33
Nur Atika Syarif C 111 09 310 FK Unhas GANGGUAN PSIKOSOMATIK I. PENDAHULUAN Hubungan antara psikis (jiwa) dan soma (badan) telah menjadi perhatian para ahli dan para peneliti sejak dahulu. Keduanya (psikis dan soma) saling terkait secara erat dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya. Kedua aspek saling mempengaruhi yang selanjutnya tercermin dengan jelas dalam ilmu kedokteran psikosomatik. 1 Di masa prasejarah masyarakat percaya bahwa penyakit disebabkan oleh kekuatan roh jahat/setan. Oleh karena itu pengobatannya harus dilakukan dengan mantera-mantera. Di masa peradaban kuno kemudian dipercaya bahwa pikiran memiliki kekuatan besar untuk mempengaruhi badan, sehingga gangguan pada badan tidak bisa disembuhkan tanpa mengobati kepalanya (pikiran). 1 Dalam perkembangannya tidak hanya aspek fisis dan psikis saja yang menjadi titik perhatian, tetapi juga aspek spiritual (agama) dan lingkungan merupakan faktor yang harus diperhatikan untuk mencapai keadaan kesehatan yang optimal. Hal ini sesuai dengan definisi WHO tentang pengertian sehat yang meliputi kesehatan fisis, psikologis, sosial, dan spiritual. Jadi mempunyai 4 dimensi yaitu bio-psiko-sosio-spiritual. 1 1

Referat GANGGUAN PSIKOSOMATIK.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Gangguan psikosomatik

Citation preview

Page 1: Referat GANGGUAN PSIKOSOMATIK.doc

Nur Atika Syarif C 111 09 310 FK Unhas

GANGGUAN PSIKOSOMATIK

I. PENDAHULUAN

Hubungan antara psikis (jiwa) dan soma (badan) telah menjadi

perhatian para ahli dan para peneliti sejak dahulu. Keduanya (psikis dan

soma) saling terkait secara erat dan tidak bisa dipisahkan antara satu

dengan lainnya. Kedua aspek saling mempengaruhi yang selanjutnya

tercermin dengan jelas dalam ilmu kedokteran psikosomatik. 1

Di masa prasejarah masyarakat percaya bahwa penyakit disebabkan

oleh kekuatan roh jahat/setan. Oleh karena itu pengobatannya harus

dilakukan dengan mantera-mantera. Di masa peradaban kuno kemudian

dipercaya bahwa pikiran memiliki kekuatan besar untuk mempengaruhi

badan, sehingga gangguan pada badan tidak bisa disembuhkan tanpa

mengobati kepalanya (pikiran).1

Dalam perkembangannya tidak hanya aspek fisis dan psikis saja

yang menjadi titik perhatian, tetapi juga aspek spiritual (agama) dan

lingkungan merupakan faktor yang harus diperhatikan untuk mencapai

keadaan kesehatan yang optimal. Hal ini sesuai dengan definisi WHO

tentang pengertian sehat yang meliputi kesehatan fisis, psikologis, sosial,

dan spiritual. Jadi mempunyai 4 dimensi yaitu bio-psiko-sosio-spiritual.1

Dalam pengertian kedokteran psikosomatik secara luas, aspek bio-

psiko-sosio-spiritual tersebut sangat perlu dipahami untuk melakukan

pendekatan dan pengobatan terhadap pasien secara holistic (menyeluruh)

dan ekliktik (rinci) yaitu pendekatan psikosomatik.1

II. DEFINISI

Gangguan psikosomatik ialah gangguan atau penyakit dengan

gejala-gejala yang menyerupai penyakit fisis dan diyakini adanya

hubungan yang erat antara suatu peristiwa psikososial tertentu dengan

timbulnya gejala-gejala tersebut. Ada juga yang memberikan batasan

bahwa gangguan psikosomatik merupakan suatu kelainan fungsional suatu

alat atau sistem organ yang dapat dinyatakan secara obyektif, misalnya

1

Page 2: Referat GANGGUAN PSIKOSOMATIK.doc

Nur Atika Syarif C 111 09 310 FK Unhas

adanya spasme, hipo atau hipersekresi, perubahan konduksi saraf dan lain-

lain. Keadaan ini dapat disertai adanya organik/struktural sebagai akibat

gangguan fungsional yang sudah berlangsung lama.1

Menurut JC. Heinroth yang dimaksud dengan gangguan

psikosomatik ialah adanya gangguan psikis dan somatik yang menonjol

dan tumpang tindih. Berdasarkan pengertian dan kenyataan diatas dapat

disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan gangguan psikosomatik adalah

gangguan atau penyakit yang ditandai oleh keluhan-keluhan psikis dan

somatik yang dapat merupakan kelainan fungsional suatu organ dengan

ataupun tanpa gejala objektif dan dapat pula bersamaan dengan kelainan

organik/ struktural yang berkaitan dengan stressor atau peristiwa

psikososial tertentu.1

Gangguan fungsional yang ditemukan bersamaan dengan gangguan

struktural organis dapat berhubungan sebagai berikut:

Gangguan fungsional yang lama dapat menyebabkan atau

mempengaruhi timbulnya gangguan struktural seperti asma

bronchial, hipertensi, penyakit jantung koroner, arthritis

rheumatoid dan lain-lain

Gangguan atau kelainan struktural dapat menyebabkan gangguan

psikis dan menimbulkan gejala-gejala gangguan fungsional seperti

pada pasien penyakit jantung, penyakit kanker, gagal ginjal dan

lain-lain.

gangguan fungsional dan struktural organik berada bersamaan oleh

sebab yang berbeda.1

Dalam kenyataannya, di klinik jarang sekali faktor psikis/emosi

seperti frustasi, konflik, ketegangan dan sebagainya dikemukakan sebagai

keluhan utama oleh pasien. Justru keluhan –keluhan fisis yang beraneka

ragam yang selalu ditonjolkan oleh pasien. Keluhan-keluhan yang

dirasakan pasien umumnya terletak di bidang penyakit dalam seperti

keluhan sitem kardiovaskuler, sistem pernapasan, saluran cerna, saluran

urogenital, dan sebagainya.

