Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
vi
SKRIPSI
KOMUNIKASI TERAPEUTIK ANTARA PERAWAT
DAN PASIEN DI PUSKESMAS HERLANG
OLEH:
WAODE ANDI MIMI RAHMI
Nomor Induk Mahasiswa : 105651103416
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
vii
SKRIPSI
KOMUNIKASI TERAPEUTIK ANTARA PERAWAT
DAN PASIEN DI PUSKESMAS HERLANG
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan satu
studi dan memperoleh gelar Sarjana Ilmu
Komunikasi (S.Ikom)
Di susun dan Diajukan Oleh:
WAODE ANDI MIMI RAHMI
Nomor Stambuk : 105651103416
Kepada:
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU
SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
2020
viii
ix
x
xi
ABSTRAK
Waode Andi Mimi Rahmi. Komunikasi Terapeutik Antara Perawat Dan
Pasien Di Puskesmas Herlang
Komunikasi terapeutik merupakan hal yang selalu berlangsung dalam komunikasi
antara perawat dan pasien. Komunikasi terapeutik memiliki pengaruh besar
terhadap proses penyembuhan pasien. Berdasarkan hal tersebut, kajian penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui penerapan komunikasi terapeutik yang dilakukan
perawat kepada pasien dalam memberikan pelayanan di Puskesmas Herlang dan
untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh perawat dalam melakukan
komunikasi terapeutik pada pasien di Puskesmas Herlang. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif. Informan penelitian ini terdiri dari 5
orang perawat, 5orang pasien, dan 5 orang keluarga pasien. Tehnik analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini meliputi langkah-langkah reduksi, penyajian
data, kesimpulan/verifikasi. Hasil penelitian di Puskesmas Herlang menunjukkan
bahwa komunikasi terapeutik antara perawat dan pasien, telah berlangsung
dengan baik. Hal ini tercermin dari cara penyambutan perawat terhadap pasien
dengan ekspresi wajah yang menyenangkan komunikasi yang lembut kepada
pasien, serta kesabaran dalam mendengarkan berbagai keluhan-keluhan pasien,
memberikan tanggapan balik yang mudah dimengerti oleh pasien dengan tetap
memperhatikan bahasa yang santun. Faktor yang menghambat terjadinya
komunikasi terapeutik antara perawat dan pasien di Puskesmas Herlang yaitu :
penggunaan bahasa, mimik wajah pasien kurang baik kepada perawat, keadaan
psikologi perawat dan pasien seringkali mengalami ketidakcocokan misalnya
intonasi suara serta pengetahuan keluarga yang lebih tau dari perawat termasuk
kendala yang dirasakan perawat.
xii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan yang tak terhingga atas kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan pertolongan-Nya, Sehingga penulis
mampu menyelesaikan penyusunan Skripsi yang berjudul ”Komunikasi
Terapeutik Antara Perawat Dan Pasien Di Puskesmas Herlang “. Shalawat serta
salam semoga tetap terlimpahkan kepada nabi Muhammad SAW, yang senantiasa
memberikan teladan dan tuntunan kepada manusia sehingga tetap berada pada
jalan yang mampu memberikan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Penulis sadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas segalah dukungan, bantuan dan
bimbingan dalam proses penelitian serta penyusunan skripsi ini kepada :
1. Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-Nya lah, maka skripsi ini
dapat terselesaikan.
2. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag. Selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar.
3. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos, M.si. Selaku dekan Fakultas Ilmu soisal
dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Bapak Dr. Muhammad Tahir, M.si. Selaku ketua prodi Ilmu Komunikasi
Universitas Muhammadiyah Makassar.
5. Ibu Dian Muhtadiah Hamna, S.IP, M.I.Kom Selaku sekretaris Ilmu
Komunikasi Universitas Muhammadiyah Makassar.
xiii
6. Bapak Syukri, S.sos.,M.si. Selaku pembimbing I dan Ibu Arni, S.kom,.
M,i.kom. Selaku Pembimbing II Skripsi yang telah dengan sabar
membimbing dan memberikan waktu serta pemikiran selama proses
bimbingan hingga terselesaikannya Skripsi ini.
7. Kedua Orang Tua, Bapak Laode Maruwata dan Ibu Rosmalia Fatma yang
telah mencurahkan kasih sayang, do’a, motivasi, kekuatan, dan dukungan
yang tidak henti-henti, sehingga terselesaikannya skripsi ini.
8. Teman seperjuanganku Sri Milawaty M, Ita Ira Handayani, Santi Nawanti,
Dwi Putri Afriana dan Andi Irfadillah yang selalu menemani dan
menghibur penulis selama perkuliahan dan proses menyusun skripsi, Good
luck buat kalian semua.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Dengan ketidaksempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya
membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya kecil ini menjadi langkah
yang positif dan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN ................................ Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PERNYATAAN .................................. Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viiii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..ix
DAFTAR TABEL……………………………………………………………….xi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 7
A. Peneliti Terdahulu ................................................................................... 7
B. Kerangka Teori ...................................................................................... 10
C. Kerangka Pikir ....................................................................................... 30
D. Fokus Penelitian .................................................................................... 30
E. Definisi Fokus ....................................................................................... 31
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 32
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................................. 32
B. Jenis dan Tipe Penelitian ....................................................................... 32
C. Informan ................................................................................................ 32
D. Tehnik Pengumpulan Data .................................................................... 32
E. Tehnik Pengabsahan Data ..................................................................... 33
F. Tehnik Analisis Data ............................................................................. 34
xv
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 36
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ................................................................... 36
1. Sejarah Puskesmas Herlang .................................................................. 36
2. Jenis dan Jumlah Pegawai ..................................................................... 37
3. Keadaan Demografis ............................................................................. 38
4. Tingkat Pendidikan ............................................................................... 39
5. Visi, Misi Puskesmas Herlang .............................................................. 46
6. Tujuan .................................................................................................... 48
7. Tugas pokok dan Fungsi ....................................................................... 49
B. Hasil Penelitian ..................................................................................... 51
1. Penerapan Komunikasi Terapeutik Para Perawat dalam Proses
Penyembuhan Pasien di Puskesmas Herlang ................................................. 51
2. Faktor Penghambat Komunkasi Terapeutik Antara Perawat Dan Pasien
Di Puskesmas Herlang ................................................................................... 60
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 65
A. Kesimpulan ............................................................................................ 65
B. Saran ...................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 67
LAMPIRAN ......................................................................................................... 69
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Distribusi Jenis Dan Jumlah Pegawai Puskesmas Herlang 2020
Tabel 2 Jumlah Penduduk Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2020
Tabel 3 Tingkat Pendidikan Di Wilayah Puskesmas Herlang Tahun 2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini pelayanan publik masih dirasakan banyak kelemahan,
khususnya di bidang kesehatan, dan belum dapat memenuhi kualitas yang
diharapkan keadaan ini ditandai dengan masih tingginya berbagai pengaduan
masyarakat yang disampaikan melalui berbagai media massa, sehingga dapat
menimbulkan citra kurang baik bagi aparatur pemerintah itu sendiri. Laporan
Ombudsman terkait perkembangan jumlah pengaduan Pelayanan Publik di
Indonesia selama periode 2011-2015.
Berdasarkan laporan tersebut diketahui bahwa terjadi tren peningkatan
jumlah laporan pengaduan 22,83% terhadap pelayanan institusi pemerintah
selama periode tahun 2011-2015 termasuk tren peningkatan pengaduan melalui
media massa cetak maupun media website di Indonesia yang meningkat sebesar
3,7 %. Hal ini menunjukkan pola pikir masyarakat semakin kritis dan tuntutan
kebutuhan mendapat Pelayanan Publik yang sebaik-baiknya dari pemerintah juga
semakin meningkat. Komplain masyarakat melalui saluran eksternal yaitu dengan
melakukan pengaduan yang disampaikan secara tidak langsung kepada
manajemen tetapi melalui pihak lain.
Tahun 2019 penilaian kepatuhan dalam pelayanan publik untuk kategori
Pemerintah Kabupaten setiap tahunnya selalu bertambah kuantitasnya.Pada tahun
2
2019, jumlah Pemerintah Kabupaten yang dinilai adalah sebanyak 215. Hasilnya
33% masuk kategori zona hijau, 40,4% masuk kategori zona kuning dan sisanya
(26,5%) masuk kategori zona merah.
Kabupaten Bulukumba memiliki jumlah puskesmas sebanyak 20.Rawat
inap sebanyak 13 unit dan non rawat inap sebanyak 7 unit berdasarkan Data Dasar
Puskesmas Kondisi Desember 2015 Provinsi Sulawesi Selatan.
Setiap Puskesmas memiliki kendala masing-masing dalam mencapai
pelayanan yang optimal. Berdasarkan hasil pra penelitian yang dilakukan peneliti
tentang pelayanan kesehatan terhadap pasien. Salah satu dari puskesmas yang ada
di Kabupaten Bulukumba yaitu Puskesmas Herlang pernah dilaporkan dengan
pelayanan yang kurang baik bagi penilaian masyarakat. Pelayanan kesehatan
Puskesmas Herlang di Kelurahan Tanuntung senantiasa memberikan pelayanan
kesehatan untuk masyarakat yang optimal, namun belum dapat memuaskan
masyarakat.Masih banyak kekurangan yang harus dibenahi agar masyarakat lebih
mendapat kepuasan.
Masalah yang ada yaitu munculnya kritik dan saran dari masyarakat
merupakan masalah yang harus dipecahkan oleh Puskesmas Herlang. Keluhan
masyarakat terhadap Puskesmas antara lain yaitu dilansir oleh Tribun Makassar,
28 Maret 2019 bahwa sarana prasarana yang belum memadai, Dokter dan
koordinator perawat yang bertugas jarang berada di tempat. Banyak laporan-
laporan dari masyarakat tentang keluhan-keluhan terhadap pelayanan Puskesmas
Herlang.Salah satunya berita dari media online Tribun Bulukumba yang
3
menuliskan Kantor Dinas Kesehatan (Dinkes) dan DPRD Bulukumba menjadi
lokasi unjuk rasa aktivis Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kecamatan
Herlang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Melakukan aksi terhadap
pelayanan puskesmas kurang baik terhadap pasiennya .Petugas dinilai tidak
bekerja professional, seperti membeda-bedakan pasien serta Dokter dan Kepala
Puskesmas yang biasanya tidak berada di Puskesmas tersebut.
Dari hal diatas di Puskesmas Herlang dari segi hal pelayanan berdasarkan
komunikasi yang dilakukan masih belum optimal. Komunikasi mempunyai
peranan penting untuk menunjang kelancaran semua pelayanan. Komunikasi
mempunyai fungsi untuk beberapa tujuan yaitu pengendalian, motivasi, ekspresi
perasaan dan informasi.
Komunikasi yang digunakan dalam dunia kesehatan menggunakan tehnik
penyembuhan yang disebut komunikasi terapeutik. Kalthner,dkk (1995) dalam
Mundakir 2016:148 mengatakan bahwa komunikasi therapeutik terjadi dengan
tujuan menolong pasien yang dilakukan oleh orang-orang yang profesional
dengan menggunakan pendekatan personal berdasarkan perasaan dan emosi. Di
dalam komunikasi therapeutik ini harus ada unsur kepercayaan.
Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan
menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien. Komunikasi terapeutik
bertujuan penyusunan kembali kepribadian, penemuan makna dalam hidup,
penyembuhan gangguan emosional, penyesuaian terhadap masyarakat,pencapaian
kebahagiaan, dan kepuasan, pencapaian aktualisasi diri, peredaan kecemasan,
serta penghapus tingkah laku maladaptive dan belajar pola-pola tingkah laku
4
adaptif, dalam profesi keperawatan, komunikasi perawat-pasien merupakan
kompetensi yang wajib dikuasai perawat.Kompotensi komunikasi menetukan
keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien.
