109
Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009 IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) DI KECAMATAN TANJUNG PURA KABUPATEN LANGKAT SKRIPSI Diajukan Oleh : RAZAK MIRAZA 030902064 DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTRAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

  • Upload
    ngodan

  • View
    222

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009

IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI

MASYARAKAT PESISIR (PEMP) DI KECAMATAN TANJUNG PURA

KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

RAZAK MIRAZA

030902064

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTRAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2009

Page 2: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009

ABSTRAK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Razak Miraza NIM : 030902001 Judul : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat.

Sebagai Negara bahari, Indonesia sangat kaya akan sumberdaya laut dan pesisir, tetapi nelayannya masih banyak hidup miskin, ditambah lagi dengan melonjaknya harga Bahan Bakar Minyak yang semakin memperparah kehidupan mereka dan keterbatasan mereka terhadap akses permodalan. Lingkungan laut, termasuk lingkungan pesisir secara geografis berbeda dengan daratan. Perbedaan letak geografis ini akan berdampak kepada perbedaan upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat pesisir, maka untuk mengatasi hal ini, dibentuklah Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang dikhususkan untuk masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan dan penggalangan partisipasi masyarakat. Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir ini membuka peluang bagi masyarakat pesisir untuk mempermudah akses permodalan. Untuk melaksanakan hal ini, maka Dinas Perikanan dan Kelautan Langkat menunjuk Koperasi Nelayan Langkat sebagai pelaksana Program PEMP di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat dengan tujuan mempermudah akses permodalan bagi masyarakat pesisir di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat. Paparan di atas meyakinkan penulis melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masya-rakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metoda deskriptif dengan data yang diperoleh dari data primer yaitu kuesioner dan wawancara mendalam (depth interview). Metode wawancara mendalam ditujukan kepada informan kunci dan informan biasa. Data-data yang telah diperoleh dari data primer dijelaskan secara kualitatif. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa imple-mentasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura belum tepat sasaran dan penggunaan dananya. Penggunaann dana yang didapat hanya sebagian kecil saja yang dibelikan peralatan-peralatan maupun kepentingan perikanan dan kelautan serta banyak keterlembatan pengembalian dana pinjaman yang disebabkan karena menurunnya keuntungan, menurunnya penjualan dagangan serta modal yang menipis dan menurunnya perputaran uang. Akan tetapi secara kasat mata semuanya kegiatannya berjalan dengan lancar. Kata Kunci : Program PEMP, Masyarakat Pesisir, Tanjung Pura

Page 3: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan kekuatan, kesabaran, ketenangan hati, dan membukakan pikiran. Hanya

karena rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sampai

rangkum.

Penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada orang tua

penulis yang tersayang dan tercinta, Ayahanda Nazaruddin dan Ibunda Suprapti,

tidak terbatas kasih sayangnya yang telah ayah dan ibu berikan serta segala

pengorbanan baik materi, spiritual dan kesabaran, sampai akhir hidup ini pun tidak

dapat membalas. Namun cinta, kasih, sayang dan doa ayah dan ibu yang tulus selalu

menyertai penulis di dunia pendidikan dari awal sampai sekarang, memberi

motivasi, menaungi, dan mengingatkan penulis ketika berlaku salah. Terima kasih

untuk pengertian, pengorbanan, kesabaran, cinta, kasih dan sayang yang tulus dan

tiada hentinya untuk membesarkan penulis sampai saat ini.

Selain itu, penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Arif Nasution, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Matias Siagian MSi., selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan

Sosial.

Page 4: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009

3. Almarhum Bapak Drs. Sudirman M.Sp., selaku Dosen Pembimbing pertama

yang telah banyak memberikan ide, motivasi dan semangat kepada penulis.

Semoga arwah mu ditempatkan di tempat yang sebaik-baiknya di sisi-Nya.

4. Bapak Husni Thamrin S.Sos, M.SP, selaku Dosen Pembimbing pengganti yang

telah banyak meluangkan waktu dan tidak pernah lelah membimbing penulis

hingga skripsi ini selesai.

5. Bapak Amir Chan, selaku Ketua Koperasi Nelayan Langkat yang telah memberi

izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Koperasi Nelayan Langkat.

6. Bapak Irhamuddin SE,. Selaku Manager Swamitra Mina Koperasi Nelayan

Langkat yang dengan senang hati telah membantu penulis dalam melakukan

penelitian.

7. Segenap elemen Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat, Bagian Pembina

Kredit (Ibu Imelda dan Bang Fahmi), Bagian Credit Support (Pak Rusli dan

Bang Maman), Bagian Teller (Bang Gonda dan Kak Adek) dan masyarakat yang

telah membantu penulis. Terima kasih atas kemudahan yang diberikan untuk

penulis dalam melakukan penelitian.

8. Kepada saudara dan saudari penulis yaitu Bade dan Puan, yang telah

memberikan dukungan dan doanya untuk Bajak.

9. Seluruh Keluarga Kessos 2003 baik yang masih tersisa atau yang sudah

mendahului. (Dayat, Dika Bacok, Erik “Pak Tua” Sirait, Anto, Angga, Jo,

Nando dan semua keluarga Kessos 2003 yang tidak bisa disebutkan namanya

satu persatu).

Page 5: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009

10. Kepada seseorang bidadari paling istimewa yang selalu menghiasi taman hatiku

dan selalu memberi aroma kedamaian di hatiku, dan juga telah banyak

membantu atas selesainya skripsi ini. Terimakasih atas omelannya.

“You’re always with me, from the beginning until the end, I Promise….”

11. Kepada segenap keluarga besar yang telah memotivasi penulis demi selesainya

skripsi ini.

12. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Terima

kasih atas dukungan moral dan materi yang diberikan.

Akhirnya, penulis juga berharap semoga skripsi ini berguna bagi semua pihak

Medan, Maret 2009

Penulis.

Page 6: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

ABSTRAKS…………………………………………………………............. i

KATA PENGANTAR………………………………………………………. ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………... v

DAFTAR TABEL…………………………………………………………… viii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………... 1

1.1 Latar Belakang Masalah……………………………….. 1

1.2 Perumusan Masalah……………………………………. 7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………… 7

1.4 Sistematika Penulisan………………………………….. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………….. 10

2.1 Implementasi Program………………………………… 10

2.2 Pemberdayaan…………………………………………. 12

2.3 Defenisi Pesisir………………………………………... 16

2.4 Gambaran Umum Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Pesisir (PEMP)…………………………… 17

2.5 Kerangka Pemikiran…………………………………… 21

2.6 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional……………. 24

2.6.1 Defenisi Konsep……………………………….. 24

2.6.2 Defenisi Operasional…………………………... 25

Page 7: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009

BAB III METODE PENELITIAN…………………………………………. 27

3.1 Tipe Penelitian………………………………………………. 27

3.2 Lokasi Penelitian……………………………………………. 27

3.3 Populasi dan Sampel………………………………………… 27

3.3.1 Populasi……………………………………………… 27

3.3.2 Sampel………………………………………………. 28

3.4 Teknik Pengumpulan Data…………………………….…… 29

3.5 Teknik Analisa Data…………………………………………. 30

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN…………………………….. 31

4.1 Swamitra Mina …………………………………………........ 31

4.1.1 Profil Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat…… 31

4.1.2 Perjalanan Program Koperasi Nelayan Langkat……... 32

4.1.3 Visi dan Misi Swamitra Mina Koperasi Nelayan

Langkat………………………………………………. 32

4.1.4 Kelompok Sasaran Koperasi Nelayan Langkat……… 33

4.2 Kecamatan Tanjung Pura

4.2.1 Sejarah Singkat………………………………………. 34

4.2.2 Letak dan Geografis…………………………………. 40

4.3 Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan……………………. 40

4.4 Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah…………… 42

4.5 Banyaknya Lingkungan, Dusun, RW dan RT………………. 44

4.6 Gambaran Umum Penduduk Kecamatan Tanjung Pura……. 45

4.6.1 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin……… 45

Page 8: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009

4.6.2 Komposisi Penduduk Menurut Usia………………… 46

4.6.3 Komposisi Penduduk Menurut Agama……………… 47

4.6.4 Komposisi Penduduk Menurut Suku Bangsa………... 47

4.6.5 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian…… 49

4.7 Sarana dan Prasarana Kecamatan Tanjung Pura…………….. 50

4.7.1 Jarak dan Waktu Tempuh Ke Ibukota Kecamatan….. 50

4.7.2 Sarana Transportasi…………………………………. 52

4.7.3 Sarana Rumah Ibadah……………………………….. 54

4.7.4 Sarana Kesehatan dan Tenaga Medis……………….. 55

4.7.4 Sarana Listrik dan Telepon Rumah…………………. 58

4.7.5 Sarana Pendidikan…………………………………... 59

BAB V HASIL DAN ANALISA DATA…………………………………. 61

5.1 Data Hasil Penelitian………………………………………… 61

5.2 Analisa Data…………………………………………………. 94

BAB VI PENUTUP………………………………………………………… 98

6.1 Kesimpulan………………………………………………….. 98

6.2 Saran………………………………………………………… 100

Daftar Pustaka…………………………………………………………………….. 101

Lampiran - lampiran

Page 9: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

ix

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 5.1 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin…………………. 61

