39
PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir dan laut merupakan situs strategis dimana umat manusia memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dari lingkungan darat dan laut sekaligus. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan intensitas pembangunan, dan kenyataan bahwa sumberdaya alam di daratan (semisal hutan, lahan pertanian, peternakan, bahan tambang dan lain-lain) terus menipis atau sukar dikembangkan, maka sumberdaya kelautan menjadi tumpuan harapan bagi kesinambungan pembangunan ekonomi nasional di masa mendatang. Sumberdaya alam di wilayah pesisir merupakan aset bangsa yang strategis untuk dikembangkan dengan basis kegiatan ekonomi pada pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan kelautan. Dalam perkembangan selanjutnya akibat dari pertambahan jumlah penduduk, perluasan pemukiman dan kegiatan industri, maka wilayah ini akan mendapat tekanan berat akibat eksploitasi sumberdaya alam di lingkungan sekitarnya. Untuk itu langkah antisipatif dengan mencari alternatif pendekatan/paradigma yang dapat mempertemukan berbagai tuntutan kepentingan pemanfaatan konservasi sumberdaya untuk pembangunan yang berkelanjutan mutlak diperlukan. 1

pemberdayaan masyarakat pesisir

  • Upload
    bair

  • View
    63

  • Download
    3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

perikanan

Citation preview

PENDAHULUANLatar BelakangWilayah pesisir dan laut merupakan situs strategis dimana umat manusia memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dari lingkungan darat dan laut sekaligus. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan intensitas pembangunan, dan kenyataan bahwa sumberdaya alam di daratan (semisal hutan, lahan pertanian, peternakan, bahan tambang dan lain-lain) terus menipis atau sukar dikembangkan, maka sumberdaya kelautan menjadi tumpuan harapan bagi kesinambungan pembangunan ekonomi nasional di masa mendatang.Sumberdaya alam di wilayah pesisir merupakan aset bangsa yang strategis untuk dikembangkan dengan basis kegiatan ekonomi pada pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan kelautan. Dalam perkembangan selanjutnya akibat dari pertambahan jumlah penduduk, perluasan pemukiman dan kegiatan industri, maka wilayah ini akan mendapat tekanan berat akibat eksploitasi sumberdaya alam di lingkungan sekitarnya. Untuk itu langkah antisipatif dengan mencari alternatif pendekatan/paradigma yang dapat mempertemukan berbagai tuntutan kepentingan pemanfaatan konservasi sumberdaya untuk pembangunan yang berkelanjutan mutlak diperlukan.Pembangunan sumberdaya kelautan pada saat ini layak untuk menjadi andalan bagi bangsa Indonesia dalam melakukan pemulihan ekonomi akibat krisis multi-dimensi yang masih terus mendera kehidupan berkebangsaan kita. Pada saat yang sama perlu diperhatikan prospek keberlangsungan sumberdaya ini agar dapat memberikan manfaat yang berkesinambungan hingga ke generasi mendatang. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan dan paradigma dengan pemihakan yang jelas terhadap keberlanjutan sumberdaya untuk menjadi arah penyusunan model-model pemanfaatan sumberdaya yang sekaligus memperhatikan aspek preventif pengendalian kerusakan lingkungan demi keberlanjutan potensi sumberdaya tersebut.

Tantangan utama kini bagi pemerintah, utamanya institusi penyusun kebijakan dan instrumen pengendali pemanfaatan lingkungan seperti Instansi yang terkait selaku pengelola sumberdaya alam, adalah bagaimana memanfaatkan kekayaan alam yang ada sebaik-baiknya untuk kemakmuran ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, pada saat yang sama menjaga keseimbangan daya dukung lingkungan agar proses pemanfaatan tersebut dapat senantiasa berlangsung dan berkelanjutan. Dengan kata lain, bagaimana mengimplementasikan kaidah-kaidah Pembangunan yang Berkelanjutan (Sustainable Development) ke dalam kebijakan dan aktifitas pembangunan. Untuk mencapai hal tersebut salah satu masalah mendasar yang penting untuk dilakukan adalah memahami secara umum kondisi sumberdaya alam yang ada serta dinamika masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya tersebut.Seiring dengan meningkatnya usaha penangkapan dalam memenuhi kebutuhan pangan baik bagi masyarakat di sekitarnya maupun terhadap permintaan pasar antar pulau dalam negeri dan luar negeri. Ghofar (2004), mengatakan bahwa perkembangan eksploitasi sumberdaya alam laut dan pesisir dewasa ini (penangkapan, budidaya, dan ekstraksi bahan-bahan untuk keperluan medis) telah menjadi suatu bidang kegiatan ekonomi yang dikendalikan oleh pasar (market driven) terutama jenis-jenis yang bernilai ekonomis tinggi, sehingga mendorong eksploitasi sumberdaya alam laut dan pesisir dalam skala dan intensitas yang cukup besar. Sebagai akibatnya pemanfaatannya cenderung melebihi daya dukung sumberdaya (over eksploitation) dan bersifat destruktif. Kondisi ini semakin diperparah oleh peningkatan jumlah armada penangkapan, penggunaan alat dan teknik serta teknologi penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Disamping itu berbagai aktivitas manusia baik di wilayah pesisir dan laut serta kegiatan di daratan (upland) yang juga dapat menimbulkan dampak pencemaran lingkungan. Kondisi ini menimbulkan tekanan lingkungan bahkan cenderung merusak sumberdaya alam pesisir dan laut yang cenderung meningkat intensitasnya dari waktu kewaktu, sehingga pada akhirnya menimbulkan menurunnya daya dukung sumberdaya dan dalam jangka panjang akan mengakibatkan suatu tragedi bersama (open tragedy).