Berdasarkan fenomena tersebut maka dapat dirumuskan bagaimana
penerapan komunikasi terapeutik antara perawat dan pasien di Puskesmas
Herlang, terkait dengan keluhan-keluhan masyarakat terkait dengan ketidakpuasan
masyarakat dalam pemberian layanan.dari penerimaan pesan.
Jadi dengan berkomunikasi yang baik akan menghadirkan pelayanan yang
terbaik kepada orang lain pada hakikatnya ia telah berbuat baik untuk dirinya
sendiri, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS.Al-Isra’ Ayat 7
Artinya :
Jika kamu berbuat baik,(berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka penulis dapat merumuskan masalah yang
akan dikaji dalam penelitian ini yaitu
1. Bagaimana penerapan komunikasi terapeutik yang diterapkan oleh
perawat terhadap pasien Puskesmas Herlang?
2. Bagaimana kendala-kendala yang dihadapi oleh para perawat
Puskesmas Herlang dalam menerapkan komunikasi terapeutik
pada para pasien ?
5
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu :
1. Untuk mengetahui penerapan komunikasi terapeutik yang
diterapkan oleh perawat terhadap pasien Puskesmas Herlang
2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh para
perawat Puskesmas Herlang dalam menerapkan komunikasi
terapeutik pada para pasien
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang dilakukan di Puskesmas Herlang,
maka manfaat penelitian yang dapat di peroleh :
1. Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis menambah
wawasan mengenai penerapan komunikasi terapeutik yang diterapkan
dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Hal ini
diwujudkan dalam sebuah penelitian, dengan metode penelitian kualitatif.
2. Secara praktis
a. Bagi Puskesmas
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Puskesmas Herlang
untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi masyarakat.
b. Bagi peneliti
Untuk memenuhi syarat kelulusan sebagai sarjana di Universitas
Muhammadiyah Makassar.
6
c. Bagi Universitas Muhammadiyah Makassar
Penelitian ini dapat menambah koleksi pustaka untuk bahan bacaan
dan kajian mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Peneliti Terdahulu
Beberapa penelitian terlebih dahulu yang pernah dilakukan sebagai salah
satu tinjauan pustaka yang dilakukan oleh penelitian :
1. Hajarudin(2014)
Judul Penelitian “Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik
Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Di Puskesmas Pleret Bantul
Yogyakarta”. Tujuan dari penelitian untuk mengetahui hubungan
antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kepuasan pasien
di Puskesmas Pleret Bantul Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian non-eksperimen dengan menggunakan pendekatan
cross-sectional. Subyek penelitian adalah pasien yang mendapatkan
penanganan oleh perawat di Puskesmas Pleret Bantul Yogyakarta.
Sampel penelitian diambil dengan teknik purposive sampling
berjumlah 30 orang pasien dan 10 orang perawat. Data diambil dengan
menggunakan kuesioner dan analisis data menggunakan korelasi
ChiSquare. Hasil analisa univariat menunjukkan bahwa sebagian besar
komunikasi terapeutik perawat berada dalam kategori baik yaitu
sebanyak 22 orang (73,3%) serta tingkat kepuasan respond.
Puskesmas Pleret Bantul Yogyakarta sebagian besar berada dalam
kategori puas yaitu sebanyak 24 orang (80,0%). Hasil analisa bivariat
pada uji statistik dengan menggunakan rumus analisis Chi Square
8
menunjukkan nilai korelasi sebesar 0,536 dan nilai p sebesar
0,384(p>0,05)yang berarti tidak terdapat hubungan antara komunikasi
terapeutik perawat dangan tingkat kepuasan pasien di Puskesmas
Pleret Bantul Yogyakarta. Persamaan dengan peneliti yang dilakukan
oleh peneliti adalah variabel bebas yaitu komunikasi terapeutik dan
variabel terikatnya yaitu kepuasan pasien, tempatnya di Puskesmas.
Perbedaannya terletak pada variabel bebasnya di tambah lagi yaitu
karakteristik perawat, jumlah sampel penelitiannya, metode
penelitiannya deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, dan jumlah
sampelpenelitiannya.
2. Priscylia A.C(2013)
Judul Penelitian “Hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan
kepuasan pasien diruang Rawat Inap Irina RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou
Manado”. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan
komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di Ruang
Rawat Inap Irina A RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Penelitian
ini menggunakan survey analitik dengan pendekatan cross sectional.
Teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Dari 67
responden menunjukkan bahwa keterampilan komunikasi terapeutik
perawat baik dan pasien merasa puas sebanyak 42 orang (91,3%), dan
keterampilan komunikasi terapeutik perawat baik dan pasien merasa
kurang puas sebanyak 4 orang (8,7%). Untuk keterampilan komunikasi
terapeutik kurang baik dan pasien merasa puas sebanyak 5 orang
9
(23,8%), dan keterampilan komunikasi terapeutik kurang baik dan
pasien merasa kurang puas sebanyak 16 orang (76,2%). Hasil uji chi
square diperoleh hasil nilai p value sebesar 0,000 (pv<0,05). Nilai
0,000 berada dibawah nilai alpha 5% (0,05). Persamaan dengan
peneliti yang dilakukan oleh peneliti adalah variabel bebas yaitu
komunikasi terapeutik dan variabel terikatnya yaitu kepuasanpasien.
Perbedaannya terletak pada variabel bebasnya di tambah lagi yaitu
karakteristik perawat, tempatnya di Puskesmas, dan jumlah sampel
penelitiannya.
3. Nur Rahma 2016
Judul Penelitian Komunikasi Terapeutik Antara Perawat Dan Pasien Di
Puskesmas Antang Perumnas Makassar. Hasil penelitian di Puskesmas
Antang Perumnas Makassar menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik
antara perawat dan pasien, telah berlangsung dengan baik. Hal ini
tercermin dari cara perawat memberikan komunikasi secara langsung
yang lembut dan ekspresi wajah yang menyenangkan kepada pasien
juga dengan bakat perhatian kepada pasien dengan mendegarkan
keluhan-keluhan pasien dengan seksama, memberikan umpan balik
yang mudah di mengerti dan selalu tersenyum dengan ramah dan
berbahasa dengan santun.
Faktor yang menghambat terjalinnya komunikasi terapeutik antara
Perawat dan pasien di Puskesmas Antang Perumnas Makassar yaitu;
faktor fisik berupa keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran pasien,
10
penggunaan bahasa karena perbedaan asal daerah antara perawat dan
pasien, latar belakang budaya yang berbeda yang menyebabkan
psikologi perawat dan pasien seringkali mengalami ketidakcocokan
misalnya intonasi suara dan terakhir faktor lingkungan misalnya
suasana besing yang menyebabkan komunikasi tidak berlangsung
dengan baik
B. Kerangka Teori
1. Komunikasi Terapeutik
a. Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi menurut Carl I.Hovland (dalam Ponco Dewi, 2018: 4) adalah
proses yang memungkinkan seseorang (kounikator) menyapaikan ransangan
untuk mengubah perilaku seseorang.
Komunikasi terapeutik adalah bentuk komunikasi yang bertujuan untuk
menyembuhkan. Menurut Stuart (dalam buku Suciata 2015:199)
menyatakan bahwa untuk komunikasi ini menggunakan prinsip hubungan
interpersonal. Istilah ini juga sering dipakai dalam psikologi konseling
dalam hubungan antara konselor dan klien. Klien secara sukarela akan
mengekspresikan perasaan dan pikirannya, sehingga beban emosi dan
ketegangan yang dirasakan dapat hilang sama sekali dan kembali seperti
semula.
Fungsi komunikasi terapeutik menurut Christina, 2003 (dalam
Mukhripah, 2010) adalah :
1) Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan
11
pasien melalui hubungan pasien dan perawat.
2) Mengidentifikasi, mengungkap perasaan dan mengkaji
masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.
Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi
professional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien.
Komunikasi interpersonal antara perawat dan pasien karena adanya
saling membutuhkan dan mengutamakan saling pengertian yang
direncanakan secara sadar dengan mengunakan ungkapan- ungkapan atau
isyarat tertentu dan bertujuan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi
terapeutik berbeda dari komunikasi sosial, yaitu pada komunikasi
terapeutik selalu terdapat tujuan atau arah yang spesifik untuk
komunikasi oleh karena itu, komunikasi terapeutik yaitu komunikasi
yang terencana. Komunikasi paling terapeutik berlangsung ketika pasien
dan perawat keduanya menunjukkan sikap hormat akan individualitas
dan hargadiri.
Perawat yang terapeutik berarti dalam melakukan interaksi dengan
klien atau pasien, interaksinya tersebut memfasilitasi proses penyembuhan.
Sedangkan hubungan terapeutik artinya adalah suatu hubungan interaksi
yang mempunyai sifat menyembuhkan, dan tentu saja hal ini berbeda
dengan hubungan sosial.
Komunikasi yang efektif dan penggunaan komunikasi terapeutik
merupakan komponen penting dalam kualitas asuhan keperawatan.
Komunikasi yang efektif memiliki peranan penting bagi kepuasan pasien,
12
pemenuhan perawatan dan proses pemulihan. Praktik komunikasi
terapeutik itu sendiri sangat dipengaruhi oleh latar belakang suasana. Oleh
karena itu, suasana yang nyaman akan sangat mendukung proses
berlangsungnya komunikasi terapeutik.
b. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Pelaksana komunikasi terapeutik bertujuan membantu pasien
memperjelas dan mengurangi beban pikiran dan perasaan untuk dasar
tindakan guna mengubah situasi yang ada apabila pasien percaya pada
hal-hal yangdiperlukan.
Komunikasi dengan pasien pada umumnya diawali sosial secara
singkat. Pesan yang disampaikan bersifat umum,belum membahas
sesuatu secara rinci. Interaksi pada tahap ini membuat kedua belah pihak
merasa aman karena dalam perbincangan yang dilakukan tidak terdapat
niat yang bertujuan menyingkap tabir rahasia seseorang. Mampu
terapeutik berarti seseorang mampu melakukan atau mengkomunikasikan
perkataan, perbuatan, atau ekspresi yang memfasilitasi proses
kesembuhan.
Menurut Stuart dalam Nurjannah (Nur Rahmah 2016 : 13) , tujuan
dari hubungan terapeutik adalah :
1) Kesadaran diri, penerimaan diri, dan meningkatnya
kehormatandiri
2) Identitas pribadi yang jelas dan meningkatnya kehormatandiri
3) Kemampuan untuk membentuk suatu keintiman, saling
13
ketergantungan, hubungan interpersonal dengan kapasitas
membericinta.
4) Mendorong fungsi dan meningkatkan terhadap kebutuhan yang
memuaskan dan mencapai tujuan pribadi yang realistik
2. Tehnik Komunikasi Terapeutik
Stuart dan Sundeen (dalam Suciata 2015) menyatakan bahwa
dalam sebuah komunikasi terapeutik dapat menerapkan beberapa teknik
tertentu. Teknik-teknik tersebut antara lain:
1) Mendegarkan (listening)
Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan nonverbal
bahwa perawat memberikan perhatian terhadap kebutuhan dan
masalah klien. Mendengarkan dengan penuh perhatian
merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan
nonverbal yang sedang dikomunikasikan. Keterampilan
mendengarkan penuh perhatian adalah dengan: pandang klien
ketika sedang bicara, pertahankan kontak mata yang
memancarkan keinginan untuk mendengarkan, sikap tubuh yang
menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau
tangan, hindarkan gerakan yang tidak perlu, anggukan kepala
jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan
balik, condongkan tubuh ke arah lawan bicara.
