Upload
dangthu
View
233
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
ISSN: 2303-1395 E-JURNAL MEDIKA, VOL. 5 NO.7, JULI, 2016
1 http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
PENATALAKSANAAN DAN EDUKASI PASIEN SIROSIS HATI
DENGAN VARISES ESOFAGUS DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2014
Dita Mutia Fajarini Budhiarta
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
Email: [email protected]
ABSTRAK
Pendahuluan: Sirosis adalah penyakit kronis hepar yang irreversible yang ditandai oleh fibrosis,
disorganisasi struktur lobulus dan vaskuler, serta nodul regeneratif dari hepatosit. Keseluruhan insiden
sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat
penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Di RS Sarjito Yogyakarta, jumlah pasien sirosis
hati berkisar pada 4,1 % dari pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam selama kurun waktu 1
tahun pada 2004. Etiologi sirosis hepatis mempengaruhi penanganan pada penyakit ini. Terapi yang
dilakukan bertujuan untuk mengurangi progresivitas penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang
dapat menambah kerusakan hati, pencegahan serta penanganan komplikasi. Edukasi terhadap pasien
dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi akan sangat membantu
memperbaiki hasil pengobatan, serta diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas hidup
penderita. Kasus: Pasien laki-laki, umur 43 tahun, beragama Islam, suku Madura, datang ke
poliklinik rumah sakit dengan keluhan lemas sejak seminggu sebelum datang, lemas dikatakan pada
seluruh tubuh. Hal ini membuat pasien enggan melakukan aktifitas sehari-hari. Pasien juga
mengeluhkan nyeri pada ulu hati. Nyeri ini seringkali dirasakan setelah makan dan minum yang
disertai perasaan mual dan muntah sehingga pasien kurang bernafsu makan. Pasien menyatakan
bahwa perasaan nyeri juga disertai dengan perasaan penuh pada perut. Frekuensi buang air kecil lebih
meningkat sejak beberapa bulan terakhir, dikatakan lebih dari 4 kali sehari untuk buang air kecil,
namun volume sekali kencing sekitar ¼ gelas aqua (240 cc) dengan warna kecoklatan seperti teh.
Keinginan buang air besar pasien dikatakan normal.
Kata Kunci: sirosis hepatic, varises esophagus, hepatitis, hematemesis.
ABSTRACT
Introduction: Cirrhosis is a chronic liver disease characterized by fibrosis is reversible,
disorganization lobules and vascular structures, as well as regenerative nodules of hepatocytes. The
overall incidence of cirrhosis in the United States an estimated 360 per 100,000 populations. The
cause is largely due to alcoholic liver disease and chronic viral infections. Sarjito hospital in
Yogyakarta, the number of patients with liver cirrhosis range in 4.1% of patients admitted to the
internal medicine during the period of 1 year in 2004. Etiology of cirrhosis affects the handling of the
disease. Therapy was carried out aimed at reducing disease progression, avoid ingredients that can
add to liver damage, prevention and treatment of complications. Educating patients and families about
the disease and the complications that may occur will greatly help improve treatment outcomes, and is
expected to help improve the quality of life of patients. Case: Patient male, aged 43 years, Muslims,
Madurese, came to the clinic and hospital with complaints of weakness since a week before coming,
said to the entire body limp. This makes patients reluctant to perform daily activities. Patients also
complain of pain in the gut. This pain is often felt after eating and drinking accompanied by nausea
and vomiting, so patients are less appetite. Patients stated that the feeling of pain is also accompanied
by a feeling of fullness in the abdomen. Frequency of urination is increased since the last few months,
is said to be more than 4 times a day to urinate, but once the urinary volume of about ¼ cup aqua (240
cc) with a brownish color like tea. The desire to defecate patient is said to be normal.
Keywords: hepatic cirrhosis, esophageal varices, hepatitis, hematemesis.
