22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Empowerment atau pemberdayaan adalah salah satu strategi atau merupakan paradigma pembangunan yang dilaksanakan dalam kegiatan pembangunan masyarakat, khususnya pada negara-negara yang sedang berkembang. Pemberdayaan ini muncul dikarenakan adanya kegagalan- kegagalan yang dialami dalam proses dan pelaksanaan pembangunan yang cenderung sentralistis seperti community development atau pengembangan komunitas. Model ini tidak memberi kesempatan langsung kepada rakyat untuk terlibat dalam proses pembangunan, terutama dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut pemilihan pejabat, perencanan, pelaksanaan dan evaluasi program pembangunan. Friedmann (1992) menawarkan konsep atau strategi pembangunan yang populer disebut dengan empowerment atau pemberdayaan. Konsep pemberdayaan ini adalah sebagai suatu konsep alternatif pembangunan yang pada intinya memberikan tekanan pada otonomi dalam mengambil keputusan di suatu kelompok masyarakat yang dilandaskan pada sumberdaya pribadi, bersifat langsung, demokratis dan pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung. Fokus 1

pemberdayaan masyarakat

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: pemberdayaan masyarakat

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Empowerment atau pemberdayaan adalah salah satu strategi atau merupakan

paradigma pembangunan yang dilaksanakan dalam kegiatan pembangunan

masyarakat, khususnya pada negara-negara yang sedang berkembang. Pemberdayaan

ini muncul dikarenakan adanya kegagalan-kegagalan yang dialami dalam proses dan

pelaksanaan pembangunan yang cenderung sentralistis seperti community

development atau pengembangan komunitas. Model ini tidak memberi kesempatan

langsung kepada rakyat untuk terlibat dalam proses pembangunan, terutama dalam

proses pengambilan keputusan yang menyangkut pemilihan pejabat, perencanan,

pelaksanaan dan evaluasi program pembangunan.

Friedmann (1992) menawarkan konsep atau strategi pembangunan yang

populer disebut dengan empowerment atau pemberdayaan. Konsep pemberdayaan ini

adalah sebagai suatu konsep alternatif pembangunan yang pada intinya memberikan

tekanan pada otonomi dalam mengambil keputusan di suatu kelompok masyarakat

yang dilandaskan pada sumberdaya pribadi, bersifat langsung, demokratis dan

pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung. Fokus utama pemberdayaan,

menurut Friedmann, adalah sumberdaya lokal, namun bukan berarti mengabaikan

unsur-unsur lain yang berada di luar kelompok masyarakat, bukan hanya ekonomi

akan tetapi juga politik, agar masyarakat memiliki posisi tawar menawar yang

seimbang, baik ditingkat lokal, nasional maupun internasional. Konsep pemberdayaan

mencerminkan paradigma baru pembangunan, yang memiliki karakteristik dengan

berfokus pada rakyat (people-centered), partisipatif (participatory), memberdayakan

(empowering), dan berkesinambungan (sustainable) (Chambers, 1995). Karena itu

konsep ini merupakan sebuah konsep pembangunan ekonomi yang di dalamnya

mencakup nilai-nilai sosial. Menurut Kartasasmita (1996) dasar pandangannya adalah

bahwa upaya yang dilakukan harus diarahkan langsung pada akar persoalannya, yaitu

1

Page 2: pemberdayaan masyarakat

meningkatkan kemampuan rakyat. Pada aspek dan sisi yang tertinggal dalam

masyarakat harus ditingkatkan nilainya dengan mengembangkan dan

mendinamisasikan potensinya, atau dengan kata lain memberdayakannya.

