Gerard. Peritoneal Cavity in Current Surgical Diagnosis &

Treatment 12ed. USA: The McGraw-Hill Companies. 2006.

13. Schwartz et al.. Priciple of Surgery 5th Edition. Singapore: Mc.Graw-Hill.

1989 . Hal 1459-1467

35