64
REFERAT ILMU PENYAKIT SARAF MEDULLA SPINALIS Disusun oleh: Fahriansyah Mega Pratama NIM. 072011101017 Dokter Pembimbing: dr. Supraptiningsih, Sp. S dr. Usman Gumanti Rangkuti, Sp. S dr. Eddy Kuntjoro, Sp. A SMF/LAB ILMU PENYAKIT SARAF RSD DR. SOEBANDI JEMBER 2012

Referat Medulla Spinalis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Referat berisi tentang berbagai kelainan medulla spinalis

Citation preview

Page 1: Referat Medulla Spinalis

REFERAT

ILMU PENYAKIT SARAF

MEDULLA SPINALIS

Disusun oleh:

Fahriansyah Mega Pratama

NIM. 072011101017

Dokter Pembimbing:

dr. Supraptiningsih, Sp. S

dr. Usman Gumanti Rangkuti, Sp. S

dr. Eddy Kuntjoro, Sp. A

SMF/LAB ILMU PENYAKIT SARAF

RSD DR. SOEBANDI JEMBER

2012

Page 2: Referat Medulla Spinalis

ANATOMI MEDULA SPINALIS

Medula spinalis adalah bagian dari susunan saraf pusat yang seluruhnya

terletak dalam kanalis vertebralis, dikelilingi oleh tiga lapis selaput pembungkus

yang disebut meningen. Lapisan-lapisan dan struktur yang mengelilingi medula

spinalis dari luar ke dalam antara lain :

1. dinding kanalis vertebralis (terdiri atas vertebrae dan ligamen)

2. lapisan jaringan lemak (ekstradura) yang mengandung anyaman pembuluh-

pembuluh darah vena

3. duramater

4. arachnoid

5. ruangan subaraknoid (cavitas subarachnoidealis) yang berisi liquor

cerebrospinalis

6. piamater, yang kaya dengan pembuluh-pembuluh darah dan yang langsung

membungkus permukaan sebelah luar medula spinalis

Lapisan meningen terdiri atas pachymeninx (duramater) dan leptomeninx

(arachnoid dan piamater). Pada masa kehidupan intrauterin usia 3 bulan, panjang

medula spinalis sama dengan panjang kanalis vertebralis, sedang dalam masa-

masa berikutnya kanalis vertebralis tumbuh lebih cepat dibandingkan medula

spinalis sehingga ujung kaudal medula spinalis berangsur-angsur terletak pada

tingkat yang lebih tinggi. Pada saat lahir, ujung kaudal medula spinalis terletak

setinggi tepi kaudal corpus vertebrae lumbalis II. Pada usia dewasa, ujung kaudal

medula spinalis umumnya terletak setinggi tepi kranial corpus vertebrae lumbalis

II atau setinggi discus intervertebralis antara corpus vertebrae lumbalis I dan II.

Terdapat banyak jalur saraf (tractus) di dalam medula spinalis. Jalur saraf tersebut

dapat dilihat pada gambar di berikut.

Page 3: Referat Medulla Spinalis

Gambar 1. Berbagai jalur saraf dalam medula spinalis

Medula Spinalis merupakan kelanjutan dari otak dimulai setinggi foramen

occipitalis magnum melanjutkan ke bawah di dalam canalis spinalis dan beakhir

pada conus medullaris setinggi V.Lumbalis I. Kemudian hanya berupa serabut-

serabut saraf yang disebut caudal aquina. Medulla spinalis ini mempunyai bentuk

seperti tabung silindris dan didalamnya terdapat lubang atau canalis centralis.

Bagian tepi atau cortex mengandung serat-serat saraf (white matter) dan bagian

tengahnya berwarna gelap (grey matter) yang mengandung sel-sel body dan

bentuknya seperti kupu-kupu. Dari medulla spinalis ini keluar masuk serabut saraf

sebanyak 31 pasang yang melalui foramen intervertebralis. Sebagaimana otak

medulla spinalis juga dilapisi oleh selaput meningen dan mengandung cairan otak.

Pada medulla spinalis terdapat rute utama pada setiap ketiga columna alba.

Pada tractus asendens terdiri atas tiga tractus yaitu:

1. Tractus spinothalamicus anterior atau ventralis

Meneruskan impuls taktil dan tekanan dari medulla ke thalamus.

Serabutnya dimulai pada collumna posterior substantia grisea dari sisi

Page 4: Referat Medulla Spinalis

berseberangan dan melintas diatas commisura alba anterior sebelum naik

pada columna alba anterior.

2. Tractus spinothalamicus lateralis

Membawa impuls sakit dan temperatur ke thalamus. Serabutnya

bergabung pada medulla dengan serabut dari tractus spinothalamicus

anterior untuk membentuk lemnicus spinalis. Serabut keluar dari sel yang

terletak pada cornu posterior subatantia grisea sisi seberangannya dan

terutama berjalan naik pada columna lateralis.

3. Tractus spinothalamicus anterior posterior atau ventralis dorsalis

Meneruskan informasi ke cerebellum yang dapat membantu koordinasi

otot (aktivitas sinergik) dan tonus otot juga sentuhan dan tekanan. Serabut-

serabut saraf mulai keluar pada cornu posterius dari sisi yang sama dan

berjalan menuju columna alba lateralis.

Tractus desendens terdiri atas:

1. Tractus corticospinalis atau cerebrospinalis anterior atau ventralis atau

disebut juga tractus pyramidalis direk

Tersusun atas serabut-serabut yang berjalan turun melalui otak dari

cortex cerebri. Medulla terletak didekat fissura antero-media dan

berhubungan dengan kontrol voluntaris dari otot skeletal. Tractus menjadi

lebih kecil ketika berjalan naik dan hampir hilang pada regio thoracis

media karena pada ketinggian ini sebagian besar serabut pembentuknya

sudah menyeberang ke sisi berlawanan untuk berakhir dengan cara

membentuk sinaps di sekitar cornu anterior dari neuron motoris inferior.

Beberapa serabut yang masih tersisa akan berakhir pada columna anterior

substantia grisea pada sisi chorda yang sama.

2. Tractus lateralis atau tractus pyramidalis transverse

Mengandung sejumlah besar serabut untuk mengontrol gerak otot

volunter. Serabutnya keluar pada cortex motoris dan melintang diatas atau

bergabung dengan tractus sisi seberangnya pada medulla.

3. Tractus vestibulospinalis

Page 5: Referat Medulla Spinalis

Juga berjalan turun pada columna anterior substantia alba. Tractus ini

mempunyai hubungan dengan fungsi keseimbangan dan postur. Serabut

saraf mulai keluar pada medulla di sisi yang sama dari gabungan sel-sel

yang disebut nucleus vestibularis.

4. Tractus rubrospinalis

Terletak tepat di depan tractus corticospinalis lateralis, serabutnya

dimulai pada mesenchepalon dan berjalan turun untuk berakhir di sekitar

sel-sel cornu anterius. Berhubungan dengan kontrol aksi otot dan

merupakan bagian utama dari sistem extrapyramidal.

Tractus motoris dan sensoris merupakan tractus yang paling penting di

dalam otak dan medulla spinalis dan mempunyai hubungan yang erat untuk

gerakan motoris voluntaris, sensasi rasa sakit, temperatur dan sentuhan dari organ-

organ indera pada kulit dan impuls propioseptif dari otot dan sendi.

Tractus corticospinalis atau pyramidalis atau motoris berasal dari cortex

motoriius precentralis, serabutnya berjalan turun melalui capsula interna pada

genu dan duapertiga anterior limbus posterior.

Tractus cortico ventralis mengendalikan neuron-neuron motorik yang

melayani otot-otot pada truncus termasuk mm.intercostalis dan abdominalis.

Semua neuron yang menyalurkan impul-impuls motorik ke nuclei motorii di

dalam batang otak dan medulla spinalis dapat disebut sebagai neuron motor atas

(upper motor neuron). Impuls-impuls motorik ini dapat disalurkan melalui jalur-

jalur saraf yang termasuk dalam susunan pyramidal dan susunan ekstrapyramidal

oleh karena itu dalam area yang luas sel-sel neuron yang membentuk jalur

desendens pyramidal (tractus corticobulbaris dan corticospinalis) dan

ekstrapyramidal (tractus reticulospinalis dan rubrospinalis) dapat disebut sebagai

neuron motor atas sedangkan neuron-neuron motorik di dalam nuclei motorii di

dalam batang otak dan medulla spinalis dapat disebut neuron motor bawah (lower

motor neuron).

Page 6: Referat Medulla Spinalis

SPINA BIFIDA

Definisi

Spina bifida adalah suatu defek neural tube congenital yang ditandai

dengan kegagalan arkus vertebrae untuk menutup. Hal ini menyebabkan

terbentuknya tonjolan mirip kista yang mungkin hanya terdiri dari meningen

(meningokel) atau meningen dan korda spinalis (mielomeningokel) keluar

kolumna vertebralis.

Klasifikasi

Menurut bentuknya, spina bifida dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu:

a. Spina bifida okulta

Merupakan suatu defek dinding posterior kanalis spinalis dengan tidak

terjadinya fusi lamina pada beberapa ruas tulang belakang, sedangkan

medula spinalis dan lapisan meningen masih tetap terletak pada tempatnya

yang normal. Jadi, pada spina bifida jenis ini tidak ada herniasi jaringan

saraf, kulit yang melapisi daerah ini masih tetap ada. Kelainan kongenital

ini biasanya tidak berbahaya.

Biasanya terdapat beberapa kelainan lain:

- Lipomeningokel

- Sinus atau kista dermal

- Lesi tulang

- Lesi kulit

b. Spina bifida kistika (spina bifida aperta)

Merupakan kelainan yang lebih berat karena susunan saraf dan lapisannya

menonjol keluar sehingga di dalam tonjolan tersebut terdapat herniasi

meningen yang dapat disertai medula spinalis dengan serabut sarafnya.

Keadaan ini akan lebih memberatkan pasien bila terdapat gangguan

neurologis dan gangguan fungsi otot khususnya pada tungkai bawah.

Spina bifida kistika dapat berbentuk:

Page 7: Referat Medulla Spinalis

- meningokel � melalui defek spina bifida terjadi herniasi meningen

yang membentuk kantong kistik berisi CSS

- mielokel � kantong hernia berisi medula spinalis, sebuah rongga

kistik terdapat di depan medula spinalis yang menonjol

- mielomeningokel � berbentuk meningokel, tetapi terdapat herniasi

medula spinalis ke dalam kantong kistik tersebut, dengan serabut

sarafnya berakhir di situ atau terus menjalar ke bawah

- Mielokistokel atau Siringomielokel � kantong hernia berisi bagian

medula spinalis sebagai hidromielia dan dinding posterior medula

spinalis melekat pada ektoderm dan tidak mengalami differensiasi.

Etiologi

1. Idiopatik

2. Predisposisi genetik

3. Defisiensi asam folat

4. Infeksi virus

5. Mekanisme imun

Patofisiologi

Gangguan fusi neural tube terjadi sekitar minggu ke-3 setelah konsepsi.

Gagal bersatunya neural tube ini dapat terjadi akibat:

1. terhentinya proses pembentukan neural tube karena sebab-sebab tertentu

2. adanya tekanan yang berlebih di kanalis sentralis yang baru terbentuk

sehingga menyebabkan ruptur permukaan neural tube

3. adanya kerusakan pada dinding neural tube yang baru terbentuk karena

sebab-sebab tertentu

Gambaran Klinis

• Spina bifida okulta biasanya asimtomatik atau bisa juga berkaitan dengan:

1. Pertumbuhan rambut sepanjang spina

2. Cekungan di garis tengah biasanya di daerah lumbosakral

Page 8: Referat Medulla Spinalis

3. Kelainan ayunan langkah kaki

4. Gangguan kontrol kandung kemih

• Spina bifida kistika

1. Meningokel biasanya asimtomatis atau berkaitan dengan:

a. tonjolan mirip kantung meningens dan cairan serebrospinal

(CSS) dari belakang

b.Club foot

c. Gangguan ayunan langkah

d.Inkontinensia urin

2. Mielomeningokel berkaitan dengan:

a. Penonjolan meningens, CSS, korda spinalis

b.Defisit neurologis setinggi dan di bawah tempat yang terpajan

Diagnosis

a. Prenatal:

1. Pemeriksaan kadar alfa fetoprotein dalam serum ibu pada

kehamilan minggu ke-14.

2. Pemeriksaan cairan amnion dengan amniosentesis, juga untuk

memeriksa kadar alfa fetoprotein.

� Kadar alfa fetoprotein merupakan marker terhadap kemungkinan

terjadinya defek neural tube terbuka.

b. Pascanatal:

- Umumnya dapat diketahui melalui pemeriksaan fisik

- Kadang dibutuhkan pemeriksaan radiologis

Terapi

- Untuk spina bifida okulta atau meningokel tidak diperlukan pengobatan

- Perbaikan mielomeningokel, atau kadang meningokel, dapat dilakukan

dengan pembedahan

Page 9: Referat Medulla Spinalis

- Apabila dilakukan pembedahan, perlu dipasang suatu pirau (shunt) untuk

memungkinkan drainase CSS dan mencegah timbulnya hidrosefalus dan

peningkatan tekanan intrakranium

Page 10: Referat Medulla Spinalis

POLIOMYELITIS

Etiologi dan epidemiologi.

Penyakit ini, disebakan oleh poliovirus, hampir hanya mempengaruhi

neuron notorik pada cornu anterior medula spinalis. Insidensi pada negara maju

dengan sistem kesehatan masyarakat yang baik telah berkurang hampir tidak ada

denagn vaksinasi profilaksis. Penyakit ini ditransmisikan melalui jalur fekal-oral

dalam sanitasi yang buruk.

Manifestasi klinis

Setelah masa inkubasi 3 hingga 20 hari, manifestasi prodromal non

spesifik muncul, terdiri dari demam, gejala influenza, dan, pada beberapa pasien,

tanda meningeal. Prodromal dapat sembuh tanpa konsekuansi lebih lanjut atau

disertai, dalam beberapa hari, oleh fase paralitik (sering disertai demam).setelah

beberapa jam atau hari, paralisis flaksid timbul dalam bermacam otot atau

kelompok otot; asimetris, sering utamanya proximal, dan derajat beratnya

bermacam.tidak ada defisit sensori, namun otot yang terkena dapat teras nyeri.

