Upload
anggita-madhyaratri
View
236
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kelainan genitalia pada anak
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Skrotum adalah dua lobus kantong yang membungkus testis. Skrotum berfungsi untuk
melindungi dan menyokong testis, mengatur temperatur testis dan epididimis, guna
keberlangsungan fungsi testis. Testis berfungsi sebagai glandula reproduksi dari seorang pria, di
mana di dalam tubulus seminiferus testis, terdapat sel-sel spermatogenia dan sel Sertoli, sedang
diantara tubulus seminiferi terdapat sel-sel Leyding.
Sel-sel spermatogenia pada proses spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel
Sertoli berfungsi memberi makanan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel
interstisial testis berfungsi dalam menghasilkan hormon testosteron.
Jika ada kelainan di tempat tersebut, maka akan sangat mungkin terjadi gangguan dalam
proses reproduksi pria, yang akan menimbulkan ketidaknyamanan sepanjang hidupnya. Bila
keadaan ini tidak ditangani akan menimbulkan gangguan-gangguan seperti infertilitas, disfungsi
ereksi, bahkan kematian jaringan testis yang mengakibatkan testis tersebut harus dibuang untuk
selamanya.
Kelainan pada skrotum dan isinya sangat beragam, yang bisa ditemukan saat lahir (akibat
kelainan kongenital) maupun didapat (timbul setelah anak lahir). Di antaranya yang sering terjadi
ialah hidrokel, torsio testis, orchitis, tumor testis, dan undesensus testis, seperti yang akan dibahas
dalam makalah ini. Hal-hal tersebut harus dapat dikenali segera dalam praktik sehari-hari
sehingga efek yang ditimbulkan nantinya dapat dengan cepat dicegah.
1
BAB II
ISI
A. Anatomi
Sistem reproduksi pria terdiri dari struktur luar dan dalam. Struktur luar terdiri dari
penis, skrotum, dan testis. Sedangkan struktur dalam terdiri dari vas deferens, urethra,
kelenjar prostat, dan vesicula seminalis.1
Gambar 1. Sistem reproduksi pria1
Skrotum adalah dua lobus kantong yang membungkus testis. Skrotum terletak di
antara penis dan anus serta di depan perineum. Kulitnya tipis dan berpigmentasi. Kulit di
daerah skrotum berbulu halus dan jarang, serta kurang mengandung lemak di bawah jaringan
kulit. Pada fase embrional, skrotum mempunyai original jaringan yang sama dengan labia
mayor pada wanita. Skrotum tersusun dari lapisan terluar yang tersusun dengan serabut otot
polos. Skrotum berfungsi untuk melindungi dan menyokong testis, mengatur temperatur testis
dan epididimis supaya temperatur dalam testis 4-7oC di bawah temperatur tubuh. Pada
skrotum terdapat otot-otot, yaitu tunica dartos dan musculus cremaster.2
Tunica dartos
Tunica dartos adalah otot yang berada pada skrotum bagian bawah. Tunica dartos membagi
skrotum menjadi 2 bagian. Tunica dartos menempel pada lapisan tunica vaginalis.2
Musculus cremaster
Musculus cremaster terletak pada leher skrotum, dan menempel pada lapisan tunica vaginalis.
Fungsi dari musculus cremaster adalah untuk mengangkat dan menurunkan skrotum pada
saat proses termoregulasi testis. Pada lingkungan yang dingin, musculus cremaster
mengangkat testis mendekati rongga perut untuk menanggulangi kehilangan panas pada
testis, sedangkan jika udara lingkungan panas, maka musculus cremaster mengendur
sehingga kondisi testis tetap stabil.2
2
Gambar 2. Lapisan pada skrotum3
Ukuran testis pada orang dewasa adalah 4×3×2,5 cm dengan volume 15-25 ml
berbentuk ovoid. Testis normal dibungkus oleh tunica albuginea. Pada permukaan anterior
dan lateral, testis dan epididimis dikelilingi oleh tunica vaginalis yang terdiri atas 2 lapis,
yaitu lapisan viseralis yang langsung menempul ke testis dan di sebelah luarnya adalah
lapisan parietalis yang menempel ke musculus dartos pada dinding skrotum.3
Gambar 3. Testis4
Secara histopatologis, testis terdiri atas kurang lebih 250 lobuli dan tiap lobulus
terdiri atas tubuli seminiferi. Di dalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogenia dan
sel Sertoli, sedang diantara tubulus seminiferi terdapat sel-sel Leydig. Sel-sel spermatogenia
pada proses spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi memberi
makanan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel interstisial testis
berfungsi dalam menghasilkan hormon testosteron.2
3
Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan dan
mengalami pematangan atau maturasi di epididimis. Setelah matur (dewasa), sel-sel
spermatozoa bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju
ke ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah dicampur dengan cairan-cairan dari epididimis,
vas deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat menbentuk cairan semen atau mani.2
Gambar 4. Testis, Epidermis, dan Ductus deferens4
Vaskularisasi2
Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu :
Arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta
Arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior
Arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri epigastrika
Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus Pampiniformis.
Pleksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai verikokel.
Gambar 5. Pembuluh darah testis4
B. Kelainan Skrotum Pada Anak
4
I. Hidrokel5
Hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di antara lapisan parietalis dan
viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di dalam rongga itu
memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem
limfatik di sekitarnya.
Etiologi
Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena :
1. belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan
peritoneum ke prosesus vaginalis (hidrokel komunikans)
2. belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan reabsorbsi
cairan hidrokel
Klasifikasi
1. Hidrokel Kongenital :
terjadi karena adanya hubungan terbuka antara rongga abdomen sehingga cairan dari
rongga abdomen keluar dan terkumpul di antara lapisan parietal dan lapisan viseral
tunika vaginalis. Hal ini hampir selalu disertai dengan hernia inguinalis indirek.