2) Bertanya(question)
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi
14
yang spesifik mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan
dikaitkan dengan topik yang dibicarakan dan gunakan kata-kata
dalam konteks sosial budaya klien. Selama pengkajian, ajukan
pertanyaan secara berurutan
3) Penerimaan
Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia
untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan
atau tidak setuju. Tentu saja sebagai perawat, kita tidak harus
menerima semua perilaku klien. Perawat sebaiknya
menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang
menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau
menggelengkan kepala seakan tidak percaya.
4) Klarifikasi
Apabila terjadi kesalahpahaman, perawat perlu menghentikan
pembicaraan untuk mengklarifikasi dengan menyamakan
pengertian, karena informasi sangat penting dalam memberikan
pelayanan keperawatan. Agar pesan dapat sampai dengan benar,
perawat perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah
dimengerti klien.
5) Menyampaikan Hasil Observasi
Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan
menyatakan hasil pengamatannya, sehingga dapat diketahui
apakah pesan diterima dengan benar. Perawat menguraikan
15
kesan yang ditimbulkan oleh syarat nonverbal klien.
Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat klien
berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan
atau mengklarifikasi pesan
a. Proses Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan
1) Proses Komunikasi
a) Reference, stimulus yang memotifikasi seseorang untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Dapat berupa pengalaman,
idea tau tindakan.
b) Pengiriman/sumber/encorder, disebut juga komunikator. Bisa
perorangan ataukelompok.
c) Pesan/berita, informasi yang dikirimkan. Dapat berupa kata-
kata, gerakan tubuh atau ekspresiwajah.
d) Media/ saluran, alat untuk sarana yang dipilih pengirim untuk
menyampaikan pesan penerima/sasaran
2) Komunikasi Terapeutik dalam Perawatan
a) Pengkajian, menentukan kemampuan dalam proses informasi,
mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk
menentukan batas interview
b) Diagnosa keperawatan, analisa tertulis dari penemuan
pengkajian, diskusi dengan klien dan keluarga untuk
menentukan metode implementasi.
16
c) Rencana tujuan, membantu pasien untuk memenuhi
kebutuhan sendiri
d) Implementasi, memperkenalkan diri kepada pasien,
membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman
pribadinya.
e) Evalusai, pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam
mengkaji dan memenuhi kebutuhan sendiri.
(Nur Rahmah
2016 : 15)
3. Kendala-Kendala Dalam Proses Komunikasi
Kendala atau hambatan dalam komunikasi dapat diartikan
sebagai halangan atau rintangan yang dialami. Evektivitas komunikasi
salah satunya akan sangat tergantung pada seberapa besar hambatan yang
terjadi, dalam setiap kegiatan komunikasi, sudah dapat dipastikan akan
menghadapi berbagai hambatan, oleh karena itu komunikator perlu
memahami setiap hambatan komunikasi, agar ia dapat mengantisipasi
hambatan tersebut.
Adapun hambatan-hambatan komunikasi antara lain :
1) Hambatan Teknis
Keterbatasan fasilitas dan peralatan komunikasi, dari sisi
teknologi, semakin berkurang dengan adanya temuan baru
dibidang kemajuan teknologi komunikasi dan informasi,
sehingga saluran komunikasi dapat diandalkan dan efesien
sebagai media komunikasi.
17
2) Hambatan Semantik
Gangguan semantic menjadi hambatan dalam proses
penyampaian pengertian atau secara efektif. Definisi
semantik sebagai studi idea atas pengertian, yang
diungkapkan lewat bahasa. Kata-kata membantu proses
pertukaran timbal balik arti dan pengertian (komunikator
dan komunikan), tetapi seringkali proses penafsirannya
keliru. Tidak adanya hubungan antara symbol (kata) dan
apa yang disimbolkan (arti atau penafsiran), dapat
mengakibatkan kata yang dipakai ditafsirkan sangat
berbeda dari apa yang dimaksudkan sebenarnya. Untuk
menghindari mis komunikasi, seorang komunikator harus
memilih kata-kata yang tepat sesuai dengan karakteristik
komunikasinya, dan melihat kemungkinan penafsiran
terhadap kata-kata yang dipakainya.
3) Hambatan Manusiawi
Terjadi karena adanya factor, emosi dan prasangka pribadi,
persepsi, kecakapan atau ketidakcakapan, kemampuan alat-
alat pancaindra seseorang dan lain-lain.
Menurut Cruden dan Sherman :
a) Hambatan yang berasal dari perbedaan individual
manusia, perbedaan persepsi, perbedaan umur,
perbedaan keadaan emosi, keterampilan
18
mendengarkan, perbedaan status pencarian
informasi dan penyaringan informasi.
b) Hambatan yang ditimbulkan oleh iklim psikologis,
suasa iklim kerja dapat mempengaruhi sikap dan
perilaku efektifitasnya komunikasi. ( Rismayanti,
2018:830-831)
4. Elemen-Elemen Komunikasi
Dalam proses komunikasi, satu elemen tidak lebih baik atau lebih penting
dibanding elemen yang lain. Proses komunikasi akan berlangsung baik dan
bermakna bila semua elemen yang terlibat dapat berjalan sebagaimana
mestinya. Elemen-elemen ini sangat terkait dan mempengaruhi satu sama
lainnya.
Elemen-elemen dalam komunikasi antara lain: Sumber, Komunikator,
Pesan, Media, Komunikan, Umpan balik, dan Efek.
a. Sumber
Sumber adalah dasar yang digunakan dalam penyampaian pesan dan
digunakan dalam rangka memperkuat pesan itu sendiri. Sumber komunikasi
dapat berupa orang, buku, dokumen, lembaga atau sejenisnya (A.W. Widjaja,
2000:30 dalam Mundakir 2016:21)
Sumber disini dibedakan dengan komunikator, karena sumber adalah
sesuatu yang pasif yang diaktifkan keberadaanya oleh komunikator.
19
Sumber sangatlah penting untuk menentukan atau menilai kualitas ko-
munikasi, bahkan seseorang yang fanatik akan sangat tergantung dari sumber
komunikasi yang ada, dia akan menerima pesan bila berasal dari sumber yang
diyakininya. Dalam dunia penulisan, sumber merupakan salah satu aspek
untuk menilai ilmiah atau tidaknya sebuah pesan atau informasi.
b. Komunikator adalah orang ataupun kelompok yang menyampaikan pesan
atau stimulus kepada orang atau pihak lain (komunikan), dan diharapkan
orang/pihak lain yang menerima pesan tersebut memberikan respon atau
jawaban (feedback) agar proses komunikasi dapat berlangsung dengan
baik, sehingga komunikator dapat berperan sebagai komunikan, dan
komunikan dapat bertindak sebagai komunikator.(Mundakir 2016:22-23)
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar menjadi komunikator
yang baik:
1) Penampilan
Penampilan yang baik, sopan dan menarik sangat berpengaruh dalam
proses komunikasi. Sebagai seorang perawat, penampilan yang bersih,
sopan dan menarik sangat perlu dalam menjalankan perannya dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada klien.
2) Penguasaan masalah
Sebelum melakukan komunikasi seorang komunikator hendaknya
faham dan yakin betul bahwa apa yang akan disampaikan merupakan
permasalahan yang penting. Penguasaan masalah ini sangat penting
terutama bila dalam proses komunikasi tersebut terjadi feedback.
20
Penguasaan masalah bagi komunikator dapat meningkatkan keper-
cayaan komunikan terhadap komunikator. Misalnya seorang perawat
sebelum menjelaskan tentang masalah kebutuhan cairan klien, perawat
harus terlebih dahulu menguasai materi tentang jenis-jenis kebutuhan
cairan
3) Penguasaan bahasa.
Proses komunikasi akan berjalan lambat apabila bahasa yang digunakan
kurang sesuai dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh penerima
pesan. Penguasaan bahasa yang kurang baik dapat meyebabkan salah
tafsir atau mispersepsi
c. Pesan (message)
Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh
komunikator. Pesan adalah isi stimulus yang dikeluarkan oleh
komunikator (sumber) kepada komunikan penerima).
Pesan dapat disampaikan dengan cara langsung atau lisan, tatap muka,
dan dapat pula melalui media atau saluran. Sedangkan materi atai isi pesan
dapat bersifat informative, persuasive dan koersif
Pesan yang disampaikan harus tepat dan mengena sasaran, dengan me-
menuhi syarat-syarat sebgai berikut:
1) Pesan harus direncanakan dengan baik sesui kebutuhan
2) Penyampaian pesan dengan menggunkan bahasa yang baik dan mudah
dimengerti oleh kedua belah fihak
21
3) Pesan harus menarik minat dna kebutuhan pribadi penerima serta
menimbulkan kepuasan
Hambatan-hambatan dalam penyampaian pesan dapat berasal dari a)
hambatan bahasa (Language factor) dan b) hambatan tehnis (noice fac-
tor).Sedangkan Pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat ber-
bentuk: pengetahuan, pengalaman masa lalu, perasaan, atau posisi dalam
system sosiokultural. (Mundakir 2016:23-24)
d. Channel
Channel adalah saluran/sarana untuk penyampaian pesan atau biasa di
sebut juga media.
Menurut Mundakir 2016:23-24 media komunikasi dapat dikategorikan
dalam tiga bagian, yaitu:
1) Media Umum
Adalah media yang dapat digunakan oleh semua pihak yang terlibat
dalam komunikasi, media ini dapat berbentuk elektronik mauun non-
elektronik. Media ini biasanya dapat dipergunakan oleh masyarakat
umum, contohnya adalah telepon, HP, OHP, surat dinas, peta sebagainya
2) Media Massa
Adalah media yang digunakan untuk komunikasi massal (karena sifatnya
massal), misalnya Pers, Radio, Film, dan televisi.
3) Media Khusus
22
Adalah media yang hanya dapat dipergunakan oleh dan untuk orang-
orang tertentu saja yang mempunyai keahlihan dan kewenangan tertentu,
misalnya sandi atau kode-kode dalam komunikasi intelejen, kode atau
simbul-simbul khusus dalam dunia kedokteran dan sebagainya.
e. Komunikan
Komunikan adalah penerima pesan. Penerima pesan dapat di
golongkan dalam tiga jenis, yaitu persona, kelompok, dan massa.
Syarat yang harus dimiliki oleh komunikan adalah:
1) Ketrampilan menangkap dan meneruskan pesan
2) Pengetahuan yang cukup tentang materi yang dikomunikasikan
3) Sikap yang jujur dan siap untuk menerima dan memberi pesan
Factor lain yang perlu diperhatikan adalah kerangka pengetahuan
(frame of reference) dan lingkup pengalaman (field of experience), agar
pelaksanaan komunikasi dapat berlangsung efektif. (Mundakir 2016:26)
f. Feed Back
Feed Back merupakan respon komunikan terhadap pesan yang diterima baik
secara verbal maupun non verbal.Adanya Feed Back membantu ko-
munikator dalam menilai apakan pesan yang disampaikan kepada ko-
munikan dimengerti atau tidak.Dengan demikian perawat sebagai ko-
munikator perlu memberi kesempatan untuk terjadainya Feed Back dari
klien.Agar terjadi umpan balik yang baik, maka harus memenuhi Syarat-
syarat dibawah ini:
23
1) Jujur
2) bersifat khusus dan jelas (deskriptif )
3) Mengenai sesuatu dimana seseorang tersebut dapat berbuat apa-apa
(merupakan bagian dari solusi)
4) Jangan bersifat penilaian
5) merupakan hasil oriented bukan person oriented
6) perhatikan timing yang tepat
Selama proses komunikasi berlangsung, feedback dapat terjadi
dengan berbagai macam karakteristik klien sesuai dengan konteks
komunikasi.