Pemberdayaan adalah perspektif yang lebih luas dari hanya sekedar

memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk

mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net). Kartasasmita (1996), dengan

mengutip pendapat beberapa ahli, melukiskan konsep pemberdayaan itu sebagai suatu

konsep yang tidak mempertentangkan antara pertumbuhan dengan pemerataan, tetapi

memadukan antara keduanya, karena sebagaimana dikatakan oleh Brown (1995),

kedua konsep tersebut tidak harus diasumsikan sebagai “tidak cocok atau berlawanan

(incompatible or antithetical)”. Konsep pemberdayaan bertitik tolak dari pandangan

bahwa melalui pemerataan akan tercipta landasan yang lebih luas untuk pertumbuhan

dan sekaligus akan menjamin pertumbuhan yang berkelanjutan. Karena konsep

pemberdayaan tidak mempertentangkan antara pertumbuhan dan pemerataan, maka

dalam strategi pembangunan harus ditujukan pada dua arah, yakni pada lapisan

masyarakat maju dan berada pada sektor modern, dan pada kelompok yang tertinggal

dan berada di sektor tradisional. Strategi pembangunan untuk kedua sektor tersebut

tidak dapat disamakan begitu saja.Jadi, intinya adalah bagaimana upaya untuk

membantu rakyat agar lebih berdaya, sehingga tidak hanya dapat meningkatkan

kapasitas dan kemampuannya dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki, tetapi

juga sekaligus akan meningkatkan kemampuan ekonomi nasional.

1.2 TUJUAN PENULISAN

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengertian

pemberdayaan masyarakat, unsure-unsur pemberdayaan masyarakat, proses

pemberdayaan masyarakat, tujuan dan pendekatan pemberdayaan masyarakat serta

metodologi evaluatif dalam pemberdayaan masyarakat.

BAB II

2

Page 3: pemberdayaan masyarakat

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Para ilmuwan sosial dalam memberikan pengertian pemberdayaan

mempunyai rumusan yang berbeda-beda dalam berbagai konteks dan bidang kajian,

artinya belum ada definisi yang tegas mengenai konsep tersebut. Namun demikian,

bila dilihat secara lebih luas, pemberdayaan sering disamakan dengan perolehan daya,

kemampuan dan akses terhadap sumber daya untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh

karena itu, agar dapat memahami secara mendalam tentang pengertian pemberdayaan

maka perlu mengkaji beberapa pendapat para ilmuwan yang memiliki komitmen

terhadap pemberdayaan masyarakat. 

Robinson (1994) menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses pribadi

dan sosial; suatu pembebasan kemampuan pribadi, kompetensi, kreatifitas dan

kebebasan bertindak. Sedangkan Ife (1995) mengemukakan bahwa

pemberdayaan mengacu pada kata “empowerment,” yang berarti memberi daya,

memberi ”power” (kuasa), kekuatan, kepada pihak yang kurang berdaya. 

Payne (1997) menjelaskan bahwa pemberdayaan pada hakekatnya bertujuan

untuk membantu klien mendapatkan daya, kekuatan dan kemampuan untuk

mengambil keputusan dan tindakan yang akan dilakukan dan berhubungan

dengan diri klien tersebut, termasuk mengurangi kendala pribadi dan sosial

dalam melakukan tindakan.. Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif

diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan “keharusan” untuk

lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan,

ketrampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan tanpa

tergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal. 

Subejo dan Supriyanto (2004) memaknai pemberdayaan masyarakat sebagai

upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam

merencanakan, memutuskan dan mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki

3

Page 4: pemberdayaan masyarakat

melalui collective action dan networking sehingga pada akhirnya mereka

memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi, dan sosial”.

Dalam pengertian yang lebih luas, pemberdayaan masyarakat merupakan

proses untuk memfasilitasi dan mendorong masyarakat agar mampu menempatkan

diri secara proporsional dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan lingkungan

strategisnya untuk mencapai suatu keberlanjutan dalam jangka panjang.

