91
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Blok Sistem Neuromuskuloskeletal adalah blok kesembilan pada Semester III dari sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Salah satu strategi pembelajaran sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ini adalah Problem Based Learning (PBL). Tutorial merupakan pengimplementasian dari metode Problem Based Learning (PBL). Dalam tutorial mahasiswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan setiap kelompok dibimbing oleh seorang tutor/dosen sebagai fasilitator untuk memecahkan kasus yang ada. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario C yang memaparkan kasus pada Ny. Fatimah, 53 tahun, berobat di poliklinik saraf dengan keluhan utama kesemutan dan nyeri pada keempat anggota gerak, terutama anggota gerak bawah dialami sejak 6 bulan secara perlahan-lahan. Keluhan ini terutama dirasakan menjelang tidur sehingga tidurnya sering terganggu. Keluhan ini baru pertama kali diderita. Ny. Fatimah akhir-akhir ini kesulitan berdiri dari jongkok ketika BAB serta berdiri dari sujud untuk rakaat selanjutnya ketika shalat. Ny. Fatimah sering merasa Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 1

Polineuropati Diabetik

  • Upload
    ndkhrns

  • View
    180

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan Skenario C Polineuropati Diabetik Blok Neuromuskuloskeletal

Citation preview

Page 1: Polineuropati Diabetik

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Blok Sistem Neuromuskuloskeletal adalah blok kesembilan pada Semester

III dari sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Salah satu strategi

pembelajaran sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ini adalah Problem

Based Learning (PBL). Tutorial merupakan pengimplementasian dari metode

Problem Based Learning (PBL). Dalam tutorial mahasiswa dibagi dalam

kelompok-kelompok kecil dan setiap kelompok dibimbing oleh seorang

tutor/dosen sebagai fasilitator untuk memecahkan kasus yang ada.

Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario C yang

memaparkan kasus pada Ny. Fatimah, 53 tahun, berobat di poliklinik saraf dengan

keluhan utama kesemutan dan nyeri pada keempat anggota gerak, terutama

anggota gerak bawah dialami sejak 6 bulan secara perlahan-lahan. Keluhan ini

terutama dirasakan menjelang tidur sehingga tidurnya sering terganggu. Keluhan

ini baru pertama kali diderita. Ny. Fatimah akhir-akhir ini kesulitan berdiri dari

jongkok ketika BAB serta berdiri dari sujud untuk rakaat selanjutnya ketika

shalat. Ny. Fatimah sering merasa kehausan, lapar dan sering BAK pada malam

hari sejak 6 tahun yang lalu. Riwayat kencing manis disangkal. Riwayat kencing

manis dalam keluarga juga tidak ada. Riwayat darah tinggi dan penglihatan kabur

sejak 5 tahun yang lalu, minum obat tekanan darah tinggi tidak teratur. Riwayat

minum obat-obatan lain disangkal. Riwayat trauma disangkal, riwayat infeksi

saluran pernafasan dan saluran cerna 1 bulan terakhir disangkal.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari laporan studi kasus ini, yaitu :

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari

sistem pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi.

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 1

Page 2: Polineuropati Diabetik

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan

metode analisis dan pembelajaran studi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari pembelajaran tutorial berdasarkan langkah-

langkah seven jump.

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 2

Page 3: Polineuropati Diabetik

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Data Tutorial

Tutor : dr. Indriyani

Moderator : Yola Akma Rinda

Sekretaris : Nadia Khoirunnisa Pasaribu

Notulis : Efri Handriansyah

Waktu : Senin, 17 November 2014

Rule tutorial : 1. Dilarang mengaktifkan ponsel.

2. Dilarang makan di dalam ruangan.

3. Dilarang keluar tanpa izin tutor.

4. Boleh menjawab / mengajukan pertanyaan

setelah ditunjuk oleh moderator.

2.2. Skenario Kasus

Ny. Fatimah, 53 tahun, berobat di poliklinik saraf dengan keluhan utama

kesemutan dan nyeri pada keempat anggota gerak, terutama anggota gerak

bawah dialami sejak 6 bulan secara perlahan-lahan. Keluhan ini terutama

dirasakan menjelang tidur sehingga tidurnya sering terganggu. Keluhan ini

baru pertama kali diderita. Ny. Fatimah akhir-akhir ini kesulitan berdiri dari

jongkok ketika BAB serta berdiri dari sujud untuk rakaat selanjutnya ketika

shalat. Ny. Fatimah sering merasa kehausan, lapar dan sering BAK pada

malam hari sejak 6 tahun yang lalu. Riwayat kencing manis disangkal.

Riwayat kencing manis dalam keluarga juga tidak ada. Riwayat darah tinggi

dan penglihatan kabur sejak 5 tahun yang lalu, minum obat tekanan darah

tinggi tidak teratur. Riwayat minum obat-obatan lain disangkal. Riwayat

trauma disangkal, riwayat infeksi saluran pernafasan dan saluran cerna 1

bulan terakhir disangkal.

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 3

Page 4: Polineuropati Diabetik

Pemeriksaan Fisik

Kesadaran: compos mentis

Tanda vital: TD: 170/95 mmHg, N: 84 x/menit, RR: 20 x/menit, suhu 37oc,

VAS (Visual Analog Scale): 4

Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan visus: 5/300 tidak dapat terkoreksi dengan sempurna dengan

kacamata.

Pemeriksaan neurologi didapat: kekuatan 4 pada keempat anggota gerak,

refleks fisiologis menurun pada kedua lengan dan negatif pada tungkai

bawah, refleks patologis (-), gangguan sensibilitas berpola sarung tangan

dan kaos kaki.

Pemeriksaan Laboratorium

Darah rutin: Hb: 13 mg/dl, leukosit: 7000, eritrosit: 5.000.000, trombosit:

380.000

GDS: 440 mg/dl, HbA1C: 12,3%, ureum: 35 mg/dl, kreatinin: 1,2 mg/dl

SGOT: 30 u/l, SGPT: 23 u/l

2.3. Klarifikasi Istilah

1. Poliklinik : balai pengobatan umum bagi

pasien rawat jalan, tidak untuk

pasien rawat inap.

2. Kesemutan : perasaan sakit, sensasi abnormal

seperti ditusuk-tusuk.

3. Darah tinggi : tingginya tekanan darah arteri

secara resisten.

4. Visus : ketajaman penglihatan.

5. VAS : alat ukur yang digunakan untuk

mengukur intensitas nyeri.

6. Kencing manis (DM) : sindrom kronik gangguan

metabolisme karbohidrat, protein

dan lemak akibat sekresi insulin

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 4

Page 5: Polineuropati Diabetik

yang tidak mencukupi atau adanya

resistensi insulin di jaringan target.

7. Sensibilitas : kemampuan untuk

merasakan atau mengenali.

8. Ureum : hasil akhir metabolisme protein.

9. SGOT : serum glutamic-oxabaetic trans-

aminase, lihat aspartate trans-

aminase.

10. SGPT : serum glutamic-pyruvic trans-

aminase, lihat alanine transaminase

11. Kreatinin : produk sisa dari perombakan

kreatin fosfat didalam otot.

2.4. Identifikasi Masalah

1. Ny. Fatimah, 53 tahun, berobat di poliklinik saraf dengan keluhan utama

kesemutan dan nyeri pada keempat anggota gerak, terutama anggota gerak

bawah dialami sejak 6 bulan secara perlahan-lahan. Keluhan ini terutama

dirasakan menjelang tidur sehingga tidurnya sering terganggu. Keluhan ini

baru pertama kali diderita.

2. Ny. Fatimah akhir-akhir ini kesulitan berdiri dari jongkok ketika BAB serta

berdiri dari sujud untuk rakaat selanjutnya ketika shalat.

3. Ny. Fatimah sering merasa kehausan, lapar dan sering BAK pada malam

hari sejak 6 tahun yang lalu.

4. Riwayat kencing manis disangkal. Riwayat kencing manis dalam keluarga

juga tidak ada. Riwayat darah tinggi dan penglihatan kabur sejak 5 tahun

yang lalu, minum obat tekanan darah tinggi tidak teratur. Riwayat minum

obat-obatan lain disangkal. Riwayat trauma disangkal, riwayat infeksi

saluran pernafasan dan saluran cerna 1 bulan terakhir disangkal.

5. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran: compos mentis

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 5

Page 6: Polineuropati Diabetik

Tanda vital: TD: 170/95 mmHg, N: 84 x/menit, RR: 20 x/menit, suhu 37oc,

VAS (Visual Analog Scale): 4

6. Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan visus: 5/300 tidak dapat terkoreksi dengan sempurna dengan

kacamata.

Pemeriksaan neurologi didapat: kekuatan 4 pada keempat anggota gerak,

refleks fisiologis menurun pada kedua lengan dan negatif pada tungkai

bawah, refleks patologis (-), gangguan sensibilitas berpola sarung tangan

dan kaos kaki.

7. Pemeriksaan Laboratorium

Darah rutin: Hb: 13 mg/dl, leukosit: 7000, eritrosit: 5.000.000, trombosit:

380.000

GDS: 440 mg/dl, HbA1C: 12,3%, ureum: 35 mg/dl, kreatinin: 1,2 mg/dl

SGOT: 30 u/l, SGPT: 23 u/l

2.5. Analisis dan Sintesis Masalah

1. Ny. Fatimah, 53 tahun, berobat di poliklinik saraf dengan keluhan utama

kesemutan dan nyeri pada keempat anggota gerak, terutama anggota gerak

bawah dialami sejak 6 bulan secara perlahan-lahan. Keluhan ini terutama

dirasakan menjelang tidur sehingga tidurnya sering terganggu. Keluhan ini

baru pertama kali diderita.

a. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan?

Jawab:

Penuaan merupakan proses fisiologis yang dihubungkan dengan

perubahan anatomi dan fisiologis semua sistem dalam tubuh, di mana

perubahan itu umumnya dimulai pada umur pertengahan. Umur lanjut

akan menyebabkan kelainan pada saraf tepi karena terjadi penurunan

aliran darah pada pembuluh darah yang menuju ke saraf tepi dan

berkurangnya secara progresif serabut-serabut baik yang bermielin

maupun tidak. Perubahan pada serabut saraf besar karakteristik ditandai

dengan hilangnya refleks Achilles dan gangguan sensitivitas vibrasi pada

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 6

Page 7: Polineuropati Diabetik

kaki. Sedangkan serabut saraf kecil terjadi penipisan akson yang dapat

menjelaskan kerentaan umur lanjut terhadap timbulnya neuropati.

(Priyantono, Teguh : 2005)

Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa

hal, diantaranya:

1. Usia

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga harus dikaji respon

nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah

patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung

memendam nyeri yang dialami, karena mereka menganggap nyeri adalah

hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami

penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan. Sedangkan pada

lanjut usia, terjadi perubahan-perubahan seperti sebagai berikut.

a) Sistem Persarafan.

Berat otak menurun 10-20%. (Setiap orang berkurang sel saraf

otaknya dalam setiap harinya).

Cepatnya menurun hubungan persarafan.

Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan

stres.

Mengecilnya saraf panca indra.Berkurangnya penglihatan,

hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf pencium dan perasa,

lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya

ketahanan terhadap dingin.

Kurang sensitif terhadap sentuhan.

b) Sistem Penglihatan.

Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.

Kornea lebih berbentuk sferis (bola).

Kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak.

Meningkatnya ambang, pengamatan sinar,daya adaptasi terhadap

kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap.

Hilangnya daya akomodasi.

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 7

Page 8: Polineuropati Diabetik

Menurunnya lapangan pandang, berkurang luas pandangannya.

Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.

c) Sistem Perkemihan.

Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh

melalui urin, darah yang masuk ke ginjal disaring di glomerulus

(nefron). Nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke ginjal menurun

sampai 50%.

Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil

meningkat dan terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.

2. Jenis Kelamin

Pada usia 40-70 tahun keluhan nyeri lebih banyak terjadi pada wanita.

Hal tersebut berpengaruh dengan adanya paritas/kehamilan dan

persentase timbunan lemak badan pada wanita lebih besar dibandingkan

dengan laki-laki.

Berdasarkan sintesis diatas, dapat disimpulkan bahwa hubungan usia

dan jenis kelamin dengan keluhan nyeri dan kesemutan pada Ny. Fatimah

adalah pada usia 53 tahun (lansia) cenderung mengalami nyeri yang

dialami, ini merupakan akibat dari penuaan. Pada usia tersebut juga

terjadi perubahan sistem saraf dimana hubungan persarafan cepat

menurun, sedangkan nyeri dan kesemutan banyak terjadi pada wanita

karena adanya paritas/kehamilan dan persentase timbunan lemak badan

pada wanita lebih besar dibandingkan dengan laki-laki.