2

Page 3: Referat GANGGUAN PSIKOSOMATIK.doc

Nur Atika Syarif C 111 09 310 FK Unhas

Keluhan-keluhan tersebut adalah manifestasi adanya

ketidakseimbangan sistem saraf otonom vegetatif, seperti sakit kepala,

pusing, serasa mabuk, cenderung untuk pingsan, banyak keringat, jantung

berdebar-debar, sesak napas, gangguan pada lambung, dan usus, diare,

anoreksia, kaki dan tangan dingin, kesemutan, merasa panas atau dingin

seluruh tubuh dan banyak lagi gejala lainnya.1

III. PATOMEKANISME

Patofisiologi timbulnya kelainan fisis yang berhubungan dengan

gangguan psikis/emosi belum seluruhnya dapat diterangkan namun sudah

terdapat banyak bukti dari hasil penelitian para ahli yang dapat dijadikan

pegangan. Gangguan psikis/konflik emosi yang menimbulkan gangguan

psikosomatik ternyata diikuti oleh perubahan-perubahan fisiologis dan

biokimia pada tubuh seseorang. Perubahan fisiologi ini berkaitan erat

dengan adanya gangguan pada sistem saraf autonom vegetatif, sistem

endokrin dan sistem imun.1

Patofisiologi gangguan psikosomatik dapat diterangkan melalui

beberapa teori sebagai berikut:

a. Gangguan Keseimbangan Saraf Autonom Vegetatif

Pada keadaan ini konflik emosi yang timbul diteruskan melalui

korteks serebri ke sistem limbik kemudian hipotalamus dan akhirnya

ke sistem saraf autonom vegetatif. Gejala klinis yang timbul dapat

berupa hipertoni parasimpatik, ataksi vegetatif yaitu bila koordinasi

antara simpatik dan parasimpatik sudah tidak ada lagi dan amfotoni

bila gejala hipertoni simpatik dan parasimpatik terjadi silih berganti.1

b. Gangguan Konduksi Impuls Melalui Neurotransmitter

Gangguan konduksi ini disebabkan adanya kelebihan atau kekurangan

neurotransmitter di presinaps atau adanya gangguan sensitivitas pada

reseptor-reseptor postsinaps. Beberapa neurotransmitter yang telah

diketahui berupa amin biogenik antara lain noradrenalin, dopamine,

dan serotonin.1

3

Page 4: Referat GANGGUAN PSIKOSOMATIK.doc

Nur Atika Syarif C 111 09 310 FK Unhas

c. Hiperalgesia Alat Viseral

Meyer dan Gebhart (1994) mengemukakan konsep dasar terjadinya

gangguan fungsional pada organ visceral yaitu adanya visceral

hyperalgesia. Keadaan ini mengakibatkan respon reflex yang

berlebihan pada beberapa bagian alat visceral tadi. Konsep ini telah

dibuktikan pada kasus-kasus non-cardiac chest pain, non-ulcer

dyspepsia dan irritable bowel syndrome.1

d. Gangguan Sistem Endokrin/Hormonal

Perubahan-perubahan fisiologi tubuh yang disebabkan adanya

stress dapat terjadi akibat gangguan sistem hormonal. Perubahan

tersebut terjadi melalui hypothalamic-pitutary-adrenal axis (jalur

hipotalamus-pituitari-adrenal). Hormone yang berperan pada jalur ini

antara lain: hormon pertumbuhan (growth hormone), prolactin, ACTH,

katekolamin.1

e. Perubahan dalam Sistem Imun

Perubahan tingkah laku dan stress selain dapat mengaktifkan

sistem endokrin melalui hypothalamus-pituitary axis (HPA) juga dapat

mempengaruhi imunitas seseorang sehingga mempermudah timbulnya

nfeksi dan penyakit neoplastik. Fungsi imun menjadi terganggu karena

sel-sel imunitas merupakan immunotransmitter mengalami berbagai

perubahan. 1

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi imunitas adalah sebagai

berikut:

Kualitas dan kuantitas stress yang timbul

Kamampuan individu dalam mengatasi suatu stress secara efektif

Kualitas dan kuantitas rangsang imunitas

Lamanya stress

Latar belakang lingkungan sosio-kultural pasien

Faktor pasien sendiri (umur, jenis kelamin, status gizi)1

4

Page 5: Referat GANGGUAN PSIKOSOMATIK.doc

Nur Atika Syarif C 111 09 310 FK Unhas

IV. DIAGNOSIS

Menegakkan diagnosis pasien dengan gangguan psikosomatik tidak

berbeda dengan menegakkan diagnosis penyakit lain pada umumnya yaitu

dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan laboratorium

atau pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan. Pada umumnya pasien

dengan gangguan psikosomatik datang ke dokter dengan keluhan

somatiknya. Jarang sekali keluhan psikis atau konfliknya dikeluhkan

secara spontan. Keluhan psikis yang menjadi stressornya baru akan

muncul setelah dilakukan anamnesis yang baik dan mendalam. Keluhan

somatisnya sangat beraneka ragam dan sering berpindah-pindah dari satu

sistem organ ke organ lain.1

Gangguan psikosomatik pada orang yang tidak stabil, dapat

disebabkan bukan saja oleh stress yang luar biasa, tetapi juga oleh

kejadian-kejadian dan keadaan sehari-hari, umpamanya rumah tangga

yang sibuk, terlalu banyak orang di dalam satu rumah, suami atau isteri

yang tidak dapat menyesuaikan diri atau tidak mengindahkan keinginan

satu sama lain.2

Untuk itu, penting ditanyakan beberapa pertanyaan berikut dalam

proses anamnesis:

- Faktor sosial dan ekonomi: kepuasan dalam pekerjaan; kesukaran

ekonomi; pekerjaan yang tidak tentu; hubungan dengan keluarga dan

orang lain; minatnya; pekerjaan yang terburu-buru; kurang terbiasa

- Faktor perkawinan: perselisihan, perceraian, dan kekecewaan dalam

hubungan sexual; anak-anak yang nakal dan menyusahkan.

- Faktor kesehatan: penyakit-penyakit yang menahun; pernah masuk

rumah sakit; pernah dioperasi; adiksi terhadap obat-obatan, tembakau,

dan lain-lain

- Faktor psikologik: stress psikologik; keadaan jiwa waktu operasi;

status dalam keluarga.2

Untuk menentukan gangguan fungsional, maka anmnesa penting

sekali. Bila kita sudah menentukan bahwa penderita itu mempunyai

gangguan fungsional, maka selanjutnya kita harus menetapkan apakah

5

Page 6: Referat GANGGUAN PSIKOSOMATIK.doc

Nur Atika Syarif C 111 09 310 FK Unhas

sebabnya itu gangguan psikogenik atau non-psikogenik. Apabila kita

sudah menduga bahwa hal itu merupakan gangguan psikogenik, sebaiknya

harus dicari juga korelasi antara gejala-gejala dan stress psikologik.2

Lewis memberikan beberapa kriteria untuk diagnosa gangguan

psikomatik:

1. Gejala-gejala yang didapat mempunyai permulaan, akibat, manifestasi

dan jalannya yang sangat mencurigakan akan adanya gangguan

psikosomatik

2. Dengan pemeriksaan fisis dan laboratorium tidak didapati penyakit

organik yang dapat menyebabkan gejala-gejala (atau sebagian gejal-

gejala)

3. Adanya suatu stress atau konflik yang menyukarkan penderita

4. Reaksi penderita terhadap stress ini banyak hubungannya dengan

gejala-gejala yang dikeluhkannya, yaitubahwa gejala-gejala itu secara

psikosomatik merupakan manifestasi badaniah dari konflik atau

penyelesaian masalah yang tidak memuaskan

5. Terjadinya stress itu harus mempunyai korelasi antara waktu dan

timbulnya keluhan, bertambah beratnya atau/dan menahunnya penyakit

yang ada.2

Tidak semua kriteria harus ada, tetapi apabila terdapat beberapa

kriteria yang sesuai sudah merupakan indikasi kea rah gangguan

psikosomatik.1

V. JENIS GANGGUAN PSIKOSOMATIK

Untuk klasifikasi jenis gangguan psikosomatik, maka jenis gangguan

dibagi menurut organ yang paling sering terkena, yaitu gangguan

gastrointestinal, gangguan kardiovaskular, gangguan pernapasan,

gangguan endokrin, gangguan kulit, gangguan muskuloskeletal, psiko-

onkologi.

a. Gangguan Gastrointestinal

6

Page 7: Referat GANGGUAN PSIKOSOMATIK.doc

Nur Atika Syarif C 111 09 310 FK Unhas

1. Dispepsia Fungsional

Merupakan perasaan tidak enak dan sakit pada daerah

epigastrium, sering disebabkan karena kelainan fungsi lambung:

sekresi asam lambung yang berlebihan, motilitas dan tonus yang

meninggi pada otot-otot dinding lambung.2 Legarde dan Spiro

(1984) mengatakan bahwa keluhan tidak enak pada perut bagian

atas yang bersifat intermitten sedangkan pada pemeriksaan tidak

didapatkan kelainan organis. Gejala-gejala yang sering dikeluhkan

pasien berupa rasa penuh pada ulu hati sesudah makan, kembung,

sering bersendawa, cepat kenyang, anoreksia, nausea, vomitus, rasa

terbakar pada daerah ulu hati dan regurgitasi.3

Peran faktor psikososial pada dispepsia fungsional sangat

penting karena dapat menyebabkan hal-hal di bawah ini:

- Menimbulkan perubahan fisiologi saluran cerna

- Perubahan penyesuaian terhadap gejala-gejala yang timbul

- Mempengaruhi karakter dan perjalanan penyakitnya

- Mempengaruhi prognosis

Rangsangan psikis/emosi sendiri secara fisiologi dapat

mempengaruhi lambung dengan dua cara:

- Jalur Neurogen: rangsangan konflik emosi pada korteks serebri

mempengaruhi kerja hipotalamus anterior dan selanjutnya ke

nucleus vagus, dan kemudian ke lambung

- Jalur Neurohormonal: rangsangan pada korteks serebri

diteruskan ke hipotalamus anterior selanjutnya ke hipofisis

anterior yang mengeluarkan kortikotropin. Hormon ini

merangsang korteks adrenal dan kemudian menghasilkan

hormon adrenal yang selanjutnya merangsang produksi asam

lambung.3

Pengobatan melalui pendekatan psikosomatis yaitu dengan

memperhatikan aspek-aspek fisik, psikososial, dan lingkungan.