Evaluasi diagnosis

Diagnosis berdasarkan pada gejala khas dan temuan fisik, dikombinasikan

dengan sebuah pleositosis inflamasi LCS: pertama, terdapat beberap ratus tiap

mikrolite, sering utamanya granulosit polimorfonuklear. Selanjutnya, terdapat

transisi menjadi predominan limfotik. Poliovirus dapat diidentifikan pada kotoran

penderita.

Terapi

Tidak ada terapi etiologi khusus; aspek yang penting pada terapi adalah

tatalaksana insufisiensi respirasi.

Page 11: Referat Medulla Spinalis

Prognosis

Keterlibatan batang otak dan paralisis respirasi menunjukkan prognose

yang buruk; pada sebagian pasien, pralisis dapat berkurang secara parsial atau

total dala beberapa minggu atau bulan. Terdapat pada umumnya beberapa derajat

kelemahan residual.

Page 12: Referat Medulla Spinalis

TRAUMA MEDULA SPINALIS

Mekanisme Cedera

Kolumna vertebralis merupakan cincin tulang sirkumferensial yang

memberi perlindungan terhadap luka tembus, tetapi sendi-sendi intervertebralis

merupakan titik lemah gerakan fleksi, ekstensi dan beban rotasi menyebabkan

fraktur paling sering terjadi terjadi pada titik pertemuan antara bagian kolumna

vertebralis yang relative mobile dengan ruas yang relative terfiksasi yaitu antara

daerah servikal bawah dan segmen torakal atas, antara segmen torakal bawah dan

segmen lumbal atas, dan antara segmen lumbal bawah dan sacrum.

Ketidakstabilan mekanik berperan dalam terjadinya penekanan pada

medulla spinalis maupun suplai darah yang menyebabkan kerusakan struktur lebih

lanjut. Secara lokal, cedera menyebabkan hilangnya autoregulasi aliran darah,

perdarahan petekia, inflamasi, dan edema. Perubahan ini terutama merusak

substansia grisea karena substansia grisea sangat rentan terhadap trauma dan

memiliki kebutuhan metabolik yang lebih tinggi.

Setelah trauma terjadi pelepasan neurotransmitter yang berlebihan

sehingga menimbulkan rasa senang berlebihan (overexitement) pada sel saraf.

Patogenesis

Hubungan pelepasan neurotransmiter terhadap cedera seluler telah diteliti

baik pada cedera kepala maupun cedera spinal. Kebanyakan penyelidikan awal

terpusat pada turunan asam amino eksitasi yaitu glutamat dan aspartat. Terdapat

pelepasan dramatis glutamat dan aspartat hingga 6 kali kadar normal, dimana

konsentrasi ini cukup untuk membunuh neuron. Hal ini dapat terjadi hingga 1 jam

setelah cedera. Perbedaan peningkatan spesies asam amino mendukung bahwa

aktivitas neuron lebih berperan daripada lisis sel. Berbagai model telah

menunjukkan disfungsi ekstremitas dapat terjadi ketika cord terpapar asam amino

eksitasi.

Page 13: Referat Medulla Spinalis

Beberapa tipe reseptor kemungkinan berperan pada cedera sekunder pada

spinal cord, termasuk reseptor kainate dan quisqualate, yang mengontrol saluran

untuk sodium (natrium) influx dan potassium (kalium) efflux, serta reseptor N-

methyl-D-aspartate (NMDA) yang memiliki saluran untuk natrium dan kalium

dan saluran untuk calcium influx. Akumulasi kalsium intraseluler dengan kalium

efflux telah diamati pada pada SCI eksperimental. Awal dari pembengkakan

neuron berhubungan dengan natrium influx, dimana dimana disintegrasi neuron

disebabkan oleh calcium influx. Baik antagonis kompetitif seperti 3-(2-

carboxypiperazin-4-yl)-propyl-1-phosphoric acid dan aminophosphoheptanoates,

serta antagonis nonkompetitif seperti phencyclidine, ketamin, magnesium,

dextrorphan, dan MK-801 telah menunjukkan dapat menurunkan cedera

neurologis sekunder.

Substansi lain yang berperan adalah peptida opioid. Dynorphin, beta-

endorphin, leu-enkephalin, dan met-enkephalin bersifat aktif pada reseptor kappa,

mu, dan delta. Opiat berhubungan dengan hipotensi yang terjadi setelah SCI.

Perawatan dengan obat yang dapat bekerja sebagai antagonis opiat menghasilkan

fungsi yang lebih baik.

Mekanisme selanjutnya pada cedera sekunder melibatkan aktivasi

membrane phospholipase, yang berakibat pada hidrolisis fosfolipid, bebasnya

asam arakidonat dan asam lemak lain dari membran sel. Aktivitas enzimatik oleh

siklooksigenase terhadap asam ini memproduksi peroksida lipid, sedangkan

aktivitas enzimatik oleh lipooksigenase memproduksi leukotrien dan prostanoid.

Lebih spesifik, level tromboksan A2 meningkat sesaat setelah terjadi SCI

eksperimental, dimana rasio tromboksan terhadap prostasiklin meningkat

abnormal hingga 18 jam. Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan cedera

sekunder oleh karena terbatasnya perfusi jaringan. Faktanya, pada model

eksperimental aliran darah pada spinal cord terukur pada 40-54% terhadap level

kontrol. Penggunaan steroid dan analognya dapat meningkatkan pemulihan,

kemungkinan berhubungan dengan inhibisi oleh substansi tersebut terhadap

peroksidasi lipid atau supresinya terhadap pelepasan asam amino eksitasi.

Page 14: Referat Medulla Spinalis

Klasifikasi

Klasifikasi paling dasar dari cedera medula spinalis adalah cedera komplit

(complete injury) dan cedera parsial (partial injury). Cedera komplit didefinisikan

sebagai kehilangan total fungsi sensoris dan fungsi motoris pada area yang

terinervasi lebih dari 2 level di bawah lokasi tulang belakang yang cedera dan

bertahan selama lebih dari 48 jam. Perbaikan setelah cedera komplit biasanya

minimal, dan fungsi neurologis jarang meningkat beberapa derajat. Cedera parsial

dapat dibagi dalam beberapa tipe, antara lain :

a. Anterior cord syndrome

b. Central cord syndrome

c. Brown-Sequard syndrome

d. Posterior cord syndrome

1. Trauma medula spinalis servikal

- trauma pada C1 3-13% dari semua fr.vertebra servikalis. Berkaitan dg

cedera yg terjadi bersamaan, termasuk cedera a.vertebralis

- penderita trauma pd tingkat C2 dan C3 masih dpt sedikit menggerakkan

lehernya, sehingga penderita masih dpt menegakkan kepala. Persarafan

otot-otot pernapasan tambahan masih dapat dipertahankan

- Pusat pernapasan medula spinalis terutama terletak pada tingkat C4.

Radiks saraf frenikus harus utuh bila penderita ingin dpt melakukan

pengendalian voluntar thd ventilasi. Kapasitas ventilasi pd penderita ini

tidak akan normal

- Penderita trauma C5 dpt mengendalikan kepala, leher, bahu, diafragma,

dan kadang-kadang dpt sedikit mengendalikan siku

- Trauma setinggi C6, pengendalian pergelangan tangan masih dpt

dipertahankan sebag.

- Trauma setinggi C7, penderita dpt melakukan ekstensi siku dgn

sempurna, fleksi pergelangan tangan, dan dpt mengendalikan sebag. jari

tangan

Page 15: Referat Medulla Spinalis

- Trauma setinggi C8 sampai T1 dpt mengendalikan jari tangannya dgn

cukup baik, shg dpt hidup bebas dan melakukan aktivitas sehari-hari.

2. Trauma medula spinalis torakal-lumbal-sakral

- mekanisme trauma di daerah ini adalah trauma fleksi akibat terjatuh pd

bag. bokong, atau cedera hiperekstensi yg keduanya menyebabkan fr.

Kompresi. Diperlukan pukulan lgsg yg cukup kuat kecuali jika

sebelumnya vertebra memang sudah rapuh akibat osteoporosis atau

neoplasma

- trauma setinggi T2-T12 tetap dpt mengendalikan anggota gerak atas dgn

sempurna

- trauma setinggi L1-L5 masih dpt mengendalikan tungkai dgn sempurna,

mengendalikan panggul, lutut, pergelangan kaki, sehingga dpt berjalan

dgn bantuan tongkat

- trauma setinggi S1-S5 penderita dpt mengendalikan kaki tetapi

mengalami disfungsi kandung kemih dan usus

Syok Spinal

Syok pada medulla spinalis merupakan suatu keadaan disorganisasi fungsi

medula spinalis yang fisiologis dan berlangsung untuk sementara waktu, keadaan

ini timbul segera setelah cedera dan dapat berlangsung dari beberapa jam hingga

beberapa minggu. Pada stadium akut, aktivitas refleks di bawah cedera medulla

spinalis hilang sebagian atau seluruhnya. Paralisis flaksid, hilangnya refleks

tendon dalam, hilangnya kontrol suhu dan tonus vasomotor, serta paralisis usus

dan kandung kemih yang menyebabkan retensi urine dan ileus paralitikus sering

terjadi.

Pada keadaan normal, akson turun dari bagian supraspinalis sistem saraf

penghantar impuls berfrekuensi rendah ke neuron untuk mempertahankan neuron

dalam keadaan ekstabilitas atau siap siaga. Bila cedera menghilangkan ”tonus

latar belakang”, eksitabilitas istirahat medula spinalis sangat kurang. Syok spinal

ini terjadi pada transeksi parsial medula spinalis.

Page 16: Referat Medulla Spinalis

Transeksi medula spinalis menyebabkan perubahan yang luas pada fungsi

viseral. Segera setelah transeksi medula spinalis, terjadi atoni lengkap pada otot

polos dinding kandung kemih.

Pada saluran cerna, proses digesti dan absorpsi seolah-olah normal.

Kesulitan besar adalah mengatasi pengosongan feses dari usus bagian bawah dan

rektum. Mekanisme ini ditekan selama syok spinal. Otot sfingter ani hanya

berelaksasi ringan sebagai respons terhadap dilatasi pasif, oleh karena itu terjadi

retensi bahan fekal.

Kerja refleks pembuluh darah perifer dan organ-organ yang disarafi oleh

susunan saraf autonom sangat dipengaruhi oleh syok spinal. Transeksi medula

spinalis menyebabkan penurunan segera dan nyata pada tekanan arterial.

Penurunan ini terjadi akibat hilangnya mekanisme vasokonstriktor bulabaris, bila

saraf spinal terputus dari pusat-pusat di medula spinalis, maka hilang pula

koordinasi penting antara keadaan pembuluh darah dan pusat-pusat tambahan di

medula spinalis.

Pengobatan syok spinal berkisar pada mempertahankan parameter

hemodinamik normal dengan menggantikan cairan yang agresif, vasopresor, dan

tindakan untuk mempertahankan denyut jantung lebih atau sama dengan 60

kali/menit. Harus dilakukan pemantauan ketat keluaran urin, tekana arteria paru

atau atrium kanan, hemoglobin, dan hematokrit. Dalam beberapa minggu fungsi

refleks mulai kembali dengan timbulnya refreks tendon cepat.

Cedera Medula Spinalis Servikal

Trauma pada vertebra servikalis pertama (C1) merupakan 3%-13% dari

semua fraktur vertebra servikalis. Diagnosa fraktur vertebra servikalis letak tinggi

sulit ditegakkan dan seringkali berkaitan dengan cedera yang terjadi bersamaan,

termasuk cedera arteria vertebralis.

Penderita cedera pada tingkat C2 atau C3 masih dapat sedikit

menggerakkan lehernya, sehingga penderita masih dapat menegakkan kepala.

Persarafan otot-otot pernafasan tambahan masih dapat dipertahankan.

Page 17: Referat Medulla Spinalis

Pusat pernapasan medula spinalis terutama terletak pada tingkat C4.

Radiks saraf frenikus harus utuh bila penderita ingin dapat melakukan

pengendalian volunter terhadap ventilasi. Kapasitas ventilasi pada penderita ini

tidak akan normal.

Penderita trauma C5 dapat mrngrndalikan kepala, leher, bahu diafragma,

dan kadang-kadang dapat sedikit mengendalikan siku. Pada cedera setinggi C6,

pengendalian pergelangan tangan masih dapat dipertahankan sebagian. Trauma

setinggi C7, penderita dapat mengendalikan sebagian jari tangan. Trauma setinggi

C8 sampai T1 dapat mengendalikan jari tangannya dengan cukup baik, sehingga

dapat hidup bebas dan melakukan aktivitas sehari-hari.

Disrefleksia Autonom

Disebut juga hiperrefleksia merupakan reaksi yang berpotensi mengancam

nyawa dan dapat terjadi setiap saat setelah orang dengan transeksi medula spinalis

sebagian atau lengkap pulih dari syok spinal. Disrefleksia ditandai dengan respon

kardiovaskular generalisata dan tidak turun terhadap discharge dari sistem

simpatis, yang keluar dari bagian torasika dan lumbalis medula spinalis. Refleks

massa abnormal terjadi karena lesi medula spinalis mengganggu jaras

spinotalamikus normal, membawa impuls ke otak dari reseptor sensorik di bawah

lesi pada medulla. Akibatnya adalah keluarnya refleks simpatis dari bagian

torakolumbal medula spinalis di bawah lesi. Pada gilirannya, jaras motorik

autonom yang membawa impuls eferen kembali ke pembuluh darah perifer dan

visera terganggu oleh adanya lesi. Oleh karena itu, makin tinggi lesi (T6 atau di

atasnya), maka makin mungkin seorang individu mengalami disrefleksia autonom.

Respon ini biasanya dimulai dengan satu atau lebih impuls sensorik yang

berbahaya, seperti kandung kemih yang teregang, rektum yang penuh, pencukuran

kulit yang terdenervasi sebagian, atau ulkus dekubitus yang terpajan. Gangguan

impuls asenden mencetuskan aliran simaptis yang menyebabkan spasme arteriola

berat dan peningkatan tekanan darah. Hipertensi terjadi dalam reseptor sinus

karotikus dan aortikus dan dihantarkan ke medulla oblongata oleh CN IX dan

saraf sinus karotikus. Rangsangan paraismpatis menyebabkan denyut jantung

Page 18: Referat Medulla Spinalis

menurun secara kompensatorik, tetapi tekanan darah tetap meningkat dan bahkan

terus meningkat karena lesi medula spinalis mengganggu respon autonom

desendens yang secara normal memberikan timbal balik negatif terhadap aliran

simpatis dari medulla. Tanda- tanda hiperrefleksia autonom adalah hipertensi

mendadak dengan sistoliknya lebih dari 200 mmHg; bradikardi dengan denyut 30

hingga 40 kali/menit ; sakit kepala berat dan berdenyut; kulit kemerahan dan

berkeringat di atas tingkat lesi; serta pucat dan ”tegak bulu roma” akibat spasme

pilomotorik di bawah tingkat lesi. Pasien juga dapat mengalami mual dan kongesti

hidung.

