Referat Mata Papilitis (Smrg)

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Mata merupakan organ yang mengandung reseptor penglihatan pada salah satu bagiannnya yang disebut retina. Retina merupakan reseptor permukaan untuk informasi visual dan merupakan bagian mata yang mengubah cahaya menjadi sinyal syaraf. Sebagaimana ditunjukan oleh asal embriologis umum, retina dan jaras-jaras penglihatan anterior (nervus optikus, kiasma optikus dan traktus optikus) merupakan bagian dari kesatuan otak yang utuh, yang menyediakan sebagian besar input sensoris total.

Retina dan jaras-jaras penglihatan anterior sering memberi petunjuk diagnostik penting untuk berbagai gangguan sistem saraf pusat. Penyakit intrakranial sering menyebabkan gangguan penglihatan karena adanya kerusakan atau tekanan pada salah satu bagian dari jaras-jaras optikus. Pada pembahasan ini akan dijelaskan kerusakan yang mengenai nervus optikus karena peradangan.Jika satu ataupun semua serabut saraf mengalami peradangan dan tak berfungsi sebagaimana mestinya maka penglihatan akan menjadi kabur. Jika terjadi inflamasi ataupun demielinisasi nervus optikus, keadaan ini disebut dengan neuritis optikus.

Neuritis optik adalah peradangan atau demielinisasi saraf optikus akibat berbagai macam penyakit. Neuritis optik diklasifikasikan menjadi dua yaitu papilitis dan neuritis retrobulbar. Papilitis adalah pembengkakan diskus yang disebabkan oleh peradangan lokal di nervus saraf optik intraokular dan dapat terlihat dengan pemeriksaan funduskopi. Pada neuritis optikus, serabut saraf menjadi bengkak dan tak berfungsi sebagaimana mestinya. Penglihatan dapat saja normal atau menjadi berkurang, tergantung pada jumlah saraf yang mengalami peradangan.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan lapang pandang, pemeriksaan oftalmoskop, pemeriksaan respon reflex pupil, CT scan, atau MRI mata. Diagnosa yang tepat dan terapi yang sesuai sangat diperlukan untuk menyelamatkan fungsi penglihatan.BAB II

PEMBAHASAN

II. 1. Definisi

Papilitis adalah inflamasi diskus optikus. Papilitis disebut juga neuritis optik, ditandai dengan peradangan dan kerusakan di bagian saraf optik yang dikenal dengan diskus optikus yang juga disebut dengan bintik buta. Diskus optikus adalah bagian dari saraf optik yang memasuki mata dan bergabung dengan membran saraf yang kaya lapisan mata (retina). Dengan kata lain, papilitis merupakan radang pada serabut retina saraf optik yang masuk pada papil saraf optik yang yang berada dalam bola mata. 1, 2, 3

II. 2. EpidemiologiNeuritis opik dilaporkan memiliki insiden 1 5 kasus per 100.000/tahun, dengan insidensi tertinggi pada populasi yang tinggal di dataran tinggi, seperti Amerika Serikat dan Inggris, dan terendah pada daerah ekuator. Prevalensi di Amerika Serikat dan Inggris masing masing adalah 46 per 100.000 dan 93 per 100.000.4 Pada predileksi umur dewasa muda 20-45 tahun, neuritis optikus biasanya bersifat unilateral dan lebih banyak pada wanita (3:1). Sedangkan neuritis optik pada anak lebih jarang terjadi, yaitu hanya kurang lebih 5% kasus, biasanya bersifat bilateral, timbul palpitis, dan mempunyai kecenderungan menjadi sklerosis multipel lebih rendah. 5, 6II. 3. Anatomi dan FisiologiII. 3. 1. RetinaAnatomi

Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh korpus siliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata. Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula lutea yang berdiameter 5,5 sampai 6 mm, yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina temporal.

Gambar 1. Bola Mata

Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut :

1. Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca

2. Lapisan serat saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina3. Lapisan sel ganglion, merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua4. Lapisan pleksiformis dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion5. Lapisan inti dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller. Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral6. Lapisan pleksiformis luar, merupakan lapisan aseluler dan tempat sinaps sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal7. Lapisan inti luar, merupakan susunan lapis inti sel batang dan sel kerucut

8. Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi9. Lapisan sel kerucut dan sel batang (fotoreseptor), merupakan lapisan terluar retina, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut10. Epitelium pigmen retina, merupakan lapisan kubik tunggal dari sel epithelial berpigmen.