Terhadap keluhan-keluhan dispepsia dapat diberikan pengobatan

simptomatis seperti antasida, obat-obat H2 antagonis seperti

7

Page 8: Referat GANGGUAN PSIKOSOMATIK.doc

Nur Atika Syarif C 111 09 310 FK Unhas

Cimetidin, ranitidine. Obat inhibitor pompa proton seperti

omeprazole, lansoprazole. Yang tidak kalah pentingnya ialah

melakukan psikoterapi dengan beberapa edukasi dan saran agar

dapat mengatasi atau mengurangi stress dan konflik psikososial.3

2. Konstipasi Psikogenik

Buang air besar biasanya terjadi setelah timbul rangsangan di

hipotalamus yang diteruskan ke kolon dan sfingter ani melalui

susunan saraf autonom. Pada waktu tertentu kemungkinan

rangsangan tersebut tidak timbul. Hal ini dapat terjadi pada

seseorang yang sedang murung, kecewa, putus asa, dan gangguan

jiwa lain. Pasien sering mempunyai keluhan tidak dapat atau

mengalami kesulitan buang air besar. Akibat kelainan tersebut,

rangsangan di hipotalamus ikut menurun sampai tidak ada,

sehingga rangsangan di usus besar pun sangat berkurang. Bila

berlangsung terus-menerus akan terjadi atoni kolon dan konstipasi

kronik yang selanjutnya disebut konstipasi psikogenik. 4

Pengelolaan pasien konstipasi psikogenik lebih

menitikberatkan pada psikoterapi. Perlu pendekatan psikomatik

dengan memperdulikan faktor-faktor psikis sebagai penyebabnya. 4

3. Diare Psikogenik

Seseorang yang sedang mengalami ketegangan jiwa, sedang

emosi, atau sedang dalam keadaan stress , hidupnya tidak teratur.

Keadaan demikian akan menyebabkan terangsangnya hipotalamus

terus-menerus secara tidak teratur. Rangsangan di hipotalamus ini

akan diteruskan ke susunan saraf autonom. Susunan saraf yang

berulang kali terangsang ini akan menyebabkan timbulnya

hiperperistaltik kolon, sehingga bolus makanan terlalu cepat

dikeluarkan karena hiperperistaltik tersebut, reabsorpsi air di kolon

terganggu, dan timbullah diare. Bila terjadi berulang kali, timbul

diare kronik. Keadaan demikian disebut diare psikogenik kronik. 4

8

Page 9: Referat GANGGUAN PSIKOSOMATIK.doc

Nur Atika Syarif C 111 09 310 FK Unhas

Sifat diare psikogenik pada umumnya memperlihatkan sering

buang air besar yang bersifat lembek, hampir tidak pernah bersifat

cair, jarang disertai lender dan darah, dan tidak pernah disertai

demam. Diare yang timbul biasanya berlangsung beberapa hari,

selama masih ada gangguan psikis. 4

4. Obesitas

Pada obesitas yang hebat sering didapati faktor psikologik.

Tidak dapat diterangkan secara memuaskan dengan teori: efisiensi

otot-otot yang tinggi, “respiratory quotient” yang rendah, “specific

dynamic action” dari makanan atau penyimpanan yang abnormal

oleh orang gemuk itu. 2

Faktor psikologik, mulai dari ketegangan yang ringan smapai

dengan suatu nerosa yang hebat dapat menyebabkan makan

berlebihan. Kadang-kadang orang yang merasa tidak bahagia

mencari kesenangan dalam makanan. Mungkin bila ia mengalami

banyak kekecewaan dalam pekerjaan atau kehidupan seksual,

makanan bukan saja daoat merupakan pembelaan atau hiburan,

tetapi juga dapat merupakan substitusi. 2

Pengobatan ialah meyakinkan penderita bahwa berat badan itu

perlu diturunkan, mengatur tabiat makanan, diet yang pantas, dan

psikoterapi bila terdapat konflik; dapat juga diberikan obat-obat

untuk menekan nafsu makan beserta vitamin supaya tidak

kekurangan bila makan berkurang. 2

b. Gangguan Kardiovaskular

1. Hipertensi

Hipertensi oleh banyak peneliti dianggap sebagai suatu

penyakit yang multifaktorial. Selain faktor psikis yang

menstimulasi efek simpatikotonik, pengaruh lingkungan sekitar

dan sosio-kultural juga ikut berperan. Faktor-faktor psikis

stuasional yang menyebabkan kenaikan tekanan darah, merupakan

model outlet yang aman sebagai reaksi normal fisiologis. 5

9

Page 10: Referat GANGGUAN PSIKOSOMATIK.doc

Nur Atika Syarif C 111 09 310 FK Unhas

Menurut Groen, mekanisme utama perkembanghan menjadi

hipertensi yaitu perubahan suatu reaksi fisiologis yang

dihubungkan dengan behavior readiness, oleh suatu reaksi

neuroviseral; sebagai ganti aktivitas neuromuscular yang kuat dan

volume semenit jantung yang meningkat, serta resistensi pembuluh

darah yang meningkat pula.5

Karena sifat etiologi yang multifaktorial, kebanyakan pasien

membutuhkan terapi kombinasi. Terapi dengan obat seringkali

perlu diberikan, namun efek samping harus diperhatikan.

Reserpine, misalnya, juga mempunyai efek samping depresif.