Adanya hipertensi berat menyebabkan harus dilakukan penanganan segera

untuk mencegah cedera serebro vaskular atau stroke. Meninggikan kepala di atas

tempat tidur seringkali kan menurunkan tekanan darah karena adanya

pengumpulan vena yang terjadi dengan cedera medulla spinalis yang letaknya

tinggi. Penyebab rangsangan yang berbahaya dapat dibuang; pengosongan

kandung kemih atau usus yang penuh akan menyebabkan pemulihan. Yang serupa

dengan hal itu, pemantauan ketat akan regimen kandung kemih dan usus akan

sangat menurunkan insidensi disrefleksia. Krim naastesi yang diberikan pada anus

akan mencegah terjadinya disrefleksia ketika diberikan enema atau supositoria.

Pengobatan antihipertensi intravena seperti trimetafan kamsilat (arfonad), suatu

penyekat ganglionik, dapat diperlukan bila hipertensi tidak pulih secara efektif

oleh tindakan konservatif.

Cedera Medulla Spinalis Torakal-Lumbal-Sakral

Penderita cedera medula spinalis torakal(T), lumbal(L), atau sakral(S)

disebut paraplegia. Mekanisme cedera pada daerah ini pada umumnya merupakan

cedera fleksi akibat terjatuh pada bagian bokong, atau cedera hiperekstensi yang

keduanya menyebabkan fraktur kompresi. Diperlukan pukulan langsung yang

kuat untuk menyebabkna terjadinya fraktur korpus vertebra midtorasika, kecuali

jika sebelumnya vertebra memang sudah rapuh akibat osteoporosis atau

neoplasma.

Page 19: Referat Medulla Spinalis

Penderita paraplegia mampu hidup mandiri dengan melakukan berbagai

aktivitas sehari- hari; penderita yang mengalami cedera setinggi T2 sampai T12

tetap dapat mengendalikan anggota gerak atas dengan sempurna; pada cedera

setinggi L1 sampai L5, penderita mungkin masih dapat menggerakkan tungkainya

dengan sempurna, bergantung pada tingkat cederanya, penderita ini dapat

mengendalikan panggul, lutut, pergelangan kaki dan kaki, sehingga penderita

dapat berjalan dengan bantuan tongkat. Pada cedera setinggi S1 sampai S5

penderita dapat cukup mengendalikan kaki, tetapi mengalami disfungsi kandung

kemih dan usus.

Penatalaksanaan Cedera Medula Spinalis

Penanganan dan penatalaksanaan dini pada penderita cedera medula

spinalis sangat penting dilakukan untuk mencegah kerusakan neurologik lebih

lanjut. Penatalaksanaan sebelum masuk rumah sakit harus dilakukan seolah- olah

penderita mengalami cedera medula spinalis. Jenis trauma yang paling sering

menyebabkan cedera medula spinalis adalah kecelakaan lalu lintas, luka tembak,

kecelakaan sewaktu menyelam dan terjatuh.

Penanganan awal pada curiga medula spinalis adalah pada jalan napas,

ventilasi, oksigenasi dan dukungan sirkulasi sebelum resusitasi dan evaluasi

neurologik. Penderita cedera medula spinalis setinggi C4 atau lebih tinggi tidak

dapat bernapas spontan. Perasat jaw thrust telah dirancang untuk memperkecil

gerakan leher sewaktu dilakukan resusitasi. Prioritas utama adalah membuka jalan

napas yang efektif. Terdapat kontroversi tentang metode yang digunakan untuk

mengamankan jalan napas, metode yang dapat diterima adalah intubasi oral dan

krikotirotomi. Faktor kuncinya adalah stabilisasi leher di tempatnya (secara

manual mempertahankan leher pada posisi netral) selama tindakan intubasi

endotrakeal. Hipoksia harus dihilangkan secepat mungkin karena hipoksia sangat

berperan dalam terjadinya cedera sekunder yang menyertai trauma medula

spinalis. Rumatan MAP sebesar 100 mmHg memungkinkan perfusi medula

spinalis. Penyebab hipotensi harus ditentukan yaitu akibat syok hipovolemik

ataupun neurogenik . tujuannya adalah untuk memulihkan MAP ke tingkat

Page 20: Referat Medulla Spinalis

normotensif sementara menghindari pembebanan cairan yang berlebihan yang

menyebabkan pasien beresiko terkena gagal jantung dan edema paru. Hipotensi

jiuga diobati dengan vasopressor, seperti dobutamin dan dopamin yang memiliki

efek inotropik dan kronotropik. Penderita cedera di atas T6 memiliki resiko yang

lebih besar untuk terkena komplikasi sirkulasi akibat gangguan sistem saraf

simpatis. Akibatnya, pengisapan dalam akan merangsang reflek vasovagal yang

menyebabkan terjadinya henti jantung.

Metilprednisolon merupakan pengobatan standar bagi pengobatan medula

spinalis. Obat ini diberikan dalam 3 jam pertama setelah tejadinya cedera. Pasien

mendapatkan keuntungan dari pengobatan yang diberikan hingga 8 jam setelah

cedera.

Pengobatan primer untuk cedera servikalis adalah berkurangnya dan

stabilisasi fraktur yang paling baik dicapai dengan traksi skelet menggunakan tang

spatel atau kawat yang dimasukkan dalam tengkorak untuk mencapai dan

mempertahankan reduksi. Stabilisasi tercapai oleh reduksi anatomis dan oleh

tegangan ligamen spinal dan jaringan lunak daerah servikalis. Ekstensi ringan

pada leher menciptakan tegangan dalam ligamen spinal anterior.

Reduksi dislokasi fraktur pada medula spinalis torasika dan lumbalis tidak

lagi dianjurkan. Saat ini, pengobatan terdiri dari tirah baring hingga nyeri mereda.

Fraktur kompresi tunggal pada korpus vertebra, dengan angulasi fleksi medula

spinalis tanpa defisit medula spinalis dapat diobati dengan meletakkan penderita

pada alat yang didesain khusus, menggunakan perpanjangan terhadap regangan

ligamen spinal anterior dan memperluas korpus vertebra.

Terapi yang masih kontroversial adalah dekompresi bedah. Penanganan

cedera medula spinalis masih kontroversial. Dengan makin pahamnya para ahli

mengenai peristiwa molekular ynag mendasari, maka makin banyak strategi

pengobatan yang ditemukan. Terdapat beberapa area penelitian baru yang

menjajikan salah satu area penelitian yang penting adalah regenerasi neural pada

medula spinalis yang mengalami cedera.

Page 21: Referat Medulla Spinalis

Farmakoterapi

Farmakoterapi standar pada SCI berupa metilprednisolon 30 mg/kgBB

secara bolus intravena, dilakukan pada saat kurang dari 8 jam setelah cedera. Jika

terapi tersebut dapat dilakukan pada saat kurang dari 3 jam setelah cedera, terapi

tersebut dilanjutkan dengan metilprednisolon intravena kontinu dengan dosis 5,4

mg/kgBB/jam selama 23 jam kemudian. Jika terapi bolus metilprednisolon dapat

dikerjakan pada waktu antara 3 hingga 8 jam setelah cedera maka terapi tersebut

dilanjutkan dengan metilprednisolon intravena kontinu dengan dosis 5,4

mg/kgBB/jam selama 48 jam kemudian. Terapi ini efektif dimana terjadi

peningkatan fungsi sensorik dan motorik secara signifikan dalam waktu 6 minggu

pada cedera parsial dan 6 bulan pada cedera total. Efek dari metilprednisolon ini

kemungkinan berhubungan dengan efek inhibisi terhadap peroksidasi lipid

dibandingkan efek glukokortikoid. Antasid atau H2 antagonis ditujukan untuk

mencegah iritasi atau ulkus lambung.

Imobilisasi dan Traksi

Halo vest (Gambar 2) sering digunakan sebagai alat definitif untuk cedera

spina servikal. Philadelphia collar bersifat semirigid, sintetik foam brace dimana

pada dasarnya membatasi fleksi dan ekstensi tetapi membebaskan rotasi. Miami-J

collar bersifat mirip tetapi lebih kaku dan lebih nyaman untuk sandaran.

Page 22: Referat Medulla Spinalis

Gambar 2. Halo vest

(a) (b)

Gambar 3. Philadelphia collar (a) dan Miami-J collar (b)

Komplikasi

Pasien dengan SCI sering mengalami cedera multipel. Perlu untuk

mempertahankan volume intravaskular dengan aliran darah yang optimal yang

ditunjukkan oleh nilai hematokrit antara 30-34%. Hiperpireksia perlu dikontrol

Page 23: Referat Medulla Spinalis

secara agresif untuk mencegah cedera spinal lebih lanjut. Terjadinya demam

berdasarkan studi berhubungan dengan saluran kencing atau infeksi jaringan ikat.

a. Sistem Saraf

Dapat terjadi siringomyelia oleh karena pembesaran progresif ruangan

intramedular yang disebabkan oleh hematomyelia traumatik atau infark.

Diagnosis ditegakkan dengan MRI.

Dapat pula terjadi penghambatan medula spinalis (spinal cord

tethering) oleh karena fibrosis dan traksi pada segmen medula fungsional.

Spastisitas oleh karena kehilangan impuls inhibisi dari otak dapat

menghambat higiene dan posisi tubuh. Pengobatan berupa klonidin

transdermal, baclofen oral atau insersi permanen pompa baclofen

intratekal.

b. Sistem Respirasi

Sekitar 21% dari penyebab kematian pada SCI adalah komplikasi respirasi

terutama pada cedera di daerah servikal. Jika terjadi disfungsi otot bantu

napas pasien sebaiknya dalam posisi telentang. Higiene paru

dipertahankan dengan drainase postural dengan pemindahan manual setiap

2 jam atau fisioterapi dada. Fisioterapi diafragma dapat dikerjakan setiap

hari.

c. Sistem Urinarius

Dapat terjadi disfungsi kandung kemih dimana terjadi kelemahan kandung

kemih dengan overflow incontinentia oleh karena distensi, diikuti dengan

spastisitas kandung kemih setelah beberapa minggu atau beberapa bulan

ditandai dengan peningkatan frekuensi kencing. Pengobatan berupa

kateterisasi cepat dilanjutkan dengan kateterisasi intermiten. Infeksi

traktus urinarius adalah komplikasi umum disfungsi kandung kemih.

Penggunaan antibiotik profilaksis masih bersifat kontroversi.

d. Tromboembolisme

Baik deep vein thrombosis (DVT) maupun emboli paru bersifat umum

pada fase akut cedera spinal, yang terjadi oleh karena stasis vena, cedera

vaskuler pada trauma multipel, atau hiperkoagulabilitas. Profilaksis yang

Page 24: Referat Medulla Spinalis

direkomendasikan berupa penggunaan stoking selama 2 minggu setelah

cedera dan pemberian antikoagulan pada saat kurang dari 72 jam setelah

cedera. Dalam hal ini dapat diberikan heparin minidose (5000 unit

subkutan, 3 kali sehari). Antikoagulan berikutnya dapat diberikan untuk

mempertahankan PTT melebihi 1,5 kali kontrol. Antikoagulan distop 24

jam sebelum operasi dan dilanjutkan 6 jam setelah operasi. Dianjurkan

pengobatan profilaksis dilanjutkan hingga 2 bulan.

e. Gastrointestinal

Disfungsi gastrointestinal dapat menimbulkan ileus masif. Pemasangan

pipa nasogastrik diperlukan jika komplikasi ini dapat tidak bergejala

misalnya jika pasien menderita kuadriplegia. Pelunak feses maupun enema

dapat mempermudah pengosongan usus.

f. Jaringan Ikat dan Tulang

Komplikasi yang sering terjadi berupa ulkus dekubitus dimana dapat

dicegah dengan pemindahan pasien yang sering. Pengobatan ulkus

dekubitus berupa dressing, debridement, hingga flap rotasi.

Page 25: Referat Medulla Spinalis

POSTERIOR CORD SYNDROME

Definisi dan Epidemiologi

Posterior cord syndrome terjadi pada bagian belakang spinal cord.

Posterior cord syndrome disebut juga sebagai contusio cervicalis posterior.

Posterior cord syndrome sangat jarang ditemukan pada tipe incomplete Spinal

Cord Injury (SCI).

Gambar 4. Daerah cedera pada tipe posterior cord syndrome

Patofisiologi

Posterior cord syndrome terjadi bila sebuah objek ditekan ke bagian

belakang spinal cord. Posterior cord syndrome juga dihubungkan dengan cedera

hiperekstensi servikal. Gambar berikut menunjukkan cedera hiperekstensi.

Gambar 5. Cedera hiperekstensi

Page 26: Referat Medulla Spinalis

Hiperekstensi jarang terjadi pada daerah torakolumbal tetapi sering

ditemukan pada leher; pukulan pada muka atau dahi akan memaksa kepala ke

belakang dan tidak ada yang menyangga oksiput hingga kepala membentur bagian

atas punggung. Ligamen longitudinal anterior dan diskus dapat rusak. Riwayat

memar pada muka atau laserasi sering menunjukkan mekanisme cedera.

Pemeriksaan sinar-X tidak memperlihatkan fraktur tetapi film yang luas

memperlihatkan celah di antara bagian depan kedua corpus vertebrae. Cedera ini

stabil pada posisi netral dimana cedera ini harus dipertahankan dengan ban leher

selama 6 minggu.

Disebutkan bahwa posterior cord syndrome terjadi karena kompresi atau

kerusakan pada arteri spinalis posterior. Sesuai dengan asas-asas umum

vaskularisasi susunan saraf pusat, arteri spinalis posterior yang merupakan suatu

arteri terminal (end artery) dalam arti fungsional; yang berarti penyumbatan

pembuluh darah tersebut dapat menimbulkan degenerasi jaringan saraf yang

dilayaninya (dalam hal ini bagian posterior medula spinalis), oleh karena tidak

dapat terjadi pertumbuhan dan perkembangan suatu peredaran darah kolateral

secara efektif dan efisien. Arteri spinalis posterior merupakan cabang langsung

dari arteria vertebrales yang hanya terlihat jelas pada segmen servikal bagian

kranial atau langsung memperkuat plexus pialis setempat. Gambar berikut

menunjukkan vaskularisasi medula spinalis.

