29
1 Perbedaan Kelelahan Kerja (Burnout) Antara Perawat Laki-Laki dan Perawat Perempuan di RSUD Kota Soe Oleh: Juan Arturo Djara 802009139 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi: S1 Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2013

Perbedaan Kelelahan Kerja (Burnout) Antara Perawat Laki ......kelalahan kerja yang dialami para perawat di RSUD Kota Soe ternyata dirasakan langsung oleh pasien dan juga keluarga pasien

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    Perbedaan Kelelahan Kerja (Burnout) Antara

    Perawat Laki-Laki dan Perawat Perempuan di RSUD

    Kota Soe

    Oleh:

    Juan Arturo Djara

    802009139

    TUGAS AKHIR

    Diajukan Kepada Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi

    Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar

    Sarjana Psikologi

    Program Studi: S1 Psikologi

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2013

  • 2

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS TUGAS AKHIR

    Yang bertanda tangan di bawah ini :

    Nama : Juan Arturo Djara

    NIM : 802009139

    Program Studi : Psikologi

    Fakultas : Psikologi,

    Universitas Kristen Satya Wacana

    Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul :

    “PERBEDAAN KELELAHAN KERJA (BURNOUT)

    ANTARA PERAWAT LAKI-LAKI DAN PERAWAT

    PEREMPUAN DI RSUD KOTA SOE”

    Yang dibimbing oleh :

    1. Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA. 2. S. A. Kristianingsih, Psi.,M. Si

    Adalah benar-benar hasil karya saya.

    Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau

    sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan

    cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau

    gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya

    sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis atau sumber

    aslinya.

    Salatiga, 27 Agustus 2013

    Yang memberi pernyataan,

    Juan Arturo Djara

  • 3

  • 4

  • 5

    ABSTRACT

    THE DIFFERENCES IN JOB BURNOUT BETWEEN MALE

    AND FEMALE NURSES AT THE SOE CITY GENERAL

    HOSPITAL

    Juan Arturo Djara

    Sutarto Wijono, S. A. Kristianingsih

    Faculty of Psychology Satya Wacana Christian University

    This research aimed to determine differences in job burnout

    between male and female nurses at the Soe City General Hospital.

    Subjects in this research amounted to 54 people who were

    determined using Random purposive sampling techniques. The

    Used Data collection instrument is the burnout scale Likert scale

    model consisting of four alternate answer choices. The used

    Burnout scale was adapted and translated by 3 aspects of burnout

    according to Maslach and Jackson (1981), namely: emotional

    exhaustion, depersonalization, and personal accomplishment

    reduce. Data analysis methods used are Independent Sample Test.

    The results of these calculations are t-test with significance at-2.3820. 021 or p 0.05. It shows that there are significant

    differences in job burnout between male and female nurses att he

    Soe City General Hospital.

    Keywords: Burnout, Sex, Nurse, Soe City General Hospital.

  • 6

    PERBEDAAN KELELAHAN KERJA (BURNOUT)

    ANTARA PERAWAT LAKI-LAKI DAN PERAWAT

    PEREMPUAN DI RSUD KOTA SOE

    PENGANTAR

    Latar Belakang

    Rumah sakit merupakan salah satu organisasi yang

    bergerak di bidang kesehatan yang memenuhi kebutuhan

    pelayanan kesehatan masyarakat di suatu wilayah. Pelayanan

    yang diberikan rumah sakit akan maksimal manakala didukung

    oleh sumber daya yang berkualitas. Sumber daya yang

    dibutuhkan rumah sakit untuk mencapai pelayanan yang

    maksimal pun beraneka ragam, salah satunya adalah sumber daya

    manusia. Sumber daya manusia merupakan unsur penting karena

    merupakan aset utama dalam memberikan tenaga, pelayanan,

    potensi, kreativitas,dan usaha terhadap kemajuan rumah sakit

    tersebut (Hariyono, Dyah & Yanuk, 2009).

    Profesi sebagai perawat berkaitan dengan keselamatan

    pasien oleh karena itu, perawat dituntut untuk dapat memberikan

    pelayanan terbaik bagi kesehatan pasien setiap saat. Selain itu,

    perawat harus menjadi figur yang dibutuhkan oleh pasien, dapat

    bersimpati kepada pasien, selalu menjaga perhatiannya, fokus,

    dan hangat kepada pasien (Parker & Kulik dalam Prawasti &

    Windayanti, 2007).

    Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di

    Indonesia, perawat rumah sakit sering mengalami tingkat

  • 7

    kejenuhan kerja. Beberapa perilaku yang menunjukkan bahwa

    perawat mengalami kejenuhan saat bekerja seperti seringnya

    melihat jam pada saat bekerja, menunda-nunda atau bahkan

    mempersingkat waktu kerja, keluhan pegal dan rasa capek,

    menggunakan handphone yang berlebihan pada saat jam kerja

    (Maharani & Triyoga, 2012). Ditambahkan pula oleh Tawale,

    dkk (2011) bahwa berkaitan dengan kelelahan kerja, perawat

    sering mengeluhkan beban kerja, bertindak semaunya, bertindak

    ogah-ogahan pada saat bekerja dan selalu datang terlambat saat

    bekerja.

