Upload
others
View
26
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENDIDIKAN AKHLAK DALAM INTERAKSI SOSIAL DENGAN
SELAIN MAHRAM PERSPEKTIF QS. AN-NUR AYAT 30-31
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
ATIK NURATIKAH
11150110000116
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019/1440 H
PENDIDIKAN AKHLAK DALAM INTERAKSI SOSIAL DENGAN
SELAIN MAHRAM PERSPEKTIF QS. AN-NUR AYAT 30-31
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Salah Satu
Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
ATIK NURATIKAH
11150110000116
Di Bawah Bimbingan
Dosen Pembimbing Skripsi
Abdul Ghofur, M.Ag
NIP. 19681208 199703 1 003
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019/1440 H
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi berjudul Pendidikan Akhlak dalam Interaksi Sosial dengan Selain
Mahram Perspektif QS. An-Nur Ayat 30-31 disusun oleh Atik Nuratikah, NIM
11150110000116, Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui
bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan
pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.
Jakarta, 04 Juli 2019
Yang Mengesahkan,
Pembimbing,
Abdul Ghofur, M.Ag
NIP. 19681208 199703 1 003
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Atik Nuratikah
NIM : 11150110000116
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Alamat : Kp. Wangkal Rt/Rw 004/007 Des. Kalijaya, Kec. Cikarang Barat,
Kab. Bekasi
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA
Bahwa skripsi yang berjudul Pendidikan Akhlak dalam Interaksi Sosial dengan
Selain Mahram Perspektif QS. An-Nur Ayat 30-31 adalah benar hasil karya
sendiri di bawah bimbingan dosen:
Nama Pembimbing : Abdul Ghofur, M.Ag.
NIP : 19681208 199703 1 003
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap
menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya
sendiri.
Jakarta, 04 Juli 2019
Yang Menyatakan
ATIK NURATIKAH
NIM. 11150110000116
i
ABSTRAK
ATIK NURATIKAH, NIM 11150110000116. “Pendidikan Akhlak
dalam Interaksi Sosial dengan selain Mahram Perspektif QS. An-Nur Ayat 30-
31”. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini memfokuskan pada tema tentang Pendidikan Akhlak dalam
Interaksi Sosial dengan selain Mahram Perspektif QS. An-Nur ayat 30-31, yang
bertujuan agar memberi pengetahuan yang penting sebagai muslim untuk
mengetahui akhlak dalam berinteraksi kepada lingkungan disekitarnya, Karena
dalam QS. An-nur ayat 30-31 ini berisikan tetang pendidikan akhlak antara lain:
menahan pandangan kepada selain mahram, memelihara kehormatan diri, menutupi
kain kerudung ke dada, tidak menampakkan perhiasan.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah
penelitian kepustakaan (library research). Metode yang digunakan yaitu metode
deskriptif dengan tehnik analisis deskriptif kualitatif, dengan cara mengumpulkan
data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan tema pembahasan dan
permasalahannya, yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan, kemudian
dianalisis dengan metode tahlili, yaitu metode tafsir yang menjelaskan kandungan
ayat Al-Qur’an dengan rinci dari seluruh aspeknya.
Permasalahan yang berkaitan dengan akibat tidak menjaga pandangan, tidak
menutup aurat, sudah banyak sekali dan berakhir dengan zina serta fitnah. Maka
perumusan dari masalah-masalah tersebut ialah bagaimanakah pendidikan akhlak
dalam interaksi sosial dengan selain mahram perspektif QS. An-Nur Ayat 30-31,
kemudian siapa sajakah yang termasuk dalam kategori mahram dalam QS. An-Nur
ayat 31, serta mengapa umat muslim wajib memperhatikan akhlak ketika
berinteraksi kepada sesama mahram maupun selain mahram.
Dalam berinteraksi dengan selain mahram tentu wajib bagi seorang mukmin
dan muslim memelihara segala bentuk perbuatan yang akan mendatangkan
syahwat. Jika tidak berpakaian yang menutupi aurat, kemudian tidak menahan
pendangan, telah memberikan celah bagi seseorang yang tidak dapat menjaga
pandangan pula. Maka dalam QS. An-Nur ini telah disebutkan pendidikan akhlak
berupa batasan-batasan dalam interaksi sosial kepada selain mahram maupun
dengan mahram sekalipun.
Kata Kunci : Pendidikan Akhlak dalam interaksi sosial dengan selain mahram (QS.
An-Nur 30-31)
ii
ABSTRACT
ATIK NURATIKAH, NIM 11150110000116. "Education Morals in
Social Interaction with other than Mahram QS. Perspective. An-Nur Ayat 30-
31 ". Thesis Department of Islamic Education, Faculty of Tarbiyah Sciences and
Teacher Training at UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
This research focuses on the theme of Moral Education in Social Interaction
with besides Mahram Perspective QS. An-Nur verses 30-31, which aims to provide
important knowledge as Muslims to know morals in interacting with the
surrounding environment, because in QS. An-nur verses 30-31 contain about moral
education, among others: holding a view to other than mahram, maintaining self-
respect, covering a veil to the chest, not revealing jewelry.
The type of research used in the preparation of this research is library
research. The method used is descriptive method with qualitative descriptive
analysis techniques, by collecting data or materials related to the theme of the
discussion and the problems, which are taken from library sources, then analyzed
by the tahlili method, namely the method of interpretation that explains the content
of the verse -Qur'an in detail from all aspects.
Problems related to the consequences of not keeping a view, not closing the
genitals, have been overwhelming and ended with adultery and slander. Then the
formulation of these problems is how moral education in social interaction in
addition to the mahram QS perspective. An-Nur Ayat 30-31, then who are included
in the category of mahram in QS. An-Nur verse 31, and why Muslims must pay
attention to morals when interacting with fellow mahram and other than mahram.
In interacting with other than mahram, it is certainly obligatory for a
believer and Muslim to maintain all forms of actions that will bring lust. If it is not
clothed that covers the nakedness, then does not hold back the glare, it has provided
a gap for someone who cannot keep his eyes. So in QS. An-Nur has mentioned
moral education in the form of limitations in social interaction to other than mahram
or even with mahram.
Keywords: Moral Education in social interactions with other than mahram (QS. An-
Nur 30-31)
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang
diberikan kepada kami, berupa nikmat iman Islam serta nikmat sehat wal’afiat,
sehingga kami dapat menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya. Shalawat dan
salam semoga selalu tercurah kepada beginda Nabi Muhammad saw, beserta
seluruh keluarga dan sahabatnya. Semoga limpahan rahmat yang diberikan Allah
SWT kepada kekasihnya sampai kepada kita semua.
Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Menyadari bahwa suksesnya penulis dalam menyelesaikan skripsi ini bukan
semata-mata karena usaha penulis sendiri, melainkan tidak lepas dari bantuan
beberapa pihak, baik bantuan berupa moril ataupun materil. Oleh karenanya sudah
menjadi kepatutan untuk penulis sampaikan penghargaan yang tulus dan ucapan
terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Hj.
Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A.
2. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Hj. Sururin, MA
3. Ketua Juruan Pendidikan Agama Islam, Drs. Abdul Haris, M.Ag.
4. Dosen Pembimbing Akademik, Ahmad Irfan Mufid, S.Ag, MA.
5. Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam, Drs. Rusdi Jamil, M.Ag.
6. Dosen Pembimbing Skripsi, Abdul Ghofur, MA. yang sangat berjasa, berkat
arahan, motivasi, bimbingan, nasehat, saran serta doa yang tulus dalam proses
penulisan skripsi ini.
iv
7. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan
ilmunya.
8. Orang Tua penulis, yaitu: Bapak tercinta Juwata dan Ibunda tercinta Ropiah
S.Pd.I yang selalu mendidik, memberikan motivasi, memberi semangat dan doa
yang selalu dipanjatkannya, serta bantuan materil yang tak terhitung.
9. Keluarga, kepada Kakek H. Amil Yusuf dan nenek Hj. Rohaya, yang selalu
memberikan nasihat serta doanya.
10. Kawan-kawan kelas PAI D dan seluruh angkatan PAI 2015, yang selalu setia
mensupport satu sama lain.
11. Teman-teman tercinta Rizky Tria Amanda, Diah Kurniawati, Fitri Lestari, Siti
Nurjannah, Pipin Widyati Putri, Sri Ayu Ningsih, Nurul Mahmudah, Siti
Amalia, Emilia, dan Riri Roikoh, yang selalu memberi semangat, masukan, dan
nasihat dalam penyusunan skripsi ini.
Jakarta, 18 Juli 2019
Atik Nuratikah
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
LEMBAR PERNYATAAN KARYA ILMIAH
ABSTRAK ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................. 8
C. Pembatasan Masalah ................................................................................. 8
D. Rumusan Masalah .................................................................................... 9
E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian ....................................................... 9
BAB II KAJIAN TEORITIK .................................................................... 11
A. Pendidikan Akhlak .................................................................................... 11
1. Pengertian Pendidikan Akhlak ............................................................. 11
2. Metode Pendidikan Akhlak .................................................................. 14
3. Sendi-sendi Akhlak .............................................................................. 16
a. Pondasi Akhlak Terpuji .................................................................. 17
b. Penyebab Akhlak Tercela ............................................................... 19
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Akhlak .......................................... 20
a. Faktor Internal ................................................................................ 21
1) Gharizah/Insting (naluri) .......................................................... 21
2) Pola Dasar Bawaan ................................................................... 22
3) Pembiasaan ............................................................................... 23
4) Suara Hati ................................................................................. 24
5) Kehendak .................................................................................. 24
b. Faktor Eksternal ............................................................................. 24
1) Lingkungan ............................................................................... 24
2) Tradisi atau Adat ...................................................................... 25
vi
3) Pendidikan ................................................................................ 26
B. Interaksi Sosial .......................................................................................... 26
1. Pengertian Interaksi Sosial .................................................................. 26
2. Syarat dalam Interaksi Sosial .............................................................. 28
C. Mahram ..................................................................................................... 29
1. Pengertian Mahram ............................................................................. 29
D. Hasil Penelitian yang Relevan .................................................................. 32
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 38
A. Objek dan waktu Penelitian ..................................................................... 38
B. Metode Penelitian ..................................................................................... 38
C. Fokus Penelitian ........................................................................................ 39
D. Prosedur Penelitian ................................................................................... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN ...................................... 42
A. Tafsir QS. An-Nur Ayat 30-31 ................................................................. 41
1. Ayat dan Terjemahan QS. An-Nur Ayat 30-31 ................................. 41
2. Mufrodat ............................................................................................ 43
3. Tafsir Al-Qur’an Surat An-Nur Ayat 30-31 ...................................... 44
a. Tafsir Al-Qur’an Ayat 30 ........................................................... 44
b. Tafsir Al-Qur’an Ayat 31 ........................................................... 48
B. Analisis Pendidikan Akhlak dalam Interaksi Sosial dengan Selain Mahram
Perspektif QS. An-Nur Ayat 30-31 ........................................................... 56
1. Menahan Pandangan Antara Laki-laki dan Wanita ........................... 57
2. Menjaga Kehormatan Diri ................................................................. 58
3. Menutup Kain Kerudung ke Dada ..................................................... 62
4. Tidak Menampakkan Perhiasan ......................................................... 64
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 68
A. KESIMPULAN ......................................................................................... 68
B. SARAN ..................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 71
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini sering ditemukan kasus-kasus mengenai pelecehan seksual
yang disebabkan karena kurangnya memperhatikan batasan-batasan yang
perlu dijaga dalam interaksi sosial dengan selain mahram. Maka dengan
tidak memperhatikan hal tersebut akan menimbulkan bencana seperti kasus
pelecehan seksual yang kerap sekali terjadi saat ini. Salah satu kasus yang
telah terjadi yaitu kasus pemerkosaan mahasiswi UGM saat pelaksanaan
KKN (Kuliah Kerja Nyata), peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 30 Juni
2017 di sebuah pondokan yang terletak di Pulau Seram Maluku. Dari berita
yang ada, diungkapkan bahwasannya korban pelecehan seksual tersebut
dianalogikan seperti ikan asin yang memancing-mancing kucing, adapula
yang mengatakan bahwa mereka pada kejadian berlangsung sedang berada
didalam satu kamar milik penduduk.1
Diperjelas oleh Suharjo mengenai kronologi kasus pemerkosaan
terhadap mahasiswi UGM, pelecehan ini terjadi saat Agni (nama samaran)
mampir ke pondok laki-laki bermaksud mencari teman untuk mengantar ke
pondokan teman KKN wanita. Namun, hujan justru turun deras hingga larut
malam. Listrik juga padam. Karena beberapa pertimbangan, akhirnya Agni
mendapat pelecehan seksual dari teman KKN Pria berinisial Hs. Kemudian
kasus ini dilaporkan ke Dosen Pendamping lapangan. Namun salah satu
pejabat departemen menyatakan bahwa Agni turut bersalah dalam kasus
tersebut. sehingga keduanya menadapatkan nilai C.2
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peristiwa ini terjadi akibat
korban tidak menjaga auratnya dengan baik layaknya muslimah yang
berpakaian rapi membungkus tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak
1 Tribunnews.com, Fakta-fakta Kasus Pemerkosaan Mahasiswi UGM Kronologi hingga
Petisi Online, 2018, (http://m.tribunnews.com), Diakses tanggal 30 Maret 2019 jam 14:45 2 Suharjo, Mahasiswi UGM diduga Alami Pelecehan Seksual oleh Teman KKn di Maluku,
2018, (https://daerah.sindonews.com), Diakses tanggal 30 Maret 2019 jam 15:10
2
tangan yang terlihat. Maka dengan penampilan korban tersebut dapat
mengundang syahwat temannya yang tertuding sebagai pelaku
pemerkosaan. Maka demikian perlunya kehati-hatian menjaga diri
khususnya kaum wanita dalam menjaga perhiasannya, dan menjauhi
tingkah laku yang menjerumuskan kepada syahwat. Maka kejadian diatas
tidak sepenuhnya dapat dinyatakan bahwa yang salah adalah mahasiswa/Hs,
akan tetapi mahasiswi/Agni juga salah selaku korban.