(Elvianur, S : 2011)

b. Apa makna kesemutan dan nyeri pada keempat anggota gerak terutama

anggota gerak bawah sejak 6 bulan lalu secara perlahan-lahan?

Jawab:

Dilihat dari jenis kelemahan ototnya, Ny. Fatimah mengalami

tetraparese yaitu kelemahan otot pada keempat extremitas yang

disebabkan oleh trauma atau penyakit pada manusia yang menyebabkan

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 8

Page 9: Polineuropati Diabetik

hilangnya sebagian fungsi motorik pada keempat anggota gerak dengan

kelumpuhan atau kelemahan lengan dan tungkai. (Isselbacher, dkk. 2000)

Parese adalah kelemahan/kelumpuhan parsial atau tidak lengkap,

merupakan suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan

atau gerakan terganggu. Parese pada anggota gerak dibagi menjadi:

1. Monoparese adalah kelemahan pada satu ekstremitas atas atau

ekstremitas bawah.

2. Paraparese adalah kelemahan pada kedua ekstremitas bawah.

3. Hemiparese adalah kelemahan pada satu sisi tubuh yaitu satu

ekstremitas atas dan satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama.

4. Tetraparese adalah kelumpuhan atau kelemahan yang disebabkan oleh

trauma atau penyakit pada manusia yang menyebabkan hilangnya

sebagian fungsi motorik pada keempat anggota gerak, dengan

kelumpuhan/ kelemahan lengan lebih atau sama hebatnya

dibandingkan dengan tungkai.

Berdasarkan kemunculan nyerinya, menurut The International

Association for the Study of Pain (IASP), nyeri dapat dibedakan menjadi:

1. Nyeri akut, nyeri yang biasanya berhubungan dengan kejadian atau

kondisi yang dapat dideteksi dengan mudah. Nyeri akut merupakan

suatu gejala biologis yang merespon stimuli nosiseptor (reseptor rasa

nyeri) karena terjadinya kerusakan jaringan tubuh akibat penyakit atau

trauma. Nyeri ini biasanya berlangsung sementara, kemudian akan

mereda bila terjadi penurunan intensitas stimulus pada nosiseptor

dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.

2. Nyeri kronik, nyeri yang dapat berhubungan ataupun tidak dengan

fenomena patofisiologik yang dapat diidentifikasi dengan mudah,

berlangsung dalam periode yang lama dan merupakan proses dari

suatu penyakit. Nyeri kronik berhubungan dengan kelainan patologis

yang telah berlangsung terus menerus atau menetap setelah terjadi

penyembuhan penyakit atau trauma dan biasanya tidak terlokalisir

dengan jelas. (Syafrita, Yuliarni : 2011)

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 9

Page 10: Polineuropati Diabetik

Berdasarkan sintesis diatas, dapat disimpulkan bahwa dari lama

keluhannya, maka tetraparese serta nyeri yang dialami Ny. Fatimah

termasuk ke dalam golongan kronis karena jarak waktunya yang cukup

lama. Hal ini sesuai dengan karakteristik nyeri kronik yakni awitan

bertahap, menetap dan lebih lama dari 6 bulan. Selain itu, pada

polineuropati diabetik keluhan timbul secara perlahan karena

memerlukan waktu untuk menimbulkan gejala, tidak dalam waktu yang

cepat.

c. Bagaimana anatomi, fisiologi dan histologi ekstremitas?

Jawab:

1. Anatomi

Ekstremitas inferior:

Gambar 1. Ekstremitas inferior

Tulang-tulang yang terdapat pada ekstremitas inferior adalah sebagai

berikut.

a) Ossa coxae

b) Ossa Femur

c) Ossa Tibia

d) Ossa Fibula

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 10

Page 11: Polineuropati Diabetik

e) Ossa Patellae

f) Ossa Tarsalia

Talus

Calcaneus

Os naviculare

Os cuboideum

Os cuneiforme laterale

Os cuneiforme intermedium

Os cuneiforme mediale

Ossa Metatarsalia

Phalanges

(Sukamti,2002)

Gambar 2. Otot pada ekstremitas inferior

Otot yang terdapat pada ekstremitas inferior adalah sebagai berikut.

a) M. sartorius:

b) M. rectus femoris

c) Vastus medialis:

d) Vastus lateralis

e) Vastus intermedius

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 11

Page 12: Polineuropati Diabetik

f) M. Tensor fasialatae

g) M. pectenius

h) M. adduktor longgus

i) M. gracilis

j) M. Adduktor brevis

k) M. Adduktor magnus

l) M. pectineus

m)M. adductor longus (potongan)

n) M. vastus intermedius

o) M. vastus lateralis

p) M. vastus medialis

-

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 12

Page 13: Polineuropati Diabetik

-

-

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 13

Page 14: Polineuropati Diabetik

(Snell. 2006)

2. Fisiologi

Kontraksi adalah upaya dari otot untuk menghasilkan gaya/force

(muscle tension) melawan beban kontraksi otot memerlukan energi.

Dalam kondisi normal, otot berkontraksi secara sadar karena

rangsangan listrik dan saraf.

Kontraksi otot dicetuskan oleh rangsangan listrik dari syaraf,

kemudian rangsangan itu diteruskan ke otot melalui 2 tahap stimulasi

yaitu:

1) Neuro-muscular junction (pertemuan syaraf-otot)

2) Excitation-contraktion coupling

Setelah sampai pada neuro-muscular junction, potensial aksi

merangsang pelepasan asetilkolin di ujung syaraf. Asetilkolin yang

keluar merangsang potensial aksi di otot. Potensial aksi memacu

proses excitation-contraction coupling.

Excitation-contraction coupling diawali dengan prubahan

permeabilitas dinding sel otot terhadap ion Na+ dan k+ karena

asetilkolin. Perubahan permeabilitas menimbulkan potensial aksi.

Potensial aksi kemudian berjalan ke seluruh dinding sel otot dan ada

yang masuk ke tengah-tengah sel otot melalui tubulus-T.

Potensial aksi memacu pelepasan ion Ca+ dari reticulum

sarkoplasma. Ion Ca+ yang keluar ini akan menempel di troponin.

Troponin bersama ion Ca+ akan menarik tropomiosin yang menempel

pada myosin binding-site di aktin. Aktin pun terbuka dan langsung di

temple oleh kepala miosin untuk berkontraksi. Kepala miosin menarik

aktin ke pusat sarkomer sehingga terjadi sliding/pergeseran aktin

terhadap miosin (sliding filament).

Sliding filament theory merupakan pemendekan otot akibat

pergeseran aktin terhadap miosin (overlapping) karena kepala miosin

menarik aktin ke pusat sarkomer. Penarikan aktin terjadi berkali-kali

seperti kumpulan orang yang manarik tambang.

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 14

Page 15: Polineuropati Diabetik

Siklus kontraksi

Siklus kontraksi terjadi setelah fase excitation-contraction

coupling, di mana troponin yang ditempel ion Ca+ menarik

tropomiosin dari aktin sehingga miosin binding-site di aktin terbuka.

Fase-fase siklus kontraksi adalah sebagai berikut.

a) Rigor state, kepala aktin masih menempel di aktin setelah selesai

power stroke.

b) ATP yang baru datang dan menempel pada kepala miosin,

menyebabkan lepasnya kepala miosin dari aktin.

c) ATP di kepala miosin mengalami hidrolis menjadi ADP dan Pi.

d) Miosin yang lepas dan ditempel ATP, untuk menempel pada

molekul G-aktin yang baru.

e) Power stroke, energi potensial yang tersimpan di Pi, lepas dan

berubah menjadi energy kinetic, menyebabkan kepala miosin

berotasi mendorong aktin mendekati pusat sarkomer.

f) ADP lepas, kepala miosin tetap melekat ke aktin, siap untuk siklus

berikutnya bila ada ATP yang baru.

3. Histologi

a) Histologi dan metabolisme tulang

Histologi adalah studi jaringan pada tingkat mikroskopik.

Tulang imatur dan matur berbeda strukturnya. Tulang imatur lebih

primitif dalam istilah evolusi phylogenetiknya, berupa jaringan ikat

yang kasar dan seperti jala kolagen, polanya random dan tidak

teratur orientasinya. Tulang imatur lebih banyak memiliki

osteocyte, biasanya terdapat pada tulang yang menderita tumor,

pada penyembuhan fraktur dan pada rangka embrionik.

Tulang kompakta tidak bisa diberi nutrisi melalui difusi

permukaan pembuluh-pembuluh darah, sehingga memerlukan

sistem Haversi. Tulang trabekular lebih porus dan menerima nutrisi

dari pembuluh darah di sekitar ruang sumsum. Tulang dewasa baik

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 15

Page 16: Polineuropati Diabetik

yang kompakta maupun trabekular secara histologis adalah tulang

lamela.

Pemeriksaan makroskopik potongan melintang tulang kompakta

umumnya menunjukkan 4 sampai dengan 8 cincin konsentris yang

dinamakan lamella haversi. Pemeriksaan setiap lamella

menunjukkan tumpukan paralel serabut kolagen. Serabut kolagen

pada lamela berikutnya berorientasi ke arah yang berbeda.

Perbedaan arah serabut-serabut kolagen ini menambah kekuatan

struktur tulang.

Setiap batang potongan melintang tulang kompakta lamelar

disebut sistem Haversi atau osteon berukuran 0,3 mm diameternya

dan 3-5 mm panjangnya. Inti sistem Haversi adalah kanal Haversi

dimana darah, limfe dan serabut saraf lewat. Kanal-kanal kecil

tambahan disebut kanal-kanal Volkmann membelah jaringan tulang

secara oblique pada sudut runcing di permukaan periosteal dan

endosteal untuk menghubungkan kanal-kanal Haversi, membentuk

jaringan yang menyuplai darah dan limfe ke sel-sel tulang panjang.

Lubang-lubang kecil di dalam setiap lamela disebut lacunae.

Setiap lacunae mempunyai sel-sel tulang disebut osteocyte. Nutrisi

ditransport ke sel-sel ini melalui kanalikuli. Osteoblast adalah sel-

sel tulang yang berfungsi untuk membentuk, sintesis dan deposit

materi tulang, biasanya terkonsentrasi di bawah periosteum.

Osteoblast membuat osteoid, matriks organik tak terkalsifikasi

yang kaya kolagen. Kalsifikasi tulang terjadi sebagai kristal-kristal

hydroxyapatite, komponen anorganik tulang. Ketika osteoblast

dikelilingi matriks tulang, disebut osteocyte, sel-sel yang terletak di

dalam lacunae dan bertanggung jawab memelihara tulang.

Osteoklas bertugas mereabsorbsi tulang. Pembentukan kembali

atau remodeling tulang terjadi pada tingkat seluler dimana

osteoklas mereabsorbsi jaringan tulang dan osteoblast membangun

jaringan tulang. (Ricardo, Benjamin : 2010)

b) Histologi otot

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 16

Page 17: Polineuropati Diabetik

Jaringan otot menyusun 40 % hingga 50 % berat total tubuh

manusia dan tersusun atas serabut-serabut otot. 4 ciri jaringan otot

antara lain: (1) iritabilitas atau peka terhadap rangsang; (2)

kontraktil (mampu memendek dan menebal); (3) relaksasi atau

mampu memanjang; (4) elastisitas atau mampu kembali ke bentuk

semula setelah kontraksi atau relaksasi. Melalui gerak

kontraksinya, otot melakukan 3 fungsi yaitu gerak,

mempertahankan bentuk dan produksi panas.

Secara histologis, ada 3 macam jaringan otot yaitu jaringan otot

rangka, jaringan otot jantung dan jaringan otot polos.

1) Jaringan otot rangka

Jaringan otot rangka terdiri atas sel-sel otot rangka yang panjang

(panjangnya sampai 4 cm), diameter 10–100 m, berinti banyak

dan disebut serabut otot. Sel otot merupakan sinsitium

(gabungan sel dengan batas antar sel tidak jelas) dari beberapa

sel. Bagian-bagian penyusunnya adalah:

Sarkolemma: membran plasma

Sarkoplasma: sitoplasma

Nukleus: terdapat beberapa nukleus pada setiap sel dan

letaknya berdekatan dengan sarkolemma.

