Upload
nanana0812
View
42
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
REFERAT PARKINSON SARAF
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis
progresif, merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia Alzheimer.
Dr. James Parkinson pada tahun 1817 yang pertama kali menulis deskripsi
gejala penyakit Parkinson dengan rinci dan lengkap kecuali kelemahan otot
sehingga disebutnya paralysis agitans. Pada tahun 1894, Blocg dan Marinesco
menduga substansia nigra sebagai lokus lesi, dan tahun 1919 Tretiakoff
menyimpulkan dari hasil penelitian post mortem penderita penyakit
Parkinson pada disertasinya bahwa ada kesamaan lesi yang ditemukan yaitu
lesi disubstansia nigra. Lebih lanjut, secara terpisah dan dengan cara berbeda
ditunjukkan Bein, Carlsson dan Hornykiewicz tahun 1950an, bahwa
penurunan kadar dopamine sebagai kelainan biokimiawi yang mendasari
penyakit Parkinson.
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, dan salah satu penyakit yang
paling banyak dialami pada usia lanjut dan jarang terjadi dibawah umur 30
tahun. Biasanya mulai timbul pada usia 40-70 tahun, dan mencapai puncak
pada decade ke-enam. Penyakit Parkinson lebih banyak terjadi pada pria
dengan rasio pria dibandingkan wanita 3:2. Di Amerika Utara meliputi 1 jutta
penderita atau 1% dari populasi berusia lebih dari 65 tahun. Penyakit
Parkinson mempunyai prevalensi 160 per 100.000 populasi, dan cenderung
meningkat seiring bertambahnya usia. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah
1
penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000
penderita.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi,
etiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan dan penatalaksanaan
parkinson.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit parkinson adalah gangguan neurodegerative yang progresif dari
sistem saraf pusat. Penyakit Parkinson merupakan gejala kompleks yang
dimanifestasikan oleh 6 tanda utama: tremor saat beristirahat, kekakuan,
bradikinesia-hipokinesia, posisi tubuh fleksi, kehilangan refleks postural, freezing
phenomena.
Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh degenerasi neuron-
neuron berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta substansia nigra
yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau disebut juga
parkinsonisme idiopatik atau primer.
Sedangkan Parkinonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor
waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural, atau disebut
juga sindrom parkinsonisme.
2.2 Klasifikasi
Pada umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, tetapi
harus diusahakan menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran tentang
etiologi, prognosis dan penatalaksanaannya.
1) Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi
penyebabnya belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk
jenis ini.
2) Parkinsonismus sekunder atau simtomatik.
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain :
tuberkulosis, sifilis meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced,
3
misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain,
misalnya perdarahan serebral petekial pasca trauma yang berulang-ulang
pada petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.
3) Sindrom paraparkinson (Parkinson plus)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari
gambaran penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada penyakit
Wilson (degenerasi hepato-lentikularis), hidrosefalus normotensif,
sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, atropi palidal
(parkinsonismus juvenilis).
2.3 Etiologi
Etiologi Penyakit Parkinson belum diketahui ( idiopatik ) , akan tetapi ada
beberapa faktor resiko ( multifaktorial ) yang telah diidentifikasikan , yaitu :
a. Usia : meningkat pada usia lanjut dan jarang timbul pada usia dibawah
30 tahun.
b. Rasial : Orang kulit putih lebih sering daripada orang Asia dan Afrika .