    Adanya berbagai tanggung jawab dan tuntutan yang harus

    dijalani oleh perawat menunjukkan bahwa profesi perawat rentan

    mengalami burnout dalam bekerja. Beban kerja yang berlebihan

    dan kejenuhan kerja pada diri perawat akan menurunkan kualitas

    kerja perawat, dan apabila kualitas kerja perawat menurun maka

    tidak hanya pasien yang dirugikan tetapi yang pertama pekerja itu

    sendiri, institusi dan yang paling penting adalah dapat

    memperburuk kondisi pasien yang akhirnya menuju kepada

    penurunan mutu asuhan keperawatan (Rice, 2002).

    Burnout merupakan istilah populer yang digunakan untuk

    menggambarkan sindrom kelelahan emosional, depersonalisasi,

    dan berkurangnya penghargaan terhadap diri sendiri yang secara

    spesifik dihubungkan dengan stres yang kronis dan ditandai

    dengan kelelahan fisik, emosional, dan mental (Maslach dan

    Jackson dalam Lailani, 2012).

  • 8

    Kecenderungan burnout yang dialami perawat akan

    berakibat buruk bagi hubungan mereka dengan lingkungan kerja

    secara normal. Akibatnya kinerja mereka menjadi buruk dan

    secara tidak langsung berpengaruh terhadap kinerja organisasi di

    mana mereka bekerja (Andarika, 2004). Suatu hasil penelitian

    juga menunjukkan bahwa burnout berdampak pada rendahnya

    komitmen kerja yang berakibat pada kerugian yang besar bagi

    sebuah organisasi. Hal ini diperjelas oleh Golembiewsky, dkk

    (dalam Andarika, 2004) yang mengatakan bahwa akibat dari

    burnout dapat muncul dalam bentuk berkurangnya kepuasan

    kerja, memburuknya kinerja, dan produktivitas rendah.

    Permasalahan terkait fenomena burnout di kalangan perawat

    juga terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Soe yang

    merupakan barometer lembaga kesehatan di kota tersebut.

    kelalahan kerja yang dialami para perawat di RSUD Kota Soe

    ternyata dirasakan langsung oleh pasien dan juga keluarga pasien.

    Bentuk dari kelelahan kerja perawat berimbas pada menurunnya

    kualitas pelayanan di rumah sakit tersebut.

    Data kesan pasien di RSUD Kota Soe (Oktober 2011-

    Oktober 2012) menunjukkan berbagai kritikan muncul dari

    anggota keluarga pasien berkaitan dengan interaksi perawat

    dengan pasien. Keluhan yang sering disampaikan berkaitan

    dengan perawat yang kurang cekatan, kurang ramah, dan sering

    terlihat tidak bersemangat dalam menangani pasien. Ini jelas

    merupakan bentuk kinerja perawat yang kurang baik terhadap

  • 9

    pasien dalam pemberilan pelayanan kesehatan masyarakat.

    Terkait dengan permasalahan tersebut maka penulis menemukan

    bahwa adanya penurunan kualitas kinerja perawat yang

    menyebabkan ikut berkurangnya kualitas pelayanan kesehatan

    yang diberikan kepada masyarakat. Hal ini sejalan dengan

    pendapat Maslach (dalam Hariono, 2012) yang menyatakan

    bahwa perubahan sikap negatif dari si pemberi pelayanan ternyata

    berdampak negatif terhadap kondisi penerima pelayanan.

    Fenomena burnout karyawan menjadi penting untuk diteliti

    karena apabila karyawan mengalami burnout, maka bukan hanya

    dirinya saja yang terkena dampak yang ditimbulkan, melainkan

    lingkungan sekitarnya pun akan ikut terkena dampaknya, seperti

    keluarga dan perusahaan tempat ia berkerja (Andarika, 2004).

    Suatu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa burnout

    berdampak pada rendahnya komitmen kerja yang berakibat pada

    kerugian yang besar bagi sebuah organisasi. Hal ini diperjelas

    oleh Golembiewsky, dkk (dalam Andarika, 2004) yang

    mengatakan bahwa akibat dari burnout dapat muncul dalam

    bentuk berkurangnya kepuasan kerja, memburuknya kinerja, dan

    produktivitas rendah. Akibat dari kejenuhan kerja itu sendiri

    dapat muncul dalam bentuk berkurangnya kepuasan kerja,

    memburuknya kinerja, dan produktivitas yang rendah. Apapun

    penyebabnya, munculnya kejenuhan kerja berakibat kerugian di

    pihak pekerja maupun organisasi.

  • 10

    Faktor-faktor penyebab burnout sendiri sangat bervariasi.