Page 27: Referat Medulla Spinalis

Gambar 6. Vaskularisasi medula spinalis

Secara klinis pasien memiliki fungsi spinotalamikus yang masih utuh

tetapi kehilangan fungsi traktus kortikospinalis dan posterior column. Pada

posterior column terdapat fasciculus dorsalis. Fasciculus dorsalis terdiri atas

fasciculus gracilis (Goll) dan fasciculus cuneatus (Burdach). Fasikulus ini

berfungsi menghantarkan impuls raba spesifik diskriminatif, proprioseptif dan

kinestetik ke talamus dan akhirnya mencapai korteks serebri. Reseptor rasa raba

spesifik terdapat pada corpusculum Meissner. Impuls-impuls proprioseptif timbul

akibat rangsangan pada reseptor di dalam otot lurik, tendo, sendi, atau capsula

articularis. Impuls ini selain berfungsi propriosepsi (tanpa disadari) juga

memberikan keterangan-keterangan kepada individu yang bersangkutan tentang

posisi dan pergerakan berbagai bagian tubuh (kinestesi). Serat yang menyusun

fasciculus dorsalis merupakan akson dari sel neuron besar unipolar berselubung

myelin yang tebal. Serat ini mengalami bifurcatio (percabangan); satu cabang

utama yang panjang berjalan ke arah kranial, dan satu cabang lainnya berakhir

dalam substansia grisea setempat. Cabang-cabang yang panjang ini berkumpul

Page 28: Referat Medulla Spinalis

membentuk fasiculus gracilis dan fasciculus cuneatus. Gambar berikut

menunjukkan pembentukan dan perjalanan fasciculus dorsalis.

Gambar 7. Pembentukan dan perjalanan fasciculus dorsalis

Gejala Klinis

Pasien biasanya tetap memiliki kekuatan otot yang masih utuh dan sensasi

suhu dan nyeri, tetapi kesulitan dalam mengkoordinasikan alat gerak. Tidak ada

sensasi getaran atau sensasi posisi. Propriosepsi menghilang oleh karena

kerusakan pada dorsal column.

Berjalan sangat sulit oleh karena kehilangan sensasi getaran. Pada situasi

ini pasien harus melihat ke kakinya untuk memastikan bahwa kakinya berada pada

posisi yang tepat sehingga pasien tidak akan jatuh. sumber lain menyebutkan

bahwa posterior cord syndrome dapat menimbulkan gejala nyeri dan parestesia

Page 29: Referat Medulla Spinalis

(sering bersifat membakar) pada leher, lengan atas, dan dada, dan timbulnya

gejala ataksia berat.

Prognosis

Prognosis posterior cord syndrome secara umum bersifat baik tetapi

prognosis ambulasi bersifat buruk. dimana banyak pasien mengalami kesulitan

berjalan karena kehilangan propriosepsi, dimana hal ini bermanifestasi sebagai

slapping gait (gaya berjalan pemungut puntung rokok) seperti pada tabes

dorsalis.

Dalam gaya jalan ini terlihat bahwa penderita selalu memperhatikan

kakinya. Matanya selalu melirik ke kakinya. Jalannya agak mengangkang dan

serta kakinya diangkat terlalu tinggi dan dijatuhkan terlalu keras ke lantai. Pada

penderita itu tes Romberg adalah positif.

Gambar 8. Gaya berjalan tabes dorsalis

Page 30: Referat Medulla Spinalis

PENYAKIT DEGENERATIF MEDULA SPINALIS

Pendahuluan

Penyakit degeneratif adalah istilah yang secara medis digunakan untuk

menerangkan adanya suatu proses kemunduran fungsi sel saraf tanpa sebab yang

diketahui, yaitu dari keadaan normal sebelumnya ke keadaan yang lebih buruk.

Penyebab penyakit sering tidak diketahui, termasuk diantaranya kelompok

penyakit yang dipengaruhi oleh faktor genetik atau paling sedikit terjadi pada

salah satu anggota keluarga (faktor familial) sehingga sering disebut penyakit

heredodegeneratif. Cowers tahun 1902 menekankan adanya istilah abiotrophy

untuk penyakit seperti tersebut di atas yang artinya menunjukkan adanya

penurunan daya tahan sel neuron dan mengakibatkan kematian dini. Konsep di

atas mewujudkan hipotesa bahwa proses penuaan (usia) dan penyakit degeneratif

dari sel mempunyai proses dasar yang sama.

Ada beberapa penyakit yang dahulu dimasukkan ke dalam penyakit

degeneratif, tetapi sekarang diketahui mempunyai suatu dasar gangguan

metabolik, toksik dan nutrisi (defisiensi zat tertentu) atau disebabkan suatu slow

virus. Dengan berkembangnya ilmu, memang banyak penyakit yang dulu

penyebabnya tidak diketahui akhirnya diketahui sehingga tidak termasuk penyakit

degeneratif. Sedangkan penyakit yang penyebabnya tidak diketahui dan

mempunyai kesamaan dimana terdapat disintegrasi yang berjalan progresif lambat

dari sistem susunan saraf dimasukkan ke dalam golongan ini.

Istilah yang agak membingungkan yaitu pemakaian yang tidak konsisten

dari istilah atrofi dan degeneratif, dua istilah ini digunakan pada penyakit

degeneratif. Spatz mengatakan bahwa gambarannya secara histopatologis berbeda.

Atrofi gambaran khasnya berupa proses pembusukan dan hilangnya neuron dan

tidak dijumpai produk degeneratif, hanya jarak antar sel yang melebar dan terjadi

fibrous gliosis. Degeneratif menunjukkan proses yang lebih cepat dari kerusakan

neuron, mielin dan jaringan dengan akibat timbulnya produk-produk degeneratif

dan reaksi fagositosis yang hebat dan gliosis selular. Jadi perbedaan atrofi dan

Page 31: Referat Medulla Spinalis

proses degeneratif yaitu pada kecepatan terjadinya dan tipe kerusakannya. Banyak

penyakit yang merupakan proses degeneratif ternyata diketahui kemudian

penyebabnya adalah proses metabolik. Tetapi ternyata pada kejadian atrofi, ada

beberapa yang dasarnya adalah gangguan metabolik juga.

Gambaran klinis umum penyakit degeneratif

1. Perjalanan penyakit lambat, setelah waktu yang lama dari fungsi saraf

yang normal, kemudian diikuti kemunduran fungsi susunan saraf tertentu

yang bersifat progresif lambat yang dapat berlanjut sampai beberapa tahun

atau puluhan tahun. Pasien sulit menentukan kapan penyakit mulai timbul.

Adanya riwayat kejadian yang dapat mempresipitasi terjadinya penyakit

degeneratif, misalnya kecelakaan, infeksi atau kejadian lain yang diingat

sebagai penyakit.

2. Kejadian penyakit yang sama dalam keluarga (bersifat familial)

3. Pada umumnya penyakit degeneratif pada sistem saraf akan terjadi terus

menerus, tidak dapat diperbaiki oleh tindakan medis atau bedah,

kadangkadang penyakit ini ditandai dengan periode yang stabil untuk

beberapa lama. Beberapa gejala dapat dikurangi dengan penatalaksanaan

yang baik, tetapi penyakitnya sendiri tetap progresif.

4. Bilateral simetris. Meskipun kadang-kadang misalnya pada Amyotrophic

lateral skelerosis mula-mula hanya mengenai satu anggota gerak atau salah

satu sisi tubuh, tapi dalam proses selanjutnya menjadi simetris.

5. Hanya mengenai daerah anatomis/fisiologi susunan saraf pusat secara

selektif. Misalnya ALS yang termasuk dalam Motor Neuron Disease yang

terkena adalah motor neuron di kortek serebral, batang otak dan medulla

spinalis dan terjadi ataksia yang progresif dimana hanya sel purkinye yang

terkena.

6. Secara histologis bukan hanya sel-sel neuron saja yang hilang tapi juga

dendrit, axon, selubung mielin yang tidak berhubungan dengan reaksi

jaringan dan respon selular.

Page 32: Referat Medulla Spinalis

7. Pada likuor serebrospinalis kadang-kadang terdapat sedikit peningkatan

protein, tetapi pada umumnya tidak menunjukkan kelainan yang berarti.

8. Karena menyebabkan kehilangan jaringan secara radiologis terdapat

pengecilan volume disertai perluasan ruang likuor serebrospinalis.

Permeabilitas sawar darah otak tidak berubah.

9. Laboratorium atau pemeriksaan penunjang lain sering memberikan hasil

yang negatif. Berbeda dengan penyakit susunan saraf pusat progresif lain

seperti tumor, infeksi, proses inflamasi lain.

10. Pemeriksaan neuroimaging dapat menunjukkan kelainan tertentu, sehingga

dapat membantu menyingkirkan golongan penyakit lain. Lesi pada medula

spinalis termasuk proses degeneratif akan memberikan gejala suatu lesi

intrameduler karena proses degeneratif memang terjadi pada medulla

spinalis secara selektif.

Gambaran klinis lesi medula spinalis

I. Mielopati transversa dimana sekuruh jaras asenden dan desenden terkena.

Sehingga terjadi gangguan motorik, sensorik dan vegetatif yang luas.

Penyebab yang tersering adalah trauma, tumor, multiple sklerosis, dan

penyakit pembuluh darah. Penyebab lainnya hematom epidural, abses,

hernia diskus intervertebralis, sindroma parainfeksi dan post vaksinasi.

II. Lesi yang mengenai bagian sentral medula spinalis. Contohnya

syringomieli, hydromieli, tumor intramedular. Medula spinalis dapat

terganggu mulai dari sentral kemudian meluas ke struktur lain dari medula

spinalis. Gambaran khasnya dalah suatu disosiasi sensibilitas. Dengan

berjalannya penyakit bagian anterior dapat terkena pada tingkat lesinya

dan mengakibatkan atrofi neurogenik sentral, parese dan arefleksia.

Perluasan ke lateral dapat menyebabkan sindrome Horner’s ipsilateral

(bila mengenai pusat siliospinal pada lesi di C8-T2), kiposkoliosis (bila

mengenai nukleus motorik dari dorsomedian dan ventromedian yang

mempersarafi otot para spinal), paralisa spastik di bawah lesi bila traktus

kortikospinalis terkena. Perluasan ke dorsal akan mengakibatkan putusnya

Page 33: Referat Medulla Spinalis

jaras dorsalis (untuk sensasi posisi dan rasa getar ipsilateral) dan dengan

terkenanya juga daerah ventrolateral akan menyebabkan gangguan suhu

dan nyeri pada medula spinalis di bawah lesi. Karena secara laminasi

traktus spinothalamikus sensasi servikal terletak dorsomedial dan sensasi

sakral terletak ventrolateral, pada lesi intraparenkimal dapat terjadi sensasi

sakral tidak terkena.

III. Lesi di kolumna posterolateral. Dapat terjadi secara selektif pada penyakit

Subacute combine degeneration pada defisiensi Vitamin B12 mielopati

vakuolar oleh sebab AIDS, servikal spondylosis. Terjadi gangguan

proprioseptif dan sensasi vibrarsi pada tungkai sebagai ataksia sensorik.

Ganguan traktus kortikospinal bilateral akan mengakibatkan spasitisitas,

hiperreflesi, dan refleks ekstensor bilateral. Akan tetapi reflek dapat

negative atau menurun bila disertai neuropati perifer

IV. Lesi di kolumna posterior, sering terjadi pada penyakit Tabes dorsalis

(neurosyphillis). Terjadi gangguan sensasi vibrasi dan posisi dan

penurunan rasa raba, juga mengakibatkan ambang sensasi mekanik, taktil,

postural, halusinasi, arah gerak dan posisi, sehingga akan timbul staksia

sensorik dan Romberg yang positif. Cara berjalan yang ataksik. Pasien

mengeluh nyeri ‘lancinating’ terutama tungkai. Dapat terjadi inkontinens

urine, reflek KPR dan APR yang negatif. Terdapat Lhermitte’s sign yang

disebabkan peningkatan sensitifitas mekanik pada kolumna dorsalis

dimana fleksi leher akan mengakibatkan peningkatan secara spontan unit-

unit sensoris yang aktif dan ikut sertanya serabut saraf yang lain.

V. Lesi di kornu anterior. Penyakit yang menyerang secara difus kornu

anterior misalnya adalah spinal muskular atrofi (misalnya infantile spinal

muscular atrophy in motor neuron disease). Bila bagian kornu anterior

terkena secara difus terjadi kelemahan secara difus, atrofi, fasikulasi

terjadi pada otot batang tubuh dan ekstremitas. Tonus otot menurun dan

ketegangan otot dapat menurun atau hilang. Gangguan sensorik tidak

terjadi karena jaras sensorik tidak terkena.

Page 34: Referat Medulla Spinalis

VI. Kombinasi lesi di kornu anterior dantraktus piramidalis. Hal ini secara

karakteristik terjadi pada Amyotrophic lateral sclerosis. Terjadi gangguan

secara difus dari lower motor neuron (progressive muscular atrophy,

parese, fasikulasi) yang bersamaan dengan gejala lesi UMN (parese,

spastisitas, reflek plantar ekstensor). Tidak ada gangguan sphincter urine

dan rektal tidak ada.

Klassifikasi penyakit degeneratif yang mengenai medula spinalis

I. Syndrome progressive dementia in combination with other neurologic

abnormalities.

a. Cortical spinal degeneration (Jakob) and the Dementia-Parkinson-

Amytrophic lateral sclerosis complex (gumanian and others)

b. Familial dementia with spastic paraparesis

II. Syndrome of progressive ataxia

a. Predominantly spinal forms of hereditary ataxia

i. Friedreich ataxia

ii. Strumpell-Lorrain

III. Syndorme of slowly developing muscular weakness and atrophy (nuclear

amiotrophy). Without sensory changes:

i. Amytrophic lateral sclerosis

ii. Progressive spinal muscular atrophy

iii. Progressive bulbar palsy

iv. Primary Lateral sclerosis

v. Heriditary forms of progressive muscular atrophy and

spastic Paraplegia

Corticostriatospinal degeneration (Parkinson-Dementia) and Amytrophic

lateral sclerosis complex.