c. Genetik : diduga ada peranan faktor genetik
Telah dibuktikan mutasi yang khas tiga gen terpisah (alpha-Synuclein,
Parkin, UCHL1 ) dan empat lokus tambahan ( Park3, Park4, Park6, Park7 )
yang berhubungan dengan Parkinson keturunan. Kebanyakan kasus idiopatik
Parkinson diperkirakan akibat faktor –faktor genetik dan lingkungan. Etiologi
yang dikemukan oleh Jankovics ( 1992 ) adalah sebagai berikut :
4
Genetik predispositions
Environmental Factor ( exogenous and endogenous )
Trigger factor ( stress, infection , trauma , drugs , toxins )
Age related neuronal attrition and loss of anti-oxidative mechanism
Parkinsons Disease
Bagan 1. Etiologi dari Parkinsons disease ( Jankovic 1992)
d. Lingkungan :
• Toksin : MPTP , CO , Mn , Mg , CS2 , Metanol , Sianid
• Pengunaan herbisida dan pestisida
• Infeksi
Banyak fakta yang menyatakan tentang keberadaan disfungsi
mitokondria dan kerusakan metabolism oksidatif dalam pathogenesis
Parkinson disease. Keracunan MPTP (1 methyl, 4 phenyl, 12,3,6
tetrahydropyridine) dimana MPP+ sebagai toksik metabolitnya, pestisida dan
limbah industri ataupun racun lingkungan lainnya, menyebabkan inhibisi
terhadap komplek I (NADH-ubiquinone oxidoreduktase) rantai elektron-
transport mitokrondria, dan hal tersebut memiliki peranan penting terhadap
kegagalan dan kematian sel. Pada PD, terdapat penurunan sebanyak 30-40%
dalam aktivitas komplek I di substansia nigra pars kompakta. Seperti halnya
kelainan yang terjadi pada jaringan lain, kelainan di substansia nigra pars
5
kompakta ini menyebabkan adanya kegagalan produksi energi, sehingga
mendorong terjadinya apoptosis sel.
e. Cedera kranio serebral : peranan cedera kranio serebral masih
belum jelas
f. Stres emosional : diduga juga merupakan faktor resiko.
2.4 Patofisiologi
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi
karena penurunan kadar dopamine akibat kematian neuron di substansia nigra
pars compacta (SNc) sebesar 40-50% yang disertai dengan inklusi
sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies) dengan penyebab multifaktor. Adanya
Lewy bodies dengan neuron pigmen dari substansia nigra adalah khas , akan
tetapi tidak patognomonik untuk Penyakit Parkinson, karena terdapat juga
pada beberapa kasus parkinsonism atipikal. Untuk lebih memahami
patofisiologi yang terjadi perlu diketahui lebih dahulu tentang ganglia basalis
dan sistem ekstrapiramidal.
Dalam menjalankan fungsi motoriknya, inti motorik medula
spinalis berada dibawah kendali sel piramid korteks motorik, langsung
atau lewat kelompok inti batang otak . Pengendalian langsung oleh
korteks motorik lewat traktus piramidalis, sedangkan yang tidak langsung
lewat sistem ekstrapiramidal, dimana ganglia basalis ikut berperan.
Komplementasi kerja traktus piramidalis dengan sistem ekstapiramidal
menimbulkan gerakan otot menjadi halus, terarah dan terprogram.
Ganglia Basalis (GB) tersusun dari beberapa kelompok inti, yaitu:
6
1. Striatum (neostriatum dan limbic striatum)
Neostriatum terdiri dari putamen (Put) dan Nucleus Caudatus (NC)
2. Globus Palidus (GP)
3. Substansia Nigra (SN)
4. Nucleus Subthalami (STN)
Pengaruh GB terhadap gerakan otot dapat ditunjukkan lewat peran
sertanya GB dalam sirkuit motorik yang terjalin antara korteks motorik
dengan inti medula spinalis . Terdapat jalur saraf aferen yang berasal dari
korteks motorik, korteks premotor dan supplementary motor area menuju
ke GB lewat Putamen. Dari putamen diteruskan ke GPi (Globus Palidus
internus) lewat jalur langsung (direk) dan tidak langsung (indirek)
melalui GPe (Globus Palidus eksternus) dan STN. Dari GPe diteruskan
menuju ke inti – inti talamus (antara lain: VLO: Ventralis lateralis pars
oralis, VAPC: Ventralis anterior pars parvocellularis dan CM:
centromedia). Selanjutnya menuju ke korteks dari mana jalur tersebur
berasal. Masukan dari GB ini kemudian mempengaruhi sirkuit motorik
kortiko spinalis (traktus piramidalis).
Kelompok inti yang tergabung didalam ganglia basalis
berhubungan satu sama lain lewat jalur saraf yang berbeda – beda bahan
perantaranya (neurotransmitter/NT). Terdapat tiga jenis neurotransmitter
utama didalam ganglia basalis, yaitu: Dopamine (DA), Acetylcholin
(Ach) dan asam amino (Glutamat dan GABA).