    Menurut Pines dan Aronson (dalam Prawasti & Windayanti,

    2007) terdapat faktor yang saling berinteraksi dalam

    menimbulkan burnout, yaitu faktor lingkungan kerja dan

    individu. Faktor lingkungan kerja meliputi kurangnya hak

    otonomi pada profesinya, bertransaksi atau membuat perjanjian

    dengan umum, konflik peran, ketidakjelasan peran, kurangnya

    hasil kerja atau prestasi individu, kurangnya masukan yang

    positif, tidak berada pada situasi yang berpihak, beban kerja yang

    berlebihan, dan adanya pemicu stres di lingkungan fisik tempat

    bekerja. Lingkungan kerja yang banyak menuntut tanggung

    jawab yang besar seperti lingkungan rumah sakit dapat menjadi

    salah satu sumber yang menimbulkan burnout pada perawat.

    Faktor lain yang menimbulkan burnout adalah faktor yang

    disebabkan oleh individu. Faktor individu meliputi individu

    dengan idealisme yang tinggi, perfeksionis, komitmen yang

    berlebihan, singlemindedness, dan faktor demografi seperti usia,

    pekerjaan, dan jenis kelamin.

    Perbedaan individu dalam organisasi sering menjadi

    permasalahan yang sering muncul dalam dunia kerja. Salah satu

    permasalahan perbedaan individual yang sering dikaitkan adalah

    perbedaan jenis kelamin (Munandar, 2006). Pria dan wanita tidak

    hanya berbeda secara fisik saja, tetapi berbeda pula dari segi

    psikologis dan sosiologisnya.

  • 11

    Hasil penelitian yang dilakukan Prawasti & Windayanti

    (2007) menunjukan pria dan wanita berbeda dalam hal dimensi

    emosi dan depersonalization yang berpengaruh terhadap

    kelelahan kerja mereka. Namun pada dasarnya semua pekerja

    dapat mengalami burnout yang dikarenakan berbagai situasi

    menekan yang dialami.

    Sihotang (2004) yang meneliti tentang burnout dan jenis

    kelamin menemukan hasil bahwa terdapat perbedaan burnout

    antara pekerja laki-laki dan perempuan wanita. Secara jelas hasil

    penelitian tersebut menunjukkan bahwa wanita memperlihatkan

    frekuensi lebih besar untuk mengalami burnout daripada pria,

    yang disebabkan karena seringnya wanita merasakan kelelahan

    emosional. Pendapat berbeda dikemukakan Gibson, dkk (dalam

    Sihotang, 2004) yang menyatakan bahwa secara umum pria lebih

    mudah mengalami burnout daripada wanita yang dikarenakan

    wanita tidak mengalami peningkatan tekanan seperti yang

    dihadapi seorang pria.

    Berangkat dari fenomena yang ada di RSUD Kota Soe,

    perbedaan pandangan dan hasil penelitian ilmiah yang dilakukan

    oleh peneliti sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk mengkaji

    perbedaan kelelahan kerja (burnout) antara perawat laki-laki dan

    perawat perempuan di RSUD Kota Soe.

  • 12

    Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

    perbedaan yang signifikan antara kelelahan kerja (burnout)

    perawat laki-laki dan perawat perempuan di RSUD Kota Soe.

    TINJAUAN PUSTAKA

    Burnout

    Burnout berkaitan dengan sindrom psikologis yang

    muncul ketika karyawan atau orang yang bekerja mengalami

    kelelahan emosional, depersonalisasi, dan pengurangan

    sosialisasi juga penghargaan diri sendiri. Ungkapan tersebut

    dijelaskan oleh Maslach & Jackson (1981), sebagai berikut “ a

    syndrome of emotional exhaustion, depersonalization and

    reduced personal accomplishment taht occur among individuals

    who do ‘people work’ of some kind”.

    Berikut merupakan penjelasan aspek-aspek burnout menurut

    Maslach & Jackson (1981):

    1. Kelelahan emosi (emosional exhaustion): pada kondisi ini,

    rasa lelah muncul begitu saja tanpa sebelumnya didahului

    oleh pengeluaran energi yang berarti. Selain itu, rasa lelah ini

    tidak dapat hilang, meskipun individu tersebut sudah

    melakukan istirahat selama beberapa hari. Kelelahan emosi

    ditandai dengan munculnya rasa marah, depresi, dan mudah

    tersinggung

  • 13

    2. Depersonalisasi: merupakan suatu kondisi kecenderungan

    individu untuk menjauh atau menghilang dari lingkungannya,

    bahkan tidak memperdulikan orang-orang di sekitarnya dan

    bersikap negatif.

    3. Rendahnya hasrat pencapaian diri (reduced personal

    accomplishment): suatu kondisi ketika individu merasa bahwa

    dirinya tidak mampu atau tidak puas melakukan tugas yang

    dibebankan padanya secara tepat.