Merupakan penyakit kronik yang mengenai pertengahan danakhir masa

dewasa dan secara klinis gambarannya adanya gangguan intelek dan tingkah laku,

Page 35: Referat Medulla Spinalis

kelemahan, ataksia, spastisitas anggota gerak dan gejala ekstrapiramidal: rigiditas,

gerakanjadi lambat, tremor, postur athetotic, disartri, likuorserebrospinalis normal.

Lesi terdapat difus dan terutama terdapat pada neuron terluar di frontal

temporal dan girus motorik sentralis, korpus striatum, thalamus ventral, nucleus

motorik batang otak. Pada salah satu dari kasus Jakob perubahan terutama terjadi

pada kornu anterior dan traktus kortikospinalis dari medula spinalis seperti ALS.

Penemuan tersebut menjadikan konsep penyakit ini adalah suatu proses

degenerative pada kortikospinalis dan sering merupakan penyakit yang terjadi

dalam hubungan keluarga sehingga disebut Creutzfeldt-Jakob disease.

Pasien akan mengalami rigiditas yang hebat, tanda piramidal, ALS yang

berkembang dalam beberapa tahun. Pada stadium akhir dari penyakit biasanya

pasien sadar, tetapi selalu harus dibantu dalam mengerjakan sesuatu, pasien tidak

dapat bicara, menelan dan menggerakkan anggota tubuh dan hanya dapat

menggerakkan bola mata. Fungsi intelek kurang terganggu dibanding motorik.

Penyakit berlangsung progresif dan berakhir fatal dalam 5 – 10 tahun.

Familial dementia with spastic paraparesis

Sering terjadi dengan pada anggota keluarga yang sama pada usia

pertengahan, dimana terjadi paraparese spastik dengan gangguan intelek secara

gradual. Kapasitas mental pasien berkurang secara gradual dan kapasitas untuk

berpikir tingkat tinggi terganggu. Timbul reflek tendo yang meningkat, klonus,

babinski. Berbeda dengan tipe yang dominan, tipe yang diturunkan secara resesif

sering mengenai lebih banyak sistem saraf dan menimbulkan demnetia, ataksia

serebeller dan epilepsi. Gambaran patologi: selain plak senile, dan perubahan

neurofibrillary, terdapat demielinisasi pada masa putih subkortikal dan korpus

kalosum, area yang bercak-bercak tapi meluas dari pembengkakan arteriol, yang

dengan pewarnaan menunjukkan suatu amyloid. Familial spastic paraplegia dapat

juga disertai ataksia cerebellar yang progresif dimana terjadi pula degenerasi

spinocerebellar.

Ataksia Friedreich

Page 36: Referat Medulla Spinalis

Adam memasukkan pula sindrome ataksia yang progresif yaitu ataksia

herediter dengan predominan pada medula spinalis. Penyakit yang termasuk di

sini adalah Ataksia Friedreich. Penyakit ini menurun secara resesif dengan

perubahan patologis dominan pada kolomna posterior, traktus spinoserebellaris,

dan traktus kortikospinalis. Gejala umumnya timbul pada usia muda, 50%

terdapat pada usia kurang dari 10 tahun. Penyakit ini berjalan secara progresif dan

biasanya setelah 5 tahun pasien tak dapat berjalan lagi. Laki-laki lebih sering

terkena dari pada wanita. Rata-rata usia kematian adalah 26,5 pada penyakit yang

diturunkan secara resesif, dan 39,5 tahun pada penyakit yang diturunkan secara

dominan.

Gejala klinis

1. Terjadi ataksia sensorik maupun serebeller, terjadi inkoordinasi dari kedua

tungkai bawah. Mula-mula pasien sulit berdiri cepat dan berlari, kemudian

timbul kelelahan, nyeri pada tungkai, kaku setelah latihan berat. Dapat

terjadi kelemahan pada tangan setelah gangguan berjalan, kemudian bicara

jadi rero, lambat, tidak jelas dan eksposif, lengan jadi ataksik dan dapat

disertai intensio tremor. Akhirnya bicara, bernafas, menelan dan tertawa

jadi tak terkoordinasi.

2. Rasa getar dan posisi dapat terganggu selanjutnya rasa raba, suhu dan

nyeri terganggu. Romberg positif

3. Reflek tendo kedua tungkai ini menghilang akibat terputusnya jaras

sensorik dari lengkung reflek

4. Refleks Babinski +

5. Sering terjadi deformitas pada kaki. Terjadi pes cavus dengan arkus

plantaryang tinggidan terjadi retraksi pada sensi jari dan fleksi sendi

interphlalang

6. Nystagmus + (biasanya horisontal)

7. Peningkatan reflek rahang

Page 37: Referat Medulla Spinalis

8. Dapat disertai ketulian, vertigo, otik atrofi, kardiopati (pada setengah

kasus). Gejala tersebut mirip dengan penyakit degenerasi spinocerebeller

yang herediter, tetapi biasanya pada penyakit ini reflek meningkat.

Gambaran patologi

Medula spinalis tampak mengecil, kolumna posterior, traktus

kortikospinalis, dan spinocerebeller mengandung jaringan medula dan terdapat

gliosis fibrosis. Sel saraf pada kolumna Clarks dan sel saraf yang panjang dari

ganglia rasiks dorsalis terutama daerah lumbosakral berkurang. Sel Betz

berkurang tetapi traktus kortikospinalis relatif tak terganggu. Terdapat

pengurangan sel-sel saraf pada sarah otak VIII, X, XII. Hilangnya sel saraf tingkat

ringan sampai sedang juga terjadi pada nukleus dentatus dan pedunkulus

sereblaris superior. Penyusutan sel Purkinye di vermis superior dan neuron-neuron

yang berhubungan dengan nukleus olivari inferior. Otot miokardial juga

mengalami degenerasi dan diganti oleh mippag dan fibroblas.

Therapi trial dengan Physostigmin tablet 60 mg/hari, Thyrotropin

releasing hormon, choline chloride, lecithin, 5 hidroksi triptophan dan benserazide

tidak memperoleh hasil yang memuaskan. Strumpell Lorrain yaitu bentuk familial

spastic paraplegia disertai dengan atrofi optic dan spastisitas yang berat.

Motor system disease.

Istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kelainan degenerative pada

medula spinalis, batang otak, korteks motorik, yang secara klinis ditandaidengan

kelemahan otot, atrofi, tanda traktus kortikospinalis pada beberapa variasi

kombinasi. Penyakit mengenai usia pertengahan dan hampir semuanya kematian

terjadi dalam 2 – 6 tahun atau lebih tergantung kasusnya.

Page 38: Referat Medulla Spinalis

AMYTROPHIC LATERAL SCLEROSIS

Adalah penyakit degeneratif yang progresif akibat degenerasi motor

neuron di kornu anterior medula spinalis, batang otak dan korteks serebri, dengan

manifestasi berupa kelemahan dan atrofi dari otot-otot yang dipersarafi, disertai

tanda-tanda gangguan (degenerasi) traktus kortikospinalis dan beberapa variasi

lainnya. Biasanya tanpa atau hanya sedikit gangguan sensibilitas atau serabut non

motor lainnya. Etiologi diketahui pasti, ada dugaan penyebabya adalah suatu

infeksi virus (misalnya polio virus latent), toksin dari lingkungan (Beta methyl

amino L alanine), faktor genetik, ada hubungannya dengan lymphoma, logam

berat (Pb, Mn, Co, Fe, Zn, Hg), trauma, gangguan pada DNA, imunologi,

gangguan metabolisme glutamat. Angka kejadian diperkirakan antara 0,4-1,4

kasus tiap 100.000 populasi dengan rata-rata menyerang dekade ke IV, V, VI, VII.

Jarang pada usia kurang dari 35 tahun. Perbandingan laki-laki dan wanita berkisar

antara 1,1:1 sampai 2:1. Lebih banyak mengenai kulit putih dibandingkan kulit

hitam.

Secara klinis ALS dibagi dalam beberapa tipe yaitu:

1. Progressive muscular atrophy

Pada tipe ini terjadi proses degeneratif dari motorneuron di kornu anterior

medula spinalis dengan manifestasi klinis kelemahan dan atrofi otot-otot badan

dan anggota gerak yang terlihat pada stadium awal dari penyakitnya. Lesi yang

terjadi biasanya mulai dari daerah servikal medula spinalis, dengan kelemahan,

atrofi dan fasikulasi otot-otot intrinsik tangan, walaupun bisa juga dimulai di

sembarang tempat di kornu anterior medula spinalis. Sebagai gejala awal bias juga

dimulai dengan kelemahan dan atrofi otot-otot kaki dan paha, sedang otototot

ekstremitas atas masih baik. Kasus yang jarang, kelemahan dimulai dari pada

lengan bagian proksimal yang kemudian meluas ke distal. Pada tipe ini traktus

kortikospinalis tidak terkena, sehingga reflek tendo menurun atau negatif.

Fasikulasi otot bervariasi antara ada dan tidak. Perbandingan antara pria : wanita

Page 39: Referat Medulla Spinalis

yaitu 3,6 ; 1. Five years survival rate 72% bila onset kurang dari 50 tahun dan bila

40% bila onset lebih dari 50 tahun.

2. Progressive bulbar palsy

Adalah tipe ALS dimana terjadi proses degeneratif pada inti-inti saraf otak

di batang otak, terutama bagian bawah. Manifestasi klinis:

Kelemahan dan atrofi dari otot-otot faring, lidah dan wajah. Pada stadium

awal akan memberikan gejala atau kesukaran untuk mengucapkan t,n,r,l b,m,p,f,

dan k,g, yang akhirnya suara penderita menjadi tidak dipahami. Bicara sulit juga

disebabkan karena spastisitas dari lidah, pharing dan laring yang kemudian diikuti

kelemahan atrofi.

Reflek pharing menghilang dan gerakan palatum serta pita suara tidak

sempurna waktu sedang bicara. Terdapat gangguan mengunyah, menelan, otot-

otot paring tidak bisa mendorong makanan masuk ke oesophagus, sehingga air

dan makanan akan masuk ke trakhea atau kembali lagi ke hidung. Dapat terlihat

fasikulasi lidah dan jawjerk yang positif.

3. Primary lateral sclerosis

Tipe ini sangat jarang. Proses degeneratif yang terjadi di korteks cerebri

pada area Broadman’s 4 dan 6, dan terlihat proses degeneratif sekunder pada

traktus kortikospinalis. Gejala yang timbul berupa:

• Kelemahan dan spastisitas dari otot-otot badan dan anggota

gerak, biasnya dimulai pada ekstremitas bawah

• Tidak dijumpai atrofi dan fasikulasi

• Reflek regang yang meningkat dan reflek plantar ekstensor

bilateral

• Hilangnya reflek superfisial tetapi tidak ada gangguan sensoris.

4. Tipe campuran

Sering dijumpai dengan gambaran klinis merupakan kombinasi dari

bentuk 1,2,3. Pada pemeriksaan didapatkan adanya atrofi, fasikulasi, kelemahan

Page 40: Referat Medulla Spinalis

anggota gerak bawah, atas, peningkatan reflek tendon dan ekstensor plantar positif

bilateral. Selanjutnya bila inti batang otak terkena akan menyebabkan disfagi

disartri dan kelemahan otot wajah, tidak terdapat gangguan sensorik.

5. Spinal monomelic amyotrophic

Didapatkan adanya unilateral amyotrophic yang terbatas pada 1 anggota

gerak.

Kriteria ALS menurut El Escorial:

Diagnosis ALS memerlukan tanda-tanda:

1. Tanda LMN

2. Tanda UMN

3. Terdapat progresifitas dari penyakit

Subklasifikasi untuk kriteria diagnostik:

• Definite ALS:

UMN + LMN dengan 3 regio* seperti ALS yang tipikal

• Probable ALS:

UMN + LMN dengan 2 regio dengan tanda UMN dan tanda LMN

• Possible ALS:

UMN + tanda LMN dengan 1 regio atau tanda UMN dengan 2 atau 3 regio,seperti

monomelic ALS, Progressive bulbar palsy, dan Primary lateral sclerosis.

• Suspected ALS:

LMN dengan 2 atau 3 regio seperti progressive muscular atrophy atau sindroma

motorik lain.

*Regio termasuk: batang otak, brachial, thoraks, trunk, crural.

Patologi:

Gambaran patologi dasar dari ALS yang telah lama dikenal adalah sebagai

berikut:

• Hilangnya motor neuron di kornu anterior medula spinalis dan batang otak

Page 41: Referat Medulla Spinalis

• Hilangnya sel Betz pada korteks serebri dan degenerasi pada traktus

kortikospinalis.

Ditemukan hilangnya sel saraf pada kornu anterior medula spinalis. Sisa

sel yang bertahan bentuknya kecil dan penuh dengan lipofuchsin. Hilangnya sel

diganti dengan jaringan fibrosit dari astrosit. Sel saraf yang besar dan panjang

terkena lebih dahulu dari yang berukuran lebih kecil. Radiks anterior menjadi

kecil dan kehilangan serabut bermielinisasi besar pada saraf motorik. Otot-otot

memperlihatkan gambaran atrofi karena denervasi pada berbagai stadium.

Whitehouse et all menemukan berkurangnya reseptor muskarinik, kolinergik,

glisinergik, benzodiazepam pada medula spinalis dimana terjadi proses degenerasi

pada motor neuronnya. Degenerasi pada traktus kortikospinalis lebih sering terjadi

pada bagian bawah medula spinalis. Dengan pewarnaan lemak terlihat akumulasi

makrofag sebagai respon adanya degenerasi mielin. Terdapat hilangnya sel Betz

di kortek motorik. Serabut pada funikuli ventral dan lateral berkurang,

mengakibatkan gambaran yang pucat pada pewarnaan mielin. Mc-Menemey

menginterpretasikan bila mengenai juga bagian non-motor neuron disebut sebagai

motor system disease. Tetapi peneliti lain menganggap bahwa hal tersebut

dikarenakan hilangnya kolateral dari motor neuron pada lamina propria. Pada

ALS dengan demensia terdapat kehilangan neuron yang luas dan gliosis di

premotor area terutama girus superiorfrontal dan korteks inferolateral dari lobus

temporal.

Diagnostik:

Harus disingkirkan penyakit lainnya melalui pemeriksaan penunjang:

1. EMG: menunjukkan adanya fibrilasi, fasikulasi, atrofi dan

denervasi, KHST normal, kadang-kadang dijumpai adanya giant

action potential

2. Biopsi otot: terdapat atrofi dari fasikulus otot bercampur dengan

fasikulus yang normal

3. Peningkatan enzim otot

Page 42: Referat Medulla Spinalis

4. LP: LCS normal

5. Mielografi: normal

6. MRI: terdapat peningkatan intensitas signal

Penanganan ALS:

Karena sampai sekarang etiologi masih belum jelas, belum ada pengobatan

yang tepat. Penanganan yang dapat dilakukan adalah terapi konservatif dan

fisioterapi.