Laut Indonensia memiliki kekayaan sumber daya berlimpah. Namun pengelolaan dan regulasi yang mengatur penggunaan kekayaan laut tersebut dinilai masih kurang memberi keuntungan bagi negara. Sehingga perlu upaya-upaya dari berbagai pihak untuk bekerjasama dalam pemanfaatan kekayaan laut secara optimal dan terarah.Pembangunan kelautan dan perikanan dimasa datang diharapkan menjadi sektor andalan dalam menopang perekonomian negara dalam pemberdayaan masyarakat yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan. Menyadari hal tersebut, maka peran ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan dan perikanan menjadi sangat penting dan perlu dioptimalkan serta diarahkan agar mampu melaksanakan riset yang bersifat strategis yang dapat diaplikasikan oleh masyarakat luas terutama oleh para pelaku industri dan masyarakat pesisir pada umumnya.Tujuan KegunaanAdapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mempelajari pemberdayaan masyarakat pesisir dalam pemanfaatan potensi sumber daya pesisir dan laut serta program dan pola pemanfaatannya.Sedangkan kegunaan dari makalah ini adalah sebagai bahan referensi yang dapat digunakan dalam memberdayakan masyarakat pesisir tentang arti pentingnya potensi smber daya pesisir dan laut, serta dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya bagi mahasiswa Fakultas Perikanan.

MASYARAKAT PESISIRPengertian Masyarakat PesisirMasyarakat adalah suatu keseluruhan kompleks hubungan manusia yang luas sifatnya. Keseluruhan yang kompleks sendiri berarti bahwa keseluruhan itu terdiri atas bagian-bagian yang membentuk suatu kesatuan.Menurut (Harold j. Laski 1947 dalam Dahuri 2001) Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama. Jadi dapat di simpulkan bahwa Masyarakat adalah sekelompok manusia yang saling berinteraksi dan berhubungan serta memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang kuat untuk mencapai tujuan dalam hidupnya.Menurut (Soegiarto, 1976; Dalam Dahuri et al, 2001), Pesisirmerupakan daerah pertemuan antara darat dan laut. ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.Masyarakat pesisir adalah sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumber daya pesisir.Secara teoritis, masyarakat pesisir didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal dan melakukan aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan. Dengan demikian, secara sempit masyarakat pesisir memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir masyarakat yang tinggal secara spasial di wilayah pesisir tanpa mempertimbangkan apakah mereka memiliki aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan.

Karakteristik Masyarakat PesisirKarakteristik masyarakat pesisir berbeda dengan karakterisik masyarakat agraris atau petani. Dari segi penghasilan, petani mempunyai pendapatan yang dapat dikontrol karena pola panen yang terkontrol sehingga hasil pangan atau ternak yang mereka miliki dapat ditentukan untuk mencapai hasil pendapatan yang mereka inginkan. Berbeda halnya dengan masyarakat pesisir yang mata pencahariannya didominasi dengan nelayan. Nelayan bergelut dengan laut untuk mendapatkan penghasilan, maka pendapatan yang mereka inginkan tidak bisa dikontrol. Nelayan menghadapi sumberdaya yang bersifat open acces dan beresiko tinggi. Hal tersebut menyebabkan masyarakat pesisir sepeti nelayan memiliki karakter yang tegas, keras, dan terbuka (Satria, 2002).Selain itu, karakteristik masyarakat pesisir dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya, aspek pengetahuan, kepercayaan, dan posisi nelayan sosial. Dilihat dari aspek pengetahuan, masyarakat pesisir mendapat pengetahuan dari warisan nenek moyangnya misalnya mereka untuk melihat kalender dan penunjuk arah maka mereka menggunakan rasi bintang. Sementara, dilihat dari aspek kepercayaan, masyarakat pesisir masih menganggap bahwa laut memilki kekuatanmagic sehingga mereka masih sering melakukan adat pesta laut atau sedekah laut. Namun, dewasa ini sudah ada dari sebagian penduduk yang tidak percaya terhadap adat-adat seperti pesta laut tersebut. Mereka hanya melakukan ritual tersebut hanya untuk formalitas semata. Begitu juga dengan posisi nelayan sosial, pada umumnya, nelayan bergolong kasta rendah.Menurut Fahmi (2010), Masyarakat pesisir itu sendiri dapat didefinisikan sebagai kelompok orang atau suatu komunitas yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Mereka terdiri dari nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan dan organisme laut lainnya, pedagang ikan, pengolah ikan, supplier faktor sarana produksi perikanan. Dalam bidang non-perikanan, masyarakat pesisir bisa terdiri dari penjual jasa transportasi dan lain-lain. Yang harus diketahui bahwa setiap komunitas memiliki karakteristik kebudayaan yang berbeda-beda.Tipologi masyarakat pesisir menurut Muluk (1995) dapat diklasifikasikan berdasarkan mata pencaharian utamanya atau berdasarkan sifat mereka bermukim. Dengan kombinasi kedua kriteria itu, masyarakat pesisir dapat dibagi ke dalam Masyarakat nelayan, Masyarakat petani dan nelayan Masyarakat petani, Masyarakat pengumpul atau penjarah (collector, forager), Masyarakat perkotaan dan perindustrian, dan Masyarakat tidak menetap/sementara atau pengembara (migratory).

