24
REFERAT THE DISSOCIATIVE DISORDERS (GANGGUAN DISOSIATIF) DISUSUN OLEH: Ristianti Affandi 1102010248 PEMBIMBING : Dr. Prasila Darwin, Sp.KJ DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN/ SMF PSIKIATRI 1

Referat Gangguan Disosiatifjk

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jsjd

Citation preview

REFERATTHE DISSOCIATIVE DISORDERS(GANGGUAN DISOSIATIF)

DISUSUN OLEH:

Ristianti Affandi1102010248

PEMBIMBING :

Dr. Prasila Darwin, Sp.KJ

DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN/ SMF PSIKIATRI RUMAH SAKIT JIWA ISLAM KLENDERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS YARSI2015BAB IPENDAHULUANGangguan konversi juga disebut disosiatif karena dahulu di anggap terjadi hilangnya asosiasi antara berbagai proses mental seperti identitas pribadi dan memori, sensori dan fungsi motorik. Ciri utamanya adalah hilangnya fungsi yang tidak dapat dijelaskan secara medis. Pada penderita didapatkan hilangnya fungsi seperti memori (amnesia psikogenik), berjalan-jalan dalam keadaan trans (fugue), fungsi motorik (paralisis dan pseudoseizure), atau fungi sensorik (anesthesia sarung tangan dan kaus kaki, glove and stocking anaesthesia). Istilah konversi didasarkan pada teori kuno bahwa perasaan dan anxietas dikonversikan menjadi gejala-gejala dengan akibat terselesaikannya konflik mental (keuntungan primer) dan didapatkannya keuntungan praktis seperti perhatian dari orang lain (keuntungan sekunder).1Gangguan konversi berkaitan dengan gangguan kecemasan. Dari beberapa literatur mengatakan bahwa gangguan konversi bisa merupakan bagian dari gangguan somatoform yaitu individu mengeluhkan gejala-gejala gangguan fisik yang terkadang berlebihan, tetapi pada dasarnya tidak terdapat gangguan fisiologis. Pada gangguan disosiatif, individu mengalami gangguan kesadaran, ingatan, dan identitas. Munculnya kedua gangguan ini biasanya berkaitan dengan beberapa pengalaman yang tidak menyenangkan, dan terkadang gangguan ini muncul secara bersamaan.1

BAB IIPEMBAHASAN

DEFINISIGangguan disosiatif atau konversi (conversion disorders) menurut DSM-IV didefinisikan sebagai suatu gangguan yang ditandai oleh adanya satu atau lebih gejala neurologis (sebagai contohnya paralisis, kebutaan, dan parastesia) yang tidak dapat dijelaskan oleh gangguan neurologis atau medis yang diketahui. Disamping itu diagnosis mengharuskan bahwa faktor psikologis berhubungan dengan awal atau eksaserbasi gejala.1,2,3Adapun menurut PPDGJ III gangguan konversi atau disosiatif adalah adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah kendali kesadaran) antara: ingatan masa lalu, kesadaran akan identitas dan penginderaan segera (awareness of identity and immediate sensations), dan kendali terhadap gerakan tubuh.2EPIDEMIOLOGIGangguan konversi tidak jarang ditemukan dalam masyarakat. Menurut penelitian prevelensinya 1 berbanding 10.000 kasus dalam populasi, penelitian lain menyebutkan sekitar 1% sampai 5% dari suatu populasi dengan program psikiatri mengalami gangguan konversi. Referensi lain menyebutkan bahwa ada peningkatan yang tajam dalam kasus-kasus gangguan konversi yang dilaporkan, dan menambah kesadaran para ahli dalam menegakkan diagnosis, menyediakan kriteria yang spesifik, dan menghindari kesalahan diagnosis antara disosiatif identity disorder, schizophrenia atau gangguan personal.1,4,5Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan konversi ini mengenai wanita 90% atau lebih dan lebih banyak pada dewasa muda dibandingkan dengan dewasa tua. Gangguan konversi bisa terkena oleh orang di belahan dunia manapun, walaupun struktur dari gejalanya bervariasi.1,3Di Indonesia, dalam kehidupan sehari-hari gambaran disosiatif kadang dijumpai di pelbagai daerah dan di sebagian daerah dianggap sebagian dari budaya atau merupakan akibat dari ritual kepercayaan tertentu.3