Gambar 2. Lapisan Retina

Secara klinis, makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal atau xantofil. Definisi alternatif secara histologis adalah bagian retina yang lapisan ganglionnya mempunyai lebih dari satu lapis sel. Di tengah makula sekitar 3,5 mm disebelah lateral diskus optikus, terdapat fovea yang secara klinis merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Fovea merupakan zona avaskuler di retina. Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah kerucut, dan bagian retina yang paling tipis.

Substrat metabolisme dan oksigen dikirim ke retina dicapai melalui 2 sistem vaskuler terpisah, yaitu : sistem retina dan koroid. Metabolisme retina secara menyeluruh tergantung pada sirkulasi koroid. Pembuluh darah retina dan koroid semuanya berasal dari arteri oftalmik yang merupakan cabang dari arteri karotis interna.

Sirkulasi retina adalah sebuah sistem end-arteri tanpa anostomose. Arteri sentralis retina keluar pada optic disk yang dibagi menjadi dua cabang besar. Arteri ini berbelok dan terbagi menjadi arteriole di sepanjang sisi luar optic disk. Arteriol ini terdiri dari cabang yang banyak pada retina perifer.

Sistem vena ditemukan banyak kesamaan dengan susunan arteriol. Vena retina sentralis meninggalkan mata melalui nervus optikus yang mengalirkan darah vena ke sistem kavernosus. Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapilaris yang berada tepat di luar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan fleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoresptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari sentralis retina, yang mendarahi 2/3 sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang membentuk sawar darah-retina. Lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.

Gambar 3. Normal fundus

FisiologiRetina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling panjang. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan system pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah makula digunakan terutama untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rhodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif. Rhodopsin merupakan suatu glikolipid membran yang separuh terbenam di lempeng membrane lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor. Penglihatan skotopik diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna ini tidak dapat dibedakan. Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, senjakala oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang.II. 3. 2. Nervus OptikusNervus optikus bermula dari optik disk dan berlanjut sampai ke kiasma optikum, dimana ke dua nervus tersebut menyatu. Lebih awal lagi merupakan kelanjutan dari lapisan neuron retina, yang terdiri dari axon-axon dari sel ganglion. Serat ini juga mengandung serat aferen untuk reflex pupil. Secara morfologi dan embriologi, neuritis optikus merupakan saraf sensorik. Tidak seperti saraf perifer nervus optikus tidak dilapisi oleh neurilema sehingga tidakdapat beregenerasi jika terpotong. Serat nervus optikus mengandung 1,0-1,2 juta serat saraf. 7

Gambar 4. Jaras Nervus OpticusBagian nervus optikus

Nervus optikus memiliki panjang sekitar 47-50 mm, dan dapat dibagi mejadi 4 bagian :

Intraocular (1 mm) : menembus sclera (lamina kribrosa), koroid dan masuk ke mata sebagai papil disk.

Intraorbital (30 mm) : memanjang dari belakang mata sampai ke foramen optic. Lebih ke posterior, dekat dengan foramen optic, dikelilingi oleh annulus zinn dan origo dari ke empat otot rektus. Sebagian serat otot rektus superior berhubungan dengan selubung saraf nervus optikus dan berhubungan dengan sensasi nyeri saat menggerakkan mata pada neuritis retrobulbar. Secara anterior, nervus ini dipidahkan dari otot mata oleh lemak orbital.

Intrakanalikular (6-9 mm) : sangat dekat dengan arteri oftalmika yang berjalan inferolateral dan melintasi secara obliq, dan ketika memasuki mata dari sebelah medial. Ini juga menjelaskan kaitan sinusitis dengan neuritis retrobulbar.

Intracranial (10 mm) : melintas di atas sinus kavernosus kemudian menyatu membentuk kiasma optikum.7Vaskularisasi nervus optikus

Permukaan optic disk didarahi oleh kapiler-kapiler dari arteri retina

Daerah prelaminar terutama di suplai dari sentripetal cabang cabang dari peripailari koroid dan sebagian kontibusi dari pembuluh darah dari lamina cribrosa.

Lamina kribrosa disuplai dari cabang arteri siliaris posterior dan arteri circle of zinn Bagian retrolaminar nervus optikus di suplai dari sentirfugal cabang-cabang arteri retina sentral dan sentripetal cabang-cabang pleksus yang dibentuk dari arteri koroidal, circle of zinn, arteri retina sentral, dan arteri oftalmika.