Tabel 5.2 Identitas Responden Berdasarkan Usia………………………....... 62

Tabel 5.3 Identitas Responden Berdasarkan Agama………………………… 63

Tabel 5.4 Identitas Responden Berdasarkan Suku Bangsa………………….. 64

Tabel 5.5 Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir………….. 65

Tabel 5.6 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan……………….. 66

Tabel 5.7 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Usaha…………………… 67

Tabel 5.8 Alat Transportasi yang Umum Digunakan Responden

Menuju Kantor Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat…….. 68

Tabel 5.9 Pengetahuan Responden Mengenai Partisipasinya dalam

Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura. ……………………………... 69

Tabel 5.10 Sumber Informasi Responden Mengenai Program

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kecamatan

Tanjung Pura……………………………………………………… 70

Tabel 5.11 Pendapat Responden Mengenai Pihak Yang Paling

Berhak Mendapatkan Program Pemberdayaan Ekonomi

Masyarakat Pesisir………………………………………………… 71

Tabel 5.12 Status Responden di Koperasi Nelayan Langkat…………………. 72

Tabel 5.13 Status Keanggotaan Responden di Koperasi Nelayan Langkat…… 73

Tabel 5.14 Ketepatan Sasaran Program Pemberdayaan Ekonomi

Page 10: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

x

Masyarakat Pesisir Menurut Responden…………………………. 73

Tabel 5.15 Persyaratan Yang Diperlukan Responden Dalam Mendapatkan

Bantuan Pinjaman dari Program Pemberdayaan Ekonomi

Masyarakat Pesisir………………………………………………… 74

Tabel 5.16 Pengetahuan Responden Mengenai Prioritas Penerima

Bantuan Pinjaman dari Program Pemberdayaan Ekonomi

Masyarakat Pesisir………………………………………………… 75

Tabel 5.17 Pendapat Responden Mengenai Prioritas Penerima

Bantuan Pinjaman dari Program Pemberdayaan Ekonomi

Masyarakat Pesisir………………………………………………… 76

Tabel 5.18 Pendapat Responden Mengenai Diskriminasi dalam

Mendapatkan Bantuan Pinjaman…………………………………... 77

Tabel 5.19 Jumlah Pinjaman yang Diajukan Responden……………………... 78

Tabel 5.20 Jumlah Pinjaman Responden yang Disetujui Swamitra Mina…….. 79

Tabel 5.21 Jumlah Uang yang Diterima………………………………………. 80

Tabel 5.22 Biaya - Biaya yang Dipungut……………………………………… 81

Tabel 5.23 Kesepakatan atas Biaya - Biaya yang Dipungut…………………... 82

Tabel 5.24 Pinjaman yang Disetujui Oleh Koperasi………………………….. 83

Tabel 5.25 Status Pinjaman Responden……………………………………….. 84

Tabel 5.26 Waktu yang Dibutuhkan Dalam Proses Pengurusan Pinjaman…… 85

Tabel 5.27 Kendala Dalam Proses Pengurusan Pinjaman…………………….. 86

Tabel 5.28 Ketepatan Waktu Pengembalian Pinjaman………………………… 88

Tabel 5.29 Dasar Pengajuan Pinjaman………………………………………… 89

Page 11: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xi

Tabel 5.30 Penggunaan Dana Pinjaman……………………………………….. 89

Tabel 5.31 Proses Pengajuan Pinjaman di Koperasi Nelayan Langkat………… 91

Tabel 5.32 Cara Penyelesaian Pengembalian Pinjaman Bermasalah…………... 92

Tabel 5.33 Pengetahuan Responden Mengenai Penempatan Tenaga

Pendamping Desa ………………………………………………….. 93

Page 12: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sebagai negara yang dikelilingi oleh laut, hampir semua provinsi di

Indonesia memiliki perairan laut. Artinya, pasti ada daerah pesisir yang sebagian

besar penduduknya bekerja sebagai nelayan. Sayangnya, dengan potensi kelautan

yang besar itu, tidak ada sistem pengelolaan yang terpadu berkenaan dengan

sumberdaya laut dan sumberdaya masyarakat pesisir di Indonesia. Sistem yang

ada hanya sistem pengelolaan sentralistik yang hanya memungkinkan penguasaan

sumberdaya laut di Indonesia oleh nelayan maupun masyarakat pesisir dengan

kekuatan modal yang besar. Pada awalnya, pengelolan semacam ini dimulai sejak

masa kolonial belanda setelah itu, diikuti oleh rezim Orde Baru dan Orde Lama

(Satria, 2002: 3).

Pembangunan daerah pesisir kelautan selama tiga dasawarsa terakhir

selalu diposisikan sebagai sektor pinggiran dalam pembangunan ekonomi

nasional. Dengan posisi semacam ini bidang kelautan yang didefenisikan sebagai

sektor perikanan, pariwisata bahari, pertambangan laut, industri maritim,

perhubungan laut, bangunan kelautan dan jasa kelautan serta masyarakat pesisir

bukan menjadi arus utama dalam kebijakan pembangunan ekonomi nasional.

Kondisi ini menjadi sangat ironis mengingat hampir 70% wilayah Indonesia

merupakan lautan dengan potensi ekonomi yang sangat besar serta berada pada

posisi geopolitis yang penting yakni lautan Pasifik dan Lautan Hindia - kawasan

paling dinamis dalam percaturan dunia baik secara ekonomi dan politik di dunia.

Page 13: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xiii

Sehingga secara ekonomis dan politis sangat logis jika bidang kelautan dan

masyarakat pesisir dijadikan tumpuan dalam pembangunan ekonomi nasional

(Kusumastanto, 2002: 1).

Implikasi dari tidak adanya prioritas kebijakan pembangunan perikanan

tersebut, mengakibatkan sangat minimnya prasarana perikanan di wilayah pesisir,

terjadinya abrasi wilayah pesisir dan pantai, pengrusakan ekosistim laut dan

terumbuh karang, serta belum teroptimalkannya pemanfaatan sumber daya

perikanan dan kelautan.

Bersamaan dengan arus reformasi yang sedang berjalan, pemikiran ke arah

ekonomi daerah menjadi perhatian baru dalam pengelolaan sumber daya

masyarakat pesisir dan kelautan di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa

otonomi daerah yang dimaksudkan untuk memberi kesempatan pemerataan hasil-

hasil pembangunan, justru dijadikan alat untuk membentuk rezim baru, tidak

terkecuali dalam pengelolaan sumber daya masyarakat pesisir dan kelautan.

Sekarang ini pembangunan daerah pesisir mulai menjadi fokus utama

akibat terjadinya ketertinggalan pada masyarakat pesisir, karena selain terbatasnya

dalam mengakses sumber permodalan dan lemahnya infrastruktur kelembagaan

sosial ekonomi masyarakat di tingkat desa. Kondisi seperti ini membuat

masyarakat pesisir semakin tertinggal. Untuk itu, Direktorat Pemberdayaan

Masyarakat Pesisir dalam kiprahnya berusaha meningkatkan pendapatan dan

mengurangi beban masyarakat pesisir. Hal ini ditempuh dengan memberikan

penguatan baik yang bersifat ekonomi kelembagaan maupun yang sifatnya sosial-

budaya yang muaranya kepada peningkatan kesejahteraan.