Mitokondria

Retikulum endoplamik

Miofibril yang terdiri dari filamen tipis (aktin) dan filamen

tebal (miosin)

Gambar 3. Irisan membujur otot rangka

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 17

Page 18: Polineuropati Diabetik

Miofibril merupakan unit fungsional otot dan disebut

sarkomer. Susunan aktin dan miosin menimbulkan adanya

garis-garis terang dan gelap. Garis terang (pita I/ isotropik)

adalah daerah dimana hanya terdapat filamen tipis/aktin . Garis-

garis gelap (pita A/ anisotropik) adalah daerah dimana filamen

tipis dan tebal saling bertindihan (overlap). Pada garis gelap

terdapat daerah terang yang disebut pita H. Pita H terdiri dari

senyawa aktin. Pada pita I terdapat daerah gelap yang disebut

pita Z. Pita Z merupakan batas antara sarkomer yang satu

dengan sarkomer yang lain dan tersusun atas suatu protein titin.

Jaringan otot dikelilingi oleh jaringan ikat. Jaringan ikat

yang mengelilingi serabut otot dinamakan endomisium,

jaringan ikat yang mengelilingi berkas otot dinamakan

perimisium, dan jaringan ikat yang mengelilingi kumpulan

berkas otot dinamakan epimisium (jaringan ikat paling luar

yang membungkus berkas-berkas otot).

2) Jaringan otot jantung

Ciri khas otot jantung yaitu:

Sel-selnya bercabang-cabang.

Pada sel ada garis-garis gelap dan terang seperti otot rangka.

Pada sel terdapat garis-garis transversal yang gelap,

dinamakan diskus interkalaris.

Inti sel 1-2 dan terletak di tengah.

Jaringan otot jantung terdapat pada dinding jantung.

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 18

Page 19: Polineuropati Diabetik

Gambar 4. Irisan membujur jaringan otot jantung

Pada jantung ada 3 hubungan khusus pada diskus interkalaris

yaitu:

Fascia adherens: tempat perlekatan filamen aktin pada

sarkomer terminal.

Maskula adherens: mempersatukan otot jantung agar tidak

terpisah pada saat kontraksi terus menerus (hubungan antar

sarkomer).

Gap junction: kontinuitas ionik di antara sel-sel yang

berdekatan.

3) Jaringan otot polos

Otot polos mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

Selnya pendek, berbentuk gelendong/kumparan, dengan

ukuran panjang 30 – 200 m dan diameter 5-10 m.

Setiap sel memiliki satu nukleus pipih yang terletak di tengah

Terdapat organel-organel seperti mitokondria, retikulum

endoplasma dan benda golgi.

Terdapat jaringan ikat yang membungkus sel, berkas dan

kumpulan berkas (endomisium, perimisium dan epimisium)

Kontraksinya lambat dan diatur oleh saraf tak sadar (saraf

simpatis dan para simpatis dari saraf otonom).

Terdapat aktin dan miosin, yang merupakan unit fungsional

untuk kontraksi otot.

Jaringan otot polos terletak di dalam dinding organ-organ

dalam yang berongga seperti saluran-saluran pencernaan,

pernapasan, ekskresi, dan reproduksi. Otot polos dapat

tersebar di dalam jaringan ikat tertentu seperti pada kelenjar

prostat dan vesikulus seminalis. Otot polos dapat berkelompok

membentuk berkas otot kecil, misalnya pada muskulus erektor

pili di dalam kulit). (L.C, Junqueira dan Carneiro : 1980)

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 19

Page 20: Polineuropati Diabetik

d. Apa etiologi nyeri dan kesemutan?

Jawab:

Berdasarkan teori pathways nyeri dan kesemutan (paestesia) disebabkan

karena gangguan jalur poliol (glukosa sorbitol fruktosa) akibat

kekurangan insulin. Pada jaringan saraf terjadi:

a) Penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol

yang dapat nemimbulkan neuropati.

b) Perubahan kimia dalam jaringan saraf akan mengganggu kegiatan

metabolik sel-sel schwan dan menyebabkan hilangnya akson.

c) Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini

perjalanan neuropati.

d) Selanjutnya timbul nyeri, paretesia, kurangnya sensasi getar dan

propriseptik, gangguan motorik yg disertai hilangnya refleks tendon

dalam, kelemahan otot dan atrofi.

(Price : 2006)

e. Apa saja penyakit dengan keluhan nyeri dan kesemutan?

Jawab:

1. Diabetes melitus

2. Stroke

3. Reumatoid artritis

4. Spasmofilia

5. Guillain Barre Syndrome

6. Penyakit jantung

7. Anemia

(Price : 2006)

f. Bagaimana mekanisme nyeri dan kesemutan?

Jawab:

1. Mekanisme nyeri

Proses nyeri mulai stimulasi nociceptor oleh stimulus

noxiuous sampai terjadi pengalaman subjektif nyeri

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 20

Page 21: Polineuropati Diabetik

adalah suatu seri kejadian elektrik dan kimia yang bisa

dikelompokkan menjadi 4 proses, yaitu: transduksi,

transmisi, modulasi dan persepsi.

Secara singkat mekanisme nyeri dimulai dari

stimulasi nociceptor oleh stimulus noxiuous pada

jaringan, yang kemudian akan mengakibatkan stimulasi

nociceptor dimana disini stimulus noxious tersebut akan

dirubah menjadi potensial aksi. Proses ini disebut

transduksi atau aktivasi resepto. Selanjutnya potensial

aksi tersebut akan ditransmisikan menuju neuron

susunan saraf pusat yang berhubungan dengan nyeri.

Tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls dari

neuron aferen primer ke kornu dorsalis, medulla

spinalis. Pada kornu dorsalis ini, neuron aferen primer

bersinaps dengan neuron susunan saraf pusat. Dari sini,

jaringan neuron tersebut akan naik ke atas di medula

spinalis menuju batang otak dan thalamus. Selanjutnya

terjadi hubungan timbal balik antara thalamus dan

pusat-pusat yang lebih tinggi di otak yang mengurusi

respons persepsi dan afektif yang berhubungan dengan

nyeri. Tetapi rangsangan nociceptif tidak selalu

menimbulkan persepsi nyeri dan sebaliknya persepsi

nyeri bisa terjadi tanpa stimulasi nociceptif. Terdapat

proses modulasi sinyal yang mampu mempengaruhi

proses nyeri tersebut, tanpa modulasi sinyal yang

paling diketahui pada kornu dorsalis medulla spinalis.

Proses terakhir adalah persepsi, dimana pesan nyeri

direlai menuju ke otak dan menghasilkan pengalaman

yang tidak menyenangkan.

(Aru, Sudoyo : 2009)

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 21

Page 22: Polineuropati Diabetik

Rangsangan nyeri aktivitas listrik di reseptor nyeri depolarisasi

membran reseptor impuls nyeri saraf perifer medulla spinalis

batang otak dan thalamus korteks serebri persepsi nyeri.

Transduksi stimuli akibat kerusakan jaringan dalam saraf sensorik

aktivitas listrik ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A

delta dan saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medula spinalis,

talamus, dan korteks serebri modulasi sepanjang saraf perifer dan

disusun saraf pusat impuls listrik dipersepsikan dan

didiskriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri rangsangan

dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin) dan agen

kimiawi yang dilepaskan karena trauma/inflamasi nyeri.

(Mansjoer, Arif dkk. 2000)

2. Mekanisme kesemutan

Kesemutan adalah perasaan pegal dan nyeri yang menusuk-nusuk.

Kesemutan sering terjadi pada ujung jari kaki maupun ujung jari

tangan, juga pada salah satu sisi tubuh. Penyebabnya karena

tertindihnya saraf di suatu daerah atau organ tubuh sehingga ujung

saraf menjadi lumpuh (Wijayakusuma, 1999). Rasa kesemutan bisa

terjadi di seluruh tubuh, hanya di salah satu sisi tubuh atau bagian

tertentu dan bisa berlanjut sebagai rasa tebal. Penyebabnya adalah jika

terjadi di seluruh tubuh bisa disebabkan gangguan liver, ginjal anemia

dan sistem kekebalan tubuh, jika kesemutan dirasakan di salah satu

sisi tubuh bisa disebabkan jepitan saraf di sebelah atas tempat yang

kesemutan, DM (daerah kaki). (Wratsonggo & Sulistyo, 2006)

Berikut ini yang terjadi pada kondisi normal. Ketika tekanan yang

berlebihan dialami oleh salah satu bagian kaki atau lengan, ada

beberapa hal yang terjadi. Arteri bisa tertekan, sehingga arteri tidak

bisa memasok jaringan-jaringan dan saraf dengan oksigen dan glukosa

yang dibutuhkan agar dapat berfungsi dengan baik. Saluran saraf juga

bisa tersumbat, menghalangi transmisi normal impuls-impuls

elektrokimia ke otak. Dalam situasi ini, sebagian saraf berhenti

mengirimkan sinyal sementara sebagian lain mengirimkan sinyal

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 22

Page 23: Polineuropati Diabetik

secara berlebihan. Sinyal sinyal tersebut dikirimkan ke otak, lalu

ditafsirkan sebagai rasa terbakar, rasa ditusuk-tusuk atau seperti

digigit semut. Semua rasa tadi yang membuat kita ingin menggerakan

tangan. Menguncang-guncang kaki bisa menghilangkan tekanan dan

sel-sel saraf mulai mengirimkan sinyal secara normal. (Wratsonggo &

Sulistyo, 2006)

Mekanisme kesemutan jika dikaitkan dengan DM:

DM hiperglikemi endothelium arteri rusak arterosklerosis

thrombus beredar divaskular O2 dan nutrisi tubuh, semakin

distal menyempit suplai darah ke bagian distal saraf perifer

menurun gangguan saraf sensorik kesemutan.

Pada saat seseorang mengalami hiperglikemia. Menyebabkan

penumpukan organ pengguna glukosa secara independen (retina,

saraf, ginjal). Konvensi glukosa yang tidak terpakai akan dirubah

menjadi sorbitol dan fruktosan melalui enzim aldose reductase dan

sarbitol dehidrogenase. Sarbitol ini nanti akan melekat pada cell

myielin sehingga akan menyebabkan saraf perifer terhimpit karena

adanya sarbitol pada sel myelin. Sedangkan kita ketahui sendiri bahwa

sel myielin melekat pada sel saraf. Akibat terjadi penyempitan saraf

inilah menyebakan hantaran saraf terhambat lalu terjadilah kesemutan.

g. Apa makna keluhan dirasakan menjelang tidur dan baru pertama kali

dirasakan?

Jawab:

Pada dasarnya nyeri pada siang dan malam hari sama, namun pada

siang hari karena banyak aktivitas menyebabkan nyeri tidak terlalu

dirasakan. Pada malam hari karena aktivitas sedikit keluhan nyeri terasa

lebih berat. Selain itu, Ny. Fatimah mengalami nyeri neuropatik, yang

memiliki kualitas nyeri seperti terbakar, perih bahkan tersengat listrik.

Dengan demikian nyeri akan sering bertambah parah saat kelelahan,

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 23

Page 24: Polineuropati Diabetik

stress, emosi, atau fisik seperti suhu dingin seperti pada malam hari.

(Price, 2012)

2. Ny. Fatimah akhir-akhir ini kesulitan berdiri dari jongkok ketika BAB serta

berdiri dari sujud untuk rakaat selanjutnya ketika shalat.

a. Bagian tubuh mana yang berperan pada saat melakukan gerakan berdiri

dari jongkok dan berdiri dari sujud?

Jawab:

Bagian tubuh yang berperan adalah ekstremitas inferior. Fungsi utama

dari ekstremitas inferior adalah menyokong beban berat dan menjadi

tumpuan yang stabil sewaktu berdiri, berjalan, dan berlari. Ekstremitas

inferior dikhususkan untuk pergerakan. Salah satu otot yang berperan

adalah M.Gluteus Maximus. Otot ini melakukan ekstensi dan exorotasi

articulatio coxae, dengan perantara tractus iliotibialis membantu

mempertahankan ekstensi articulatio genus. Otot ini palig sering

digunakan sebagai ekstensor tubuh terhadap tungkai atas, misalnya ketika

mengangkat tubuh dari posisi duduk atau membungkuk. (Snell : 2012)

b. Apa penyebab Ny. Fatimah kesulitan berdiri?

Jawab:

Kesulitan berdiri menandakan adanya kelemahan tungkai dari Ny.