Kasus lain terjadi di Lampung, tentang seorang anak yang disetubuhi
oleh bapak kandung, kakak dan adik sendiri. Anaknya yang berinisial E
(korban) itu telah disetubuhi bapaknya sebanyak lima kali, oleh kakaknya
sebanyak 120 kali dan oleh adiknya sebanyak 60 kali. Kasus ini terungkap
ketika salah seorang pemilik warung yang melihat kondisi E terlihat tidak
seperti biasanya yang berpenampilan rapi, tidak hanya pak Ari yang melihat
E agak berbeda, namun warga yang lain pun mencurigainya ada sesuatu hal
yang terjadi pada E. Melihat kondisi E semakin hari semakin kurus, lemas
itu akhirnya pak Ari pemilik warung bertanya kepada E tentang apa yang
sedang terjadi kepadaya. Dengan kalimat sepotong-sepotong E mengaku
sering disetubuhi oleh bapak kandungnya sendiri. Bejatnya perbuatan itu
tidak hanya dilakukan oleh bapaknya melainkan kakak dan adiknya secara
beruntun. Setelah ditangani oleh Satgas Perlindungan Anak Berbasis
Masyarakat (PABM) Panggungrejo, kasus persetubuhan tersebut
dilaporkan ke polsek Sukoharjo pada kamis, 21 Februari 2019.
Persetubuhan yang dilakukan bapaknya ini akibat melihat anaknya E terlihat
seperti istrinya yang sudah meninggal dunia akibat serangan jantung.
Demikian tanpa sadar bapak yang berinisial M itu menggauli anaknya
pertama kali pada Agustus 2018. Adapun kakaknya yang berinisial SA dan
adiknya YF melakukan hal tersebut akibat mereka sering menonoton video
porno serta mereka sering tidur dalam satu kamar.3
3 Edi Wahyono, Istri Mati Anak Disetubuhi, 2019, (https://x.detik.com), Diakses tanggal
01 April 2019 jam 19.05
3
Terdapat pula kasus yang mirip dengan kasus di atas, yaitu tentang
seorang bapak yang menikahi anak tirinya, kasus ini terjadi di desa
Marancang, kecamatan Babakan Cikao, kabupaten Purwakarta. Bapak WS
berumur 38 tahun sedangkan anak tirinya yaitu AS berumur 16 tahun. WS
menikahi anak tirinya sendiri setelah melakukan perbuatan bejat berkali-
kali kepada AS, WS melakukan hal itu ketika isteri tuanya atau ibu kandung
dari AS sedang pergi bekerja. AS diancam untuk tidak bilang kepada
siapapun perihal perlakuan WS dan pernikahannya tersebut. WS
menjadikan AS isteri mudanya dan diserumahkan oleh isteri tuanya yaitu
ibu kandung dari AS. Kejadian ini terjadi pada Agustus 2018, namun WS
menikahi AS pada Februari 2019. Kapolres menegaskan WS akan dijerat
Pasal 81 ayat 3 Undang-undang 17/2016 tentang Perlindungan Anak.
Ancaman kurangnya maksimal 20 tahun penjara.4
Kejadian diatas hampir mirip dengan kasus sebelumnya tentang
seorang bapa menggauli anak kandungnya sendiri, namun pada kasus di atas
ini yaitu seorang bapa menggauli serta menikahi anak tirinya. Dalam agama
Islam hukumnya adalah haram, karena seperti ibarat seorang laki-laki yang
datang untuk menikahi anak seorang ibu-ibu dan maka setelah menikahi
anaknya, haram bagi laki-laki tersebut menikahi apalagi menggauli ibu dari
isterinya tersebut.
Terdapat pula kasus tentang pelecehan seksual di Bombana
Sulawesi Tenggara, kasus ini terjadi karena seorang pria yang tidak tahan
melihat kecantikan tetangganya yaitu NA, NA adalah seorang pegawai
honorer yang tinggal di kos-kosan yang bertetanggaan dengan Ilham.
Kejadian pelecehan dan upaya pemerkosaan ini terjadi, Sabtu 18 Maret
2017 sekitar pukul 10.00 Wita. Ketika itu NA sedang makan di kamar kos
nya, pelaku Ilham menghapiri NA dengan memakai handuk layaknya orang
habis mandi, lalu Ilham masuk ke kamar korban dan langsung memeluknya
serta meraba-raba tubuh NA. Namun NA berusaha berontak dan teriak.
4 Asep Supiandi, Pria di Purwakarta Nikahi Ibu dan Anak tirinya Hingga diserumahkan,
2019, (https://daerah.sindonews.com), Dikses tanggal 01 April 2019 jam 19:25
4
Akhirnya upaya pemerkosaan ini tidak terjadi padanya. Korban melaporkan
hal ini kepada pihak kepolisian, dan Ilham akan dijerat pasal 289 dengan
hukuman 9 tahun penjara.5
Kejadian di atas akibat seorang lelaki yang tidak kuat melihat
kecantikan tetangganya, karenanya dia tergoda dan timbul sebuah hasrat
ingin berlaku bejat kepada tetangga yang memiliki kecantikan tersebut.
maka demikian menutup aurat itu penting sekali dalam kehidupan kita
dimasyarakat, karena akan banyak mata yang buas memandang yang
mendatangkan petaka bagi wanita yang tidak menutup aurat. Karena tanpa
disadari ada seseorang yang akan memandangi dan memperhatikan diam-
diam sehingga muncullah sebuah keinginan untuk berlaku senonoh. Begitu
pentingnya menutup aurat agar terhindar dari perbuatan yang tidak
diinginkan dan menjaga diri dari pandangan-pandangan yang
mendatangkan syahwat karena ulah diri sendiri yang tidak menutup aurat.
Perlakuan tidak baik juga terjadi pada anak usia 6 tahun. Kejadian ini
terjadi di Gowa, ada seorang Takmir masjid yang tidak dapat menahan hawa
nafsunya, sehingga anak SD tersebut menjadi sasarannya. Kejadian ini
bermula saat anak kelas 1 SD ini yang berinisial SS pulang sekolah menuju
rumahnya di kecamatan Bajeng. SS yang bersekolah di Panciro ini
menunggu jemputan di depan masjid Panciro. Namun ketika itu Takmir
masjid (Abdul Khalik), memanggil SS dan langsung ditarik kemudian
dipangku. Saat itu Khalik berlaku tidak senonoh kepada SS. SS korban
pencabulan ini berusaha lari namun pelaku memegang pinggangnya dan
kemudian memangku serta memeluknya. Atas perbuatannya tersangka
dikenakan Pasal 82 jo Pasal 76 Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan
anak. Pelaku terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.6
Kejadian diatas akibat seorang laki-laki yang tidak dapat menjaga
kemaluannya, sehingga mengikuti syahwatnya dan berlaku demikian
5 Sudirman, Pegawai Honorer Cantik Jadi Korban Pelecehan Tetangga, 2017
(https://daerah.sindonews.com), Diakses tanggal 03 April 2019 jam 11:06 6 Herni Amir Bugma, Takmir Masjid Cabuli Bocah 6 Tahun Gara-gara Hasrat
Memuncak, 2018, (https://daerah.sindonews.com), Diakses tanggal 03 April 2019 jam 11:23
5
kepada seorang anak yang tidak berdosa. Maka menjaga pandangan,
menjaga kemaluan itu sangatlah penting, tidak hanya untuk kaum hawa
namun kaum adam juga sangat dianjurkan sesuai dengan firman Allah
dalam surat An-Nur ayat 30.
banyak lagi kasus-kasus yang sama dengan kasus di atas, maka
solusinya dalam mencegah perbuatan yang tidak diinginkan yaitu perlunya
pendidikan secara terus menerus. “pendidikan ialah mengasuh jasmani dan
rohani, supaya sampai kepada keindahan dan kesempurnaan yang mungkin
dicapai”.7
Pendidikan dalam sebuah kehidupan sangatlah penting, maka setiap
manusia berhak mendapatkan pendidikan di sekolah yaitu dengan
guru/pendidik serta mendapat pendidikan di rumah yaitu dengan keluarga.
Jika agama akan menjadikan seseorang taat kepada aturan Ilahi, maka
pendidikan akan menjadikan seseorang taat kepada aturan bermasyarakat.
Maka apabila seseorang telah mendapatkan pendidikan serta memiliki bekal
agama akan terbentuk sebuah akhlak mulia yang akan menjadikan dirinya
terpandang dan dihormati.
Islam adalah agama yang sempurna, agama yang Rahmatan lil
‘Aalamiin (agama yang memberikan rahmat bagi alam semesta), agama
yang solih fii kulli zaman wa makan (agama yang berlaku di semua waktu
dan tempat). Maka ajarannyapun baqa’ sampai akhir zaman. Segala
ketentuan yang sudah diperintah oleh Allah maka wajib bagi umat muslim
menjalankan perintah-Nya. Salah satu perintah-Nya adalah bertingkahlaku
yang sopan dan santun ketika berada dalam perkumpulan masyarakat.
Seperti yang telah Rasulullah ajarkan kepada umatnya.
“Budi dan akhlak manusia hanya dapat dijamin keluhurannya jika
didalam hatinya terdapat keimanan dan rasa takwa kepada Allah, dan suatu
7 Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: PT. Hidakarya
Agung, 1978), hlm.5
6
generasi hanya dapat dijamin kejayaannya jika di dalam jiwa mereka
terpancar budi yang luhur.”8
Terdapat sebuah hadist yang menyatakan bahwa seorang muslim yang
baik akhlaknya akan dicintai oleh Nabi dan paling dekat tempat duduknya
dengan Nabi.
Keutamaan seseorang adalah dilihat dari akhlaknya, ketika akhlak
seseorang baik maka akan terlihat indah, akan dihormati dan dicontoh oleh
orang lain. Karena akhlak ciri yang paling dinilai oleh orang lain. Seperti
dalam hadist-hadist di atas yang telah menjelaskan begitu tingginya nilai
akhlak.
Dalam pandangan Islam, hubungan dengan sesama manusia dinamakan
Habluminannas. Hal utama yang harus diperhatikan dalam hubugan ini
yaitu saling menyayangi, menghormati dan menghargai satu sama lain.
Agama Islam telah mengajarkan bagaimana caranya berinteraksi yang baik
menurut syariat, maka perlu sekali memperhatikan adab dalam interaksi
sosial, yang bertujuan untuk menghindari perbuatan maksiat serta fitnah.
Terlebih ketika dalam sebuah komunitas atau organisasi, pastinya terdiri
dari wanita dan laki-laki, maka hendaklah berhati-hati bagi keduanya dalam
menjaga aurat. terdapat beberapa cara interaksi yang baik kepada selain
mahram, dijelaskan dalam QS An-Nur ayat 30-31, diantaranya: menjaga
pandangan, menjaga kemaluan, menjaga perhiasan, berpakain yang
menutupi aurat. dan masih banyak lagi yang perlu diperhatikan.
Banyak sekali ayat-ayat Al-qur’an yang membahas terkait tentang
pendidikan akhlak, khususnya dalam menutup aurat, diantaranya terdapat
dalam Qur’an surat: al-Ahzab ayat 59, Al-A’raf ayat 26 dan 31 serta an-
Nahl ayat 81. Semua dalil-dalil Al-Qur’an tersebut menegaskan dengan cara
mengisyaratkan fungsi pakaian sebagai pemelihara manusia dari sengatan
panas ataupun dingin dan sebagai benteng agar manusia hidup tentram.
8 Muhammad Tholhah Hasan, Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia, (Jakarta:
Lantabora Pres, 2004), hlm.15
7
Salah satunya yaitu QS. Saba’ ayat 26. Perhatikanlah ucapan Rasulullah
SAW ketika beliau mengingatkan akan Allah9, “katakanlah, Tuhan kita
akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara
kita dengan benar. Dan Dia lah Maha Pemberi keputusan lagi Maha
Mengetahui.”
Ayat di atas membahas tentang salah satu akhlak interaksi sosial yang
baik yaitu dengan mengingatkan dan takut kepada Allah. Dengan demikian,
maka sebagai hamba Allah saling mengingatkan dalam kebaikan. Masih
banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas tentang pendidikan akhlak
dalam interaksi sosial yang sesuai dengan syariat Islam. Namun, peneliti
mengambil salah satu dalil Al-Qur’an yang kandungannya berisi tentang
pendidikan tentang menundukkan pandangan, tentang menutup aurat antara
kaum adam dan hawa. Selain itu pula dalam kandungan QS. An-Nur ayat
30-31, disebutkan siapa saja mahram bagi kaum hawa.
Dengan demikian alasan peneliti mengambil dalil QS. An-Nur ayat 30-
31 karena bagi peneliti ayat ini sangat penting untuk dikaji, agar para
pembaca mengetahui bahwa pendidikan akhlak dalam interaksi sosial
kepada selain mahram sangat jelas dalam QS. An-Nur ayat 30-31. Isi
kandungan serta tafsiran dari QS. An-Nur: 30-31 sudah mencakup seluruh
kewajiban yang perlu diperhatikan sebagai seorang mukmin/mukminah dan
muslim/muslimah dalam berinteraksi dengan selain mahram. Yaitu suatu
kewajiban yang mutlak dan harus dijalankan karena sangat berpengaruh
sekali dalam kehidupan saat ini, dan masa yang akan datang sampai akhir
hayat, karena tidak sedikit para remaja yang salah bergaul, yang tidak
memperhatikan batasan-batasan aurat sehingga kemudian terjerumus ke
lubang yang dilarang oleh syariat. Contohnya berbuat zina dan perbuatan
keji lainnya yang saat ini sudah merajalela pada anak-anak zaman sekarang.
Maka dengan didasari latar belakang tersebut, judul skripsi penulis
ialah mengenai “Pendidikan Akhlak dalam Interaksi Sosial dengan
9 Syeikh Musthafa Al-‘Adawy, Fikih Akhlak, (Jakarta: Qisthii Press, 2010), cet.15,
hlm.126
8
selain Mahram Perspektif QS. An-Nur Ayat 30-31” pada ayat tersebut
akan menjelaskan mengenai apa saja yang wajib mukmin/mukminah
pelihara ketika dalam bergaul dengan sesama muslim baik pergaulan antara
wanita dengan wanita, lelaki dengan lelaki, dan wanita dengan laki-laki
ajnabi (yang bukan muhrim).
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas pada penelitian “Pendidikan Akhlak
dalam Interaksi Sosial dengan selain Mahram Perspektif QS. An-Nur Ayat
30-31”. Maka teridentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1. Banyak Pelajar yang belum memahami pendidikan akhlak dalam
interaksi sosial.
