27
TINJAUAN PUSTAKA Agustus 2015 PREVENSI SEKUNDER PADA STROKE Nama : Ni Putu Dea Pawitri Handayani No. Stambuk : N 111 14 010

Prevensi Sekunder Pada Stroke

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Prevensi Sekunder Pada Stroke

Citation preview

Page 1: Prevensi Sekunder Pada Stroke

TINJAUAN PUSTAKA Agustus 2015

PREVENSI SEKUNDER PADA STROKE

Nama : Ni Putu Dea Pawitri Handayani

No. Stambuk : N 111 14 010

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

PALU

2015

Page 2: Prevensi Sekunder Pada Stroke

PREVENSI SEKUNDER PADA STROKE

1. Definisi Stroke

Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya

fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam

detik atau menit). Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau

menyebabkan kematian.1

Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan

oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal

pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa

ke bagian otak yang mengalami oklusi. Munculnya tanda dan gejala fokal atau

global pada stroke disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat

berupa trombus, embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai

anoksia pada salah satu daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut.

Stroke hemoragik dapat berupa perdarahan intraserebral atau perdarahan

subrakhnoid.2

Pencegahan stroke merupakan salah satu tujuan utama program kesehatan

individual maupun masyarakat. Pengenalan faktor risiko dan tindakan untuk

menghilangkan atau menurunkan berbagai akibat yang ditimbulkannya

merupakan upaya utama untuk mengurangi tingkat kesakitan dan kematian

yang diakibatkan oleh stroke.3

2. Klasifikasi Stroke

Berdasarkan atas jenisnya stroke terbagi atas stroke non hemoragik dan

stroke hemoragik.4

Stroke non hemoragik pada dasarnya disebabkan oleh oklusi pembuluh

darah otak yang kemudian menyebabkan terhentinya pasokan oksigen dan

glukosa ke otak. Stroke ini sering diakibatkan oleh thrombosis akibat plak

aterosklerosis arteri otak atau yang memberi vaskularisasi pada otak atau suatu

1

Page 3: Prevensi Sekunder Pada Stroke

emboli dari pembuluh darah di luar otak yang tersangkut di arteri otak. Stroke

jenis ini merupakan stroke yang tersering didapatkan, sekitar 80% dari semua

stroke. Stroke jenis ini juga bisa disebabkan berbagai hal yang menyebabkan

terhentinya aliran darah otak, antara lain syok atau hipovolemia dan berbagai

penyakit lain. 4

Stroke hemoragik merupakan sekitar 20% dari semua stroke, diakibatkan

oleh pecahnya suatu mikro aneurisma dari Charcot atau etat crible di otak.

Dibedakan menjadi perdarahan intraserebral, subdural dan subaraknoid. 4

a. Perdarahan intraserebral menunjukan gejala neurologis fokal. Nyeri kepala,

muntah, dan menurunnya kesadaran sering terjadi pada perdarahan yang

lebih luas. CT scan dan MRI menunjukkan hematoma di dalam otak

b. Perdarahan subdural dan ekstradural biasanya disebabkan trauma kepala.

Lesi terjadi di luar otak, baik di dalam (subdural) maupun di luar

(ekstradural) duramater.

c. Perdarahan subaraknoid menunjukkan gejala nyeri kepala hebat mendadak,

terhentinya aktivitas dan muntah tanpa tanda-tanda neurologis fokal. CT

scan menunjukkan darah dalam rongga subaraknoid dan sisterna serebri,

serta cairan spinal selalu mengandung darah.5

3. Prevensi Sekunder Stroke

Prevensi stroke sekunder mengacu kepada strategi untuk mencegah

kekambuhan stroke. Pendekatan utama adalah mengendalikan hipertensi, CEA

(Carotid Endarterectomy) dan memakai obat antiagregat antitrombosit.

Berbagai penelitian seperti The European Stroke Prevention Study of

Antiplatelet Antiaggregant Drugs dan banyak meta analisis terhadap obat

inhibitor glikoprotein IIb/IIIa memperlihatkan efektivitas obat antiagregasi

trombosit dalam mencegah kambuhnya stroke. Aggrenox adalah satu-satunya

kombinasi aspirin dan dipiridamol yang telah terbukti efektif untuk mencegah

stroke sekunder.6

2

Page 4: Prevensi Sekunder Pada Stroke

Prevensi sekunder stroke dapat diringkas dalam mnemonic sebagai

berikut:

A- Antiaggregant (aspirin, clopidogrel, extended-release dipyridamole,

ticlopidine) dan antikoagulan (warfarin)

B- Blood pressure–lowering medications (obat penurun tekanan darah)

C- Cessation of cigarette smoking, cholesterol-lowering medications, carotid

revascularization (Penghentian merokok, obat penurun kolesterol,

revaskularisasi karotis)

D- Diet.