Page 14: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xiv

Kemiskinan masyarakat pesisir berakar pada keterbatasan akses

permodalan dan kultur kewirausahaan yang tidak kondusif. Keterbatasan akses

permodalan ditandai dengan realisasi modal melalui investasi pemerintah dan

swasta selama periode Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama (PJPT I)

yang hanya 0,02 % dari keseluruhan modal pembangunan. Konsekuensinya,

masyarakat daerah pesisir terutama nelayan, kebutuhan permodalan dipenuhi oleh

para tengkulak, toke, atau ponggawa, yang kenyataannya tidak banyak menolong

untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, malah cendurung menjeratnya dalam

lilitan utang yang tidak pernah bisa dilunasi. Demikian pula kultur kewirausahaan

mereka masih bercorak manajemen keluarga dengan orientasi sekedar memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari (subsistence).

Lingkungan laut (termasuk lingkungan pesisir) secara geografis sangat

berbeda dengan daratan. Perbedaan letak geografis tersebut tentu saja berdampak

kepada perbedaan upaya atau sistem pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat

yang mendiaminya, maka dalam hal ini, untuk meningkatkan kesejahteraan dibuat

sesuai dengan kebutuhan masyarakat pesisir, melalui pengembangan kultur

kewirausahaan (entrepreneurship), mengadakan penguatan Lembaga Keuangan

Mikro (LKM), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi

produktif lainnya yang berbasis sumber daya lokal dan berkesinambungan maka

dibentuklah Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang

dikhususkan untuk masyarakat pesisir (Direktorat Pemberdayaan Masyarakat

Pesisir, 2005: 1).

Program ini berjalan dengan dana yang berasal dari APBN dan dana

kompensasi BBM serta dukungan penuh dari Departemen Kelautan dan Perikanan

Page 15: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xv

kini program PEMP telah dilaksanakan di 247 kabupaten/kota dengan jumlah

LEPP-M3 kurang lebih 300 buah. Dalam mengakses permodalan, melalui

program PEMP pada tahun 2003 dikucurkan dana sebesar Rp 120 milyar

mengakomodir 126 kabupaten/kota, tahun 2002 dikucurkan dana Rp 90 milyar

mengakomodir 90 kabupaten/kota, tahun 2001 dikucurkan dana sebesar Rp 105,8

milyar untuk 125 kabupaten/kota. Untuk tahun 2004 ini dialokasikan dana sebesar

Rp 140 milyar untuk 160 Kabupaten/Kota yang pelaksanaannya ditempuh melalui

Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Swamitra Mina kerjasama Departemen

Kelautan dan Perikanan dengan Bank Bukopin (Direktorat Pemberdayaan

Masyarakat Pesisir, 2006: 1).

Pada awalnya program PEMP diadakan untuk memberdayakan masyarakat

pesisir sekaligus mengatasi dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)

terhadap perekonomian masyarakat pesisir, yang difokuskan pada penguatan

modal melalui perguliran Dana Ekonomi Produktif (DEP). Pengelolaan DEP

dilakukan oleh Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina

(LEPPM3) yang sejatinya dibentuk sebagai cikal bakal usaha bersama milik

masyarakat pesisir (Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, 2006: 2).

Pembentukan kelembagaan dan sistem baru ini semata-mata dimaksudkan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir secara menyeluruh dan

sistematis sesuai dengan prinsip pemberdayaan, yaitu helping the poor to help

themselves.

Program ini diharapkan dapat menghasilkan tingkat pertumbuhan

swasembada, dalam banyak hal didahului oleh “tahap tinggal landas” yang

Page 16: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xvi

disebutkan oleh Rostow. Perubahan organisasional dan struktural ini dapat

mempengaruhi produktivitas masyarakat karena dibentuknya lembaga-lembaga

yang memberikan kemungkinan permodalan usaha penanggulangan berbagai

macam kemacetan, terutama dalam bidang pembentukan modal.

Pemanfaatan dari pada Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Pesisir ini melalui unit Lembaga Keuangan Mikro (LKM) USP - Swamitra Mina

oleh masyarakat pesisir merupakan salah satu jenis bantuan tidak langsung yang

diberikan Pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan untuk

mengatasi masalah permodalan dan sosial kepada masyarakat pesisir.

Dengan adanya Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

(PEMP) ini diharapkan dapat terjadi peningkatan kualitatif berupa peningkatan

budaya berkelompok, kesadaran menjaga kualitas lingkungan dan sumberdaya

ikan berupa kesepakatan melarang kegiatan penangkapan yang bersifat merusak

(penggunaan potasium dan bom), peningkatan budaya menabung dan

berkurangnya penyakit sosial (seperti mabuk, judi, dan sebagainya).

Istilah pemberdayaan telah menjadi perhatian yang mendalam dalam

Kesejahteraan Sosial, khususnya masyarakat yang lemah dan kurang beruntung

(disadvantage groups). Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai

proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan

atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat termasuk individu-individu

yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan

menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan

sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai

Page 17: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xvii

pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang

bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu

menyampaikan inspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam

kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

Kenyataan ini yang menjadikan pekerjaan sosial seharusnya berperan serta

untuk memberikan apa yang menjadi kebutuhan dasar dalam pemberdayaan

masyarakat agar masyarakat yang lemah dan kurang beruntung tersebut dapat

menjadi individu yang lebih baik. Karena itu juga penulis sebagai mahasiswa

Ilmu Kesejahteraan Sosial melihat ini menjadi suatu masalah yang harus diteliti.

Mengingat bahwa masyarakat pesisir juga warga Negara Indonesia yang

mempunyai hak dan kewajiban dalam menjalani hidup di Bumi Indonesia tercinta

ini.

Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, Program Pemberdayaan

Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) sudah berjalan lebih kurang selama tiga

tahun, tetapi dalam kenyataannya masih banyak masyarakat pesisir terutama para

nelayan di Kecamatan Tanjung Pura yang belum dapat membangun ataupun

mengembangkan usahanya, masih maraknya hubungan patron-client antara

nelayan dengan para toke/tengkulak, sebagian besar masyarakat pesisir di Tanjung

Pura belum dapat memenuhi biaya hidup yang memadai dan kegagalan dalam

menguasai potensi produktif yang tersedia. Hal ini yang membuat penulis tertarik

untuk melakukan penelitian di Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Swamitra Mina

dan di Kecamatan Tanjung Pura.

1.2 Perumusan Masalah

Page 18: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xviii

Berdasarkan pengamatan penulis pada lokasi penelitian dan sesuai dengan

latar belakang yang ada, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang

patut diteliti, yaitu:

“Bagaimana Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat?”

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian yang ingin diperoleh dengan pengumpulan

data yaitu:

1. Untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan Program Pemberdayaan

Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten

Langkat berdasarkan.

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan

Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kecamatan

Tanjung Pura Kabupaten Langkat.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam hal:

1. Secara akademis, untuk memenuhi salah satu syarat dalam rangka

penyelesaian program pendidikan jenjang Strata 1 dengan memperoleh

gelar Sarjana Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen

Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Sumatera Utara.

Page 19: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xix

2. Secara teoritis, dapat melatih diri dan mengembangkan pemahaman

serta kemampuan berfikir melalui penulisan ilmiah dengan

menerapkan pengetahuan yang diperoleh selama belajar di Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.

3. Secara praktis, memberikan masukan dan sebagai wadah sosialisasi

kepada Dinas Kelautan dan Perikanan serta masyarakat luas dalam

memperoleh bantuan modal untuk memajukan kehidupan masyarakat

pesisir, khususnya masyarakat pesisir di Kecamatan Tanjung Pura

Kabupaten Langkat.

1.4 SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan adalah:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika

penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan teori-teori yang berkaitan dengan

penelitian, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan

defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Page 20: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xx

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, teknik

pengumpulan data dan teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI TEMPAT PENELITIAN

Bab ini berisikan sejarah singkat serta gambaran umum

lokasi penelitian.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari

hasil penelitian dan analisa data.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian serta

masukan berupa saran-saran yang bermanfaat.