POTENSI SUMBER DAYA PESISIR DAN LAUT

Potensi Pembangunan Wilayah Pesisir dan LautanDahuri R. (2001) mengatakan bahwa sampai sekarang belum ada definisi wilayah pesisir yang baku. Namun demikian, terdapat kesepakatan umum di Dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline), maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas (boundaries), yaitu: batas yang sejajar garis pantai (longshore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross-shore).Potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan secara garis besar terdiri dari tiga kelompok: (1) sumber daya dapat pulih (renewable resources), (2) sumber daya yang tak dapat pulih (non renewable resources), dan (3) jasa-jasa lingkungan (environmental services). Pertanyaannya adalah sudah seberapa besar pemanfaatan yang telah digali dari ketiga kelombok sumber daya tersebut. Padahal jika pemanfaatannya dapat dioptimalkan, akan sangat menguntungkan untuk peningkatan produk domestik bruto dan kesejahteraan rakyat.1. Sumber Daya Dapat PulihHutan MangroveHutan mangrove merupakan ekosisitem utama pendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir dan lautan. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan berbagai macam biota, penahan abrasi, amukan angin taufan, dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan lain sebagainya, hutan mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis penting seperti, penyedia kayu, daun-daunan sebagai bahan baku obat-obatan, dan lain-lain. bahkan Saenger et al.(1993) Dalam Dahuri (2001) telah mengidentifikasi lebih dari 70 macam kegunaan pohon mangrove bagi kepentingan umat manusia, baik produk langsung seperti: bahan bakar, bahan bangunan, alat tangkap ikan, pupuk pertanian, bahan baku kertas, makanan, obat-obatan, minuman, dan tekstil maupun produk tidak langsung seperti: tempat rekreasi, dan bahan makanan.Segenap kegunaan ini telah dimanfaatkan secara tradisional oleh sebagian besar masyarakat pesisir di tanah air. Potensi lain dari hutan mangrove yang belum dikembangkan secara optimal adalah sebagai kawasan wisata alam (ecotourism). Padahal di negara lain, seperti Malaysia dan Australia, kegiatan wisata alam di kawasan hutan mangrove sudah berkembang lam dan menguntungkan.Indonesia memiliki lebih banyak hutan mangrove dibandingkan dengan negara lain. Hutan-hutan ini dapat menempati bantaran sungai-sungai besar hingga 100 km masuk kepedalaman seperti yang dijumpai disepanjang Sungai Mahakam dan Sungai Musi. Luas hutan mangrove di Indonesia pada tahun 1982 tercatat seluas 5.209.543,16 ha, kemudian pada tahun 1993 luas tersebut menurun menjadi sekitar 496.185 ha.Ekosisitem hutan mangrove di Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati tertinggi di dunia dengan jumlah total spesies sebanyak 89, terdiri dari 35 spesies tanaman, 9 spesies perdu, 9 spesies liana, 29 spesies epifit, dan 2 spesies parasitik (Nontji, 1987). Tingginya keanekaragaman hayati hutan mangrove ini merupakan aset yang sangat berharga tidak saja dilihat dari fungsi ekologinya tetapi dari fungsi ekonomi.

Terumbu KarangEkosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang sangat tinggi dibandingkan ekosisitem lainnya, demikian pula keanekaragaman hayatinya. Disamping mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat pemijahan, tempat bermain, dan asuhan berbagai biota; terumbu karang juga menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, dan kerang mutiara.Di beberapa tempat di Indonesia, karang batu (hard coral) di pergunakan untuk berbagai kepentingan seperti konstruksi jalan dan bangunan, bahan baku industri, dan perhiasan. Dalam industri pembuatan kapur, karang batu kadang-kadang ditambang sangat intensif seperti terjadi di pantai-pantai Bali hingga mengancam keamanan pantai. Dari segi estetika, terumbu karang yang masih utuh menampilkan pemandangan yang sangat indah, jarang ditandingi oleh ekosistem lainnya. Taman-taman laut yang terdapat di pulau atau pantai yang mempunyai terumbu karang menjadi terkenal seperti Taman Laut Bunaken di Sulawei Utara. Keindahan yang dimiliki oleh terumbu karang merupakan salah satu potensi wisata bahari yang belum optimal dimanfaatkan.Sementara itu; potensi lestari sumber daya ikan pada terumbu karang diperairan laut Indonesia diperkirakan sebesar 80.802 ton/km2/tahun (direktoral Jendral Perikanan, 1991), dengan luas total terumbu karang kurang lebih 50.000 km2 (Moosa et al., 1996,. Dalam Dahuri 2001).Indonesia memiliki kurang lebih 50.000 km2 ekosisitem terumu karang yang terbesar diseluruh wilayah pesisir dan lautan di seluruh Nusantara. Terumbu karang di Indonesia sangat beragam jenisnya, dimana semua tipe terumbu karang yang mencakup terumbu karang tepi (fringing reefs), terumbu karang penghalang (barrier reefs), terumbu karang cincin (atoll) dan terumbu tambalan (patch reefs) terdapat diperairan Indonesia.Terumbu karang tepi terdapat di sepanjang pantai dan mencapai keda;laman tidak lebih dari 40 meter; terumbu karang penghalang berada jauh dari pantai (mencapai puluhan atau ratusan kilometer) dipisahkan oleh laguna yang dalam sekitar 40-75 meter, di Indonesia diantaranya terbesar di Selat Makassar dan sepanjang tepian Paparan Sunda; sedangkan terumbu karang cincin tersebar di Kepulauan Seribu dan Taka Bone Rate.