E- Exercise (Latihan jasmani/olahraga).7

A. Platelet antiaggregant

Menurut pedoman AHA / ASA 2011 untuk pencegahan stroke pada

pasien dengan stroke atau serangan iskemik transient (pencegahan

sekunder), pengobatan yang optimal pada pasien dengan stenosis arteri

karotis dan TIA meliputi terapi antiplatelet, statin, dan modifikasi faktor

risiko. 7

Kombinasi extended-release dipyridamole dan aspirin mengurangi

risiko relatif stroke, kematian, dan MI sekitar 20% (sekitar pengurangan

risiko absolut 1% per tahun). Sebuah kapsul kombinasi aspirin 25 mg dan

extended-release dipyridamole 200 mg dipasarkan di Amerika Serikat

sebagai Aggrenox untuk pencegahan sekunder stroke iskemik dan serangan

iskemik transien (TIA). 7

B. Antihipertensi

Pada saat ini, agen lini pertama untuk pengobatan hipertensi pada

stroke termasuk diuretik thiazide, calcium channel blockers, (ACE)

inhibitor angiotensin-converting enzyme, dan angiotensin receptor blocker

3

Page 5: Prevensi Sekunder Pada Stroke

(ARB). Beta bloker dianggap agen lini kedua, diberikan dalam mencegah

kejadian serupa. 7

C. HMG-CoA reductase inhibitors (statins) dan Revaskularisasi karotis

Menurut 2011 pedoman AHA / ASA untuk pencegahan stroke

sekunder, pasien dengan stroke iskemik aterosklerosis atau TIA tanpa

penyakit jantung koroner yang diketahui seharusnya kolesterol LDL diobati

dengan sasaran setidaknya pengurangan 50% atau target sebesar kurang dari

70 mg / dL. 7

Pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner, penyakit

pembuluh darah lainnya, atau diabetes, British Heart Study menunjukkan

penurunan 25% dalam risiko stroke dengan simvastatin 40 mg per hari.

Manfaat itu independen dari tingkat kolesterol serum dasar, turun ke tingkat

140 mg / dL. 7

Bypass serebrovaskular dari arteri karotis yang tersumbat

dikembangkan pada akhir tahun 1960-an. Teknik ini melibatkan

anastomosis arteri temporalis superfisial pada arteri serebral media. 7

Waktu endarterektomi setelah TIA atau stroke iskemik melibatkan

keseimbangan risiko kejadian berulang dengan risiko cedera reperfusi dan

transformasi hemoragik. Intervensi awal, dalam waktu 2 minggu setelah

timbulnya gejala, sekarang dianjurkan, mengingat bukti bahwa manfaat dari

operasi dengan cepat berkurang sesuai dengan bertambahnya waktu sejak

kejadian iskemik.8

D. Intervensi gaya hidup

Berhenti merokok, kontrol tekanan darah, kontrol diabetes, diet rendah

lemak, penurunan berat badan, dan olahraga teratur harus didukung sama

kuatnya dengan obat yang dijelaskan di atas. 7

Untuk pasien dengan stroke iskemik atau TIA yang mampu melakukan

aktivitas fisik, setidaknya 30 menit latihan fisik intensitas sedang, biasanya

4

Page 6: Prevensi Sekunder Pada Stroke

didefinisikan sebagai aktivitas yang kuat cukup untuk berkeringat atau terasa

meningkatkan denyut jantung, 1 sampai 3 kali seminggu (misalnya, berjalan

cepat, menggunakan sepeda latihan) dapat dipertimbangkan untuk

mengurangi faktor risiko dan kondisi komorbiditas yang meningkatkan

kemungkinan stroke berulang.9

4. Tindakan Terapeutik Untuk Prevensi Sekunder Stroke

Setelah terapi akut menggunakan tPA atau aspirin/heparin (pasien yang

tidak memenuhi kriteria terapi litik), tindakan terapeutik diperlukan untuk

mengurangi risiko berulangnya stroke iskemik. Tindakan pencegahan pada

stroke iskemik akibat aterotrombosis arteri besar ditentukan oleh pembuluh

darah yang bermasalah dan beratnya stenosis. Tindakan pencegahan pada stroke

iskemik akibat emboli otak ditentukan oleh sumber emboli.5

4.1 Tindakan Terapeutik untuk Mencegah Berulangnya Stroke Iskemik Akibat

Aterotrombosis Arteri Besar*5

Arteri Karotis Internal

Stenosis Terapi Keterangan

Oklusi total

(100%)

