7
BAB I PENDAHULUAN Trauma medula spinalis dapat didefinisikan sebagai semua bentuk cedera yang mengenai medula spinalis baik langsung maupun tidak langsung, yang menimbulkan kelainan fungsi utamanya (motorik, sensorik, otonom, dan reflek) secara sebagian. Trauma medula spinalis merupakan salahsatu penyebab utama disabilitas neurologis akibat trauma. 1,2 Menurut pusat data nasional trauma medula spinalis (National Spinal ord ! Statistical enter#NS!S 2$$%) sekitar 2$$.$$$ orang sekarang ini hidup dengan trauma medula spinalis di &merika Serikat dengan 1' sampai %$ kasus baru per "ut atau kira kira terdapat 12.$$$ 2$.$$$ kasus baru trauma medula spinalis mumnya ter"adi pada rema"a dan de*asa muda (usia 1+ $ tahun), dan biasanya le banyak ter"adi pada laki laki (-$ ) daripada *anita. /enyebab trauma m terbanyak ialah kecelakaan kendaraan bermotor (%+ ), "atuh (22 ), kekerasan (1+ trauma yang ter"adi ketika berolahraga (12 ). 0i !ndonesia, insidens trauma medula spinali diperkirakan $ %$ per satu "uta penduduk per tahun, dengan sekitar -.$$$ 1$.$$ tahun. Trauma pada tulang belakang ini dapat menimbulkan fraktur atau dislokasi. 2,%,' /enanganan akut pada penderita cedera medula spinalis dimulai pada saat di ter"adi cedera dan difokuskan pada tu"uan primer pengobatan yaitu, memaksimalkan neurologik, memulihkan alignment normal, men"aga sel yang masih hidup agar terhi kerusakan lan"ut, menstimulasi pertumbuhan akson dan koneksitasnya, serta mencegah ter"adinya komplikasi sekunder. 2,' &ngka mortalitas diperkirakan %- dalam 2% "am pertama dan lebih kurang -$ meninggal di tempat ke"adian, ini disebabkan ertebra ser ikalis yang memiliki yang paling besar, dengan le el tersering ', diikuti %, + dan kemudian T12, 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi 1

Referat Medulla Spinalis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma medula spinalis dapat didefinisikan sebagai semua bentuk cedera yang mengenai medula spinalis baik langsung maupun tidak langsung, yang menimbulkan kelainan fungsi utamanya (motorik, sensorik, otonom, dan reflek) secara lengkap atau sebagian. Trauma medula spinalis merupakan salah satu penyebab utama disabilitas neurologis akibat trauma.1,2 Menurut pusat data nasional trauma medula spinalis (National Spinal Cord Injury Statistical Center/NSCISC 2004) sekitar 200.000 orang sekarang ini hidup dengan adanya trauma medula spinalis di Amerika Serikat dengan 15 sampai 40 kasus baru per juta orang atau kira-kira terdapat 12.000-20.000 kasus baru trauma medula spinalis setiap tahun. Umumnya terjadi pada remaja dan dewasa muda (usia 16-30 tahun), dan biasanya lebih banyak terjadi pada laki-laki (80%) daripada wanita. Penyebab trauma medula spinalis terbanyak ialah kecelakaan kendaraan bermotor (46%), jatuh (22%), kekerasan (16%), dan trauma yang terjadi ketika berolahraga (12%).3 Di Indonesia, insidens trauma medula spinalis diperkirakan 30-40 per satu juta penduduk per tahun, dengan sekitar 8.000-10.000 kasus per tahun. Trauma pada tulang belakang ini dapat menimbulkan fraktur atau dislokasi.2,4,5

Penanganan akut pada penderita cedera medula spinalis dimulai pada saat dicurigai terjadi cedera dan difokuskan pada tujuan primer pengobatan yaitu, memaksimalkan pulihnya neurologik, memulihkan alignment normal, menjaga sel yang masih hidup agar terhindar dari kerusakan lanjut, menstimulasi pertumbuhan akson dan koneksitasnya, serta mencegah terjadinya komplikasi sekunder.2,5

Angka mortalitas diperkirakan 48% dalam 24 jam pertama dan lebih kurang 80% meninggal di tempat kejadian, ini disebabkan vertebra servikalis yang memiliki resiko utama yang paling besar, dengan level tersering C5, diikuti C4, C6 dan kemudian T12, L1 dan T10.2BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1. Anatomi

Medula spinalis dibagi menjadi 31 segmen dengan masing-masing ada sepasang akar serabut saraf motorik di bagian anterior dan sensoris di bagian dorsal. Pada tiap sisi, akar serabut saraf anterior dan dorsal menyatu menjadi saraf spinal saat keluar dari kolumna vertebra melewati neuroforamina.6 Tiga puluh satu pasang saraf spinal yaitu:7-10a. 8 pasang saraf servikal b. 12 pasang saraf torakalc. 5 pasang saraf lumbald. 5 pasang saraf sakral e. 1 pasang saraf koksigeal