Page 21: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xxi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Implementasi Program

Implementasi kebijakan merupakan yang terpenting dari keseluruhan

prospek kebijakan. Dalam kaitan ini seperti yang dikemukakan oleh Van Master

dan Van Horn yang merumuskan “proses implementasi” adalah tindakan-tindakan

oleh individual atas pejabat atau kelompok pemerintah dan swasta yang diarahkan

pada terciptanya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan

kebijaksanaan (Wahab, 1990: 51).

Sedangkan Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1979) dalam Wahab

(1991:51), mendefenisikan implementasi adalah:

“Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu proyek atau program diberlakukan atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan yaitu kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan Negara yang mencakup baik usaha-usaha mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat atau dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.”

Program merupakan urusan pertama yang harus ada demi terlaksananya

kegiatan implementasi program. Secara harfiah diartikan sebagai rencana aktifitas

atau rencana kegiatan dalam suatu wadah tertentu. United Nation mendefenisikan

program sebagai:

“Hal yang mengatur aktifitas sosial dengan objek yang khusus, waktu dan tempat yang dibatasi dan selalu terdiri dari suatu hal yang bersangkut paut pada suatu organisasi atau beberapa organisasi atau beberapa organisasi pada hal pengorganisasian dan pelaksanaannya” (Bintoro, 1991:195).

Program meliputi seperangkat kegiatan yang relatif luas, program

Page 22: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xxii

memeperlihatkan:

a. Langkah utama yang diperlukan untuk mencapai tujuan,

b. Unit atau anggota organisasi yang bertanggung jawab untuk setiap

langkah,

c. Urutan serta pengaturan waktu dan setiap langkah.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa “implementasi” dalam

pengertian luas adalah pelaksanaan suatu program kebijaksanaan dan dijelaskan

bahwa suatu proses interaksi adalah diantara merancang dan menentukan sasaran

yang diinginkan (Chema dan Rondinelli, dalam Tangkilisan, 2005: 219).

Program akan menunjang implementasi, karena dalam program memuat

berbagai aspek yaitu:

a. Adanya tujuan yang ingin dicapai.

b. Adanya kebijakan yang harus diambil dalam mencapai suatu tujuan.

c. Adanya aturan-aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui.

d. Adanya perkiraan yang dibutuhkan.

e. Adanya strategi dalam pelaksanaan.

(Chema dan Rondinelli, dalam Tangkilisan, 2005: 219).

Menurut Jones (1991), program adalah cara yang disahkan untuk mencapai

tujuan. Unsur kedua yang harus dipenuhi dalam proses implementasi yaitu,

adanya kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program sehingga masyarakat

tersebut merasa ikut dilibatkan dan membawa hasil dari program yang dijalankan

dan adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Tanpa memberi

manfaat kepada masyarakat maka boleh dikatakan program tersebut gagal

dilaksanakan (Jones, dalam Waluyo, 2007: 44).

Page 23: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xxiii

Berhasil atau tidaknya suatu program diimplementasikan tergantung dari

unsur pelaksanaannya. Unsur pelaksanaan ini merupakan unsur ketiga. Pelaksana

penting artinya karena pelaksana, baik organisasi maupun perorangan

bertanggung jawab dalam pengelolaan maupun pengawasan dalam proses

implementasi.

Dengan demikian, isi dari pada kebijaksanaan pada program yang

bermanfaat. Adanya kelompok sasaran, terjadinya jangkauan perubahan,

terdapatnya sumber-sumber daya serta adanya pelaksanaan-pelaksanaan program.

Hasil akhir dari kegiatan dalam kegiatan implementasi nantinya dari dampaknya

terhadap masyarakat, kelompok, individu, ataupun dari tingkat perubahan

penerimanya.

2.2 Pemberdayaan

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment),

berasala dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama

pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan (Suharto, 2005:

57). Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya pemberdayaan sangat tergantung

pada hal:

1. Kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah maka

pemberdayaan tidak akan mungkin terjadi dalam keadaan apapun.

2. Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian

kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.

Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan.

Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat

Page 24: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xxiv

kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk

individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka

pemberdayaan merujuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah

perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan, atau

mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya

baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepercayaan

diri, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam memenuhi tugas-

tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali

digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.

Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat,

khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi

internal seperti persepsi mereka sendiri, maupun karena kondisi eksternal seperti

ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil (Suharto, 2005: 58).

Untuk mengetahui fokus pemberdayaan secara operasional perlu diketahui

beberapa indikator keberdayaan yang dapat menunjukkan orang itu berdaya atau

tidak. Sehingga ketika sebuah program pemberdayaan diberikan, segenap upaya

dapat dikonsentrasikan pada aspek-aspek apa saja dari sasaran perubahan.

Misalnya dalam hal ini ekonomi masyarakat pesisir.

Schuler, Hashemi, dan Riley menembangkan delapan indikator

pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai empowerment index atau indeks

pemberdayaan (Suharto, 2005: 63).

1. Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau

wilayah tempat tinggalnya. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika ia

mampu pergi sendirian.

Page 25: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xxv

2. Kemampuan membeli komoditas kecil, merupakan kemampuan individu

untuk membeli barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti sembako,

kebutuhan dirinya sendiri seperti rokok, minyak rambut dan lain-lain. Individu

dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia membuat keputusan

sendiri tanpa meminta izin pasangannya, terlebih lagi jika ia menggunakan

uangnya sendiri.

3. Kemampuan membeli komoditas besar, merupakan kemampuan individu

untuk membeli barang-barang sekunder dan tersier, seperti televisi, lemari,

baju dan lain-lain. Seperti hal indikator di atas, poin tinggi kepada individu

yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta izin kepada

pasangannya, terlebih jika ia menggunakan uangnya sendiri.

4. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga, seperti mampu

membuat keputusan secara sendiri maupun bersama anggota keluarga

mengenai keputusan-keputusan keluarga.

5. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga.

6. Kesadaran hukum dan politik.

7. Keterlibatan dalam kampanye ataupun protes-protes.

8. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga; memiliki rumah, tanah,

asset produktif maupun tabungan.

Dalam konteks pekerjaan sosial pemberdayaan dapat dilakukan memui

tiga tiga aras atau matra pemberdayaan, yaitu (Suharto, 2005: 66):

1. Aras Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individual melalui

bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan

Page 26: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xxvi

utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-

tugas kehidupannya.

2. Aras Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien.

Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media

intervensi. Yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kelompok dalam

meningkatkan kesadaran, pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap klien

dalam memecahkan permasalahannya.

3. Aras Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar (large-

system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan

yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi

sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, manejemen konflik adalah

beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi Sistem Besar memandang

klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-

situasi mereka sendiri dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat

untuk bertindak.

2.3 Defenisi Masyarakat Pesisir.

Masyarakat dapat diartikan dalam dua konsep, yaitu (Mayo, dalam

Suharto, 2005: 39) :

1. Masyarakat sebagai sebuah “tempat bersama”, yakni sebuah wilayah

geografi yang sama.

2. Masyarakat sebagai “kepentingan bersama”, yakni kesamaan berdasarkan

kebudayaan dan identitas.

Page 27: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xxvii

Menurut Pedoman umum Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,

wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah pertemuan antara darat dan laut. ke

arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam

air yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan

perembesan air asin. Sedangkan ke wilayah laut mencakup bagian laut yang masih

dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimenasi dan aliran

air tawar maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti

penggundulan hutan dan pencemaran.

Ditinjau dari garis pantai, suatu wilayah pesisir memiliki dua kategori

batas; yaitu yang sejajar dengan garis pantai (longshore) dan batas yang tegak

lurus dengan garis pantai (crosshore).

Definisi di atas menunjukkan bahwa tidak terdapat garis batas yang nyata

wilayah pesisir. Batas tersebut hanyalah garis Khayal yang letaknya ditentukan

oleh kondisi dan situasi setempat. Di tempat yang landai, garis ini dapat berada

jauh dari garis pantai, dan sebaliknya untuk wilayah yang terjal.

Maka defenisi masyarakat pesisir adalah masyarakat yang bertempat

tinggal di daerah antara pertemuan laut dengan darat, baik kering maupun

terendam yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan angin laut.