Gambar 5. Vaskularisasi nervus optikus

Lintasan nervus optikus

Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum. Di depan tuber sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan bergabung menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum. Di depan tuber sinerium nervus optikus kanan dan kiri bergabung menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum, dimana serabut bagian nasal dari masing- masing mata akan bersilangan dan kemudian menyatu dengan serabut temporal mata yang lain membentuk traktus optikus dan melanjutkan perjalanan untuk ke korpus genikulatum lateral dan kolikulus superior. Kiasma optikum terletak di tengah anterior dari sirkulus Willisi. Serabut saraf yang bersinaps di korpus genikulatum lateral merupakan jaras visual sedangkan serabut saraf yang berakhir di kolikulus superior menghantarkan impuls visual yang membangkitkan refleks opsomatik seperti refleks pupil.

Gambar 6. Perjalanan Serabut Saraf Nervus Optikus (tampak basal) Setelah sampai di korpus genikulatum lateral, serabut saraf yang membawa impuls penglihatanakan berlanjut melalui radiatio optika (optic radiation) atau traktus genikulokalkarina ke korteks penglihatan primer di girus kalkarina. Korteks penglihatan primer tersebut mendapat vaskularisasi dari a. kalkarina yang merupakan cabang dari a. serebri posterior. Serabut yang berasal dari bagian medial korpus genikulatum lateral membawa impuls lapang pandang bawah sedangkan serabut yang berasal dari lateral membawa impuls dari lapang pandang atas (gambar 7).

Gambar 7. Radiatio Optica

Pada refleks pupil, setelah serabut saraf berlanjut ke arah kolikulus superior, saraf akan berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron interkalasi yang berhubungan dengan nukleus Eidinger-Westphal (parasimpatik) dari kedua sisi menyebabkan refleks cahaya menjadi bersifat konsensual. Saraf eferen motorik berasal dari nukleus Eidinger-Westphal dan menyertai nervus okulomotorius (N.III) ke dalam rongga orbita untuk mengkonstriksikan otot sfingter pupil.

Gambar 8. Jaras Refleks Pupil Lesi Jalur PenglihatanLesi Saraf Optik

Ditandai dengan hilangnya penglihatan atau kebutaan lengkap pada sisi yang terkena dengan hilang nya refleks cahaya langsung pada sisi ipsilateral dan reflek tidak langsung pada sisi kontralateral.7Penyebab umum dari lesi saraf optik adalah: optik atrofi, trauma pada saraf optik, neuropati optik, dan neuritis optikus akut.

Gambar 9. Defek Visual

Lesi melalui bagian proksimal saraf optikGambaran penting dari lesi tersebut yaitu hemianopsia ipsilateral dan kontralateral, hilangnya refleks cahaya langsung pada sisi yang terkena dan reflek cahaya tidak langsung pada sisi kontralateral.7Lesi kiasma sentralDicirikan oleh hemianopsia bitemporal dan kelumpuhan refleks pupil. Biasanya diahului oleh atrofi optik pada sebagian akhir nervus optikus. Penyebab umum lesi kiasma pusat adalah suprasellar aneurisma, tumor kelenjar hipofise, kraniofaringioma, meningioma suprasellar, glioma ventrikel ketiga, hidrosefalus akibat obstruktif ventrikel tiga, dan kiasma arachnoiditis kronis.7Lesi kiasma lateral

Gambaran menonjol pada lesi ini yaitu hemianopia binasal dengan kelumpuhan refleks pupil. Penyebab umum dari lesi tersebut diantaranya penggelembungan dari ventrikel ketiga yang menyebabkan tekanan pada setiap sisi kiasma dan ateroma dari carotis atau arteri communican posterior.7Lesi saluran optik

Ditandai dengan hemianopia homonim terkait dengan reaksi pupil kontralateral (Reaksi Wernicke). Lesi ini biasanya diahului oleh atrofi optik pada sebagian akhir nervus optikus dan mungkin berhubungan dengan kelumpuhan saraf ketiga kontralateral serta hemiplegik ipsilateral. Penyebab umum lesi ini diantaranya lesi sifilis, tuberkulosis, dan aneurisma dari serebeli atas atau arteri serebral posterior.7Lesi badan genikulatam lateral