2.2 UNSUR-UNSUR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Kemauan Politik

Salah satu upaya yang patut dilakukan untuk menjembatani masalah perburuhan

adalah dengan pemberdayaan sumber daya manusianya, terutama disektor

industri, lebih terutama lagi di sub-sektor pekerja tingkat bawah, dalam segi

hak-hak riil vokasional. Sub-sektor ini adalah lapisan yang paling rawan untuk

dijadikan “kartu politik”, mengingat tingkat pendidikan mereka, dan tingkat

ketidakberdaya-an mereka (secara politis) paling tidak untuk diobjetifikasi bagi

kepentingan politik. Pemberdayaan adalah paeningkatan pelayanan yang lebih

manusiawi kepada mereka. Sepanjang mereka masih diberdayakan oleh

pemerintah, atau oleh pengusaha, atau (sebenarnya) oleh siapapun, maka

mustahil bagi mereka untuk berbuat lain kecuali mengerjakan tanggung jawab

profesinya. Sebaliknya, sekali mereka merasa “terperdaya” maka kali itu pula

mereka menggunakan “daya” mereka sendiri yang khas, yaitu amuk. Mereka

sebenarnya tak peduli kelompok kepentingan atau kelompok politik yang mana

yang bakal memberdayakan mereka, karena mereka memang bukan politisi.

Tetapi mereka ingin memberdayakan baik secara hukum, ekonomi, sosial

ataupun politik. Alasan yang mendasari keinginan tersebut adalah sederhana

sekali, yaitu bahwa mereka memang kelompok yang tak berdaya.

4

Page 5: pemberdayaan masyarakat

Penciptaan suasana

Penciptaan suasana yang mengacu pada mewujudkan warga madani yang

dimana merupakan suatu upaya yang harus dilakukan oleh secara terus menerus

kepada seluruh pihak-pihak yang terkait. Untuk itu perlu dikembangkan suatu

kondisi yang kondusif antara instansi tersebut sebagai reperesentasi berbagai

kekuatan politik, masyarakat yang merupakan fokus kegiatan pemberdayaan,

dan pemerintah sebagai penyedia pelayanan publik dalam perwujudan

lingkungan yang baik dan sehat.

Motivasi

Suatu pemberdayaan masyarakat akan terwujud apabila masyarakat memiliki

kemauan untuk merubah semua dan lebih maju. Rasa keingin tahuan yang

cukup besar dalam diri masyarakat dengan sendirinya akan meanjadi motivasi

bagi diri masyarakat untuk bisa lebih maju dan lebih berkembang an mampu

menghadapi segala tantangan yang dikemudian lain.

Potensi Masyarakat

Potensi masyarakat tersebut yang dimaksud dalam pemberdayaan masyarakat

adalah, dalam hal ino diartikan sebagai “masyarakt madani” yang perlu

ditingklatkan dan dikembangkan dan dicirikan dengan timbulnya secara

berkelanjutan. Keberayaan masyarakat warga madani dicirikan dengan

timbulnya kesadaran bahwa, mereka paham akan haknya atas lingkungan hidup

uang baik dan sehat serta sanggup menjalankan kewajiban dan tanggung jawab

untuk tercapainya kualitas lingkungan hidup yang dituntutnya.

Peluang

Melalui perwujudan good governance, dimana dalam salah satu karakteristiknya

adalah mendorong partisipasi dan kemitraan dengan masyarakat, maka

5

Page 6: pemberdayaan masyarakat

pembangunan harus melibatkan masyarakat. Tanpa partisipasi masyarakat, tidak

akan ada strategi yang mampu bertahan lama. Peran masyarakat madani harus

dipandang sebagai hal yang dinamis dan memberikan suatu peluang bagi

pemerintah yang bermaksud membangun kredibilitas negara (goo governance)

melalui potensinya dalam membangun koalisi dan aksi kolektif.

Mengalihkan Wewenag

Untuk mencapai tujuan pemberdayaan masyarakat yang sebenarnya suatu

birokrasi harus mampu dan rela mengalihkan wewenangnya pada masyarakat

apabila merasa sudah tidak mampu bekerja sebagai mana yang diamanatkan

oleh masyarakat supaya masyarakat mampu dan bisa melaksanakan

keinginannya sesuai dengan apa yang telah ia amanatkan kepada birokrasi itu

sendiri.