Latihan autogen (autogenic training) sebagai latihan rileks pada

hakikatnya sangat baik, namun seringkali menambah rasa takut dan

kegelisahan, karena aktivitas defense yang menutup-nutupi rasa

takut dihilangka, sehingga konflik internal malah dialami lebih

jelas. 5

2. Gangguan Irama Jantung

Mekanisme regulasi jantung mudah bereaksi terhadap

rangsangan pikis dan penilaiannya dalam hal khayalan dan

pengalaman merupakan faktor-faktor yang menentukan dalam

terjadinya penyakit. Faktor-faktor emosional dapat bekerja dengan

3 cara:

a. Afek seperti rasa takut, sedih, gembira atau ketegangan jiwa

mempengaruhi fungsi somatik secara tidak khas.emosi agresif

mempercepat frekuensi jantung. Pengalaman depresif menekan

dan memperlambatnya.

b. Bila dalam keadaan normal, jantung berdenyut teratur, maka

persepsi gangguan irama dapat menimbulkan kecemasan atau

ketidakseimbangan vegetatif.5

Faktor-faktor psikis berpengaruh pada timbulnya gangguan

frekuensi denyut dan disaritmia jantung. Pada gangguan frekuensi

jantung, pengaruh fisis, toksik, infeksi dan degenerasi, juga faktor

piskis.5

10

Page 11: Referat GANGGUAN PSIKOSOMATIK.doc

Nur Atika Syarif C 111 09 310 FK Unhas

Aritmia psikogenik tanpa adanya gangguan struktural pada

umumnya tidak akan menyebabkan kematian, namun dapat

memberikan impilkasi yang buruk terhadap kondisi ppsikis pasien.

Maka psikoterapi suportif dan pemberian ansiolitik dapat

mencegah perburukan kondisi psikis dan menghilangkan ritma.5

c. Gangguan Pernapasan

1. Sindrom Hiperventilasi

Sindrom hiperventilasi didefinisikan sebagai suatu keadaan

ventilasi berlebihan yang menyebabkan perubahan hemodinamik

dan kimia sehingga menimbulkan berbagai gejala. Mekanisme

yang mendasari hingga terjadi sindrom hiperventilasi belim jelas

diketahui.6

Menurut Arautigam (1973) secara psikologis penyebab yang

mencetuskan penyakit ini ialah perubahan pernapasan, yang ia

namakan “sindrom pernapasan nervous” yang biasanya disebabkan

oleh faktor emosional/stress psikis. Terapat 2 jenis pernapasan

yang dapat ditemukan, yaitu: 6

a. Pernapasan yang tidak teratur yang dianggap sebagai

pengutaraan rasa takut yang khas.

b. Pernapasan yang dangkal yang diselingi dengan penarikan

napas dalam sebagai pengutaraan situasi pribadi yang bersifat

keletihan dan pasrah, yaitu pertanda tujuan tidak dapat dicapai

kendati sudah diusahakan.

Gejala klinis yang dapat ditemukan pada pasien adalah napas

sesak, napas pendek, dada tertekan, nyeri pada epigastrium, pusing,

sakit kepala,mulut dan tenggorokan kering, disfagi, dan rasa penuh

pada lambung.penyebab paling sering untuk hiperventilasi ialah

emosi rasa takut dan kegelisahan. 6

Terapi untuk pasien dengan sindrom hiperventilasi:

a. Pasien disuruh bernapas (inspirasi dan ekspirasi) ke dalam

sungkup kantong plastic bila didapatkan tanda alkalosis agar

PCO2 dalam darah naik.

11

Page 12: Referat GANGGUAN PSIKOSOMATIK.doc

Nur Atika Syarif C 111 09 310 FK Unhas

b. Suntikkan 10 cc larutan kalsium glukonas 10% intravena

mempunyai efek placebo. Pasien merasa hangat dan enak,

tetapi kadar ion kalsium tidak akan naik.

c. Belajar bernapas torako-abdominal dengan menggerakkan

diafragma.

d. Psikoterapi: membantu menyelesaikan problem-problem

emosional pada pasien, termasuk melakukan terapi pelaku

(Cogntive Behavioral Teraphy)

e. Karena hiperventilasi sering merupakan bagian dari serangan

panic (panic disorder), maka pemberian obat yang tepat adalah

golongan benzodizepin atau golongan SSRI (Selective

Serotonin Reuptake Inhibitor)

2. Asma Bronkial

Asma merupakan suatu gangguan karena hiperaktivitas yang

diikuti bronkokontriksi yang reversible serta adanya reaksi

inflamasi kronik serta kerusakan epitel. Dalam perkembangannya,

pathogenesis asam dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu faktor genetik ,

permusuhan, kejengkel(atopi dan hiperaktivitas bronkus pada

keluarga), faktor lingkungan, allergen seperti debu rumah, serbuk

sari bunga, virus dan bakteri, polusi udara; faktor individu, adanya

stressor dan kemampuan untuk mengatasi asma.7

Beberapa keadaan yang merupakan stressor psikososial,

sebagai berikut:

- Pengalaman luar biasa: permulaan masuk sekolah, ujian,

pertama masuk kerja, menderita penyakit, berpisah dengan

orang tua, dll

- Kejadian-kejadian traumatic: perkelahian/pertentangan dengan

orang tua, permusuhan, kejengkelan dalam kerja.

- Pengalaman yang menyedihkan: kematian orang tua, atau anak,

kehilangan harta benda, dan musibah lainnya7

12

Page 13: Referat GANGGUAN PSIKOSOMATIK.doc

Nur Atika Syarif C 111 09 310 FK Unhas

Terhadap gejala asma secara fisik diberikan pengobatan standar

yang sudah baku sesuai dengan tingkat beratnya penyakit

(bronkodilator, kortikosteroid). Sedangkan untuk gangguan

psikosomatik seperti adanya anxietas atau depresi secara

bersamaan dilakukan psikoterapi dan psikoedukasi serta

psiokfarmaka yang sesuai. Pada gangguan anxietas yang menyertai

atau mencetuskan asma dapat diberikan golongan benzodiazepine

seperti alprazolam, klobazam. Bila dijumpai adanya presi, maka

dapat diberikan antidepresan yang aman misalnya golongan SRI

seperti sertraline, fluoksetin.7

Cara pengobatan psikosomatik yang khusus pada asma

memang belum ada standar, namun pada umumnya pengobatan

meliputi psikoterapi superfisial, edukasi, instruksi.