    Jenis Kelamin

    Secara umum jenis kelamin diartikan sebagai pembedaan pria

    dan wanita (Badudu & Zein, 1994 dalam kamus besar bahasa

    indonesia). Kemudian menurut Baron & Byrne (2003)

    mendefinisikan jenis kelamin sebagai istilah biologis berdasarkan

    perbedaan anatomi dan fisik antara laki-laki dan perempuan.

    Sears (1999) menambahkan bahwa perbedaan jenis kelamin

    salah satunya dipengaruhi oleh faktor biologis yang nampak pada

    perbedaan fisik seperti tinggi badan, kemampuan melahirkan dan

    juga menyusui anak, serta perbedaan hormon.

    Mengacu pada pengertian-pengertian jenis kelamin di atas

    maka dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin berkaitan dengan

    pembedaan pria dan wanita berdasarkan ciri-ciri fisik dan

    anatomis.

  • 14

    METODE PENELITIAN

    Populasi dalam penelitian ini adalah perawat Rumah Sakit Umum

    Daerah Kota Soe. selanjutnya total sampel yang diambil sebagai objek

    penelitian berjumlah 54 orang. Teknik pengambilan sampel yang

    digunakan dalam penelitian ini yaitu purposive sampling purposive

    sampling atau dengan memilih sampel dengan didasarkan pada

    karakteristik atau ciri-ciri tertentu yang sudah ditetapkan

    (Sugiyono, 2011). Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan

    mengacu pada rumus penentuan sampel yang dikemukakan

    Yamare (dalam Supramono, 2003) yakni sebagai berikut:

    n = 𝑁

    𝑁𝐷2+1

    Keterangan:

    n : Jumlah sampel

    N : Jumlah populasi

    D2 : Taraf kepercayaan 1 : Angka konstan

    Dengan tingkat kepercayaan 10%, maka jumlah sampel

    minimum yang diambil dalam penelitian ini adalah 51 perawat.

    Namun pada akhirnya peneliti mengambil sampel sebanyak 54

    orang dengan memperhitungkan jumlah total perawat laki-laki di

    RSUD Kota Soe yang hanya berjumlah 27 orang.

    Untuk memperoleh data dari penelitian ini, peneliti

    menggunakan skala burnout. Skala burnout yang digunakan dalam

    penelitian ini menggunakan skala burnout berdasarkan dimensi-dimensi

    burnout menurut Maslach dan Jackson (1981) yang diterjemahkan dan

    dimodifikasi ke dalam Bahasa Indonesia serta disesuaikan dengan

  • 15

    situasi tempat penelitian. Dalam skala tersebut terdapat tiga dimensi

    yang digunakan, yaitu: emosional exhaustion, reduced personal

    accomplishment, Depersonalization.

    Skala tersebut dikenal dengan nama Maslach Burnout

    Inventory (MBI) yang tersusun sebanyak 22 item pertanyaan

    dalam bentuk skala Likert dengan empat pilihan jawaban berkisar

    dari sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.

    Pernyataan mendukung (favorable) menggunakan urutan

    penilaian jawaban 4 untuk Sangat sesuai, 3 untuk Sesuai, 2 untuk

    Tidak sesuai, dan penilaian 1 untuk pernyataan Sangat Tidak

    sesuai. Sebaliknya untuk pernyataan tidak mendukung

    (unfavorable) menggunakan urutan penilaian jawaban 1 untuk

    pernyataan Sangat sesuai, 2 untuk Sesuai, 3 untuk Tidak sesuai,

    dan 4 untuk pernyataan Sangat tidak sesuai.

    Hasil pengujian validitas dan reliabilitas alat ukur

    menunjukan bahwa jumlah item valid dalam skala MBI sebanyak

    17 item dengan nilai reliabilitas sebesar 0,846. 5 item dalam skala

    tersebut memiliki nilai validitas < 0,25 sehingga tidak digunakan

    dalam penelitian ini.

    HASIL PENELITIAN

    Pengujian validitas dan reliabilitas menggunakan teknik

    korelasi Product Moment yang diuji dengan menggunakan

    program SPSS for Windows 20. Pada pengujian validitas dan

    reliabilitas skala burnout yang digunakan dalam penelitian ini

    dari total 22 item penyataan terdapat 5 item pernyataan yang

  • 16

    tidak valid dengan koefisien korelasi > 0,25 (Azwar, 2012)

    sehingga kelima item tersebut tidak dapat digunakan dalam

    penelitian ini. Nilai validitas skala burnout bergerak dari angka

    0,251 sampai dengan 0,757, dengan nilai reliabilitas sebesar α =

    0, 846.

    Penelitian ini juga menggunakan uji normalitas dan

    homogenitas data untuk mengetahui normal atau tidaknya data

    dalam penelitian ini, serta untuk mengetahui apakah data

    penelitian ini berasal dari satu variasi populasi yang homogen.