Perlindungan

Pemberdayaan masyarakat mengandung pula arti perlindungan, dalam proses

pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi bertambah yang lemah oleh

karena, kekurangan berdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu,

perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam

konsep pemberdayaan mastarakat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau

menutupi dari interaksi. Karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan

melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upyah untuk

mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang serta eksploitasi yang

kuat atas yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat

menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian. Karena pada

dasarnya setiap upa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang

hasilnya dapat dikeluarkan dengan pihak lain). Dengan demikian tujuan

akhirnya adalah memandirikan masyarakat, memampukan dan membangun

6

Page 7: pemberdayaan masyarakat

kemampuan untuk mewujudkn diri kearah kehidupan yang lebih baik secara

sinambung.

Kesadaran

Untuk mencapai masyarakat yang berdaya,masyarakat harus menyadari dan

memahami apa yang ingin dan harus ia lakukan demi untuk bisa

mengembangkan dirinya dan kemampuannya serta kreativitasnya dalam

membuat dan menghasilkan sesuatu yang berguna bukan hanya untuk dirinya

tapi juga untuk masyarakat banyak.

2.3 PROSES PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Pranarka & Vidhyandika (1996) menjelaskan bahwa ”proses pemberdayaan

mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan yang mene-kankan

pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan atau

kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya. Kecenderungan pertama

tersebut dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan.

Sedangkan kecenderungan kedua atau kecenderungansekunder menekankan pada

proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai

kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apayang menjadi pilihan hidupnya

melalui proses dialog”. Sumardjo (1999) menyebutkan ciri-ciri warga masyarakat

berdaya yaitu:  

1. Mampu memahami diri dan potensinya,mampu merencanakan (mengantisipasi kon-

disi perubahan ke depan)

2. Mampu mengarahkan dirinya sendiri

3. Memiliki kekuatan untuk berunding

4. Emiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang saling

menguntungkan, dan 

5. Bertanggungjawab atas tindakannya.

7

Page 8: pemberdayaan masyarakat

Slamet (2003) menjelaskan lebih rinci bahwa yang dimaksud dengan

masyarakat berdaya adalah masyarakat yang tahu, mengerti, faham termotivasi,berke-

sempatan, memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu berbagai al-

ternative, mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari

dan menangkap informasi dan mampu bertindak sesuai dengansituasi. Proses pember-

dayaan yang melahirkan masyarakat yang memiliki sifat seperti yang diharapkan

harus dilakukan secara berkesinambungan dengan mengoptimalkan partisipasi

masyarakat secara bertanggungjawab.

Proses pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan secara bertahap melalui

tiga fase (Pranaka dan Prijono, 1996) yaitu:

(a) Fase Inisiasi adalah bahwa semua proses pemberdayaan berasal dari pemerintah,

dan masyarakat hanya melaksanakan apa yang direncanakan dan diinginkan oleh

pemerintah dan tetap tergantung pada pemerintah.

(b) Fase Partisipatoris adalah bahwa proses pemberdayaan berasal dari pemerintah

bersama masyarakat, oleh pemerintah dan masyarakat, dan diperuntukkan bagi

rakyat. Pada fase ini masyarakat sudah dilibatkan secara aktif dalam kegiatan

pembangunan untuk menuju kemandirian.

(c) Fase Emansipatoris adalah bahwa proses pemberdayaan berasal dari rakyat dan

untuk rakyat dengan didukung oleh pemerintah bersama masyarakat. Pada fase

emansipatori ini masyarakat sudah dapat menemukan kekuatan dirinya sehingga

dapat dilakukan dalam mengaktualisasikan dirinya. Puncak dari kegiatan proses

pemberdayaan masyarakat ini adalah ketika pemberdayaan ini semuanya datang

dari keinginan masyarakat sendiri (fase emansipatoris).