- Psikoterapi individual dan psikoterapi kelompok. Mereka

diberikan edukasi mengenai perjalanan penyakit asma,

mekanisme timbul, faktor resiko, pengobatan dan pencegahan.

Psikoterapi ini diberikan untuk meningkatkan daya adaptasi

dan kemampuan untuk menyelesaikan atau menghilangkan

stressor psikososial yang dialami pasien.2,7

- Instruksi tentang penatalaksanaan mandiri dengan monitoring

PEFR (Peak Expiratory Flow Rate) di rumah.

- Autogrnic training yaitu latihan untuk dapat bersantai dengan

memahami bahwa faktor psikis dapat menimbulkan reaksi

bronkospasme.

- Cara sugestif yaitu mengalihkan atau mencurahkan perhatian

diri sendiri kepada hal-hal yang bermanfaat.

- Psikoterapi analisis yang sederhana.7

d. Gangguan Endokrin

1. Kelainan Tiroid

Pasien tirotoksikosis umumnya datang dengan keluhan yang

dianggap bersifat psiksi belaka. Misalnya rasa cemas, mudah

13

Page 14: Referat GANGGUAN PSIKOSOMATIK.doc

Nur Atika Syarif C 111 09 310 FK Unhas

marah, paranoid, rasa seperti leher tercekik atau terikat, rasa takut

tanpa sebab yang jelas, insomnia dengan mimpi buruk, dan gugup.

Keluhan ini sering diikuti dengan hiperaktivitas saraf otonom

seperti keringat banyak, mulut kering, pupil lebar, kulit pucat, nadi

cepat, dan sebagainya.8

Pengobatan ialah usaha untuk mengendalikan metabolism

dengan obat-obat dan bila perlu dioperasi. Transquilaizer dapat

sangat membantu. Psikoterapi perlu, terutama pada penderita

dengan konflik yang mendalam dan yang tidak dapat

menyesuaikan diri.2

2. Diabetes Melitus

Diabetes Melitus adalah suatu kelompok penyakit meabolik

yang ditandai dengan adanya defek pada sekresi insulin, kerja

insulin, atau keduanya. Hipetglikemia kronik pada pasien diabetes

berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau

kegagalan berbagai organ seperti mata, ginjal, saraf, jantung, dan

pembuluh darah serta mempengaruhi kondisi psikis. Gangguan

psikis yang biasa terjadi pada penderita diabetes mellitus adalah

depresi. 9

Depresi terjadi akibat faktor psikologis dan psikososial yang

berhubungan dengan penyakit atau terapinya. Depresi pada

diabetes terjadi akibat meningkatnya tekanan pasien yang dialami

dari penyakitnya yang kronik. Hubungan ketidakmampuan adaptasi

dengan gejala depresi ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:9

a. Pandangan terhadap penyakit yang diderita.

b. Dukungan sosial yang kurang baik

c. Coping strategy, mencegah pikiran untuk lari dari kenyataan

dan adaptasi psikologis menjadi lebih baik sehingga

mengurangi kemungkinan gejala depresi.

Pengobatan depresi dan diabetes dilakukan bersama-sama

dengan psikoterapi, psikoedukasi, psikofarmaka secara serentak.

14

Page 15: Referat GANGGUAN PSIKOSOMATIK.doc

Nur Atika Syarif C 111 09 310 FK Unhas

Cognitive Behavioral Theraphy (CBT) sangat bermanfaat

diberikan pada pasien depresi dengan diabetes mellitus dan

dikombinasikan dengan edukasi diabetes. Teknik CBT tersebut

adalah:9

a. Merubah perilaku dengan mengembalikan aktuvitas fisik dan

kehidupan sosial yang menyenangkan pasien.

b. Upaya pemecahan masalah atau stress yang dihadapi.

c. Teknik kognitif dengan mengidentifikasi adanya maldaptasi

dan menggantinya dengan pandangan yang akurat, adaptif dan

akurat.

Beberapa golongan obat antidepresan yang biasa diberikan

untuk penderita diabetes melitus adalah golongan SSRI (Selective

Serotonin Reuptake Inhibitor) dapat mengurangi resistensi insulin

sehingga gula darah dapat lebih terkontrol. Beberapa golongan obat

SSRI seperti fluoksetin memiliki efek menurunkan berat badan

sehingga baik diberikan pada penderita diabetes yang gemuk. Efek

samping yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan terjadinya

hipoglikemia, disfungsi seksual dan pasien yang disertai gangguan

ginjal.9

e. Gangguan Muskuloskeletal

Arthritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi kronik dengan

pathogenesis autoimun dan etiologi yang multikompleks. Berbagai

faktor yang dapat berperan penting seperti immunogenetik, kelamin,

umur dan stress. Hubungan stress dengan AR masih belum jelas,

meskipun pada berbagai penelitian terdapat perkembangan bahwa

faktor stressor lingkungan, psikologis, dan biologis menjadi faktor

predisposisi.10

15

Page 16: Referat GANGGUAN PSIKOSOMATIK.doc

Nur Atika Syarif C 111 09 310 FK Unhas

Sebelum timbulnya penyakit AR, pasien menunjukkan ciri-ciri

psikodinaik dan kepribadian yang khas, yaitu:

- Ketelitian yang berlebihan, perfeksionisme, kepatuhan, dengan

kecenderungan menekan semua dorongan agresi dan permusuhan.