    Pengujian normalitas data menggunakan rumus one sample

    Kolmogorov-Smirnov dan diketahui memiliki koefisien

    normalitas sebesar 0,935 (>0,05). Sedangkan pengujian

    homogenitas data menggunakan uji Oneway Anova dan diketahui

    memiliki koefisen korelasi sebesar 0,732 (>0,05). Dengan kriteria

    penerimaan >0,05 maka dapat dikatakan data dalam penelitian ini

    berdistribusi normal dan berasal dari satu variasi populasi yang

    homogen.

    Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kelelahan

    kerja (burnout) antara perawat laki-laki dan perawat perempuan

    di RSUD Kota Soe, maka digunakanlah rumus Independent

    Sample Test. Analisis data mengenai perbedaan kelelahan kerja

    (burnout) antara perawat laki-laki dan perawat perempuan di

    RSUD Kota Soe, dengan bantuan SPSS 20,0 for windows,

    menemukan hasil aka diperoleh hasil sebagai berikut (lihat tabel

    1):

  • 17

    Tabel. 1

    Mean dan Standar Deviasi Burnout pada Perawat Laki-laki

    dan perawat Perempuan di RSUD Kota Soe

    Hasil perhitungan Independent Sample Test pada tabel 1

    menunjukan bahwa nilai signifikansi untuk perbedaan kelelahan

    kerja (burnout) antara perawat laki-laki dan perawat perempuan

    memiliki nilai t-test sebesar 3,511 dengan signifikansi 0,001 atau

    p < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan kelelahan kerja

    (burnout) antara perawat laki-laki dan perawat perempuan di

    RSUD Kota Soe karena p > 0,05. Merujuk pada hasil perhitungan

    Independent Sample Test diatas maka disimpulkan bahwa

    terdapat perbedaan kelelahan kerja (burnout) yang signifikan

    antara perawat laki-laki dan perawat perempuan di RSUD Kota

    Soe dengan penjelasan bahwa perawat laki-laki lebih mengalami

    Group Statistics

    sex N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

    Burnout 1 27 35.44 5.191 .999

    2 27 30.56 5.041 .970

    Independent Samples Test

    Levene's Test for Equality of

    Variances

    t-test for Equality of Means

    F Sig. t df Sig. (2-tailed)

    Mean Differen

    ce

    Std. Error

    Difference

    95% Confidence

    Interval of the Difference

    Lower Upper

    Burnout

    Equal variances assumed

    .118 .732 3.511 52 .001 4.889 1.393 2.095 7.683

    Equal variances not assumed

    3.511 51.955 .001 4.889 1.393 2.094 7.683

  • 18

    kelelahan kerja (burnout) (35,44) dibandingkan perawat

    perempuan (30,56).

    PEMBAHASAN

    Berdasarkan penelitian tentang Perbedaan Kelelahan Kerja

    (burnout) antara perawat laki-laki dan perawat perempuan di

    RSUD Kota Soe, didapat hasil perhitungan Independent Sample

    Test sebesar 3,511 dengan signifikasi 0,001 atau p < 0,05. Hasil

    ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan kelelahan kerja

    (burnout) yang signifikan antara perawat laki-laki dan perawat

    perempuan di RSUD Kota Soe. Di mana burnout yang dialami

    perawat laki-laki lebih tinggi dibanding perawat perempuan di

    RSUD Kota Soe. Dengan demikian maka hasil penelitian ini

    sejalan dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa

    terdapat perbedaan kelelahan kerja (burnout) antara perawat laki-

    laki dan perawat perempuan di RSUD Kota Soe.

    Hal ini disebabkan oleh beberapa kemungkinan. Pertama,

    perbedaan strategi coping stress antara laki-laki dan perempuan.

    Ketika menghadapi masalah perempuan lebih lentur dan lebih

    mampu mengatasi tekanan-tekanan besar dalam pekerjaan

    sedangkan laki-laki lebih kaku dan serius dalam menghadapi

    masalah-masalah pekerjaan. Perbedaan strategi coping stress

    akan berdampak pada kecenderungan burnout yang dialami

    individu. Kedua, perawat yang bekerja pada situasi kerja yang

    kaku dan kurang baik sangat rentan terhadap burnout. Burnout

  • 19

    dapat terjadi apabila individu merasa tidak nyaman dengan

    lingkungan kerjanya dan merasa diperlakukan tidak adil. Hal ini

    sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Rosyid (1996)

    yang menemukan bahwa kelelahan kerja yang dialami pakerja

    sering dipicu oleh kondisi internal yang ditunjang oleh faktor-

    faktor lingkungan berupa tekanan yang berlarut-larut. Pekerja

    akan merasakan burnout karena kondisi lingkungan kerja yang

    menyiratkan bahwa apa yang telah karyawan kerjakan itu sia-sia,

    tidak berguna, dan tidak dihargai serta adanya prosedur atau

    aturan-aturan yang kaku, tidak fleksibel sehingga karyawan

    merasa terjebak dalam sistem yang tidak adil. Baron dan

    Greenberg (dalam Rahman, 2007) menambahka apabila

    lingkungan kerja dan sistem kerja seorang karyawan kurang baik

    maka akan mempermudah munculnya kelelahan kerja.