PENDAHULUAN
Sirosis adalah penyakit kronis hepar yang
irreversible yang ditandai oleh fibrosis,
disorganisasi struktur lobulus dan vaskuler, serta
nodul regeneratif dari hepatosit. Gambaran ini
merupakan hasil akhir kerusakan hepatoseluler.1,2
Lebih dari 40 % pasien sirosis asimtomatik. Pada
ISSN: 2303-1395 E-JURNAL MEDIKA, VOL. 5 NO.7, JULI, 2016
2 http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
keadaan ini sirosis ditemukan waktu pemeriksaan
rutin kesehatan atau pada waktu otopsi.3
Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh
banyak hal. Penyebabnya antara lain adalah
penyakit infeksi, penyakit keturunan dan
metabolik, obat-obatan dan toksin. Di Negara barat
penyebab terbanyak sirosis hepatis adalah
konsumsi alkohol, sedangkan di Indonesia terutama
disebabkan oleh virus hepatitis B maupun C. 4
Keseluruhan insiden sirosis di Amerika
diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.
Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati
alkoholik maupun infeksi virus kronik. Di
Indonesia, data prevalensi sirosis hati belum ada,
hanya laporan-laporan dari beberapa pusat
pendidikan. Di RS Sarjito Yogyakarta, jumlah
pasien sirosis hati berkisar pada 4,1 % dari pasien
yang dirawat di bagian penyakit dalam selama
kurun waktu 1 tahun pada 2004. 3
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi
sirosis hati kompensata yaitu sirosis hati yang
belum menunjukkan gejala klinis dan sirosis hati
dekompensata yaitu sirosis hati yang menunjukkan
gejala-gejala yang jelas. Stadium awal sirosis
sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan
secara tidak sengaja saat pasien melakukan
pemeriksaan kesehatan rutin atau karena penyakit
lain. 4
Komplikasi utama dari sirosis meliputi
ascites, spontaneous bacterial peritonitis (SBP),
encephalopathy hepatic, hipertensi portal,
perdarahan variceal, dan sindrom hepatorenal.1,5
Etiologi sirosis hepatis mempengaruhi penanganan
pada penyakit ini. Terapi yang dilakukan bertujuan
untuk mengurangi progresivitas penyakit,
menghindarkan bahan-bahan yang dapat
menambah kerusakan hati, pencegahan serta
penanganan komplikasi. Penanganan sirosis hati
memerlukan kerjasama tim medis, pasien, serta
keluarga dan lingkungan dalam pengelolaan
penyakit ini. Edukasi terhadap pasien dan
keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang
mungkin terjadi akan sangat membantu
memperbaiki hasil pengobatan, serta diharapkan
dapat membantu memperbaiki kualitas hidup
penderita. 2,4
Varises esofagus adalah penyakit yang
ditandai dengan pembesaran abnormal pembuluh
darah vena di esofagus bagian bawah. Varises
esofagus terjadi jika aliran darah menuju hati
terhalang. Aliran tersebut akan mencari jalan lain,
yaitu ke pembuluh darah di esofagus, lambung,
atau rektum yang lebih kecil dan lebih mudah
pecah. Ketidakseimbangan antara tekanan aliran
darah dengan kemampuan pembuluh darah
mengakibatkan pembesaran pembuluh darah
(varises).
Varises esofagus biasanya merupakan
komplikasi sirosis. Sirosis adalah penyakit yang
ditandai dengan pembentukan jaringan parut di
hati. Beberapa keadaan lain yang juga dapat
menyebabkan varises esofagus antara lain gagal
jantung kongestif yang parah, trombosis di vena
porta atau vena splenikus, Sarkoidosis,
Schistomiasis, dan Sindrom Budd-Chiari.
KASUS
Pasien laki-laki, umur 43 tahun, beragama
Islam, suku Madura, datang ke poliklinik rumah
sakit dengan keluhan lemas sejak seminggu
sebelum datang, lemas dikatakan pada seluruh
tubuh. Hal ini membuat pasien enggan melakukan
aktifitas sehari-hari.