Lesi ini mengakibatkan hemianopia homonim dengan refleks pupil minimal, dan mungkin berakhir dengan atrofi optik parsial.7Lesi radiasi optik

Gambaran berbeda-beda tergantung pada lokasi lesi. Keterlibatan radiasi optik total mengakibatkan hemianopsia homonim total. Hemianopia kuadrantik inferior (pie on the floor) terjadi pada lesi lobus parietal (mengandung serat unggul radiasi optik). Hemianopia kuadrantik superior (pie on the sky) dapat terjadi setelah lesi dari lobus temporal (mengandung serat radiasi optik inferior). Biasanya lesi dari radiasi optik terjadi akibat oklusi pembuluh darah, tumor primer dan sekunder, serta trauma.7Lesi korteks visual

Kerusakan makula homonim pada lesi ujung korteks oksipital yang dapat terjadi sebagai akibat cedera kepala atau cedera ditembak senapan. Refleks cahaya pupil normal dan atrofi optik tidak diikuti lesi korteks visual.7Lesi jalur visual

Kerusakan makula homonim pada lesi ujung korteks oksipital yang dapat terjadi sebagai akibat cedera kepala atau cedera ditembaksenapan. Refleks cahaya pupil normal dan atrofi optik tidak diikuti lesi korteks visual.7II. 4. Etiologi 8a. Demielinatif

Idiopatik Sklerosis multiple Neuromielitis optika (penyakit Delvic)

b. Diperantarai imun

Neuritis optik pascainfeksi virus (morbili, mumps, cacar air, influenza, mononukleosis infeksiosa)

Neuritis optik pascaimunisasi

Ensefalomielitis diseminata akut

Polineuropati idiopatik akut (sindrom Guillain-Barre)c. Infeksi langsung

Herpes zoster, sifilis, tuberkulosis, crytococcosis, cytomegalovirus

d. Herediter Penyakit Lebere. Penyakit peradangan sekitar

Peradangan intraocular

Penyakit orbita

Penyakit sinus, termasuk mukormikosis

Penyakit intracranial: meningitis, ensefalitis

f. Intoksikasi racun eksogen

tobacco, etil alkohol, metil alkoholg. penyakit metabolic

diabetes, anemia, kehamilan, avitaminosis

Gbr 10. a). Demielinisasi; pembengkakan non spesifik tanpa perdarahan atau exsudat. b). Infektif neuroretinitis; pembengkakan diskus disertai perdarahan dan eksudat macular (macular star). c). Neuritis optik viral; pembengkakan keseluruhan diskus non spesifik. d). Neuritis optik sifilis; pembengkakan kepala/pangkal nervus optikus, hiperemia dan perdarahan. e). Neuritis optik terhubung HIV; pembengkakan kepala/pangkal nervus optikus masif, exudat yang luas dan perdarahan. f). Neuritis optik toxocara; dengan infiltrat, pembengkakan dan distorsi masif pada yang kepala/pangkal nervus optikus normal. II. 5. Patofisiologi

Dasar patologi penyebab neuritis optikus paling sering adalah inflamasi demielinisasi dari saraf optik. Patologi yang terjadi sama dengan yang terjadi pada multipel sklerosis (MS) akut, yaitu adanya plak di otak denganperivascularcuffing, edema pada selubung saraf yang bermielin, dan pemecahan mielin.Inflamasi pada endotel pembuluh darah retina dapat mendahului demielinisasi dan terkadang terlihat sebagai retinalvein sheathing. Kehilangan mielin dapat melebihi hilangnya akson.

Dipercaya bahwa demielinisasi yang terjadi pada Neuritis optikus diperantarai oleh imun, tetapi mekanisme spesifik dan antigen targetnya belum diketahui. Aktivasi sistemik sel T diidentifikasi pada awal gejala dan mendahului perubahan yang terjadi didalam cairan serebrospinal. Perubahan sistemik kembali menjadi normal mendahului perubahan sentral (dalam 2-4 minggu). Aktivasi sel T menyebabkan pelepasan sitokin dan agen-agen inflamasi yang lain. Aktivasi sel B melawan protein dasar mielin tidak terlihat di darah perifer namun dapat terlihat di cairan serebrospinal pasien dengan Neuritis optikus. Neuritis optikus juga berkaitan dengan kerentanan genetik, sama seperti MS. Terdapat ekspresi tipe HLA tertentu diantara pasien neuritis optikus. 9II. 6 Manifestasi Klinis