- Ciri mesokistis-depresif dengan tendensi pengorbanan diri, sifat

menolong yang berlebihan, bermoral tinggi dan cenderung

depresif.

- Kebutuhan aktivitas badaniah seperti olahraga, kerja di rumah dan

berkebun sebagai penyaluran agresi.2,10

Kepribadian, stressor psikologis, ancaman terserang AR,

kemampuan menanggulangi nyeri dan menanggulagi ketidakmampuan

serta dukungan sosial telah terbukti berhubungan dengan derajat nyeri,

disabilitas dn aktivitas penyakit AR. Faktor psikososial seperti stress

psikologis, penyesuaian, depresi, keyakinan dalam kemampuan

menanggulangi penyakit dan dukungan sosial berperan pada keadaan

sakit dengan mempengaruhi pelepasan hormone stress, yang

selanjutnya berpengaruh pada mekanisme dalam tubuh termasuk

kerentanan dan kekambuhan penyakit AR.10

f. Gangguan Urologi

Irritable bladder, yang bukan disebabkan oleh kelainan organik

terutama pada wanita hingga klimakterium, jarang pada pria. Secara

psikofisiologis yang mendasari terjadinya irritable bladder ialah

sensibilitas fungsi kandung kemih yang berlebihan atau ambang

rangsang yang rendah yang bersifat psikovegetatif, yang dapat

ditemukan dengan pengukuran tegangan intravesikal. Dengan

demikian perubahan-perubahan pengisian kandung kemih yang

berlebihan. Secara psikodinamik hal ini dapat terjadi pada situasi

konflik seksual, rasa malu dan takut pada percobaan koitus, rasa segan

terhadap pasangan.11

Beberapa contoh lain gangguan psikosomatik saluran kemih:

- Fobia mengenai buang air kecil yang tak diinginkan

16

Page 17: Referat GANGGUAN PSIKOSOMATIK.doc

Nur Atika Syarif C 111 09 310 FK Unhas

- Polakisuria tanpa ada kelainan organ

- Retensio urin tidak organik yang sepintas lalu atau residivans

- Bercampur aduknya fungsi berkemih dengan fungsi seksual11

VI. PENATALAKSANAAN

Di Amerika Serikat 1/3 penderita yang datang berobat pada dokter

umum tidak mempunyai gangguan organik, 1/3 yang lain mempunyai

gangguan organik tetapi keluhannya berlebihan.2

Dengan kesabaran dan simpati banyak penderita dengan gangguan

psikosomatik dapat ditolong. Kita dapat menerangkan kepada penderita

tidak dapat sesuatu dalam tubuhnya yang rusak atau yang kurang, tidak

terdapat infeksi dan kanker, hanya anggota tubuhnya bekerja tidak teratur.

Untuk menerangkan bagaimana emosi dapat mengganggu tubuh dapat

diambil contoh sehari-hari seperti orang yang malu mukanya akan menjadi

merah, orang yang takut menjadi

bergemetar dan pucat. Dapat dipakai perumpamaan menurut pendidikan

dan pengetahuan penderita.2

Setelah dibuat diagnosis gangguan psikosomatis, terdapat 3 fase terapi

yaitu: 2

Fase 1 : ialah fase pemeriksaan dan pemberian ketenangan, penderita dan

dokter bersama-sama berusaha dan saling membantu melalui anamnesis

yang baik, pemeriksaan fisik yang teliti dan tes laboratorium bila perlu.

Diusahakan membuktikan bahwa tidak terdapat penyakit organik dan

dijelaskan kepada penderita tentang mekanisme fisiologik serta keterangan

tentang gejala-gejala. Berikan kesempatan kepada penderita untuk

bertanya.

Fase 2 : merupakan fase pendidikan, fase ini dokter lebih banyak bicara.

Untuk memberi keterangan tentang keluhan, meyakinkan serta

menenangkan pasien, dapat dikatakan antara lain :

· Bahwa gejala-gejalanya benar ada, dapat dimengerti kalau ia mengeluh

dan menderita

17

Page 18: Referat GANGGUAN PSIKOSOMATIK.doc

Nur Atika Syarif C 111 09 310 FK Unhas

· Bahwa gejala-gejalanya sering terdapat juga pada orang lain yang

sudah kita obati

· Bahwa tidak ada kanker atau penyakit berbahaya lain

· Bahwa gejala-gejala itu timbul karena ketegangan sehari-hari dan

gangguan emosional

· Bahwa gejala itu tidak akan segera hilang, diperlukan beberapa waktu,

tetapi akan hilang atau berkurang bila diobati dengan baik

· Bahwa kita semua mengalami ketegangan, kekecewaan, godaan dan

kecemasan

· Bahwa kelelahan fisik atau jiwa dapat mengurangi daya tahan tubuh

sehingga timbul gejala

· Bahwa kita apabila terlalu terburu-buru akan timbul ketegangan jiwa

· Bahwa tubuh kita bereaksi terhadap ketegangan yang terlalu berat.

Sering gejala merupakan pekerjaan alat tubuh yang bekerja berlebihan

· Bahwa ini akan lebih baik bila pasien mengerti akan penyebab gejala.

Fase 3 : ialah fase keinsafan intelektual dan emosional. Pada fase ini

pasien yang lebih banyak bicara. Terjadi pengakuan, katarsis dan

wawancara psikiatrik. Hal ini harus berjalan sangat pribadi, rahasia, tanpa

sering terganggu dan dalam suasana penuh kepercayaaan dan pengertian.