    Ketiga, tuntutan dan beban kerja yang berlebihan sehingga

    mengakibatkan perawat mengalami kelelahan. Dalam penelitian

    yang dilakukan Hariyono, Dyah & Yanuk (2009) menemukan

    bahwa lonjakan pasien di rumah sakit membuat beban kerja

    perawat semakin bertambah, sehingga sering memicu terjadi

    burnout dikalangan perawat. Hasil pengamatan (observasi) di

    RSUD Kota Soe ditemukan bahwa para perawat sering terlihat

    sangat sibuk ketika lonjakan pasien meningkat. Hal tersebut

    membuat waktu perawat untuk beristirahat menjadi berkurang.

    Sementara itu, perbedaan kelelahan kerja antara perawat laki-laki

    dan perawat perempuan di RSUD Kota Soe juga kemungkinan

  • 20

    terjadi karena perbedaan tuntutan pekerjaan dan beban kerja.

    Pada beberapa jenis pekerjaan yang memerlukan kekuatan fisik

    lebih, perawat laki-laki dituntut untuk lebih aktif dibandingkan

    perawat perempuan. Beberapa contoh perbedaan beban kerja

    antara perawat laki-laki dan perawat perempuan di RSUD kota

    Soe seperti, ketika memindahkan pasien dan menyiapkan

    oksigen perawat laki-laki yang lebih aktif. Sedangkan perawat

    perempuan lebih kepada pemberian asuhan keperawatan dan

    jarang terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan

    kerja fisik berlebihan. Penelitian yang dilakukan Sihotang (2004)

    memperjelas hal tersebut. Sihotang (2004) dalam penelitiannya

    menjelaskan bahwa perbedaan tuntutan pekerjaan dan beban kerja

    antara perawat laki-laki dan perawat perempuan mempengaruhi

    kelelahan kerja yang dialami. Sihotang (2004) juga

    menambahkan bahwa faktor peran gender juga mempengaruhi

    perbedaan kelelahan kerja yang dialami perawat laki-laki dan

    perawat perempuan. Secara umum pria lebih mudah mengalami

    burnout daripada wanita. Hal ini dikarenakan wanita tidak

    mengalami peringkat tekanan seperti yang dihadapi oleh seorang

    pria, yang dapat disebabkan karena adanya perbedaan peran,

    misalnya dalam hal kerja, bagi seorang pria ‘bekerja’ adalah

    suatu hal mutlak untuk menghidupi keluarganya, namun tidaklah

    demikian bagi seorang wanita, wanita boleh bekerja atau tidak,

    jadi bukan merupakan suatu keharusan.

  • 21

    Hasil penelitian yang menunjukan perbedaan kelelahan kerja

    (burnout) antara perawat laki-laki dan perawat perempuan sejalan

    dengan penelitian Hariono (2012) yang menyebutkan bahwa laki-

    laki memiliki kecenderungan burnout yang lebih besar daripada

    perempuan. Jika dibandingkan dengan pria, wanita lebih lentur

    dalam menghadapi masalah dan lebih mampu mengatasi tekanan

    besar dalam pekerjaan. Ketika menghadapi masalah dalam

    pekerjaan laki-laki cenderung lebih kaku dan serius dibandingkan

    dengan perempuan. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan

    Sihotang (2004) menenukan hasil yang berbeda di mana hasil

    penelitian tersebut menunjukkan bahwa wanita yang

    memperlihatkan frekuensi lebih besar untuk mengalami burnout

    daripada pria. Hal tersebut disebabkan karena seringnya wanita

    merasakan kelelahan emosional dalam bekerja. Sejalan dengan

    penelitian yang dilakukan Sihotang (2004), penelitian yang

    dilakukan Maharani (2011) menemukan hasil yang berbeda di

    mana burnout yang dialami laki-laki lebih rendah dibandingkan

    dengan burnout yang dialami perempuan. Hal tersebut

    dikarenakan perbedaan self-efficacy laki-laki lebih tinggi

    dibandingkan perempuan. Tingginya self-efficacy laki-laki

    mempengaruhi rendahnya burnout yang dialami.

    Temuan empiris lain dalam penelitian menunjukan tingkat

    kelelahan kerja (burnout) pada perawat di RSUD Kota Soe baik

    itu laki-laki maupun perempuan, memiliki persentase yang

    tertinggi dan terbanyak pada kategori rendah, dengan nilai

  • 22

    persentase sebesar 66,6% (36 perawat; 20 orang perawat laki-laki

    dan 16 orang perawat perempuan). Pada kategori sangat rendah

    memiliki nilai persentase sebesar 20,3% (11 perawat; 1 orang

    perawat laki-laki dan 10 orang perawat perempuan). Pada

    kategori sedang memiliki nilai persentase sebesar 11,1% (6

    perawat ; 6 perawat laki-laki dan 0 perawat perempuan).