ETIOLOGIGangguan konversi belum dapat diketahui penyebab pastinya, namun biasanya terjadi akibat trauma masa lalu yang berat dan tidak ada gangguan organik yang dialami. Gangguan ini terjadi pertama pada saat anak-anak namun tidak khas dan belum bisa teridentifikasikan, dalam perjalanan penyakitnya gangguan konversi ini bisa terjadi sewaktu-waktu dan trauma masa lalu pernah terjadi kembali, dan berulang-ulang sehingga terjadinya gejala gangguan konversi.4Dalam beberapa referensi menyebutkan bahwa trauma yang terjadi berupa : 1. Pelecehan seksual 1. Pelecehan fisik 1. Kekerasan rumah tangga ( ayah dan ibu cerai ) 1. Lingkungan sosial yang sering memperlihatkan kekerasan Identitas personal terbentuk selama masa kecil, dan selama itupun, anak-anak lebih mudah melangkah keluar dari dirinya dan mengobservasi trauma walaupun itu terjadi pada orang lain.3MANIFESTASI KLINISMenurut DSM-IV gambaran utama gangguan disosiatif berupa gangguan kesadaran, ingatan, identitas atau persepsi lingkungan.3Pada gangguan konversi, kemampuan kendali dibawah kesadaran dan kendali selektif tersebut terganggu sampai taraf yang dapat berlangsung dari hari kehari atau bahkan jam ke jam. Gejala umum untuk seluruh tipe gangguan konversi meliputi :31. Hilang ingatan (amnesia) terhadap periode waktu tertentu, kejadian dan orang 2. Masalah gangguan mental, meliputi depresi dan kecemasan, 3. Persepsi terhadap orang dan benda di sekitarnya tidak nyata (derealisasi) 4. Identitas yang buram 5. DepersonalisasiFAKTOR RISIKOOrang-orang dengan pengalaman gangguan psikis kronik, seksual ataupun emosional semasa kecil sangat berisko besar mengalami gangguan konversi. Anak-anak dan dewasa yang juga memiliki pengalaman kejadian yang traumatik, contohnya; perang, bencana, penculikan, dan prosedur medis yang invasif juga dapat menjadi faktor risiko terjadinya gangguan konversi ini.3DIAGNOSISUntuk pedoman diagnosis pasti maka hal-hal berikut ini harus ada :21. Gambaran klinis yang ditentukan untuk masing-masing gangguan yang tercantum pada F44. (Misalnya F44.0 Amnesia Disosiatif)2. Tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala-gejala tersebut.3. Bukti adanya penyebab psikologis dalam bentuk hubungan kurun waktu yang jelas dengan problem dan kejadian-kejadian yang stressful atau hubungan interpersonal yang terganggu (meskipun hal tersebut disangkal penderita).2Diagnosis gangguan disosiatif berdasarkan klasifikasi, dibagi menjadi;2F44.0 Amnesia DisosiatifF44.1 Fugue DisosiatifF44.2 Stupor DisosiatifF44.3 Gangguan Trans dan KesurupanF44.4-F44.7 Gangguan Disosiatif dari gerakan dan PenginderaanF44.4 Gangguan motorik DisosiatifF44.5 Konvulsi DisosiatifF44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik DisosiatifF44.7 Gangguan Disosiatif campuranF44.8 Gangguan Disosiatif lainnyaF44.9 Gangguan disosiatif YTTSedangkan berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM IV) ada 4 diagnostik spesifik gangguan dissosiatif:31. Amnesia Disosiatif2. Fugue Disosiatif3. Gangguan Identitas Disosiatif4. Gangguan Depersonalisasi