5. Perawat
a. Pengertian Perawat
Menurut kamus umum Bahasa Indonesia, perawat adalah juru rawat,
seseorang yang menjaga dan menolong orang yang sakit. Tugas perawat
adalah menolong dan membantu individu baik yang sedang sakit ataupun
sehat tapi masih dalam perobatan, melakukan kegiatan memulihkan
dan mempertahankan serta meningkatkan kesehatan pasien
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan,
baik dalam negeri maupun di luar negeri yang diakui, oleh pemerintah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Budiono, 2016
:10 )
Menurut UU RI.No. 23, perawat adalah mereka yang memiliki
kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan
24
berdasarkan ilmu yang memiliki diperoleh melalui pendidikan
keperawatan.
b. Peran Perawat
Keperawatan memiliki peran-peran pokok dalam pelayanan kesehatan
masyarakat. Ciri dari praktik professional adalah adanya komitmen yang
kuat terhadap kepedulian individu, khususnya kekuatan fisik,
kesejahteraan dan kebebasan pribadi, sehingga dalam praktik selalu
melibatkan hubungan yang bermakna. Oleh karena itu, seorang
professional harus memili orientasi pelayanan, standar praktik dan ode etik
untuk melindungi masyarakat serta memajukan profesi. Peran pokok
perawat antara lain sebagaiberikut:
Pertama, sebagai caregiver (pengasuh). Peran perawat sebagai
pengasuh dilakukan dengan memperlihatkan keadaan kebutuhan dasar
manusia melalui pemberian pelayanan keperawatan. Pelayanan
keperawatan dilakukan mulai dari yang paling sederahana sampai yang
paling kompleks,sesuai dengan kebutuhan pasien.
Kedua, seabagai clientadvocate (advokat klien). Peran perawat
sebagai advokat klien berorientasi membantu/melayani klien dalam
menginterpretasikan sebagai informasi dan pemberi pelayanan
khususnyadalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan.
Perawat juga berperan dalam mempertahankan dan melindungi hak-hak
pasien meliputi: (1) Hak atas pelayanan sebaik-baiknya, (2) Hak atas
informasi tentang penyakitnya, (3) Hak atas kebebasan pribadinya (privacy),
(4) Hak untuk membantu nasibnya sendiri, dan (5) Hak menerima ganti rugi
akibat kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Ketiga, sebagai counselor. Peran perawat sebagai konselor yaitu
25
pada saat klien menjelaskan perasaannya dan hak-hak yang berkaitan
dengan keadaannya.
Keempat, sebagai educator (pendidik). Peran perawat sebagai
pendidik: membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan
kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi
perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
Kelima, sebagai coordinator (kordinator). Perawat melakukan
kordinasi, yaitu mengarahkan, merencanakan, dan mengoordinasikan
pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi pelayanan
kesehatan dapat mengerti dan melakukan praktik sesuai denagn kebutuhan
klien.
Keenam, sebagai collaborator. Peran perawat bekerja bersama
dan/atau melalui tim kesehatan yang terdiri dari tenaga kesehatan, seperti
dokter, perawat dan lain sebagainya. Bersama-sama berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang dibutuhkan oleh klien. Upaya
yang dilakukan dimulai dari diskusi, untuk menentukan pelayanan yang
tepat. Perawat tidak bisa menjalankan peraan ini apabila tidak bekerja sama
dengan tenaga kesehatan lainnya.
Ketujuh, sebagai consultan. Peran perawat sebagai konsultan yaitu
sebagi tempat bertanya dan berkonsultasi. Dengan Mengadakan
perencanana, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai
dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.(Nisya dan Hartanti
2013:51)
c. Fungsi Perawat
Fungsi utama perawat adalah membantu pasien/klien baik dalam
kondisi sakit maupun sehat, untuk meningkatkan derajat kesehatan melalui
26
layanan keperawatan. Dalam menjalankan perannya, perawat akan
melaksanakan berbagai fungsi independen, fungsi dependen, dan fungsi
interpenden.
1) Fungsi Independen
Fungsi independen merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung
pada orang lain, dimana perawat dalam menjalankan tugasnya
dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan
tindakan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia.
2) Fungsi Dependen
Fungsi dependen merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan
kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain.
3) Fungsi Interpenden
Fungsi interpenden merupakan fungsi yang dilakukan dalam
kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan antara tim satu
denganlain (Nisya dan Hartanti 2013:53)
d. Kedudukan Perawat
Profesi keperawatan tentunya menempatkan perawat pada
kedudukan tersendiri dalam sistem pelayanan kesehatan Indonesia. Tetapi
saat ini, masih banyak asumsi yang menganggap perawat adalah pelengkap
dalam dunia medis. Padahal yang merupakan suatu bentuk pelayanan
professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan.
Kedudukan keperawatan sebagai ilmu bukan hanya sebatas teori saja tetapi
memiliki bentuk aplikasi yang dijalankan di lapangan. Perannya
bersinggungan dan berhubungan langsung dengan pasien/klien. Profesi
keperawatan berorientasi pada pelayanan masalah kesehatan yang diderita
27
oleh pasien/klien. Kehadirannya adalah mengupayakan agar pasien/klien
mendapatkan kesembuhan atas masalah kesehatan yang diderita oleh pasien.
Keperawatan mempunyai empat tingkatan pasien/klien yaitu individu,
keluaraga, kelompok, komunitas, dan pelayanan keperawatan terhadap
pasien/klien mencakup seluruh rentang pelayanan kesehatan (Nisya dan
Hartanti 2013:54)
e. Sikap perawat dalam komunikasi
Sikap merupakan komunikasi non verbal yang dilakukan melalui
pergerakan tubuh, terdiri dari:
1) Ekspresi muka: posisi mulut, alis, mata, senyum dan lainnya perawat
sangat perlu melakukan validasi persepsi dari ekspresi muka yang
ada pada pasien sehingga perawat tidak salah mempersepsikan apa
yang diobservasi dari klien.
2) Gesture (gerak, isyarat, sikap), sikap atau cara untuk menghadirkan
diri secara fisik sehingga dapat memfasilitasi komunikasi
yangterapeutik
3) Gerakan tubuh dan postur, membungkuk kearah pasien merupakan
posisi yang menunjukkan keinginan untuk mengatakan untuk
tetapberkomunikasi.
4) Gerak mata, gerak atau kontak mata diartikan sebagai melihat
langsung ke mata orang lain. Kontak mata merupakan kegiatan yang
menghargai pasien dan mengatakan keinginan untuk tetap
berkomunikasi. (Machfoedz :86)
f. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Pasien
Pada dasarnya, hubungan perawat dan pasien bersifat professional
28
yang diarahkan pada pencapaian tujuan. Kewajiban perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan dikembangkan dengan hubungan saling
percaya. Hubungan tersebut dibentuk dalam interaksi, bersifat terapeutik,
dan bukan hubungan sosial. Hubungan perawat dan klien sengaja dijalin
terfokus pada klien, sehingga bertujuan menyelesaikan masalah klien.
Hubungan yang baik antara perawat dengan pasien akan terjadi apabila:
1) Terdapat rasa saling percaya antara perawat dengan pasien.
2) Perawat benar-benar memahami tentang hak-hak pasien dan harus
melindungi hak tersebut, salah satunya adalah hak untuk menjaga
privasi pasien.
3) Perawat harus peka terhadap perubahan-perubahan yang mungkin
terjadi pada pribadi pasien yang mungkin terjadi pada pribadi
pasien yang disebabkan oleh penyakit yang dideritanya, antara lain
kelemahan fisik dan ketidakberdayaan dalam menentukan hak dan
kewajibannya denganbaik.
4) Perawat harus memahami keberadaan pasien sehingga dapat
bersikap sabar dan tetap memperhatikan pertimbangan etis
danmoral.
5) Perawat harus dapat bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas
segala resiko yang mungkin timbul selama pasien
dalamperawatannya.
6) Perawat sedapat mungkin berusaha untuk menghindari konflik
antara nilai- nilai pribadi pasien dengan cara membina hubungan
baik antara pasien, keluarga, dan teman sejawat serta dokter untuk
kepentingan pasien.
Dalam menjalin hubungan perawat dengan pasien diperlukan
29
komunikasi interpersonal yang baik. Komunikasi interpersonal yang disebut
juga dengan komunikasi terapeutik, merupakan komunikasi yang dilakukan
secara sadar, bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kegiatannya
dipusatkan untuk penyembuhanpasien.
Adapun fungsi komunikasi interpersonal yang dilakukan perawat
dengan pasien adalah mendorong dan menganjurkan untuk menjalin kerja
sama antara perawat dengan pasien. Perawat berusaha mengunggapkan
perasaan, menjalankan tugas, mengidentifikasi dan mengkaji masalah srta
mengevaluasi tindakan yangdilakukan dalamperawatan.
Disamping itu, tujuan komunikasi interpersonal yaitu membantu
pasien, mengurangi beban perasaan, pikiran dan sakit yang dideritanya.
Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu
memengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.(Nisya dan
Hartanti 2013:100)
6. Pasien
Pasien adalah orang yang memiliki kelemahan fisik atau mentalnya
menyerahkan pengawasan dan perawatan, menerima dan mengikuti
pengobatannya yang ditetapkan oleh tenaga kesehatan yang dikemukakan
oleh Prabowo (dalan Wilhamda, 2011)
30
C. Kerangka Pikir
Gambar 1
Sumber : Peneliti
D. Fokus Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ini diarahkan untuk menjawab
rumusan masalah yaitu pembaca dapat mengetahui pola komunikasi yang
digunakan di Puskesmas Herlang dalam melakukan pelayanan kesehatan kepada
pasien untuk mewujudkan pelayanan yang sesuai standard SOP sehingga pasien
Perawat
di Puskesmas
Penerapan
1. Mendengarkan
2. Bertanya
3. Penerimaan
4. Klarifikasi
5. Menyampaikan Hasil
Obsevervasi
Kendala
1. Hambatan
Semantik
2. Hambatan
Manusiawi
Komunikasi Terapeutik
Pasien
31
dan petugas kesehatan merasakan perasaan yang sama-sama puas dalam hal
pelayanan dan pencapaian petugas kesehatan dalam hal menciptakan citra baik
untuk Puskesmas Herlang.
E. Definisi Fokus
Pelayanan yang dilakukan Puskesmas Herlang harus di tingkat lebih baik
lagi dari tahun sebelumnya dengan melakukan komunikasi terapeutik yang efektif
kepada pasien, maupun keluarga pasien serta masyarakat sekitar Puskesmas.
Untuk membangun kepercayaan. Peneliti berusaha untuk mendeskripsikan lebih
jelas lagi tentang peran penting komunikasi terapeutik terhadap kepuasan pasien
dalam pelayanan yang diberikan dengan menyertakan teori-teori yang relevan
untuk menjawab permasalahan ini yaitu dengan memperhatikan faktor-faktor
penerapan komunikasi terapeutik, serta kendala-kendala yang mungkin saja terjadi
saat berkomunikasi dengan pasien, keluarga pasien dan masyarakat.
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian ini yaitu selama dua bulan, dimulai dari
pelaksanaan survey awal, penyusunan proposal sampai selesai melakukan
penelitian dan menyusun laporan penelitian. Tempat pelaksanaan penelitian ini di
Puskesmas Herlang yang berlamatkan di Kelurahan Tanuntung, Kecamatan
Herlang, Kabupaten Bulukumba.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
Jenis dan tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yaitu
metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran
atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif, dengan metode
wawancara.Jenis wawancara yang sudah termasuk dalam kategori indepth
interview yang direkam menggunakan tape recorder atau rekam suara HP
pelaksanaan wawancaranya secara terstruktur.