    Sementara itu, pada kategori burnout tinggi memiliki presentasi

    1,8% (1 orang perawat laki-laki) dan presentasi sangat tinggi 0%

    atau dengan kata lain tidak ada perawat (laki-laki dan perempuan)

    yang mengalami burnout pada tingkatan sangat tinggi. Kelelahan

    kerja perawat RSUD Kota Soe yang sebagian besar tergolong

    dalam kategori rendah mengindikasikan bahwa kondisi

    lingkungan kerja dan sistem kerja di RSUD Kota Soe tergolong

    baik sehingga kecenderungan perawat untuk mengalami burnout

    rendah. Selain itu, rendahnya tingat kekelahan kerja perawat juga

    mengindikasikan bahwa beban kerja di RSUD Kota Soe tidak

    berlebihan sehingga perawat tidak begitu mengalami kelelahan

    akibat beban kerja yang berlebihan.

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan

    sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

    kelelahan kerja (burnout) yang signifikan antara perawat laki-laki

    dan perawat perempuan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Soe.

    Artinya hipotesis dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa

  • 23

    terdapat perbedaan kelelahan kerja (burnout) yang signifikan

    antara perawat laki-laki dan perawat perempuan di Rumah Sakit

    Umum Daerah Kota Soe diterima.

    Hasil analisis data menunjukan rata-rata tingkat kelelahan

    kerja (burnout) yang dialami perawat di RSUD Kota Soe

    tergolong dalam kategori rendah. Selain itu, persentasi terbesar

    pada kelelahan kerja (burnout) yang dialami perawat adalah pada

    dimensi emotional exhaustion.

    SARAN

    Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai, serta

    mengingat masih banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini,

    maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut:

    a. Bagi Pimpinan Rumah Sakit

    1. Memberikan penghargaan atau reward (imbalan) kepada

    perawat yang memiliki kinerja baik, berupa materi

    (kenaikan tunjangan dan bonus), maupun psikologis

    (berupa piagam penghargaan kepada karyawan

    berprestasi). Dengan merasa kinerja dan pengabdiannya

    dihargai maka kecenderungan burnout yang dialami akan

    semakin menurun.

    2. Memberlakukan strategi pertukaran shift setiap minggu

    agar mengurangi kejenuhan dan kelelahan kerja akibat

    pekerjaan yang monoton dan tekanan akibat pekerjaan.

  • 24

    3. Mengadakan rekreasi dan outbond bagi perawat. Rekreasi

    dan outbond bertujuan sebagai media refresing bagi

    perawat yang mengalami kelelahan dan kejenuhan akibat

    pekerjaan.

    4. Memberikan program pelatihan berjenjang bagi perawat

    agar terus mengembangkan kompetensinya dalam

    memberikan pelayanan. Dengan meningkatnya

    kemampuan pemberian pelayanan maka perawat akan

    semakin profesional dalam menghadapi masalah-masalah

    kesehatan dan kelelahan akibat tekanan-tekanan pekerjaan

    semakin menurun.

    b. Bagi Perawat

    1. Mengerjakan pekerjaan dengan beban kerja yang moderat

    sehingga mengurangi kecenderungan burnout yang

    disebabkan oleh kelebihan beban kerja serta

    ketidakpuasan dalam melakukan tugas yang dibebankan

    secara tepat. Hal tersebut berlaku baik bagi perawat laki-

    laki maupun perawat perempuan.

    2. Adanya pembagian tugas yang jelas dan seimbang agar

    tidak membebani salah satu di antara perawat laki-laki

    dan perawat perempuan.

    3. Perawat dapat menyampaikan pendapat, pikiran dan

    keinginannya kepada pihak rumah sakit dengan cara

    pertemuan rutin 1 bulan sekali, sehingga bukan hanya di

    antara perawat yang dapat tercipta relasi sosial yang baik,

  • 25

    akan tetapi di antara semua elemen dalam rumah sakit

    juga tercipta hal yang sama, yakni kerjasama yang saling

    menguntungkan. Dengan begitu salah satu sumber

    burnout yakni depersonalisasi sudah dapat ditanggulangi.

    4. Mengadakan ibadah bersama, olahraga bersama dan juga

    diskusi bersama yang semakin mengakrabkan hubungan

    antar perawat, sehingga suasana di tempat kerja tetap

    terjaga dengan baik.

    c. Bagi peneliti selanjutnya

    Melihat masih banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini

    maka peneliti selajutnya disarankan untuk:

    1. Dapat mengembangkan penelitian ini menggunakan teori-

    teori dan dimensi-dimensi yang lebih khusus untuk

    melihat kelelahan kerja dikalangan perawat.