Padang LamunLamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup di bawah permukaan air laut. Lamun hidup di perairan dangkal agak berpasir, Bering juga dijumpai di ekosistem terumbu karang. Sama halnya dengan rerumputan di daratan, lamun juga membentuk padang yang luas dan lebat di dasar laut yang masih terjangkau oleh cahaya matahari dengan tingkat energi cahaya yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun tumbuh tegak, berdaun tipis yang bentuknya mirip pita dan berakar jalar. Tunas-tunas tumbuh dari rhizoma, yaitu bagian rumput yang tumbuh menjalar di bawah permukaan dasar laut. Berlawanan dengan tumbuhan lain yang hidup terendam dalam laut (misalnya ganggang/alga laut), Lamun berbuah dan menghasilkan biji. Pertumbuhan padang lamun memerlukan sirkulasi air yang baik. Air yang mengalir inilah yng menghantarkan zat-zat nutrien dan oksigen serta mengangkut hasil metabolisme lamun seperti karbon dioksida (CO2) keluar daerah padang lamun. Secara umum semua tipe dasar laut dapat ditumbuhi lamun, namun padang lamun yang luasnya hanya dijumpai pada dasar laut lumpur berpasir lunak dan tebal. Padang lamun sering terdapat diperaiaran laut antara hutan rawa mangrove dan terumbu karang.Di wilayah perairan Indonesia terdapat sedikitnya 7 marga dan 13 species Lamun, antara lain marga Hydrocharitaceae dengan speciesnya Enhalusacoroides. Penyebaran ekosistem padang Lamun di Indonesia mencakup perairan Jawa, Sumatra, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Irian Jaya. Di dunia, secara geografis Lamun ini tampaknya memang berpusat di 2 wilayah yaitu di Indo Pasifik Barat dan Karibia.

Sumber Daya Perikanan LautPengertian sumber daya perikanan laut sebagai sumber daya yang dapat pulih sering disalahtafsirkan sebagai sumber daya yang dapat dieksploitasi secara terus menerus tanpa batas. Potensi sumber daya perikanan laut di Indonesia terdiri dari sumber daya perikanan pelagis besar (451.830 ton/tahun) dan pelagis kecil (2.423.000 ton/tahun), sumber daya perikanan demersal (3.163.630 ton/tahun), udang (100.720 ton/tahun), ikan karang (80.082 ton/tahun), dan cumi-cumi (328.960 ton/tahun). Dengan demikian, secara nasional potensi lestari sumber daya perikanan laut sebesar 6,7 juta ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan mencapai 48% (Ditjen Perikanan, 1995 dalam Dahuri 2001).

2. Sumber Daya Tidak Dapat PulihSumber daya tidak dapat pulih (non-renewable resources) meliputi seluruh mineral dan geologi. Mineral terdiri dari tiga kelas yaitu A (mineral strategis: minyak, gas, dan batu bara), kelas B (mineral vital: emas, timah, nikel, bauksit, bijih besi, dan cromite); dan kelas C (mineral industri: termaksud bahan bangunan dan galian seperti granit, kapur, tanah liat, kaolin dan pasir).Berbagai potensi sumber daya mineral wilayah pesisir dan lautan di Indonesia merupakan penghasil devisa utama dalam beberapa dasawarsa terakhir. Beberapa kegiatan eksploitasi minyak bumi di daerah lepas pantai telah mulai berproduksi seperti Laut Jawa dan Selat Makassar.Berdasarkan pada keadaan geologi regional, logam mulia (emas) sekunder diperkirakan terdapat didaerah Selat Sunda (sekitar perairan Lampung), peairan Kalimantan Selatan (sekitar daerah muara Sungai Barito kearah Pulau Laut), dan di daerah perairan Maluku Utara dan Sulawesi Utara. Sedangkan mangan noduler (manganese nodule) diduga terdapat di Laut Banda dan laut dalam lainnya.Sumber daya geologi sektor pertambangan lainnya yang telah dieksploitasi adalah bahan baku industri dan bahan bangunan, antara lain kaolin, pasir kuarsa,pasir bangunan, kerikil, dan batu pondasi. Pemanfaatan sumber daya geologi sektor pertambangan, geoteknik, dan kelautan merupakan bukti berperan aktifnya sumber daya wilayah pesisir dalam kegiatan pembangunan, yang diusahakan berkesinambungan dan berwawasan lingkungan.

3. Jasa-jasa LingkunganWilayah pesisir dan lautan Indonesia juga memiliki berbagai macam jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang sangat potensial bagi kepentinga pembangunan dan bahkan kelangsungan hidup manusia. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan jasa-jasa lingkungan meliputi fungsi kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, media transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, penampungan limbah, pengatur iklim (climate regulator), kawasan perlindungan (konservasi dan preserfasi), dan sisitem penunjang kehidupan serta fungsi ekologis lainnya.Wilayah pesisir dan lautan ini juga memiliki potensi sumber daya energiyang cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Padahal sebagai mana diketahui, wilayah pesisir dan lautan sudah mulai dijajaki sebagai salah satu sumber energi alternatif karena resiko polusi terhadap lingkungannya kecil. Sumber energi yang dapat dimanfaatkan tersebut antara lain: arus pasang surut, gelombang, perbedaan salinitas, angin, dan pemanfaatan perbedaan suhu air laut di lapisan permukaan dan lapisan dalam perairan yang dikenal dengan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion) (Dahuri R. 2001)