2. Hidrokel non komunikans :
terjadi karena adanya sejumlah cairan yang terjebak di dalam tunika vaginalis sesaat
sebelum menutupnya prosesus vaginalis
Gambaran Klinis
1. Adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri.
2. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan
konsistensi kistik dan pada pemeriksaan transiluminasi menunjukkan adanya
transiluminasi. Pada hidrokel yang terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal
kadang-kadang sulit melakukan pemeriksaan ini, sehingga harus dibantu dengan
pemeriksaan ultrasonografi.
Gambar 6. Pemeriksaan transiluminasi pada hidrokel6
5
3. Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa macam
hidrokel yang berhubungan dengan metode operasi yang akan dilakukan pada saat
melakukan koreksi hidrokel, yaitu :
a. Hidrokel testis
Kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tidak dapat diraba.
Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari.
Gambar 7. Hidrokel testis6
b. Hidrokel funikulus
Kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah kranial dari testis,
sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong hidrokel. Pada
anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.
c. Hidrokel komunikans
Terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum sehingga
prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis, kantong hidrokel
besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah besar pada saat anak menangis. Pada
palpasi, kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan ke dalam rongga
abdomen.
Gambar 8. Jenis hidrokel berdasarkan klinis6
Terapi
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan
harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri, tetapi jika
6
hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk dilakukan koreksi.
Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel adalah dengan aspirasi dan operasi. Aspirasi cairan
hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka kekambuhannya tinggi, kadang kala dapat
menimbulkan penyulit berupa infeksi.
Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah:
1. hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah
2. indikasi kosmetik
3. hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dalam
melakukan aktivitasnya sehari-hari
Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali hidrokel
ini disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel, sekaligus dilakukan
herniorafi. Pada hidrokel testis dewasa, dilakukan pendekatan skrotal dengan melakukan
eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara Winkelman atau plikasi kantong
hidrokel sesuai cara Lord. Pada hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in
toto.
Penyulit
Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan hidrokel
permagna bisa menekan pembuluh darah yang menuju ke testis sehingga menimbulkan atrofi
testis.
II. Torsio Testis7,8
Torsio testis adalah suatu keadaan dimana funikulus spermatikus terpuntir
sedemikian rupa sehingga terjadi gangguan vaskulariasi dari testis dan struktur jaringan di
dalam skrotum. Keadaan ini diderita oleh 1 di antara 4000 pria yang berumur kurang dari 25
tahun, dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Di samping
itu, tidak jarang janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir menderita torsio
testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis baik unilateral
ataupun bilateral.
Faktor predisposisi
1. Kriptorchkismus
2. Hidrokel
3. Gubernakulum tidak terbentuk
4. Spasme kremaster
5. Posisi transversal pada skrotum
6. Mesorchium panjang dan sempit
7
7. Kecenderungan mesorchium melekat pada satu pole testis
8. Kurang menyatunya dinding skrotum dengan testis
9. Bell clapper deformity
Patofisiologi
Torsio testis terjadi akibat perkembangan abnormal dari funikulus
spermatikus atau selaput yang membungkus testis. Insersi abnormal yang tinggi dari
tunika vaginalis pada struktur funikulus akan mengakibatkan testis dapat bergerak,
sehingga testis kurang melekat pada tunika vaginalis viseralis. Testis yang demikian
mudah memuntir dan memutar funikulus spermatikus.
Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan
menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan
sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara
berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain
adalah perubahan suhu yang mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang
berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum.
Jenis-jenis torsio testis :
1. Torsio testis ekstravaginalis (testis, epididimis, dan tunika vaginalis terpuntir pada
funikulus spermatikus) biasanya terjadi pada janin atau neonatus
2. Torsio testis intravaginalis, biasanya terjadi pada lelaki dewasa muda :
a. Testis dan epididimis terpuntir pada funikulus spermatikus (Bell Clapper)
b. Testis terpuntir pada mesorchium terhadap epididimis
Gambar 9. (A) torsio testis ekstravaginal (B) torsio testis intravaginal9
Torsio testis intravaginalis lebih sering dari pada ekstravaginalis, dengan arah
putaran anteromedial (m. cremaster melekat pada bagian lateral testis). Pada awalnya terjadi
bendungan vena kemudian 3 – 4 jam terjadi penekanan/bendungan arteri hingga terjadi
nekrosis testis.
Pada masa janin dan neonatus lapisan parietal yang menempel pada muskulus dartos
masih belum banyak jaringan penyanggahnya sehingga testis, epididimis, dan tunika
8
vaginalis mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpuntir pada sumbu funikulus
spermatikus. Terpuntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis ekstravaginal.
Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan kelainan sistem
penyanggah testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian dari testis pada
permukaan anterior dan lateral testis, pada kelainan ini tunika mengelilingi seluruh
permukaan testis sehingga mencegah insersi epididimis ke dinding skrotum. Keadaan ini
menyebabkan testis dan epididimis dengan mudahnya bergerak di kantung tunika vaginalis
dan menggantung pada funikulus spermatikus. Kelainan ini dikenal sebagai anomali
bellclapper. Keadaan ini akan memudahkan testis mengalami torsio intravaginal.
Arah dari torsi testis (dilihat dari kaudal) yaitu :
Testis kanan : arah puntiran mengikuti atau searah dengan jarum jam
Testis kiri : arah puntiran berlawanan dengan arah jarum jam
Diagnosis
Anamnesis :
1. Nyeri hebat tiba-tiba pada skrotum, nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut
sebelah bawah. Pada bayi gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel, atau tidak mau
menyusui.