Heparin jangka pendek

(PTT 1,5-2,5 kali

kontrol) kemudian

warfarin (INR 2,0-3,0)

selama 6 minggu.

Kendalikan tekanan dan

volume darah. Terapi

antikoagulan dapat mencegah

terbentuknya bekuan baru

maupun embolisasi bekuan

baru.

Stenosis berat

(70-99%)

CEA** segera. Bila

tidak, ditangani dengan

warfarin jangka panjang

Jika defisit telah stabil,

revaskularisasi dapat ditunda

3-6 minggu untuk

mengurangi risiko perdarahan

intraserebral akibat

5

Page 7: Prevensi Sekunder Pada Stroke

pembedahan karotis dini.

CEA mengurangi tingkat

stroke dan menambah angka

kebertahanan hidup.

Penyakit plak

(50-69%)

Pria: CEA** ditambah

terapi antitrombosit***

Wanita: Terapi

antitrombosit***

Uji NASCET II menunjukkan

keuntungan CEA pada pria

dengan 50-70% stenosis

karotis simtomatik. Terapi

antitrombosit mengurangi

angka kejadiam vaskular

sebesar 20% setelah TIA atau

stroke ringan.

Stenosis <50% Terapi antitrombosit.***

Juga pertimbangkan

minyak omega-3 (1 gm

tiga kali sehari)

CEA = Carotid Endarterectomy

*Tindakan terapeutik setelah terapi reperfusi akut menggunakan tPA atau

terapi antitrombotik akut menggunakan aspirin atau heparin. Tindakan

pengurangan risiko kardiovaskular dan serebrovaskular dibutuhkan pada

semua pasien. 5

** Aspirin (325 mg/hari), clopidogrel (75 mg/hari) atau kombinasi aspirin

dosis rendah dengan dipyridamole durasi panjang (25 mg/200 mg dua kali

sehari). Pertimbangkan kombinasi aspirin (81-325 mg/hari) ditambah

clopidogrel (75 mg/hari) pada pasien risiko tinggi, terutama mereka dengan

peningkatan risiko kejadian penyakit jantung. Untuk penyakit plak,

beberapa penelitian menunjukkan keuntungan menggunakan aspirin dosis

rendah (81-165 mg/hari). 5

** Carotid Stenting mungkin dipertimbangkan untuk pasien risiko tinggi. 5

6

Page 8: Prevensi Sekunder Pada Stroke

4.2 Tindakan Terapeutik untuk Mencegah Berulangnya Stroke Iskemik Akibat

Aterotrombosis Arteri Besar*5

Arteri Vertebralis

Keparahan Terapi Keterangan

Oklusi total

(100%)

Heparin jangka

pendek (PTT 1,5-2,5

kali kontrol)

kemudian warfarin

(INR 2,0-3,0) selama

3-6 minggu

Kendalikan tekanan dan volume

darah. Terapi antikoagulan dapat

mencegah terbentuknya bekuan

baru maupun embolisasi bekuan

baru

Stenosis berat

(70-99%)

Warfarin jangka

panjang. Pembedahan

dan

angioplasti/stenting

balon telah berhasil

dilakukani

Pantau stenosis secara noninvasif

setiap 6 bulan. Jika terjadi oklusi

total, lanjutkan antikoagulan

sebagai tambahan selama 3-6

minggu untuk mencegah

terbentuknya bekuan baru in-situ.