C. Informan
Informan penelitian ini yaitu para perawat puskesmas Herlang sebanyak 5 orang,
pasien 5 orang dan keluarga pasien sebanyak 5 orang, dengan mewancarai mereka
di Puskesmas Herlang untuk mengetahui sejauh mana penerapan komunikasi
terapeutik yang dilakukan perawat kepada pasien di Puskesmas Herlang.
D. Tehnik Pengumpulan Data
33
Adapun tehnik pengumpulan data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Tehnik Wawancara
Tehnik wawancara dilakukan untuk memperoleh keterangan perawat, pasien dan
keluarga pasien Puskesmas Herlang dalam melakukan Komunikasi Terapeutik.
Wawancara dilakukan dengan bertatap muka dengan para perawat, pasien dan
keluarga pasien yang adai di Puskesmas Herlang. Wawancaranya Secara
terstruktur, dengan mempertanyakan hal-hal yang berkaitan dengan penerapan
komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat kepada pasien. Tujuan dari
wawancara ini adalah untuk mengetahui pemasalahan para perawat dalam
menerapkan komunikasi terapeutik kepada pasien, agar tidak terjadi simpansiur
atau tidak benar/tidak sesuai. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada
perawat, pasien dan keluarga pasien dijawab, didengarkan secara teliti dan
mencatat segala hal yang dikemukakan oleh infoman tersebut.
2. Tehnik Dokumentasi
Tehnik dokumentasi dilakukan berupa foto, foto yang dimasukkan dalam
lampiran, foto yang menggambarkan keadaan Puskesmas tersebut dan perawat,
pasien dan keluarga pasien yang menjadi informan, dokumen resmi yang
diperlihatkan oleh sekretaris Puskesmas Herlang, dari tehnik dokumentasi
menjadi hasil penelitian yang dilakukan peneliti sehingga menjadikan semakin
jelas dan kredibel karena didukung oleh foto-foto.
E. Tehnik Pengabsahan Data
34
Peneliti menggunakan triangulasi yaitu triangulasi tehnik dan sumber.
1. Triangulasi Teknik
Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam,
dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Peneliti
mengamati langsung saat perawat memberikan pelayanan terhadap
pasien, peneliti juga melakukan wawancara mandalam kepada perawat,
mengambil gambar yang dijadikan sebagai dokumentasi dan peneliti
melakukan wawancara kembali kepada informan yang baru yaitu pasien
dan keluarga pasien yang menjadi informan pembanding dari informan
sebelumnya sehingga peneliti bisa mengambil kesimpulan tentang hasil
observasi, wawancara dan dokumentasi
2. Triangulasi Sumber
Selain dari wawancara peneliti juga menggunakan Buku, gambar atau
foto dokumentasi tertulis, media massa
F. Tehnik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
deskriptif kualitatif. Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Bilken dalam
Moleong (2014) merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan
data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,
mencari dan menentukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
35
Penelitian ini data yang diperoleh dilapangan dianalisis menggunakan model
Miles dan Huberman dalam Prastowo (2012) yaitu melalui proses pengolahan
data dengan tahapan data reduction, data display, dan conclusion or verification
dan triangulasi.
a. Data reduction (reduksi data)
Merangkum hal-hal pokok menjadi beberapa pertanyaan lalu diajukan
kepada perawat yang mempermudah peneliti dalam melakukan
mengumpulkan data dan memperoleh gambaran jelas tentang pengaruh
komunikasi terapeutik antara perawat dan pasien.
b. Data display (penyajian data)
Data yang diperoleh mampu menjelaskan permasalahan apa yang terjadi di
Puskeasmas Herlang yang diuraikan secara singkat namum mampu
menjekaskan hal yang terjadi.
c. Conclusion or verification (kesimpulan atau verifikasi data)
Temuan baru menjadi tidak remang-remang lagi, namun menjadi jelas
letak kendala-kendala yang terjadi di tempat penelitian, yang di dukung
dengan data resmi, dokumentasi sehingga penilit dapat menarik
kesimpulan diadakan dengan penyajian data teks yang bersifat naratif.
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Sejarah Puskesmas Herlang
Puskesmas Herlang dibangun pada sejak tanggal 15 juni 1973 sebagai
Puskesmas Rawat Jalan dan pada tahun 2007 dilakukan peningkatan dengan
mengubah menjadi puskesmas rawat inap dan pelayanan persalinan sehingga
berubah status menjadi puskesmas perawatan dan berdasarkan Pemenkes No.
75 Tahun 2014 termasuk kriteria puskesmas perawatan pedesaan, adapun luas
wilayah administrasi kerja 40,42 Km2 yang terdiri dari 2 Kelurahan dan 3 Desa
yaitu :
a. Kelurahan Tanuntung terdiri dari 5 lingkungan,
b. Kelurahan Bonto Kamase terdiri dari 6 lingkungan,
c. Desa Gunturu terdiri dari 6 dusun,
d. Desa Pataro terdiri dari 4 dusun,
e. Desa Singa terdiri dari 4 dusun.
Puskesmas Herlang merupakan suatu Puskesmas yang terletak paling timur
dari Kabupaten Bulukumba. Lokasinya beralamatkan Jalan Karaeng
Makkaraseng No 2 bertempat di Kelurahan Tanuntung Kecamatan Herlang
Kabupaten Bulukumba, dengan batas wilayah kerja administrasi yaitu :
Utara : Kelurahan Tanajaya dan Desa Lembang Lohe Kecamatan Herlang
37
Barat : Desa Tugondeng wilayah Puskesmas Karassing Kecamatan
Herlang
Timur : Teluk Bone
Selatan : Desa Eka Tiro Kecamatan Bontotiro dan Desa Borong wilayah
Puskesmas Karassing Kecamatan Herlang
2. Jenis dan Jumlah Pegawai
Jumlah pegawai di Puskesmas Herlang sampai dengan tahun 2020 adalah 73
orang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil PNS sebanyak 23 orang dan tenaga
sukarela/magang sebanyak 48 orang, untuk jenis dan distribusi dapat dilihat tabel
dibawah ini.
38
Tabel 1
Distribusi Jenis dan Jumlah Pegawai Puskesmas Herlang Tahun 2020
No Jenis Pendidikan Puskesmas
Herlang PNS
Puskesmas Herlang
Non PNS
Pustu
PNS
Poskes
Des
PNS
1
S2 Kesehatan
Masyarakat 2
2
S1 Kedokteran
Umum 1 1
3 S1 Kedokteran Gigi
4 S1 Kesmas 2 4
5 S1 Kep + Ners 2 2 4
6 S1 Kefarmasian 1
7 D3 Farmasi 1
8 D3 Keperawatan 1 4
9 D3 Kebidanan 2 13 4
10 D3 Perawat Gigi 1
11 D3 Gizi 1 1
12 D3 Analis 2
13 D3 Kesling
14 SMA 7
15 S1 Akuntansi 1
16 D IV Kebidanan 2
17 D I Gizi 1
18 D I Kebidanan 1
19 Sopir 2
20 Cleaning Service 2
Jumlah 23 42 4 4
Sumber : Data Sekretaris Puskesmas Herlang
3. Keadaan Demografis
Jumlah penduduk dalam cakupan wilayah Puskesmas Herlang 16.750 jiwa,
terdiri dari 8315 jiwa laki-laki dan 8435 jiwa perempuan tahun 2020.
39
Tabel 2
Jumlah Penduduk Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2020
Sumber : Data Puskesmas Herlang
4. Tingkat Pendidikan
Pada tahun 2019, presentase penduduk diwilayah kerja puskesmas
herlang yang berusia 15 tahun ke atas yang tidak memiliki ijazah SD
sebesar 11,69%, sebesar 13,99% bersekolah di SD/MI, 6,84% di
SMP/MTS, 6,01% di SMA/MA/SMK, 1,74% Diploma I / II, 3,69%
Akademi/Diploma III, 2,30% Universitas/Diploma IV dan 0,22% S2/S3
(Magister / Doktor ) Data terperinci lihat pada tabel
No Desa/Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Tanuntung 1.642 1.671 3.313
2 Bontokamase 2.074 2.130 4.204
3 Gunturu 1.728 1.756 3.484
4 Pataro 1.215 1.256 2.471
5 Singa 1.656 1.622 3.278
Jumlah 8.315 8.435 16.750
45
Tabel 3
PENDUDUK BERUMUR 15 TAHUN KE ATAS YANG MELEK HURUF DAN
IJAZAH TERTINGGI YANG DIPEROLEH MENURUT JENIS KELAMIN PUSKESMAS HERLANG TAHUN 2019
NO VARIABEL
JUMLAH PRESENTASE
LAKI-LAKI PEREMPUAN LAKI-LAKI PEREMPUAN
LAKI-LAKI
PEREMPUAN LAKI-LAKI PEREMPUAN
1 2 3 4 5 6 7 8
1 PENDUDUK BERUMUR 15 TAHUN KETAS 7,553 7,641 15,194
2 PENDUDUK BERUMUR 15 TAHUN KETAS YANG MELEK HURUF
3,488 3,575 7,063 49,38 50,62 100.00
3 PRESENTASE PENDIDIKAN TERTINGGI YANG DITAMATKAN
a. TIDAK MEMILIKI IJAZAH SD 867 909 1,776 11,48 11,9 11,69
b. SD/MI 1,099 1,026 2,125 14,55 13,43 13,99
c. SMP/MTs 549 491 1,040 7,27 6,43 6,84
d. SMA/MA 441 472 913 5,84 6,18 6,01
e. SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
f. DIPLOMA I/DIPLOMA II 115 149 264 1,52 1,95 1,74
g. AKADEMI/DIPLOMA III 264 297 561 3,5 3,89 3,69
h. UNIVERSITAS/DIPLOMA IV 134 216 350 1,77 2,83 2,30
i. S2/S3 (MASTER/DOKTOR) 19 15 34 0,25 0,20 0,22
Sumber : Kantor Camat Herlang
46
5. Visi, Misi Puskesmas Herlang
a. Visi
Terwujudnya masyarakat diwilayah Puskesmas Herlang hidup sehat
dan mandiri melalui penyelanggaraan pembangunan kesehatan yang
optimal.
b. Misi
Untuk mewujudkan visi tersebut ada 3 (Tiga) misi yang diemban oleh
seluruh jajaran petugas kesehatan puskesmas sebagai kontribusi dalam
penyelenggaraan pemerintahan, yaitu :
1) Mengutamakan Pelaksanaan Promotif dan Preventif yang
Beriorientasi aspek kesehatan lingkungan dan PHBS sebagai
Pilar Utama.
Kesehatan lingkungan adalah suatu ilmu dan seni dalam
mencapai keseimbangan antara lingkungan dan manusia, dan
juga merupakan ilmu dan seni mengelola lingkungan agar bisa
menciptakan kondisi lingkungan yang bersih, sehat, nyaman
dan aman serta terhindar dari berbagai macam penyakit.
Sedangkan PHBS atau Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah
wujud keberdayaan masyarakat yang sadar, mau dan mampu
mempraktekkan setiap sisi kehidupan manusia kapan saja dan
dimana saja yang akan membentuk kebiasaan sehingga
melekat dalam diri seseorang.
47
Memberdayakan serta mendorong kemandirian
masyaratkat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan
dengan mengupakayakan agar perilaku hidup bersih dan sehat
menjadi kebutuhan masyarakat.
Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap
individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta.
Apapun yang akan dilakukan pemerintah dalam pembangunan
kesehatan, tidak akan ada artinya bila tidak disetai kesadaran
setiap individu, keluarga dan masyarakat untuk meningkatkan
dan menjaga kesehatnnya masing-masing secara sendiri.