POLA PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Pengeloaan Sumber Daya Yang BerkelanjutanSebagaimana diketahui bahwa sumberdaya perikanan adalah sumberdaya yang dapat pulih (renewable) yang berarti bahwa apabila tidak terganggu, maka secara alami kehidupan akan terjaga keseimbangannya, dan akan sia-sia bila tidak dimanfaatkan. Apabila pemanfaatannya tidak seimbang dengan daya pulihnya maka sumberdaya tersebut dapat terdegradasi dan terancam kelestariannya, yang sering dikenal sebagai tangkap berlebih (overfishing). Untuk menghindari kemungkinan terjadinya kondisi tangkap lebih maka perlu adanya pengelolaan sumberdaya perikanan.Prinsip dasar yang mendasari ide pengelolaan adalah bahwa pemanfaatan sumberdaya harus didasarkan pada sistem dan kapasitas daya dukung (carrying capacity) alamiahnya (Saputra, 2009). Besar kecilnya hasil tangkapan tergantung pada jumlah stok alami yang tersedia di perairan dan kemampuan alamiah dari habitat untuk menghasilkan biomass. Pendekatan Pengelolaan PerikananSalah satu pertanyaan mendasar dalam pengelolaan sumberdaya ikan adalah bagaimana memanfaatkan sumberdaya tersebut sehingga menghasilkan manfaat ekonomi yang tinggi bagi pengguna, namun kelestariannya tetap terjaga. Secara implisit pertanyaan tersebut mengandung dua makna, yaitu makna ekonomi dan makna konservasi atau biologi. Dengan demikian, pemanfaatan optimal sumberdaya ikan mau tidak mau harus mengakomodasi kedua disiplin ilmu tersebut. Oleh karena itu, pendekatan bio-ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya ikan merupakan hal yang harus dipahami oleh setiap pelaku yang terlibat dalam pengelolaan sumberdaya ikan.

Pengaturan Musim Penangkapan Ikan (MPI)Manajemen sumberdaya perikanan melalui pendekatan penutupan musim penangkapan, memerlukan dukungan semua lapisan masyarakat khususnya masyarakat nelayan sebagai pemanfaat sumberdaya untuk memiliki rasa kepedulian dan disiplin yang tinggi dalam pelaksanaan peraturan perundang-undanganyang ada. Sebagaimana dikatakan Nikijuluw (2002), bahwa penutupan musim penangkapan merupakan pendekatan manajemen yang umumnya dilakukan di negara yang sistem penegakan hukumnya sudah maju.Beddington dan Retting (1983) mengatakan, paling tidak ada dua bentuk penutupan musim penangkapan ikan. Pertama, menutup musim penangkapan ikan pada waktu tertentu untuk memungkinkan ikan dapat memijah dan berkembang. Contoh dari bentuk ini adalah penangkapan ikan teri (anchovy) di Peru yang biasanya menutup kegiatan penangkapan pada awal tahun ketika juvenil dan ikan berukuran kecil sangat banyak di perairan. Kedua, penutupan kegiatan penangkapan ikan karena sumberdaya ikan telah mengalami degradasi, dan ikan yang ditangkap semakin sedikit.Penutupan Daerah Penangkapan IkanPendekatan penutupan daerah penangkapan ikan berarti menghentikan kegiatan penangkapan ikan disuatu perairan pada musim tertentu atau secara permanen. Pendekatan ini dilakukan seiring dengan penutupan musim penangkapan. Penutupan daerah penangkapan dalam jangka panjang biasanya dilakukan dengan usaha-usaha konservasi jenis ikan tertentu yang memang dalam status terancam kepunahan. Hal ini juga dilakukan secara permanen atau sementara untuk menutup kegiatan penangkapan ikan di daerah tempat ikan berpijah (spawning ground) atau daerah asuhan (nursery ground).

Selektifitas Alat TangkapPendekatan manajemen sumberdaya perikanan ini dilaksanakan melalui penggunaan alat penangkapan ikan yang tinggi selektifitasnya. Beberapa contoh pendekatan ini adalah pembatasan minimum terhadap ukuran mata jaring (mesh size), pembatasan minimum ukuran mata pancing, serta pembatasan ukuran mulut perangkap pada kondisi terbuka.Masalah utama yang dihadapi dalam penerapan kebijakan ini adalah tingginya biaya pelaksanaan, pengawasan, pemantauanatau pengendalian. Disamping itu juga diperlukan adanya personil perikanan yang memiliki kemampuan teknis dalam bertindak cepat di lapangan untuk menentukan jenis dan skala alat tangkap yang digunakan.Pelarangan Alat TangkapPelarangan jenis alat tangkap tertentu dapat dilakukan secara permanen atau sementara waktu, yang dilakukan untuk melindungi sumberdaya ikan dari penggunaan alat tangkap yang merusak atau destruktif, atau pertimbangan lain yang bertujuan untukmelindungi nelayan kecil/tradisional.Cara-cara penangkapan ikan yang dewasa ini sudah lazim dilarang adalah penangkapan ikan dengan menggunakan racun dan bahan peledak.Kuota Penangkapan IkanKuota penangkapan ikan adalah salah satu cara pendekatan dalam manajemen sumberdaya perikanan, yaitu pola manajemen rasionalisasi yang dicapai melalui pemberian hak kepada industri atau perusahaan perikanan untuk menangkapikan sejumlah tertentu dalam suatu perairan.Ada tiga cara dalam mengimplementasikan pendekatan TAC, yaitu :1) Penentuan TAC secara keseluruhan pada skala nasional atas jenis ikan atau perairan tertentu.