    2. Peneiliti selanjutnya dapat memanfaatkan hasil penelitian

    secara maksimal serta meningkatkan kualitas penelitian,

    khususnya yang berhubungan kelalahan kerja (burnout).

    3. Memperluas orientasi kancah penelitian tidak hanya pada

    pelayanan kesehatan, tetapi juga pada pelayanan pendidikan,

    perbankan, dan organisasi yang bergerak di bidang industri.

    4. Meneliti variabel-variabel lain yang berkaitan

    langsungdengan burnout seperti usia, harga diri, tingkat

    pendidikan, masa kerja, karakteritik kepribadian, strategi

    coping stress.

  • 26

    DAFTAR PUSTAKA

    Andarika, R. (2004). Burnout Among Semarang St. Elisabeth

    Hospital Female Nurses. Jurnal PSYCHE. Vol. 1. No. 1

    Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta :

    Pustaka Pelajar

    Baron, R. A & Byrne, D. (2003). Psikologi Sosial, ed 10. Jakarta:

    Erlangga

    Gibson, J. L., John, I. M & James, D. H. (1996). Organisasi.

    Jakarta: Binarupa Aksara

    Hadi, S. 2000. Statistik jilid 2. Jogjakarta: Andi

    Hariono, F. A. (2012). Burnout Pada Agen Call Center. e-journal

    psikologi repository Gunadarma University. Diakses pada

    tanggal 8 Februari 2012 dari

    https:/repository.gunadarma.ac.id/10505069.pdf

    Hariyono, W., Dyah, S & Yanuk, W. (2009). Hubungan Antara

    Beban Kerja, Stres Kerja Dan Tingkat Konflik Dengan

    Kelelahan Kerja Perawat Di Rumah Sakit Islam Yogyakarta.

    Jurnal KesMas UAD. Vol. 3, no 3. Hal. 186-197

    Lailani, F. (2012). Burnout Pada Perawat Ditinjau Dari Efikasi

    Diri dan Dukungan Sosial. Talenta Psikologi. Vol 1. No 1.

    Maharani, D. R. (2011). Hubungan Antara Self Efficacy Dengan

    Burnout Pada Guru Sekolah Dasar Negeri X Di Kota Bogor.

    Diakses pada tanggal 15 Maret 2013 dari

    http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1177/

    1/10507050.pdf.

    https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&ved=0CDQQFjAB&url=http%3A%2F%2Frepository.gunadarma.ac.id%2Fhandle%2F123456789%2F1582%3Fmode%3Dfull&ei=rngxUvX3K4iQrQe47ICYDw&usg=AFQjCNHus6p0K-IHxXypnwSDnHFR-xiejQ&bvm=bv.52109249,d.bmk&cad=rjahttp://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1177/1/10507050.pdfhttp://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1177/1/10507050.pdf

  • 27

    Maharani. P,A & Triyoga, A. (2012). Job Burnout (Burnout) with

    Performance by Nurses in Nursing Care Provision. Jurnal

    STIKES. Vol. 5, No. 2. Hal. 167

    Maslach, C & Jackson, S. E. (1981). The measurement of

    experienced burnout. Journal of Occupational Behaviour.

    Vol. 2.99-113.

    Munandar, A. S. (2006). Psikologi Industri dan Organisasi.

    Jakarta: Universitas Indonesia.

    Pines, A. M. & Aronson, E. (1988). Career Bumout: Causes and

    Cures. New York: Free Press.

    Prawasti, C. Y & Windayanti. (2007). Burnout pada Perawat

    Rumah Sakit Pemerintah dan Perawat Rumah Sakit Swasta.

    Jurnal Psikologi. Vol. 13. No 2. Hal 127-139

    Rahman, U. (2007). Mengenal Burnout Pada Guru. Jurnal

    Lentera Pendidikan, edisi X, No. 2. Hal 216-227

    Rice. (2002). Kualitas Dan Mutu Pelayanan Organisasi. Jakarta:

    ECG

    Rosyid, H.F. 1996. Burnout: Penghambat Produktivitas Yang

    Perlu Dicermati. Bulletin Psikologi. Vol. IV (1). Hal. 19-25.

    Sears, D. O & Peplau, L. A. (1999). Psikologi Sosial. Ed 5. Jilid

    2. Alih Bahasa. Jakarta: Erlangga

    Sihotang, I. N. (2004). Employees’ Burnout in Relation to

    Perception toward Psychological Work Environment adn Sex.

    Jurnal PSYCHE Vol 1. No 1. Hal 10-16

    .

    Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Administrasi. Bandung:

    Alfabeta

  • 28

    Tawale, E. N., Widjajaning, B., & Gartinia, N. (2011). Hubungan

    antara Motivasi Kerja Perawat dengan Kecenderungan

    mengalami Burnout pada Perawat di RSUD Serui–Papua.

    INSAN. Vol. 13 No. 02. Hal. 74-83