Pasien juga mengeluhkan nyeri pada ulu
hati. Nyeri ini seringkali dirasakan setelah makan
dan minum yang disertai perasaan mual dan
muntah sehingga pasien kurang bernafsu makan.
Pasien menyatakan bahwa perasaan nyeri juga
disertai dengan perasaan penuh pada perut.
Frekuensi buang air kecil lebih meningkat sejak
beberapa bulan terakhir, dikatakan pasien sering
bolak-balik hingga lebih dari 4 kali sehari ke kamar
mandi untuk buang air kecil, namun volume sekali
kencing sekitar ¼ gelas aqua (240 cc) dengan
warna kecoklatan seperti teh. Keinginan buang air
besar pasien dikatakan normal.
Pada bulan Desember 2012 Pasien
mengeluh tidak bisa menggerakkan anggota gerak
dan tidak bisa jalan. Pasien diantar ke rumah sakit
dan diopname selama 1 minggu. Pasien
mengatakan dirinya mengalami anemia dalam
jangka waktu yang lama dan penasaran mengapa
tidak sembuh juga. Setelah dirawat dan diperiksa
laboratorium, pasien didiagnosis mengidap
Hepatitis B. Pasien mengeluh dirinya sering merasa
lelah dan mudah capek.
Pada bulan April 2013, pasien kembali di
opname di rumah sakit. Pasien dikatakan muntah
darah. Pasien tidak sadarkan diri sehingga segera
dilarikan ke rumah sakit oleh keluarga. Pasien
muntah darah berkali-kali dan masih muntah ketika
di UGD. Pasien dirawat 1 minggu sebelum
akhirnya diperbolehkan pulang.
Pasien tidak pernah mengeluh perut yang kembung
dan bengkak pada ekstremitas. Riwayat penyakit
ginjal, hipertensi, dan kencing manis disangkal
oleh pasien.
Pasien mengatakan dirinya menggunakan
obat herbal sirup dalam kemasan botol besar.
Pasien mengeluh sering mencret sejak minum obat
tersebut. Sehingga sudah berhenti meminumnya.
Pasien mengaku obat tersebut tersebut diminum
bersamaan dengan minum obat dari dokter.
Saat ini pasien kontrol rutin ke poliklinik
gastrohepatologi rumah sakit di Denpasar setiap 2
minggu atau 1 bulan saat obat habis. Pasien
diberikan obat Propanolol 2 x 10 miligram dan
Lamivudine. Pasien diresepkan obat Sebiro tablet
sebagai pengganti Lamivudine namun hingga saat
ini resep tersebut belum ditebus karena obat
ISSN: 2303-1395 E-JURNAL MEDIKA, VOL. 5 NO.7, JULI, 2016
3 http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
tersebut dirasa terlalu mahal dan tidak ditanggung
Jamkesmas/JKBM.
Pasien mengatakan tidak ada anggota
keluarga yang mengalami keluhan yang sama
dengan dirinya. Riwayat penyakit kuning dalam
keluarga penderita disangkal oleh pasien. Ibu
pasien mengalami hipertensi. Dikatakan ibu pasien
memiliki riwayat stroke, pernah dirawat 3 hari di
rumah sakit. Karena infuse macet, dikatakan
pulang paksa untuk dirawat di rumah. Namun
meninggal pada keesokan hari setelah pulang dari
rumah sakit. Ayah pasien mengidap asma.
Pasien bekerja sebagai tukang cukur. Pasien
bekerja dari pukul 9 pagi hingga 9 malam setiap
harinya. Sejak mengalami sakit hepatitis dan sirosis
hati, pasien merasa terganggu jika bekerja.
Sehingga berhenti bekerja dan beristirahat di
rumah. Saat ini pekerjaannya dialih tugaskan ke
saudara pasien.
Pasien mengatakan dahulu sebelum sakit,
pasien merokok sebanyak 1 bungkus rokok dan
terkadang melebihi dari 1 bungkus dalam satu hari.
Sejak dikatakan mengidap hepatitis, pasien benar-
benar berhenti merokok.