F 44.0 Amnesia DisosiatifAmnesia disosiatif terjadi pada 2-7% populasi general. Ciri utama adalah hilangnya daya ingat (amnesia), biasanya mengenai kejadian penting yang baru terjadi (selective) yang bukan disebabkan karena gangguan mental organik atau terlalu luas untuk dijelaskan. Amnesia adalah gejala disosiatif yang paling sering, karena terjadi pada hampir semua gangguan disosiatif dan diperkirakan merupakan gangguan disosiatif yang paling sering, lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki, dan lebih sering pada dewasa muda dibandingkan dewasa yang lebih tua.1,3,5Pada amnesia disosiatif biasanya didapati gangguan ingatan yang spesifik saja dan tidak bersifat umum. Informasi yang dilupakan biasanya tentang peristiwa yang menegangkan atau traumatik dalam kehidupan seseorang.1Bentuk umum dari amnesia disosiatif melibatkan amnesia untuk identitas pribadi seseorang, tetapi daya ingat informasi umum masih ingat misalnya seperti apa yang dimakan saat sarapan.1,4Diagnostik menurut PPDGJ-III dan DSM-5 memerlukan :31. Amnesia, baik total maupun parsial, mengenai kejadian yang bersifat stress atau traumatic yang baru terjadi (hal ini mungkin hanya dapat dinyatakan bila ada saksi yang memberikan informasi).2. Tidak ada gangguan mental organik, intoksikasi atau kelelahan berlebihan (sindrom amnesik organic, F04, F1x.6). Berdasarkan DSM IV, kriteria amnesia disosiatif diantaranya :2a. Gangguan yang predominan adalah adanya satu atau lebih episode tidak mampu mengingat informasi personal yang penting, biasanya keadaan yang traumatic atau penuh stress yang tidak dapat dijelaskan hanya sebagai lupa biasab. Terjadi gangguan bukan bagian khusus dari gejala identitas, disosiasi fugue, PTSD, gangguan stress akut, atau gangguan somatisasi dan tidak disebabkan efek fisiologis langsung dari penggunaan zat, gangguan neurologic atau kondisi medik umum. c. Gejala tersebut secara klinis menyebabkan distress atau hendaya yang bermakna dalam fungsi social, pekerjaan atau area penting lainnya.Amnesia dari amnesia disosiatif dapat berupa: (1) amnesia terlokalisasi (localized amnesia), tipe yang paling sering, adalah kehilangan daya ingat terhadap peristiwa-peristiwa dalam periode waktu yang singkat (beberapa jam sampai beberapa hari); (2) amnesia umum (generalized amnesia), adalah kehilangan daya ingat akan pengalaman selama hidupnya; (3) amnesia selektif (tersistematisasi), adalah kegagalan untuk mengingat beberapa peristiwa tetapi tidak semuanya selama suatu periode waktu yang singkat.1,5Beberapa pasien, walaupun sangat jarang, mengalami gangguan secara tiba-tiba dimana sejumlah besar ingatan yang berhubungan dengan informasi pribadi tidak dapat diingat walaupun pasien dalam keadaan sadar. Presentasi yang lebih umum yaitu pasien dengan hilangnya bagian besar dari aspek memori kehidupan pribadinya dari memori sadar. Pasien-pasien ini biasanya tidak mengeluh kehilangan memori, dan kondisi mereka ini biasanya ditemukan setelah didapatkan sejarah hidup menyeluruhnya. Onset akut biasanya terjadi akibat dari stress psikologis yang sangat berat yang memberatkan pasien baik secara fisik maupun mental. Onset dan kesembuhan amnesia biasanya terjadi secara mendadak. Memori pasien biasanya pulih setelah perawatan yang tepat, walalupun tidak jarang amnesia menetap dan menjadi kronik.4,5Yang paling sulit dibedakan adalah amnesia buatan yang disebabkan oleh simulasi secara sadar (malingering). Untuk itu penilaian secara rinci dan berulang mengenai kepribadian premorbid dan motivasi diperlukan. Amnesia buatan (conscious simulation of amnesia) biasanya berikatan dengan problema yang jelas mengenai keuangan, bahaya kematian dalam peperangan, atau kemungkinan hukuman penjara atau hukuman mati.2Diagnosis Banding : 31. Amnesia global transien yang disebabkan serangan iskemia sepintas (TIA)2. Amnesia buatan (conscious simulation of amnesia)3. Gangguan disosiasi lainnya (Fugue disosiatif, gangguan identitas disosiatif).PenatalaksanaanSelama dilakukan wawancara, klinikus bisa mendapat kunci penting akan adanya trauma psikologik yang menjadi pencetus gangguan. Pemberian barbiturate intravena jangka pendek atau menengah seperti thiopental (pentothal) atau sodium amobarbital serta benzodiazepine dapat membantu pasien memulihkan ingatan yang terlupakan. Hipnoterapi juga dapat dilakukan untuk relaksasi. Setelah pasien mengingat menori yang hilang dilakukan psikoterapi untuk memasukkan ingatan tersebut dalam kesadaran mereka.4Perjalanan Penyakit dan PrognosisGejala amnesia disosiatif biasanya hilang mendadak dan penyembuhan umumnya terjadi secara komplit dan sedikit kekambuhan. Pada beberapa kasus terutama yang ada keuntungan sekunder gejalanya akan menghilang dalam tempo yang lebih lama.4