Gambar 1. Tiga puluh satu pasang saraf spinal8Medula spinalis terbentang dari foramen magnum sampai dengan L1. Medula spinalis terletak di kanalis vertebralis, dan dibungkus oleh tiga meninges yaitu duramater, arakhnoid dan piamater. Syaraf Spinal dilindungi oleh tulang vertebra, ligamen, meningen spinal dan juga cairan LCS (liquor cerebro spinal). LCS mengelilingi medulla spinalis di dalam ruang subarakhnoid. Bagian superior dimulai dari bagian foramen magnum pada tengkorak, tempat bergabungnya dengan medula oblongata. Medula spinalis berakhir di inferior di region lumbal. 7-10Gambar 2. Anatomi Medula Spinalis8Struktur medula spinalis terdiri dari substansi abu-abu (substansia grissea) yang dikelilingi substansia putih (substansia alba). Pada potongan melintang, substansia grissea terlihat seperti huruf H dengan kolumna yang dihubungkan dengan commisura grissea yang tipis. Didalamnya terdapat kanalis sentralis yang kecil. Substansi grissea mengandung badan sel, dendrit dan neuron eferen, akson tak bermyelin, saraf sensoris dan motoris, serta akson terminal dari neuron. Bagian posterior sebagai input atau aferen, anterior sebagai output atau eferen, comissura grissea untuk refleks silang dan substansi alba merupakan kumpulan serat saraf bermyelin. Fungsi medula spinalis:7-10a. Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu di kornu motorik atau kornu ventralis.

b. Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks tungkai

c. Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju serebelum.

d. Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh. Gambar 3. Potongan melintang anatomi medula spinalis82.2. Definisi Trauma medula spinalis dapat didefinisikan sebagai semua bentuk cedera akibat trauma atau non trauma yang mengenai medula spinalis baik langsung maupun tidak langsung, yang menimbulkan kelainan fungsi utamanya (motorik, sensorik, otonom, dan reflek) secara lengkap atau sebagian.1

Kelainan motorik yang timbul dapat berupa kelumpuhan atau gangguan gerak dan fungsi otot-otot, gangguan sensorik berupa hilangnya sensasi pada area tertentu sesuai dengan area yang dipersarafi oleh level vertebra yang terkena, serta gangguan sistem otonom berupa gangguan pada fungsi bladder, bowel dan juga adanya gangguan fungsi seksual.7,11,122.3. Epidemiologi

Menurut pusat data nasional trauma medula spinalis (National Spinal Cord Injury Statistical Center/NSCISC 2004) sekitar 200.000 orang sekarang ini hidup dengan adanya trauma medula spinalis di Amerika Serikat dengan 15 sampai 40 kasus baru per juta orang atau kira-kira terdapat 12.000-20.000 kasus baru trauma medula spinalis setiap tahun. Umumnya terjadi pada remaja dan dewasa muda (usia 16-30 tahun), dan biasanya lebih banyak terjadi pada laki-laki (80%) daripada wanita. Penyebab trauma medula spinalis terbanyak ialah kecelakaan kendaraan bermotor (46%), jatuh (22%), kekerasan (16%), dan trauma yang terjadi ketika berolahraga (12%).3 Di Indonesia, insidens trauma medula spinalis diperkirakan 30-40 per satu juta penduduk per tahun, dengan sekitar 8.000-10.000 kasus per tahun. Trauma pada tulang belakang ini dapat menimbulkan fraktur atau dislokasi.2,4,52.4. Etiologi

Penyebab tersering trauma medula spinalis ialah kecelakaan kendaraan bermotor (46%), jatuh (22%), kekerasan (16%), dan trauma yang terjadi ketika berolahraga (12%).3 Penyebab lain yang dapat menyebabkan trauma medula spinalis ialah gangguan vaskular, tumor, infeksi, spondilosis, cedera medula spinalis iatrogenik, fraktur vertebra sekunder akibat osteoporosis, gangguan perkembangan.62.5. Patofisiologi

Trauma medula spinalis merupakan suatu proses yang dinamis. Trauma medula spinalis inkomplit dapat menjadi komplit. Biasanya tingkat cedera dapat meningkat 1 atau 2 tingkat spinal dalam waktu jam atau hari dari kejadian trauma.6

Trauma medula spinalis dapat dibagi menjadi primer maupun sekunder. Trauma medula spinalis primer disebabkan oleh adanya gangguan mekanis, transeksi atau distraksi elemen neural. Trauma ini biasanya terjadi akibat adanya fraktur dan atau dislokasi tulang belakang. Namun, trauma tembus, patologi ekstradural juga dapat menyebabkan trauma medula spinalis primer. Sementara itu, trauma medula spinalis sekunder paling banyak disebabkan oleh trauma vaskular medula spinalis yang disebabkan oleh gangguan arteri, trombosis arteri, hipoperfusi.6 Defisit neurologis yang berkaitan dengan trauma medula spinalis terjadi akibat proses cedera primer dan sekunder. Semakin berlanjutnya kaskade cedera, maka kemungkinan penyembuhan fungsional semakin menurun. Karena itu, intervensi terapeutik sebaiknya tidak ditunda, pada kebanyakan kasus, window period untuk intervensi terapeutik dipercaya berkisar antara 6 sampai 24 jam setelah cedera. 7,11,12,13