2.4 Gambaran Umum Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Pesisir (PEMP)

Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) secara

umum bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui

pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan Lembaga Keuangan Mikro

Page 28: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xxviii

(LKM), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi

produktif lainnya yang berbasis sumber daya lokal dan berkelanjutan.

Pada awalnya program PEMP diinisiasi untuk memberdayakan

masyarakat pesisir sekaligus mangatasi dampak kenaikan harga Bahan Bakar

Minyak (BBM) terhadap perekonomian masyarakat pesisir, yang difokuskan pada

penguatan modal melalui perguliran Dana Ekonomi Produktif (DEP). Pengelolaan

DEP dilakukan oleh Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina

(LEPPM3) yang sejatinya dibentuk sebagai cikal bakal holding company milik

masyarakat pesisir. Oleh karena itu dalam jangka waktu panjang Program PEMP

tetap diarahkan pada:

1. Peningkatan kemandirian masyarakat pesisir melalui pengembangan kegiatan

ekonomi, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), partisipasi

masyarakat, penguatan modal dan penguatan kelembagaan ekonomi

masyarakat pesisir.

2. Peningkatan kemampuan masyarakat pesisir untuk mengelola dan

memanfaatkan sumber daya pesisir dan laut secara optimal, berkelanjutan

sesuai dengan kaidah kelestarian lingkungan.

3. Pengembangan kemitraan masyarakat pesisir dengan lembaga swasta dan

pemerintah.

Program PEMP secara umum bertujuan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan

kelambagaan, penggalangan partisipasi masyarakat serta diversifikasi usaha yang

berbasis pada sumber daya lokal dan berkelanjutan. Sedangkan sasaran Program

Page 29: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xxix

PEMP adalah masyarakat pesisir skala usaha mikro yang dibagi ke dalam 2

tahapan sasaran, yaitu:

1. Koperasi LEPP-M3/ Koperasi Perikanan/Koperasi lainnya sebagai sasaran

antara, dan

2. Sasaran akhir yaitu masyarakat pesisir dengan usaha skala mikro yang

berorientasi pada sektor kelautan dan perikanan seperti kegiatan penangkapan,

budidaya, perniagaan hasil perikanan, pengolahan ikan, usaha jasa perikanan

serta pengelolaan wisata bahari, yang berlokasi di daerah sekitar pesisir dan

pulau-pulau kecil.

Kegiatan Pokok Program PEMP

Memasuki tahap akhir periode institusionalisasi dan mempersiapkan

periode diversifikasi, maka kegiatan pokok program PEMP mencakup LKM,

SPDN (Solar Packed Dealer untuk Nelayan)/ SPBN (Stasiun Pengisisan BBM

untuk Nelayan) dan Kedai Pesisir.

Organisasi Pengelola Program

Dalam pelaksanaannya PEMP dikelola oleh organisasi yang melibatkan

beberapa pemangku kepentingan dengan susunan, tugas dan fungsi sebagai

berikut:

d. Pemerintah Pusat

Pemerintah Pusat adalah Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP)

yang bertindak sebagai penanggung jawab dan Pembina program di tingkat

nasional. Penanggung jawab kegiatan ini adalah Direktur Jenderal Kelautan,

Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Dirjen KP3K) yang bertugas mengelola

program di tingkat nasional, seperti penyusunan pedoman umum,

Page 30: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xxx

melaksanakan sosialisasi regional, pelatihan, monitoring dan evaluasi serta

pelaporan.

d. Pemerintah Daerah

Pemerintah Daerah (Pemda) adalah Dinas Kelautan dan Perikanan

Propinsi dan kabupaten/ kota yang menangani Program PEMP. Dinas

Kelautan dan Perikanan Propinsi sebagai representasi DKP di daerah bertugas

melakukan koordinasi sosial, monitoring dan evaluasi serta pelaporan. Dinas

Kelautan dan Perikanan Propinsi juga mengusulkan kabupaten/kota calon

penerima PEMP tahun berikutnya berdasarkan hasil evaluasi tahun berjalan.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota sebagai penanggung jawab

operasional program bertugas menetapkan Konsultan Pelaksana Kegiatan di

Kabupaten/Kota, menetapkan koperasi pelaksana, sosialisasi dan publikasi

tingkat kabupaten/kota, fasilitasi pembentukan LKM (bagi kabupaten/kota

baru penerima Program PEMP), rekruitmen Tenaga Pendamping Desa (TPD),

pelatihan, monitoring dan evaluasi serta pelaporan .

c. Konsultan Manajemen

Konsultan Manajemen (KM) kabupaten/ kota berfungsi membantu

Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten/ kota dalam aspek teknis dan

manajemen Program PEMP.

d. Tenaga Pendamping Desa (TPD)

TPD merupakan tenaga profesional dibidangnya yang bersedia tinggal

di tengah masyarakat sasaran dan bertugas mendampingi masyarakat secara

terus-menerus (selama program berlangsung) dalam bentuk mempersiapkan

masyarakat pesisir untuk mengakses kredit pada LKM, mendampingi mereka

Page 31: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xxxi

menjalankan dan mengembangkan usaha baik dalam proses produksi maupun

pemasaran, membuat laporan perkembangan kegiatan setiap bulan kepada

Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten/ kota.

e. Koperasi

Koperasi berfungsi sebagai komponen utama pelaksanaan Program

PEMP di daerah. Dalam pelaksanaan kegiatan, koperasi harus berkoordinasi

dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota sebagai penanggung

jawab operasional di daerah dan juga dengan lembaga perbankan/pembiayaan

sebagai mitra usaha mereka.

f. Bank Pelaksana

Bank Pelaksana adalah lembaga keuangan perbankan yang ditetapkan

oleh Dinas Kelautan dan Perikanan dengan tugas dan fungsi:

1. Menyediakan kredit bagi koperasi sebagai konsekuensi dari adanya DEP

yang dijaminkan untuk kegiatan penguatan modal,

2. Menyalurkan DEP langsung dengan pola hibah melalui rekening koperasi

yang ada di Bank Pelaksana untuk kegiatan pelaksana BPR pesisir, SPDN

dan atau Kedai Pesisir, dan

3. Melakukan pendampingan teknis dan administratif kepada koperasi dan

atau LKM/USP.

(Sumber : Pedoman Umum Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir, 2006)

Page 32: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xxxii

2.5 Kerangka Pemikiran

Kemiskinan dan kurangnya akses untuk permodalan merupakan penyebab

sekaligus akibat dari rendahnya tingkat pembentukan modal suatu negara,

sehingga terjadinya tingkat produktivitas yang rendah yang menyebabkan

pendapatan yang rendah pula, lalu tabungannya juga rendah, investasi rendah dan

tingkat pembentukan modal kerja rendah pula (Jhingan, 1999: 337).

Kenaikan harga BBM sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat pesisir

yang mengalami ketinggalan pembangunan selama ini. Selain terbatasnya

permodalan, lemahnya infrastruktur kelembagaan sosial ekonomi masyarakat di

tingkat desa juga menjadi penyebab masyarakat pesisir semakin tertinggal.

Untuk mengatasi keadaan-keadaan seperti di atas, maka Pemerintah

melalui Depertemen Kelautan dan Perikanan membentuk Program Pemberdayaan

Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang dimaksudkan untuk meningkatkan

kesejahteraan kehidupan masyarakat pesisir. Oleh karena itu dalam jangka

panjang Program PEMP diarahkan kepada:

1. Peningkatan kemandirian masyarakat pesisir melalui pengembangan kegiatan

ekonomi, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), partisipasi

masyarakat, penguatan modal dan penguatan kelembagaan ekonomi

masyarakat pesisir.

2. Peningkatan kemampuan masyarakat pesisir untuk mengelola dan

memanfaatkan sumber daya pesisir dan laut secara optimal, berkelanjutan

sesuai dengan kaidah kelestarian lingkungan.

3. Pengembangan kemitraan masyarakat pesisir dengan lembaga swasta dan

pemerintah.

Page 33: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xxxiii

Pelaksanaan Program PEMP ini dijalankan melalui LKM USP-Swamitra

Mina yang merupakan salah satu jenis bantuan tidak langsung dari Pemerintah

melalui Departemen Kelautan dan Perikanan untuk mangatasi masalah

permodalan dan sosial kepada masyarakat pesisir.