2. Testis yang bersangkutan dirasakan membesar.
3. Terjadi retraksi dari testis ke arah kranial, karena funikulus spermatikus terpuntir jadi
memendek
4. Mual dan muntah, kadang demam
Pemeriksaan Fisik :
1. Testis/skrotum bengkak/hiperemis
2. Deming’s sign (testis letak tinggi) dibandingkan sisi kontralateral
3. Angell’s sign (testis posisi melintang) dibandingkan sisi kontralateral
4. Testis umumnya sangat nyeri tekan dan elevasi tidak menghilangkan nyeri seperti
sering terjadi pada epididimis akut (Prehn’s sign, yaitu nyeri tetap/meningkat saat
mengangkat testis)
5. Kadang-kadang dapat diraba adanya lilitan/simpul atau penebalan funikulus spermatikus.
6. Bila telah lama berlangsung maka testis menyatu dengan epididimis dan sukar
dipisahkan, keduanya membengkak, timbul effusion, hiperemia, edema kulit dan
subkutan
9
Gambar 10. Torsio testis10
Pemeriksaan penunjang :
1. Pemeriksaan sedimen urin tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urine
2. Pemeriksaan darah tidak menunjukkan tanda inflamasi, kecuali pada torsio testis yang
sudah lama dan telah mengalami peradangan steril.
3. Doppler dan sintigrafi testis (akurasi 90 – 100 %) untuk menilai adanya aliran darah ke
testis :
Torsio : avaskuler
Tumor : hipervaskuler
Trauma : vaskularisasi berkurang
Diagnosis banding
1. Epididimitis akut
Disebabkan oleh sejumlah organisme. Pada pria diatas usia 35 tahun, E. coli
merupakan penyebab terbanyak epididimitis. Pada pria di bawah usia 35 tahun,
Chlamydia trachomatis merupakan organisme terlazim pada penyebab penyakit ini.
Gambaran klinisnya yaitu pada stadium akut mungkin ada nyeri, pembengkakan dan
demam ringan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan skrotum membesar, dapat ditemukan
nyeri tekan pada funikulus spermatikus dan pada palpasi menunjukan epididimis yang
nyeri dan menebal. Elevasi ringan scrotum cenderung membuat epididimistis kurang
nyeri, tetapi perasat ini mengeksaserbasi nyeri akibat torsi testis.
2. Orchitis
3. Hidrokel terinfeksi/trauma
4. Trauma testis
5. Hernia inguinalis inkarserasi/strangulasi
Gejala berupa benjolan di daerah inguinal yang dapat mencapai scrotum. Benjolan
dapat timbul pada saat berdiri atau mengejan. Terasa nyeri bila menjadi inkarserata.
6. Tumor testis
10
7. Oedem skrotum
Dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis, adanya penyumbatan saluran limfe
inguinal, kelainan jantung, atau kelainan-kelainan yang tidak diketahui sebabnya.
8. Varikokel
Adalah pelebaran abnormal (varises) dari pleksus pampiniformis yang mengalirkan
darah dari testis. Lebih sering mengenai testis kiri. Biasanya tidak ada gejala yang
menyertai varikokel, namun beberapa pria terdapat perasaan berat pada sisi yang terkena.
Pada pemeriksaan fisik terdapat massa yang teraba sebagai sekantung cacing, massa ini
timbul pada posisi tegak tetapi dapat mengosongkan isinya, dan tidak teraba pada sisi
berbaring. Perbaikan verikokel yaitu dengan cara pembedahan.
Penatalaksanaan
Tindakan untuk mengatasi torsio testis terdiri dari 2 cara yaitu : detorsi atau reposisi
manual dan eksplorasi atau dengan cara pembedahan.
1. Detorsi manual dapat dilakukan pada kasus-kasus yang dini (1 – 2 jam) atau merupakan
tindakan awal bagi pasien sebelum dibawa ke rumah sakit. Tindakan ini dilakukan
dengan mengingat arah torsi pada umumnya. Reduksi yang berhasil akan memberikan
pemulihan segera untuk aliran darah ke testis. Tindakan ini tidak boleh dianggap sebagai
pengobatan atau terapi definitif dan eksplorasi gawat darurat harus tetap dilakukan pada
kesempatan awal.
2. Reduksi manipulatif tidak dapat menjamin penyembuhan sempurna dan masih ada torsi
dengan tingkat tertentu, meskipun pemasokan darah telah dipulihkan. Selain itu
abnormalitas semula yang menyebabkan torsi masih tetap ada dan mungkin melibatkan
testis pada sisi yang lain. Oleh karena itu fiksasi operatif kedua testis diharuskan.
3. Eksplorasi mutlak dilakukan pada setiap kasus yang diduga torsi. Testis harus dipaparkan
tanpa ditunda-tunda lagi dengan membuat irisan ke dalam skrotum. Bila ternyata benar
suatu torsi segera lakukan detorsi lalu elevasi beberapa saat, kemudian diamati apakah
ada perubahan warna bila tidak ada tanda-tanda viabilitas lakukan orchidektomi, namun
apabila testis masih baik lakukan orchidopeksi pada testis yang bersangkutan dan testis
kontralateral.
Komplikasi
Terpuntirnya funikulus spermatikus menyebabkan obstruksi aliran darah testis
sehingga testis mengalami hipoksia, edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya testis akan
mengalami nekrosis.