Lesi primer pada penyakit Parkinson adalah degenerasi sel saraf
yang mengandung neuromelanin di substansia nigra pars kompakta, yang
7
menjadi terlihat pucat dengan mata telanjang. Dalam kondisi normal
(fisiologik), pelepasan dopamin dari ujung saraf nigrostriatum akan
merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan reseptor D2 (inhibitorik) yang
berada di dendrit output neuron striatum. Output striatum disalurkan ke
globus palidus segmen interna atau substansia nigra pars retikularis lewat
2 jalur yaitu jalur direk reseptor D1 dan jalur indirek berkaitan dengan
reseptor D2 . Maka bila masukan direk dan indirek seimbang, maka tidak
ada kelainan gerakan.
Pada penderita penyakit Parkinson, terjadi degenerasi kerusakan
substansia nigra pars kompakta dan saraf dopaminergik nigrostriatum
sehingga tidak ada rangsangan terhadap reseptor D1 maupun D2. Gejala
Penyakit Parkinson belum muncul sampai lebih dari 50% sel saraf
dopaminergik rusak dan dopamin berkurang 80%. Reseptor D1 yang
eksitatorik tidak terangsang sehingga jalur direk dengan neurotransmitter
GABA (inhibitorik) tidak teraktifasi. Reseptor D2 yang inhibitorik tidak
terangsang, sehingga jalur indirek dari putamen ke globus palidus
segmen eksterna yang GABAergik tidak ada yang menghambat sehingga
fungsi inhibitorik terhadap globus palidus segmen eksterna berlebihan.
Fungsi inhibisi dari saraf GABAergik dari globus palidus segmen ekstena
ke nucleus subtalamikus melemah dan kegiatan neuron nukleus
subtalamikus meningkat akibat inhibisi.
Terjadi peningkatan output nukleus subtalamikus ke globus palidus
segmen interna / substansia nigra pars retikularis melalui saraf
glutaminergik yang eksitatorik akibatnya terjadi peningkatan kegiatan
8
neuron globus palidus / substansia nigra. Keadaan ini diperhebat oleh
lemahnya fungsi inhibitorik dari jalur langsung, sehingga output ganglia
basalis menjadi berlebihan kearah talamus.
Saraf eferen dari globus palidus segmen interna ke talamus adalah
GABAnergik sehingga kegiatan talamus akan tertekan dan selanjutnya
rangsangan dari talamus ke korteks lewat saraf glutamatergik akan
menurun dan output korteks motorik ke neuron motorik medulla spinalis
melemah terjadi hipokinesia.
Gambar.1 Skema teori ketidakseimbangan jalur langsung dan tidak
langsung
9
Keterangan :
D2 : Reseptor dopamin 2 bersifat inhibitorik
D1 : Reseptor dopamin 1 bersifat eksitatorik
SNc : Substansia nigra pars compacta
SNr : Substansia nigra pars retikulata
GPe : Globus palidus pars eksterna
GPi : Globus palidus pars interna
STN : Subthalamic nucleus
VL : Ventrolateral thalamus = thalamus
2.5 Gejala Klinis
Penyakit Parkinson ditandai dengan gejala motorik dan non motorik.
Gambar 2. Gejala Motorik dan Non Motorik pada Penyakit Parkinson
(Khoo et al, 2013).
Gejala motorik utama adalah sebagai berikut:
1. Tremor
Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan
dianggap sebagai suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu
10
ciri khas dari penyakit parkinson adalah tangan tremor (bergetar) jika
sedang beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan sesuatu,
getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang
hilang juga sewaktu tidur dan menghebat waktu emosi terangsang.
2. Rigiditas
Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan
yang tremor tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas
bertumpu pada pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti melewati
suatu roda yang bergigi (cogwheel phenomenon )sehingga gerakannya
menjadi terpatah-patah/putus-putus. Selain di tangan maupun di kaki,
kekakuan itu bisa juga terjadi di leher. Akibat kekakuan itu, gerakannya
menjadi tidak halus lagi. Gerakan yang kaku membuat penderita akan
berjalan dengan postur yang membungkuk. Untuk mempertahankan pusat
gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-
pendek.