Pasien mengatakan dirinya rutin minum
kopi dan berhenti sejak bulan April 2013 saat
dirinya diopname oleh karena keluhan muntah
darah.
Pasien menyangkal dirinya meminum
minuman beralkohol. Pasien mengaku sangat
sering minum minuman penambah energy dan
Adem Sari. Dikatakan oleh istri pasien, ketika
bulan puasa setahun lalu, setiap hari saat sahur,
pasien minum Adem Sari. Dikatakan hal ini
dilakukan agar kuat dan tidak merasa haus hingga
tiba saatnya berbuka puasa. Pasien mengaku
minum minuman berenergi semisal Hemaviton
ketika mudik ke Madura untuk menambah tenaga.
Saat ini pasien makan secara teratur 3 kali sehari
dan minum obat secara teratur. Namun karena tidak
bernafsu makan, porsi makan pasien termasuk
dalam porsi yang sedikit meskipun teratur makan
tiga kali sehari. Pasien tidak berani makan
makanan seperti gorengan.
Riwayat penggunaan tatoo disangkal oleh
penderita. Penderita mengatakan tidak mempunyai
riwayat pernah menerima transfusi darah serta
menyangkal adanya riwayat aktivitas seksual
multipartner.
Pada pemeriksaan didapatkan keadaan
umum baik, kesadaran compos mentis, tekanan
darah 120/80 mmHg, nadi 88 kali/menit, respirasi
20 kali/menit, suhu aksilla 36,5 °C, berat badan 65
kg, tinggi badan 169 sentimeter, Body Mass Index
22,75 kg/m2.
Pada pemeriksaan generalis didapatkan
mata anemis dextra dan sinistra, jantung dan paru
dalam batas normal, abdomen dalam batas normal.
Tidak ada edema pada ekstremitas atas bawah.
Dilakukan pemeriksaan darah lengkap
dengan hasil WBC 2,667 x 103/µL (rendah),
komposisi limfosit 48,14 % (tinggi), RBC 5,063
x106/µL, Hemoglobin 13,01 g/dL (rendah),
Hematokrit 39,95 % (rendah) MCV 78,9 fL
(rendah), MCH 25,69 Pg, MCHC 32,56 g/dL,
platelet 68,72 x 103/µL (rendah).
Dilakukan pemeriksaan kimia darah dengan
hasil bilirubin total 2,411 mg/dL (tinggi), bilirubin
indirect 1,101 mg/dL (tinggi), bilirubin direct 1,31
(tinggi), alkali phosphatase 138,20 U/L (tinggi),
SGOT 119,20 U/L (tinggi), SGPT 73,69 U/L
(tinggi), gamma GT 122,30 U/L (tinggi), albumin
3,2 g/dL (rendah).
Pada pemeriksaan faal hemostassis,
didapatkan hasil bleeding time 1 menit, clotting
time 8 menit, PT 16 (memanjang), aPTT 54,50
(memanjang), INR 1,50 (tinggi).
a b
Gambar 1. a. Foto thoraks; b. Foto BoF
Pada pemeriksaan imaging x-ray thorax dan BoF
tidak ditemukan kelainan.
Gambar 2.
USG abdomen
Pada pemeriksaan USG abdomen didapatkan hasil
pengecilan hepar dengan splenomegali sesuai
dengan gambaran cirrosis hepatis.
Hasil Esophagus varises grade II-III arah
jam 2,3; Gaster pada cardia varises (+), pada
fundus varises (+), pada corpus normal, pada
antrum erosi (+). Duodenal: normal. Disimpulkan
ISSN: 2303-1395 E-JURNAL MEDIKA, VOL. 5 NO.7, JULI, 2016
4 http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
Varises Esofagus, Varises Fundus, Gastritis erosive
Antrum.
Pasien didiagnosis dengan Sirosis Hepatis
(CP A) dengan varises esophagus, varises fundus,
gastritis erosiva antrum.
Pasien ditatalaksana rawat jalan dengan
medikamentosa Propanolol 3 x 10 mg intraoral dan
Sebivo® 1 x 1 tablet.