Fatimah. Kelemahan tungkai pada kasus ini disebabkan karena terjadinya

hiperglikemia akibat diabetes melitus yang telah lama dan tidak

terkontrol. Hiperglikemia akan menyebabkan mitokondria rusak, akan

mengaktivasi protein kinase C yang selanjutnya akan menekan enzim

Na/K ATP-ase, meningkatkan Na intasellular, hal ini akan menghambat

mioinositol masuk sel sehingga menghambat tranduksi sinyal pada saraf

(neurotransmitter), reticulum sarcoplasma tidak akan mengeluarkan

kalsium, yang pada akhirnya akan menghambat kontraksi otot. (Sadeli,

H.A : 2008)

c. Bagaimana patofisiologi kesulitan berdiri?

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 24

Page 25: Polineuropati Diabetik

Jawab:

Hiperglikemia penumpukan glukosa secara independen (retina, saraf,

dan ginjal) konversi glukosa yang tidak terpakai menjadi sorbitol dan

fruktosa dengan menggunakan aldose reduktase dan sorbitol

dehidrogenase akumulasi kedua enzim penkonversi menyebabkan

oenurunan myoinsitol, penurunan aktivitas pompa membran plasma

Na+K ATP-ase yang dibutuhkan untuk fungsi saraf kerusakan saraf

perifer hipertensi, kram-kram lemah pada tungkai bawah

kesulitan berdiri. (Sadeli, H.A : 2008)

d. Bagaimana derajat kelemahan otot?

Jawab:

Kelemahan dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Kelumpuhan septik (UMN)

Kelumpuhan ini disebabkan oleh kerusakan Upper Motor Neuron

(UMN). Upper Motor Neuron (UMN) adalah neuron-neuron motorik

yang berasal dari korteks motorik serebri atau batang otak yang

seluruhnya (dengan serat saraf-sarafnya ada di dalam sistem saraf

pusat. Pada kerusakan UMN, otot lumpuh (paralisa/paresa) dan kaku

(rigid), ketegangan otot tinggi (hipertonus) dan mudah ditimbulkan

refleks otot rangka (hiperrefleksia).

2. Kelumpuhan Fleksid (PMN)

Kelumpuhan ini disebabkan oleh kerusakan Lower Motor Neuron

( LMN). Lower motor neuron (LMN) adalah neuron-neuron motorik

yang berasal dari sistem saraf pusat tetapi serat-serat sarafnya keluar

dari sistem saraf pusat dan membentuk sistem saraf tepi dan berakhir

di otot rangka. Kerusakan LMN menimbulkan kelumpuhan otot yang

'lemas', ketegangan otot (tonus) rendah dan sukar untuk merangsang

refleks otot rangka (hiporefleksia).

Berdasarkan tingkat kelemahannya, kelumpuhan dibagi menjadi:

1. Plegia : kelemahan motorik tingkat berat (total)

2. Paresis : kelemahan motorik tingkat ringan (parsial)

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 25

Page 26: Polineuropati Diabetik

Hemiparesis : gangguan fungsi motorik sebelah badan

Monoparesis : gangguan fungsi motorik salah satu anggota gerak.

Paraparesis : gangguan fungsi motorik dua anggota gerak

Tetraparesis : gangguan tungkai empat anggota gerak.

(Mardjono, Mahar : 1988)

3. Ny. Fatimah sering merasa kehausan, lapar dan sering BAK pada malam

hari sejak 6 tahun yang lalu.

a. Apa hubungan keluhan dengan nyeri dan kesemutan?

Jawab:

Keluhan sering merasa kehausan, lapar dan sering BAK pada malam hari

sejak 6 tahun yang lalu disertai nyeri dan kesemutan memperkuat dugaan

bahwa Ny Fatimah menderita diabetes melitus.

b. Apa makna keluhan sering merasa kehausan, lapar dan sering BAK pada

malam hari sejak 6 tahun yang lalu?

Jawab:

Berdasarkan kasus diketahui bahwa kadar GDS Ny. Fatimah yakni 440

mg% yang termasuk katergori hiperglikemia. Hiperglikemi merupakan

manifestasi bahwa telah terjadi diabetes melitus. Keluhan terjadi sejak 6

tahun yang lalu, kemungkinan diabetes melitus telah dialami sejak lama

dan tidak disadari oleh Ny. Fatimah.

c. Sistem apa yang terlibat pada kasus ini?

Jawab:

Sistem endokrin, sistem saraf dan sistem urinaria. (Dewi, M.P : 2011)

d. Bagaimana mekanisme dan frekuensi BAK normal dalam sehari?

Jawab:

Miksi atau berkemih adalah proses pengosongan kandung kemih setelah

terisi urine. Miksi melibatkan dua tahap utama: pertama, kandung kemih

terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya meningkat

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 26

Page 27: Polineuropati Diabetik

melampaui nilai ambang batas; keadaan ini akan mencetuskan tahap

kedua, yaitu adanya refleks saraf disebut refleks miksi yang akan

mengosongkan kandung kemih atau, jika gagal, setidaknya akan

menyebabkan keinginan berkemih yang disadari. Meskipun refleks miksi

adalah refleks medula spinalis yang bersifat otonom, refleks ini dapat di

hambat atau difasilitasi oleh pusat-pusat di korteks serebri atau batang

otak. (Guyton dan Hall : 2008)

Frekuensi berkemih normal yaitu tiap 3 jam sekali atau tak lebih dari 8

kali sehari. (Ganong : 2003)

e. Bagaimana mekanisme sering merasa kehausan dan lapar?

Jawab:

Pasien diabetes melitus mengalami defisiensi insulin. Jika aktivitas

insulin rendah, dapat menyebabkan:

1. Penurunan penyerapan glukosa oleh sel-sel, disertai peningkatan

pengeluaran glukosa oleh hati melalui proses glukoneogenesis dan

glikogenolisis. Karena sebagian besar sel tubuh tidak dapat

menggunakan glukosa tanpa bantuan insulin, timbul keadaan ironis,

yakni terjadi kelebihan glukosa ekstrasel sementara terjadi defisiensi

glukosa intrasel.

2. Kadar glukosa darah yang meninggi ke tingkat dimana jumlah glukosa

yang difiltrasi melebihi kapasitas sel-sel tubulus melakukan

reabsorpsi, akan menyebabkan glukosa muncul pada urin, keadaan ini

dinamakan glukosuria.

3. Glukosa pada urin menimbulkan efek osmotik yang menarik H2O

bersamanya. Keadaan ini menimbulkan diuresis osmotik yang ditandai

oleh poliuria (sering berkemih).

4. Cairan yang keluar dari tubuh secara berlebihan akan menyebabkan

dehidrasi, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kegagalan

sirkulasi perifer karena volume darah turun mencolok. Kegagalan

sirkulasi, apabila tidak diperbaiki dapat menyebabkan kematian

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 27

Page 28: Polineuropati Diabetik

karena penurunan aliran darah ke otak atau menimbulkan gagal ginjal

sekunder akibat tekanan filtrasi yang tidak adekuat.

5. Selain itu, sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi

akibat perpindahan osmotik air dari dalam sel ke cairan ekstrasel yang

hipertonik. Akibatnya timbul polidipsia (rasa haus berlebihan) sebagai

mekanisme kompensasi untuk mengatasi dehidrasi.

6. Defisiensi glukosa intrasel menyebabkan “sel kelaparan” akibatnya

nafsu makan (appetite) meningkat sehingga timbul polifagia

(pemasukan makanan yang berlebihan). (Sherwood : 2011)

f. Apa saja penyakit dengan keluhan sering merasa haus, lapar dan sering

BAK pada malam hari?

Jawab:

1. Diabetes melitus

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang mempunyai

karakteristik ketidakseimbangan metabolisme karbohidrat, protein dan

lemak. Gambaran umumnya adalah peningkatan kadar glukosa darah

(hiperglikemi) yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau keduanya. Hiperglikemia yang menetap dapat

mempengaruhi hampir seluruh jaringan tubuh dan berhubungan

dengan komplikasi berbagai sistem organ.

2. Diabetes insipidus

Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan.

Penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat

mengganggu mekanisme neurohy-pophyseal-renal reflex sehingga

mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air.

Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui merupakan kasus

idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan

jenis kelamin.

(Aru, Sudoyo : 2009)

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 28

Page 29: Polineuropati Diabetik

4. Riwayat kencing manis disangkal. Riwayat kencing manis dalam keluarga

juga tidak ada. Riwayat darah tinggi dan penglihatan kabur sejak 5 tahun

yang lalu, minum obat tekanan darah tinggi tidak teratur. Riwayat minum

obat-obatan lain disangkal. Riwayat trauma disangkal, riwayat infeksi

saluran pernafasan dan saluran cerna 1 bulan terakhir disangkal.

a. Apa makna dari riwayat-riwayat Ny. Fatimah?

Jawab:

1. Riwayat kencing manis disangkal terjadi diabetes melitus tidak

terkontrol selama bertahun-tahun

2. Riwayat kencing manis dalam keluarga juga tidak ada diabetes

melitus yang dialami Ny. Fatimah bukan dikarenakan faktor genetik,

melainkan faktor usia dan bisa juga multifaktorial.

3. Riwayat darah tinggi dan penglihatan kabur sejak 5 tahun yang lalu,

minum obat tekanan darah tinggi tidak teratur hipertensi

merupakan salah satu faktor pemberat sehingga timbul komplikasi

lanjut berupa polineuropati diabetik.

4. Riwayat minum obat-obatan lain disangkal keluhan terjadi bukan

karena konsumsi obat.

5. Riwayat trauma disangkal kelemahan otot dan keluhan-keluhan

lain yang dialami Ny. Fatimah terjadi bukan karena faktor traumatik.

6. Riwayat infeksi saluran pernafasan dan saluran cerna 1 bulan terakhir

disangkal menyingkirkan diagnosis banding dari Sindrom Guillain-

Barre yang biasanya didahului infeksi. Infeksi pada SGB biasanya

mengenai saluran pernapasan dan saluran cerna.

(Price : 2006)

b. Apa saja tipe-tipe diabetes melitus?

Jawab:

1. Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) atau DM Tipe 1

Defisiensi insulin karena kerusakan sel-sel langerhans yang

berhubungan dengan tipe HLA (Human Leucocyte Antigen) spesifik,

predisposisi pada insulin fenomena autoimun (cenderung ketosis dan

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 29

Page 30: Polineuropati Diabetik

terjadi pada semua usia muda). Kelainan ini terjadi karena kerusakan

sistem imunitas (kekebalan tubuh) yang kemudian merusak pulau

Langerhans di pankreas. Kelainan berdampak pada penurunan fungsi

insulin.

2. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus ( NIDDM ) atau DM Tipe 2

Diabetes mellitus tipe II, lebih sering pada dewasa, tapi dapat terjadi

pada semua umur. Kebanyakan penderita adalah yang mengalami

obesitas, ada kecenderungan riwayat keluarga.

3. Diabetes melitus tipe lain

Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom

tertentu hiperglikemik terjadi karena penyakit lain : penyakit

pankreas, hormonal, alat atau bahan kimia, endrokrinopati, kelainan

reseptor insulin, sindrom genetik tertentu.

4. Gestational Diabetes Melitus ( GDM )

Merupakan intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan. Dalam

kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat

yang menunjang pemanasan makanan bagi janin serta persiapan

menyusui. Menjelang aterm, kebutuhan insulin meningkat sehingga

mencapai 3 kali lipat dari keadaan normal. Bila seorang ibu tidak

mampu meningkatkan produksi insulin sehingga relatif hipoinsulin

maka mengakibatkan hiperglikemi. Resisten insulin juga disebabkan

oleh adanya hormon estrogen, progesteron, prolaktin dan plasenta

laktogen. Hormon tersebut mempengaruhi reseptor insulin pada sel

sehingga mengurangi aktivitas insulin. (Tjokroprawiro, 2001)

c. Bagaimana hubungan riwayat darah tinggi serta jarang konsumsi obat

tekanan darah tinggi dan penglihatan kabur sejak 5 tahun lalu dengan

keluhan yang dialami Ny. Fatimah?

Jawab:

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 30

Page 31: Polineuropati Diabetik

Jika kadar gula darah pasien DM tidak dikontrol dan tetap tinggi akan

timbul komplikasi kronik. Komplikasi kronik diartikan sebagai kelainan

pembuluh darah yang akhirnya bisa menyebabkan serangan jantung,

gangguan fungsi ginjal, dan gangguan saraf. Komplikasi kronik sering

dibedakan berdasarkan bagian tubuh yang mengalami kerusakan, seperti

kerusakan pada saraf, ginjal, mata, jantung, dan lainnya.