Prognosa:

Pasien dapat hidup 10-15 tahun dari awitan. Bila terdapat gangguan pada

otot-otot untuk menelan prognosanya lebih jelek.

Heredofamilial forms of progressive muscular atrophy and spastic parpaplegia

Wednig Hoffman Disease (Infantile progressive spinal muscular atrophy)

Merupakan bentuk klasik dari spinal muskular atrofi tipe herediter (Tipe

I). SMA ini ditandai dengan kelemahan akibat terkenanya seluruh otot sebelum

usia 3 tahun. Diturunkan secara autosomal resesif, insiden 1:20.000 kelahiran

hidup, dan 1/3 kasus sudah terlihat pada saat lahir karena kurangnya aktifitas dan

adanya deformitas. 95% dari kasus onset dimulai sebelum usia 4 bulan.

Kelemahan umum, hipotoni, sukar makan adalah gejala utama. Bila terdapat

kesusahan bernapas merupakan gejala fatal. Pasien ini umumnya bertahan sampai

6 bulan sesudah onset dan 95% meninggal pada usia 18 bulan. Fasikulasi terlihat

jelas pada lidah atau tempat lain maupun pada pemeriksaan EMG. Secara

patologis didapat kerusakan motor neuron yang berat tetapi sel tetap ada, yang

terjadi adalah pembesaran sel dan kromatolisis, atrofi radiks motorik sedang

radiks sensorik normal. Pada otot skeletal terjadi denervasi yang berat dan hampir

merata.

Spinal muscular atrophy type II (infantil kronik/late infantil)

Page 43: Referat Medulla Spinalis

Onset relatif lambat dibanding tipe I, umumnya muncul sebelum usia 2

tahun. Gambaran klinis: terjadinya kelemahan otot. Kira-kira 25% bayi dapat

duduk tanpa dibantu dan dapat belajar berjalan. Fasikulasi dan atrofi lidah positif

tapi fasikulasi tak ditemui pada anggota gerak. Reflek tendon menghilang.

Progresifitas lambat usia harapan hidup bervariasi dari 14-30 tahun. Skoliosis

terjadi pada pasien yang tidak difisioterapi, lebih lanjut terjadi gangguan respirasi,

adanya deformitas akan memperburuk keadaan.

Chronic proximal spinal muscular atrophy (PSMA, Wohlfart-Kugelberg-

Welander Syndorme)

Gangguan mengenai otot proksimal dari anggota gerak dan berkembang

sangat lambat. Sepertiga kasus terjadi sebelum usia 2 tahun dan 50% antara 3-18

tahun. Laki-laki lebih sering terkena, terutama pada usia remaja dan tua. Bentuk

ini diturunkan pada gen autosom resesif dan sexlinked. Kelemahan dan atrofi

biasanya terjadi secara lambat dimulai digelang panggul dan otot proksimal

lengan. Biasanya simetris sejak awal penyakit. Fasikulasi dijumpai pada setengah

dari status. Bila bagian distal dari anggota gerak terkena maka reflek tendon

hilang, otot bulbar dan traktus kortikospinalis tidak terkena, meskipun Babinski

dapat muncul dan berhubungan dengan ophthalmoplegia. Pada EMG dapat

ditemukan fasikulasi spontan dan denerval khronis, pada biopsi otot ditemukan

atrofi neural dan hipertrofi serabut dan hilangnya dan proses degenratif pada

kornu anterior. Pada pemeriksaan enzim didapatkan enzim CPK yang meninggi.

Bentuk fokal penyakit ini:

1. Scapulohumeral. Biasanya jinak tetapi dapat berkembang dengan

cepat. Pada orang dewasa kematian terjadi dalam 3 tahun oleh

karena respiratory failure.

2. Scapuloperoneal. Bentuk ini terdapat pada dewasa muda dan

dewasa. Atrofi melibatkan otot scapula dan pariscapula dan bagian

anterior dari tungkai.

Page 44: Referat Medulla Spinalis

3. Miopati okuler. Otot yang terkena adalah otot wajah dan okuler

(biasanya hanya satu otot yang terkena), terdapat pada anak dan

dewasa

4. Fazio Londe. Bentuk yang paling progresif, dimulai dari usia dini,

atrofi otot yang meliputi neuron motorik bulbar sehingga terjadi

kelemahan otot okuler, wajah, faring. Kematian biasanya karena

respiratory faulure.

Hereditary spatic paraplegia or diplegia

Penyakit diturunkan secara otosomal dominan, jarang resesif dan onset

dapat dimulai sejak masa kanak-kanak sampai orang tua. Gambaran klinis:

• Timbulnya keleahan yang bersifat spastik secara gradual pada

tungkai yang mengakibatkan kesukaran berjalan

• Reflek tendon yang meningkat dengan reflek plantar ekstensor

• Sensorik dan fungsi saraf lain normal. Bila terjadi mulai kanak-

kanak, kaki jadi melengkung dan memendek dan terdapat

pseudokontraktur dari otot betis, mengakibatkan jalannya

menggunakan ujung jari-jari. Kadang-kadang lutut tampak fleksi

ringan dan lengan ekstensi serta adduksi

• Otot lengan terkena dalam berbagai tingkatan. Tangan jadi kaku,

lemah, bicara disartri

• Fungsi sphincter tak terganggu

• Sering bersamaan dengan nistagmus, kelemahan saraf otak, optik

atrofi, degenerasi makular pigmentasi, ataksia, epilepsi, dementia

• Gambaran patologi menunjukkan degenerasi dari traktus

kortikospinalis, penipisan dari kolumna Goll, terutama regio

lumbal dan traktusspinocerebellaris. Dilaporkan juga terdapat

berkurangnya sel Betz di kornu anterior.

Variants of familial spastic paraplegia

Page 45: Referat Medulla Spinalis

a. Hereditary spastic paraplegia with spinocerebellar and ocular

synptoms. Terjadi gangguan gaze. Manifestasi ataksia

spinocerebellar dimulai pada dekade 4 dan 5 dimana terjadi

kelemahan tungkai, perubahan mood, tertawa dan menangis yang

patologik, disartri dan diplopia, disetesia anggota gerak, dan

terganggunya kontrol kandung kencing. Reflek tendon positif

dengan bilateral babinski. Gangguan sensorik dimulai pada ujung

distal ekstremitas

b. Hereditary spastic paraplegia with ekstrapiramidal symptoms.

Terdapat tremor saat istirahat dan bekerja, rigiditas parkinson,

gerakan lidah yang distonia dan gerakan athetoid dari anggota

gerak.

c. Hereditary spastic paraplegia with optic atrophy (Behr syndrome)

d. Hereditary spastic paraplegia with retinal degeneration. (Kjellin

syndrome). Paraplegi spastik dengan amiotrophy, oligophrenia dan

degenerasi retina sentral. Bila terdapat ophtalmoplegi disebut

Barnard Scholz syndrome

e. Hereditary spastic paraplegia with mental retardation or dementia

f. Hereditary spastic paraplegia with polyneuropathy

Page 46: Referat Medulla Spinalis

PENYAKIT YANG OLEH DE JONG JUGA DIMASUKKAN DALAM

PENYAKIT DEGENERATIF

Tabes dorsalis

Penyakit ini merupakan suatu bentuk neurosiphilis yang secara patologis

ditandai dengan terjadinya degenerasi pada radiks posterior dan kolumna dorsalis

medula spinalis. Keadaan ini merupakan 1,3 – 5% dari penderita neurosiphilis.

Gejala klinis timbul sesudah lebih dari 10 sampai 20 tahun infeksi primer,

sehingga umumnya penderita Tabes dorsalis berumur 40-60 tahun. Gejala klinis:

• Hilangnya sensasi proprioseptif mengakibatkan ataksia sensoris

(sekunder terhadap kerusakan funikulus dorsalis)

• Terkenanya radiks posterior dan ganglion dorsalis menyebabkan

nyeri radiks, rasa terikat, penurunan reflek dan terlambatnya reaksi

nyeri

• Dapat terjadi gangguan fungsi kandung kemih tipe atonik,

inkontinentia alvi, impotens, gangguan tropik dengan akibat

timbulnya lesi ulseratif dan atropati tip charchot.

Multipel sklerosis

Merupakan penyakit yang dapat menyerang secara luas sistem saraf pusat

danbelum diketahui dengan jelas sebabnya. Penyakit ini ditandai dengan bercak-

bercak demielinisasi yang tersebar terutamapada masa putih. Bercak ini pada

tingkat lanjut berupa bercak sklerotik yang tersebar perivaskuler. Angka kejadian

sklerosis ditemukan sangat tinggi di Eropa Barat, dapat mencapai 80/100.000

penduduk. Umumnya serangan pertama terjadi pada umur muda 20-40 tahun,

kadang-kadang umur 12-15 tahun. Laki-laki lebih sering dari wanita. Keadaan ini

pada 60-90% penderita diikuti gejala remisis dan relaps. Gejala klinis:

• Neuromielitis optika, selain adanya neuritis optika (biasanya

unilateral 45%) juga disertai adanya mielopati yang progresif

disertai nyeri dan parestesi

• Terdapat 3 bentuk spinal dari multipel sklerosis:

Page 47: Referat Medulla Spinalis

� Bentuk spinal dengan gejala paraplegia spastik yang

progresif

� Bentuk dengan lesi spinal unilateral sehingga gejala klinis

dapat berupa gejala brownn sequard yang parsial

� Bentuk sakral. Bercak lesi terdapat di konus sehingga

terdapat gejala konus. Lesi medula spinalis dapat berupa

mielitis tranversa atau ascending.

• Gejala motorik umumnya terdapat kelemahan otot tanpa atrofi

(spastik parese), bila ditemukan atrofi umumnya hanya pada otot

kecil tangan.

• Reflek regang meningkat, hilangnya reflek superfisial, gangguan

piramidal disertai gangguan proprioseptif dan ataksi sensorik.

• Gejala Lhermitte yang positif danbermacam gejala sensibilitas •

Kontrol spincter sering terganggu

• Pada 70% penderita terdapat gejala nistagmus, tremor intension

dan bicara meletup-letup dan disebut sindroma charcot.

Gambaran patologi: terjadi gliosis dan demielinisasi pada fasikulus grasilis

dan juga atrofi dari ganglion. Terjadi perivascular lymphocytic cuffing dan dapat

terjadi iskemi sekunder yang menyebabkan gangguan proprioseptif dan

kelemahan yang progresif dari ekstremitas bawah.

Posterolateral sklerosis

Ditandai dengan perubahan patologis yang mengenai terutama kolumna

lateral (jaras piramidal) dan funikulus posterior. Gambaran klinis ditandai dengan

kelemahan dan hiperrefleksi akibat terganggunya traktus piramidalis, hilangnya

sensasi propioseptif dengan ataksia sensoris, dapat terjadi gangguan otonomik dari

kandung kencing dan rektum dan impotensi.Penyakit tersebut diatas sering

berhubungan dengan anemi pernisiosa, gangguan defisiensi lain seperti pellagra,

DM, ketuaan, multipel sklerosis. Contoh penyakit yang terkenal adalah subacute

Page 48: Referat Medulla Spinalis

combined degeneration dan Mieloneuropati tropika (yang terdiri atas tropikal

ataksi neuropati dan tropical spastik paraparese)

a. Subacute combined degeneration

Terjadi pada ± 16% pasien dengan defisiensi vitamin B12

Patologi: Kekurangan vitamin B12 akan mengganggu melalui siklus

Krebs sehingga terbentuk asam lemak yang tidak normal dan

mengganggu pembentukan mielin. Gejala klinis:

• Parestesi dimulai dari bagian distal ke proksimal dengandistribusi

simetris pada keempat anggota gerak

• Terdapat parese yang spastik akibat gangguan traktus

kortikospinalis

• Reflek tendon bisa menurun atau meningkat, reflek patologis

positif (50%)

• Dapat terjadi disfungsi kandung kemih, gangguan mental dan

visual

b. Mieloneuropati tropika dibagi atas 2 grup:

i. Tropikal ataksi neuropati dengan gejala utama sensori

ataksia

ii. Tropikal spastik paraparese dengan predominan spastik

paraplegi dengan minimal defisit neurologi Etilogi

mieloneuropati tropika: defisiensi Vitamin B12, keracunan

cassava, viral, pemakaian daun Lathyrus.

Tropikal ataksi neuropati

Faktor predisposisi adalah kehamilan, laktasi, penyakit malnutrisi. Gejala

klinis dimulai dengan parestesi bagian distal tungkai, disertai baal, gangguan

sensorik pada kolumna posterior, perubahan tonus otot, gait ataksia, bilateral optik

atrofi (hilangnya visus), tuli perseptif dan gejala LMN.

Tropikal spastik paraparese

Page 49: Referat Medulla Spinalis

Gangguan terutama adalah terkenanya traktus piramidalis dan dapat pula

mengenai kolumna posterior. Predominan dapat mengenai lumbal mengakibatkan

gangguan berjalan, jalan jadi lemah dan kaku, lebih dari setengahnya asimetris,

hiperrefleksi dan babinski bilateral. Perjalanan penyakit berlangsung subakut

sampai kronis. Dapat timbul defisit sensorik terutama nyeri dan suhu dengan

segmental tidak jelas.

Menurut penelitian dapat terjadi pada infeksi Human-TLimphotropic Virus

Tipe I dan terjadi mielopati yang bersifat khronis progresif. Angka kejadian yaitu

1/250 penderita HTLV-1. Gambaran patologi: terjadi degenerasi dan demielinisasi

yang mengenai traktus piramidalis, dpinicerebeller, spinothlamikus. Terjadi

penebalan hyelinoid dari tunika adventitta dan media pembuluh darah otak,

medula spinalis dan ruang subrahnois dimana pembuluh darah tampak dikelilingi

lekosit, astrosit gliosis dan makrofag dan terjadi vakuolisasi di pinggir dari lesi.