2. Banyak keluarga yang belum menyadari bahwa Mahram itu orang yang
haram baginya untuk dinikahi apalagi diperlakukan hina seperti
dizinahi.
3. Banyak kaum wanita dan laki-laki yang belum menjaga pandangan
kepada selain mahramnya.
4. Banyak wanita yang tidak menjaga perhiasannya sehingga
mengundang syahwat kaum adam begitu pula sebaliknya.
C. Pembatasan Masalah
Dalam kandungan QS. An-Nur ayat 30-31 mencakup perintah Allah
kepada hamba-Nya untuk menjaga aurat, disebutkan pula siapa saja mahram
bagi laki-laki dan perempuan. Untuk itu agar pembahasannya tidak keluar
jalur atau terfokus pada judul ini, maka penulis mengambil pembahasan
yang berkaitan dengan berbagai macam permasalahan di atas yaitu:
Pendidikan Akhlak dalam interaksi sosial dengan selain mahram
sebagaimana terkandung dalam QS. An-Nur ayat 30-31.
Interaksi sosial adalah suatu hubungan yang terjadi antar individu,
kelompok, organisasi dan lain sebagainya, dalam interaksi ini terdapat
kontak sosial dan komunikasi. Dua hal tersebut adalah syarat dalam
interaksi sosial. Adapun mahram ialah seseorang yang dilarang syariat
9
untuk dinikahi selama hidupnya, dikarenakan terdapat hubungan nasab dan
karena saudara sepersusuan.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka masalah dalam
penelitian ini dapat dirumuskan, antara lain:
1. Bagaimanakah pendidikan akhlak dalam interaksi sosial dengan selain
mahram perspektif QS. An-nur ayat 30-31?
2. Siapa sajakah yang termasuk dalam kategori mahram dalam QS. An-
nur ayat 31?
3. Mengapa umat muslim wajib memperhatikan akhlak ketika berinteraksi
kepada sesama mahram maupun selain mahram?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian:
Tujuan penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuannya
antara lain:
1. Untuk mengetahui pendidikan akhlak dalam interaksi sosial dengan
selain mahram perspektif QS. An-Nur ayat 30-31.
2. Untuk mengetahui sekelompok orang yang termasuk mahram dalam
QS. An-Nur ayat 31.
3. Agar umat muslim mengetahui betapa pentingnya bahwa sebagai
muslim harus memperhatikan akhlaknya ketika berinterasi kepada
sesama mahram maupun selain mahram.
Manfaat Penelitian:
Adapun manfaat dari hasil penelitian ini diantaranya sebagai berikut:
1. Secara umum :
a. penelitian ini untuk mengembangkan ilmu pengetahuan intelektual
dalam ilmu pendidikan agama Islam, terutama mengenai
pendidikan akhlak dalam interaksi sosial dengan selain maram.
10
b. Bagi pembaca, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
rujukan dalam mengembangkan pendidikan akhlak ketika
berinteraksi dengan selain mahram sesuai dengan syri’at Islam.
2. Secara khusus :
a. Bagi jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, dapat dijadikan salah satu rujukan untuk mengetahui
tentang pendidikan akhlak yang terdapat dalam Al-Qur’an dan
diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan dalam bidang
pendidikan Islam.
b. Bagi guru dan orang tua, sebagai pedoman dalam menerapkan
nilai-nilai pendidikan akhlak dan sebagai contoh pedoman untuk
membina akhlak siswa atau anak dalam interaksi sosial dengan
selain mahramnya.
11
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Pendidikan Akhlak
1. Pengertian Pendidikan Akhlak
Istilah Pendidikan dalam bahasa Arab ialah al-Tarbiyah, kata al-
Tarbiyah berasal dari kata rabb ( -kata rabb adalah Huwa insya al .(رب
syai halan fa halan ila hadd al-tamam, yang maknanya menumbuhkan
sesuatu setahap demi setahap hingga mencapai batas yang sempurna.
Selain Kata rabb yang merupakan asal kata tarbiyah adalah isim
mashdar yang dipinjam untuk isim fa’il. Seseorang tidak dapat
mengatakan Rabb untuk semua Tuhan. Rabb hanya untuk Allah, karena
Allah-lah yang memikul beban untuk mewujudkan kemashlahatan,10
seperti dalam firman-Nya: Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
“(Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan
yang maha pengampun” (QS. Saba’ [34]:15).
Kata rabb yang merupakan akar dari kata tarbiyah yang artinya
ialah sumber yang memberikan ilmu pengetahuan, sebagaimana seorang
Al-Hakim (filosof), dan dapat dikatakan pula berarti sesuatu yang
diberikan kepada seseorang, seperti seseorang yang menghiasi dirinya
dengan ilmu. Kedua istilah tersebut sangat wajar, karena setiap orang
yang mengisi dirinya dengan ilmu, maka orang tersebut akan
mengembangkan ilmu yang didapatnya, dan barangsiapa yang
memelihara dan mengembangkan ilmunya maka berarti ia telah
memelihara dan mengembangkan dirinya.11
Akhlaq merupakan bentuk jamak dari kata khulq, yang secara
bahasa artinya kebiasaan, perilaku, sifat dasar dan perangai.12 Kata
10 Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2016), Cet.1, hlm.72 11 Abuddin Nata, hlm.73 12 Louis Ma’luf al-Yasui, Kamus al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam,(Bairuth: Dar el
Masyruq, 2008), hlm.194
12
akhlak ( )أخالق jamak dari kata khilqun )خلق ) atau khuluqun خلوق() yang
artinya sama dengan arti akhlaq (أخالق) . Baik kata akhlaq ( )أخالق atau
khuluq خلق() kedua-duanya dijumpai pemakainnya dalam Al-Qur’an,
maupun Hadis.13
Menurut Imam Al-Ghazali, antara khuluq dan khalqu ialah dua sifat
yang dapat dipakai bersama. Jika menggunakan kata khalqu maka yang
dimaksud adalah bentuk lahir, sedangkan jika menggunakan kata khuluq
maka yang dimaksud adalah bentuk batin. Karena manusia tersusun dari
jasad yang dapat disadari adanya dengan kasat mata (bashar), dan dari
ruh dan nafs yang dapat disadari adanya dengan penglihatan kata hati
(bashirah), sehingga kekuatan nafs atau jiwa yang adanya disadari
dengan bashirah lebih besar daripada jasad yang adanya disadari dengan
bashar. Sesuai dengan hal ini Imam al-Ghazali mengutip firman Allah
dalam Al-Qur’an surat Al-Shaad ayat 71-72.14
Menurut Ibnu Maskawaih, sebagai pakar bidang akhlak terkemuka
dalam kitabnya Tahzibul Akhlak yang di kutip oleh Prof. Dr. Moh.
Ardani dalam bukunya yang berjudul Al-Qur’an dan Sufisme
Mangkunegara IV, Ibnu Maskawaih mengatakan bahwa akhlak adalah:
“Sikap yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk berbuat tanpa
pikir dan pertimbangan (lagi).”
Dalam konsep Ibnu Maskawaih bahwasannnya akhlak adalah sikap
mental manusia yang mendorong jiwa raga untuk melakukan tindakan
tanpa berpikir terlebih dahulu dan melakukan pertimbangan. Dalam
jiwa manusia terdapat dua macam tingkah laku, yaitu: tingkah laku yang
berasal dari watak (temperamen) dan juga berasal dari kebiasaan dan
13 Abuddin Nata, Akhak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015),
cet.14, hlm.1 14 Muhammad al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, (Libanon: Bairut, 2005), hlm.49
13
latihan. Dengan kata lain tingkah laku manusia mengandung dua unsur,
yaitu: unsur watak naluri dan unsur usaha lewat kebiasaan dan latihan.15
Shalah Syahdi mengatakan bahwa Akhlak adalah agama. Barang
siapa akhlaknya melebihi dirimu, maka agama orang tersebut lebih
dibandingkan dirimu.16 Rasulullah SAW bersabda:
بعثت مالك بن أنس رحمه الله( ب لغه: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: -)ط
م 17الخالق, أخرجه الموطأحسن لتم
“sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan keluhuran
akhlak.” (HR. Imam Ahmad, Baihaqi dan Malik)
Setelah dijelaskan di atas mengenai arti pendidikan dan akhlak
secara bahasa. Maka pendidikan akhlak adalah suatu proses mendidik,
memelihara, membentuk, dan memberikan latihan mengenai akhlak
dan kecerdasan berpikir baik yang bersifat formal amupun informal
yang didasarkan pada ajaran-ajaran Islam. Pendidikan akhlak
merupakan bimbingan yang diberikan oleh pendidik terhadap anak
didik baik di rumah maupun di sekolah, yang berkaitan dengan masalah
keimanan dan budi pekerti, sehingga jasmani dan rohani anak didik
berkembang menjadi pribadi utama sesuai dengan ajaran Islam.
terdapat lima ciri dalam perbuatan akhlak, diantaranya:
a. perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam
jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
b. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah
dan tanpa pemikiran.
15 Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, Nilai-nilai Akhlak / Budi Pekerti dalam Ibadat dan
Tasawuf, (Jakarta: CV. Karya Mulia, 2005), Cet.II, hlm.27 16 Shalah Syadi, Mutiara Hikmah Kitab Madarijus Salikin, (Jakarta: Najla Press, 2003),
ptrj. Abdul Syukur, Ahmad Rivai Utsman, hlm.17 17 Ibnu Al-atsir Al-Jazari, Jami’il Ushul fi Ahaditsi Ar-Rasul, ( حقوق الطبع محافوظة للمحقق و الناشر
0791), Juz.4, hlm.4
14
c. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri
orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari
luar.
d. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan
sesungguhnya, bukan main-main atau karena sandiwara.
e. Perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan
yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan
karena ingin dipuji orang.18
Jadi dari beberapa pendapat di atas, pendidikan akhlak adalah suatu
proses yang berupa bimbingan dan pengajaran yang dilakukan secara
terencana dan terus menerus agar senantiasa tertanam perilaku dan
kebiasaan yang baik serta agar dapat mengembangkan potensi mulia
pada diri anak didik, sehingga mereka memiliki akhlaqul karimah.
2. Metode Pendidikan Akhlak
Ibnu Maskawaih dalam kitabnya Tahdzib al-Akhlak menolak
sebagian pemikiran Yunani yang mengatakan bahwa akhlak tidak bisa
diubah, karena berasal dari watak dan pembawaan. Namun menurutnya,
akhlak dapat berubah dengan kebiasaan dan latihan serta pelajaran yang
baik. karena kebanyakan anak-anak yang hidup dan dididik dengan
suatu cara tertentu dalam masyarakat, ternyata mereka berbeda dalam
menerima nilai-nilai akhlak yang luhur. Maka demikian, manusia dapat
diperbaiki akhlaknya dengan mengosongkan yang ada pada dirinya
sifat-sifat tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji dan
luhur.19
18 Abuddin Nata, Akhak Tasawuf dan Karakter Mulia, hlm.4 19 Ibnu Maskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, (Bandung: Mizan, 1994), Terj.Helmi
Hidayat, hlm.14
15
Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum siregar mengatakan
bahwa sistem pembinaan akhlak ada tiga cara, yaitu dengan cara
Takhalli, Tahalli, dan Tajalli.20
a. Takhalli
Takhalli ialah merupakan langkah pertama yang harus dilewati
seseorang, yakni berupa usaha mengosongkan diri dari perilaku atau
akhlak tercela. Hal tercela tersebut dapat dicapai dengan
menjauhkan diri dari perbuatan maksiat dalam segala bentuknya dan
berusaha menghilangkan dorongan hawa nafsu.
b. Tahalli
Tahalli ialah suatu upaya mengisi atau menghiasi diri dengan jalan
membiasakan diri bersikap dan berperilaku baik. tahapan ini
dilakukan setelah jiwa dalam keadaan kosong dari akhlak-akhlak
tercela.
c. Tajalli
Pada tajalli inilah akan menyempurnakan dua rangkaian
sebelumnya, pendidikan akhlak akan sempurna pada fase ini. Tahap
ini termasuk penyempurnaan kesucian jiwa.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari
pendidikan, latihan, pembinaan dan perjuangan keras serta sungguh-
sungguh. Akhlak manusia itu sebenarnya bisa dibentuk. Orang yang
jahat tidak akan selamanya jahat, seperti halnya dengan seekor binatang
yang ganas dan buas dapat dijinakkan dengan latihan dan asuhan. Maka
manusia yang berakal bisa diubah dan dibentuk perangai atau sifatnya.
Maka demikian perlunya kemauan yang keras dan gigih untuk
menjamin terbentuknya akhlak yang mulia.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Imam al-Ghazali yang di
kutip oleh Musyarofah dalam tesisnya yang berjudul Metode
20 Ahmad Bangun Nasution dan Rayani hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2013), hlm.30
16
Pendidikan Akhlak menurut Imam al-Ghazali. Imam al-Ghazali
berpendapat bahwa adanya perubahan akhlak bagi seseorang adalah
bersifat mungkin, misalnya dari sifat kasar berubah menjadi sifat
lembut. Lebih lanjut, Imam al-Ghazali membenarkan adanya
perubahan-perubahan keadaan terhadap beberapa ciptaan Allah, kecuali
apa yang sudah menjadi ketetapan Allah seperti langit dan bintang-
bintang. Sedangkan dalam keadaan yang lain seperti pada diri sendiri
dapat diusahakan kesempurnaannya melalui jalan pendidikan.
Contohnya menghilangkan nafsu dan kemarahan yang ada pada diri
seseorang di muka bumi ini sungguhlah tidak mungkin, namun untuk
mengurangkan keduanya sungguh menjadi hal yang mungkin dengan
jalan menjinakkan nafsu melalui beberapa latihan rohani.21
Kebiasaan yang dilakukan sejak kecil akan bersifat terus menerus
secara berkesinambungan. Pada dasarnya pendidikan akhlak yang
bersifat lahiriyah dapat pula dilakukan dengan cara paksaan lama-
kelamaan akan menjadi kebiasaan. Begitu pula penanaman akhlak yang
baik kepada diri seseorang tidak cukup hanya dengan pelajaran yang
berupa perintah, dan larangan akan tetapi yang lebih utama yaitu melalui
pendidikan yang disertai contoh nyata mengenai teladan yang baik-baik.
Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW., dengan
budi pekerti yang mulia dalam mendidik dan membentuk akhlak para
sahabatnya dan kaum muslimin.
3. Sendi-sendi Akhlak
Menurut imam al-Gazali akhlak adalah tentang suatu keadaan yang
tetap didalam jiwa, yang darinya akan muncul perbuatan-perbuatan
dengan mudah tanpa membutuhkan pemikiran serta penelitian. Apabila
dari keadaan ini muncul perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut
akal dan syariat seperti halnya jujur, bertanggung jawab, adil dan lain
21 Musyarofah, Metode Pendidikan Akhlak Menurut Imam al-Ghazali, (UIN Malang,
2017), hlm.66
17
sebagainya, maka keadaan demikian dinamakan akhlak yang baik,
namun apabila yang muncul perbuatan-perbuatan buruk seperti
berbohong, egois, tidak amanah dan lain sebagainya, maka keadaan
demikian dinamakan akhlak yang buruk.22
Akhlak dalam wujud pengalamannya dibedakan menjadi dua yaitu
akhlak terpuji dan akhlak tercela.23 Adapun pondasi untuk memiliki
akhlak terpuji serta penyebab tumbuhnya akhlak tercela antara lain:
a. Pondasi Akhlak Terpuji
Akhlak terpuji ialah apabila seorang hamba menjalankan segala
yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan kemudian tertanam pada
dirinya perbuatan yang baik, maka itulah yang dinamakan akhlak
terpuji.24
Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa akhlak bukan hanya
sekedar suatu perbuatan, bukan pula sekedar kemampuan berbuat,
juga bukan pengetahuan, akan tetapi akhlak harus menggabungkan
atau menyatukan dirinya dengan situasi jiwa yang siap
memunculkan perbuatan-perbuatan, dan situasi tersebut harus
melekat sedemikian rupa didalam diri, sehingga perbuatan yang
muncul darinya tidak bersifat sesaat melainkan menjadi kebiasaan
dalam kehidupan sehari-hari. Kesempurnaan akhlak sebagai suatu
keseluruhan tidak hanya bergantung kepada suatu aspek pribadi,
akan tetapi terdapat empat kekuatan didalam diri manusia yang
menjadi unsur bagi terbentuknya akhlak baik dan buruk. Kekuatan-
kekuatan itu adalah kekuatan ilmu, kekuatan nafsu syahwat,
kekuatan amarah dan kekuatan keadilan dinatara ketiga kekuatan
ini.25
22 Imam al-Ghazali, Iya Ulumuddin, Juz.3, hlm.52 23 Moh. Ardani, Al-Qur’an dan Sufisme Mangkunegara IV (studi serat-serat piwulang),
(Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, 1995), hlm.272 24 Moh. Ardani, hlm.273 25 Imam al-Ghazali, Iya Ulumuddin, Juz.3, hlm.52
18
Menurut Mohammad Ardani dalam bukunya yang berjudul Al-
Qur’an dan Sufisme Mangkunegara bahwa Induk-induk akhlak yang
baik seperti yang disebut Imam al-Ghazali antara lain: Kekuatan
ilmu wujudnya berupa hikmah yaitu keadaan jiwa yang dapat
menentukan hal-hal yang benar di antara yang salah dalam urusan
ikhtiariah, kekuatan marah wujudnya berupa syaja’ah/berani yaitu
keadaan kekuatan nafsu marah yang tunduk kepada akal, kekuatan
nafsu syahwat berupa ‘Iffah/perwira, yaitu keadaan syahwat yang
terdidik oleh akal dan syariat agama. Dan kekuatan keseimbangan
di antara kekuatan yang tiga di atas wujudnya ialah Adil, yaitu
kekuatan jiwa yang dapat menuntun amarah dan syahwat sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh hikmah.26
Hemat saya yang dapat saya fahami dari pendapat di atas dan
dalam kitab Ihya Ulumddin, bahwa untuk mencapai akhlak yang
mulia perlu menanamkan dalam dirinya empat rukun yang akan
menghasilkan akhlak yang baik, antara lain: kekuatan ilmu,
kekuatan amarah, kekuatan syahwat, dan kekuatan keadilan atau
keseimbangan dari tiga kekuatan tersebut. Adapun apabila
seseorang telah memiliki kekuatan ilmu, maka dengan mudah ia
dapat membedakan mana perkataan yang jujur dan dusta, mana yang
hak dan batil, serta mana perilaku yang baik dan buruk. Jika telah
sampai pada kekuatan ilmu, maka akan membuahkan Hikmah.
Seseorang yang sudah mencapai hikmah ialah seseorang yang dapat
membedakan mana yang benar dan salah, dan hikmah merupakan
sumber dari akhlak hasanah. Adapun kekuatan amarah yang bisa
terkontrol dan termenej itu akan menjadi sebuah kebijaksanaan.
Begitu juga dengan syahwat yang baik di bawah naungan petunjuk
kebijaksanaan. Adapun kekuatan keadilan atau keseimbangan akan
26 Moh. Ardani, Al-Qur’an dan Sufisme Mangkunegara IV, (Yogyakarta: PT. Dana
Bhakti Wakaf, 1995), hlm.274
19
menaungi syahwat dan amarah dibawah petunjuk akal dan syari’at.
Maka hikmah akan menjadi benteng dari tiga kekuatan tersebut.
Ensiklopedia Islam menggolongkan 31 sikap dan perilaku
manusia kedalam kelompok akhlak mulia dan terpuji. Sikap dan
perilaku tersebut antara lain: berani dalam hal positif, adil dalam
memutuskan tanpa membedakan kedudukan, status sosial, dan
ekonomi, maupun hubungan kekerabatan, bijaksanaa dalam
menghadapi dan memutuskan sesuatu, mendahulukan kepentingan
orang lain dan kepentingan pribadi, pemurah/dermawan, ikhlas
dalam setiap beraktifitas, cepat bertaubat, jujur dan benar, tenang,
amanah, sabar, pemaaf, selalu optimis, iffah (menjaga diri dari
segala sesuatu yang dapat merusak kehormatan dan kesucian, al-
Haya (malu berbuat salah), tawadhu, mengutamakan perdamaian,
zuhud, ridho atas segala ketentuan Allah Swt., setia terhadap
sahabat, bersyukur, mengutamakan musyawarah, tawakkal,
dinamis, murah senyum, selalu memperhatikan keadaan tetangga
dan lingkungan, menghormati dan meghargai orang lain, menjauhi
sifat iri dan dengki, rela berkorban demi kepentingan kemaslahatan
bersama, dan dalam membela agama Allah Swt.27
b. Penyebab Akhlak Tercela
Akhlak tercela ialah apabila seorang hamba menjalankan apa-
apa yang telah dilarang Allah dan Rasul-Nya kemidain melahirkan
perbuatan-perbuatan yang buruk, maka itulah yang dinamakan
akhlak tercela.
Terdapat empat sendi yang menjadi sumber perbuatan-
perbuatan tidak baik. sendi-sendi ini ialah kebalikan dari empat
sendi dari akhlak terpuji. Di antaranya: sifat Khubtsan wa jarbazah
yaitu keji dan pintar busuk, dan balhan/bodoh yaitu keadaan jiwa
yang terlalu pintar atau tidak bisa menentukan yang benar diantara
27 Hafidz Dasuki, Ensiklopedia Jilid I, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve, 1997), hlm.102-
103
20
yang salah karena kebodohannya, dan urusan ikhtiariah. Tahawwur
yaitu berani tapi sembrono, jubun/penakut, dan khuran/lemah tidak
bertenaga, yaitu kekuatan amarah yang tidak bisa dikekang atau
tidak pernah dilahirkan, sekalipun sesuai dengan yang dikehendaki
akal. Syarhan/rakus, dan jumud/beku, yaitu keadaan syahwat yang
tidak terdidik oleh akal dan syari’at agama, berarti ia bisa berlebihan
atau sama sekali tidak berfungsi. Dan zalim, yiatu kekuatan syahwat
dan amarah yang tidak terbimbing oleh hikmah.
Keempat sendi tersebut akan menjadikan seseorang memilki
akhlak yang buruk dan akan tertanam padanya sifat-sifat tercela
seperti riya, mencaci maki, khianat, dusta, dengki, keji, serakah,
ujub, pemarah, malas, membuka rahasia, kikir dan sebagainya, yang
kesemuanya itu akan mendatangkan mudarat bagi dirinya dan
masyarakat disekitarnya.28 Akhlak mulia akan tercermin dalam
sikap dan tingkah laku individu pada hubungannya dengan Allah,
diri sendiri, sesama manusia dan sesama makhluk Allah SWT serta
lingkungannya.29
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akhlak
Sesuatu yang dikerjakan manusia bersumber dari jiwanya,
walaupun kejiwaan tidak kasat mata namun jiwa manusia dapat dilihat
dari tingkah laku kesehariannya. Maka setiap perbuatan manusia itu
bersumber dari jiwa manusia, dan di dalam perbuatan manusia terdapat
dua faktor yang menjadi dasar seseorang melakukan sebuah tindakan,
yaitu:
a. Faktor Internal
1) Gharizah/insting (naluri)
28 Moh. Ardani, Al-Qur’an dan Sufisme Mangkunegara IV (hlm.276 29 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hlm.92
21
Gharizah ( غريزة) adalah mashdar dari يغرز -غرز yang secara
etimologi berarti tabi’at, naluri dan watak.30 Adapun kata insting
atau naluri Dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah suatu pola
perilaku dan reaksi terhadap suatu rangsangan tertentu yang tidak
dipelajari tapi telah ada sejak kelahiran suatu makhluk hidup dan
diperoleh secara turun temurun (filogenetik).
Menurut sebagian para ahli, akhlak tidak perlu di bentuk,
karena akhlak adalah gharizah (instinct) yang dibawa manusia sejak
lahir. Sehingga ada sebuah pandangan bahwa akhlak akan tumbuh
dengan sendirinya meskipun tanpa dibentuk dan diusahakan.
Contohnya seperti postur tubuh seseorang yang “pendek”, tidak
dapat dengan sendirinya meninggikan dirinnya.31
Gharizah (instinct) dikelompokkan ke dalam tiga bagian, antara
lain:
a) Gharizah untuk menjaga diri sendiri
Gharizah menjaga diri pribadi dimiliki oleh seluruh
makhluk hidup di muka bumi ini, insting ini memiliki
kepekaan yang sangat tajam dalam merespon apa yang
dihadapi makhluk hidup, begitu juga pada diri manusia
senantiasa akan selalu melindungi dirinya dari bahaya
sekelilingnya. Insting menjaga diri sendiri itu akan hidup
bersama dengan makhluk hidup di dunia ini.
b) Gharizah menjaga lawan jenis
Gharizah ini merupakan tingkah laku utama manusia.
Manusia memiliki sifat saling tolong menolong dan berbagi
kasih kepada sesemanya dan lawan jenisnya yang
menjadikan manusia termotivasi dalam menjalani
kehidupan. Insting tersebut haruslah diatur dengan sebaik-
30 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif,
1984), hlm.1001 31 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, hlm.154
22
baiknya agar dapat mencapai kebahagiaan, namun apabila
insting ini tida di jaga dengan baik maka akan menimbulkan
bahaya yang besar, karena nafsu dan hasrat manusia sangat
berperan pada insting ini.
c) Gharizah merasa takut
Gharizah merasa takut dimiliki oleh seluruh manusia,
insting ini akan mengikuti perjalanan manusia dalam
menempuh kehidupan, manusia terkadang takut dengan apa
yang akan terjadi pada dirinya, begitu juga takut pada
sekelilingnya. Terdapat nilai-nilai positif pada insting ini,
karena dengan rasa takut manusia akan mencoba melindungi
dirinya dari berbagai ancaman, selain daripada itu insting
merasa takut pun dapat memperoleh manfaat serta
kesuksesan pada kehidupan manusia, karena jika manusia
memiliki rasa takut kepada suatu hal yang bila terjadi pada
dirinya, maka rasa takut itu akan menjadi sebuah motivasi
agar dapat terhindar dari sesuatu buruk yang diinginkan.
Demikian pula akhlak akan rusak bila tidak terdapat insting
takut di dalam diri seseorang.
2) Pola Dasar Bawaan
Manusia memiliki sifat ingin tahu, karena ia datang ke dunia
tidak memiliki pengetahuan (La ta’lamuna syaian). Apabila
seseorang mengetahui suatu hal dan ingin mengetahui sesuatu
yang belum diketahui, bila diajarkan padanya maka ia merasa
sangat senang hatinya karena bertambah pengetahuan barunya.
Tingkat kesenangan itu dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
Ladzadzat (kepuasan) dan Sa’adah (kebahagiaan). Semakin
bertambah banyak yang diketahui, maka bertambah naiklah
tingkat kepuasan dan rasa kebahagiaan. Ini hanya dapat
23
dirasakan secara utuh dan sempurna bagi orang yang lebih luas
ilmu pengetahuan dan keimanannya.32
Pembawaan adalah seluruh kemungkinan atau potensi yang
terdapat dalam diri individu dan selama masa perkembangannya
benar-benar dapat diwujudkan.
Potensi yang terdapat pada diri manusia bermacam-macam,
tidak dapat direalisasikan begitu saja, tetapi potensi tersebut
akan mengalami perkembangan dengan latihan-latihan,
disamping itu, tiap-tiap potensi memiliki masa kematangannya
masing-masing. Potensi pada diri seseorang yaitu berasal dari
bawaan, yang tidak dapat diamati secara terperinci. Namun
dengan melihat keberhasilan yang dicapai seseorang, maka akan
nampak pada watak serta tingkah laku orang tersebut dan
demikian kita pula dapat mengambil kesimpulan tentang bawaan
tertentu yang terdapat pada diri orang tersebut.