2) Membagi TAC kepada setiap nelayan, kapal, atau armada dengan keberpihakan pemerintah kepada nelayan atau kapal tertentu atas dasar keadilan, sehingga perbedaan/kesenjangan pendapatan antar nelayandapat diperkecil.3) Membatasi atau mengurangi efisiensi penangkapan ikan sedemikian rupa sehingga TAC tidak terlampaui. Cara ini secara ekonomis tidak efisien serta tidak akurat karena kesulitan dalam pengaturan dan memprediksi jumlah ikan yang tertangkap setiap kapal, akibatnya seringkali TAC terlampaui.Pengendalian Upaya Penangkapan IkanPengendalian upaya penangkapan adalah salah satu pendekatan pengelolaan sumberdaya perikanan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil tangkapan, kinerja ekonomi industri perikanan melalui pengurangan upaya atau kapasitas penangkapan ikan yang berlebihan. Pendekatan lain yang dapat dilakukan dalam mengendalikan upaya penangkapan ikan adalah penentuan jumlah unit penangkapan ikan yang diperbolehkan melalui pengaturan perijinan. (Saputra, 2009) Tujuan Pengelolaan PerikananTujuan pengelolaan seperti dikemukakan diatas adalah pemanfaatan dalam jangka panjang atas sumberdya perikanan secara berkelanjutan. Untuk mewujudkan tujuan ini diperlukan pendekatan proaktif dan berusaha secara aktif menemukan cara untuk mengoptimalkan keuntungan ekonomi dan social dari sumberdaya yang tersedia.

Pertimbangan Pengelolaan PerikananSeandainya sumberdaya hayati laut bukan tidak terbatas dan bukan tidak terusakkan, maka kita dapat saja membiarkan manusia untuk memanfaatkannya dan menyalahgunakan pemanfaatan itu dengan cara semena-mena.Produksi dan potensi perikanan dibatasi oleh sejumlah faktor yang dapat dikelompokkan ke dalam biologi, ekologi dan lingkungan, teknologi, sosial, kultural dan ekonomi.Pertimbangan Biologi Sebagai populasi atau komunitas yang hidup, sumberdaya hayati laut mampu membarui dirinya melalui proses pertumbuhan dalam ukuran (panjang) dan massa (bobot) individu selain pertambahan terhadap populasi atau komunitas melalui reproduksi (yang biasa disebut dalam dunia perikanan sebagai rekrutmen). Dalam populasi yang tidak dieksploitasi, mortalitas total mencakup mortalitas alami yang terdiri dari proses-proses seperti pemangsaan, penyakit, dan kematian melalui perubahan-perubahan drastisdari lingkungan dan lain-lain. Dalam populasi yang dieksploitasi, mortalitas total terdiri dari mortalitas alami plus mortalitas penangkapan. Tugas utama dari pengelolaan perikanan adalah menjamin bahwa mortalitas penangkapan tidak melampaui kemampuan populasi untuk bertahan dan tidak mengancam atau merusak kelestarian dan produktivitas dari populasi ikan yang sedang dikelola.Pertimbangan Ekologi dan LingkunganKelimpahan dan dinamika populasi ikan mempunyai peranan penting dalam perikanan tetapi populasi akuatik tidak hidup dalam isolasi. Mereka menjadi salah satu komponen ekosistem yang rumit, terdiri dari komponen biologi yang mungkin memangsa, dimangsa, atau berkompetisi dengan stok atau populasi tertentu. Komponen fisik ekosistem, seperti air itu sendiri, substrat, masukan air tawar atau nutrient atau proses non-biologi lainnya mungkin juga menjadi sangat penting dalam pertimbangan ini.Lingkungan dari ikan jarang bersifat statis dan kondisi lingkungan akuatik dapat berubah secara nyata menurut waktu, seperti pasang surut, suhu air, dan lain-lain. Perubahan lingkungan seperti itu mempengaruhi dinamika dari populasi ikan, pertumbuhan, rekrutmen, mortalitas alami atau kombinasi dari itu semua.Pertimbangan Sosial, Budaya, dan KelembagaanPopulasi manusia dan masyarakat bersifat dinamis seperi halnya populasi biologi lainnya. Selain itu perubahan sosial berlangsungterus menerus dalam skala yang berbeda, dipengaruhi oleh perubahan dalam cuaca, lapangan pekerjaan, kondisi politik, penawaran dan permintaan produk perikanan, dan faktor-faktor lainnya. Perubahan seperti itu mempengaruhi efektifitas dari strategi pengelolaan dan oleh sebab itu harus dipertimbangkan dan diakomodasi.Kendala social utama dalam pengelolaan perikanan adalah bahwa masyarakat dan perilakunya tidak mudah ditransformasikan. Keluarga dan komunitas nelayan mungkin tidak akan bersedia pindah ke pekerjaan lainnya, atau ketempat jauh dari rumah mereka yang bila terjadi surplus kapasitas dalam perikanan, meskipun kualitas hidup mereka akan mengalami penurunan sebagai akibat sumberdaya yang menipis atau rusak. Disamping itu, ketersediaan lapangan pekerjaan bagi mereka juga tidak tersedia secara memadai.Pertimbangan EkonomiKekuatan pasar sangat berpengaruh terhadap pengelolaan perikanan. Selain itu pengelolaan perikanan masih sering dihadapkan pada persoalan perikanan akses terbuka (open acces), dimana setiap orang diperbolehkan masuk ke dalamusahaperikanan. Dibawah keadaan seperti itu orang akan terus masuk ke perikanan sampai keuntungan dariusahaperikanan sedemikian rendah, sehingga tidak lagi menarik bagi pelaku usaha baru (new entrance). Akibat yang tidak dapat dielakkan dari usaha perikanan akses terbuka adalah hilangnya keuntungan sehingga mengarah kepada tidak efisiensi secara ekonomi, dan jika tidak dapat ditegakkan tindakan pengelolaan yang efektif, akan terjadi over exploitation. (Nur Bambang, A., Suharso, Asriyanto. 2004).Pengelolaan Secara Terpadu