Dokter menjelaskan saja agar pembicaraan berjalan dengan baik, tidak

terlalu menyimpang dari pokok pembicaraan. Terdapat 3 golongan

senyawa psikofarmaka2

1. Obat tidur (hipnotik)

Diberikan dalam jangka waktu pendek 2-4 minggu. Obat yang

dianjurkan adalah senyawa benzodiazepine berkhasiat pendek seperti

nitrazepam, flurazepam, dan triazolam. Pada insomnia dengan

kegelisahan dapat diberikan senyawa fenotiazin seperti tioridazin,

prometazin.2,12

2. Obat penenang minor dan mayor

Obat penenang minor

Diazepam merupakan obat yang efektif yang dapat digunakan pada

anxietas,agitasi, spasme otot, delirium, epilepsi. Benzodiazepine

18

Page 19: Referat GANGGUAN PSIKOSOMATIK.doc

Nur Atika Syarif C 111 09 310 FK Unhas

hanya diberikan pada anxietas hebat maksimal 2 bulan sebelum

dicoba dihentikan secara perlahan (tapering off) untuk menghindari

toleransi dan adiksi.2,12

Obat penenang mayor

Yang paling sering digunakan adalah senyawa fenotiazin dan

butirofenon seperti clorpromazin, tioridazin dan haloperidol.

Diberikan hanya pada kasus gejala agitasi , kegelisahan yang

berlebihan, agresi dan kegaduhan.2,12

3. Antidepresan

Yang biasa digunakan adalah senyawa trisiklik dan tetrasiklik seperti

amitriptilin, imipramin, mianserin dan maprotilin yang dimulai dengan

dosis kecil yang kemudian ditingkatkan. Saat ini, golongan trisiklik

sudah jarang digunakan karena efek samping yang banyak akibat kerja

anti kolinergiknya. Antidepresan baru dengan efek samping yang

minimal adalah golongan:

- SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor): sertalin, paroksetin,

fluoksetin, fluvoksamin

- SSRE (Selective Serotonin Reuptake Enhancer): Tianeptin

- SNRI (Serotonin Nor Epinephrin Reuptake Inhibitor): Venlafaksin

- RIMA (Reversible Inhibitory Monoamine Oxidose type A):

Moklobemid

- NaSSA (Nor-adrenalin ang Serotonin Anti Depressant):

Mitrazapin

- Atipik: Trazodon, Nefazodon12

VII. KESIMPULAN

Gangguan psikosomatik merupakan gangguan yang melibatkan antara

pikiran dan tubuh. Hal ini berarti bahwa adanya faktor psikologis yang

mempengaruhi kondisi medis.

Komponen emosional memainkan peranan penting pada gangguan

psikosomatik.

19

Page 20: Referat GANGGUAN PSIKOSOMATIK.doc

Nur Atika Syarif C 111 09 310 FK Unhas

Manifestasi penyakit fisik juga sering diturunkan dan kepribadian

seseorang.

Gangguan psikosomatik dapat rnelibatkan berbagai sistem organ di

dalam tubuh sehingga memerlukan penanganan secara terintegrasi dari

ahli medis dan ahli psikiatri.

Pengobatan gangguan psikosomatik dari sudut pandang psikiatrik

adalah tugas yang sulit.

Tujuan terapi haruslah mengerti motivasi dan mekanisme gangguan

fungsi dan untuk membantu pasien mengerti sifat penyakitnya.

Tilikan tersebut harus menghasilkan pola perilaku yang berubah dan

lebih sehat.

20

Page 21: Referat GANGGUAN PSIKOSOMATIK.doc

Nur Atika Syarif C 111 09 310 FK Unhas

DAFTAR PUSTAKA

1. Mudjaddid, E. Shatri, Hamzah. Gangguan Psikosomatik: Gambaran Umum

dan Patofisiologinya. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II FK UI.

Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI. 2006. p896-8

2. Maramis, W.F. Gangguan Psikosomatik. Dalam Catatan Ilmu Kedokteran

Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press. p339-72

3. Elvira, Sylvia D., Hadisukanto, Gitayanti. Faktor Psikologik Yang

Mempengaruhi Kondisi Medis (d/h Gangguan Psikosomatik). Dalam Buku

Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.2010.p287-93

4. Mudjaddid, E. Dispepsia Fungsional. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI. 2006. p906

5. Hadi, Sujeno. Psikosomatik Pada Saluran Cerna Bagian Bawah. Dalam Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI.

2006. p907-9

6. Halim, S. Budi, dkk. Aspek Psikosomatik Hipertensi. Dalam Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI. 2006. p913-4

7. Putranto, Rudi. Mudjaddid, E. shatri, Hamzah. Sindrom Hiperventilasi. Dalam

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan

FKUI. 2006. p920-1

8. Mudjaddid, E. Aspek Psikosomatik pada Asma Brokhial. Dalam Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI. 2006.

p922-3

9. Djokomoeljanto, R. Psikosomatik Pada Kelainan Tirod. Dalam Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI. 2006.

p937-8

10. Mudjaddid, E. Putranto, Rudi. Aspek Pikosomatik Pasien Diabetes Melitus.

Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat

Penerbitan FKUI. 2006. p939-40

21

Page 22: Referat GANGGUAN PSIKOSOMATIK.doc

Nur Atika Syarif C 111 09 310 FK Unhas

11. Sukatman, D. Budihalim, S. Putranto, Rudi. Gangguan Psikosomatik Pada

Penyakit Reumatik dan Sistem Muskuloskeletal. Dalam Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI. 2006. p924-5

12. Budihalim, S. Sukatman, D. Mudjaddid, E. Gangguan Psikosomatik Saluran

Kemih. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat

Penerbitan FKUI. 2006. p953

13. Mudjaddid, E. Budihalim, S. Sukatman, D. Psikofarmaka dan Psikosomatik.

Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat

Penerbitan FKUI. 2006. p901-2

22