3) Pembiasaan
Dalam akhlak, pembiasaan ialah merupakan suatu
keniscayaan yang harus diwujudkan. Adapaun dalam bahasa
agama, pembiasaan adalah istiqomah. Ajaran sholat yang
dilakukan setiap hari dalam 5 waktu, perintah puasa ramadhan
serta zakat, dan sebagainya, adalah bentuk nyata dari agama
Islam untk mejadikan umatnya terbiasa dalam melakukan
kebiakn-kebaikan sebagai sebuah pengabdian amal shalih dan
ibadah. Alah telah menjamin dalam firman-Nya al-Qur’an surat
Fushilat ayat 30, yakni bagi hambanya yang istiqomah dijalan-
Nya maka baginya adalah surga. kebiasaan tidak saja melahirkan
sebuah aktivitas kepada sesamanya yang bernilai akhlaki, dan
dalam setiap aktivitas yang dilakukannya akan melahirkan
32 Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2007),
Cet.I, hlm.82
24
sebuah kabar gembira atau kegembiraan dan kebahagiaan yang
tak terhingga bagi pelakunya.33
4) Suara Hati
Suara hati yang tersinari disebut hati nurani, yang dalam
bahsa al-Qur’an disebut dengan fuadah, sedang suara hati yang
tidak tersinari disebut waswis. Fuadah tidak pernah berdusta dan
karenanya ia selalu jujur dalam menyampaikan informasinya.
Yang benar ia katakan benar dan yang salah ia katakan salah.
Fuadah juga selalu melakukan aktivitas sesama manusia yang
menyejukkan karena segala aktivitasnya selalu dipijakkan
kepada perintah Allah dan rasul-Nya, sedang suara waswis
kebalikan dari fuadah.34
5) Kehendak
Menurut Sidi Ghazalba yang di kutip oleh Hasyim
Syamhudi, bahwa kehendak bersinonim dengan kemauan,
sedang keinginan bersinonim dengan hasrat. Artinya: ketika
keinginan diberi penekanan, naiklah keinginan tersebut menjadi
kehendak, dan ketika kehendak disambungkan dengan kondisi
jiwa atau halunnafs, maka kehendak akan melakukan aktivitas
antar sesamanya.
Allah menjelaskan kehendak dalam sebuah firman-Nya
(QS. Al-Kahfi ayat 29), bahwa kehendak dalam kesendiriannya
mempunyai kebebasan untuk bersama kondisi jiwa, melahirkan
aktivitas kepada sesama manusia dengan pilihannya.35
b. Faktor Eksternal
1) Lingkungan
Lingkungan merupakan suatu yang melindungi tubuh yang
hidup yang dalam konteks akhlak ini tentunya adalah manusia.
33 M. Hasyim Syamhudi, Akhlak Tasawuf, (Malang: Madani Media, 2015), hlm.134 34 M. Hasyim Syamhudi, hlm.138 35 M. Hasyim Syamhudi, hlm.140
25
Lingkungan manusia yang merupakan faktor yang
mempengaruhi dan menentukan tingkah laku umat manusia.
Lingkungan ini dapat mematahkan dan mematangkannya bakat
yang di bawa seseorang. Jika kondisi lingkungan tidak baik
maka hal itu merupakan hal perintang dalam mematangkan
bakat seseorang.36
Secara umum lingkungan itu dapat dikatagorikam kepada
dua macam yaitu lingkungan alam dan lingkungan sosial.
Lingkungan alam yang melingkungi manusia merupakan faktor
yang mempengaruhi dan menentukan tingkah laku seseorang.
Lingkungan tempat tinggal seseorang akan ikut mencetak akhlak
manusia yang tinggal di lingkungan tersebut.
Adapun lingkungan sosial atau pergaulan sangat besar
pengaruhnya bagi manusia dalam proses pembentukan
akhlaknya. Manusia hidup selalu berhubungan dengan manusia
lainnya, itulah sebabnya manusia harus bergaul. Oleh karena itu
pergaulan akan mempengaruhi dalam pikiran, sifat dan tingkah
laku. Ligkungan sosial/pergaulan ini dapat dibagi kepada
beberapa kategori antara lain: lingkungan dalam rumah tangga,
sekolah, pekerjaan, organisasi, kehidupan ekonomi, serta
lingkungan pergulan yang bersifat umum dan bebas.37
2) Tradisi atau Adat Istiadat
Akhlak adalah suatu keadaan yang tertanam dalam jiwa
berupa keinginan kuat yang akan melahirkan perbuatan secara
langsung dan terus menerus tanpa memerlukan pemikiran-
pemikiran. Maka keadaan jiwa itu adakalanya bersifat alami
(thabi’i) yang didorong oleh fitrah manusia untuk melakukan
suatu perbuatan atau tidak melakukannya seperti rasa takut.
36 Arief Wibowo, Berbagai Hal yang Mempengarui Pembentukan Akhlak, Suhuf, Vol.28,
No.1, Mei 2016, hlm.99 37 Kasmuri Selamat dan Ihsan Samusi, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012),
hlm.42
26
Selain daripada itu suasana jiwa adakalanya juga disebabkan
oleh adat istiadat, contohnya seperti orang yang membiasakan
berkata benar secara teru-menerus, maka jadilah suatu bentuk
akhlak yang tertanam dalam batin seseorang.38
Tradisi yang terbentuk dari sebuah hasil dialog antara
individu dengang individu lainnya atau dengan lingkunga,
menjadikan individu terikat oleh tradisi atau adat kebiasaan yang
melingkarinya. Artinya: mau tidak mau, seorang individu akan
melakukan aktivitas kepada sesamanya sesuai dengan tradisi
atau adat istiadat yang ada.39
3) Pendidikan
Pendidikan akan menjadi sebuah keniscayaan dalam
mempertemukan kerja akal dengan pikirnya dan kerja qalb atau
hati dengan dzikirnya. Semakin banyak ilmu pengetahuan yang
terserap oleh akal pikir, akan semakin banyak pula jalan pilihan
yang ditawarkan oleh akal pikirnya. Jika antara akal pikir dan
qalb seimbang maka aktivitas antar sesama manusia yang
menyejukkan kehidupan akan terwujud.40
Tiga faktor di atas sebagaian besar sangat berpengaruh
dalam pembentukan akhlak seseorang, karena untuk menanamkan
sebuah akhlak yang baik perlu ada pendukung selain diri sendiri
yaitu dari lingkungan sekitar. Karena akhlak baik akan tumbuh
apabila dibiasakan berada di lingkungan baik. begitu pula pada diri
individu ia akan baik selama ia berusaha menjadi baik.
B. Interaksi Sosial
1. Pengertian Interaksi Sosial
38 Moh. Ardani, hlm.272 39 M. Hasyim Syamhudi, hlm.136 40 M. Hasyim Syamhudi, hlm.141
27
Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, memiliki naluri
untuk hidup dengan manusia lainnya. Dalam kamus besar bahasa
indonesia arti interaksi adalah hal saling melakukan aksi, berhubungan,
memengaruhi., antar hubungan. Sedangkan sosila adalah berkenaan
dengan masyarakat yang memerlukan adanya komunikasi, suka
memperhatikan kepentingan umum seperti tolong menolong, gotong
royong dan menderma.
Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau
lebih dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah
atau memperbaiki kekuatan individu yang lain atau sebaliknya.41
Sehingga terjadinya proses sosial. Manusia secara individu merupakan
anggota dari suatu masyarakat, dimana ia tidak dapat melepaskan diri
dari lingkungan dan kondisi sosial budaya sekitarnya karena adanya
kepentingan bersama pada setiap individu yang hidup dalam suatu
masyarakat. Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan
sosial, karena tanpa adanya interaksi sosial, tidak akan mungkin ada
kehidupan bersama.42
Islam telah memberikan dasar-dasar umum dalam bermasyarakat.
Di dalamnya diatur hubungan antara individu dengan individu, antara
individu dengan masyarakat, antara satu komunitas dengan komunitas
masyarakat lainnya. Terdapat tiga teori kehidupan bermasyarakat: 1)
manusia bersifat kemasyarakatan, yang artinya bahwa masyarakat
merupakan tujuan umum, semesta, dan secara fitri ingin dicapai oleh
manusia. 2) manusia terpaksa bermasyarakat, yang artinya bahwa
bermasyrakat merupakan gejala tidak tetap dan kebetulan, dan 3) atas
dasar pemikirannya, manusia memilih hidup bermasysrakat, artinya
ialah bahwa bermasyarakat merupakan hasil nalar manusia sendiri.43
41 W.A Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Eresco, 1983), hlm.61 42 Khotimah, Interaksi Sosial Masyarakat Islam dan Kristen di Dusun Mulia Kecamatan
Tembang Kabupaten Kampar, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol.19, No.2 Juli-Desember
2016, 241. 43 Imam Suprayogo, Sosiologi Agama, (Malang: UIN Malang Press, 2006), hlm. 4-5
28
Interaksi sosial sama halnya dengan bergaul, Mengutip dari Kahar
Masyhur dalam bukunya yang berjudul Membina Moral dan Akhlak. Ia
mengartikan bahwa Bergaul itu ialah suatu kehidupan yang dijalani
bersama-sama. Baik dari sesama keluarga, saudara, tetangga, umat
muslim bahkan dengan agama lainnya.
Menurut Aristoteles manusia adalah makhluk sosial yang lebih
menyukai hidup dalam kebersamaan, berbaur daripada menyendiri dan
hidup sendiri.44 Maka dapat dikatakan bahwa manusia adalah makhluk
sosial yang memang saling membutuhkan satu sama lain melalui
interaksi dengan sesamanya agar dapat menjawab segala sesuatu yang
menjadi pertanyaan dalam hidupnya. Selain itu dengan adanya interaksi
sosial manusia akan dapat mewujudkan sifat sosialnya.45
2. Syarat dalam Interaksi Sosial
Dalam interaksi sosial ini ada beberapa syarat agar dapat terjadinya
interaksi sosial. Adapun yang menjadi syarat terjadinya interaksi sosial
menurut Soejono Soekanto yaitu berupa kontak sosial dan komunikasi
sosial.
a. Kontak sosial
Kontak sosial ini berasal dari kata bahasa latin yaitu con atau
cum yang berarti bersama-sama dan tango yang berarti
menyentuh. Jadi secara harfiah kontak sosila berarti bersama-
sama menyentuh.46 Secara fisik kontak sosial baru terjadi
apabila adanya hubungan badaniyah. Sedangkan sebagai gejala
sosial tidak perlu adanya hubungan badaniah. Karena orang
dapat melakukan hubungan dengan pihak lain tanpa
menyentuhnya, misalnya berbicara dengan lawan bicaranya
tidak mesti menyentuhnya, apalagi dewasa ini kemajuan
44 M. Cholil Masyur, Sosiologi Masyarakat Desa dan Kota (Surabaya: Usaha Nasional,
1984), hlm.31 45 Khotimah, Interaksi Sosial Masyarakat Islam dan Kristen di Dusun Mulia Kecamatan
Tembang Kabupaten Kampar, 242. 46 Soejono Soekanto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 1982), hlm.59
29
teknologi semakin pesat, orang-orang dapat berkomunikasi
melalui telepon, radio internet, dan lain sebagainya.47
Kontak sosial ini dapat terjadi dalam tiga bentuk yaitu:
1) Antara orang perorangan
2) Antara orang perorangan dengan kelompok sealiknya, dan
3) Antara kelompok manusia dengan kelompok manusia
lainnya.48
b. Komunikasi
Arti penting komunikasi adalah bahwa seseorang
memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud
pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-
perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. orang
yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap
perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut.49
Dengan demikian komunikasi ialah salah satu alat untuk
interkasi sosial dengan individu, kelompok atau manyarakat
luas. Dengan saling berkomunikasi, seseorang akan
mendapatkan sebuah informasi yang belum diketahuinya,
dengan komunikasi pula dapat menyampaikan ide atau gagasan
kepada sesamanya.
Selain syarat agar berlangsungnya interaksi sosial terdapat
faktor-faktor yang menjadi dasar proses terjadinya interaksi sosial
antara lain: faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Faktor-
faktor tersebut dapat bergerak sendiri-sendiri dan terpisah maupun
dalm keadaan tergabung.50
C. Mahram
1. Pengertian Mahram
47 Khotimah, hlm.245. 48 Soejono Soekanto, Pengantar Sosiologi, hlm.59 49 Soejono Soekanto, Pengantar Sosiologi, hlm.60 50 Soejono Soekanto, Pengantar Sosiologi, hlm.57
30
Menurut Syaikh Sholeh Al-Fauzan dalam buku Fiqih Munakahat
karangan Sahrani Sohari, beliau mengatakan bahwa mahram ialah
semua orang yang haram dinikahi selama-lamanya karena disebabkan
oleh nasab, seperti bapak, anak, dan saudaranya, atau disebabkan karena
saudara sepersusuannya, ayah ataupun anak tirinya.
Jadi secara garis besar, terdapat 3 golongan yang haram untuk
dinikahi; yaitu, karena ada hubungan nasab, sepersusuan dan hubungan
perkawinan (mushaharah). Semua itulah yang disebut dengan mahram.
Namun masyarakat sering menyebutnya dengan kata muhrim. Muhrim
berasal dari ahrama yuhrimu ihraman yang berarti orang yang
melakukan ihram. Maka dengan demikian, masyarakat salah kafrah
dalam penyebutan mahram menjadi muhrim.
Adapun yang termasuk mahram adalah: Suami, Ayah, Ayah suami,
Putranya yang laki-laki, Putra suami, Saudara, Putra dari saudara, Putra
dari saudari, Perempuan, Budaknya, Laki-laki yang menyertainya,
tetapi laki-laki itu tidak mempunyai kebutuhan lagi kepada perempuan,
Anak kecil yang belum mengetahu aurat perempuan, Paman (sudara
ayah), serta Paman (saudara ibu).51
a. Suami. Ia boleh melihat aurat isterinya sekalipun kemluan menurut
sebagian ulama. Namun terdapat perselisihan tentang hal itu.
Sebagian ulama mengatakan: boleh melihat bagian luarnya, bukan
dalamnya. Begitu pula wanita kepada suaminya. Ulama lain
mengatakan, tidak boleh. Dalilnya yaitu tentang pengakuan Aisyah
r.a., “Aku tidak melihat itu darinya dan ia tidak melihat itu dariku.”