Prognosis
11
1. Umumnya viabel dalam 4 – 6 jam setelah torsio
2. Maksimum survival 70 – 90 % 5 – 12 jam
3. Mungkin masih baik 12 – 24 jam
4. Hasil meragukan bila lebih dari 24 jam
5. Dianjurkan orkidektomi bila lebih dari 4 jam
6. Tergantung jumlah putaran dan lamanya torsio
III. Orchitis11
Definisi
Orchitis adalah suatu peradangan pada salah satu atau kedua testis (buah zakar).
Etiologi
Orchitis bisa disebabkan oleh sejumlah bakteri dan virus. Virus yang paling sering
menyebabkan orchitis adalah virus gondongan (mumps). Hampir 15-25% pria yang menderita
gondongan setelah masa pubertasnya akan menderita orchitis. Orchitis juga ditemukan pada
2-20% pria yang menderita bruselosis. Orchitis sering dihubungkan dengan infeksi prostat
atau epididimis, serta merupakan manifestasi dari penyakit menular seksual (misalnya gonore
atau klamidia).
Faktor risiko
a. Immunisasi gondongan yang tidak adekuat
b. Infeksi saluran kemih berulang
c. Kelainan saluran kemih
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Terjadi
pembengkakan kelenjar getah bening di selangkangan dan pembengkakan testis yang terkena.
Gejala :
a. Pembengkakan skrotum
b. Testis yang terkena terasa berat, membengkak dan teraba lunak
c. Pembengkakan selangkangan pada sisi testis yang terkena
d. Demam
e. Dari penis keluar nanah
f. Nyeri ketika berkemih (disuria)
g. Nyeri selangkangan
h. Nyeri testis, bisa terjadi ketika buang air besar atau mengedan
12
Gambar 11. Orchitis12
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan adalah :
a. Analisa air kemih
b. Pembiakan air kemih
c. Pemeriksaan darah lengkap
d. Pemeriksaan kimia darah.
Penatalaksanaan
Jika penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik sedikitnya selama 7-14 hari. Selain
itu juga diberikan obat pereda nyeri dan anti peradangan.
Jika penyebabnya adalah virus, hanya diberikan obat pereda nyeri. Penderita sebaiknya
menjalani tirah baring, skrotumnya diangkat dan dikompres dengan air es.
Pencegahan
Immunisasi gondongan bisa mencegah terjadinya orchitis akibat gondongan.
IV. Tumor Testis
Definisi13
Tumor testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis (buah zakar), yang bisa
menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di dalam skrotum
(kantung zakar). Tumor testis merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada pria
berusia 15-40 thun.
Penyebab13
Penyebabnya yang pasti tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang menunjang
terjadinya tumor testis :
a. Testis undesensus (testis yang tidak turun ke dalam skrotum)
b. Perkembangan testis yang abnormal
13
c. Sindroma Klinefelter (suatu kelainan kromosom seksual yang ditandai dengan rendahnya
kadar hormon pria, kemandulan, pembesaran payudara/ginekomastia dan testis yang
kecil).
d. Faktor lainnya yang kemungkinan menjadi penyebab dari tumor testis tetapi masih dalam
taraf penelitian adalah pemaparan bahan kimia tertentu dan infeksi oleh HIV. Jika di
dalam keluarga ada riwayat tumor testis, maka risikonya akan meningkat.
Klasifikasi13
Tumor testis dikelompokkan menjadi:
1. Seminoma : 30-40% dari semua jenis tumor testis. Biasanya ditemukan pada pria berusia
30-40 tahun dan terbatas pada testis
2. Non-seminoma : merupakan 60% dari semua jenis tumor testis.Dibagi lagi menjadi
beberapa subkategori:
a. Karsinoma embrional : sekitar 20% dari kanker testis, terjadi pada usia 20-30 tahun
dan sangat ganas. Pertumbuhannya sangat cepat dan menyebar ke paru-paru dan hati.
b. Tumor yolk sac : sekitar 60% dari semua jenis kanker testis pada anak laki-laki.
c. Teratoma : sekitar 7% dari kanker testis pada pria dewasa dan 40% pada anak laki-
laki.
d. Koriokarsinoma.
e. Tumor sel stroma : tumor yang terdiri dari sel-sel Leydig, sel Sertoli dan sel
granulosa. Tumor ini merupakan 3-4% dari seluruh jenis tumor testis. Tumor bisa
menghasilkan hormon estradiol, yang bisa menyebabkan salah satu gejala kanker
testis, yaitu ginekomastia.
Gejala13
1. Testis membesar atau teraba aneh (tidak seperti biasanya)
2. Benjolan atau pembengkakan pada salah satu atau kedua testis
3. Nyeri tumpul di punggung atau perut bagian bawah
4. Ginekomastia
5. Rasa tidak nyaman/rasa nyeri di testis atau skrotum terasa berat.
6. Tetapi mungkin juga tidak ditemukan gejala sama sekali.
Diagnosis13
14
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
lainnya yang biasa dilakukan:
1. USG skrotum
2. Pemeriksaan darah untuk petanda tumor AFP (alfa fetoprotein), HCG (human chorionic
gonadotrophin) dan LDH (lactic dehydrogenase).Hampir 85% kanker non-seminoma
menunjukkan peningkatan kadar AFP atau beta HCG.
3. Rontgen dada (untuk mengetahui penyebaran kanker ke paru-paru)
4. CT scan perut (untuk mengetahui penyebaran kanker ke organ perut)
5. Biopsi jaringan.
Penatalaksanaan13
Pengobatan tergantung kepada jenis, stadium dan beratnya penyakit. Setelah tumor
ditemukan, langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan jenis sel tumornya.
Selanjutnya ditentukan stadiumnya:
1. Stadium I : tumor belum menyebar ke luar testis
2. Stadium II : tumor telah menyebar ke kelenjar getah bening di perut
3. Stadium III : tumor telah menyebar ke luar kelenjar getah bening, bisa sampai ke hati
atau paru-paru.