Penyakit plak

(<70%)

Terapi

antitrombosit**

Untuk TIA simtomatik atau stroke

ringan, inhibitor trombosit dapat

lebih efektif mengurangi

terjadinya stroke dan kematian di

sirkulasi vertebrobasilar

dibandingkan sirkulasi karotis

*Tindakan terapeutik setelah terapi reperfusi akut menggunakan tPA atau

terapi antitrombotik akut menggunakan aspirin atau heparin. Tindakan

pengurangan risiko kardiovaskular dan serebrovaskular dibutuhkan pada

semua pasien. 5

** Aspirin (325 mg/hari), clopidogrel (75 mg/hari) atau kombinasi aspirin

dosis rendah dengan dipyridamole durasi panjang (25 mg/200 mg dua kali

sehari). Pertimbangkan kombinasi aspirin (81-325 mg/hari) ditambah

7

Page 9: Prevensi Sekunder Pada Stroke

clopidogrel (75 mg/hari) pada pasien risiko tinggi, terutama mereka dengan

peningkatan risiko kejadian penyakit jantung. Untuk penyakit plak,

beberapa penelitian menunjukkan keuntungan menggunakan aspirin dosis

rendah (81-165 mg/hari). 5

4.3 Tindakan Terapeutik untuk Mencegah Berulangnya Stroke Iskemik Akibat

Aterotrombosis Arteri Besar*5

Penyakit Intrakranial

Keparahan Terapi Keterangan

Oklusi total

(100%)

Heparin jangka

pendek (INR 2,0-30)

selama 3-6 minggu

Gambaran klinis tergantung

pembuluh darah yang bermasalah:

Arteri serebri anterior. Hilangnya

sensorimotorik kontralateral

(tungkai > lengan/wajah).

Arteri serebri posterior

Hemianopia ± hilangnya

hemisensorik

Arteri basilar.

Kelemahan bilateral, paralisis

nervus kranialis. Keunggulan

warfarin dibandingkan aspirin pada

penyakit intrakranial simtomatik

(stenosis 50-99%) ditunjukkan

melalui satu uji retrospektif yaitu

berkurangnya 46% kejadian

vaskular pada pasien yang

diberikan warfarin.

Stenosis berat

(50-99%)

Warfarin jangka

panjang (INR 2,0-

3,0) sambil

memantau keparahan

stenosis

menggunakan

ultrasonografi/MRA.

Jika terbentuk oklusi

total, lanjutkan

antikoagulasi

tambahan selama 3

minggu untuk

mencegah

terbentuknya bekuan

baru in-situ.n

Penyakit plak Terapi

8

Page 10: Prevensi Sekunder Pada Stroke

(<50%) antitrombosit**

*Tindakan terapeutik setelah terapi reperfusi akut menggunakan tPA atau

terapi antitrombotik akut menggunakan aspirin atau heparin. Tindakan

pengurangan risiko kardiovaskular dan serebrovaskular dibutuhkan pada

semua pasien. 5

** Aspirin (325 mg/hari), clopidogrel (75 mg/hari) atau kombinasi aspirin

dosis rendah dengan dipyridamole durasi panjang (25 mg/200 mg dua kali

sehari). Pertimbangkan kombinasi aspirin (81-325 mg/hari) ditambah

clopidogrel (75 mg/hari) pada pasien risiko tinggi, terutama mereka dengan

peningkatan risiko kejadian penyakit jantung. Untuk penyakit plak,

beberapa penelitian menunjukkan keuntungan menggunakan aspirin dosis

rendah (81-165 mg/hari). 5

4.4 Tindakan Terapeutik untuk Mencegah Berulangnya Stroke Iskemik Akibat

Emboli Otak*5

Sumber Terapi Keterangan

Fibrilasi

atrium (AF;

Atrial

Fibrillation)

- Untuk emboli akut,

pertimbangka tPA IV atau

trombolisis intraarterial

menggunakan tPA atau

urokinase, tergantung pada

lokasi embolus oklusif.

- untuk pencegahan primer

dan sekunder, tangani

menggunakan warfarin

(INR 2,0-3,0) selama

terjadi AF. Aspirin atau

agen antitrombosit lain

Kejadian embolisasi sistemik

sebanyak 5-6% pertahun dan

kebanyakan kejadian emboli

adalah serebral.

Warfarin mengurangi

kejadian stroke hingga 50-

80% dan menambah angka

kebertahanan hidup pada AF

non valvular. Transformasi

hemoragik terjadi pada 20-

30% stroke emboli; sehingga

beberapa klinisi memulai

9

Page 11: Prevensi Sekunder Pada Stroke

dapat dipertimbangkan

untuk pencegahan primer

stroke embolik pada pasien

berusia <60 tahun dengan

AF "tunggal" ( yaitu tanpa

riwayat hipertensi,

penyakit jantung atau

emboli sebelumnya)n

antikoagulasi hanya bila

CT/MRI pada hari ke-3

hingga ke-5 tidak

menunjukkan perdarahan,

terutama bila daerah infark

luas. Bahkan bila terjadi

transformasi hemoragik, hal

ini biasanya dapat dilakukan

(pengecualian: perdarahan

simtomatik menggunakan

tPA). Ximelagatran, inhibitor

thrombin oral, merupakan

alternatif warfarin yang

aman/efektif.