Menurut Al-qurtubi, pendapat pertama yang sahih.
b. Ayah dari Istri; yaitu ayah atau ayah dari ayah seperti kakek, atau
ayah dari kakek.
c. Ayah dari suami, yaitu dari suami dan kakek-kakeknya. Bisa jadi
ayah suaminya ialah seorang laki-laki yang masih muda, dan
51 Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih perempuan Kontemporer, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2000), hlm.12
31
menampakkan perilaku yang tidak pantas kepada istri dari anaknya
maka sebaiknya untuk menjaga perhiasan kepadanya, karena
terkadang orang tua memiliki hasrat hewani.
d. Anak-anak suami; yaitu anak-anak suami yang laki-laki , termasuk
anak dari seorang anak begitu seterusnya kebawah, baik laki-laki
maupun perempuan.
e. Saudara-saudara laki-laki dari istri; walaupun berbeda-beda seperti
saudara laki-laki seayah ataupun saudara laki-laki seibu.
f. Anak-anak dari saudara laki-laki istri; yaitu anak-anak dari sudara
laki-laki sekandung atau seayah atau seibu dan seterusnya kebawah,
baik laki-laki maupun perempuan, seperti anak saudara perempuan
dan anak dari anak perempuan dari saudara perempuan.
g. Atau hamba sahaya yang mereka miliki. Namun saat ini sudah tidak
ada lagi hamba sahaya, mak tidak memerlukannya.
h. Atau pelayan-pelayan yang tidak mempunyai keinginan terhadap
para wanita karena akal mereka lemah, bodoh dan tidak mempunyai
syahwat. Ada yang mengatakan, orang yang sudah tua renta serta
ada pula yang mengatakan anak kecil yang belum tau apa-apa.52
i. Atau anak kecil yang belum mengetahui dan mengerti tentang
batasan-batasan aurat wanita, yang dimaksud disini ialah anak kecil
yang belum mencapai masa baligh.
j. Saudara penyusuan laki-laki, sudara lelaki dari penyusuan dianggap
sebagai mahram, maka tidak boleh mengawininya. Akan tetapi jika
diketahui adanya perbuatan keji dan fasik darnya, maka harus
menjaga diri terhadapnya. Namun bila mana ia adalah seorang laki-
laki yang sholih, maka ia sama seperti mahram.
52 Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqh Muslimah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999),
Cet.III, hlm.81-82
32
k. Saudara laki-laki ayah dan saudara laki-laki ibu, mereka semua
termasuk mahram, diharamkan mengawini menurut syara’. Maka
bila menampakkan perhiasan dihadapannya tidak apa-apa.53
D. Hasil Penelitian Yang Relevan
1. Pendidikan Islam Dan Etika Pergaulan Usia Remaja (Studi Pada
Peserta Didik MAN 2 Model Palu
Jurnal ini ditulis oleh Andi Anirah dan Sitti Hasnah. Setelah saya
membaca dan menganalisis Jurnal ini bahwasannya peneliti mengamati
pendidikan Akhlak peserta didik yang berada di MAN 2, dengan
memperhatikan kegiatan yang terstruktur pada sekolah tersebut,
sehingga dapat membawa peserta didik MAN 2 memiliki akhlak yang
mulia. Pada sekolah MAN 2 Model Palu ini, memiliki kegiatan formal
dan non formal dengan mengisi atau mengajarkan serta mendidik
pendidikan agama di luar jam pelajaran. Dengan demikian guru pada
MAN 2 Model Palu tersebut mudah dalam menanggulangi Akhlak usia
remaja.
peneliti menyatakan bahwa peserta didik MAN 2 Model palu sangat
jarang terlibat dalam peristiwa tawuran di sekolah, terlibat narkoba,
minuman keras, atau menunjukkan prilaku-prilaku, atau sikap yang
tidak menyenangkan di tengah masyrakat. Hasil pengamatan peneliti
juga menunjukkan bahwa di MAN 2 Model Palu peserta didik,
menunjukkan kesantunan dalam berperilaku baik terhadap sesama
teman, apalagi terhadap gurunya. Mereka menunjukkan prilaku yang
baik dalam interaksi sosial.54
Dari hasil penelitian jurnal ini, peneliti dapat mengambil kesimpulan
bahwa bentuk-bentuk etika pergaulan usia remaja peserta didik pada
MAN 2 Model Palu sebagai berikut, Birrul-walidain, mengucapkan
53 Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqh Muslimah, hlm.82-83 54 Andi Anirah, Sitti Hasnah, Pendidikan Islam Dan Etika Pergaulan Usia Remaja (Studi
Pada Peserta Didik Man 2 Model Palu), Istiqra’ Jurnal Penelitian Ilmiah, ISSN: 2338-025X Vol.
1, No. 2 Juli-Desember 2013, hlm.283
33
salam, meminta izin, menghormati guru dan ustadz, menghargai teman
sebaya atau orang lain yang lebih muda, memilih pergaulan yang positif
untuk masa depannya, Menjauhi pergaulan negatif yang merusak diri
sendiri, bersikap santun dan tidak sombong, berbicara dengan perkataan
yang sopan, tidak boleh saling menghina, tak boleh saling membenci
dan iri hati, mengajak untuk berbuat kebaikan.
Jadi, hasil dari penelitian pada jurnal ini relevan dengan judul
proposal yang ingin saya ajukan yakni mengenai tentang pendidikan
akhlak dalam interaksi sosial dengan selain mahram perspektif QS. An-
Nur ayat 30-31. Relevan dilihat dari segi pergaulan positif yang mana
peserta didik lakukan baik kepada guru, teman sebaya, bahkan kepada
yang lebih muda. Selain itu pula peserta didik jarang sekali terlibat
dalam pergaulan yang negatif seperti berbuat kriminal dan pelecehan
seksual, karena mereka telah terdidik oleh ajaran agama Islam yang
sudah tertanam pada setiap individu dari mereka.
Namun, perbedaan jurnal ini dengan judul proposal peneliti terletak
pada judul, dan pada jurnal ini membahas tentang akhlak keseharian
anak MAN 2 Model Palu. Sedangkan proposal ini membahas tentang
bagaimana cara antara laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya
berinteraksi dengan aturan syariat Islam, yakni menjaga pandangan,
menjaga kehormatan, Tidak menampakkan perhiasan, dan menutupkan
kain kerudung ke dada (dalam perspektif QS. AN-nur 30-31).
2. Etika Pergaulan Remaja Muslim yang Ramah Ditinjau dari
Konsep Peace Education; Studi di SMA Islam Al Azhar 14
Semarang
Jurnal ini ditulis oleh Itsna Fitria Rahma, peneliti menyatakan bahwa
SMA Islam Al Azhar 14 Semarang pada prinsipnya menggunakan
konsep pendidikan yang Islami, dasarnya Qur’an dan sunnah, sehingga
sebisa mungkin dapat mengarahkan kepada jalan yang lurus. baik dari
34
segi pergaulannya, tata bicaranya, kebiasaannya, sehingga diharapkan
semua meniru apa yang ada di panduan Qur’an dan hadits tersebut.
pada jurnal ini peneliti menyatakan bahwa SMA Al Azhar 14
mengharapkan murid-muridnya, guru-gurunya agar bisa menjadi agen
dari perdamaian. Jangankan terhadap sesama muslim, terhadap umat
beragama lain juga harus melakukan itu. Tetapi dengan agama yang lain
tentunya dalam batasan-batasan yang ada, harus sesuai dengan syari’at
maupun akidah. Jadi untuk syari’at dan akidah tidak boleh
dicampuradukkan dengan umat beragama lain. Akan tetapi untuk urusan
sosial, untuk urusan perdagangan ataupun ekonomi, dapat bekerjasama
dengan umat beragama lain. SMA Al Azhar 14 Semarang pula
menjunjung tinggi keberagaman, menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, dan juga menjunjung tinggi nilai-nilai perbedaan.55
Jadi, hasil dari penelitian pada jurnal ini memiliki kesamaan atau
relevan dengan judul proposal yang ingin saya ajukan, terlihat dari segi
prinsip SMA Al Azhar 14 Semarang yakni memakai konsep pendidikan
yang Islami merujuk pada Al-Qur’an dan As-sunnah. Dengan demikian
sekolah tersebut telah mempraktikkan hukum-hukum syariat yang
terdapat pada Al-Qur’an dan As-sunnah, sehingga peserta didik di SMA
Al-Azhar 14 Semarang mempraktikkan dalam kesehariannya sesuai
dengan syriat baik dalam berbicara, berpakaian serta bergaul yang baik
sesuai dalam QS. An-Nur 30-31.
Adapun perbedaan antara jurnal ini dengan judul proposal saya,
yakni dari segi judul dan pembahasan. jurnal ini membahas tentang
bagaimana menjadikan anak remaja bergaul atau berinteraksi dengan
etika yang baik sehingga menciptakan perdamaian antara sesama
manusia, baik muslim maupun non muslim dengan tidak keluar dari
hukum syariat atau Akidah Islam.
55 Itsna Fitria Rahma, Etika Pergaulan Remaja Muslim yang Ramah Ditinjau dari Konsep
Peace Education; Studi di SMA Islam Al Azhar 14 Semarang, Jurnal Pendidikan Madrasah,
Volume 1, Nomor 2, November 2016 P-ISSN: 2527-4287 - E-ISSN: 2527-6794, hlm.245
35
3. Islamic View on the Muslim Ethics of Loving (Pandangan Islam
tentang Etika Cinta Kasih Muslim)
Jurnal ini ditulis oleh Hanisah Osman, Latifah Abdul Majid, Fazilah
Idris, Ahmad Munawar Ismail and Haziyah Hussin. Pada jurnal ini
memiliki kemiripan atau kesamaan dengan judul proposal yang akan
saya ajukan, yakni dari segi bagaimana cara pergaulan antara laki-laki
dan wanita tidak berlebihan seperti berpacaran, sehingga menghalalkan
sesuatu yang telah diharamkan oleh syariat.
Dalam jurnal ini pun menyinggung QS. An-Nur ayat 30-31 yang
demikian mengatur agar pergaulan antara laki-laki dan wanita selain
mahramnya terbatas sesuai dengan batasan hukum syariat yang tertera
pada QS. An-Nur ayat 30-31 tersebut.56
Adapun perbedaan antara jurnal ini dengan proposal yang akan saya
ajukan, terlihat dari segi judul dan sebagain isi atau topik pembahasan
jurnal ini yang lebih condong kepada bagaimana cara yang baik dalam
pandangan Islam dalam Cinta dan Kasih kepada Muslim. Dalam jurnal
ini membahas bahwa dahulukan cinta kepada Allah SWT terlebih
dahulu, baru mencintai yang lain. Karena hubungan cinta dengan
manusia yang bukan mahramnya adalah faktor mereka terlibat dalam
seks bebas.
4. Etika Pergaulan dalam Al-Qur’an dan Implikasinya Terhadap
Pembelajaran PAI di Sekolah
Jurnal ini di tulis oleh Agus Pranoto, Aam Abdussalam, Fahrudin.
Dalam penelitian ini, data yang diperoleh dari Al-Qur’an mengenai etika
pergaulaan dengan dibatasi hanya pada ayat-ayat yang berkaitan dengan
tema persaudaraan dan perdamaian terdapat 15 ayat, terbagi kedalam
dua bagian yakni :
56 Hanisah Osman, Faculty of Islamic Study, Universiti Kebangsaan Malaysia, Islamic
View on the Muslim Ethics of Loving, World Applied Sciences Journal 27 (10): 1380-1384, 2013
DOI: 10.5829/idosi.wasj.2013.27.10.1497, ISSN 1818-4952, hlm.1380
36
Ayat-ayat yang berhubungan dengan etika pergaulan sesama
muslim terdiri dari 7 ayat, di antaranya yaitu Al-Ḥujurāt ayat 9, 10, 11,
12,13 Al-Anfāl ayat 1, An-Nisā` ayat 114 dan At-Taubah ayat 128. Etika
pergaulan dengan non-muslim saling bekerjasama, bersikap tegas dalam
hal prinsip terhadap orang kafir, berdamai dengan non-muslim, berbuat
baik dan adil terhadap non-muslim, tidak menjadikan teman orang-
orang yang memerangi karena agama, tidak berbuat aniaya terhadap
non-muslim. adapun ayat-ayat yang berhubungan dengan etika
pergaulan dengan non-muslim terdapat 6 ayat, yakni Al-Mumtaḥanaħ
ayat 8 dan ayat 9, Al-Māidaħ ayat 2 dan ayat 51, Al-Baqaraħ ayat 190
dan Al-Ḥajj ayat 39. Sementara Al-Fatḥ ayat 29 dan Al-Ḥujurāt ayat 13.
Dengan demikian, jurnal ini memiliki kemiripan dengan judul
proposal yang akan saya ajukan, yakni mengenai tentang pendidikan
akhlak dalam interaksi sosial dengan selain mahram perspektif QS. An-
Nur ayat 30-31Terlihat dari segi pergaulan dengan selain non muslim.
Etika pergaulan yang telah dikemukakan oleh penulis jurnal ini,
mengambil dari beberapa surat dari Al-Qur’an, sedangkan proposal saya
hanya terfokus kepada QS.An-Nur 30-31 yang membahas tentang
pergaulan kepada selain mahram. Dijelaskan pada ayat tersebut, bahwa
aurat wanita kepada wanita non muslim sama dengan aurat wanita
kepada lelaki ajnabi (yang bukan muhrim).
Adapun perbedaan antara jurnal ini dengan proposal yang akan saya
ajukan terletak pada judul dan topik jurnal ini, pada jurnal ini peneliti
mengambil dari berbagai dalil dari ayat-ayat Al-Qur’an dengan surat
yang berbeda-beda. Sedangkan proposal saya hanya fokus pada QS. An-
nur ayat 30-31.
5. Prinsip Pendidikan Moral Pada Surat An-Nur Ayat 30–31 Dalam
Perspektif Psikologi Islam
Jurnal ini diteliti oleh In’amul wafi, pada jurnal ini peneliti
menyimpulkan bahwa prinsip pendidikan moral pada surat An-Nur 30-
31 ini.
37
Pendidikan akhlak surat an-Nur ayat 30-31 tentang pedoman
pergaulan antara laki-laki dan wanita secara garis besar menyangkut
Empat hal: menahan pandangan antara laki-laki dan wanita, (dalam hal
ini rahasia didahulukannya perintah menahan pandangan karena
berawal dari sebuah pandangan seseorang akan melakukan suatu hal),
Memelihara kemaluan, menutupkan kain kerudung kedada, tidak
menampakkan perhiasan.57
Pendidikan akhlak menurut tuntunan al-Qur’an, khususnya surat an-
Nur ayat 30-31 secara konseptual sangat ideal, karena sesuai dengan
karakteristik pendidikan akhlak, yaitu akhlak rabbani, akhlak
manusiawi, akhlak universal, akhlak keseimbangan dan akhlak realistik.