Tanda dan Gejala klinis:

Keluhan utama pada neutiris optikus adalah sama, baik pada papilitis, dimana saraf yang terkena terletak intraokular, maupun pada neuritis retrobulbar yang mengenai saraf ekstra okular. 5Gambaran akut

Gejala neuritis optik biasanya monokular, namun dapat mengenai kedua mata terutama pada anak-anak. Hilangnya penglihatan tiba-tiba selama beberapa jam sampai beberapa hari

Nyeri pada mata

Nyeri ringan di dalam atau sekitar mata terdapat pada lebih dari 90% pasien. Nyeri tersebut dapat terjadi sebelum atau bersama-sama dengan hilangnya penglihatan dan berlangsung selama beberapa hari. Rasa sakit akan bertambah bila bola mata ditekan dan disertai sakit kepala. Pergerakan okular terutama gerakan ke atas dan kebawah juga dapat memperberat nyeri ini karena perlekatan sejumlah serat otot rektus superior dengan duramater. 2 Defek pupil aferen (afferent pupillary defect)

Gambar 11. Defek pupil aferen

Selalu terjadi pada neuritis optikbila mata yang lain tidak ikut terlibat. Adanya defek pupil aferen ini ditunjukkan dengan pemeriksaan swinginglight test(Marcus-Gunn pupil). Marcus-Gunn positif ialah apabila pada mata yang sehat diberi cahaya, maka terjadi miosis pada kedua mata. Namun bila cahaya dipindahkan pada mata yang sakit, maka kedua pupil akan melebar. 2 Defek lapang pandang

Pada neuritis optik, lapang penglihatan perifer menyempit secara konsentris, terdapat skotoma sentral dengan bermacam tebal dan besarnya. Dapat pula berbentuk sekosentral atau para sentral. 2 Buta warna pada mata yang terkena. 2 Papilitis dengan hiperemia dan edema diskus optik sehingga membuat batas diskus tidak jelas. Enam puluh persen pasien memiliki neuritis retrobulbar dengan pemeriksaan funduskopi yang normal. Perdarahan peripapil, sering menyertai papilitis karena neuropati optik iskemik anterior. Tanda lain adanya inflamasi pada mata yang terdeteksi pada pemeriksaan funduskopi atau slit lamp, yaitu: perivenous sheathing, periflebitis retina (risiko tinggi terkena MS), uveitis, sel di bilik mata depan, atau pars planitis menandakan adanya infeksi atau penyakit autoimun yang lain.Gambaran Kronik

Walaupun telah terjadi penyembuhan secara klinis, tanda neuritis optik masih dapat tersisa. Tanda kronik dari neuritis optik yaitu:

Kehilangan penglihatan secara persisten. Kebanyakan pasien neuritis optikmengalami perbaikan penglihatan dalam 1 tahun. 2 Defek pupil aferen relatif tetap bertahan pada 25% pasien dua tahun setelah gejala awal. 2 Desaturasi warna, terutama warna merah. Pasien dengan desaturasi warna merah akan melihat warna merah sebagai pink, atau orange bila melihat dengan mata yang terkena. 2 Fenomena Uhthoff yaitu terjadinya eksaserbasi temporer dari gangguan penglihatan yang timbul dengan peningkatan suhu tubuh. Olahraga dan mandi dengan air panas merupakan pencetus klasik. 2 Diskus optik terlihat mengecil dan pucat, terutama didaerah temporal. Pucatnya diskus meluas sampai batas diskus ke serat retina peripapil. 2II. 7. Diagnosis

Anamnesis 8 1. Penglihatan yang kabur (visus turun) mendadak

2. Adanya bintik buta

3. Perbedaan subjektif pada terangnya cahaya

4. Persepsi warna yang terganggu

5. Kekaburan penglihatan ketika beraktivitas dan meningkatnya suhu dan berkurang jika beristirahat.

6. Rasa sakit pada mata yang mengganggu terutama ketika mata bergerak dan lebih sering pada tipe neuritis retrobulbar daripada tipe papilitis.

7. Gejala berlangsung sementara pada salah satu mata (pada pasien dewasa). Sedangkan pada pasien anak, biasanya mengenai kedua mata. Terdapat riwayat demam atau imunisasi sebelumnya pada anak akan mendukung diagnosis.Pemeriksaan Fisik 81. Pemeriksaan visus. Hilangnya visus dapat ringan (20/30), sedang (20/60), maupun berat (20/70).