Siringomieli

Merupakan suatu penyakit dimana terjadi perubahan patologik yang terdiri

dari gliosis, nekrosis dan kavitasi pada bagian sentral medula spinalis dan sering

meluas ke medula ( siringobulbi). Sering terjadi dengan kelainan perkembangan

dan gangguan pembuluh darah yang mengakibatkan insufisiensi vaskuler pada

area yang terkena. Dapat terjadi pada trauma, kompresi, lesi ekstrameduler, post

infeksi yang dapat dibedakan dari siringomieli. Degenerasi terjadi pada pelebaran

servikal dan dimulai paad regio ireguler. Kanalnya sendiri tidak selalu ikut dengan

proses. Onset dapat terjadi pada usia 25-40 tahun, dapat terjadi beberapa bulan

sampai 20 tahun sesudah terjadinya trauma, 15 tahun setelah arakhnoiditid TBC.

Gejala klinis:

• Dengan terkenanya jaras dekusatio sensorik gambaran utamanya

adalah hilangnya rasa nyeri dan suhu pada dermatom tersebut

sedangkan rasa raba masih baik.

• Bila proses sudah mengenai bagian kornu anterior akan terjadi

parese fokal, atrofi dan fasikulasi juga terganggunya kolumna

intermedilateral dengan akibat terganggunya sistem otonom

Page 50: Referat Medulla Spinalis

• Selanjutnya dapat terjadi penekanan jaras kortikospinalis dengan

parese tipe UMN dan terputusnya jaras spinotalamikus lateral

dengan akibat gangguan tropik.

Page 51: Referat Medulla Spinalis

TUMOR MEDULA SPINALIS

Definisi

Tumor medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam tulang

belakang atau isinya dan biasanya menimbulkan gejala-gejala karena keterlibatan

medula spinalis atau akar-akar saraf. (Price sylvia anderson, 1995).

Epidemiologi

Insiden dari semua tumor primer medula spinalis sekitar 10% sampai 19%

dari semua tumor primer susunan saraf pusat. (SSP), dan seperti semua tumor

pada aksis saraf, insidennya meningkat seiring dengan umur. Prevalensi pada jenis

kelamin tertentu hampir semuanya sama, kecuali pada meningioma yang pada

umumnya terdapat pada wanita, serta ependymoma yang lebih sering pada laki-

laki. Sekitar 70% dari tumor intradural merupakan ekstramedular dan 30%

merupakan intramedular.

Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma,

astrositoma dan hemangioblastoma. Ependymoma merupakan tumor intramedular

yang paling sering pada orang dewasa. Tumor ini lebih sering didapatkan pada

orang dewasa pada usia pertengahan(30-39 tahun) dan lebih jarang terjadi pada

usia anak-anak. insidensi ependidoma kira-kira sama dengan astrositoma. Dua per

tiga dari ependydoma muncul pada daerah lumbosakral.

Diperkirakan 3% dari frekuensi astrositoma pada susunan saraf pusat

tumbuh pada medula spinalis. Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi

yang tersering pada tiga dekade pertama. Astrositoma juga merupakan tumor

spinal intramedular yang tersering pada usia anak-anak, tercatat sekitar 90% dari

tumor intramedular pada anak-anak dibawah umur 10 tahun, dan sekitar 60% pada

remaja. Diperkirakan 60% dari astrositoma spinalis berlokasi di segmen servikal

dan servikotorakal. Tumor ini jarang ditemukan pada segmen torakal, lumbosakral

atau pada conus medialis.

Page 52: Referat Medulla Spinalis

Hemangioblastoma merupakan tumor vaskular yang tumbuh lambat

dengan prevalensi 3% sampai 13% dari semua tumor intramedular medula

spinalis. Rata-rata terdapat pada usia 36 tahun, namun pada pasien dengan von

Hippel-Lindau syndrome (VHLS) biasanya muncul pada dekade awal dan

mempunyai tumor yang multipel. Rasio laki-laki dengan perempuan 1,8 : 1.

Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan

meningioma. Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan

insidensi laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan

tersering pada daerah lumbal.

Meningioma merupakan tumor kedua tersering pada kelompok intradural-

ekstramedullar tumor. Meningioma menempati kira-kira 25% dari semua tumor

spinal. Sekitar 80% dari spinal meningioma terlokasi pada segmen thorakal, 25%

pada daerah servikal, 3% pada daerah lumbal, dan 2% pada foramen magnum.

Jumlah tumor medula spinalis mencakup kira-kira 15 % dari seluruh

neoplasma susunan saraf. Sebagian besar tumor-tumor intradural tumbuh dari

konstituen seluler medula spinalis dan filum terminale, akar saraf atau meningens.

Metastasis ke dalam kompartemen intradural kanalis spinalis jarang terjadi

(paraganglioma, neoplasma melanositik).

Insiden 10 per 100.000 penduduk per tahun . Usia muda dan pertengahan

dewasa mendominasi. Tumor Intrameduler lebih sering pada anak-anak. Tumor

Extrameduler lebih sering pada dewasa. Pada laki-laki dan wanita sama-sama

sering terjadi. Sebagian besar tumor primer medula spinalis tumbuh pada

intradural. Lokasi tumor medula spinalis : Thorak (50%), lumbal (30%), servikal

(20%).

Tumor medula spinalis yang paling sering pada intrameduler adalah

glioma. Tipe lainnya yang sering adalah astrositoma, ependimoma, dan

ganglioglioma, lebih jarang hemangioblastoma dan tumor neuroektodermal

primitif.

Etiologi

Page 53: Referat Medulla Spinalis

Faktor Resiko tumor dapat terjadi pada setiap kelompok Ras, insiden

meningkat seiring dengan pertambahan usia, faktor resiko akan meningkat pada

orang yang terpajan zat kimia tertentu (Okrionitil, tinta, pelarut, minyak pelumas),

namun hal tersebut belum bisa dipastikan. Pengaruh genetik berperan serta dalam

tibulnya tumor, penyakit sklerosis TB dan penyakit neurofibomatosis.

Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi

kebanyakan muncul dari pertumbuhan sel normal pada tempat tersebut. Riwayat

genetik terlihat sangat berperan dalam peningkatan insiden pada keluarga tertentu

atau syndromic group (neurofibromatosis). Astrositoma dan neuroependymoma

merupakan jenis yang tersering pada pasien dengan neurofibromatosis tipe 2, yang

merupakan kelainan pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat terjadi

pada 30% pasien dengan von hippel-lindou syndrome sebelumnya,yang

merupakan abnormalitas dari kromosom 3.

Klasifikasi

Tumor pada medulla spinalis dapat dibagi menjadi tumor primer dan

tumor metastasis. Kelompok yang dominan dari tumor medula spinalis adalah

metastasis dari proses keganasan di tempat lain. Tumor medula spinalis dapat

dibagi menjadi tiga kelompok, berdasarkan letak anatomi dari massa tumor.

Pertama, kelompok ini dibagi dari hubungannya dengan selaput menings spinal,

diklasifikasikan menjadi tumor intradural dan tumor ekstradural. Selanjutnya,

tumor intradural sendiri dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu tumor yang

tumbuh pada substansi dari medula spinalis itu sendiri –intramedullary tumours-

serta tumor yang tumbuh pada ruang subarachnoid (extramedullary). Tumor

Medula Spinalis terdiri atas :

a. Tumor Intradural

Berbeda dengan tumor ekstradural tumor intradural pada umumnya jinak.

b. Tumor Ekstramedular

Terletak diantara durameter dan medula spinalis, sebagian besar tumor di

daerah ini merupakan neurofibroma atau meningioma jinak

c. Tumor Intramedular

Page 54: Referat Medulla Spinalis

Berasal dari dalam medula spinalis itu sendiri.

d. Tumor Ekstradural

Tumor ekstradural terutama merupakan metastase dari lesi primer di

payudara, prostat, tiroid, paru-paru, ginjal, dan lambung.

e. Tumor ekstradural pada umumnya berasal dari kolumna vertebralis atau

dari dalam ruangan ekstradural. Neoplasma ekstradural dalam ruangan

ekstradural biasanya karsinoma dan limfoma metastase.

Patofisiologi

Kondisi patofisiologi akibat tumor medula spinalis disebabkan oleh

kerusakan dan infiltrasi, pergeseran dan dekompresi medula spinalis dan

terhentinya suplai darah atau cairan serebrospinal. Derajad gejala tergantung dari

tingkat dekompresi dan kecepatan perkembangan, adaptasi bisa terjadi dengan

tumor yang tumbuh lamban, 85 % tumor medula spinalis jinak.

Terutama tumor neoplasma baik yang timbul ekstramedula atau intra

medula. Tumor sekunder atau tumor metastase dapat juga mengganggu medula

spinalis dan lapisannya serta ruas tulang belakang.

Tumor ekstramedular dari tepi tumor intramedural pada awalnya

menyebabkan nyeri akar sarat subyektif. Dengan pertumbuhan tumor bisa muncul

defisit motorik dan sensorik yang berhubungan dengan tingkat akardan medula

spinalis yang terserang. Karena tumor membesar terjadilah penekanan pada

medula spinalis. Sejalan dengan itu pasien kehilangan fungsi semua motor dan

sensori dibawah lesi/tumor.

Tumor medula spinalis, yang dimulai dari medula spinalis, sering

menimbulkan gejala seperti pada sentral medula spinalis, termasuk hilang rasa

nyeri segmental dan fungsi temperatur. Tambahan pula fungsi sel-sel tanduk

anterior seringkali hilang, terutama pada tangan. Seluruh jalur sentral yang dekat

benda kelabu menjadi disfungsi. Hilangnya rasanyeri dan sensori suhu dan

kelemahan motorik berlangsung sedikit demi sedikit, bertambah berat dan

menurun. Motorik cauda dan fungsi sensorik yang terakhir akan hilang, termasuk

hilang fungsi eliminasi fecal dan urine. (Long C, Barbara, 1996)

Page 55: Referat Medulla Spinalis

Manifestasi Klinis

Gambaran klinik dari tumor pada aksis spinal tergantung dari fungsi pada

daerah anatomis yang terkena. Tumor medulla spinalis dapat menyebabkan gejala

lokal dan distal dari segmen spinal yang terkena ( melalui keterlibatan traktus

sensorik dan motorik pada medula spinalis.) akibat organisasi anatomik dalam

medula spinalis, maka kompresi lesi-lesi diluar medula spinalis biasanya

menimbulkan gejala dibawah tingkat lesi. Tingkat gangguan sensorik naik secara

berangsur-angsur bersama dengan meningkatnya kompresi, dan melibatkan

daerah yang lebih dalam. Lesi yang terletak jauh didalam medula apinalis

mungkin tidak menyerang serabut-serabut yang terletak sperfisial, dan hanya

menimbulkan disosiaasi sensorik, yaitu sensasi nyeri dan suhuyang hilang, dan

sensasi raba yang masih utuh. Kompresi medula spinalis akan mengakibatkan

ataksia karena mengganggu sensasi posisi.

Gambaran klinik pada tumor medulla spinalis sangat ditentukan oleh

lokasi serta posisi pertumbuhan tumor dalam kanalis spinalis.

1. Gejala klinik berdasarkan lokasi tumor

a. Tumor foramen magnum

Gejala awal dan tersering adalah nyeri servikalis posterior yang

disertai dengan hiperestesi dermatom daerah vertebra servikalis 2 (C2).

Setiap aktivitas yang meningkatkan tekanan intrakranial (misal, batuk,

mengedan, mengangkat barang atau bersin) dapat memperburuk nyeri.

Gejala tambahan adalah gangguan sensorik dan motorik pada tangan

dengan pasien yang melaporkan kesulitan menulis atau memasang

kancing. Perluasan tumor menyebabkan kuadraplegia spastik dan

hilangnya sensasi secara bermakna. Gejala lainnya adalah pusing,

disatria, disfagia, nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan muntah,

serta atrofi otot sternokleidomastiodeus dan trapezius. Temuan

neurologik tidak selalu timbul tetapi dapat mencakup hiperrefleksia,

rigiditas nuchal, gaya berjalan spastic, palsy N.IX sampai XI, dan

kelemahan ekstremitas.

Page 56: Referat Medulla Spinalis

b. Tumor daerah servikal

Lesi daerah servikal menimbulkan gejala sensorik dan motorik

mirip lesi radikular yang melibatkan bahu dan lengan dan mungkin

juga melibatkan tangan. Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian

atas diduga disebabkn oleh kompresi suplai darah ke kornu anterior

melaui arteria spinalis anterior. Pada umumnya terdapat kelemahan

dan artrofi gelang bahu dan lengan. Tumor servikalis yang lebih

rendah ( C5, C6, C7) dapat menyebabkan hilangnya refleks tendon

ekstremitas atas (biseps,brakhioradialis, triseps). Defisit sensorik

membentang sepanjang tepi radial lengan bawah dan ibu jari pada

kompresi C6, melibatkan jari tengah dan jari telunjuk pada lesi C7; dan

lesi C7 menyebabkan hilangnya sensorik jari telunjuk dan jari tengah.

c. Tumor daerah thorakal

Penderita lesi daerah thorakal seringkali datang dengan kelemahan

spastik yang timbul perlahan pada ekstremitas bagian bawah dan

kemudian mengalami parastesia. Pasien dapat mengeluh nyeri dan

perasaan terjepit dan tertekan pada dada dan abdomen, yang mungkin

dikacaukan dengan nyeri akibat intrathorakal dan intraabdominal. Pada

lesi thorakal bagian bawah, refleks perut bagian bawah dan tanda

beevor dapat menghilang.

d. Tumor daerah lumbosakral

Kompresi segmen lumbal bagian atas tidak mempengaruhi refleks

perut, namun menghilangkan refleks kremaster dan mungkin

menyebabkan kelemahan fleksi panggul dan spastisitas tungkai bawah.

Juga terjadi kehilangan refleks lutut dan refleks pergelangan kaki dan

tanda babynski bilateral. Nyeri umunya dialihkan ke selangkangan.

Lesi yang melibatkan lumbal bagian bawah dan segmen-segmen sakral

bagian atas menyebabkan kelemahan dan atrofi otot-otot perineum,

betis dan kaki. Hilangnya sensasi daerah perianal dan genitalia yang

disertai gangguan kontrol usus dan kandung kemih merupakan tanda

khas lesi yang mengenai daerah sakral bagian bawah.

Page 57: Referat Medulla Spinalis

e. Tumor kauda ekuina

Lesi dapat menyebabkan nyeri radikular yang dalam., kelemahan

dan atrofi dari otot-otot termasuk gluteus, otot perut, gastrocnemius,

dan otot anterior tibialis. Refleks APR mungkin menghilang, muncul

gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tanda-tanda khas lainnya

adalah nyeri tumpul pada sakrum dan perineum yang kadang-kadang

menjalar ke tungkai. Paralisis flaksid terjadi sesuai dengan radiks saraf

yang terkena dan terkadang asimetris. Refleks lain dapat terpengaruh

tergantung letak lesi.