1. Kerusakan Ginjal (Nephropathy)

DM dapat mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal. Ginjal menjadi

tidak dapat menyaring zat yang terkandung dalam urin. Bila ada

kerusakan ginjal, racun tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein

yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor keluar. Penderita DM

memiliki resiko 20 kali lebih besar menderita kerusakan ginjal

dibandingkan dengan orang tanpa DM. Gambaran gagal ginjal pada

penderita DM yaitu: lemas, mual, pucat, sesak nafas akibat

penimbunan cairan. Adanya gagal ginjal dibuktikan dengan kenaikan

kadar kreatinin/ureum serum ditemukan berkisar 2-7 % dari penderita

DM. selain itu adanya proteinuria tanpa kelainan ginjal yang lain

merupakan salah satu tanda awal nefropati diabetik.

2. Kerusakan Saraf (Neuropathy)

Kerusakan saraf adalah komplikasi DM yang paling sering terjadi.

Baik penderita DM Tipe 1 maupun Tipe 2 bisa terkena neuropati. Hal

ini bisa terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol

dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Akibatnya

saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan rangsangan

impuls saraf, salah kirim, atau terlambat dikirim.

Keluhan dan gejala neuropati tergantung pada berat ringannya

kerusakan saraf. Kerusakan saraf yang mengontrol otot akan

menyebabkan kelemahan otot sampai membuat penderita tidak bisa

jalan. Gangguan saraf otonom dapat mempercepat denyut jantung dan

membuat muncul banyak keringat. Kerusakan saraf sensoris (perasa)

menyebabkan penderita tidak bisa merasakan nyeri panas, dingin, atau

meraba. Kadang-kadang penderita dapat merasakan kram, semutan,

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 31

Page 32: Polineuropati Diabetik

rasa tebal, atau nyeri. Keluhan neuropati yang paling berbahaya

adalah rasa tebal pada kaki, karena tidak ada rasa nyeri, orang tidak

tahu adanya infeksi.

3. Kerusakan Mata

Penyakit DM dapat merusak mata dan menjadi penyebab utama

kebutaan. Setelah mengidap DM selama 15 tahun, rata-rata 2 persen

penderita DM menjadi buta dan 10 persen mengalami cacat

penglihatan. Kerusakan mata akibat DM yang paling sering adalah

Retinopati (Kerusakan Retina). Glukosa darah yang tinggi

menyebabkan rusaknya pembuluh darah retina bahkan dapat

menyebabkan kebocoran pembuluh darah kapiler. Darah yang keluar

dari pembuluh darah inilah yang menutup sinar yang menuju ke retina

sehingga penglihatan penderita DM menjadi kabur. Kerusakan yang

lebih berat akan menimbulkan keluhan seperti tampak bayangan

jaringan atau sarang laba-laba pada penglihatan mata, mata kabur,

nyeri mata, dan buta. Selain menyebabkan retinopati, DM juga dapat

menyebabkan lensa mata menjadi keruh (tampak putih) yang disebut

katarak serta dapat menyebabkan glaucoma (menyebabkan tekanan

bola mata).

4. Penyakit jantung

DM merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan

penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan

pembuluh darah. Jika pembuluh darah koroner menyempit, otot

jantung akan kekurangan oksigen dan makanan akibat suplai darah

yang kurang. Selain menyebabkan suplai darah ke otot jantung,

penyempitan pembuluh darah juga mengakibatkan tekanan darah

meningkat, sehingga dapat mengakibatkan kematian mendadak.

5. Hipertensi

Penderita DM cenderung terkena hipertensi dua kali lipat dibanding

orang yang tidak menderita DM. Hipertensi bisa merusak pembuluh

darah. Hipertensi dapat memicu terjadinya serangan jantung,

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 32

Page 33: Polineuropati Diabetik

retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Antara 35-75% komplikasi

DM disebabkan oleh hipertensi. Faktor-faktor yang dapat

mengakibatkan hipertensi pada penderita DM adalah nefropati,

obesitas, dan pengapuran atau pengapuran atau penebalan dinding

pembuluh darah.

6. Gangguan Saluran Pencernaan

Mengidap DM terlalu lama dapat mengakibatkan urat saraf yang

memelihara lambung akan rusak sehingga fungsi lambung untuk

menghancurkan makanan menjadi lemah. Hal ini mengakibatkan

proses pengosongan lambung terganggu dan makanan lebih lama

tinggal di dalam lambung. Gangguan pada usus yang sering

diutarakan oleh penderita DM adalah sukar buang air besar, perut

gembung, dan kotoran keras. Keadaan sebaliknya adalah kadang-

kadang menunjukkan keluhan diare, kotoran banyak mengandung air

tanpa rasa sakit perut.

(PERKENI : 2006)

Dapat disimpulkan bahwa hubungan riwayat darah tinggi serta jarang

konsumsi obat tekanan darah tinggi dan penglihatan kabur sejak 5 tahun

lalu dengan keluhan yang dialami Ny. Fatimah adalah Ny. Fatimah

mengalami hiperglikemi sehingga mengakibatkan penglihatan kabur

(retinopathy) karena pembuluh darah kapiler yang bocor, tekanan darah

meningkat (hipertensi) akibat penebalan pembuluh darah oleh glukosa.

(Syah, M : 2011)

d. Apa kemungkinan obat darah tinggi yang dikonsumsi?

Jawab:

Dikenal lima kelompok obat lini pertama (first line drug) yang digunakan

untuk pengobatan awal hipertensi yaitu diuretik, penyekat reseptor beta

adrenergik (β-blocker), penghambat angiotensin converting enzyme

(ACE-inhibitor), penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin-receptor

blocker, ARB), dan antagonis kalsium.

1. Diuretik

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 33

Page 34: Polineuropati Diabetik

Mekanisme kerja : Diuretik menurunkan tekanan darah dengan

menghancurkan garam yang tersimpan di alam tubuh. Pengaruhnya

ada dua tahap yaitu : (1) Pengurangan dari volume darah total dan

curah jantung; yang menyebabkan meningkatnya resistensi pembuluh

darah perifer; (2) Ketika curah jantung kembali ke ambang normal,

resistensi pembuluh darah perifer juga berkurang. Contoh

antihipertensi dari golongan ini adalah Bumetanide, Furosemide,

Hydrochlorothiazide, Triamterene, Amiloride, Chlorothiazide,

Chlorthaldion.

2. Penyekat Reseptor Beta Adrenergik (β-Blocker)

Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian β-

blocker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor β1, antara lain : (1)

penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard

sehingga menurunkan curah jantung; (2) hambatan sekresi renin di sel

jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan Angiotensin II; (3)

efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan

pada sensitivitas baroresptor, perubahan neuron adrenergik perifer dan

peningkatan biosentesis prostasiklin. Contoh antihipertensi dari

golongan ini adalah Propanolol, Metoprolol, Atenolol, Betaxolol,

Bisoprolol, Pindolol, Acebutolol, Penbutolol, Labetalol.

3. Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE-Inhibitor)

Kaptopril merupakan ACE-inhibitor yang pertama banyak digunakan

di klinik untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung. Mekanisme

kerja : secara langsung menghambat pembentukan Angiotensin II dan

pada saat yang bersamaan meningkatkan jumlah bradikinin. Hasilnya

berupa vasokonstriksi yang berkurang, berkurangnya natrium dan

retensi air, dan meningkatkan vasodilatasi (melalui bradikinin).

Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Kaptopril, Enalapril,

Benazepril, Fosinopril, Moexipril, Quianapril, Lisinopril.

4. Penghambat Reseptor Angiotensin

Mekanisme kerja : inhibitor kompetitif dari resptor Angiotensin II

(tipe 1). Pengaruhnya lebih spesifik pada Angiotensin II dan

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 34

Page 35: Polineuropati Diabetik

mengurangi atau sama sekali tidak ada produksi ataupun metabolisme

bradikinin. Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Losartan,

Valsartan, Candesartan, Irbesartan, Telmisartan, Eprosartan,

Zolosartan.

5. Antagonis Kalsium

Mekanisme kerja: antagonis kalsium menghambat influks kalsium

pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah,

antagonis kalsium terutama menimbulkan relaksasi arteriol,

sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan resistensi perifer ini

sering diikuti efek takikardia dan vasokonstriksi, terutama bila

menggunakan golongan obat dihidropirin (Nifedipine). Sedangkan

Diltiazem dan Veparamil tidak menimbulkan takikardia karena efek

kronotropik negatif langsung pada jantung. Contoh antihipertensi dari

golongan ini adalah Amlodipine, Diltiazem, Verapamil, Nifedipine.

(S. Hasibuan : 2011)

e. Apa akibat dari tidak teratur mengkonsumsi obat darah tinggi?

Jawab:

Jika penderita hipertensi tidak mengkonsumsi obat darah tinggi secara

teratur, maka manifestasi dan kesakitan akibat hipertensi akan sering

terjadi. Dan jika keadaan ini berlangsung terus menerus, dapat

mengakibatkan komplikasi-komplikasi yang fatal seperti infark

miokardium, stroke, dll.

f. Bagaimana patofisiologi penglihatan kabur pada kasus?

Jawab:

Penyakit DM dapat merusak mata dan menjadi penyebab utama

kebutaan. Setelah mengidap DM selama 15 tahun, rata-rata 2 persen

penderita DM menjadi buta dan 10 persen mengalami cacat penglihatan.

Kerusakan mata akibat DM yang paling sering adalah Retinopati

(Kerusakan Retina). Glukosa darah yang tinggi menyebabkan rusaknya

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 35

Page 36: Polineuropati Diabetik

pembuluh darah retina bahkan dapat menyebabkan kebocoran pembuluh

darah kapiler. Darah yang keluar dari pembuluh darah inilah yang

menutup sinar yang menuju ke retina sehingga penglihatan penderita DM

menjadi kabur. Kerusakan yang lebih berat akan menimbulkan keluhan

seperti tampak bayangan jaringan atau sarang laba-laba pada penglihatan

mata, mata kabur, nyeri mata, dan buta. Selain menyebabkan retinopati,

DM juga dapat menyebabkan lensa mata menjadi keruh (tampak putih)

yang disebut katarak serta dapat menyebabkan glaucoma (menyebabkan

tekanan bola mata).

Berdasarkan sintesis diatas, dapat disimpulkan bahwa glukosa

darah yang tinggi menyebabkan rusaknya pembuluh darah retina bahkan

dapat menyebabkan kebocoran pembuluh darah kapiler. Darah yang

keluar dari pembuluh darah inilah yang menutup sinar yang menuju ke

retina sehingga penglihatan penderita DM menjadi kabur. (Syah, M :

2011)

5. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran: compos mentis

Tanda vital: TD: 170/95 mmHg, N: 84 x/menit, RR: 20 x/menit, suhu 37oc,

VAS (Visual Analog Scale): 4

a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?

Jawab:

Kesadaran: compos mentis (Normal)

TD: 170/95 mmHg (Abnormal) TD normal : 120/80 mmHg

Interpretasi: hipertensi

Nadi: 84 x/menit (Normal)

RR: 20 x/menit (Normal)

Suhu 37oc (Normal)

VAS (Visual Analog Scale): 4 (Abnormal) VAS normal : 5

Interpretasi: penurunan kekuatan otot.

b. Bagaimana patofisiologi dari pemeriksaan fisik yang abnormal?

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 36

Page 37: Polineuropati Diabetik

Jawab:

1. Hipertensi :

Penumpukan glukosa di pembuluh darah penyempitan pada

pembuluh darah aliran darah vena menurun, hiperglikemia

terbentuknya Advance Glycosilation End Product (AGES) dan

peningkatan sorbitol pada jalur poliol sintesis dan fungsi No

menurun vasodilatasi berkurang tekanan darah meningkat.

2. VAS (Visual Analog Scale) : 4 berarti mengalami nyeri ringan

Pada kasus ini, visual analog scale menunjukan angka 4

diinterpretasikan dalam keadaan tidak normal. VAS sendiri adalah

pemeriksaan yang dilakukan untuk melihat derajat nyeri, dimana dari

raut wajah pasien, dokter akan melihat pada derajat keberapa pasien

ini mengalami kesakitan atau dokter bisa meminta pasien itu sendiri

untuk menggambarkan pada point keberapa derjat nyerinya VAS

sendiri berupa sebuah grafik berisi nilai dari angka 0 sampai 10. Pada

orang normal, berada dikisaran 0-2. Jika pada kasus ini menunjukan

angka 4, berarti termasuk nyeri ringan. (Lumbantobing : 2012)

c. Bagaimana cara pemeriksaan VAS?