2. Pemeriksaan lapang pandang, biasanya berupa skotoma sentral atau sentrosekal. Namun setelah 7 bulan, 51 % kasus memiliki lapangan pandang yang normal.3. Refleks pupil. Defek aferen pupil terlihat dengan refleks cahaya langsung yang menurun atau hilang.

4. Penglihatan warna berkurang.

5. Adaptasi gelap mungkin menurun.

Pemeriksaan penunjang81. Funduskopi

Pemeriksaan funduskopi pada papilitis terlihat gambaran hiperemia dan edema diskus optik sehingga membuat batas diskus tidak jelas. Pada papil terlihat perdarahan, eksudat star figure yang menyebar dari papil ke makula, dengan perubahan pada pembuluh darah retina dan arteri menciut dengan vena yang melebar. Kadang-kadang terlihat edema papil yang besar yang menyebar ke retina. Edema papil tidak melebihi 2-3 dioptri.

Gambar 12. Edema nervus optikus pada neuritis optikus

60% pasien dengan neuritis retrobulbar memiliki gambaran funduskopi yang normal. Hal ini menyebabkan adanya suatu istilah The patient sees nothing and the doctor sees nothing. Namun apabila prosesnya sangat destruktif, dapat berakhir sebagai optik atrofi dan papil menjadi pucat, tak berbatas tegas, dan matanya buta.

Perdarahan peripapil, jarang pada neuritis optik tetapi sering menyertai papilitis karena neuropati optik iskemik anterior.

Tanda lain adanya inflamasi pada mata yang terdeteksi pada pemeriksaan funduskopi yaitu: perivenoussheathing.

2. MRI (magnetic resonance imaging)

MRI diperlukan untuk melihat nervus optikus dan korteks serebri. Hal ini dilakukan terutama pada kasus-kasus yang diduga terdapat sklerosis multipel.

3. Pungsi lumbal dan pemeriksaan darah

Dilakukan untuk melihat adanya proses infeksi atau inflamasi.

4. Slit lamp

Adanya sel radang pada vitreous

5. Visually evoked response (VER) terganggu dan menunjukan penurunan amplitude dan perlambatan waktu transmisi.

II. 8. Diagnosis BandingDiagnosis banding dari neuritis optik dapat berupa: Iskemik optik neuropati

Edema papil

Ablasi retina

Oklusi arteri sentral

Obstruksi vena retina sentral

Toksik neuropati.Diagnosis banding tersering adalah edem papil dan iskemik optik neuropati, dapat dibedakan menjadi: (tabel 1)

Neuritis OptikPapila edemaIskemik Optik Neuropati

Gejala VisusVisus sentral hilang cepat, progresif; jarangVisus tidak hilang; kegelapan transien Defek akut lapangan pandang; biasanya altitudinal; ketajaman bervariasi-turun akut

LainBola mata pegal; sakit bila digerakkan; sakit alis atau orbitaSakit kepala, mual, muntah, tanda fokal neurologik lain.Biasanya nihil; arteritis kranial perlu disingkirkan.

Sakit bergerak bilateralAda. Jarang pada orang dewasa; sering pada anak-anak.Tidak ada. Selalu bilateral dengan pengecualian yang sangat jarang; dapat asimetri.Tidak ada. Khas unilateral pada stadium akut, mata kedua terlibat subsequently dengan gambaran sindrom Foster Kennedy

Penglihatan WarnaNormal

Ketajaman VisusBiasanya menurunNormalKetajaman bervariasi; hilang hebat/NLP (no light perception) lazim pada arteritis.

Sel badan kaca (vitreus)Ada. Retrobulbar; normal.Tidak adaTidak ada

FundusPapilitis; derajat pembengkakan disk bervariasi.Derajat pembengkakan disk bervariasi., hemoragi.Biasanya edema disk segmental pallid, dengan sedikit hemoragi lidah api.

Prognosis VIsusVisus biasanya kembali normal atau tingkat fungsional.Baik dengan menghilangkan kausa tekanan intra-kranial.Prognosis baik untuk kembali, mata kedua lama untuk terlibat dalam 1/3 kasus idiopatik.

Usia>55 kasus giant cell arteritis 40-60 th nonarter.