2.4 TUJUAN DAN PENDEKATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Jamasy (2004) mengemukakan bahwa konsekuensi dan tanggungjawab utama

dalam program pembangunan melalui pendekatan pe mberdayaan adalah masyarakat

berdaya atau memiliki daya, kekuatan atau kemampuan. Kekuatan yang dimaksud

dapat dilihat dari aspek fisik dan material, ekonomi, kelembagaan, kerjasama,

8

Page 9: pemberdayaan masyarakat

kekuatan intelektual dan komitmen bersama dalam menerapkan prinsip-prinsip

pemberdayaan.

Terkait dengan tujuan pemberdayaan, Sulistiyani (2004) menjelaskan bahwa

tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat adalah untuk membentuk

individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi

kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan.

Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat

yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan sertamelakukan sesuatu

yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah yang dihadapi dengan

mempergunakan daya/kemampuan yang dimiliki.

Elliot (1987), menyatakan bahwa strategi pemberdayaan dapat dilakukan

melalui tiga pendekatan yaitu:

a. The Welfare Approach; pendekatan ini mengarah pada pendekatan manusia

dan bukan untuk memberdaya masyarakat dalam menghadapi proses politik dan

pemiskinan rakyat.

b. The Development Approach; pendekatan ini bertujuan untuk mengembangkan

proyek pembangunan untuk meningkatkan kemampuan, kemandirian dan

keswadayaan masyarakat.

c. The Empowerment Approach; pendekatan yang melihat bahwa kemiskinan

sebagai akibat dari proses politik dan berusaha untuk memberdayakan atau

melatih rakyat untuk mengatasi ketidakberdayaan masyarakat.

Strategi pemberdayaan dalam pembangunan masyarakat merupakan upaya

yang dilakukan untuk meningkatkan dan memandirikan, serta menswadayakan

masyarakat sesuai dengan potensi dan budaya lokal yang dimilikinya secara utuh dan

konprehensif agar harkat dan mertabat lapisan masyarakat yang kondisinya tidak

mampu dapat melepaskan diri dari kemiskinan dan keterbelakangan. Pemberdayaan

tidak hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi pranata hidup

yang ada dalam masyarakat perlu dan harus diberdayakan. Melalui strategi

pemberdayaan ini, partisipasi masyarakat dalam melaksanakan pembangunan akan

semakin meningkat.

9

Page 10: pemberdayaan masyarakat

Salah satu pendekatan yang mulai banyak digunakan terutama oleh LSM

adalah advokasi. Pendekatan advokasi pertama kali diperkenalkan pada pertengahan

tahun 1960-an di Amerika Serikat (Davidoff, 1965). Model pendekatan ini mencoba

meminjam pola yang diterapkan dalam sistem hukum, di mana penasehat hukum

berhubungan langsung dengan klien. Dengan demikian, pendekatan advokasi

menekankan pada proses pendampingan kepada kelompok masyarakat dan

membantu mereka untuk membuka akses kepada pelaku-pelaku pembangunan

lainnya, membantu mereka mengorganisasikan diri, menggalang dan memobilisasi

sumberdaya yang dapat dikuasai agar dapat meningkatkan posisi tawar (bargaining

position) dari kelompok masyarakat tersebut. Pendekatan advokasi ini didasarkan

pada pertimbangan bahwa pada hakekatnya masyarakat terdiri dari kelompok-

kelompok yang masing-masing mempunyai kepentingan dan sistem nilai sendiri-

sendiri. Masyarakat pada dasarnya bersifat majemuk, di mana kekuasaan tidak

terdistribusi secara merata dan akses keberbagai sumberdaya tidak sama.

Dalam jangka panjang diharapkan dengan pendekatan advokasi masyarakat

mampu secara sadar terlibat dalam setiap tahapan dari proses pembangunan, baik

dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pelaporan, dan evaluasi.

Seringkali pendekatan advokasi diartikan pula sebagai salah satu bentuk

“penyadaran” secara langsung kepada masyarakat tentang hak dan kewajibannya

dalam proses pembangunan.