Upaya pemerintah untuk terus memperluas cakupan
pembangunan kesehatan dan meningkatkan kualitasnya harus
disertai upaya mendorong kemandirian individu, keluarga dan
masyarakat luas untuk hidup sehat
2) Memberikan pelayana kesehatan tingkat pertama secara
profesional yang bermutu, merata dan terjangkau. Salah satu
tanggung jawab seluruh jajaran kesehatan adalah menjamin
tersedianya pelayanan kesehatan yang berkualitas, merata,
terjangkau oleh setiap individu, keluarga dan masyarakat luas.
Pelayanan kesehatan yang berkualitas, merata dan terjangkau
dimaksud diselanggarakan bersama oleh pemerintah dan
masyarakat, termasuk swasta.
Penyelenggaraan upaya kesehatan mengutamakan upaya-
48
upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit yang
didukung oleh upaya-upaya pengobatan segera dan pemulihan
kesehatan. Agar dapat memelihara dan meningkatkan
kesehatan individu, keluarga dan masyarakat diperlukan
lingkungan yang kondusif. Masalah lingkungan fisik dan
biologis yang buruk adalah faktor penentu penularan penyakit
saluran pernapasan dan pencernaan. Masalah asap rokok kini
muncul sebagai isu Hak Asasi Manusia, karena udara segar
bebas asap rokok hak bagi semua orang. Lebih jauh lagi, bagi
bukan perokok pun, asap rokok meningkatkan resiko kanker
paru secara bermakna.
6. Tujuan
a. Tujuan Umum
Meningkatkan kemampuan manajemen puskesmas dalam
mengelola kegiatannya untuk meningkatkan fungsi Puskesmas
sebagai pusat pengembangan, pendidikan, pembinaan dan
pelaksanaan upaya kesehatan di wilayah kerjanya.
b. Tujuan Khusus
1) Tersusunnya Rencana Usulan Kegiatan (RUK) Puskesmas
yang akan dilaksanakan pada tahun 2020, dalam upaya untuk
mencapai target dan sasaran yang telah ditetapkan,
peningkatan mutu pelayanan kesehatan serta pengembangan
pelayanan kesehatan yang inovatif di wilayah kerja puskesmas
49
2) Tersusunnya Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK)
Puskesmas yang akan dilaksakan pada tahun 2020 sesuai arah
dan kebijakan penyelanggaraan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat
7. Tugas pokok dan Fungsi
a. Tugas Pokok
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan
untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah
kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat.
b. Fungsi
Puskesmas dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan
mempunyai fungsi sebagai berikut :
1) Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya
2) Penyelanggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya
50
ALUR PELAYANAN PASIEN PUSKESMAS HERLANG
Bagan 1
Alur Pelayanan Pasien Puskesmas Herlang
Sumber : Data Puskesmas Herlang
Bagan di atas menjelaskan bahwa alur pelayanan pasien Puskesmas
Herlang, pasien yang butuh penanganan medis terlebih dahulu harus ke loket
untuk mengambil kartu pemeriksaan. Selanjutnya diarahkan ke unit pelayanan
pemeriksaan pasien, pasien mendapatkan layanan sesuai dengan kebutuhannya.
Kemudian diarahkan kembali jika memerlukan konseling terkait keluhan pasien
maka akan dirujuk internal kepada konselor terkait namun jika memerlukan
pemeriksaan penunjang maka pasien dirujuk ke unit terkait sesuai kebutuhan
pasien. Setelah petugas pelayanan tersebut menerima hasil pemeriksaan
Pasien
Datang
Petugas Loket Layanan Puskesmas : Poli umum,
Poli gigi, KIA, UGD
Masalah
Konseling
Penunjang
Pelayanan Obat
Rujuk
Pasien Pulang
51
penunjang, maka petugas menegakkan diagnosa dan menulis resep. Pasien di
arahkan untuk menyerahkan resep kepelayanan obat. Petugas obat menyerahkan
obat kepada pasien dan menjelaskan aturan minum. Pasien Pulang
B. Hasil Penelitian
Peneliti akan menjelaskan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai
komunikasi terapeutik antara perawat dan pasien di Puskesmas Herlang.
Adapun hasil dalam penelitian ini menggunakan tehnik wawancara dan
dokumentasi, peneliti menjelaskan hasil dengan mengacu pada indentifikasi
masalah yang peneliti buat yaitu penerapan komunikasi terapeutik yang
dilakukan perawat kepada pasien di Puskesmas Herlang dan kendala yang
dihadapi perawat saat melakukan penerapan komunikasi terapeutik.
1. Penerapan Komunikasi Terapeutik Para Perawat dalam Proses
Penyembuhan Pasien di Puskesmas Herlang
Perawatan untuk UGD, rawat inap, di Puskesmas Herlang merupakan
salah satu bentuk proses pengobatan oleh tenaga pelayanan kesehatan
Profesional pada pasien yang menderita suatu penyakit tertentu, dengan cara
diinapkan di ruang rawat inap tertentu sesuai dengan penyakitnya yang telah
dialami, pihak penyedia pelayanan kesehatan mempersiapkan fasilitas rawat
inap disediakan dan dijalankan secara sistematis oleh tenaga medis dan
nonmedis.
Komunikasi terapeutik bertujuan untuk kesembuhan pasien. Pemahaman
perawat tentang komunikasi terapeutik perlu dikertahui arti pentingnya sebuah
komunikasi terapeutik terutama dibidang pelayanan kesehatan. Komunikasi
52
terapeutik yang dilakukan oleh perawat berupa keterbukaan terhadap informasi
yang perlu disampaiankan oleh perawat, empati terhadap pasien, memberikan
sikap mendukung, sikap positif kepada pasien serta memberikan
kesamaan/kesetaraan dalam memberikan layanan. Kualitas Komunikasi
Terapeutik dapat diketahui dari pelayanan yang dirasakan oleh pasien serta
tingkat kepuasan yang dirasakan oleh pasien.
1.1. Mendengarkan
Stuart dan Sundeen (dalam Suciata 2015) menyatakan bahwa dalam
sebuah komunikasi terapeutik dapat menerapkan beberapa teknik tertentu. Salah
satunya Mendegarkan (listening) yaitu berusaha mendengarkan klien
menyampaikan pesan nonverbal bahwa perawat memberikan perhatian terhadap
kebutuhan dan masalah klien. Pandang klien ketika sedang bicara, pertahankan
kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan, sikap tubuh
yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan,
hindarkan gerakan yang tidak perlu, anggukan kepala jika klien membicarakan hal
penting atau memerlukan umpan balik, condongkan tubuh ke arah lawan bicara.
Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Herlang diketahui dalam
pelayanan perawat mengenai penanganan pasien dengan berbagai cara yang
dilakukan seperti yang dikemukakan oleh koordinator perawat Nurwahida.S.Kep,
Ns di ruangan UGD Puskesmas Herlang :
“Caranya mendengarkan dengan penuh perhatian menatap mata pasien dan
menganggukkan kepala terhadap apa yang disampaikan pasien dan
keluarganya setelah itu memberikan pengertian kepada pasien untuk
53
mengurangi beban pikiran serta dapat menghilangkan kecemasan pada
pasien, menatap pasien ketika pasien berbicara dengan saya,”
Mendengarkan dengan penuh perhatian upaya untuk mengerti seluruh
pesan verbal dan nonverbal yang berlangsung. Menatap mata lawan berbicara
ketika berkomunikasi adalah salah satu tehnik dalam komunikasi terapeutik.
Kontak mata merupakan kegiatan yang menghargai pasien dan mengatakan
keinginan untuk tetap berkomunikasi Keterampilan mendengarkan dan
melakukan komunikasi kesehatan untuk memberikan solusi dengan efektif akan
menghilangkan rasa kecemasan pasien yang berlebihan.
Kemudian wawancara yang penulis lakukan dengan perawat Kasmira Ferli,
S.Kep, Ns mengatakan bahwa :
“Cara melakukan komunikasi terapeutik yaitu menyapa pasien,
menanyakan keluhannya lalu saya mendengarkakan apa yang pasien
katakan dengan penuh perhatian, bertatap mata, dan tersenyum ketika
berinteraksi dengan pasien, mempertanyakan kembali kepada pasien hal
yang belum dimengerti serta tidak melipat tangan. Komunikasi
terapeutik evektif diterapkan karena mempererat BHSP (Bina Hubungan
Saling Percaya) terhadap pasien,”
Wawancara dengan perawat Hamdayani, S.Kep, Ns mengatakan bahwa :
“Saya menunjukkan sikap sebagai pendengar yang baik dan
menunjukkan mimik wajah yang simpati”
Perawat harus menyampaikan tanggapan balik kepada pasien berdasarkan
pengamatannya, agar diketahui pesannya diterima dengan benar dengan bertatap
muka serta tidak melipat tangan saat berbicara.
54
Berbekal kemampuan komunikasi merupakan pendorong utama dalam
mencapai komunikasi terapeutik antara perawat dan pasien serta dalam penerapan
komunikasi terapeutik mempererat hubungan antara pasien dan perawat
Diperjelas oleh seorang pasien Isya yang mengatakan bahwa :
“ Injo perawatka nalangngere haji-haji ja punna rie ku pau parrisi’ku,
ammake bahasa konjo ri nakke ka nakke tala sanna kusse Bahasa
Indonesia”
(Perawat mendengarkan dengan baik semua keluhan yang saya sampaikan
dan memberikan respon baik dengan bahasa yang mudah saya mengerti)
Berdasarkan uraian di atas bahwa komunikasi terapeutik yang diterapakan oleh
perawat salah satunya memberikan sifat positif dengan mendengarkan dengan
baik keluhan-keluluhan yang dirasakan oleh pasien.
1.2. Bertanya
Stuart dan Sundeen (dalam Suciata 2015) menyatakan bahwa dalam
sebuah komunikasi terapeutik dapat menerapkan beberapa teknik, tehnik
selanjutnya yaitu bertanya (Question). Pertanyaan dikaitkan dengan topik yang
dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Selama
pengkajian, ajukan pertanyaan secara berurutan
Kemudian wawancara selanjutnya dengan perawat Dina Wahyuni, S.Kep,
Ns bahwa :
“Cara pelaksanaan komunikasi terapeutik petugas memberikan pertanyaan
mengenai keadaan pasien seperti bagaimana tidurnya bapak/ibu, apakah
bisa tidur nyenyak tadi malam dan bagaimana perasaan bapak/ibu sekarang
apakah lebih baik dari hari kemarin ? dan memberikan pemahaman kepada
pasien, isi komunikasinya berisi bagaimana proses penyembuhan itu sendiri
serta menghadirkan langsung keluarga pasien sambil menjelaskan sesuai
aturan yang ada “
55
Wawancara selanjutnya dengan perawat Kasmira Ferli, S.Kep, Ns mengatakan
bahwa :
“Saya menggunakan Bahasa sesuai keadaan disini, contoh pertanyaan
yang saya ajukan kepada pasien yaitu bagaimana keadaan ta ?, apa
keluhatan ta sekarang ?, setelah dirawatki ada ji perubahan ?, kalau
minumki obat yang diberikan berkurang ji sakit ta kita rasa ?”
Wawancara selanjutnya dengan perawat Suci Ihwana, S.Kep, Ns mengatakan
bahwa :
“Kita menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh pasien/keluarga
pasien agar tidak terjadi kesalahan komunikasi seperti bahasa
Konjo/Bugis/Indonesia, dan menghindari bahasa medis”
Pertanyaan-pertanyaan berurutan yang diajukan kepada pasien menggunakan
bahasa sehari-hari atau sesuai konteks sosial di Kecamatan Herlang untuk
menghindari salah arti dalam berkomunikasi.