Ada 4 macam pengobatan yang bisa digunakan:
1. Pembedahan : pengangkatan testis (orkiektomi dan pengangkatan kelenjar getah bening
(limfadenektomi)
2. Terapi penyinaran : menggunakan sinar X dosis tinggi atau sinar energi tinggi lainnya,
seringkali dilakukan setelah limfadenektomi pada tumor non-seminoma.Juga digunakan
sebagai pengobatan utama pada seminoma, terutama pada stadium awal.
3. Kemoterapi : digunakan obat-obatan (misalnya cisplastin, bleomycin dan etoposid) untuk
membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi telah meningkatkan angka harapan hidup
penderita tumor non-seminoma.
4. Pencangkokan sumsum tulang : dilakukan jika kemoterapi telah menyebabkan kerusakan
pada sumsum tulang penderita.
Tumor Seminoma :
1. Stadium I diobati dengan orkiektomi dan penyinaran kelenjar getah bening perut
2. Stadium II diobati dengan orkiektomi, penyinaran kelenjar getah bening dan kemoterapi
dengan sisplastin
15
3. Stadium III diobati dengan orkiektomi dan kemoterapi multi-obat.
Tumor Non-Seminoma:
1. Stadium I : diobati dengan orkiektomi dan kemungkinan dilakukan limfadenektomi perut
2. Stadium II : diobati dengan orkiektomi dan limfadenektomi perut, kemungkinan diikuti
dengan kemoterapi
3. Stadium III : diobati dengan kemoterapi dan orkiektomi.
Jika kankernya merupakan kekambuhan dari kanker testis sebelumnya, diberikan kemoterapi
beberapa obat (ifosfamide, cisplastin dan etoposid atau vinblastin).
V. Undesensus Testis14
Definisi
Undescendcus testis (UDT) atau kriptorkismus adalah gangguan perkembangan yang ditandai
dengan gagalnya penurunan salah satu atau kedua testis secara komplit ke dalam skrotum.
Epidemiologi
Insiden UDT pada bayi sangat dipengaruhi oleh umur kehamilan bayi dan tingkat
kematangan atau umur bayi. Pada bayi prematur sekitar 30,3% dan sekitar 3,4% pada bayi
cukup bulan. Bayi dengan berat lahir < 900 gram seluruhnya mengalami UDT, sedangkan
dengan berat lahir < 1800 gram sekitar 68,5 % UDT.
Embriologi dan Penurunan Testis
Pada minggu ke-6 umur kehamilan primordial germ cells mengalami migrasi dari
yolk sac ke-genital ridge, yang kemudian akan berkembang menjadi testis pada minggu ke-7.
Testis yg berisi prekursor sel-sel sertoli besar (yang kelak menjadi tubulus seminiferous dan
sel-sel Leydig kecil) dengan stimulasi FSH yang dihasilkan hipofisis mulai aktif berfungsi
sejak minggu ke-8 kehamilan dengan mengeluarkan MIF (Müllerian Inhibiting Factor), yang
menyebabkan involusi ipsilateral dari duktus mullerian. MIF juga meningkatkan reseptor
androgen pada membran sel Leydig. Pada minggu ke-10-11 kehamilan, akibat stimulasi
chorionic gonadotropin yang dihasilkan plasenta dan LH dari pituitary sel-sel Leydig akan
mensekresi testosteron yang sangat esensial bagi diferensiasi duktus Wolfian menjadi
epididimis, vas deferens, dan vesika seminalis.
Penurunan testis dimulai pada sekitar minggu ke-10. Walaupun mekanismenya
belum diketahui secara pasti, namun para ahli sepakat bahwa terdapat beberapa faktor yang
berperan penting, yakni: faktor endokrin, mekanik (anatomik), dan neural. Terjadi dalam 2
fase yang dimulai sekitar minggu ke-10 kehamilan segera setelah terjadi diferensiasi seksual.
16
Fase transabdominal dan fase inguinoscrotal. Keduanya terjadi dibawah kontrol hormonal
yang berbeda.
Fase transabdominal terjadi antara minggu ke-10 dan 15 kehamilan, di mana testis
mengalami penurunan dari urogenital ridge ke regio inguinal. Hal ini terjadi karena adanya
regresi ligamentum suspensorium cranialis dibawah pengaruh androgen (testosteron), disertai
pemendekan gubernaculum (ligamen yang melekatkan bagian inferior testis ke-segmen
bawah skrotum) di bawah pengaruh MIF. Dengan perkembangan yang cepat dari regio
abdominopelvic maka testis akan terbawa turun ke daerah inguinal anterior. Pada bulan ke-3
kehamilan terbentuk processus vaginalis yang secara bertahap berkembang ke arah skrotum.
Selanjutnya fase ini akan menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7 kehamilan.
Fase inguinoscrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampai dengan
minggu ke-35 kehamilan. Testis mengalami penurunan dari regio inguinal ke-dalam skrotum
dibawah pengaruh hormon androgen. Faktor mekanik yang turut berperan pada fase ini
adalah tekanan abdominal yang meningkat yang menyebabkan keluarnya testis dari cavum
abdomen, di samping itu tekanan abdomen akan menyebabkan terbentuknya ujung dari
processus vaginalis melalui canalis inguinalis menuju skrotum. Proses penurunan testis ini
masih bisa berlangsung sampai bayi usia 9-12 bulan.