F44.1 Fugue DisosiatifDisosiasi fugue ditandai dengan perjalanan tak terduga yang tiba-tiba oleh seseorang dari rumah ataupun tempat kerjanya dengan disertai ketidakmampuan untuk mengingat sebagian atau keseluruhan masa lalunya. Disosiatif fugue memiliki semua ciri amnesia disosiatif ditambah gejala perilaku melakukan perjalanan meninggalkan rumah. Pada beberapa kasus, penderita mungkin menggunakan identitas baru. Fugue disosiatif jarang terjadi, kira-kira 0.2% dari keseluruhan populasi, dan walaupun penyalahgunaan alkohol berat dapat mempredisposisikan seseorang menjadi fugue disosiatif, penyebab gangguan lebih didasarkan pada faktor psikologis.1,4,5Perilaku seseorang pasien dengan fugue disosiatif adalah lebih bertujuan dan terintegrasi dengan amnesianya dibandingkan pasien dengan amnesia disosiatif. Pasien dengan fugue disosiatif telah berjalan jalan secara fisik dari rumah dan situasi kerjanya dan tidak dapat mengingat aspek penting identitas mereka sebelumnya (nama, keluarga, pekerjaan). Pasien tersebut seringkali, tetapi tidak selalu, mengambil identitas dan pekerjaan yang sepenuhnya baru, walaupun identitas baru biasanya kurang lengkap dibandingkan kepribadian ganda yang terlihat pada gangguan identitas disosiatif.4

EpidemiologiFugue disosiatif jarang terjadi. Gangguan ini sering timbul selama perang, setelah bencana alam, dan pada keadaan krisis personal dengan muatan konflik internal yang tinggi.4EtiologiKondisi psikologik dipikirkan sebagai dasar dari fugue disosiatif, walaupun peminum berat alkohol dapat merupakan predisposisi terjadinya fugue disosiatif. Predisposisi terjadinya fugue disodiatif, adalah :a. Gangguan moodb. Gangguan kepribadian tertentu (seperti gangguan ambang, histrionik, dan schizoid)Faktor motivasi utama timbulnya fugue disosiatif adalah adanya keinginan untuk menarik diri dari pengalaman emosional yang menyakitkan.4Manifestasi KlinisPenderita jalan-jalan dengan tujuan tertentu, biasanya jauh dari rumah. Selama periode ini mereka mengalami amnesia komplit tentang kehidupannya yang lalu, tetapi mereka pada umumnya tidak menyadari bahwa mereka lupa tentang sesuatu. Setelah kembali dapat mengingat waktu sebelum fugue disosiatif tetapi mereka tetap lupa selama periode fugue. Penderita tidak memperlihatkan adanya ingatan tertentu atau kejadian yang traumatik.3DiagnosisUntuk diagnosis menurut PPDGJ-III dan DSM-5 :21. Ciri-ciri amnesia disosiatif (F44.0)2. Melakukan perjalanan tertentu melampaui hal yang umum dilakukannya sehari-hari.3. Kemampuan mengurus diri yang dasar tetap ada (Makan, mandi, dsb) dan melakukan intervensi sosial sederhana dengan orang-orang yang belum dikenalnya (Misalnya membeli karcis atau bensin, menanyakan arah, memesan makanan)Sebuah episode fugue sering muncul akibat adanya stres psikologis seperti dislokasi sosial atau perang. Biasanya, fugue berlangsung selama beberapa hari, kadang beberapa bulan tetapi hanya sedikit kasus yang diketahui.5