Sebagian besar masyarakat pesisir mengalami keterbatasan modal untuk

mengembangkan usahanya sehingga dengan keberadaan LKM Swamitra Mina

yang dikhususkan untuk masyarakat daerah pesisir diharapkan agar meringankan

beban mereka. Dengan ini, maka pengelolaan kelangsungan Program PEMP,

syarat mutlak yang diperlukan adalah tersedianya Lembaga Keuangan Mikro

(LKM) untuk mengeluarkan dana yang bersifat kredit/ pinjaman seperti LKM

Swamitra Mina. Keberadaan LKM Swamitra Mina itu akan mempengaruhi

kelangsungan Program PEMP, SPBN maupun kedai pesisir karena kelompok

masyarakat pemanfaat tergantung atas keberadaan unit-unit usaha yang ada di

daerahnya masing-masing.

Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

mempunyai tujuan utama yakni memberikan akses dan kemudahan modal untuk

masyarakat pesisir sesuai dengan pedoman umum PEMP. Bagan berikut

menunjukkan kerangka pemikiran secara sistematis yaitu:

Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP)

Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Swamitra Mina

Implementasi : - Tepat Jumlah - Tepat Guna - Tepat Sasaran

Masyarakat Pesisir

Page 34: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xxxiv

2.6 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional

2.6.1 Defenisi Konsep

Konsep merupakan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara

abstrak kejadian, keadaan, keluarga atau individu yang menjadai pusat perhatian

ilmu sosial. (Singarimbun, 1989: 34)

Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang

digunakan secara mendasar dan penyamaan persepsi tentang apa yang akan diteliti

serta menghindari salah pengertian yang dapat menggambarkan tujuan penelitian.

Adapun yang menjadi defenisi konsep dalam penelitian ini adalah:

1. Implementasi adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk

melaksanakan atau mengoperasikan sebuah program baik itu yang

dilakukan oleh individu, kelompok, organisasi, masyarakat maupun

pemerintah sendiri.

2. Pemberdayaan ekonomi adalah serangkaian kegiatan untuk

memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam

masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah

ekonomi.

3. Masyarakat pesisir, merupakan masyarakat yang bertempat tinggal di

daerah antara pertemuan laut dengan darat, baik kering maupun

terendam yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan angin

laut.

4. Swamitra, suatu lembaga perekonomian yang bergerak dalam bidang

pelayanan permodalan bagi masyarakat pesisir, terutama untuk

Page 35: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xxxv

segmen usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan berperan

penting sebagai kunci daripada penyaluran bantuan permodalan

kepada masyarakat pesisir.

2.6.2 Defenisi Operasional

Defenisi Operasional merupakan unsur penelitian yang akan

menggambarkan bagaimana caranya mengukur suatu variabel.

Maksud dari defenisi operasional ini adalah untuk mempemudah

operasional kerangka pemikiran yang telah diajukan sebelumnya. Adapun yang

menjadi defenisi operasional dalam Implementasi Program Pemberdayaan

Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura:

1. Implementasi adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk melaksanakan

atau mengoperasikan sebuah program baik itu yang dilakukan oleh individu,

kelompok, organisasi, masyarakat maupun pemerintah sendiri yang di ukur

melalui:

a. Ketepatan jumlah. Merupakan ketepatan jumlah dana yang diterima oleh

masyarakat dari Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Swamitra Mina.

b. Tepat sasaran. Merupakan ketepatan atas dana yang diberikan oleh LKM

kepada masyarakat pengguna sesuai dengan kriteria pedoman umum

PEMP.

c. Tepat guna. Merupakan ketepatan atas penggunaan dana yang diberikan

LKM kepada masyarakat.

d. Tepat waktu. Merupakan ketepatan pelunasan pinjaman berdasarkan

jangka waktu yang telah disepakati.

Page 36: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xxxvi

2. Pemberdayaan ekonomi adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat

kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk

individu-individu yang mengalami masalah ekonomi. Dalam hal ini

pemberdayaan ekonomi berupa kemudahan terhadap akses pinjaman

modal yang diberikan kepada masyarakat yang berada di pesisir ataupun

yang berusaha di sektor perikanan baik perikanan tangkap ataupun

budidaya.

Page 37: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xxxvii

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian bersifat deskriptif yang bertujuan untuk melukiskan atau

menggambarkan sejumlah variabel yang berkenan dengan masalah dan unit yang

di teliti tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel yang

lain (Sugiyono, 2006: 11). Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang

bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena mengenai fakta

dari bagaimana sebenarnya Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi

Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Koperasi Nelayan Langkat sebagai

pelaksana Program PEMP di Kecamatan Tanjung Pura Kab. Langkat . Alasan

pemilihan lokasi, karena daerah ini merupakan salah satu daerah dimana program

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir dilaksanakan.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/ subjek yang

mempunyai kualitas dan karakterisistik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dam kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006: 72).

Page 38: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xxxviii

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang telah

mendapatkan akses untuk bantuan pinjaman modal dari Lembaga Keuangan

Mikro Swamitra Mina di Tanjung Pura yang jumlahnya 1200 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel merupakan suatu bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh suatu populasi (Sugiyono, 2006: 73).

Menurut penentuan jumlah sampel dari populasi yang dikembangkan oleh

Isaac dan Michael (Sugiyono, 2006: 81) dan penelitian ini dilakukan dengan

tingkat kesalahan 10% (sepuluh persen), maka dari jumlah keseluruhan 1200

populasi jumlah yang diambil sebagai sampel adalah 221 orang.

Peneliti menggunakan sampel sebagai informasi dan data. Selanjutnya

untuk penentuan informan yang akan diwawancarai secara mendalam digunakan

pertimbangan tertentu. Kriteria informan dalam penelitian ini antara lain, pertama,

informan, merupakan staf dari organisasi yang melakukan atau melaksanakan

program kepada masyarakat, khususnya masyarakat pengguna program di

Kecamatan Tanjung Pura.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan, penulis menggunakan

metode pengumpulan data sebagai berikut:

1. Memperoleh data sekunder, melalui studi kepustakaan yaitu penelitian

yang dilakukan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dan

Page 39: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xxxix

diperoleh dari buku-buku, artikel, buletin, majalah, surat kabar,

internet, dan lain sebagainya sesuai dengan masalah yang diteliti.

2. Memperoleh data primer melalui lapangan, yaitu suatu cara yang

dilakukan dengan turun ke lokasi penelitian untuk mengumpulkan data

melalui:

- Wawancara, yaitu berdialog ataupun mengajukan pertanyaan

secara langsung guna melengkapi data yang diperoleh.

- Kuesioner, yaitu mengumpulkan informasi dan data yang relevan

melalui daftar pertanyaan yang diajukan kepada responden.

3.5 Teknik Analisis Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini dianalisis dengan teknik

analisa data kualitatif. Data hasil wawancara mendalam kemudian diolah, karena

data yang di dapat dari lapangan sifatnya sangat luas dan tidak semua data

tersebut dibutuhkan untuk memperkuat analisa data dan mendukung tujuan

penelitian.

Informasi yang didapat dari lapangan dikelompokkan dan disederhanakan

dengan sistematis untuk membuat deskripsi yang jelas dalam menggambarkan

proses Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

(PEMP) di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, sehingga jawaban yang

relevan pada saat wawancara dapat dipakai dalam analisa data.

Page 40: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xl

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Pada bab ini, penulis menguraikan dua buah deskripsi penelitian yakni

deskripsi umum tentang Unit Usaha Koperasi Nelayan Langkat yaitu Lembaga

Keuangan Mikro Swamitra Mina sebagai organisasi pelaksana dan program dan

deskripsi umum Kecamatan Tanjung Pura.

4.1 Swamitra Mina

4.1.1 Profil Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat

Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat merupakan salah satu unit

usaha milik Koperasi Nelayan Langkat dengan Badan Hukum no.254 /BII / KDK

2.3/ XII /1999 tanggal 02 Desember 1999 Sebagai Lembaga Ekonomi

Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPP-M3) yang bergerak dalam

bidang pelayanan permodalan bagi masyarakat pesisir, terutama untuk segmen

usaha mikro. Unit usaha ini bermitra dengan Bank Bukopin dengan orientasi

pelayanan permodalan berbasiskan sistem teknologi perbankan yang online.