3. Akinesia/Bradikinesia
Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan sehari-
hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil,
sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kedipan dan
lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang,
sehingga sering keluar air liur. Gerakan volunter menjadi lambat sehingga
berkurangnya gerak asosiatif, misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit
memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak
lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya
11
ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya
wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak
menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.
4. Refleks Postural yang Terganggu
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai
melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu
ragu-ragu untuk mulai melangkah.
Dalam klinis penyakit Parkinson kita harus melihat progresifitas penyakit
dengan menggunakan stadium menurut Hoehn dan Yahrn yaitu:
Stadium 1:
- Gejala keluhan pada satu sisi
- Gejala ringan
- Gejala membuat tidak nyaman, namun tidak menyebabkan kecacatan
- Sering tremor pada satu sisi
- Gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat
Stadium 2
- Gejala bilateral
- Kecacatan minimal
- Sikap/cara berjalan terganggu
Stadium 3
- Terdapat perlambatan gerak tubuh
- Keseimbangan mulai terganggu terutama saat berjalan/berdiri
- Disfungsi umum sedang
12
Stadium 4
- Gejala berat
- Masih bisa berjalan hanya untuk jarak tertentu
- Rigiditas dan bradikinesia
- Tidak mampu hidup sendiri
- Tremor dapat berkurang disbanding stadium sebelumnya
Stadium 5
- Kakeksia
- Invalid
- Tidak dapat berdiri atau berjalan
Membutuhkan perawatan
2.6 Diagnosis
Menggunakan kriteria diagnosis Hughes, yaitu:
- Possible, jika terdapat satu dari gejala utama:
o Resting tremor
o Rigiditas
o Bradikinesia
o Kegagalan reflex postural
- Probable, jika terdapat kombinasi dua gejala utama (termasuk kegagalan
reflex postural) atau salah satu dari tiga gejala pertama yang tidak simetris
(dua dari empat tanda motorik).
- Definite, jika terdapat tiga kombinasi dari empat gejala atau dua gejala
dengan satu gejala lain yang tidak simetris.
13
Bila semua tanda-tanda tidak jelas sebaiknya dilakukan
pemeriksaan ulangan beberapa bulan kemudian.
Tanda khusus dapat menggunakan Meyerson’s sign:
- Tidak dapat mencegah mata berkedip-kedip bila daerah glabella diketuk
berulang
- Ketukan berulang pada glabella membangkitkan reaksi berkedip terus
menerus.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada biomarker khusus untuk diagnose penyakit Pakinson.
Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk membedakan penyebab
parkinsonism dan dilakukan bila ada indikasi, antara lain dengan
melakukan pemeriksaan :
- CT Scan
- MRI
- PET
2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit parkinson dapat dikelompokan, sebagai
berikut :
A. Farmakologik
1. Bekerja pada sistem dopaminergik
2. Bekerja pada sistem kolinergik
3. Bekerja pada Glutamatergik
4. Bekerja sebagai pelindung neuron
14
B. Non Farmakologik
1. Edukasi
2. Terapi Rehabilitasi
A. Farmakologik
1. Bekerja pada sistem dopaminergik
a. L-dopa
Penemuan terapi l-dopa pada tahun 1960 merupakan terobosan
baru pengetahuan tentang penyakit degenerasi .Meskipun sampai sekarang
l-dopa masih merupakan obat paling menjanjikan respon terbaik untuk
penyakit parkinson ,namun masa kerjanya yang singkat , respon yang
fluktuatif dan efek oxidative stress dan metabolitnya menyebabkan para
peneliti mencari bahan alternatif. Cara kerja obat kelompok ini dapat
dijelaskan lewat alur metabolisme dari dopamin sebagai berikut. Tyrosin
yang berasal dari makanan akan diubah secara beruntun menjadi l-dopa
dan dopamin oleh enzimya masing-masing. Kedua jenis enzim ini terdapat
diberbagai jaringan tubuh , disamping dijaringan saraf . Dopamin yang
terbentuk di luar jaringan saraf otak , tidak dapat melewati sawar darah
otak . Untuk mencegah jangan sampai dopamin tersintesa diluar otak maka
l-dopa diberikan bersama dopa-decarboxylase inhibitor dalam bentuk
carbidopa dengan perbandingan carbidopa : l-dopa = 1 : 10 ( Sinemet )
atau benzerazide : l- dopa = 1 : 4 ( Madopar). Efek terapi preparat l-dopa
baru muncul sesudah 2 minggu pengobatan oleh karena itu perubahan
dosis seyogyanya setelah 2 minggu . Mulailah dosis rendah dan secara
berangsur ditingkatkan . Drug holiday sebaliknya jangan lebih lama dari 2
15
minggu , karena gejala akan muncul lagi sesudah 2 minggu obat
dihentikan.