Jawab:

Banyak metode yang lazim diperkenalkan untuk menentukan derajat

nyeri, salah satunya adalah Visual Analoque Scale (VAS). Skala ini

hanya mengukur intensitas nyeri seseorang. Visual Anoloque scale yang

merupakan garis lurus dengan ujung sebelah kiri diberi tanda 0 = untuk

tidak nyeri dan ujung sebelah kanan diberi tanda dengan angka 10 untuk

nyeri terberat yang terbayangkan. Cara pemeriksaan Visual Analoque

Scale adalah penderita diminta untuk memproyeksikan rasa nyeri yang

dirasakan dengan cara memberikan tanda berupa titik pada garis lurus

Visual Analoque Scale antara 0-10 sehingga penderita dapat mengetahui

intensitas nyeri.

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 37

Page 38: Polineuropati Diabetik

VAS dapat diukur secara kategorikal, nyeri ringan dinilai dengan VAS :0

<4,sedang nilai VAS : >4-7, berat dengan nilai VAS >7-10.

(Lumbantobing : 2012)

6. Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan visus: 5/300 tidak dapat terkoreksi dengan sempurna dengan

kacamata.

Pemeriksaan neurologi didapat: kekuatan 4 pada keempat anggota gerak,

refleks fisiologis menurun pada kedua lengan dan negatif pada tungkai

bawah, refleks patologis (-), gangguan sensibilitas berpola sarung tangan

dan kaos kaki.

a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan khusus?

Jawab:

Pemeriksan visus: 5/300 tidak dapat terkoreksi dengan sempurna

dengan kacamata (Abnormal) Pemeriksaan visus normal : 300/300

Interpretasi: terjadi penurunan ketajaman penglihatan

Makna: saat dilakukan pemeriksaan visus, Ny. Fatimah hanya mampu

melihat lambaian tangan pada jarak 5 meter. Dalam keadaan normal,

seharusnya seseorang bisa melihat lambaian tangan sampai jarak 300

meter.

Pemeriksaan neurologi: kekuatan 4 pada keempat anggota gerak

(Abnormal) pemeriksaan neurologi normal : kekuatan 5 pada

keempat anggota gerak

Interpretasi: terjadi penurunan kekuatan otot

Refleks fisiologis menurun pada kedua lengan (Abnormal) refleks

fisiologis normal : tidak terjadi penurunan

Refleks fisiologis negatif pada tungkai bawah (Abnormal) refleks

fisiologis normal : positif

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 38

Page 39: Polineuropati Diabetik

Refleks patologis (-) (Normal)

Gangguan sensibilitas berpola sarung tangan dan kaos kaki

(Abnormal) normal: tidak ada gangguan sensibilitas.

b. Bagaimana patofisiologi dari pemeriksaan khusus yang abnormal?

Jawab:

1. Pemeriksaan Visus

Glukosa darah yang tinggi menyebabkan rusaknya pembuluh darah retina

bahkan dapat menyebabkan kebocoran pembuluh darah kapiler. Darah

yang keluar dari pembuluh darah inilah yang menutup sinar yang menuju

ke retina sehingga penglihatan penderita DM menjadi kabur. (Syah, M :

2011)

c. Bagaimana cara pemeriksaan visus?

Jawab:

Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata.

Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui

sebab kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan.

Tajam penglihatan perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan

keluhan mata. Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat

dilakukan dengan kartu Snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam

penglihatan diukur dengan menentukan kemampuan melihat jumlah jari

(hitung jari), ataupun proyeksi sinar. Untuk besarnya kemampuan mata

membedakan bentuk dan rincian benda ditentukan dengan kemampuan

melihat benda terkecil yang masih dapat dilihat pada jarak tertentu (Ilyas,

2009).

Biasanya pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan dengan melihat

kemampuan membaca huruf-huruf berbagai ukuran pada jarak baku

untuk kartu. Pasiennya dinyatakan dengan angka pecahan seperti 20/20

untuk penglihatan normal. Pada keadaan ini, mata dapat melihat huruf

pada jarak 20 kaki yang seharusnya dapat dilihat pada jarak tersebut.

Tajam penglihatan normal rata-rata bervariasi antara 6/4 hingga 6/6 (atau

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 39

Page 40: Polineuropati Diabetik

20/15 atau 20/20 kaki). Tajam penglihatan maksimum berada di daerah

fovea, sedangkan beberapa faktor seperti penerangan umum, kontras,

berbagai uji warna, waktu papar, dan kelainan refraksi mata dapat

merubah tajam penglihatan mata (Ilyas, 2009).

Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau

dengan kacamata. Setiap mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa

tajam penglihatan kanan terlebih dahulu kemudian kiri lalu mencatatnya.

Dengan gambar kartu Snellen ditentukan tajam penglihatan dimana mata

hanya dapat membedakan dua titik tersebut membentuk sudut satu menit.

Satu huruf hanya dapat dilihat bila seluruh huruf membentuk sudut lima

menit dan setiap bagian dipisahkan dengan sudut satu menit. Makin jauh

huruf harus terlihat, maka makin besar huruf tersebut harus dibuat karena

sudut yang dibentuk harus tetap lima menit (Ilyas, 2009).

d. Bagaimana cara pemeriksaan neurologi?

Jawab:

Pemeriksaan refleks fisiologi

1) Refleks bisep = ibu jari letakkan diatas tendo biseps, lalu pukul ibu

jari dengan palu reflesk = fleksi ringan

2) Refleks trisep = lengan pasien diletakan di atas lengan pemeriksa,

pukul tendo trisep melalui fossa olekranon = ekstensi lengan di bawah

siku

3) Refleks brachioradialis = pukul tendo brachioradialis pada radius distl

dengan palu refleks = fleksi lengan bawah dan supinasi lengan

4) Refleks patella = ketuk daerah tendo patella dengan palu refleks =

ekstensi tungkai bawah

5) Refleks archiles = pasien telentang, kaki yang akan diperiksa

ditumpangkan pada os tibia kaki lain, satu tangan pemeriksa

memegang jari kaki pasien, satu tangan lagi memukul tendo achilles =

plantarfleksi kaki.

Pemeriksaan refleks patologi

1) Refleks hoffman tromer

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 40

Page 41: Polineuropati Diabetik

2) Refleks babinski = goresan pada telapak kaki dan tumit

3) Refleks oppenheim = goresan sepanjang tepi depan tulang tibia

4) Refleks gordon = goresan / memencet otot gastrocnemius

5) Refleks schaefer = pemencetan pada tendo achilles

6) Refleks chaddock = goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki di

luar telapak kaki dari tumit ke depan

7) Refleks rossolimo = pukulan palu refleks pada dorsal kaki pada tulang

cuboid.

Pemeriksaan rangsang meningeal

1) Kaku kuduk

2) Laseque sign

3) Kernig sign

4) Brudzinski sign

Patrick-contra patrick sign.

7. Pemeriksaan Laboratorium

Darah rutin: Hb: 13 mg/dl, leukosit: 7000, eritrosit: 5.000.000, trombosit:

380.000

GDS: 440 mg/dl, HbA1C: 12,3%, ureum: 35 mg/dl, kreatinin: 1,2 mg/dl

SGOT: 30 u/l, SGPT: 23 u/l

a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium?

Jawab:

Pemeriksaan Kadar normal Hasil Lab Ny. Fatimah Interpretasi

GDS 140-200 mg% 440 mg/dl Hiperglikemi

(DM)

Ureum 15-40 mg/dl 35 mg/dl Normal

Kreatinin 0,7-1,5 mg/dl 1,2 mg/dl Normal

HbA1c < 6,5% 12,3 % DM

SGOT ♀ < 31 u/l 30 u/l Normal

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 41

Page 42: Polineuropati Diabetik

SGPT ♀ <31 u/l 23 u/l Normal

1. Pemeriksaan GDS

Pemeriksaan gula darah yang dilakukan setiap waktu sepanjang hari

tanpa memperhatikan makanan terakhir yang dimakan dan kondisi

tubuh orang tersebut. (Depkes RI, 1999)

Tabel1. Diagnosis Diabetes Mellitus menurut Konsensus Pengelolaan

DM Perkeni 2006

2. Pemeriksaan HbA1C

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 42

Page 43: Polineuropati Diabetik

Pemeriksaan HbA1c merupakan pengukuran rata-rata konsentrasi

glukosa darah dalam waktu 1-3 bulan sebelumnya. Hemoglobin

terglikasi (HbA1c) merupakan gugus heterogen yang terbentuk dari

reaksi kimia antara glukosa dan hemoglobin. Kecepatan pembentukan

HbA1c proporsional dengan konsentrasi glukosa darah. Pemeriksaan

ini sangat diperlukan dalam upaya manajemen DM yang optimal

untuk memperkecil risiko komplikasi diabetes.

Manfaat Pemeriksaan HbA1C adalah untuk menilai kualitas

pengendalian kadar glukosa darah dalam waktu 2-4 bulan, menilai

efektivitas terapi, direkomendasikan (American Diabetes Association)

untuk diagnosis DM tipe-2 dan menilai risiko tinggi diabetes

(prediabetes), serta digunakan untuk menghitung rata - rata kadar

glukosa darah (eAG).

3. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT: Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase atau nama

lainnya AST/Aspartat Aminotrasferase, yaitu enzim penanda fungsi

hepar yang didapatkan dari hasil laboratorium, bila terjadi kenaikan

secara umum menunjukkan adanya gangguan fungsi hepar.

SGPT: Serum Glutamic Pyruvic Transaminase atau nama lainnya

ALT/Alanine Aminotrasferase, yaitu enzim penanda fungsi hepar

yang didapatkan dari hasil laboratorium, bila terjadi kenaikan secara

umum menunjukkan adanya gangguan fungsi hepar. (Sacher, R.A :

2006)

Nilai normal SGOT :♂ < 37 U/L; ♀ < 31 U/L

Nilai normal SGPT :♂ < 41 U/L; ♀ < 31 U/L

b. Bagaimana patofisiologi dari pemeriksaan laboratorium yang abnormal?

Jawab:

1. Pemeriksaan GDS

Terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu:

resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 43

Page 44: Polineuropati Diabetik

akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai

akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu

rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi

insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel,

dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi

pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin

dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat

peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi

glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang

berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang

normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel tidak mampu

mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar

glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. (Schreingart, E.

David : 2005)

2. Pemeriksaan HbA1C

HbA1C: merupakan gugus heterogen yang terbentuk dari reaksi kimia

antara glukosa dan hemoglobin. Kecepatan pembentukan HbA1c

proporsional dengan konsentrasi glukosa darah. Jadi dengan

peningkatan glukosa dalam darah maka akan ikut meningkat pula

HbA1C.

c. Apa makna HbA1C: 12,3%?

Jawab:

Terjadi peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah.

8. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus ini?

Jawab:

1. Anamnesis gejala dan tanda

Langkah awal dalam mendiagnosis neuropati perifer adalah menentukan

gejala dan tanda yang berhubungan dengan disfungsi saraf perifer.

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 44

Page 45: Polineuropati Diabetik

Biasanya pasien mengalami munculan gejala yang bermacam-macam.

Pada pasien usia tua sering terjadi neuropati yang berkaitan dengan

mielopati spondilosis servikalis, dimana gejala neuropati aksonal

predominan sensorik baru muncul pada onset lanjut. Sama halnya dengan

radikulopati spondilosis, yang bisa muncul dengan gejala neuropati

entrapment pada anggota gerak atas, patologi yang terlibat perlu digali

secara cermat. Gejala neuropati dapat dikelompokkan menjadi gejala

negatif atau positif. Gejala positif mencerminkan aktivitas spontan

serabut saraf yang tidak adekuat, sedangkan gejala negatif menunjukkan

terjadinya penurunan aktivitas serabut saraf. Gejala negatif meliputi

kelemahan, fatigue, dan wasting, sementara gejala positif mencakup

kram, kedutan otot, dan myokimia. Kelemahan biasanya belum

bermanifestasi sampat 50-80% serabut saraf mengalami kerusakan;

gejala positif mungkin muncul pada awal proses penyakit. Gejala negatif

seperti hipestesia dan abnormalitas melangkah. Gejala lain yang juga

sering adalah kesulitan membedakan rasa panas atau dingin dan

keseimbangan yang semakin memburuk terutama saat gelap dimana

input visual tidak cukup mengkompensasi gangguan propriopseptif.