Diagnosis BandingEpilepsi parsial kompleks / Postictal fugueDemensia atau delirium

PenatalaksanaanPengobatan fugue disosiatif sama dengan amnesia disosiatif. Wawancara psikiatrik saja atau dengan pemberian obat dan hipnosis mungkin dapat mengungkapkan adanya stressor psikologik yang memicu timbulnya fugue disosiatif. Psikoterapi digunakan untuk membantu agar dapat menerima stressor dan menyelesaikannya. Psikoterapi yang sesuai adalah psikoterapi supportif-ekspresif.3

Perjalanan Penyakit dan PrognosisBiasanya fugue disosiatif terjadi dalam waktu yang pendek, dari beberapa jam sampai beberapa hari. Sangat jarang terjadi dalam beberapa bulan dan perjalanan yang sangat jauh. Umumnya perbaikan spontan, cepat, dan jarang terjadi kekambuhan.3

F.44.2 Stupor DisosiatifPerilaku individu memenuhi kriteria untuk stupor, akan tetapi dari pemeriksaan tidak didapatkan adanya tanda penyebab fisik. Seperti juga pada gangguan-gangguan disosiatif lain, didapat bukti adanya penyebab psikogenik dalam bentuk kejadian-kejadian yang penuh stress ataupun masalah sosial atau interpersonal yang menonjol.1,3Stupor disosiatif bisa didefinisikan sebagai sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan-gerakan voulunter dan respon normal terhadap rangsangan luar seperti cahaya, suara dan perabaan (sedangkan kesadaran dalam artian fisiologis tidak hilang).3

Menurut PPDGJ-III dan DSM-5 diagnosis pasti harus ada :21. Stupor, sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan-gerakan volunter dan respon normal terhadap rangsangan luar seperti misalnya cahaya, suara, dan perabaan (sedangkan kesadaran tidak hilang)2. Tidak ditemukan adanya gangguan fisik atau gangguan psikiatrik lain yang dapat menjelaskan keadaan stupor tersebut.3. Adanya problem atau kejadian-kejadian baru yang penuh stress (psychogenic causation)

Diagnosis Banding :3a. Stupor katatonikb. Stupor depresif atau manik

F44.3 Gangguan Trans dan KesurupanMerupakan gangguan-gangguan yang menunjukkan adanya kehilangan sementara aspek penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya, dalam beberapa kejadian, individu tersebut berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib, malaikat atau kekuatan lain.2Hanya gangguan trans yang involunter (diluar kemampuan individu) dan bukan merupakan aktivitas yang biasa, kegiatan keagamaan ataupun budaya.2Tidak ada penyebab organik (misalnya epilepsi lobus temporal, cedera kepala, intoksikasi zat psikoaktif). Gangguan trans yang terjadi selama suatu keadaan skizofrenik atau psikosis akut disertai halusinasi atau waham atau kepribadian multipel tidak boleh dimasukkan dalam kelompok ini.2

F44.4 Gangguan Motorik DisosiatifBentuk yang paling lazim dari gangguan ini adalah kehilangan kemampuan untuk menggerakkan seluruh atau sebagian dari anggota gerak. Paralisis dapat bersifat parsial dengan gerakan yang lemah atau lambat atau total. Berbagai bentuk inkoordinasi dapat terjadi, khususnya pada kaki dengan akibat cara jalan yang bizarre. Dapat juga terjadi gemetar.2Gejala tersebut seringkali menggambarkan konsep dari penderita mengenai gangguan fisik yang berbeda dengan prinsip fisiologik maupun anatomik.2

F.44.5 Konvulsi Disosiatif (Pseudo seizures)Dapat menyerupai kejang epileptic dalam hal gerakannya akan tetapi jarang disertai lidah tergigit, luka serius karena jatuh saat serangan dan mengompol, tidak dijumpai kehilangan kesadaran tetapi diganti dengan keadaan seperti stupor atau trans.2