Diperjelas oleh seorang pasien Arnila yang mengatakan bahwa :
“Pelayanan perawat akunni balloji, nakuta’nangi parrisi’ku nampa
nalengngere balloji apa-apa ku kua”
(Perawat yang melayani saya mengatakan apata yang sakit, dan
mendengarkan dengan baik setiap keluhan yang saya katakana kepada
perawat)
Ditambahkan penjelasan dari keluarga pasien Nengsih bahwa :
“ Saya melihat pelayanan perawat terhadap pasien bagus, menggunakan
bahasa yang mudah di mengeri dan memberikan sapaan yang baik “
Cara penerapan komunikasi terapeutik yang digunakan perawat berisi
pertanyaan-pertanyaan mengenai keluhan pasien dengan mempertanyakan
keadaan pasien, dan memberikan komunikasi kesehatan untuk proses
penyembuhan pasien, agar lebih jelas akan penjelasan tentang komunikasi
tersebut itu dengan menghadirkan keluarga pasien sambil menjelaskan aturan
yang ada.
56
1.3 Penerimaan
Pentingnya komunikasi terapeutik pada proses penyembuhan pasien,
komunikasi terapeutik merupakan unsur yang paling penting dalam proses
perawatan, bukan hanya sekedar pelengkap namun yang hal utama,
komunikasinya diwujudkan dengan penggunaan kalimat-kalimat yang sopan
dengan sikap nonverbal yang mendukung, seperti wajah yang murah senyum.
Keluhan setiap pasien maupun dari keluarga ditanggapi dengan diberikan
penjelasan yang sebaik-baiknya. Komunikasi terapeutik memiliki pengaruh
terhadap penyembuhan dan sekaligus membentuk jalinan yang baru.
Stuart dan Sundeen (dalam Suciata 2015) menyatakan bahwa dalam sebuah
komunikasi terapeutik dapat menerapkan beberapa teknik, tehnik selanjutnya
yaitu Penerimaan. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan
tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau
menggelengkan kepala seakan tidak percaya
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan perawat yang Hamdayani,
S.Kep, Ns di ruangan UGD Puskesmas Herlang :
“Komunikasi terapeutik itu adalah dengan menerima dan mendengarkan
segala keluhan pasien serta memahami psikologi pasien dengan cara tatap
muka untuk memberi saran dan masukan dalam penyembuhan pasien
serta mencari bahasa yang lebih tepat mudah dipahami oleh pasien karena
banyak bahasa ilmiah atau bahasa medis yang mungkin untuk tidak bisa
dipahami oleh pasien”
Melakukan komunikasi terapeutik pada pasien Puskesmas Herlang, perlu
memahami kondisi psikologi pasien kemudian penyampaian komunikasinya
57
dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien agar pasien bisa
merasakan penyembuhan yang baik
Diperjelas oleh seorang pasien Tiara bahwa :
“Perawat a kunni haji-hajikki, sopan, a senyum rinakke punna rie
napakuta’nangngang tentang kalengku”
(Perawat yang ada di sini itu baik, sopan dengan memberikan senyuman
kepada saya ketika mereka bertanya tentang keadaan saya)
Asuhan yang baik dari perawat, ternyata dirasakan langsung oleh pasien,
memiliki pengaruh terhadap kesembuhan pasien terutama dalam hal semangat.
Motivasi dari perawat membuat pasien merasa senang dan menimbulkan rasa
semangat untuk segera sembuh.
Wawancara dengan Keluarga Paisen Rahmi, bahwa :
“ Kalau perawat disini penampilan dan sikap perawat sudah bagus,
perawatnya baik, selalu tersenyum saat datang untuk memeriksa keadaan
keluarga saya”
Pasien Sitti Ramlah menyatakan, bahwa :
“Punna pa’pisarringku nakke, perawat a kunni ballo ji komunikasina, ka
sanging na ku’tangji apa-apa parringsikku, ilea pa parallu ku inung nu
sesuai nidahuanga ri dokter a”
(Perawat berkomunikasi dengan baik walaupun hanya datang bertanya
kondisi kesehatan, obat apa harus saya minum yang sesuai anjuran dari
dokter)
Di atas menjelaskan bahwa perawat telah menjalankan tugasnya dalam
memberikan komunikasi terapeutik dalam hal penerima yang berhubungan dengn
sikap nonverbal perawat, telah memberikan senyuman kepada pasien serta
berbicara dengan menggunakan kalimat mudah dipahami, intonasi yang tepat.
58
1.4 Klarifikasi
Sebagaimana pada observasi peneliti di Puskesmas Herlang, jalinan antara
pasien dan perawat hal sangat penting, karena informasi dari pasien sangat
membantu para medis untuk mengambil tindakan medis selanjutnya. Bahkan
hubungan tersebut ada yang berlanjut sampai pasien itu sembuh. Ini berarti
hubungan terapeutik terjalin tidak hanya dalam asuhan keperawatan, tetapi bisa
berlangsung diluar asuhan keperawatan.
Efektifitas komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang mampu
menghasilkan perubahan sikap pasien bisa terlihat dari proses komunikasi.
Efektivitas komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat terhadap pasien
memberikan kemudahan dalam memahami terapeutik yang disampaikan.
Stuart dan Sundeen (dalam Suciata 2015) menyatakan bahwa dalam sebuah
komunikasi terapeutik dapat menerapkan beberapa teknik, tehnik selanjutnya
yaitu klarifikasi. Agar pesan dapat sampai dengan benar, perawat perlu
memberikan contoh yang konkrit dan mudah dimengerti klien.
Wawancara penulis dengan perawat yang Hamdayani, S.Kep, Ns di
ruangan UGD Puskesmas Herlang bahwa :
“Efektifitas komunikasi terapeutik penting , dan disinilah perawat
memberikan komunikasi terapeutik dengan bahasa yang mudah dimengerti
dengan efektif untuk mencapai sikronnya apa yang dipikirkan oleh kami
perawat dengan apa yang dipahami atau dipikirkan oleh pesien”
Diperjelas pasien Hamida, menyatakan bahwa :
“Kunni perawat a punna maengmi kupauang ngase parrisi’ku na
pauangma angkua jaki sepelekangngi penyakitta, tutturuki lampa paressa,
59
nampa injo pole ballona kunni perawat manna pantarang ki sitte na
kutanangja angkau angngura maki, haji-haji maki”
(Perawat di sini setelah saya memberitahu kondisi kesehatan saya, mereka
memberikan perhatian lebih memberi saran untuk tidak menyepelekan
penyakit saya, menyarankan untuk rutin periksa dan ketika saya bertemu
perawat diluar dari lingkungan puskesmas perawat tetap menyempatkan
diri untuk bertanya tentang kondisi saya)
Berdasarkan hasil wawancara di atas menjelaskan bahwa agar tidak terjadi
kesalah pahaman antara mereka, seorang perawat harus memberikan bahasa yang
mudah dipahami oleh pasien agar tidak terjadi kesalah pahaman atau mis
communication serta perawat tetap membangun komunikasi walaupun diluar
asuhan perawatan.
1.5 Menyampaikan Hasil Observasi
Stuart dan Sundeen (dalam Suciata 2015) menyatakan bahwa dalam sebuah
komunikasi terapeutik dapat menerapkan beberapa teknik, tehnik selanjutnya
yaitu menyampaikan hasil observasi. Menyampaikan hasil pengamatan perawat
sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah
memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.
Wawancara dengan perawat Kasmira Ferli, S.Kep, Ns mengatakan bahwa :
“cara penyampaian hasil pengamatan saya kepada pasie sebagai berikut
misalnya pada pasien typoid maka kita sebagai perawat harus menjelaskan
ke pasien tentang penyakitnya dan memberikan edukasi bahwa ibu harus
banyak beristirahat atau tidak melakukan aktivitas apapun, minum banyak
air putih serta ibu harus dirawat beberapa hari agar dapat di pantau, karena
typoid penyembuhannya selain minum obat harus juga beristirahat total”
Selanjutnya wawancara dengan perawat Suci Ihwana, S.Kep, Ns mengatakan
bahwa :
“berkomunikasi dengan pasien kita harus memberikan informasi dengan
singkat, jelas, dan jujur sehingga dapat dimengerti oleh pasien. Perlu
memperhatikan intonasi yang lembut, mendengarkan pasien, memberikan
support dan meyakinkan pasien dalam menjalani terapi, tanpa melakukan
kontak fisik. Contohnya bu, hasil tes putri anda sudah keluar, dan ternyata
60
hasilnya tidak sesuai yang diharapkan. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa putri anda terkena kanker, diharap ibu dan keluarga sabar
mendengarkan kabar ini”
Hasil wawancara dengan salah satu pasien Tiara bahwa :
“Perawat a sanging napaung baji ja apa-apa injo garringku nampa
napauanga solusina, jari ballo kusa’ring ka sanna jaki kunni ni perhatikan
punna apparessaki”
(Perawat menyampaikan dengan rinci mengenai penyakit saya dan
menyampaikan dan solusi kepada saya serta memberikan perhatian saat
pemeriksaan)
Ini menjelaskan bahwa perawat melakukan dengan baik tugasnya sebagai
perawat dalam melayani pasien dengan baik. Memberitahu penyakit yang dialami
pasien serta memberikan arahan perihal anjuran minum obat yang telah diberikan
oleh Dokter.
2. Faktor Penghambat Komunkasi Terapeutik Antara Perawat Dan Pasien Di
Puskesmas Herlang
Komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien tidak
selalu berjalan sesuai yang diharapkan, ada beberapa hambatan yang dihadapi
dalam penyampaian komunikasinya. Evektivitas komunikasi salah satunya akan
sangat tergantung pada seberapa besar hambatan yang terjadi dalam kegiatan
komunikasi, oleh karena itu komunikator perlu memahami setiap hambatan
komunikasi agar dapat mengatasi hambatan tersebut.
2.1 Hambatan Semantik
Menurut Cruden dan Sherman bahwa hambatan semantik adalah sebagai studi
idea atas pengertian, yang diungkapkan lewat bahasa. Kata-kata membantu proses
61
pertukaran timbal balik arti dan pengertian (Komunikator dan Komunikan) tetapi
seringkali proses penafsirannya keliru.
Adapun hambatan-hambatan yang dialami perawat dalam melakukan
komunikasi terapeutik kepada pasien di Puskesmas Herlang, berdasarkan hasil
wawancara penulis kepada kepala koordinator perawat Nurwahida.S.Kep, Ns
bahwa :
“ Faktor penghambat yang dilakukan perawat terhadap pasien yaitu faktor
bahasa dan mimik wajah dari pasien yang kurang baik dari pasien maupun
keluarganya “
Faktor bahasa merupakan salah satu hambatan dalam komunkasi
terapeutik antara perawat dan pasien, perawat mengalami kesulitan ketika
merawat seorang pasien yang bermimik wajah kurang baik sehingga susah untuk
dimengerti.
Sikap merupakan komunikasi non verbal yang dilakukan melalui
pergerakan tubuh yaitu terdiri dari :
a. Ekspresi muka (posisi mulut,alis,mata,senyum dan lainnya)
b. Gesture (gerak,isyarat.sikap)
c. Gerakan tubuh dan postur
d. Gerak mata, gerak atau kontak mata diartikan sebagai melihat
langsung kemata orang lain. Kontak mata untuk menghargai
pasien.
Diperjelas oleh keluarga pasien yang Sitti Ruhaeda dan Darmin bahwa :
62
“ Melihat pelayanan yang diberikan perawat kepada pasien itu perawatan
baik, memberikan senyuman kepada pasien yang menjadi salah satu motivasi bagi
pasien “
Hal di diatas diartikan bahwa komunikasi nonverbal seperti mimik wajah
yang kurang baik untuk di pandang merupakan salah satu hambatan perawat
untuk mengartikan keinginan yang diinginkan oleh pasien
2.2 Hambatan Manusiawi
Menurut Cruden dan Sherman bahwa hambatan juga berasal dari individual
manusia, perbedaan emosi, keterampilan mendengar,perbedaan starus pencarian
infornasi dan penyaringan informasi.