Dengan teknologi ini diharapkan kegiatan usaha keuangan dapat dipantau setiap

saat baik di tingkat pusat maupun daerah.

Koperasi Nelayan Langkat beralanat di Jl. T.Amir Hamzah no. 44

Kecamatan Tanjung Pura Kab. Langkat. Telepon 061-8960397 Email:

[email protected].

4.1.2 Perjalanan Program Koperasi Nelayan Langkat

Page 41: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xli

Program yang ada di Koperasi Nelayan Langkat masih berfokus kepada

Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir yaitu salah satunya adalah

dengan mendirikan Lembaga Keuangan Mikro dan Unit Simpan Pinjam Swamitra

Mina

Swamitra Mina merupakan salah satu unit usaha milik koperasi yang

bergerak dalam bidang pelayanan permodalan bagi masyarakat pesisir, terutama

untuk segmen usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Unit usaha ini bermitra

dengan Bank Bukopin dengan orientasi pelayanan permodalan berbasiskan sistem

teknologi perbankan yang online. Dengan teknologi ini diharapkan kegiatan usaha

keuangan dapat dipantau setiap saat baik di tingkat pusat maupun daerah.

4.1.3 Visi dan Misi Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat

Visi, Terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui

pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan kelembagaan dan permodalan

melalui penggalangan partisipasi masyarakat yang berbasis pada sumberdaya

lokal dan berkelanjutan.

Misi. Membentuk kelembagaan dan perubahan-perubahan sistem untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir secara sistematik sesuai dengan

prinsip pemberdayaan.

Pendanaan kegiatan LKM Swamitra Mina Nelayan Langkat berasal dari

Koperasi Nelayan Langkat yang menerima Dana Ekonomi Produktif (DEP) dari

Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir yang dijaminkan kepada

Page 42: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xlii

Bank Bukopin untuk mendapatkan pinjaman. Dana pinjaman itu selanjutnya

disalurkan untuk dapat diakses masyarakat pesisir Langkat melalui LKM

Swamitra Mina Langkat dengan skema alur dana sebagai berikut:

PRODUKFUNDING

PRODUKEKSPANSI

MASYARAKAT

SWAMITRA

Proses / Aturan

Proses / Aturan

4.1.4 Kelompok Sasaran Koperasi Nelayan Langkat.

Sasaran akhir pada umumnya yaitu masyarakat pesisir di Kabupaten

Langkat dengan usaha skala mikro yang berorientasi pada sektor kelautan dan

perikanan seperti kegiatan penangkapan, budidaya, perniagaan hasil perikanan,

pengolahan ikan, usaha jasa perikanan serta pengelolaan wisata bahari, yang

berlokasi di daerah sekitar pesisir dan pulau-pulau kecil Kabupaten Langkat. Dan

secara khususnya pada anggota Koperasi Nelayan Langkat

4.2 Kecamatan Tanjung Pura

4.2.1 Sejarah Singkat

Pada masa Pemerintahan Belanda, Daerah tingkat II Kabupaten Langkat

masih berstatus sebagai Asisten Keresidenan dan Kesultanan (raja). Asisten

Page 43: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xliii

Residen dijabat oleh seorang asisten residen (Ass. Res.) yaitu Mr.Morrey

berkedudukan di Binjai, kekuasaannya hanya sekedar mendampingi Sultan

Langkat yang berkuasa penuh terhadap penduduk asli (pribumi) berkedudukan di

Tanjung Pura.

Pada masa itu tercatat ada 3 (tiga) Slutan yang pernah memegang

kekuasaan yaitu:

− Sultan Pertama adalah Sultan Al. Haj

− Sultan Kedua adalah Sultan Abdul Aziz

− Sultan Ketiga adalah Sultan Mahmud

Pada waktu Sultan Abdul Aziz berkuasa, kedudukan Ass. Res.,berada di

tanjung Pura, namun pada Sultan Mahmud kedudukannya di Binjai.

Adapun jenjang Pemerintahan ketika itu adalah dibawah “Kesultanan dan

Ass. Res. disebut “LUHAK” didampingi oleh seorang “Pangeran” sedangkan

dibawah luhak tersebut “Kejuruan” (Raja Kecil) didampingi oleh seorang

“Datok”. Selanjutnya dibawah Distrik secara berjenjang disebut “Penghulu Balai”

(Raja Kecil Karo) dan Penghulu Biasa untuk Tingkat Kampung (Desa).

Kesultanan pada masa itu 3 (tiga) wilayah Luhak yaitu:

1. Luhak Langkat Hulu dipimpin Pangeran Tengku Kamil berkedudukan di

Binjai, yang dibawahi 3 (tiga) Kejuruan dan 2 (dua) Distrik yaitu:

a. Kejuruan Selesai dipimpin oleh Datok Tengku Sentol,

b. Kejuruan Bahorok dipimpin oleh Tengku Bagi,

c. Kejuruan Sei Bingei dipimpin oleh Datok Tengku Ibrahim,

d. Distrik Kuala,

e. Distrik Salapian.

Page 44: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xliv

2. Distrik Langkat Hilir dipimpin oleh Pangeran Tengku Jabak, yang

kemudian digantikan oleh Pangeran Amir Hamzah, berkedudukan di Tanjung

Pura, membawahi 2 (dua) Kejuruan dan 4 (empat) Distrik.

3. Luhak Teluk Haru dipimpin oleh Tengku Temingging, berkedudukan di

Pangkalan Brandan, dibawahi 4 (empat) kejuruan yang dipimpin masing-

masing:

a. Datok Pekan Pangkalan Brandan,

b. Datok Lepan,

c. Datok Besitang,

d. Datok Pangkalan Susu/Pulau Kampai.

Awal kemerdekaan, Sumatera Utara dipimpin oleh seorang Gubernur yaitu

Mr. Mohammad Hasan, dan Kabupaten Langkat masih berstatus Asisten Residen

(istilah Belanda) yang secara administratif sebagai Kepala Pemerintahan saat it

ditunjuk Tengku Amir Hamzah, kemudian diganti oleh Adnan Noer Lubis dengan

sebutan Bupati, berkedudukan di Pangkalan Brandan dan diresmikan pada tanggal

2 April 1946. Dalam masa transisi yang demikian pada tanggal 5 Juli 1946

dilakukan pengambil-alihan tambang minyak Pangkalan Brandan dari tangan

Jepang (sayutai) dan resmi diganti dengan Tambang Minyak Negara RI (TMRI).

Sejalan dengan kedudukan kota Pangkalan Brandan sebagai Ibukota Kabupaten

Langkat maka Komando Militer diwilayah ini dikembangkan pula menjadi Plaat

sleyche Commandan (PMC) atau setingkat Komandan Garnizum dibawah

pimpinan Mayor Nazaruddin.

Pada sekitar tahun 1974 s/d 1949 terjadi Agresi Militer I dan II, Kabupaten

Langkat dari segi pemerintahan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:

Page 45: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xlv

− Pemerintahan Negara Sumatera Timur berkedudukan di Binjai dengan Kepala

Pemerintahannya Wan Umaruddin,

− Negara Kesatuan RI untuk Langkat berkedudukan di Pangkalan Brandan,

dipimpin oleh Tengku Ubaidullah.

Pada Agresi Militer Belanda I (21 Juli 1947) hampir semua daerah

Tanjung Pura diduduki Belanda. Kesatuan untuk daerah Sumatera Timur

menetapkan Pejabat Pimpinan Pemerintahan disemua Kabupaten Langkat yang

berkedudukan di Binjai dan sebagai Bupatinya H. O. K. Samaluddin, sejak itu

pula resmilah Ibukota Kabupaten Langkat dipindahkan dari Pangkalan Brandan ke

Kota Binjai.

Dalam perkembangan selanjutnya, keluarlah Undang-undang Darurat No.