Bagi saya penelitian pada jurnal ini sangat relevan dengan judul
proposal yang akan saya ajukan yaitu Akhlak Islami Dalam Bergaul
dengan Selain Mahram Perspektif QS. An-Nur ayat 30-31. Yakni
membahas atau mengkaji tentang QS. An-Nur: 30-31 dan mengambil
kesimpulan dalam dua ayat tersebut. Hanya saja jurnal ini tidak
dijelaskan secara terperinci tentang tafsir QS.An-Nur: 30-31.
57 In’amul wafi, Prinsip Pendidikan Moral Pada Surat An-Nur Ayat 30–31 Dalam
Perspektif Psikologi Islam, At-Ta’dib Vol.4 No.1 Shafar 1429, hlm.51
38
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah Pendidikan Akhlak dalam Interaksi
Sosial dengan Selain Mahram Perspektif QS. An-Nur Ayat 30-31.
Penelitian ini menggunakan literatur-literatur Buku dan juga karya ilmiah
lainnya seperti jurnal yang dijadikan sebagai sumber serta sebagai penelitian
yang relevan. Kedua sumber tersebut tentu isinya berkaitan dengan judul
proposal ini. Adapun waktu penelitian ini berjalan mulai dari 10 Januari-18
Juli 2019.
B. Metode Penelitian
Penelitian studi naskah (Library Reaserch) ini menggunakan metode
deskriptif-analisis, metode deskriptif adalah suatu metode penelitian yang
berusaha memaparkan atau mendekripsikan suatu gejala, suatu peristiwa dan
kejadian yang terjadi saat-saat ini. Penelitian deskriptif memusatkan
perhatian pada masalah aktual yang nyata berupa fakta sebagaimana adanya
pada saat penelitian berlangsung.58
Penelitian deskriptif dapat dikatakan pula yaitu sebuah prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan subjek atau
objek yang di teliti sesuai dengan apa adanya atau berdasarkan fakta-fakta
yang tampak. dengan tujuan menggambarkan secara sistematis fakta dan
karakteristik objek yang diteliti secara tepat.
Maka, dapat disimpulkan bahwa penelitian deskriptif ialah suatu
penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan terkait suatu variabel, dan
suatu gejala atau keadaan yang tidak bertujuan untuk menguji suatu hipotesis
tertentu.
Adapun metode pembahasan yang digunakan dalam penulisan tafsir ini
yaitu menggunakan metode tahlili. Metode tahlili adalah suatu metode tafsir
yang mufasirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dari
58 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), cet.6,
hlm.34-35
39
berbagai sisi antara lain: dengan memperhatikan urutan ayat-ayat Al-Qur’an
sesuai yang tercantum di dalam mushaf, memaparkan arti kosakata yang
menjadi objek dalam tafsir setiap ayat tersebut, menguraikan asbab al-nuzul,
dan munasabah antara ayat Al-Qur’an dengan ayat Al-Qur’an maupun ayat
Al-Qur’an dengan Sunnah Nabi, serta nilai-nilai yang berkaitan dengan teks
atau kandungan ayat.59
C. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan pada Bab 1,
dan agar pembahasannya tidak keluar jalur atau terfokus pada judul skripsi
ini, maka penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas, yaitu:
Pendidikan Akhlak dalam Interaksi Sosial dengan Selain Mahram Perspektif
QS. An-Nur Ayat 30-31.
D. Prosedur Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif-
analisis, teknik-teknik yang dilakukan antara lain:
1. Teknik Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data ini dilakukan dengan mempelajari
dan menganalisis literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah
penelitian yang akan diteliti. Caranya yaitu dengan mengumpulkan data-
data melalui bahan bacaan yang bersumber dari buku-buku cetak, dan
literatur lain yang mendukung.
Upaya yang dikerjakan oleh penulis dalam pengumpulan data
yaitu mencari buku-buku yang menjadi sumber primer dan buku-buku
yang menjadi sumber sekunder.
a. Sumber Primer dalam penulisan ini yaitu Al-Qur’an Al-karim dan
terjemahnya, serta kitab-kitab tafsir yang meliputi Mukhtasar Tafsir
Ibnu katsir karya Syeikh Ahmad Syakir, Shohih Tafsir Ibnu Katsir
karya Syeikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfuri, Tafsir Al-Mishbah
Karya M. Quraish Shihab, dan tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka.
59 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997), cet.15, hlm.130
40
b. Sumber sekunder dalam penulisan ini adalah selain buku-buku tafsir
diatas, yaitu buku-buku dan karya ilmiah lainnya seperti jurnal yang
mendukung dengan pembahasan ini.
2. Teknik Pengambilan Data
Setelah data-data dan bahan-bahan sudah terkumpul, yang peneliti
lakukan selanjutnya ialah membaca, memahami, mempelajari,
menganalisis, dan menyeleksi serta mengklasifikasikan data-data yang
relevan dan yang mendukung agar dapat mendalami dan menguasai data
yang telah ada, kemudian data tersebut dianalisis.
3. Teknik Analisis
Dalam menganalisis penelitian kualitatif metode yang digunakan
untuk membahas sekaligus sebagai kerangka berpikir pada penelitian ini
adalah metode deskriptif-analisis, yaitu suatu usaha untuk
mengumpulkan dan menyusun data, kemudian diusahakan pula dengan
analisa dan interpretasi atau penafsiran terhadap data-data yang telah
terkumpul.
Dalam menganalisa data yang telah terkumpul, penulis
menggunakan metode Tahlili. Metode Tahlili yaitu metode yang
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang
terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan
makna-makna yang tercakup didalamnya.60 Dalam metode ini biasanya
mufassir menguraikan makna yang terkandung dalam Al-Qur’an, ayat
demi ayat serta surah demi surah sesuai dengan urutannya di dalam
Mushaf. Uraian tersebut terdiri beberapa aspek yang terdapat dalam ayat
yang ditafsirkannya, seperti pengertian, kosa kata dan kaitannya dengan
ayat-ayat lain, baik sebelum maupun sesudahnya (munasabat), serta
mengaitkan pula dengan pendapat-pendapat yang bersangkutan dengan
ayat yang dikaji dengan hadis-hadis Nabi, perkataan sahabat, perkataan
para Tabi’in maupun pendapat-pendapat para ahli tafsir lainnya.
60 Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1998), cet.I, hlm.31
41
4. Teknik Penulisan
Teknik penulisan ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan
Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian yang penulis lakukan mengenai pendidikan
akhlak dalam interaksi sosial dengan selain mahram perspektif QS. An-Nur
ayat 30-31. Penulis dapat menyimpulkan bahwa kajian dari kedua ayat ini
ialah terdapat perintah Allah yang ditujukan kepada umatnya baik laki-laki
maupun perempuan melalui Nabi Muhammad, perintahnya yakni hendaklah
menjaga pandangannya kepada selain mahram saat berinteraksi,
memelihara kemaluan dari mereka yang tidak berhak melihatnya kecuali
suami atau istri mereka, bahkan sebenarnya tidak boleh menampakkan
kemaluan langsung dihadapan suami maupun istri, sesuai dengan hadis
Nabi terdahulu yang artinya “Apabila salah seorang dari kamu
“mendatangi” istri, maka hendaklah dia menutup diri, jangan sekali-kali
dia telanjang seperti halnya dua keledai.” (HR. Ibn Majah melalui
‘Utbhbah Ibn ‘Abd as-Sulami).
Terdapat pendidikan akhlak yang tersimpan pada surat An-Nur ayat 30-
31 ini, bahwa betapa pentingnya dalam mendidik diri serta menjaga diri dari
kejamnya penglihatan yang akan mendatangkan berahi setiap insan. Dengan
demikian wajiblah atas setiap mukmin dan mukminah agar keduanya saling
menjaga perhiasan yang ada pada dirinya, karena itu merupakan pendidikan
akhlak atas dirinya agar terhindar dari fitnah serta perbuatan zinah, yaitu
perbuatan keji yang Allah murkai dan tentu Dia telah melarang untuk
mendekatinya apalagi melakukannya.
Mahram adalah seseorang yang dilarang oleh syariat serta haram
hukumnya untuk dinikahi karena sebab garis keturunan dan sepersusuan.
Dalam ayat 31 telah disebutkan mahram bagi laki-laki dan wanita, antara
lain: suami, ayah dari istri, ayah dari suami, anak-anak suami, saudara-
saudara laki-laki dari istri, anak-anak dari saudara laki-laki istri, Atau
hamba sahaya yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan yang tidak
69
mempunyai keinginan atau syahwat terhadap para wanita karena umur yang
sudah tua, akal mereka yang sudah melemah, atau anak kecil yang belum
mengetahui dan mengerti tentang batasan-batasan aurat wanita, yang
dimaksud disini ialah anak kecil yang belum mencapai masa baligh, saudara
penyusuan laki-laki, saudara laki-laki ayah dan saudara laki-laki ibu.
Interaksi sosial tentu sesuatu yang selalu terjadi dimanapun dan
kapanpun seseorang menetap. Karena interaksi adalah sebuah hubungan
antara individu satu dengan lainnya, maka demikian telepas dari interaksi
seseorang saling berkomunikasi baik langsung maupun tidak langsung.
Maka dalam Islam telah diajarkan bagaiman berinteraksi yang baik dan
sopan. Terutama ketika berinteraksi langsung, sebagai mukmin harus
memperhatikan dari segi berpakian, ucapan yang dikeluarkan dan lain
sebagainya. Namun pada QS. An-Nur ayat 30-31 memerintahkan agar
dalam berinteraksi memiliki batasan-batasan yang perlu diperhatikan,
antara lain: menahan pandangan, menjaga kehormatan diri, menutup kain
kerudung ke dada, serta tidak menampakkan perhiasan yang tidak perlu
ditampakkan.
B. Saran
Dari beberapa kesimpulan di atas penulis mengharapkan penelitian
ini dapat menjadi pedoman dan suatu upaya dalam meningkatkan
pendidikan akhlak untuk diri sendiri khususnya dan untuk orang lain
umumnya. Terutama dalam berinteraksi hendak memperhatikan segala
sesuatu yang dapat mendatangkan malapetaka bagi kehormatan diri. Maka
dengan itu saran penulis antara lain:
1. Hendaknya pendidikan akhlak dijadikan sebagai media atau perantara
untuk membentuk pribadi yang memiliki akhlak karimah, sesuai dengan
ajaran syariat dan tuntunan kitab suci Al-Qur’an.
2. Hendaknya pendidikan akhlak tidak hanya dijadikan sebagai wacana,
akan tetapi mesti diaplikasikan secara nyata agar terwujud masyarakat
yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia serta dapat menjunjungtinggi
nama bangsa.
70
3. Hendaknya dalam berinteraksi sosial, sebagai mukmin dan mukminah
tidak melanggar aturan syariat sehingga mendatangkan fitnah,
disebabkan tidak menjaga pandangan, memelihara kemaluan, dan tidak
menutup kain kerudung ke dada serta tidak menjaga perhiasan.
4. Hendaknya ketika berinteraksi dengan selain mahram diruang terbuka,
agar menghindariterjadinya fitnah, selain daripada itu lebih baik
didampingin oleh mahramnya.
71
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Yatimin Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: Amzah.
Cet.I, 2007.
Al-‘Adawy, Syeikh Musthafa. Fikih Akhlak. Jakarta: Qisthii Press. Cet.15, 2010.
Al-Ghazali, Muhammad. Ihya Ulumuddin. Libanon: Bairut. Juz.3, 2005.
Al-Jamal, Ibrahim Muhammad. Fiqh Muslimah. Jakarta: Pustaka Amani, Cet.III,
1999.
Al-Jazari, Ibnu Al-atsir Jami’il Ushul fi Ahaditsi Ar-Rasul.حقوقالطبعمحافوظةللمحقق
.Juz.4, 1079 والناشر
Al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyur Rahman. Shahih Tafsir Ibnu Katsir, trj. Tim
Pustaka Ibnu katsir. J.6. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir. 2006.
Al-Yasui, Louis Ma’luf. Kamus al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam. Bairuth: Dar
el Masyruq. 2008.
Aminah, St. Kunci Wanita Shalihah. Semarang: PT. Toha Putra. 1997.
Anirah, Andi Sitti Hasnah. Pendidikan Islam Dan Etika Pergaulan Usia Remaja
(Studi Pada Peserta Didik Man 2 Model Palu). Istiqra’ Jurnal Penelitian
Ilmiah. ISSN: 2338-025X Vol. 1, No. 2 Juli-Desember 2013.
Ardani, Moh. Akhlak Tasawuf. Nilai-nilai Akhlak / Budi Pekerti dalam Ibadat dan
Tasawuf. Jakarta: CV.Karya Mulia. Cet.II, 2005.
Ardani, Moh. Al-Qur’an dan Sufisme Mangkunegara IV (studi serat-serat
piwulang). Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf. 1995
Baidan, Nashruddin. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. cet.I, 1998.
Bugma, Herni Amir. (14 November 2018). Takmir Masjid Cabuli Bocah 6 Tahun
Gara-gara Hasrat Memuncak. Diakses tanggal 03 April 2019 jam 11:23.
https://daerah.sindonews.com.
72
Darwis, Khaulah binti Abdul Kadir. Bagaimana Muslimah Bergaul. Jakarta:
Pustaka Al-Kausar. 1993.
Dasuki, Hafidz. Ensiklopedia Jilid I. Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve. 1997.
Fachruddin, Fuad Moch. Aurat Dan Jilbab. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya. 1984.
Gerungan, W.A. Psikologi Sosial. Bandung: Eresco. 1983.
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu’ XVIII. Jakarta:Pustaka Panjimas. 1982.
Hasan, Muhammad Tholhah. Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Lantabora Pres. 2004.
Itsna Fitria Rahma, Etika Pergaulan Remaja Muslim yang Ramah Ditinjau dari
Konsep Peace Education; Studi di SMA Islam Al Azhar 14 Semarang. Jurnal
Pendidikan Madrasah. Volume 1, Nomor 2, P-ISSN: 2527-4287 - E-ISSN:
2527-6794. November 2016.
Jalaluddin. Teologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2003.
Jimbaz, Muhammad Munir. Karakter Orang Sukses Dunia-Akhirat. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar. Cet.4, 1993.
Khotimah, Interaksi Sosial Masyarakat Islam dan Kristen di Dusun Mulia
Kecamatan Tembang Kabupaten Kampar. Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan,
Vol.19, No.2 Juli-Desember 2016.