Perencanaan terpadu dimaksudkan untuk mengkoordinasikan dan mengarahkan berbagai aktifitas dari dua atau lebih sector dalam perencanaan pembangunan dalam kaitannya dengan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan. Perencanaan terpadu biasanya dimaksudkan sebagai suatu upaya secara terprogram untuk mencapai tujuan yang dapat mengharmoniskan dan mengoptimalkan antara kepentingan untuk memelihara lingkungan, keterlibatan masyarakat, dan pembangunan ekonomi. Seringkali, keterpaduan juga di artikan sebagai koordinasi antara tahapan pembangunan di wilayah pesisir dan lautan yang meliputi : pengumpulan dan analisis data, perencanaan, implementasi, dan kegiatan konstruksi (Sorensen dan Mc Creary, 1990 dalam Dahuri 2001).Dalam konteks perencanaan pembangunan sumber daya alam yang lebih luas, Hanson (1988) dalam dahuri (2008) mendefinisikan perencanaan sumber daya secara terpadu sebagai suatu upaya secara bertaha dan terprogram untuk mencapai tingkat pemanfaatan system sumber daya alam secara optimal dengan memperhatikan semua dampak lintas sektoral yang mungkin timbul. Dalam hal ini yang dimaksud dengan pemafaatan optimal adalah suatu cara pemanfaatan sumber daya pesisir dan lautan yang dapat menghasilkan keuntungan ekonomis secara berkesinambungan untuk kemakmuran masyarakat,Sementara itu, Lang (1986) dalam dahuri (2001) menyarankan bahwa keterpaduan dalam perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam, seperti pesisir dan lautan, hendaknya dilakukan pada tiga tataran (level): teknis, konsultatif, dan koordinasi. Pada tataran teknis, segenap pertimbangan teknis, ekonomis, social, dan lingkungan hendaknya secara seimbang atau proposional dimasukkan kedalam setiap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sumber daya pesisir dan lautan.Pada tataran konsultatif, segenap aspirasi dan kebutuhan para pihak yang terlibat (stakeholders) atau terkena dampak pembangunan sumber daya pesisir dan lautanhendaknya diperhatikan sejak tahap perencanaan sampai pelaksanaan. Tataran koordinasi mensyaratkan diperlukannya kerjasama yang harmonis antarsemua pihak yang terkait dengan pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan, baik itu pemerintah, swasta, maupun masyarakat umum.Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosisitem,sumber daya, dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara terpadu (intergrated) guna mencapai pembangunan wilayah peisir secara berkelanjutan. Dalam konteks ini, keterpaduan (integration) mengandung tiga dimensi: sektoral, bidang ilmu, dan keterkaitan ekologis.Keterpaduan secara sektoral berarti bahwa perlu ada koordinasi tugas, wewenang dan tanggung jawab antar sector atau instansi pemerintah pada tingkat pemerintah tertentu (horizontal integration); dan antar tingkat pemerintah dari mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, sampai tingkat pusat (vertical integration).Keterpaduan dari sudut pandang keilmuan mensyaratkan bahwa didalam pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar pendekatan interdisiplin ilmu (interdisciplinary approaches), yang melibatkan bidang ilmu: ekonomi, ekologi, tehnik, sosiologi, hokum, dan lainnya yang relevan. Ini wajar karena wilayah pesisir pada dasarnya terdiri dari sisitem social yang terjalin secara kompleks dan dinamis.Seperti diuraikan diatas, bahwa wilayah pesisir pada dasarnya tersusun dari berbagai macam ekositem (mangrove, terumbu karang, estuaria, pantai berpasir, dan lainnya) yang satu sama lain saling terkait, tidak berdiri sendiri. Perubahan atau kerusakan yang menimpa satu ekosistem akan menimpa pula ekosistim lainnya. Selain itu, wilayah peisir juga dipengaruhi oleh berbagai macam kegiatan manusia maupun prosese-proses alamiah yang terdapat di lahan atas (upland areas) maupun laut lepas (oceans). Kondisi empiris semacam ini mensyaratkan bahwa Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan secara terpadu (PWPLT) harus memperhatikan segenap keterkaitan ekologis (ecological linkages) tersebut, yang dapat mempengaruhi suatu wilayah pesisir.Mengingat bahwa suatu pengelolaan (management) terdiri dari tiga tahap utama: perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi; maka jiwa/nuansa keterpaduan tersebut perlu diterapkan sejak tahap perencanaan sampai evaluasi.