Tabel 1. Diagnosis banding papilitis/neuritis optik, papiledema/edema papil dan iskemik optik neuropati 5Ciri khasPapilloedemaPapilitisIschemic Optic Neuropathy

1. Pemeriksaan Fundus

(i) Media

(ii) Warna diskus

Pinggir diskus

Edema diskus

(iii) Edema Peripapillary

(iv) Venous engorgement

(v) Pedarahan Retina

(vi) Retinal exudates

(vii) Makula-Bening

-Merah

-Kabur

-2-6 diopter

-Ada

-Sangat jelas

-Jelas

-Sangat jelas

-Macular star bisa ada-Keruh pada posterior

vitreous .-Hiperemia

-Kabur

-Biasanya tidak lebih 3

diopter-Ada

-Kurang jelas

-Biasanya tidak ada

-kurang jelas

-Macular Fan bisa ada-Bening

-Pucat

-Kabur

-Bengkak

-Ada

-Tidak ada

-Jelas

-Jelas

-Tidak ada

2. Lapangan-Membesar

-Blind spot-Central Scotoma-Central scotoma

3. Fluorescein Angiography-Vertical oval pool zat

kontras akibat

kebocoran-kebocoran zat kontras

yang sedikit-ada kebocoran

zat kontras di peripapillary

II. 9. PenatalaksanaanPasien tanpa riwayat Multiple Sclerosis atau Neuritis optikus :

1. Dari hasil MRI bila terdapat minimum 1 lesi demielinasi tipikal :

Regimen selama 2 minggu :

a. 3 hari pertama diberikan Methylprednisolone 1kg/kg/hari i.v

b. 11 hari setelahnya dilanjutkan dengan Prednisolone 1mg/kg/hari oral

c. Tappering off dengan cara 20 mg prednisone oral untuk hari pertama ( hari ke 15 sejak pemberian obat ) dan 10 mg prednisone oral pada hari ke 2 sampai ke 4

d. Dapat diberikan Ranitidine 150 mg oral untuk profilaksis gastritis

Menurut Neuritis optikus Treatment Trial (ONTT) pengobatan dengan steroid dapat menurunkan progresivitas Multiple sclerosis selama 3 tahun. Terapi steroid hanya mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak meningkatkan hasil pemulihan pandangan visual.

2. Dari hasil MRI bila 2 atau lebih lesi demielinasi :

a. Menggunakan regimen yang sama dengan yang di atas

b. Merujukan pasien ke spesialis neurologi untuk terapi interferon -1 selama 28 hari

c. Tidak menggunakan oral prednisolone sebagai terapi primer karena dapat meningkatkan resiko rekuren atau kekambuhan

3. Dengan tidak ada lesi demielinasi dari hasil MRI :

a. Risiko terjadi MS rendah, kemungkinan terjadi sekitar 22% setelah 10 tahun kemudian

b. Intravena steroid dapat digunakan untuk mempercepatkan pemulihan visual

c. Biasanya tidak dianjurkan untuk terapi kecuali muncul gangguan visual pada mata kontralateral

d. MRI lagi dalam 1 tahun kemudian

Pasien dengan riwayat Multiple sclerosis atau Neuritis optikus :

1. Observasi

2. Memeriksa pasien pada minggu ke 4-6 setelah muncul gejala dan pemeriksaan ulang tiap 3-6 bulan kemudian

3. Pasien yang berisiko tinggi MS atau demielinisasi sistem saraf pusat dari hasil MRI sebaiknya dirujuk ke spesialis neurologi untuk evaluasi dan terapi lanjutan.

II. 10. Komplikasi

Penyulit pailitis yang dapat terjadi yaitu ikut meradangnya retina atau terjadinya neurorenitis. Kehilangan penglihatan pada neuritis optik dapat terjadi permanen. Neuritis retrobulbar mungkin terjadi walaupun merupakan suatu neuritis optik yang terjadi cukup jauh di belakang diskus optikus.5