Gambar 12. Skema penurunan testis menurut Hutson. Antara minggu ke- 8–15 gubernaculum (G)
berkembang pada laki-laki, mendekatkan testis (T) ke-inguinal. Ligamentum suspensorium cranialis
(CSL) mengalami regresi. Migrasi gubernaculum ke-skrotum terjadi pada minggu ke- 28-35. B:
Peranan gubernaculum dan CSL pada diferensiasi seksual rodent. Pada jantan CSL mengalami regresi
dan gubernaculum mengalami perkembangan; sebaliknya pada betina CSL menetap, dan
gubernaculum menipis dan memanjang.
17
Etiologi
A Androgen deficiency/blockade Pituitary/placental gonadotropin deficiency Gonadal dysgenesis Androgen sythesis defect (rare) Androgen receptor defect (rare)
B Mechanical anomalies Prune belly syndrome (bladder blocks inguinal canal) Posterior urethral valves(bladder blocks inguinal canal) Abdominal wall defects (low abdominal pressure/gubernacular rupture) Chromosomal/malformation syndrome (? Connective tissue defect block migration)
C Neurological anomalies Myelomeningocele (GNF dysplasia) GFN/CGRP anomalies
D Aquired anomalies Cerebral palsy (cremaster spasticity) Ascending/retractile testes (? Fibrous remnant of processus vaginalis)
Tabel 1. Berbagai kemungkinan penyebab UDT
Klasifikasi
Terdapat 3 tipe UDT :
1. UDT sesungguhnya (true undescended): testis mengalami penurunan parsial melalui jalur
yang normal, tetapi terhenti. Dibedakan menjadi teraba (palpable) dan tidak teraba
(impalpable).
2. Testis ektopik: testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan yang normal.
3. Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa ke dasar skrotum tetapi akibat refleks
kremaster yang berlebihan dapat kembali segera ke kanalis inguinalis, bukan termasuk
UDT yang sebenarnya.
Pembagian lain membedakan true UDT menurut lokasi terhentinya testis, menjadi:
abdominal, inguinal, dan suprascrotal.
Gambar 13. Kemungkinan lokasi testis pada true UDT dan ektopik testis
18
Gliding testis atau sliding testis adalah istilah yang dipakai pada keadaan UDT dimana testis
dapat dimanipulasi hingga bagian atas skrotum, tetapi segera kembali begitu tarikan
dilepaskan. Gliding testis harus dibedakan dengan testis yang retraktil, gliding testis terjadi
akibat tidak adanya gubernaculum attachment, dan mempunyai processus vaginalis yang
lebar sehingga testis sangat mobile dan meningkatkan risiko terjadinya torsi. Dengan
melakukan overstrecht selama + 1 menit pada saat pemeriksaan fisik (untuk melumpuhkan
refleks cremaster), testis yang retraktil akan menetap di dalam skrotum, sedangkan gliding
testis akan tetap kembali ke kanalis inguinalis.
Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis harus digali tentang prematuritas penderita, penggunaan obat-obatan
saat ibu hamil (estrogen), riwayat operasi inguinal dan harus dipastikan apakah sebelumnya
testis pernah teraba di skrotum pada saat lahir atau tahun pertama kehidupan (testis retractile
akibat refleks cremaster yang berlebihan sering terjadi pada umur 4-6 tahun).
Perlu juga digali riwayat perkembangan mental anak, dan pada anak yang lebih besar
bisa ditanyakan ada tidaknya gangguan penciuman (biasanya penderita tidak menyadari).
Riwayat keluarga tentang UDT, infertilitas, kelainan bawaan genitalia, dan kematian
neonatal.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan testis sebaiknya dilakukan pada posisi terlentang dengan ”frog leg position”
dan jongkok. Dengan 2 tangan yang hangat, menggunakan jelly atau sabun, dimulai dari
SIAS menyusuri kanalis inguinalis ke arah medial dan skrotum. Bila teraba testis harus
dicoba untuk diarahkan ke skrotum, dengan kombinasi ”menyapu” dan ”menarik” terkadang
testis dapat didorong ke dalam skrotum. Dengan mempertahankan posisi testis di dalam
skrotum selama 1 menit, otot-otot cremaster diharapkan akan mengalami ”fatigue”; bila
testis dapat bertahan di dalam skrotum, menunjukkan testis yang retractile sedangkan pada
UDT akan segera kembali begitu testis dilepas. Tentukan lokasi, ukuran dan tekstur testis.
Gambar 14.. Teknik pemeriksaan testis. A: Menyusuri kanalis inguinalis dimulai dari SIAS. B&C:
Bila teraba testis, ‘menggiring ‘ testis dengan ujung-ujung jari. D: Memanipulasi ke-dalam skrotum.
19
Testis yang atrofi atau vanishing testis dapat dijumpai pada jalur penurunan yang
normal. Kemungkinan etiologinya adalah iskemia masa neonatal akibat torsi. Testis kontra
lateralnya biasanya mengalami hipertrofi.
Lokasi UDT tersering terdapat pada kanalis inguinalis (72%), diikuti supraskrotal
(20%), dan intra-abdomen (8%). Sehingga pemeriksaan fisik yang baik akan dapat
menentukan lokasi UDT tersebut.
Berikut adalah berapa petanda klinis pada UDT bilateral tidak teraba testis yang dapat
dipakai pegangan untuk menentukan kemungkinan penyebab pada pemeriksaaan fisik.