b. MAO dan COMT Inhibitor
Pada umumnya penyakit parkinson memberi respon yang cepat
dan bagus dengan l-dopa dibandingkan dengan yang lain ,namun ada
laporan bahwa l-dopa dan dopamin menghasilkan metabolit yang
mengganggu atau menekan proses pembentukan energi dari mitokondria
dengan akibat terjadinya oxidative stress yang menuntun timbulnya
degenerasi sel neuron. Preparat penghambat enzim MAO ( monoamine
oxydase ) dan COMT ( Catechol-O-methyl transferase ) ditambahkan
bersama preparat l-dopa untuk melindungi dopamin terhadap degradasi
oleh enzim tersebut sehingga metabolit berkurang ( pembentukan radikal
bebas dari dopamin berkurang ) sehingga neuron terlindung dari proses
oxidative stress .
c. Agonis Dopamin
Preparat lain yang juga dapat menghemat pemakaian l-dopa
adalah golongan dopamin agonis . Golongan ini bekerja langsung pada
reseptor dopamin, jadi mengambil alih tugas dopamin dan memiliki durasi
kerja lebih lama dibandingkan dopamin. Sampai saat ini ada 2 kelompok
dopamin agonis , yaitu derivat ergot dan non ergot . Secara singkat
reseptor yang bisa dipengaruhi oleh preparat dopamin agonis adalah
sebagai berikut:
16
Keuntungan terapi dengan agonis dopamin dibandingkan l-dopa
antara lain :
1. Durasi kerja obat lebih lama
2. Respon fluktuatif dan diskinesia lebih kecil
3. Dapat dipilih agonis dopamin yang lebih specifik terhadap reseptor
dopamin tertentu disesuaikan kondisi penderita penyakit parkinson.
Kerugian terapi agonis dopamin adalah onset terapeutiknya rata –
rata lebih lama dibandingkan DA ergik.
2. Bekerja pada sistem kolinergik
Obat golongan antikolinergik memberi manfaat untuk penyakit
parkinson , oleh karena dapat mengoreksi kegiatan berlebihan dari sistem
kolinergik terhadap sistem dopaminergik yang mendasari penyakit
parkinson . Ada dua preparat antikolinergik yang banyak digunakan untuk
penyakit parkinson , yaitu thrihexyphenidyl ( artane ) dan benztropin
( congentin ). Preparat lainnya yang juga termasuk golongan ini adalah
biperidon ( akineton ) , orphenadrine ( disipal ) dan procyclidine
( kamadrin ).
• Golongan anti kolinergik terutama untuk menghilangkan gejala
tremor dan efek samping yang paling ditakuti adalah kemunduran memori.
3. Bekerja pada sistem Glutamatergik
Diantara obat – obat glutamatergik yang bermanfaat untuk
penyakit parkinson adalah dari golongan antagonisnya , yaitu amantadine ,
memantine, remacemide. Antagonis glutamatergik diduga menekan
kegiatan berlebihan jalur dari inti subtalamikus sampai globus palidus
17
internus sehingga jalur indirek seimbang kegiatannya dengan jalur direk ,
dengan demikian out put ganglia basalis ke arah talamus dan korteks
normal kembali . Disamping itu, diduga antagonis glutamatergik dapat
meningkatkan pelepasan dopamin, menghambat reuptake dan
menstimulasi reseptor dopamin.
Obat ini lebih efektif untuk akinesia dan rigiditas daripada
antikolinergik.