Gejala positif mencakup rasa terbakar atau tertusuk, rasa geli/kesemutan.

Gejala yang mungkin melibatkan sistem saraf otonom mencakup rasa

haus, kembung, konstipasi, diarem impotensi, inkontinensia urin,

abnormalitas keringat, dan rasa melayang yang berkaitan dengan

orthostasis. Pasien dengan gangguan vasomotor mungkin melaporkan

keempat anggota gerak terasa dingin sejalan dengan perubahan warna

kulit dan trofi otot.

2. Anamnesis riwayat sosial

Riwayat sosial pasien perlu digali berkaitan dengan pekerjaan

(kemungkinan paparan toksik dari bahan kimia), riwayat seksual

(kemungkinan HIV atau hepatitis C), konsumsi alkohol, kebiasaan

makan, dan merokok. Sedangkan dari riwayat keluarga dan pengobatan

sebelumnya perlu difokuskan pada penyakit yang berhubungan dengan

neuropati, seperti endokrinopati (diabetes, hipotiroid), insufisiensi renal,

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 45

Page 46: Polineuropati Diabetik

disfungsi hepar, penyakit jaringan penyambung, dan keganasan.

Pengobatan yang pernah dikonsumsi pasien juga perlu dijelaskan untuk

menentukan kemungkinan adanya hubungan temporal antara obat dengan

neuropati. Kemoterapi, pengobatan HIV, dan antibiotik golongan

kuinolon merupakan beberapa contoh agen penyebab neuropati. Selain

itu, konsumsi vitamin B6 (Pyridoxine) melebihi dosis 50-100 mg per hari

juga dapat mencetuskan neuropati.

3. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan tanda vital ortostatik dapat

mengidentifikasi adanya disautonomia. Pemeriksaan terstruktur dari

sistem organ dapat menentukan kemungkinan adanya endokrinopati,

infeksi, vaskulopati, dan lain-lain. Selanjutnya, pemeriksaan saraf kranial

mencakup penilaian adanya anosmia (refsum disease, defisiensi vitamin

B12), atrofi saraf optik, anisokoria dan penurunan refleks cahaya

(disautonomia parasimpatetik), gangguan gerakan okuler (sindrom Miller

Fisher), kelemahan otot wajah (sindrom Guillain Barre), dan sensorik

trigeminal (sindrom Sjogren). Pemeriksaan motorik komprehensif

mencakup penilaian tonjolan otot, contohnya observasi atrofi otot

intrinsik tangan dan kaki. Selain itu dinilai hipereksitabilitas, tonus, dan

kekuatan otot dengan skala Medical Research Council. Dynamometri

dapat dipakai untuk penilaian kekuatan otot yang lebih tepat. Karena

sebagian besar neuropati mengakibatkan kelemahan distal, otot intrinsik

kaki dapat terkena lebih dulu, dengan manifestasi kaki bengkok dan ibu

jari seperti palu (hammer toes). Kelemahan saat fleksi dan ekstensi jari

kelingking dan kelemahan ekstensi ibu jari sering muncul pada fase awal.

Sudut antara tibia dan punggung kaki sekitar 130°. Sudut yang lebih

besar menunjukkan kelemahan dorsofleksi pergelangan kaki. Pada

tangan, otot abduktor jari telunjuk dan kelingking yang terkena lebih

dulu. Selain itu, perlu diperhatikan gaya berjalan pasien. Pada pasien

neuropati kronik, pasien mengalami kesulitan berjalan dengan tumit

dibanding berjalan dengan ujung jari.

4. Pemeriksaan Sensorik

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 46

Page 47: Polineuropati Diabetik

Pemeriksaan sensorik perlu dilakukan sesuai anatomi saraf perifer dan

pola penyakit. Pemeriksaan ini terbagi tipe serabut saraf ukuran besar

atau kecil. Penilaian serabut saraf besar mencakup sensasi getar, posisi

sendi, dan rasa raba ringan. Sedangkan penilaian serabut kecil mencakup

uji pin-prick dan sensasi suhu. Tes Romberg juga bermanfaat menilai

fungsi serabut besar. Dalam melakukan pemeriksaan sensorik, perlu

memikirkan jenis neuropati yang dikeluhkan, mencakup mononeuropati,

polineuropati (distal simetrik atau multifokal), radikulopati, pleksopati.

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi area yang mengalami kelainan dan

dibandingkan dengan area kontralateral yang simetris. Selain itu juga

dibandingkan dengan area lain yang normal, dan dikaitkan dengan

dermatom saraf. Penurunan refleks tendon sangat membantu dalam

menentukan lokalisasi kerusakan lower motor neuron. Hiporefleks atau

arefleks sering ditemukan pada neuropati serabut saraf yang besar,

namun pada neuropati serabut saraf kecil refleks tendon dalam seperti

refleks Achilles masih baik.

5. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang diagnosis cukup

banyak, dan tergantung dari klinis pada pasien. American Academy of

Neurology (AAN) mengajukan parameter praktis pemeriksaan

laboratorium dan genetik pada polineuropati distal simetrik. Panduan

tersebut merekomendasikan pemeriksaan gula darah puasa, elektrolit

untuk menilai fungsi ginjal dan hati, pemeriksaan darah tepi lengkap,

kadar vitamin B12 serum, laju endap darah, uji fungsi tiroid, dan

immunofixation electrophoresis serum (IFE). Sedangkan pemeriksaan

lainnya mencakup Myelin associated glycoprotein (MAG), sulfatide, dan

antibodi GD1B. Pada neuropati demielinisasi dengan pemanjangan

latensi distal, diperlukan pemeriksaan anti MAG. Sedangkan pada

mononeuropati multifokal, perlu dilakukan pemeriksaan anti GM1.

Selanjutnya, pada pasien sindrom Guillain Barre, uji anti GQ1b, anti

GM1, dan anti GD1a dapat menunjang diagnosis. Pada pasien yang

dicurigai menderita vaskulitis dan connective tissue disorder (Sjogren

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 47

Page 48: Polineuropati Diabetik

syndrome, SLE, rheumatoid arthritis), pemeriksaan C-reactive protein,

antinuclear antibody, double-stranded DNA, reumatoid factor, proteinase

3, myeloperoxidase, complement, angiotensin converting enzyme, panel

hepatitis B dan C, serta cryoglobulin perlu dilakukan. Sedangkan pada

pasien predominan neuropati sensorik, perlu dilakukan uji anti Hu

antibody, dimana keadaan ini berkaitan dengan neuropati paraneoplastik.

Pemeriksaan urin dapat mengkonfirmasi kemungkinan paparan bahan

kimia logam berat, seperti uji kadar arsenik dan tembaga dalam urin.

Prosedur ini perlu dilakukan bila terdapat riwayat paparan logam berat,

setelah menjalani pembedahan bariatric, atau intake Zinc berlebihan.

(Burns dan Mauermann, 2011)

9. Apa diagnosis banding pada kasus ini?

Jawab:

1. Polineuropati diabetika

Neuropati diabetika adalah adanya gejala dan / atau tanda dari

disfungsi saraf perifer dari penderita diabetes tanpa ada penyebab lain

selain diabetes melitus setelah dilakukan eksklusi penyebab lainnya.

Polineuropati diabetika menggambarkan keterlibatan banyak saraf tepi

dan distribusinya umumnya bilateral simetris meliputi gangguan

sensorik, motorik maupun otonom.

Polineuropati adalah kelainan fungsi yang berkesinambungan pada

beberapa saraf perifer di seluruh tubuh. Penyebab karena infeksi bisa

menyebabkan polineuropati, kadang karena racun yang dihasilkan oleh

beberapa bakteri (misalnya pada difteri) atau karena reaksi autoimun,

bahan racun bisa melukai saraf perifer dan menyebabkan polineuropati

atau mononeuropati (lebih jarang), kanker bisa menyebabkan

polineuropati dengan menyusup langsung ke dalam saraf atau menekan

saraf atau melepaskan bahan racun, kekurangn gizi dan kelainan

metabolik juga bisa menyebabkan polineuropati. Kekurangan vitamin B

bisa mengenai saraf perifer di seluruh tubuh, penyakit yang bisa

menyebabkan polineuropati kronik (menahun) adalah diabetes, gagal

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 48

Page 49: Polineuropati Diabetik

ginjal dan kekurangan gizi (malnutrisi) yang berat. Polineuropati kronik

cenderung berkembang secara lambat (sampai beberapa bulan atau

tahun) dan biasanya dimulai di kaki (kadang di tangan) .

Kelainan pada saraf perifer dijumpai sebagai berikut : tiga sampai

empat hari pertama pembengkakan dan menjadi irreguler dari selubung

myelin. Hari ke lima terjadi desintegrasi myelin dan pembengkakan aksis

silinder. Pada hari ke sembilan timbul limfosit, hari ke sebelas timbul

fagosit dan pada hari ketiga belas proliferasi Schwan sel. Kesemutan,

mati rasa, nyeri terbakar dan ketidakmampuan untuk merasakan getaran

atau posisi lengan, tungkai dan sendi merupakan gejala utama dari

polineuropati kronik. Nyeri seringkali bertambah buruk di malam hari

dan bisa timbul jika menyentuh daerah yang peka atau karena perubahan

suhu. Ketidakmampuan untuk merasakan posisi sendi menyebabkan

ketidakstabilan ketika berdiri dan berjalan. Pada akhirnya akan terjadi

kelemahan otot dan atrofi (penyusutan otot). Kelumpuhan biasanya

timbul sesudah tidak ada panas, kelumpuhan otot biasanya bilateral dan

simetris dengan tipe "lower motor neuron dengan penyebaran

kelumpuhan yang bersifat ascending yaitu mulai dari ekstrimitas bawah

yang menjalar ke ekstrimitas atas, tetapi bisa pula descending yaitu mulai

dari ekstrimitas atas yang turun ke ekstremitas bawah.

2. Sindrom Guillain Barre (SGB)

Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan sistem saraf

akut dan difus yang mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan

kadang-kadang juga saraf kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu

infeksi. Manifestasi klinis utama dari SGB adalah suatu kelumpuhan

yang simetris tipe lower motor neuron dari otot-otot ekstremitas, badan

dan kadang-kadang juga bagian wajah.

Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului SGB akan

timbul autoantibodi atau imunitas seluler terhadap jaringan sistim saraf-

saraf perifer. Infeksi-infeksi meningokokus, infeksi virus, sifilis ataupun

trauma pada medula spinalis, dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan

selaput araknoid. Di negara-negara tropik penyebabnya adalah infeksi

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 49

Page 50: Polineuropati Diabetik

tuberkulosis. Pada tempat-tempat tertentu perlekatan pasca infeksi itu

dapat menjirat radiks ventralis (sekaligus radiks dorsalis). Karena tidak

segenap radiks ventralis terkena jiratan, namun kebanyakan pada yang

berkelompokan saja, maka radiks-radiks yang diinstrumensia servikalis

dan lumbosakralis saja yang paling umum dilanda proses perlekatan

pasca infeksi. Oleh karena itu kelumpuhan LMN paling sering dijumpai

pada otot-otot anggota gerak, kelompok otot-otot di sekitar persendian

bahu dan pinggul. Kelumpuhan tersebut bergandengan dengan adanya

defisit sensorik pada kedua tungkai atau otot-otot anggota gerak

Secara patologis ditemukan degenerasi mielin dengan edema yang

dapat atau tanpa disertai infiltrasi sel. Infiltrasi terdiri atas sel

mononuklear. Sel-sel infiltrat terutama terdiri dari sel limfosit berukuran

kecil, sedang dan tampak pula, makrofag, serta sel polimorfonuklear

pada permulaan penyakit. Setelah itu muncul sel plasma dan sel mast.

Serabut saraf mengalami degenerasi segmental dan aksonal. Lesi ini

bisa terbatas pada segmen proksimal dan radiks spinalis atau tersebar

sepanjang saraf perifer. Predileksi pada radiks spinalis diduga karena

kurang efektifnya permeabilitas antara darah dan saraf pada daerah

tersebut

Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe

lower motor neuron. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai

dari kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenden ke

badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa

keempat anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke

badan dan saraf kranialis. Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti

oleh hiporefleksia atau arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot

bagian proksimal lebih berat dari bagian distal, tapi dapat juga sama

beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagian proksimal

3. Miastenia Gravis

Miastenia grafis adalah penyakit neuromuskular yang menyebabkan

otot skelet menjadi lemah dan lekas lelah. Kelelahan/kelemahan ini

disebabkan karena sirkulasi antibodi yang memblok acetylcholine

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 50

Page 51: Polineuropati Diabetik

receptors pada post sinaptik neuromuscular junction, stimulasi

penghambatan ini berpengaruh pada neurotransmiter asetilkolin.