Gambar 3. Esophagogastroduodenoscopy
DISKUSI
Pasien datang dengan keluhan utama lemas
dan muntah darah. Pada anamnesis yang berkaitan
dengan sirosis hepatik akan didapatkan lemah letih
lesu, penurunan berat badan, nyeri perut, ikterus
(BAB kecoklatan dan mata kuning), perut
membesar, riwayat konsumsi alcohol, riwayat sakit
kuning, muntah darah, BAB hitam.2,6 hal ini
berkaitan dengan faal hati yang terganggung oleh
karna proses fibrotic pada kasus sirosis hati. Antara
lain metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.
Gangguan pada pembentukan glukosa hasil
metabolisme monosakarida diperlukan
mengakibatkan kebutuhan tubuh berkurang
sehingga timbul keluhan lemas. Cadangan energi
yang berasal dari protein dan lemak juga terganggu
oleh karena gangguan produksi protein plasma dan
lipoprotein serta zat lainnya. 3,4,5
Penyebab alkohol tidak ada, riwayat sakit
kuning ada, etiologi sirosis hepatis yakni hepatitis
kronis, alcohol, penyakit metabolit, kholestasis
yang berkepanjangan, obstruksi vena hepatica,
toksin, dan obat-obatan.6 Pada pasien ini
didapatkan riwayat pernah menderita hepatitis
sebelumnya meskipun tidak pernah mengkonsumsi
alcohol sebelumnya.
Tabel 1. Klasifikasi Child-Pugh.4
Parameter A (1) B(2) C(3)
Bilirubin (mg/dl) <2 2-3 >3
Albumin (g/dl) >3,5 2,8-3,5 <2,8
Ascites - Ringan,terkontrol dengan
diuretik.
Sedang-berat, sulit terkontrol
dengan diuretik.
Ensefalopati - Grade 1-2 (minimal) Grade 3-4 (berat/koma)
PT ( detik memanjang) 4 4-6 >6
INR <1,7 1,7-2,3 >2,3
TOTAL SKOR 5-6 7-9 10-15
Klasifikasi Child A tergolong sirosis hati ringan; Klasifikasi Child B tergolong sirosis hati sedang; Klasifikasi
Child C tergolong sirosis hati berat
Pada pemeriksaan fisik pasien ditemukan
anemia, tidak ada ikterus, tidak ada ascites, tidak
ada spider nevi, tidak ada caput medusa. Hasil
pemeriksaan darah lengkap anemia, leukositopenia,
trombositopenia. Hasil faal hemostasis PT
memanjang, INR tinggi. Pemeriksaan fisik bisa jadi
ditemukan ascites, sipider nevi dan caput medusa.
Dari darah lengkap akan ditemukan anemia,
leukopenia, trombositopenia, PT (INR) meningkat.6
Hasil imaging endoskopi menunjukkan
varises esophagus dan varises gaster. Dari radio
imaging, pada endoskopi akan ditemukan varises
esophagus dan gastropati.6 Varises esofagus terjadi
bendungan aliran darah menuju hati oleh karena
sirosis. Aliran tersebut akan mencari jalan lain,
alternatifnya yaitu ke pembuluh darah di esophagus
(vena oesophageales), lambung, atau vena rektum
(vena rectalis inferior, media , dan superior) yang
lebih kecil dan lebih mudah pecah.
Ketidakseimbangan antara tekanan aliran darah
dengan kemampuan pembuluh darah
mengakibatkan pembesaran (varises) maupun
pecahnya pembuluh darah.7
Pasien didiagnosis sirosis hepatis dengan
klasifikasi Child-Pugh A. dari parameter ditemukan
berupa kadar bilirubin 2,411 mg/dL, albumin 3,2
g/dL, tidak ditemukan ascites, tidak ada
encepalopati, PT memanjang 4 detik, INR 1,50.