4. Bekerja sebagai pelindung neuron
Berbagai macam obat dapat melindungi neuron terhadap ancaman
degenerasi akibat nekrosis atau apoptosis. Termasuk dalam kelompok ini
adalah :
a. Neurotropik faktor , yaitu dapat bertindak sebagai pelindung
neuron terhadap kerusakan dan meningkatkan pertumbuhan dan fungsi
neuron . Termasuk dalam kelompok ini adalah BDNF ( brain derived
neurotrophic factor ) , NT 4/5 ( Neurotrophin 4/5 ) , GDNT ( glia cell line-
derived neurotrophic factorm artemin ) , dan sebagainya . Semua belum
dipasarkan.
b. Anti-exitoxin , yang melindungi neuron dari kerusakan akibat
paparan bahan neurotoksis ( MPTP , Glutamate ) . Termasuk disini
antagonis reseptor NMDA , MK 801 , CPP , remacemide dan obat
antikonvulsan riluzole.
c. Anti oksidan , yang melindungi neuron terhadap proses
oxidative stress akibat serangan radikal bebas. Deprenyl ( selegiline ) , 7-
nitroindazole , nitroarginine methyl-ester , methylthiocitrullin.
18
Gambar 3. Algoritme Penatalaksanaan Penyakit Parkinson
B. Non Farmakologik
a. Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai
penyakitnya, misalnya pentingnya meminum obat teratur dan menghindari
jatuh. Menimbulkan rasa simpati dan empati dari anggota keluarganya
sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi maksimal.
b. Terapi rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas
hidup penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta
mengatasi masalah-masalah sebagai berikut : Abnormalitas gerakan,
Kecenderungan postur tubuh yang salah, Gejala otonom, Gangguan
perawatan diri (Activity of Daily Living – ADL), dan Perubahan
psikologik. Latihan yang diperlukan penderita parkinson meliputi latihan
fisioterapi, okupasi, dan psikoterapi.
19
Latihan fisioterapi meliputi : latihan gelang bahu dengan tongkat,
latihan ekstensi trunkus, latihan frenkle untuk berjalan dengan
menapakkan kaki pada tanda-tanda di lantai, latihan isometrik untuk
kuadrisep femoris dan otot ekstensor panggul agar memudahkan menaiki
tangga dan bangkit dari kursi.
Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien,
pengkajian lingkungan tenpat tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan
latihan dipakai bermacam strategi, yaitu :
Strategi kognitif : untuk menarik perhatian penuh/konsentrasi, bicara
jelas dan tidak cepat, mampu menggunakan tanda-tanda verbal
maupun visual dan hanya melakukan satu tugas kognitif maupun
motorik.
Strategi gerak : seperti bila akan belok saat berjalan gunakan
tikungan yang agak lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila
ingin memungut sesuatu dilantai.
Strategi keseimbangan : melakukan ADL dengan duduk atau berdiri
dengan kedua kaki terbuka lebar dan dengan lengan berpegangan
pada dinding. Hindari eskalator atau pintu berputar. Saat bejalan di
tempat ramai atau lantai tidak rata harus konsentrasi penuh jangan
bicara atau melihat sekitar.
Seorang psikolog diperlukan untuk mengkaji fungsi kognitif,
kepribadian, status mental pasien dan keluarganya. Hasilnya digunakan
untuk melakukan terapi rehabilitasi kognitif dan melakukan intervensi
psikoterapi.
20
2.9 Prognosis
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala
parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan
sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan
menemani sepanjang hidupnya. Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi
mengalami progress hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan
ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian.
Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda.
Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala
berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping
pengobatan terkadang dapat sangat parah. Penyakit Parkinson sendiri tidak
dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang sejalan dengan
waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien Parkinson pada umumnya
lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita Parkinson. Pada tahap
akhir, penyakit Parkinson dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak,
pneumoni, dan memburuk yang dapat menyebabkan kematian.
Progresifitas gejala pada Parkinson dapat berlangsung 20 tahun
atau lebih. Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat.
Tidak ada cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini
pada masing-masing individu. Dengan treatment yang tepat, kebanyakan
pasien Parkinson dapat hidup produktif beberapa tahun setelah diagnosis.
21
BAB III
PENUTUP
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang
bersifat kronis progresif, merupakan suatu penyakit/sindrom karena
gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya
pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/ neostriatum
(striatal dopamine deficiency). Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000
penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210
juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang
membutuhkan penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada
saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi
pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul . Obat-obatan
yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan
perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali
terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya.
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress
hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan
fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan,
gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien
berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya
gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang
dapat sangat parah.
22