Manifestasi klinisnya dapat berupa kelemahan pada otot yang mengatur

pergerakan mata, kelemahan otot pada lengan dan tungkai, perubahan

ekspresi wajah, disfagia, dan disartria.

(Sadeli, H.A : 2008)

10. Apa saja pemeriksaan penunjang pada kasus ini?

Jawab:

1. Elektromiografi (EMG)

Ini merupakan investigasi penting yang membantu melokalisasi,

menggolongkan jenis dan keakutan neuropati periferal.Bagian pertama

EMG melibatkan perangsangan syaraf periferal dan pencatatan sinyal

listrik. Bagian kedua melibatkan penyisipan jarum sangat tipis ke dalam

anggota tubuh atau otot punggung dan mencatat aktivitas motorik

mereka.

2. Pemeriksaan Darah

Untuk melihat akar penyebab, misalnya diabetik, kekurangan vitamin,

ketidaknormalan protein dalam darah dan antibodi. Pada jenis tertentu

neuropati keturunan, sampel darah mungkin akan dikirim untuk

konfirmasi genetik.

3. Funksi Lumbal

Ini adalah prosedur di tempat tidur dimana sejumlah kecil cairan

serebrospinal (dari bagian punggung bawah) diambil untuk analisa di

bawah kondisi steril dan bius lokal.

4. Biopsi Kulit

Ini adalah prosedur sederhana di tempat tidur untuk mengkonfirmasi

neuropati yang mempengaruhi syaraf kecil yang berakhir di kulit.

Pelubangan biopsi kulit (berdiameter sekitar 3mm) dilakukan di bawah

bius lokal pada kaki dan paha.

5. Tes Fungsi Otonom

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 51

Page 52: Polineuropati Diabetik

Ini adalah tes non invasif yang mengevaluasi sistem syaraf otonom.

6. Biopsi Syaraf

Ini terkadang dilakukan untuk konfirmasi keberadaan peradangan syaraf

misalnya neuropati vaskulitik.

(Sadeli, H.A : 2008)

11. Apa diagnosis pasti pada kasus ini?

Jawab:

Polineuropati diabetik.

12. Bagaimana tatalaksana pada kasus ini?

Jawab:

1. Pencegahan primer

Yang menjadi sasaran pencegahan primer adalah masyarakat yang belum

yang belum sakit. Dengan cara melakukan penyuluhan tentang pola

hidup yang sehat dan menghindari pola hidup berisiko. Menjelaskan

kepada masyarakat mencegah penyakit lebih baik dari pada

mengobatinya.dan menganjurkan kepada masyarakat agar berolahraga

secara teratur karena sangat menunjang upaya pencegahan.

2. Pencegahan sekunder

Yang menjadi sasaran pencegahan primer adalah masyarakat atau pasien

yang sudah terkena diabetes dan sudah diketahui dan sudah berobat.pada

pencegahan sekunder pun, penyuluhan tetang prilaku hidup sehat seperti

pada pencegahan primer harus dilaksankan, ditambah dengan

peningkatan pelayanan kesehatan primer dipusat-pusat pelayanan

kesehatan mulai rumah sakit kelas A sampai keunit paling depan yaitu

puskesmas.disamping itu juga diperlukan penyuluhan kepada pasien dan

keluarganya tentang penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi.

3. Pencegahan tersier

Melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang pencegahan

komplikasi diabetes, yang pada konsensus dimasukkan sebagai

pencegahan sekunder,mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 52

Page 53: Polineuropati Diabetik

untuk tidak menjurus kepada penyakit organ,mencegah terjadinya

kecacatan yang disebabkan oleh karena kegagalan organ atau

jaringan.dalam hal peran penyuluhan dibutuhkan untuk peningkatan

motivasi pasien untuk mengendalikan diabetesnya.

4. Preventif

Dengan cara Pola hidup yang sehat dan olahraga teratur

5. Kuratif

Untuk obat antidiabetik ada lima golongan yaitu sulfonylurea,

megilitinid,biguanid,penghambat α glokosidasedan tiazolidinedion.

13. Apa saja komplikasi pada kasus ini?

Jawab:

Komplikasi diabetes mellitus:

a. Komplikasi akut

1. Ketoasidosis diabetik

Ketoasidosis Adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik

yang ditandai oleh trias, terutama diakibatkan oleh defisiensi insulin

absolut atau insulin relatif.

2. Hipoglikemi

Hipoglikemi adalah penurunan kadar glukosa dalam darah. Biasanya

disebabkan peningkatan kadar insulin yang kurang tepat atau asupan

karbohidrat kurang.

3. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik adalah suatu dekompensasi

metabolik pada pasien diabetes tanpa disertai adanya ketosis.

Gejalanya pada dehidrasi berat, tanpa hiperglikemia berat dan

gangguan neurologis.

b. Komplikasi kronis

1. Mikroangiopati

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 53

Page 54: Polineuropati Diabetik

Retinopati diabetikum disebabkan karena kerusakan pembuluh

darah retina. Faktor terjadinya retinopati diabetikum : lamanya

menderita diabetes, umur penderita, kontrol gula darah, faktor

sistematik (hipertensi, kehamilan).

Nefropati diabetikum yang ditandai dengan ditemukannya kadar

protein yang tinggi dalam urin yang disebabkan adanya kerusakan

pada glomerulus. Nefropati diabetikum merupakan faktor resiko

dari gagal ginjal kronik.

Neuropati diabetikum biasanya ditandai dengan hilangnya refleks.

Selain itu juga bisa terjadi poliradikulopati diabetikum yang

merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan pada

satu atau lebih akar saraf dan dapat disertai dengan kelemahan

motorik, biasanya dalam waktu 6-12 bulan.

2. Makroangiopati

Penyakit jantung koroner dimana diawali dari berbagai bentuk

dislipidemia, hipertrigliseridemia dan penurunan kadar HDL. Pada

DM sendiri tidak meningkatkan kadar LDL, namun sedikit kadar

LDL pada DM tipe II sangat bersifat atherogeni karena mudah

mengalami glikalisasi dan oksidasi.

Kaki Diabetik

Terdapat 4 faktor utama yang berperan pada kejadian kaki diabetes

melitus :

1. Kelainan vaskular : Angiopati, contoh : aterosklerosis.

2. Kelainan saraf : Neuropati otonom dan perifer.

3. Infeksi.

4. Perubahan biomekanika kaki.

(WHO, 1999)

14. Bagaimana prognosis pada kasus ini?

Jawab:

Dubia et malam

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 54

Page 55: Polineuropati Diabetik

Neuropati merupakan komplikasi utama dari diabetes yang

mengakibatkan tingginya angka morbiditas. Prevalensi pasti tidak diketahui

dan dilaporkan bervariasi mulai dari 10% hingga 90% pada pasien diabetes

bergantung kepada kriteria dan metode yang digunakan. Hubungan yang

kuat antara hipergikemi dan perkembangan dari neuropati dilaporkan pada

banyak studi. Dan juga keruskaan yang telah mengenai saraf dan ditambah

adanya penyakit DM regenerasi sel sangat sulit. (Aru, Sudoyo : 2009)

15. Bagaimana kompetensi dokter umum pada kasus ini?

Jawab:

3A : Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinis dan memberikan

terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter

mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien

selanjutnya. Lulusan dokter mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari

rujukan. (SKDI : 2012)

16. Bagaimana pandangan Islam pada kasus ini?

Jawab:

Usumah bin Syarik berkata:

“Di waktu saya beserta Nabi Muhammad SAW., datanglah beberapa orang

badui, lalu mereka bertanya, “Ya, Rasulullah, apakah kami mesti

berobat?”, Jawab beliau, “Ya, wahai hamba Allah, berobatlah kamu,

karena Allah tidak mengadakan penyakit melainkan Dia adakan obatnya,

kecuali satu penyakit”. Tanya mereka, “Penyakit apa itu?”. Beliau

menjawab, “Tua”. (HR. Ahmad).

2.5. Kesimpulan

Ny. Fatimah, 53 tahun mengalami kesemutan dan nyeri pada keempat

ekstremitas et causa polineuropati diabetik.

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 55

Page 56: Polineuropati Diabetik

2.6. Kerangka Konsep

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 56

DM tak terkontrol

Komplikasi DMManifestasi klinis DM

Trias DM

Hiperglikemi

RethyculopatiHipertensi

Polineuropati diabetik

PolifagiPoliuriPolidipsi

Lesi pada saraf

Tetraparese

Faktor usia

Page 57: Polineuropati Diabetik

DAFTAR PUSTAKA

Aru, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing

Dewi, MP. 2011. Fisiologi Tubuh. Dapat diakses di http://repository.usu.ac.id/

bitstream/123456789/27858/4/Chapter%20II.pdf [Diakses pada 18

November 2014]

Elvianur, S. 2011. Konsep Nyeri. Dapat diakses di http://repository.usu.ac.id/

bitstream/123456789/ 27188/4/Chapter%20II.pdf [Diakses pada 18

November 2014]

Ganong,W.F. 2003.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC

Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.

Jakarta: EGC

Ilyas Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3. Jakarta. Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 57

Page 58: Polineuropati Diabetik

Isselbacher. Kurt J., Braunwald. Eugene.dkk. 2000. Harrison Prinsip-PrinsipIlmu

Penyakit Dalam. Jakarta: EGC

Junqueira LC dan Carneiro J. 1980. Histologi Dasar Edisi tiga. Jakarta : EGC

Lumbantobing. 2012. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta:

Badan Penerbit FK UI.

Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media

Aesculapius

Mardjono, Mahar. 1988. Neurologi Klinik Dasar. Jakarta : Dian Rakyat

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2006. Konsensus Pengelolaan dan

Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta : PB PERKENI

Price, SA dan Wilson, LM. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit Edisi 6 Jakarta: EGC.

Ricardo, Benjamin. 2010. Hubungan Tinggi Badan dan Tinggi Bahu Pasis Kodam

di Bukit Barisan Tahun 2010. Dapat diakses di http://repository.usu.

ac.id/bitstream/123456789/21364/4/Chapter%20II.pdf [Diakses pada 18

November 2014]

Sacher, R.A dan Pharson, R.A.2006. Uji Fungsi Hati, Tinjauan klinis Hasil

Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: EGC

Sadeli, HA. 2008. Nyeri Neuropati Diabetika. Dalam : Meliala L, Suryamiharja

Wirawan, Sadeli HA, Amir D. Nyeri Neuropatik. Yogyakarta : Medigarma

Press

Schteingart, E. David. 2005. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes

Melitus. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Editor

Edisi Bahasa Indonesia, Huriawati Hantanto [et. Al.] Ed. 6. Jakarta: EGC

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC

Snell, Richard. 2012. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 58

Page 59: Polineuropati Diabetik

S.V, Hasibuan. 2011. Pengetahuan Pasien Hipertensi Tentang Nutrisi Yang

Dibutuhkan Untuk Memelihara Status Kesehatan Di Poliklinik Hipertensi

RSUP H. Adam Malik Medan. Dapat diakses di

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22597/4/Chapter%20II.pdf

[Diakses pada 19 november 2014]

Syafrita, Yuliarni. 2011. Penyakit Gangguan Saraf Tepi. Dapat diakses di

http://repository.unand.ac.id/18406/5/Penyakit%20Gangguan%20Saraf

%20Tepi.ppt [Diakses pada 18 November 2014]

Syah, M. 2011. Diabetes Melitus. Dapat diakses di http://repository.usu.ac.id/

bitstream/123456789/29762/4/Chapter%20II.pdf [Diakses pada 18

November 2014]

Teguh Priyantono, 2005. Faktor-faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap

Timbulnya Polineuropati pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2.

Semarang. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK UNDIP

Tjokroprawiro A. Diabetes Melitus: Klasifikasi, Diagnosis, dan Terapi. 2001.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

WHO. 1999. Definition, diagnosis, and classification of diabetes mellitus and its

complications. Geneva

Wijayakusuma, H. M. H. 1999. 10 Menit Menuju Sehat dengan Terapi Tulang

Kepala Belakang. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Wratsongko, M., & Sulistyo, T. B. 2006. 205 Resep Pencegahan dan

Penyembuhan dengan Gerakan Shalat. Depok: Qultum Media

Laporan Tutorial Skenario C Blok IX 59