Infark miokard

akut (MI;

Myocardial

Infarction)

Untuk pencegahan stroke

primer, pertimbangkan

warfarin (INR 2,0-3,0)

selama 3-6 bulan pada MI

akut terkomplikasi oleh

aneurisme ventrikular,

trombus mural (terutama

bila besar atau bertangkai),

atau area hipokinesis yang

luas.

Kejadian embolisasi sistemik

setelah MI anterior dan MI

inferior berturut-turut sebesar

6% dan 1% dan kebanyakan

kejadian embolik adalah

serebral. Risiko embolisasi

terbesar pada trombus

ventrikel kiri yang

berprotrusi, khususnya pada

minggu-minggu pertama

setelah MI. Kejadian stroke

akut saat terapi trombolitik

pada MI akut biasanya

bersifat hemoragik dan

10

Page 12: Prevensi Sekunder Pada Stroke

mungkin memerlukan

drainase hematoma.

Penyakit

jantung

valvular

- untuk pencegahan stroke

primer, tidak ada terapi

spesifik yang

direkomendasikan untuk

penyakit katup jantung

bawaan dengan ritme

sinus. Untuk katup buatan,

tangani dengan warfarin

(INR 2,0-3,0) jangka

panjang.

- Untuk pencegahan stroke

berulang, tangani dengan

warfarin untuk penyakit

katup jantung bawaan

(INR 2,0-3,0) dan katup

buatan (INR 3,0-4,5).

Untuk embolisasi selain

warfarin, pilihan terapi

termasuk intensifikasi

terapi warfarin,

penambahan aspirin dosie

rendah (81-165 mg/hari)

atau mungkin

antitrombosit lain atau

pembedahan katup.

Risiko embolisasi pada pasien

stenosis mitral reumatik dan

AF meningkat 17 kali lipat

dibandingkan pasien tanpa

penyakit katup dengan ritme

sinus. Tingkat embolisasi

katup mitral mekanik, katup

aorta mekanik dan katup

bioprostetik berturut-turut

adalah 4%, 2% dan 1% setiap

tahun.

Kardiomiopati Pada satu uji retrospektif Sumber emboli biasanya

11

Page 13: Prevensi Sekunder Pada Stroke

terhadap pasien dengan

fraksi ejeksi <20% dan

gagal jantung, warfarin

mengurangi tingkat

embolisasi jantung

dibandingkan aspirin.

trombus mural ventrikel kiri,

yang berkembang akibat

buruknya fungsi sistolik dan

stasis darah.

Miksoma

atrial

Eksisi pembedahan

diindikasikan untuk

pencegahan pencegahan

stroke berulang.

Miksoma atrial adalah tumor

jantung primer tersering dan

dapat menyerupai penyakit

katup mitral

(stenosis/regurgitasi) atau

endokarditis infeksiosa

Embolisasi

paradoksikal

Untuk pencegahan stroke

berulang, warfarin

diindikasikan pada pasien

yang mengalami bekuan

vena sampai defek septum

atrium (ASD; Atrial Septal

Defect) diperbaiki.

ASD dan foramen ovale paten

merupakan asa utama

embolus paradoksikal. Echo

menggunakan kontras dengan

manuver Valsava, yang dapat

menggambarkan hubungan

interatrial, direkomendasikan

untuk semua pasien muda

yang mengalami stroke yang

tidak dapat dijelaskan.

Embolisme paradoksikal

dapat juga terjadi pada

golongan umur yang lebih

tua.

Kondisi

jantung

- Aspirin (325 mg/hari)

diindikasikan untuk

Endokarditis marantik

(trombotik non bakterial

12

Page 14: Prevensi Sekunder Pada Stroke

lainnya pencegahan stroke

embolik berulang akibat

prolaps katup mitral,

kalsifikasi annular

mitral, katup aorta

terklasifikasi,

endokarditis marantik.