Adapun hambatan-hambatan yang dialami perawat dalam melakukan
komunikasi terapeutik kepada pasien di Puskesmas Herlang, berdasarkan hasil
wawancara penulis kepada yang Suci ihwana S.Kep, NS di ruang rawat UGD ia
mengatakan bahwa :
“Kendala yang biasa dialami oleh perawat adalah kadang apa yang
diucapkan kepada pasien lain yang disampaikan kepada keluarganya
sehingga memunculkan kekeliruan antara perawat dan keluarga pasien
serta kendala berikutnya perawat mengulang kata 2-3 kali baru pasien itu
paham”
Tidak hanya bahasa yang menjadi penghambat komunikasi terapeutik akan
tetapi karena penyampaian pasien terhadap keluarga akan keadaan menjadi
kendala sehingga harus mengulang kata agar mereka paham. Hal yang terlihat
ketika perawat berkomunikasi dengan pasien kadang pasien bernada suara keras
sehingga menjadi hambatan komunikasi karena membuat perawat tersinnggung.
63
Gangguan-gangguan ini diperjelas oleh seorang perawat yang Dina
Wahyuni, S.Kep, Ns bahwa :
“Berkomunikasi dengan pasien itu tidak mudah misalnya pasiennya yang
berlatar belakang pendidikan yang kurang dan sudah lanjut usia, tidak
mengetahui bahasa indonesia serta pendengaran yang kurang atau sudah
tidak stabil lagi sehingga menghadirkan keluarga pasien sebelum
menjelaskan masalah kesehatan pasien serta solusinya”
Aswati, keluarga pasien menyatakan bahwa :
“Saya rasa pelayanan sudah cukup bagus, saya selalu mengantar
bapak/ibu saya setiap pemeriksaan karena kadang terjadi salah paham apa
yang dikatakan oleh perawat kepada pasien, biasanya pasien juga
menjelaskan kepada kami sebagai keluarganya itu berbeda, dari hal itu
saya sebagai keluarga pasien ikut mendapingi”
Berdasarkan uraian di atas penulis berpendapat bahwa efektifnya
komunikasi terapeutik antara perawat dan pasien juga dipengaruhi oleh keadaan
psikologis dari pasien. Apabila kondisi psikologis pasien menurun, maka akan
menghambat jalannya komunikasi.
Adapun hasil penelitian ini menunjukan bahwa komunikasi terapeutik
yang dilakukan perawat dan pasien tidak efektif karena adanya gangguan
psikologis. Gangguan psikologis ini berasal dari pasien karena pasien memiliki
emosi yang tidak stabil dalam berkomunikasi, kemunduran dalam proses berfikir,
sulit konsentrasi .
Pendapat juga diperjelas oleh salah seorang perawat yang Kasmira Ferli,
S.Kep, Ns bahwa :
“Kendala juga yang kadang dialami yaitu ketika kami sebagai perawat
sudah memaksimalkan pelayanan dari kami namun pasien serta keluarga
pasien tetap menilai semua pelayanan belum memuaskan”
64
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik
bisa berjalan dengan semestinya ketika pasien bisa menerima dan memahami
petunjuk-petunjuk dari perawat.
Hal di atas merupakan hambatan hambatan manusiawi atau hambatan
individual karena kekeliruan dalam persepsi , perbedaan emosi.
Berdasarkan pengamatan penulis dilapangan, perawat melakukan
komunikasi terapeutik di Puskesmas Herlang terkadang berjalan tidak sesuai yang
diinginkan, masih terdapat kesulitan ketika perawat memberikan terapeutik
kepada pasien dikarena berbagai faktor seperti yang dijelaskan dipembahasan
sebelumnya menjelaskan faktor apa saja yang menjadi penghambat perawat ketika
memberikan komunikasi terapeutik kepada pasien di Puskesmas Herlang.
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian yang penulis lakukan mengenai komunikasi terapeutik antara
perawat dan pasien di puskesmas herlang menghasilkan beberapa kesimpulan :
1. Hasil penelitian di Puskesmas Herlang menunjukkan bahwa komunikasi
terapeutik antara perawat dan pasien, telah berlangsung dengan baik. Hal
ini tercermin dari cara penyambutan perawat terhadap pasien dengan
ekspresi wajah yang menyenangkan komunikasi yang lembut kepada
pasien, serta kesabaran dalam mendengarkan berbagai keluhan-keluhan
pasien, memberikan tanggapan balik yang mudah dimengerti oleh pasien
dengan tetap memperhatikan bahasa yang santun
2. Faktor yang menghambat terjadinya komunikasi terapeutik antara perawat
dan pasien di Puskesmas Herlang yaitu : penggunaan bahasa, mimik wajah
pasien kurang baik kepada perawat, keadaan psikologi perawat dan pasien
seringkali mengalami ketidakcocokan misalnya intonasi suara serta
pengetahuan keluarga yang lebih tau dari perawat termasuk kendala yang
dirasakan perawat.
B. Saran
Berdasarkan pada kesimpulan diatas, beberapa saran penelitian yaitu :
1. Untuk perawat yang bekerja di Puskesmas Herlang diharapkan
memberikan terapeutik dengan baik lagi agar para pasien menyukai
tindakan yang dilakukan oleh perawat agar pasien menyukai tindakan
66
yang dilakukan oleh perawat dengan meningkatkan komunikasi yang
baik dan benar
2. Untuk pasien yang berobat atau melaksanakan terapeutik serta
keluarga pasien di Puskesmas Herlang agar mendengarkan perawat
dengan baik ketika sedang diberikan terapeutik oleh perawat demi
kebaikan pasien untuk segera lekas sembuh.
67
DAFTAR PUSTAKA
Andi Prastowo. 2012. Metode Penelitian Penelitian Kualitatif Dalam Persektif
Rancangan Penelitian. Jogjakarta : Ar-ruzzmedia.
Aw Suranto. 2018. Komunikasi Organisasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Budianto. 2016. Konsep Dasar Keperawatan. 2016. Pusdik SDM Kesehatan
Damaiyanti, Mukhripah. 2010. Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik
Keperawatan. Bandung: Reflika Aditama.
J.Moleong, Lexy.2014.Metode Penelitian Kualitatif , Edisi Revisi. PT Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Lexy, J Moleong. 2008.Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja
Moenir. 2000. Manajemen Pelayanan Publik. Jakarta: Bina Aksara.
Nisya Rifiani & Hartanti Sulihandari.Prinsip-Prinsip Dasar Keperawata.Jakarta Timur: Dunia Cerdas. 2013
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.Jakarta : Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan
(EdisiRevisi).Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Nurjannah. 2005. Komunikasi Terapeutik ( Dasar-Dasar Komunikasi Bagi
Perawat ). Moncomedia.
Ratminto. 2006. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Rosdakarya.
Reni Agustina Harahap & Fauzia Eka Putra. 2019. Komunikasi Kesehatan. .
Jakarta: Prenadamedia Grup
Sinambela dkk,2008. Reformasi Pelayanan Publik,Jakarta : Bumi Aksara
Suciati.Psikologi Komunikasi Sebuah Tinjauan Teoritis dan Perspektif Islam.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Yogyakarta: Buku Litera. 2015
Karyaningsih Dewi Ponco. 2018. Ilmu Komunikasi. Yogyakarta. Penerbit Samudra Biru
Jurnal dan Skripsi
Nurahma. Komunikasi Terapeutik Antara Perawat Dan Pasien Di Puskesmas
Antang Perumnas Makassar. 2016
68
Hajaruddin. Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat
Kepuasan Pasien Di Puskesmas Pleret Bantul Yogyakarta. 2014
Priscylia A.C Rorie, Dkk. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan
Kepuasan Pasien Di Ruang Rawat Inap Irina A RSUP PROF. DR.R.D. Kandow
Manado. 2014
Rismayanti. Hambatan Komunikasi Yang Sering Dihadapi Dalam Sebuah
Organisasi. Vol 1. No IV
Sumber lain
UU RI No. 23 Tentang Perawat
Laporan Tahunan 2019 Ombudsman
Laporan Tahunan Periode 2011-2015 Ombudsman
(https://makassar.tribunnews.com/2019/03/28/sorot-pelayanan-puskesmas-knpi-
herlang-seruduk-dinkes-dan-dprd-bulukumba Diakses 25 Februari 2019)
69
LAMPIRAN
70
LAMPIRAN 1
71
Gambar 1. Struktur Organisasi UPT Puskesmas Herlang
Gambar 2. Alur Pelayanan Puskesmas Herlang
72
LAMPIRAN 2
Gambar 3. Gedung UGD
73
Gambar 4. Ruangan Rawat Inap
Gambar 5. Fasilitas Ruang Gawa Darurat Puskesmas Herlang
74
Lampiran 3
Gambar 6. Pemberian Izin Oleh Kepala Puskesmas
75
Gambar 7. Pemberian Data Oleh Sekretaris Puskesmas Herlang
Gambar 8 Wawancara Informan, Suci ihwana S.Kep, NS
Gambar 9 Wawancara Informan, Kasmira Ferli, S.Kep, Ns
76
Gambar 10 Wawancara Informan, Dina Wahyuni, S.Kep, Ns
Gambar 11 Wawancara Informan, Hamdayani, S.Kep, Ns
77
Gambar 12 Foto Bersama Perawat
Gambar 13. Wawancara Pasien, Arnila
78
Gambar 14. Wawancara Pasien, Isya
Gambar 15. Wawancara Pasien, Tiara
79
Gambar 16. Wawancara Keluarga Pasien, Nengsih
Gambar 17. Wawancara Keluarga Pasien, Darmin
80
Gambar 18. Wawancara Keluarga Pasien, Sitti Ruhaeda
81
LAMPIRAN 4
NAMA :
JABATAN :
USIA :
AGAMA :
PEKERJAAN :
PENDIDIKAN TERAKHIR :
1. Apa yang anda ketahui tentang komunikasi kesehatan ?
2. Bagaimana anda melakukan komunikasi kesehatan ?
3. Pengalaman apa yang berkesan ketika melakukan komunikasi kesehatan ?
4. Menurut anda efektifitaskah komunikasi kesehatan ?
5. Apa faktor yang menghambat komunikasi kesehatan ?
6. Bagaimana anda mengatasi hambatan komunikasi kesehatan ?
82
LAMPIRAN 5
NAMA :
USIA :
1. Bagaimana sikap perawat kepada anda ketika sedang menyampaikan keluhan
mengenai kesehatan anda ?
2. Apakah perawat menggunakan bahasa umum yang mudah dimengerti saat
berkomunikasi dengan anda ?
3. Bagaimana ekspresi perawat ketika memberikan layanan kesehatan kepada
anda ?
4. Apakah perawat menyampaikan hasil pengamatannya terhadap kesehatan
anda?
83
LAMPIRAN 6
Nama :
Usia :
1. Bagaimana menurut anda tentang pelayanan yang diberikan perawat
kepada pasie/keluarga anda ?
84
85
86
87
88
89
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Waode Andi Mimi Rahmi, Lahir di Bulukumba
pada tanggal 25 Juli 1998. Merupakan anak tunggal dari
pasangan Suami Istri Bapak Laode Maruwata Witho, S.E dan
Ibu Rosmalia Fatma.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 126 Borong dan
lulus pada tahun 2010, menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas pertama
di SMPN 25 Bulukumb dan lulus pada tahun 2013, menyelesaikan pendidikan
sekolah menengah atas di SMA Negeri 6 Bulukumba, dan melanjutkan
pendidikan ke perguruan tinggi Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh)
Alauddin Makassar pada tahun 2016 Jurusan Ilmu Komunikasi
Sampai dengan penulisan Skripsi ini penulis masih terdaftar sebagai Mahasiswa
Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi Dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Makassar.