2.5 METODOLOGI EVALUATIF DALAM PEMBERDAYAAN

MASYARAKAT

Untuk melaksanakan evaluasi apakah proyek yang telah dilaksanakan selama

jangka waktu tertentu telah sungguh mendatangkan perbaikan yang sesuai dengan

harapan warga masyarakat, perlu dilakukan suatu penelitian. Dua metoda penelitian

evaluatif yang bersifat bottom-up adalah rapid rural appraisal (RRA), dan

participatory rural appraisal (PRA).

(1) Metode Rapid Rural Appraisal (RRA)

10

Page 11: pemberdayaan masyarakat

Metoda RRA digunakan untuk pengumpulan informasi secara akurat dalam

waktu yang terbatas ketika keputusan tentang pembangunan perdesaan harus diambil

segera. Dewasa ini banyak program pembangunan yang dilaksanakan sebelum

adanya kegiatan pengumpulan semua informasi di daerah sasaran. Konsekuensinya,

banyak program pembangunan yang gagal atau tidak dapat diterima oleh kelompok

sasaran meskipun program-program tersebut sudah direncanakan dan dipersiapkan

secara matang, karena masyarakat tidak diikutsertakan dalam penyusunan prioritas

dan pemecahan masalahnya.

(2) Metode Participatory Rural Appraisal (PRA)

Konsepsi dasar pandangan PRA adalah pendekatan yang tekanannya pada

keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan kegiatan. Metoda PRA bertujuan

menjadikan warga masyarakat sebagai peneliti, perencana, dan pelaksana program

pembangunan dan bukan sekedar obyek pembangunan.

Kritik PRA terhadap pembangunan adalah bahwa program-program

pembangunan selalu diturunkan "dari atas" (top down) dan masyarakat tinggal

melaksanakan. Proses perencanaan program tidak melalui suatu 'penjajagan

kebutuhan' (need assesment) masyarakat, tetapi seringkali dilaksanakan hanya

berdasarkan asumsi, survei, studi atau penelitian formal yang dilakukan oleh petugas

atau lembaga ahli-ahli penel itian. Akibatnya program tersebut sering tidak relevan

dengan kebutuhan masyarakat dan tidak adanya rasa memiliki terhadap program itu.

Dengan PRA, yakni dengan partisipasi masyarakat keadaan itu diperbaiki dan juga

keterampilan-keterampilan analitis dan perencanaan dapat dialihkan kepada

masyarakat. Dengan demikian secara bertahap ketergantungan pada pihak luar akan

berkurang dan pengambilan prakarsa dan perumusan program bisa berasal dari

aspirasi masyarakat (bottom up). Metoda PRA didasarkan pada penyempurnaan dan

modifikasi dari metoda AEA (Agroecosystems Analysis) dan RRA (Rapid Rural

Appraisal) yang dilakukan oleh kalangan LSM dan peneliti yang bekerja di wilayah

Asia dan Afrika. Walaupun ada beberapa kesamaan antara metoda PRA dan RRA,

tetapi ada pe rbedaan secara mendasar. Metoda RRA penekannya adalah pada

11

Page 12: pemberdayaan masyarakat

kecepatannya (rapid) dan penggalian informasi oleh órang luar. Sedangkan metoda

PRA penekannya adalah pada partisipasi dan pemberdayaan.