2. Perjalanan klinis tumor berdasarkan letak tumor dalam kanalis spinalis .

a. Lesi Ekstradural

Perjalanan klinis yang lazim dari tumor ektradural adalah kompresi

cepat akibat invasi tumor pada medula spinalis, kolaps kolumna

vertebralis, atau perdarahan dari dalam metastasis. Begitu timbul

gejala kompresi medula spinlis, maka dengan cepat fungsi medula

spinalis akan hilang sama sekali. Kelemahan spastik dan hilangnya

sensasi getar dan posisi sendi dibawah tingkat lesi merupakan tanda

awal kompresi medula spinalis.

b. Lesi Intradural

- Intradural Ekstramedular

Lesi medula spinalis ekstramedular menyebabkan kompresi

medula spinalis dan radiks saraf pada segmen yang terkena.

Sindrom Brown-Sequard mungkin disebabkan oleh kompresi

lateral medula spinalis.Sindrom akibat kerusakan separuh medula

spenalis ini ditandai dengan tanda-tanda disfungsi traktus

kortikospinalis dan kolumna posterior ipsilateral di bawah tingkat

lesi. Pasien mengeluh nyeri, mula-mula di punggung dan kemudian

di sepanjang radiks spinal. Seperti pada tumor ekstradural, nyeri

diperberat oleh traksi oleh gerakan, batuk, bersin atau mengedan,

dan paling berat terjadi pada malam hari. Nyeri yang menghebat

pada malam hari disebabkan oleh traksi pada radiks saraf yang

Page 58: Referat Medulla Spinalis

sakit, yaitu sewaktu tulang belakang memanjang setelah hilangnya

efek pemendekan dari gravitasi. Defisit sensorik mula-mula tidak

jelas dan terjadi di bawah tingkat lesi (karena tumpah tindih

dermaton). Defisit ini berangsur-angsur naik hingga di bawah

tingkat segmen medula spinalis. Tumor pada sisi posterior dapat

bermanifestasi sebagai parestesia dan selanjutnya defisit sensorik

proprioseptif, yang menambahkan ataksia pada kelemahan. Tumor

yang terletak anterior dapat menyebabkan defisit sensorik ringan

tetapi dapat menyebabkan gangguan motorik yang hebat.

- Intradural Intramedular

Tumor-tumor intramedular tumbuh ke bagian tengah dari

medula spinalis dan merusak serabut-serabut yang menyilang serta

neuron-neuron substansia grisea. Kerusakan serabut-serabut yang

menyilang ini mengakibatkan hilangnya sensasi nyeri dan suhu

bilateral yang meluas ke seluruh segmen yang terkena, yang pada

gilirannya akan menyebabkan kerusakan pada kulit perifer. Sensasi

raba, gerak, posisi dan getar umumnya utuh kecuali lesinya besar.

Defisit sensasi nyeri dan suhu dengan utuhnya modalitas sensasi

yang lain dikenal sebagai defisit sensorik yang terdisosiasi.

Perubahan fungsi refleks renggangan otot terjadi kerusakan pada

sel-sel kornu anterior. Kelemahan yang disertai atrofi dan

fasikulasi disebabkan oleh keterlibatan neuron-neuron motorik

bagian bawah. Gejala dan tanda lainnya adalah nyeri tumpul sesuai

dengan tinggi lesi, impotensi pada pria dan gangguan sfingter.

Pemeriksaan

a. Pemeriksaan diagnostik secara umum dapat dilakukan :

- Pemeriksaan sinar X

- CT. Scan

- MRI

- Analisa Gas Darah

Page 59: Referat Medulla Spinalis

- Elektrolit

b. Tumor Ekstradural

- Radiogram tulang belakang

Akan memperlihatkan osteoporosis atau kerusakan nyata pada korpus

vertebra dan pedikel

- Myelogram

Memastikan lokalisasi tumor

- Pemeriksaan LCS

Akan memperlihatkan peningkatan kadar protein dan kadar glukosa

yang normal

c. Tumor Intradural

- Radiogram tulang punggung

Memperlihatkan pembesaran foramen dan penipisan pedikel yang

berdekatan.

- Myelogram

Menentukan lokalisasi yang cepat.

Pemeriksaan radiologi merupakan modalitas utama dalam pemeriksaan

radiologis untuk mediagnosis semua tipe tumor medula spinalis adalah MRI. Alat

ini dapat menunjukkan gambaran ruang dan kontras pada struktur medula spinalis

dimana gambaran ini tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan yang lain.4

Tumor pada pembungkus saraf dapat menyebabkan pembesaran foramen

intervertebralis. Lesi intra medular yang memanjang dapat menyebabkan erosi

atau tampak berlekuk-lekuk (scalloping) pada bagian posterior korpus vertebra

serta pelebaran jarak interpendikular.

Mielografi selalu digabungkan dengan pemeriksaan CT. tumor intradural-

ekstramedular memberikan gambaran filling defect yang berbentuk bulat pada

pemeriksaan myelogram. Lesi intramedular menyebabkan pelebaran fokal pada

bayangan medula spinalis.

Pada pasien dengan tumor spinal, pemeriksaan CSS dapat bermanfaat

untuk differensial diagnosis ataupun untuk memonitor respon terapi. Apabila

Page 60: Referat Medulla Spinalis

terjadi obstruksi dari aliran CSS sebagai akibat dari ekspansi tumor, pasien dapat

menderita hidrosefalus. Punksi lumbal harus dipertimbangkan secara hati- hati

pada pasien tumor medula spinalis dengan sakit kepala (terjadi peninggian tekasan

intrakranial).

Pemeriksaan CSS meliputi pemeriksaan sel-sel malignan (sitologi), protein

dan glukosa.Konsentrasi protein yang tinggi serta kadar glukosa dan sitologi yang

normal didapatkan pada tumor-tumor medula spinalis, walaupun apabila telah

menyebar ke selaput otak, kadar glukosa didapatkan rendah dan sitologi yang

menunjukkan malignansi. Adanya xanthocromic CSS dengan tidak terdapatnya

eritrosit merupakan karakteristik dari tumor medula spinalis yang menyumbat

ruang subarachnoid dan menyebabkan CSS yang statis pada daerah kaudal tekal

sac.

Diagnosis

Diagnosis tumor medula spinalis diambil berdasarkan hasil anamnesis dan

pemeriksaan fisis serta penunjang. Tumor ekstradural mempunyai perjalanan

klinis berupa fungsi medula spinalis akan hilang sama sekali disertai Kelemahan

spastik dan hilangnya sensasi getar dan posisi sendi dibawah tingkat lesi yang

berlangsung cepat. Pada pemeriksaan radiogram tulang belakang, sebagian besar

penderita tumor akan memperlihatkan gejala osteoporosis atau kerusakan nyata

pada pedikulus dan korpus vertebra. Myelogram dapat memastikan letak tumor.

Pada tumor ekstramedular, gejala yang mendominasi adalah kompresi

serabut saraf spinalis, sehingga yang paling awal tampak adalah nyeri, mula-mula

di punggung dan kemudian di sepanjang radiks spinal. Seperti pada tumor

ekstradural, nyeri diperberat oleh traksi oleh gerakan, batuk, bersin atau

mengedan, dan paling berat terjadi pada malam hari. Nyeri yang menghebat pada

malam hari disebabkan oleh traksi pada radiks saraf yang sakit, yaitu sewaktu

tulang belakang memanjang setelah hilangnya efek pemendekan dari gravitasi.

Defisit sensorik berangsur-angsur naik hingga di bawah tingkat segmen medulla

spinalis. Pada tomor ekstramedular, kadar proteid CSS hampir selalu meningkat.

Radiografi spinal dapat memperlihatkan pembesaran foramen dan penipisan

Page 61: Referat Medulla Spinalis

pedikulus yang berdekatan. Seperti pada tumor ekstradural, myelogram, CT scan,

dan MRI sangat penting untuk menentukan letak yang tepat.

Pada tumor intramedular, Kerusakan serabut-serabut yang menyilang pada

substansia grisea mengakibatkan hilangnya sensasi nyeri dan suhu bilateral yang

meluas ke seluruh segmen yang terkena, yang pada gilirannya akan menyebabkan

kerusakan pada kulit perifer. Sensasi raba, gerak, posisi dan getar umumnya utuh

kecuali lesinya besar. Defisit sensasi nyeri dan suhu dengan utuhnya modalitas

senssi yang lain dikenal sebagai defisit sensorik yang terdisosiasi. Radiogram

akan memperlihatkan pelebaran kanalis vertebralis dan erosi pedikulus. Pada

myelogram, CT scan, dan MRI, tampak pembesaran medulla spinalis.

Diagnosis Banding

Tumor medula spinalis harus dibedakan dari kelainan-kelainan lainnya

pada medula spinalis. Beberapa diferensial diagnosis meliputi : transverse

myelitis, multiple sklerosis, syringomielia, syphilis,amyotropik lateral sklerosis

(ALS), anomali pada vertebra servikal dan dasar tengkorak, spondilosis, adhesive

arachnoiditis, radiculitis cauda ekuina, arthritis hipertopik, rupture diskus

intervertebralis, dan anomaly vascular.

Multiple sklerosis dapat dibedakan dari tumor medula spinalis dari

sifatnya yang mempunyai masa remisi dan relaps. Gejala klinis yang disebabkan

oleh lesi yang multiple serta adanya oligoklonal CSS merujuk pada multiple

sklerosis. Transverse myelitis akut dapat menyebabkan pembesaran korda spinalis

yang mungkin hampir sama dengan tumor intramedular.

Diferensial diagnosis antara syringomielia dan tumor intramedular sangat

rumit, karena kista intramedular pada umumnya berhubungan dengan tumor

tersebut. Kombinasi antara atrofi otot-otot lengan dan kelemahan spastic pada

kaki pada ALS mungkin dapat membingungkan kita dengan tumor servikal.

Tumor dapat disingkirkan apabila didapatkan fungsi sensorik yang normal,

adanya fasikulasi, dan atrofi pada otot-otot kaki. Spondilosis servikal, dengan atau

tanpa rupture diskus intervertebralis dapat menyebabkan gejala iritasi serabut

Page 62: Referat Medulla Spinalis

saraf dan kompresi medulla spinalis. Osteoarthritis dapat didiagnosis melalui

pemeriksaan radiologi.

Anomali pada daerah servikal atau pada dasar tengkorak, seperti

platybasia atau klippel-feil syndrome dapat didiagnosis melalui pemeriksaan

radiologi. Kadang kadang arakhnoiditis dapat memasuki sirkulasi dalam medulla

spinalis yang dapat menunjukkan gejala seperti lesi langsung pada medulla

spinalis. Pada arakhnoiditis, terdapat peningkatan protein CSS yang sangat berarti.

Tumor jinak pada medulla spinalis mempunyai ciri khas berupa

pertumbuhan yang lambat namun progresif selama bertahun-tahun. Apabila

sebuah neurofibroma tumbuh pada radiks dorsalis, akan terasa nyeri yang

menjalar selama bertahun-tahun sebelum tumor ini menunjukkan gejala-gejala

lainnya yang dikenali dan didiagnosis sebagai tumor. Sebaliknya, onset yang tiba-

tiba dengan defisit neurologis yang berat, dengan atau tanpa nyeri, hampir selalu

mengindikasikan suatu tumor ekstradural malignan, seperti karsinoma metastasis

atau limfoma.

Penatalaksanaan Dan Terapi

Penatalaksanaan terdiri atas :

- Stabilisasi : fusi spinal

- Pengobatan : relaksan otot, transquilizer, anti koagulan, laksatif, antasida

dan steroid.

- Tumor Ekstradural :

o Laminektomie

o Hormon, radiasi dan kemoterapi merupakan pengobatan tambahan

- Tumor Intradural :

o Pengangkatan dengan pembedahan

Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun

ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk

menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis

secara maksimal. Kebanyakan tumor intradural-ekstramedular dapat direseksi

Page 63: Referat Medulla Spinalis

secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post

operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif

secara histologist dan tidak secara total di hilangkan melalui operasi dapat diterapi

dengan terapi radiasi post operasi.

Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla spinalis adalah :

a. Pembedahan

Pembedahan sejak dulu merupakan terapi utama pada tumor

medulla spinalis. Pengangkatan yang lengkap dan defisit minimal post

operasi, dapat mencapai 90% pada ependymoma, 40% pada astrositoma

dan 100% pada hemangioblastoma. Pembedahan juga merupakan

penatalaksanaan terpilih untuk tumor ekstramedular. Pembedahan, dengan

tujuan mengangkat tumor seluruhnya, aman dan merupakan pilihan yang

efektif. Pada pengamatan kurang lebih 8.5 bulan, mayoritas pasien

terbebas secara keseluruhan dari gejala dan dapat beraktifitas kembali.

b. Terapi radiasi

Tujuan dari terapi radiasi pada penatalaksanaan tumor medulla

spinalis adalah untuk memperbaiki kontrol lokal, serta dapat

menyelamatkan dan memperbaiki fungsi neurologik. Tarapi radiasi juga

digunakan pada reseksi tumor yang inkomplit yang dilakukan pada daerah

yang terkena.

c. Kemoterapi

Penatalaksanaan farmakologi pada tumor intramedular hanya

mempunyai sedikit manfaat. Kortikosteroid intravena dengan dosis tinggi

dapat meningkatkan fungsi neurologis untuk sementara tetapi pengobatan

ini tidak dilakukan untuk jangkawaktu yang lama. Walaupun steroid dapat

menurunkan edema vasogenik, obat-obatan ini tidak dapat menanggulangi

gejala akibat kondisi tersebut. Penggunaan steroid dalam jangka waktu

lama dapat menyababkan ulkus gaster, hiperglikemia dan penekanan

system imun dengan resiko cushing symdrome dikemudian hari. Regimen

kemoterapi hanya meunjukkan angka keberhasilan yang kecil pada terapi

Page 64: Referat Medulla Spinalis

tumor medulla spinalis. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya sawar

darah otak yang membatasi masuknya agen kemotaksis pada CSS.

Prognosis

Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai

prognosis yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan

pada kasus-kasus ini. Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya

pasien dapat terkontrol dalam waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah

pembedahan sangat bergantung pada status pre operatif pasien. Prognosis semakin

buruk seiring meningkatnya umur (>60 tahun).