Maskawaih, Ibnu. Menuju Kesempurnaan Akhlak. Bandung: Mizan. Terj. Helmi
Hidayat. 1994.
Masyur, M. Cholil. Sosiologi Masyarakat Desa dan Kota. Surabaya: Usaha
Nasional. 1984.
Munawwir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progressif.
1984.
Musyarofah. Metode Pendidikan Akhlak Menurut Imam al-Ghazali. UIN Malang,
2017.
73
Muthahari, Murthada. Hijab Gaya Hidup Wanita Islam. Bandung: Mizan, 1995.
Nasution, Ahmad Bangun dan Rayani hanum Siregar. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada. 2013.
Nata, Abuddin. Akhak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta: Rajawali Pers cet.14,
2015.
Nata, Abuddin. Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: Prenadamedia
Group. Cet.1, 2016.
Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian. Jakarta: Prenadamedia Group, cet.6,
2016.
Osman, Hanisah. Faculty of Islamic Study. Universiti Kebangsaan Malaysia,
Islamic View on the Muslim Ethics of Loving. World Applied Sciences
Journal. 27 (10): 1380-1384, 2013 DOI: 10.5829/idosi.wasj. 27.10.1497,
ISSN 1818-4952. 2013.
Selamat, Kasmuri dan Ihsan Samusi. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Kalam Mulia, 2012.
Shahab, Husein. Jilbab Menurut Al-Qur’an dan As-sunnah. Bandung: Mizan. 1995.
Shihab, M. Quraish Tafsir Al-Misbah. Ciputat: Lentera Hati. Cet.I, 2009.
Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, Cet.15, 1997.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah. Jilid 9. Jakarta: Lentera Hati. Cet.I, 2002.
Soekanto, Soejono. Pengantar Sosiologi. Jakarta: PT RajaGrafindo. 1982.
Sudirman. (18 Maret 2017). Pegawai Honorer Cantik. Jadi Korban Pelecehan
Tetangga. Diakses tanggal 03 April 2019 jam 11:06.
(https://daerah.sindonews.com).
Suharjo. (6 november 2018). Mahasiswi UGM diduga Alami Pelecehan Seksual
oleh Teman KKn di Maluku. Diakses tanggal 30 Maret 2019 jam 15:10.
(https://daerah.sindonews.com).
74
Supiandi, Asep. (4 April 2019). Pria di Purwakarta Nikahi Ibu dan Anak tirinya
Hingga diserumahkan. Dikses tanggal 01 April 2019 jam 19:25.
(https://daerah.sindonews.com),
Suprayogo, Imam. Sosiologi Agama. Malang: UIN Malang Press, 2006.
Syadi, Shalah. Mutiara Hikmah Kitab Madarijus Salikin. ptrj. Abdul Syukur,
Ahmad Rivai Utsman. Jakarta: Najla Press. 2003.
Syakir, Syaikh Ahmad. Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir. trj. Suratman. J.4. jakarta:
Darus Sunnah Press. 2014.
Syamhudi, M. Hasyim. Akhlak Tasawuf. Malang: Madani Media. 2015.
Tribunnews.com. (7 November 2018). Fakta-fakta Kasus Pemerkosaan
Mahasiswi UGM Kronologi hingga Petisi Online. Diakses tanggal 30 Maret
2019 jam 14:45. (http://m.tribunnews.com).
Wafi, In’amul. Prinsip Pendidikan Moral Pada Surat An-Nur Ayat 30–31 Dalam
Perspektif Psikologi Islam. At-Ta’dib. Vol.4 No.1 Shafar 1429.
Wahyono, Edi. (Mei 2016). Istri Mati Anak Disetubuhi. Diakses tanggal 01 April
2019 jam 19.05 . (https://x.detik.com).
Wibowo, Arief. Berbagai Hal yang Mempengarui Pembentukan Akhlak. Suhuf.
Vol.28, No.1.
Yanggo, Huzaemah Tahido. Fikih perempuan Kontemporer. Jakarta: Ghalia
Indonesia. 2000.
Yunus, Mahmud Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran. Jakarta: PT. Hidakarya
Agung, 1978.
Lampiran
UJI REFERENSI
Nama : Atik Nuratikah
Nim : 11150110000116
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Judul Skripsi : Pendidikan Akhlak dalam Interaksi Sosial kepada Selain
Mahram Perspektif QS. An-Nur Ayat 30-31
Dosen Pembimbing : Abdul Ghofur, M.Ag
No Buku Referensi Bab No
Footnote
Hlm
Skripsi Paraf
1.
Tribunnews.com, Kronologi hingga Petisi
Online,http://m.tribunnews.com/amp/section/201
8/11/07/fakta-fakta-kasus-pemerkosaan-
mahasiswi-ugm-kronologi-hingga-petisi
online?page=4 ,
I 1 1
2.
Suharjo, Mahasiswi UGM diduga Alami
Pelecehan Seksual oleh Teman KKn di Maluku,
https://daerah.sindonews.com/read/1352449/189/
mahasiswi-ugm-diduga-alami-pelecehan-seksual-
oleh-teman-kkn-di-maluku-1541515109, selasa, 6
november 2018
I 2 1
3. Edi Wahyono, Istri Mati Anak Disetubuhi,
https://x.detik.com/detail/crimestory/20190305/Is
tri-Mati,-Anak-Disetubuhi/
I 3 2
Asep Supiandi, Pria di Purwakarta Nikahi Ibu dan
Anak tirinya Hingga diserumahkan,
https://daerah.sindonews.com/read/1392832/174/
pria-dipurwakarta-nikahi-ibu-dan-anak-tirinya-
hingga-diserumahkan-1554377653, 4 April 2019.
I 4 3
4.
Sudirman, Pegawai Honorer Cantik, Jadi Korban
Pelecehan
Tetangga,https://daerah.sindonews.com/read/118
9590/174/pegawai-honorer-cantik-jadi-korban-
pelecehan-tetangga-1489842340, 18 Maret 2017.
I 5 4
5.
Herni Amir Bugma, Takmir Masjid Cabuli Bocah
6 Tahun Gara-gara Hasrat Memuncak,
https://daerah.sindonews.com/read/1354705/174/
takmir-masjid-cabuli-bocah-6-tahun-gara-gara-
I 6 4
hasrat-memuncak-1542200289, 14 November
2018
6. Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan
Pengajaran, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1978 I 7 5
7. Muhammad Tholhah Hasan, Islam dan
Masalah Sumber Daya Manusia, Jakarta:
Lantabora Pres, 2004
I 8 6
8. Syeikh Musthafa Al-‘Adawy, Fikih Akhlak,
Jakarta: Qisthii Press, 2010 I 9 7
9. Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-
Qur’an, Jakarta: Prenadamedia Group, 2016 II 1 11
10. Louis Ma’luf al-Yasui, Kamus al-Munjid fi al-
Lughah wa al-A’lam, Bairuth: Dar el Masyruq,
2008
II 3 11
11. Abuddin Nata, Akhak Tasawuf dan Karakter
Mulia, Jakarta: Rajawali Pers, 2015 II
4
9
22
12
14
21
12. Muhammad al-Ghazali, Ihya Ulumuddin,
Libanon: Bairut, 2005
II
5
13
15
12
17
17
13. Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, Nilai-nilai Akhlak
/ Budi Pekerti dalam Ibadat dan Tasawuf, Jakarta:
CV. Karya Mulia, 2005
II 6 13
14. Shalah Syadi, Mutiara Hikmah Kitab Madarijus
Salikin, (Jakarta: Najla Press, 2003 ptrj. Abdul
Syukur, Ahmad Rivai Utsman
II 7 13
15. Ibnu Al-atsir Al-Jazari, Jami’il Ushul fi Ahaditsi
Ar-Rasul, الناشر و للمحقق محافوظة الطبع 0079حقوق
Juz.4
II 8 13
16. Ibnu Maskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak,
Bandung: Mizan, 1994, Terj.Helmi Hidayat II 10 14
17. Ahmad Bangun Nasution dan Rayani hanum
Siregar, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2013
II 11 15
18. Musyarofah, Metode Pendidikan Akhlak Menurut
Imam al-Ghazali, UIN Malang, 2017 II 12 16
19.
Moh. Ardani, Al-Qur’an dan Sufisme
Mangkunegara IV (studi serat-serat piwulang),
Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, 1995
II
14
15
17
19
17
17
18
20
29 26
20 Hafidz Dasuki, Ensiklopedia Jilid I, Jakarta:
Ichtiar Baru Van Houve, 1997 II 18 19
21 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2003 II 20 20
22. Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-
Munawwir, Surabaya: Pustaka Progressif, 1984 II 21 21
23. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif
Al-Qur’an, Jakarta: Amzah, 2007 II 23 23
24. M. Hasyim Syamhudi, Akhlak Tasawuf, (Malang:
Madani Media, 2015
II
24
25
26
30
31
24
24
24
26
26
25. Arief Wibowo, Berbagai Hal yang Mempengarui
Pembentukan Akhlak, Suhuf, Vol.28, No.1, Mei
2016
II 27 25
26. Kasmuri Selamat dan Ihsan Samusi, Akhlak
Tasawuf, Jakarta: Kalam Mulia, 2012 II 28 25
27. W.A Gerungan, Psikologi Sosial, Bandung:
Eresco, 1983 II 32 27
28.
Khotimah, Interaksi Sosial Masyarakat Islam dan
Kristen di Dusun Mulia Kecamatan Tembang
Kabupaten Kampar, Jurnal Penelitian Sosial
Keagamaan, Vol.19, No.2 Juli-Desember 2016
II
33
36
38
27
28
28
29 Imam Suprayogo, Sosiologi Agama, Malang: UIN
Malang Press, 2006 II 34 27
30. M. Cholil Masyur, Sosiologi Masyarakat Desa
dan Kota Surabaya: Usaha Nasional, 1984 II 35 28
31. Soejono Soekanto, Pengantar Sosiologi, Jakarta:
PT RajaGrafindo, 1982
II
37
39
40
41
28
29
29
29
32. Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih perempuan
Kontemporer, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000 II 42 30
33. Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqh Muslimah,
Jakarta: Pustaka Amani, 1999
II
43
44
31
32
IV
41
50
51
52
59
66
66
67
34.
Andi Anirah, Sitti Hasnah, Pendidikan Islam Dan
Etika Pergaulan Usia Remaja (Studi Pada Peserta
Didik Man 2 Model Palu), Istiqra’ Jurnal
Penelitian Ilmiah, ISSN: 2338-025X Vol. 1, No. 2
Juli-Desember 2013
II 45 32
35.
Itsna Fitria Rahma, Etika Pergaulan Remaja
Muslim yang Ramah Ditinjau dari Konsep Peace
Education; Studi di SMA Islam Al Azhar 14
Semarang, Jurnal Pendidikan Madrasah, Volume
1, Nomor 2, November 2016 P-ISSN: 2527-4287
- E-ISSN: 2527-6794,
II 46 34
36.
Hanisah Osman, Faculty of Islamic Study,
Universiti Kebangsaan Malaysia, Islamic View on
the Muslim Ethics of Loving, World Applied
Sciences Journal 27 (10): 1380-1384, DOI:
10.5829/idosi.wasj.2013.27.10.1497, ISSN 1818-
4952, 2013
II
IV
47
42
35
59
37.
In’amul wafi, Prinsip Pendidikan Moral Pada
Surat An-Nur Ayat 30–31 Dalam Perspektif
Psikologi Islam, At-Ta’dib Vol.4 No.1 Shafar
1429
II
48 37
38. Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, Jakarta:
Prenadamedia Group, 2016 III 1 38
39. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an,
Bandung: Mizan, 1997 III 2 39
40. Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-
Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998 III 3 40
41. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 9,
Jakarta: Lentera Hati, 2002
IV
1
2
3
4
43
43
43
44
5
6
8
12
14
20
22
24
30
31
33
34
35
36
44
44
45
46
48
50
50
51
54
54
55
55
55
57
42.
Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtasar Tafsir Ibnu
Katsir, trj. Suratman, J.4, jakarta: Darus Sunnah
Press, 2014
IV
7
9
10
11
15
16
17
18
25
26
27
28
29
32
45
46
46
46
48
48
49
50
51
51
51
53
53
54
43. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu’ XVIII,
Jakarta:Pustaka Panjimas, 1982
IV 13
19
47
50
21
23
50
51
44. Syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfuri, Shahih
Tafsir Ibnu Katsir, trj. Tim Pustaka Ibnu katsir,
J.6, Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2006
IV 37 57
45. Murthada Muthahari, Hijab Gaya Hidup Wanita
Islam, Bandung: Mizan, 1995 IV 38 57
46. Muhammad Munir Jimbaz, Karakter Orang
Sukses Dunia-Akhirat, Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 1993
IV
39
43
44
45
58
60
61
61
47. Fuad Moch. Fachruddin, Aurat Dan Jilbab,
Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1984 IV 40 58
48. St. Aminah, Kunci Wanita Shalihah, Semarang:
PT. Toha Putra, 1997 IV 46 62
49. Khaulah binti Abdul Kadir Darwis, Bagaimana
Muslimah Bergaul, Jakarta: Pustaka Al-Kausar,
1993
IV 47
49
63
65
51. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Ciputat:
Lentera Hati, 2009 IV 48 64
52. Husein Shahab, Jilbab Menurut Al-Qur’an dan
As-sunnah, Bandung: Mizan, 1995 IV 53 67
Jakarta, 04 Juli 2019
Yang mengesahkan,
Pembimbing
Abdul Ghofur, M.Ag.
NIP. 19681208 1997031 1 003
35%SIMILARITY INDEX
35%INTERNET SOURCES
3%PUBLICATIONS
15%STUDENT PAPERS
1 10%
2 4%
3 3%
4 1%
5 1%
6 1%
7 1%
8 1%
9
Pendidikan Akhlak dalam Interaksi Sosial dengan selainMahram Perspektif QS. An-Nur Ayat 30-31ORIGINALITY REPORT
PRIMARY SOURCES
repository.uinjkt.ac.idInternet Source
repository.uinsu.ac.idInternet Source
ejournal.unida.gontor.ac.idInternet Source
docobook.comInternet Source
putra-hasan.blogspot.comInternet Source
repositori.uin-alauddin.ac.idInternet Source
eprints.walisongo.ac.idInternet Source
etheses.uin-malang.ac.idInternet Source
www.repository.uinjkt.ac.id