ISSN: 2303-1395 E-JURNAL MEDIKA, VOL. 5 NO.7, JULI, 2016
5 http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
Dari temuan didapatkan total skor 6 (Klasifikasi
Child-Pugh A) dikategorikan sirosis hati ringan.
SIMPULAN
Pada sirosis hati dekompensata pengobatan
didasarkan pada gejala/tanda yang menonjol dan
komplikasi yang muncul pada penderita. 5 pada
pasien ini diberikan beta-blocker propanolol untuk
mengendalikan varises esofagus dan Sebivo® yang
mengandung telbivudine tablet 600 mg untuk
mengobati hepatitis B kronis yang diderita. Pasien
ini didiagnosis sirosis hati serta didapatkan varises
esophagus. Varises esofagus biasanya merupakan
komplikasi sirosis. Faktor-faktor predisposisi dan
memicu perdarahan varises masih belum jelas.
Dugaan bahwa esofagitis dapat memicu perdarahan
varises telah ditinggalkan. Saat ini faktor-faktor
terpenting yang bertanggung jawab atas terjadinya
perdarahan varises adalah ; tekanan portal, ukuran
varises, dinding varises dan tegangannya, dan
tingkat keparahan penyakit hati.
SARAN
Mengingat saat ini agen infeksi dan
penyakit baru telah muncul dan terjadi peningkatan
jumlah orang yang bekerja dengan agen infeksi di
riset publik maupun swasta, kesehatan masyarakat,
laboratorium klinis dan diagnostik, juga fasilitas
penelitian satwa. Disarankan agar kita
mengevaluasi dan memastikan efektivitas program
keamanan hayati di Indonesia, kemahiran
pekerjanya serta kemampuan peralatan, fasilitas
dan praktik menajemen untuk menyediakan
kontainmen dan keamanan agen mikrobiologi.7,8
Demikian pula, individu yang bekerja
menangani mikroorganisme harus memahami
kondisi kontainmen dimana agen infeksi dapat
dengan aman dimanipulasi. Dengan meningkatkan
disiplin terhadap pemakaian alat pelindung diri
(APD) dan higiene petugas sehabis penanganan
sampel.
Dalam penanganan spesimen perlu
diperhatikan cara pemeliharaan/mempertahankan
kualitas kerja (perfomance) pada setiap
taraf/langkah dalam keseluruhan rantai prosesnya
Agar nantinya tidak terjadinya kecelakaan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kasper, Dennis, et al. 2004. Harrison's
Principles of Internal Medicine 16th Edition.
McGraw-Hill Professional
2. Lawrence, M. 2007. Current Medical Diagnosis
& Treatment, forty-sixth edition. McGraw-
Hill/Appleton & Lange. P 1440-1441.
3. Sudoyo, Aru W, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Edisi ke 4, jilid I. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Nurdjanah Siti. 2009. Sirosis Hati. Buku Ajar
Penyakit Dalam, Edisi ke 5, Jilid I. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.p.
668-673
5. Joel, J. Maryann, Sherbondy. 2006. Cirrhosis
and Chronic Liver Failure: Part II.
Complications and Treatment. (Online),
(http://www.aafp.org/afp/ 20060901/767.html,
diakses 15 Desember 2008).
6. Setiawan, Poernomo Budi . 2007. Sirosis hati.
Buku Ajar Penyakit Dalam. Fakultas
kedokteran Universitas airlangga. P. 129-136
7. Tandio, D., Manuaba, A. 2016. Safety
Procedure for Biosafety and Controlling a
Communicable Disease: Streptococcus Suis.
Bali Medical Journal 5(2): 74-77.
DOI:10.15562/bmj.v5i2.220
8. MANUABA, Amertha Putra. PROSEDUR
PENGGUNAAN ALAT PERLINDUNGAN
DIRI DAN BIOSAFETY LEVEL 1 DAN 2.
Intisari Sains Medis, [S.l.], v. 6, n. 1, p. 115-
120, june 2016. ISSN 2503-3638. Available at:
http://isainsmedis.id/ojs/index.php/ISM/article/v
iew/91. Date accessed: 30 june 2016.