Neuritis optik yang disebabkan oleh sklerosis multipel memiliki ciri khas kekambuhan dan remisi. Disabilitas yang menetap cenderung meningkat pada setiap kekambuhan. Peningkatan suhu tubuh dapat memperparah disabilitas (fenomena Uhthoff) khususnya gangguan penglihatan.10II. 11. PrognosisTanpa terapi, penglihatan mulai membaik setelah 2-3 minggu sejak timbulnya gejala, kadang-kadang dapat membaik dalam beberapa hari. Perbaikan visus biasanya terjadi perlahan hingga beberapa bulan. Visus yang jelek sewaktu episode akut biasanya akan menunjukkan hasil perbaikan visus yang jelek.10Menurut Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT), 38% akan berkembang menjadi multiple sclerosis dalam 10 tahun setelah episode pertama idiopathic demyelinative optic neuritis, 22% pada pasien dengan hasil MRI otak yang normal dan 56% pada lesi matter putih. Patient dengan neuritis optikus episode pertama dengan hasil MRI otak abnormal, interferon -1a telah terbukti dapat mengurangi risiko terjadiny multiple sclerosis sebanyak 25%.Setiap kekambuhan akan menyebabkan pemulihan yang tidak sempurna dan memperburuk penglihatan.BAB IIIKESIMPULAN

Papilitis merupakan keadaan inflamasi, demielinisasi yang menyebabkan kehilangan penglihatan secara akut dan biasanya melibatkan satu mata (monokular). Papilitis tidak berdiri sendiri, namun disebabkan oleh berbagai macam penyakit/keadaan. Salah satunya adalah multipel sklerosis (MS), suatu penyakit demielinasasi sistem saraf pusat. Papilitis seringkali dihubungkan dengan penyakit ini. Kehilangan penglihatan dan adanya defek pupil aferen relatif merupakan gambaran umum. Diskus optik terlihat hiperemis dan membengkak. Keadaan tersebut menggambarkan adanya inflamasi pada saraf optik. Pasien mengeluh adanya pandangan berkabut atau visus yang kabur, kesulitan membaca, adanya bintik buta, perbedaan subjektif pada terangnya cahaya, persepsi warna yang terganggu, hilangnya persepsi dalam atau kaburnya visus untuk sementara. Pada anak, biasanya gejala penurunan ketajaman penglihatan mendadak mengenai kedua mata. Sedangkan pada orang dewasa, seringkali unilateral. Terdapat riwayat demam atau imunisasi sebelumnya pada anak akan mendukung diagnosis. Pada orang dewasa, terdapat faktor risiko sklerosis multipel yang lebih besar.

Pada anak kebanyakan mengalami pemulihan ketajaman penglihatan dengan sendirinya dan biasanya pemulihan berlangsung secara spontan sehingga tidak diperlukan pengobatan secara khusus. Sedangkan pada orang dewasa ,dapat diobati dengan steroid intravena yang sangat direkomendasikan terutama pada pasien yang memiliki risiko tinggi. Penelitian terakhir menyatakan bahwa risiko mendapatkan serangan berulang dapat diturunkan dengan memberikan pengobatan lain setelah pemberian steroid intravena pada pasien berisiko tinggi.

Proses penyembuhan dan pemulihan ketajaman penglihatan terjadi pada 92% pasien. Jarang yang mengalami kehilangan penglihatan yang progresif. Meskipun demikian, penglihatan tidak dapat sepenuhnya kembali normal.DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan, Neuritis Optik. Kapita Selekta Kedokteran FKUI. Jilid I. Ed. III. Jakarta, Penerbit, Media Aesculapius: 2001. hal; 65 66.

2. Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, Sp. M, Neuritis Optik. Ilmu Penyakit Mata. Ed. III. Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI: 2009. hal; 180 181.

3. Froetscher M & Baehr M. Duus Topical Diagnosis in Neurology. 4th edition. 2005. Stuttgart : Thieme. p 130 137.

4. Rodriguez M, Siva A, Cross SA, OBrien PC, Kurland LT. Optic neuritis: A population-based study in Olmsted County, Minnesota. Neurology. 1995;45:24450. [PubMed]5. A.K. Khurana. Comprehenship Opthalmology 4th Edition dalam Chapter 12-New Age International 2007. P 288-96.6. Erhan Ergene, MD. Adult Optic Neuritis. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1217083.

7. American Academy of Opthalmology. Section 5 Neuro-Opthalmology. San Fransisco : LEO. 2008-2009. Page 25-26.8. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Jakarta: Widya Medika, 2000.9. Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia : Neuritis Optik dalam Ilmu Penyakit Mata, Airlangga Universitas Press, 1984, hal : 108-110.

10. Guyton AC, Hall JE. Neurofisiologi Penglihatan Sentral. Dalam : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. 1997. Jakarta : EGC. p 825.

PAGE 1