Tanda Klinis Penyerta Kemungkinan Penyebab
Tanpa kelainan lain Simple UDT, anorchia, female pseudo-hermaphroditsm
Mikro penis dengan atau tanpa hipospadia
Gangguan sintesis androgen partial atau Androgen insensitivity syndrome
Anosmia dan mikro penis Sindrom Kallmann
Gangguan intelektual atau dismorfik Sindrom tertentu
Mikro penis dan defek midline Defisiensi gonadotropin
Mikro penis dan hipoglikemi neonatal Multiple pituitary hormone deficiency
Perawakan tinggi (testis mungkin teraba di inguinal, kecil dan padat)
Sindrom Klinefelter
Tabel 2. Interpretasi beberapa petanda klinis yang menyertai UDT bilateral tidak teraba testis
Pemeriksaan Laboratorium
Pada anak dengan UDT unilateral tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium lebih
lanjut.3 Sedangkan pada UDT bilateral tidak teraba testis dengan disertai hipospadia dan
virilisasi, diperlukan pemeriksaan analisis kromosom dan hormonal (yang terpenting adalah
17-hydroxyprogesterone) untuk menyingkirkan kemungkinan intersex. Setelah
menyingkirkan kemungkinan intersex, pada penderita UDT bilateral dengan usia < 3 bulan
dan tidak teraba testis, pemeriksaan LH, FSH, dan testosteron akan dapat membantu
menentukan apakah terdapat testis atau tidak. Bila umur telah mencapai di atas 3 bulan
pemeriksaan hormonal tersebut harus dilakukan dengan melakukan stimulasi test
menggunakan hCG (human chorionic gonadotropin hormone). Ketiadaan peningkatan kadar
testosteron disertai peningkatan LH/FSH setelah dilakukan stimulasi mengindikasikan
anorchia.
Prinsip stimulasi test dengan hCG atau hCG test adalah mengukur kadar hormon
testosteron pada keadaan basal dan 24-48 jam setelah stimulasi. Pada bayi, respon normal
setelah hCG test bervariasi antara 2-10x bahkan 20x. Pada masa kanak-kanak,
peningkatannya sekitar 5-10x. Sedangkan pada masa pubertas, dengan meningkatnya kadar
testosteron basal, maka peningkatan setelah stimulasi hCG hanya sekitar 2-3x.
Pemeriksaan Pencitraan
20
USG hanya dapat membantu menentukan lokasi testis terutama di daerah inguinal, di mana
hal ini akan mudah sekali dilakukan perabaan dengan tangan. CT scan dan MRI mempunyai
ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan USG terutama diperuntukkan testis intraabdomen
(tak teraba testis dan tidak dapat dideteksi dengan USG). MRI mempunyai sensitifitas yang
lebih baik untuk digunakan pada anak-anak yang lebih besar (belasan tahun). MRI juga dapat
mendeteksi kecurigaan keganasan testis. Baik USG, CT scan maupun MRI tidak dapat
dipakai untuk mendeteksi vanishing testis ataupun anorchia.
Terapi
Tujuan terapi UDT yang utama dan dianut hingga saat ini adalah memperkecil risiko
terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan reposisi testis ke dalam skrotum baik
dengan menggunakan terapi hormonal ataupun dengan cara pembedahan (orchiopexy).
1. Terapi Hormonal
Hormon yang biasa digunakan adalah hCG, gonadotropin-releasing hormone
(GnRH) atau LH-releasing hormone (LHRH). Hormon hCG mempunyai kerja mirip LH
yang dihasilkan pituitary, yang akan merangsang sel Leydig menghasilkan androgen.
Cara kerja peningkatan androgen pada penurunan testis belum diketahui pasti, tapi
diduga mempunyai efek pada cord testis atau otot cremaster. hCG diberikan dengan dosis
250 IU untuk bayi < 12 bulan, 500 IU untuk umur 1-6 tahun, dan 1.000 IU untuk umur >
6 tahun, masing masing kelompok umur diberikan 2x seminggu selama 5 minggu.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan terapi adalah makin distal lokasi testis
makin tinggi keberhasilannya, makin tua usia anak makin respon terhadap terapi
hormonal, UDT bilateral lebih responsif terhadap terapi hormonal daripada unilateral.
2. Terapi Pembedahan
Apabila hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk kasus UDT adalah
orchiopexy. Mengingat 75 % kasus UDT akan mengalami penurunan testis spontan
sampai umur 1 tahun, maka pembedahan biasanya dilakukan setelah umur 1 tahun.
Pertimbangan lain adalah setelah 1 tahun akan terjadi perubahan morfologis degeneratif
testis yang dapat meningkatkan risiko infertilitas. Keberhasilan orchyopexy berkisar 67-
100 % bergantung pada umur penderita, ukuran testis, contralateral testis, dan
keterampilan ahli bedah.
21
Gambar 15. Algoritma penatalaksanaan UDT pada anak
Komplikasi
1. Risiko Keganasan
Makin tinggi lokasi UDT makin tinggi risiko keganasannya, testis abdominal
mempunyai risiko menjadi ganas 4x lebih besar dibanding testis inguinal. Orchiopexi
sendiri tidak akan mengurangi risiko terjadinya keganasan, tetapi akan lebih mudah
melakukan deteksi dini keganasan pada penderita yang telah dilakukan orchiopexy.
2. Infertilitas
Komplikasi infertilitas ini berkaitan dengan terjadinya degenerasi pada UDT.
Biopsi pada anak-anak dan binatang coba UDT menunjukkan adanya penurunan volume
testis, jumlah germ cells dan spermatogonia dibandingkan dengan testis yang normal.
Biopsi testis pada anak dengan UDT unilateral yang dilakukan sebelum umur 1 tahun
menunjukkan gambaran yang tidak berbeda bermakna dengan testis yang normal.
Perubahan gambaran histologis yang bermakna mulai tampak setelah umur 1 tahun,
semakin memburuk dengan bertambahnya umur. Tidak seperti risiko keganasan,
penurunan testis lebih dini akan mencegah proses degenerasi lebih lanjut.