Mekanisme utama yaitu adanya cedera akan menyebabkan adanya transfer energi ke korda spinal, yang menyebabkan deformasi korda spinal dan kompresi korda paska trauma yang persisten. Mekanisme ini, terjadi dalam hitungan detik dan menit setelah cedera, menyebabkan kematian sel segera, disrupsi aksonal dan perubahan metabolik dan vaskuler yang mempunyai efek berkelanjutan. Proses cedera sekunder yang bermula dalam hitungan menit dari cedera dan berlangsung selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, melibatkan kaskade yang kompleks dari interaksi biokimia, reaksi seluler dan gangguan serat traktus. Sangat jelas bahwa peningkatan produksi radikal bebas dan opioid endogen, pelepasan yang berlebihan dari neurotransmiter eksitatori dan reaksi inflamasi sangat berperan penting. Lebih jauh lagi, profil mRNA (messanger Ribonucleic Acid) menunjukkan beberapa perubahan ekspresi gen setelah cedera medula spinalis dan perubahan ini ditujukan sebagai target terapeutik.7,11,12,13Beberapa teori telah diusulkan untuk menjelaskan patofisiologi dari cedera sekunder. Teori radikal bebas menjelaskan bahwa, akibat dari penurunan kadar anti-oksidan yang cepat, oksigen radikal bebas berakumulasi di jaringan sistem saraf pusat yang cedera dan menyerang membran lipid, protein dan asam nukleat. Hal ini berakibat pada dihasilkannya lipid peroxidase yang menyebabkan rusaknya membran sel. 7,11,12,13 Teori kalsium menjelaskan bahwa terjadinya cedera sekunder bergantung pada influks dari kalsium ekstraseluler ke dalam sel saraf. Ion kalsium mengaktivasi phospholipase, protease, dan phosphatase. Aktivasi dari enzim-enzim ini mengakibatkan interupsi dari aktivitas mitokondria dan kerusakan membran sel. Teori opiate receptor mengusulkan bahwa opioid endogen mungkin terlibat dalam proses terjadinya cedera medula spinalis dan bahwa antagonis opiate (contohnya naloxone) mungkin bisa memperbaiki penyembuhan neurologis. Teori inflamasi berdasarkan pada hipotesis bahwa zat-zat inflamasi (seperti prostaglandin, leukotrien, platelet-activating factor, serotonin) berakumulasi pada jaringan medula spinalis yang cedera dan merupakan mediator dari kerusakan jaringan sekunder. Bila bagian cervical 1-4 yang terkena mengakibatkan pola nafas menjadi efektif dan kelumpuhan total dan kemungkinan untuk bertahan hidup sangat kecil. Medula spinalis dan radiks dapat rusak melalui 4 mekanisme berikut : 7,11,12,13a. Kompresi oleh tulang, ligamentum, herniasi diskus intervertebralis dan hematom. Yang paling berat adalah kerusakan akibat kompresi tulang dan kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami dislokasi tulang dan kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami dislokasi ke posterior dan trauma hiperekstensi.b. Regangan jaringan yang berlebihan akan menyebabkan gangguan pada jaringan, hal ini biasanya terjadi pada hiperfleksi. Toleransi medula spinalis terhadap regangan akan menurun dengan bertambahnya usia.c. Edema medula spinalis yang timbul segera setelah trauma menyebabkan gangguan aliran darah kapiler dan vena.d. Gangguan sirkulasi akibat kompresi tulang atau sistem arteri spinalis anterior dan posterior.DAFTAR PUSTAKA1. Dumont R,dkk. Acute Spinal Cord Injury: Pathophysiologic Mechanism. Clinical Neuropharmacology 2001: 24(5); 254-264.

2. PERDOSSI. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. 2006;19-28.

3. CDC. Spinal Cord Injury. Available from : www.cdc.gov/traumaticbraininjury/scifacts.html4. Kondra, W. Trauma Medula Spinalis. Dalam : Penuntunan Neurologi. Jakarta : FKUI, 2010 ; 89-93.5. Price, S.A, Wilson, L.M. Patofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2, Edisi 6. Jakarta : EGC, 2005 ; 1177-1181.

6. Medscape. Spinal Cord Injuries. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/793582-overview#showall.7. Evans, Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2003;35-36.

8. Blumenfeld H. Neuroanatomy through Clinical Cases. Inc: Sanauer Assiciates; 2002;23-36, 277-283.9. deGroot J. Chusid JG. Corelative Neuroanatomy. EGC:1997;30-42.10. Snell RS. Neuroanatomi klinik : pendahuluan dan susunan saraf pusat Edisi ke-5. EGC: 2007;1-16.

11. ASIA. Spinal cord injury. Diunduh dari : http://sci.rutgers.edu. 2008.

12. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Panduan praktis diagnosis dan tatalaksana penyakit saraf. EGC: 2007;19-23.

13. Consortium Member Organizations and Steering Committee Representatives. Early Acute Management in Adults with Spinal Cord Injury: A Clinical Practice Guideline for Health-Care Professionals.The Journal Of Spinal Cord Medicine. Vol. 31. 2006.6