F.44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik DisosiatifBagian kulit yang mengalami anestesi sering kali mempunyai batas yang tegas (menggambarkan pemikiran pasien mengenai fungsi tubuhnya dan bukan menggambarkan kondisi klinis sebenarnya).2Dapat pula terjadi perbedaan antara hilangnya perasaan pada berbagai jenis modalitas penginderaan yang tidak mungkin disebabkan oleh kerusakan neurologis, misal hilangnya perasaan dapat disertai dengan keluhan parestesia. 2Kehilangan penglihatan jarang bersifat total, lebih banyak berupa gangguan ketajaman penglihatan, kekaburan atau tunnel vision meskipun ada gangguan penglihatan mobilitas pasien serta kemampuan motoriknya sering kali masih baik. 2Tuli disosiatif dan anosmia jauh lebih jarang terjadi dibandingkan dengn hilang rasa dan penglihatan.2

F44.7 Gangguan Disosiatif campuranCampuran dari gangguan-gangguan tersebut di atas.2

F44.8 Gangguan Disosiatif lainnya Sindrom GanserCiri-ciri dari gangguan ini adalah jawaban kira-kira, yang biasanya disertai beberapa gejala disosiatif lainnya, sring kali dalam keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya penyebab yang bersifat psikogenik dan harus dimasukkan di sini.3 Gangguan Kepribadian Multipel (Gangguan Identitas Disosiasif )Ciri utama adanya dua atau lebih kepribadian yang jelas pada satu individu dan hanya satu yang tampil untuk setiap saatnya. Masing-masing kepribadian tersebut adalah lengkap, dalam arti memiliki ingatan, perilaku dan kesenangan sendiri-sendiri yang mungkin sangat berbeda dengan kepribadian premorbidnya. Gangguan ini merupakan gangguan disosiasi yang paling serius.3Perubahan dari kepribadian yang satu ke kepribadian yang lain terjadi tiba-tibda dan dramatik. Selama dalam status kepribadian yang satu umumnya lupa dengan kepribadian yang lain.3Penyebab pasti belum diketahui, walaupun biasanya didapatkan riwayat kejadian traumatik pada masa anak-anak, biasanya berupa kekerasan fisik dan seksual.3Kriteria diagnosis DSM-IV, yaitu ; 3a. Adanya dua atau lebih identitas atau kepribadian yang berbedab. Paling sedikit dua identitas atau kepribadian tersebut secara berulang mengambil kendali perilaku individu tersebutc. Tidak mampu mengingat (lupa) informasi personal yang penting yang tidak bisa dijelaskan dengan lupa yang biasad. Gangguan tersebut tidak disebabkan efek fisiologik langsung penggunaan zat (hilang kesadaran atau perilaku kacau selama intoksikasi alkohol), atau kondisi medik umum (kejang parsial kompleks). Gangguan Disosiatif sementara terjadi pada masa kanak dan remaja Gangguan Disosiatif lainnya YDTF44.9 Gangguan disosiatif YTTGangguan DepersonalisasiKarakteristik dari gangguan depersonalisasi adanya gangguan yang persisten dan berulang dalam persepsi tentang realitas diri yang hilang dalam waktu tertentu. Pasien dengan gangguan ini merasa bahwa dirinya robot, ada dalam mimpi, atau terpisah dari tubuhnya. Pasien menyadari gejala tidak sesuai realita dan bersifat ego-dystonic.3Dapat disebabkan olej faktor psikologik, neurologic, dan penyakit sistemik (seperti gangguan endokrin, thyroid, pankreas). Depersonalisasi sering berhubungan dengan epilepsy, tumor otak, deprivasi sensorik, trauma psikis dan stimulasi elektrik lobus temporal.3