22
BAB III
KESIMPULAN
Kelainan pada skrotum maupun testis yang didapatkan secara dini (bayi maupun anak-
anak), jika tidak ditangani secara cepat akan dapat mengganggu fungsi reproduksi, seperti
infertilitas, disfungsi ereksi, maupun kematian jaringan testis. Hal ini dapat dicegah dengan
meningkatkan pengetahuan dokter dalam praktik sehari-hari untuk dapat mengenali kelainan-
kelainan tersebut sehingga bisa mencegah komplikasi yang tidak diinginkan.
Pada kasus hidrokel, penumpukan cairan pada tunika vaginalis dapat diketahui dengan
adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri, konsistensi kistik, dan pada pemeriksaan
transiluminasi menunjukkan adanya transiluminasi. Hidrokel yang cukup besar bisa menekan
pembuluh darah yang menuju ke testis sehingga menimbulkan atrofi testis. Penatalaksanaannya
ialah dilakukan operasi dengan pendekatan inguinal.
Pada kasus torsio testis, funikulus spermatikus yang terpuntir dapat mengakibatkan
gangguan vaskulariasi dari testis yang berakhir pada keadaan nekrosis testis. Torsio testis dapat
diketahui dari keluhan nyeri hebat tiba-tiba pada skrotum, dan pada pemeriksaan ditemukan testis
membesar, hiperemis, Deming’s sign, Angell’s sign, dan Phren’s sign. Penatalaksanaan dari
torsio testis ialah dapat dilakukan detorsi atau reposisi manual dan eksplorasi atau dengan cara
pembedahan.
Pada kasus orchitis, peradangan pada salah satu atau kedua testis dapat diketahui dengan
adanya demam, skrotum dan testis bengkak, teraba lunak, dan terasa nyeri. Terapi yang diberikan
disesuaikan dengan penyebab, jika karena bakteri, diberikan antibiotik selama 7-14 hari, obat
pereda nyeri, dan anti radang. Sedangkan jika diakibatkan karena virus, dilakukan tirah baring
dan obat pereda nyeri.
Tumor testis, yang sering terjadi pada usia 15-40 tahun, dapat dicurigai jika ditemukan
benjolan pada salah satu atau kedua testis, testis membesar atau teraba aneh, rasa tidak nyaman
pada testis, dan nyeri tumpul di punggung atau perut bagian bawah. Dalam hal ini dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang terhadap penanda tumor testis; AFP, HCG, dan LDH.
Pengobatan dilakukan tergantung kepada jenis, stadium dan beratnya penyakit.
Pada kasus undescensus testis (kriptorkismus), di mana testis gagal untuk turun secara
komplit ke dalam skrotum, pada pemeriksaan, dapat ditentukan dengan menyusuri kanalis
inguinalis dari SIAS sampai ke skrotum dan mengarahkan testis yang teraba masuk ke dalam
skrotum dan dipertahankan 1 menit. Bila testis bertahan di dalam skrotum, menunjukkan testis
retractile, sedangkan pada UDT testis akan segera kembali. Penatalaksanaan ditujukan untuk
memperkecil risiko terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan reposisi testis ke
dalam skrotum dengan terapi hormonal ataupun cara pembedahan (orchiopexy).
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Unknown. Sistem reproduksi pria. Accessed September 24th, 2011. Available from
http://medicastore.com/penyakit/872/Sistem_Reproduksi_Pria.html
2. Sohibul himam. Makalah tentang termoregulasi pada testis. 2008. Accessed September 20th,
2011. Available from http://www.docstoc.com/docs/32207716/UNIVERSITAS-
BRAWIJAYA
3. Unknown. Skrotum. Accessed September 20th, 2011. Available from
http://id.wikipedia.org/wiki/Skrotum
4. R. Putz dan R. Pabst. Atlas Anatomi Manusia Sobotta jilid 2. Edisi 21. Jakarta : EGC. 2003.
5. Unknown. Hidrokel. Last updated June 22 2008. Accessed September 20 th, 2011. Available
from http://bedahurologi.wordpress.com/2008/06/22/hidrokel/
6. Unknown. Hydrocele. Accessed September 21th, 2011. Available from
http://medicaltrue.com/hydrocele
7. Unknown. Torsio testis. Accessed September 21th, 2011. Available from
http://medicom.blogdetik.com/2009/03/07/torsio-testis/
8. Unknown. Tortio testis. Accessed September 20th, 2011. Updated June 21, 2008. Available
from http://bedahurologi.wordpress.com/2008/06/21/tortio-testis/
9. Krishna Kumar Govindarajan. Pediatric testicular torsion. Updated August 22, 2011.
Accessed September 25th, 2011. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/438817-overview#showall
10. Edward David Kim. Testicular torsion. Updated September 24, 2010. Accessed September
26th, 2011. Available from http://emedicine.medscape.com/article/2035074-overview
11. Unknown. Orkitis. Accessed September 10th, 2011. Available from
http://medicastore.com/penyakit/910/Orkitis.html
12. Unknown. Epididymo-orchitis and orchitis. Accessed September 21th, 2011. Available from
http://findmeacure.com/2011/04/22/epididymo-orchitis-and-orchitis/m8650061/
13. Unknown. Gejala-gejala kanker testis (buah zakar). Accessed September 20 th, 2011.
Available from http://www.spesialis.info/?gejala-gejala-kanker-testis-(buah-zakar),345
14. Faizy Muhammad dan EP Nety. Penatalaksanaan undescendcus testis pada anak. Updated
February 2nd, 2006. Accessed September 15th, 2011. Available from
www.pediatrik.com/pkb/20060220-g2wryu-pkb.pdf.
24