Untuk rekurensi yang

terjadi pada pemberian

aspirin, tangani dengan

warfarin jangka

panjang.

- Untuk emboli akibat

endokarditis infeksiosa,

tangani dengan

antibiotika.

Antikoagulasi tidak

mencegah embolisasi

dan meningkatkan

risiko perdarahan dari

aneurisme mikotik atau

embolus serebral.

[NBTE]) adalah penyebab

stroke umum pada pasien

kanker atau penyakit

melemahkan kronik lainnya.

Vegetasi marantik dan

vegetasi pada pasien lupus

eritematosus sistemik atau

sindrom antibodi

antifosfolipid, terdiri atas

nodul trombosit-fibrin yang

rapuh, biasanya sepanjang

komisura valvular. Embolus

tunggal bukan merupakan

indikasi pembedahan katup

pada endokarditis infeksiosa,

namun penggantian katup

harus dipertimbangkan untuk

mencegah emboli berulang,

selain terapi antimikroba yang

teapt. Tingkat embolisasi 24

jam setelah penanganan

menggunakan antibiotika

adalah rendah (<5%).

*Tindakan pengurangan risiko kardiovaskular dan serbrovaskular

dibutuhkan pada semua pasien. 5

4.5 Tindakan Terapeutik Untuk Mencegah Stroke Hemoragik Berulang

13

Page 15: Prevensi Sekunder Pada Stroke

Pedoman AHA / ASA 2010 untuk spontan perdarahan intraserebral

merekomendasikan bahwa setelah perdarahan intraserebral akut, pasien

tanpa kontraindikasi medis harus memiliki tekanan darah terkontrol dengan

baik, terutama untuk perdarahan di lokasi vaskulopati yang khas hipertensi.

Selain itu, pedoman sangat menyarankan pemeliharaan tekanan darah di

bawah 140/90 mm Hg untuk mencegah stroke pertama. Pada pasien dengan

hipertensi ditambah baik diabetes atau penyakit ginjal, tujuan pengobatan

adalah tekanan darah di bawah 130/80 mm Hg. 10

Obat penurun tekanan darah termasuk diuretik thiazide, calcium

channel blockers, inhibitor enzim angiotensin-converting (ACEI), dan

angiotensin receptor blocker (ARB). Untuk pasien dengan diabetes,

penggunaan ACEI dan ARB untuk mengobati hipertensi adalah

rekomendasi kelas IA (terkuat dan terbaik-didokumentasikan). Beta

blockers dianggap agen lini kedua yang diberikan dalam mencegah kejadian

vaskular, meskipun menghasilkan pengurangan serupa di tekanan darah.

(Efek samping dari ACEI termasuk batuk [10%], yang kurang umum pada

pemberian ARB). 10

14

Page 16: Prevensi Sekunder Pada Stroke

DAFTAR PUSTAKA

1. Ginzberg. L. 2007. Neurologi. Jakarta: Erlangga

2. Setyopranoto, I. 2011. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia

Kedokteran [cited 2015 Agustus 16]; 38(4): 1. Diakses dari:

http://www.kalbemed.com/Portals/6/1_05_185Strokegejalapenatalaksanaan.pdf

3. Harsono. 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

4. Sudoyo, A. et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta:

Interna Publishing

5. Goldszmidt, A. J. & Caplan, L. R. 2011. Esensial Stroke. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC

6. Price, S. & Wilson, M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

7. Silver, B. 2015. Stroke Prevention. Medscape (serial online) [cited 2015 Agustus

16]. Diakses dari: http://emedicine.medscape.com/article/323662-overview#a4

8. Davis, M. S. & Donan, G. A. 2012. Secondary Prevention after Ischemic Stroke

or Transient Ischemic Attack. The New England Journal of Medicine [cited 2015

Agustus 16]; 366(20): 1919. Diakses dari: http://

www.nejm.org,doi,pdf,10.1056,NEJMcp1107281

9. Furie et al. 2011. Guidelines for the Prevention of Stroke in Patients With Stroke

or Transient Ischemic Attack. American Heart Association [cited 2015 Agustus

16]; 42(1): 234. Diakses dari:

http://www.stroke.ahajournals.org/content/42/1/227.full

10. Liebeskind, D. S. 2015. Hemorrhagic Stroke Treatment & Management.

Medscape (serial online) [cited 2015 Agustus 16]. Diakses dari:

http://emedicine.medscape.com/article/1916662-treatment#d15

15