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Bila tidak ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada. Penanganan penyakit ini sebagai berikut:1. Terapi obatTerapi ini sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan konversi ini. Biasanya pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk membantu mengontrol gejala mental pada gangguan konversi ini. Barbiturat kerja sedang dan singkat, seperti;a. Tiopental,b. Natrium amobarbital diberikan secara intravena dan c. Benzodiazepine seperti lorazepam 0,5-1 mg tab (bersama dengan saran bahwa gejala cenderung dikirim pada satu jam atau lebih) dapat berguna untuk memulihkan ingatannya yang hilang. d. Amobarbital atau lorazepam parentale. Pengobatan terpilih untuk fugue disosiatif adalah psikoterapi psikodinamika suportif-ekspresif. 2. Hipnosis menciptakan keadaan relaksasi yang dalam dan tenang dalam pikiran. Saat terhipnotis, pasien dapat berkonsentrasi lebih intensif dan spesifik. Karena pasien lebih terbuka terhadap sugesti saat pasien terhipnotis. Ada beberapa konsentrasi yang menyatakan bahwa bisa saja ahli hipnotis akan menanamkan memori yang salah dalam mensugesti.3. Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan konversi ini. Bentuk terapinya berupa terapi bicara, konseling atau terapi psikososial, meliputi berbicara tentang gangguan yang diderita oleh pasien jiwa. Terapinya akan membantu anda mengerti penyebab dari kondisi yang dialami. Psikoterapi untuk gangguan konversi sering mengikutsertakan teknik seperti hipnotis yang membantu kita mengingat trauma yang menimbulkan gejala disosiatif.

4. Terapi kesenian kreatif.Dalam beberapa referensi dikatakan bahwa tipe terapi ini menggunakan proses kreatif untuk membantu pasien yang sulit mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka. Seni kreatif dapat membantu meningkatkan kesadaran diri. Terapi seni kreatif meliputi kesenian, tari, drama dan puisi. 5. Terapi kognitif.Terapi kognitif ini bisa membantu untuk mengidentifikasikan kelakuan yang negatif dan tidak sehat dan menggantikannya dengan yang positif dan sehat, dan semua tergantung dari ide dalam pikiran untuk mendeterminasikan apa yang menjadi perilaku pemeriksa.PENCEGAHAN Anak-anak yang secara fisik, emosional dan seksual mengalami gangguan, sangat beresiko tinggi mengalami gangguan mental yang dalam hal ini adalah gangguan konversi. Jika terjadi hal yang demikian, maka bersegeralah mengobati secara sugesti, agar penangan tidak berupa obat anti depresan ataupun obat anti stress, karena diketahui bahwa jika menanamkan sugesti yang baik terhadap usia belia, maka nantinya akan didapatkan hasil yang maksimal, dengan penangan yang minimal.1,2,5

BAB IIIKESIMPULAN

Secara umum gangguan konversi (dissociative disorders) bisa didefinisikan sebagai adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah kendali sadar) meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan penginderaan segera (awareness of identity and immediate sensations) serta kontrol terhadap gerak tubuh.1,3Gangguan konversi bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam masyarakat. Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan konversi ini mengenai wanita 90% atau lebih, Gangguan konversi bisa terkena oleh orang di belahan dunia manapun, walaupun struktur dari gejalanya bervariasi.2Ada beberapa penggolongan dalam gangguan konversi, antara lain adalah Amnesia Disosiatif, Fugue Disosiatif, Stupor Disosiatif, Gangguan Trans dan Kesurupan, Gangguan Motorik Disosiatif, Konvulsi disosiatif dan juga Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif. 3Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Terapi obat. sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan konversi ini. Biasanya pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk membantu mengontrol gejala mental pada gangguan konversi ini. Bila tidak ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hadisukanto Gitayanti. Gangguan Konversi. Dalam Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2010. hal. 268-272.2. Maslim Rusdi. Gangguan Disosiatif (Konversi). Dalam Diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5. Cetakan kedua. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya; 2013. hal. 81-83.3. Noorhana. Gangguan Disosiatif. Dalam Buku Ajar Psikiatri. Jakarta. Badan Penerbit FKUI. 2014. Hal 305-309.4. Kaplan Harold I, Sadock Benjamin J, dan Grebb Jack A. 2010. Sinopsis Psikiatri jilid 2. Binarupa Aksara: Tangerang. 5. Guidelines for Treating Dissociative Identity Disorder in Adults, Third Revision: Summary Version.

16