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIRPemberdayaan masyarakat sebenarnya mengacu pada kata empowerment yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh masyarakat. Jadi, pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan masyarakat pesisir dan nelayan adalah penekanan pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri (selffreliant communities), sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian tentunya diharapkan dapat memberikan peranan kepada individu bukan sebagai objek, tetapi sebagai pelaku (aktor) yang menentukan hidup mereka. (Moebyanto 1996,. Dalam Wahyono, 2001) Saat ini banyak program pemberdayaan yang menklaim sebagai program yang berdasar kepada keinginan dan kebutuhan masyarakat (bottom up), tapi ironisnya masyarakat tetap saja tidak merasa memiliki akan program-program tersebut sehingga tidak aneh banyak program yang hanya seumur masa proyek dan berakhir tanpa dampak berarti bagi kehidupan masyarakat. Pertanyaan kemudian muncul apakah konsep pemberdayaan yang salah atau pemberdayaan dijadikan alat untuk mencapai tujuan tertentu dari segolongan orang?Memberdayakan masyarakat pesisir berarti menciptakan peluang bagi masyarakat pesisir untuk menentukan kebutuhannya, merencanakan dan melaksanakan kegiatannya, yang akhirnya menciptakan kemandirian permanen dalam kehidupan masyarakat itu sendiri.Memberdayakan masyarakat pesisir tidaklah seperti memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat lainnya, karena didalam habitat pesisir terdapat banyak kelompok kehidupan masayarakat diantaranya: a) Masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir yang mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan dilaut. Kelompok ini dibagi lagi dalam dua kelompok besar, yaitu nelayan tangkap modern dan nelayan tangkap tradisional. Keduanya kelompok ini dapat dibedakan dari jenis kapal/peralatan yang digunakan dan jangkauan wilayah tangkapannya.b) Masyarakat nelayan pengumpul/bakul, adalah kelompok masyarakt pesisir yang bekerja disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan. Mereka akan mengumpulkan ikan-ikan hasil tangkapan baik melalui pelelangan maupun dari sisa ikan yang tidak terlelang yang selanjutnya dijual ke masyarakat sekitarnya atau dibawah ke pasar-pasar lokal. Umumnya yang menjadi pengumpul ini adalah kelompok masyarakat pesisir perempuan.c) Masayarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan yang paling banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari mereka dapat terlihat dari kemiskinan yang selalu membelenggu kehidupan mereka, mereka tidak memiliki modal atau peralatan yang memadai untuk usaha produktif. Umumnya mereka bekerja sebagai buruh/anak buah kapal (ABK) pada kapal-kapal juragan dengan penghasilan yang minim.d) Masyarakat nelayan tambak, masyarakat nelayan pengolah, dan kelompok masyarakat nelayan buruh. Setiap kelompok masyarakat tersebut haruslah mendapat penanganan dan perlakuan khusus sesuai dengan kelompok, usaha, dan aktivitas ekonomi mereka. Pemberdayaan masyarakat tangkap minsalnya, mereka membutukan sarana penangkapan dan kepastian wilayah tangkap. Berbeda dengan kelompok masyarakat tambak, yang mereka butuhkan adalah modal kerja dan modal investasi, begitu juga untuk kelompok masyarakat pengolah dan buruh. Kebutuhan setiap kelompok yang berbeda tersebut, menunjukkan keanekaragaman pola pemberdayaan yang akan diterapkan untuk setiap kelompok tersebut.Dengan demikian program pemberdayaan untuk masyarakat pesisir haruslah dirancang dengan sedemikian rupa dengan tidak menyamaratakan antara satu kelompk dengan kelompok lainnya apalagi antara satu daerah dengan daerah pesisir lainnya. Pemberdayaan masyarakat pesisir haruslah bersifat bottom up dan open menu, namun yang terpenting adalah pemberdayaan itu sendiri yang harus langsung menyentuh kelompok masyarakat sasaran. Persoalan yang mungkin harus dijawab adalah: Bagaimana memberdayakannya?Banyak sudah program pemberdayaan yang dilaksanakan pemerintah, salah satunya adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP). Pada intinya program ini dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu: 1. Kelembagaan.Bahwa untuk memperkuat posisi tawar masyarakat, mereka haruslah terhimpun dalam suatu kelembagaan yang kokoh, sehingga segala aspirasi dan tuntutan mereka dapat disalurkan secara baik. Kelembagaan ini juga dapat menjadi penghubung (intermediate) antara pemerintah dan swasta. Selain itu kelembagaan ini juga dapat menjadi suatu forum untuk menjamin terjadinya perguliran dana produktif diantara kelompok lainnya. 2. PendampinganKeberadaan pendamping memang dirasakan sangat dibutuhkan dalam setiap program pemberdayaan. Masyarakat belum dapat berjalan sendiri mungkin karena kekurangtauan, tingkat penguasaan ilmu pengetahuan yang rendah, atau mungkin masih kuatnya tingkat ketergantungan mereka karena belum pulihnya rasa percaya diri mereka akibat paradigma-paradigma pembangunan masa lalu. Terlepas dari itu semua, peran pendamping sangatlah vital terutama mendapingi masyarakat menjalankan aktivitas usahanya. Namun yang terpenting dari pendampingan ini adalah menempatkan orang yang tepat pada kelompok yang tepat pula. 3. Dana Usaha Produktif BergulirPada program PEMP juga disediakan dana untuk mengembangkan usaha-usaha produktif yang menjadi pilihan dari masyarakat itu sendiri. Setelah kelompok pemanfaat dana tersebut berhasil, mereka harus menyisihkan keuntungannya untuk digulirkan kepada kelompok masyarakat lain yang membutuhkannya. Pengaturan pergulirannya akan disepakati di dalam forum atau lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sendiri dengan fasilitasi pemerintah setempat dan tenaga pendamping (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001).

PENUTUPKesimpulanBerdasarkan uraian makalah seminar pustaka, maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut:1. Wilayah pesisir dan lautan merupakan sumber kekayaan yang melimpah yang sampai saat ini belum dikelola dengan baik oleh masyarakat dan pemerintah2. Pemberdayaan masyarakat pesisir dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu, pendekatan secara kelembagaan, pendampingan (penyuluhan), serta dengan adanya Dana Usaha yang Bergulir.3. Pemberdayaan masyarakat perlu keterlibatan semua pihak pemerintah, pengusaha dan masyarakat.

SaranDari beberapa gambaran di atas penulis dapat menyarankan bahwa dalam memanfaatkan sumber daya pesisir dan laut pemerintah harus membangun kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang mau dan mampu mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumber daya lainnya melalui peningkatan mutu pendidikan, program-program pemberdayaan dan mampu menjaga kelestarian lingkungan sebagai dasar untuk meningkatkan tingkat pengetahuan dan cakrawala berfikir dalam menjadi pesaing yang kreatif serta berakhlak.

1