Hasil-hasil penelitian juga telah membuktikan bahwa pemberdayaan sebagai

sebuah konsep yang memadukan antara pertumbuhan dan pemerataan, dalam

implementasinya dapat berjalan beriringan. Masyarakat lapisan bawah yang

diberdayakan dapat memberikan sumbangsih signifikan bagi pertumbuhan ekonomi

suatu negara. Hal ini ditunjukkan oleh hasil kajian berbagai proyek yang dilakukan

oleh International Fund for Agriculture (IFAD) yang menunjukkan bahwa dukungan

bagi produksi yang dihasilkan masyarakat lapisan bawah telah memberikan

sumbangan bagi pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan dengan investasi yang

sama pada sektor-sektor yang skalanya lebih besar. Pertumbuhan tersebut dihasilkan

bukan hanya dengan biaya yang lebih kecil, tetapi juga dengan devisa yang lebih

kecil (Kartasasmita, 1996). Hal yang demikian ini sudah barang tentu besar artinya

bagi negara-negara berkembang yang sering mengalami kelangkaan devisa dan lemah

posisi neraca pembayaran luar negerinya.

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Brautigam (1995) di Taiwan juga

menunjukkan bahwa pertumbuhan dan pemerataan dapat berjalan beriringan. Taiwan

adalah salah satu negara dengan tingkat kesenjangan yang paling rendah, tetapi

dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, dan kondisi ini dapat dipertahankan secara

berkelanjutan. Konsepnya adalah pembangunan ekonomi yang bertumpu pada

pertumbuhan yang dihasilkan oleh upaya pemerataan, dengan penekanan pada

peningkatan kualitas sumberdaya manusia.

Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat

tidak dijadikan obyek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subyek

dari upaya pembangunannya sendiri. Implementasi konsep pelibatan masyarakat

dalam proses pembangunan telah banyak diterapkan di berbagai negara. Salah satu

contohnya adalah hasil penelitian yang dilakukan Babajanian di Armenia (2005),

yang menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat melalui organisasi sosial lokal

memegang peranan penting dalam keberhasilan proyek-proyek pembangunan di

negara tersebut.

12

Page 13: pemberdayaan masyarakat

BAB III

PENUTUP

Konsep pemberdayaan mencerminkan paradigma baru pembangunan, yang

memiliki karakteristik dengan berfokus pada rakyat (people-centered), partisipatif

(participatory), memberdayakan (empowering), dan berkesinambungan (sustainable)

(Chambers, 1995). Karena itu konsep ini merupakan sebuah konsep pembangunan

ekonomi yang di dalamnya mencakup nilai-nilai sosial.

Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat

tidak dijadikan obyek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subyek

dari upaya pembangunannya sendiri. Implementasi konsep pelibatan masyarakat

dalam proses pembangunan telah banyak diterapkan di berbagai negara.

Daya kemampuan yang dimaksud untuk pemberdayaaan masyarakat adalah

kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik dan afektif serta sumber daya lainnya

yang bersifat fisik/material. Kondisi kognitif pada hakikatnya merupakan kemampuan

berpikir yang dilandasi oleh pengetahuan dan wawasan seseorang dalam rangka

mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi. Kondisi konatif merupakan suatu

sikap perilaku masyarakat yang terbentuk dan diarahkan pada perilaku yang sensitif

terhadap nilai-nilai pemberdayaan masyarakat. Kondisi afektif adalah merupakan

perasaan yang dimiliki oleh individu yang diharapkan dapat diintervensi untuk

mencapai keberdayaan dalam sikap dan perilaku. Kemampuan psikomotorik

merupakan kecakapan keterampilan yang dimiliki masyarakat sebagai upaya

mendukung masyarakat dalam rangka melakukan aktivitas pembangunan.

13

Page 14: pemberdayaan masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

Friedman, John, Empowerment: The Politics of Alternative Development. Cambridge:

Blackwell, 1992.

Goulet, Denis, The Cruel Choice: A New Concept in the Theory of Development;

New York: Atheneum, 1977.

Kartasasmita, Ginandjar. Makalah: Dewan Perwakilan Daerah dan Otonomi Daerah.

Disampaikan pada Seminar Nasional, Institut Teknologi Bandung (ITB) Dalam

Rangka Memperingati Seratus Tahun Kebangkitan Nasional. Bandung, 17 Mei

2008.

Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Robert Chambers. 1992. Participatory Rural Appraisal. Memahami Desa Secara

Partisipatif. Kanisius, Yogyakarta.

14