7 Tahun 1956, tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten

dalam lingkungan Propinsi Sumatera Utara, dengan membawahi 3 (tiga) Wilayah

Kewedaan dengan 15 (lima belas) Kecamatan yaitu:

1. Kewedaan Langkat Hulu berkedudukan di Binjai dengan 6 (enam)

kecamatan:

− Kecamatan Bahorok

− Kecamatan Salapian

− Kecamatan Kuala

− Kecamatan Selesei

− Kecamatan Sei Bingei

− KecamatanBinjai

Page 46: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xlvi

2. Kewedanaan Langkat Hilir berkedudukan di Tanjung Pura dengan 5 (lima)

kecamatan:

− Kecamatan Stabat

− Kecamatan Secanggang

− Kecamatan Hinai

− Kecamatan Padang Tualang

− Kecamatan Tanjung Pura

3. Kewedanaan Teluk Haru berkedudukan di Pangkalan Brandan dengan 4

(empat) kecamatan:

− Kecamatan Gebang

− Kecamatan Besitang

− Kecamatan Pangkalan Susu

− Kecamatan Pangkalan Brandan

Dalam kewedanaan secara berjenjang turun, Struktur Pemerintahannya

disebut Assisten Wadana dan Kampung (Desa).

Pada tanggal 1 Oktober 1964 dilakukan likuidasi/ penghapusan terhadap

Wilayah Kewedanaan dan sejak ini pula Pangkalan Brandan hanya Ibukota

Kecamatan Babalan. Sementara itu istilah Assisten Wedana sebutannya mnjadi

Camat, tugas dan wewenang dan penanggung jawabannya langsung kepada

Bupati Langkat.

Dalam perkembangan berikutnya, Daerah Tingkat II Langkat dibagi

dalam 3 (tiga) Wilayah Kerja Pembangunan dipimpin oleh seorang Pembantu

Bupati:

1. Wilayah Kerja Pembangunan II Langkat Hilir berkedudukan di Kuala,

Page 47: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xlvii

2. Wilayah Kerja Pembangunan II Langkat Hilir berkedudukan di Tanjung Pura,

3. Wilayah Kerja Pembangunan II Teluk Haru berkedudukan di Pangkalan Susu.

Seperti yang telah di singgung di atas, dengan keluarnya Undang-Undang

Darurat No.7 Tahun 1956, tentang Pembentukan Otonomi Kabupaten-Kabupaten

dalam propinsi Sumatera Utara, maka sekaligus Kecamatan lainnya yang ada di

Kabupaten Langkat, saat itu Kecamatan Tanjung Pura mempunyai 16 (enam

belas) Desa dan pada Tahun 1980 Desa Pekan Tanjung Pura statusnya berubah

menjadi Kelurahan Pekan Tanjung Pura.

Dalam perkembangan berikutnya berdasarkan Peraturan Daerah

Kabupaten Langkat Nomor 11 Tahun 2003, Desa Pantai Cermin dimekarkan

menjadi 2 (dua) desa. Dengan demikian saat ini jumlah desa/ kelurahan menjadi

19 (sembilan belas) desa/ kelurahan yaitu:

1. Kelurahan Pekan Tanjung Pura

2. Desa Serapuh Asli

3. Desa Pematang Tengah

4. Desa Paya Perupuk

5. Desa Pekubuan

6. Desa Teluk Bekung

7. Desa Baja Kuning

8. Desa Pematang Sungai

9. Desa Pulau Banyak

10. Desa Lalang

Page 48: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xlviii

11. Desa Pantai Cermin

12. Desa Pematang Cengal

13. Desa Bubun

14. Desa Tapak Kuda

15. Desa Kwala Langkat

16. Desa Kwala Serapuh

17. Desa Karya Maju

18. Desa Suka Maju

19. Desa Pematang Cengal Barat

4.2.2 Letak dan Geografis

1. Terletak antara:

Lintang Utara : 03°14’ 00” - 04°13’ 00”

Bujur Timur : 97° 52’ 00” – 98° 45’ 00”

2. Letak diatas permukaan laut : 4 meter

3. Luas Wilayah : 16578 Ha (165.78 Km²)

4. Panjang Garis Pantai : 22.289 m

5. Berbatasan dengan

Sebelah Utara : Selat Malaka

Sebelah Selatan : Kec. Hinai/Kec. Pd. Tualang

Sebelah Barat : Kec. Gebang/Kec. Pd. Tualang

Page 49: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xlix

Sebelah Timur : Kec.Secanggang

6. Jarak Kantor Camat Tanjung Pura ke Kantor Bupati ±20 Km

4.3 Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan

Dapat kita lihat pada Tabel 4.1 bahwa Desa Kwala Serapuh merupakan

desa terluas di Kecamatan Tanjung Pura dengan luas ± 24,61 Km2 atau sekitar

14,81 % dari total rasio terhadap luas kecamatan. Desa Kwala Serapuh merupakan

salah satu desa pesisir yang ada di Kecamatan Tanjung Pura.

Perincian luas wilayah setiap desa dan kelurahan adalah pada Tabel 4.1 di

halaman berikut :

Tabel. 4.1

Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan

No. Desa/Kelurahan Luas Rasio terhadap total (Km²) Luas Kecamatan (%)

1. Serapuh Asli 8,05 4,86

2. Pematang Tengah 2 1,21

3. Paya Perupuk 3 1,81

4. Pekan T. Pura 2,5 1,51

5. Lalang 2,32 1,4

6. Pantai Cermin 11,48 6,92

7. Pekubuan 6,4 3,86

8. Teluk Bakung 5,6 3,38

9. Pematang Serai 7,5 4,52

10. Baja Kuning 4,5 2,71

11. Pulau Banyak 7,5 4,52

12. Pematang Cengal 19,5 11,76

Page 50: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

l

13 Kwala Serapuh 24,61 14,84

14. Kwala Langkat 10 6,03

15. Bubun Suka Maju 14.40 8,69

16. Tapak Kuda 6,4 3,86

17. Karya Maju 12,21 7,37

18. Suka Maju 10,31 6,22

19. Pematang Cengal Barat 7,5 4,52

Jumlah 165,78 100

Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)

4.4 Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah

Data selengkapnya mengenai rincian pola penggunaan lahan dapat dilihat

dari Tabel 4.2. Berdasarkan data dari Tabel 4.2 dapat terlihat bahwa Desa

Pematang Cengal mempunyai pola penggunaan lahan sebagai sawah yang terbesar

sedangkan Desa Kwala Serapuh mempunyai pola penggunaan lahan bukan sawah

yang terbesar. Hal ini diakibatkan oleh letak geografis desa tersebut berbeda. Desa

Pematang Cengal memang termasuk salah satu daerah pesisir di Kecamatan

Tanjung Pura tetapi keadaan tanahnya lebih bagus untuk pertanian daripada Desa

Kwala Serapuh yang sebagaian besar lahannya dijadikan kolam-kolam tambak.

Page 51: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

li

Tabel. 4.2

Luas Wilayah Menurut Pola Penggunaan Tanah

Desa/Kelurahan

Luas Daerah (Ha) Perumahan dan

Sawah

Bukan

Sawah

Pemukiman

(Ha)

1. Serapuh Asli 30 759 16

2. Pematang Tengah 60 107,5 32,5

3. Paya Perupuk 50 219,5 30,5

4. Pekan T. Pura 0 81,5 168,5

5. Lalang 53 150 29

6. Pantai Cermin 614 436,5 97,5

7. Pekubuan 180 403 57

8. Teluk Bakung 88 423,5 48,5

9. Pematang Serai 165 546,5 38,5

10. Baja Kuning 248 175,5 26,5

11. Pulau Banyak 337 367,5 45,5

12. Pematang Cengal 1130 712,55 107,45

13. Kwala Serapuh 196 2239,5 25,5

Page 52: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lii

14. Kwala Langkat 96 876,5 27,5

15. Bubun Suka Maju 2 1405 33

16. Tapak Kuda 0 615 25

17. Karya Maju 459 716,5 45,5

18. Suka Maju 688 293 50

19. Pematang Cengal Barat 480 246,45 23,55

Jumlah 4876 10774,5 927,5

Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)

4.5 Banyaknya Lingkungan, Dusun, RW dan RT

Berikut ini adalah perincian banyaknya lingkungan, dusun, RW dan RT di

setiap desa/ kelurahan :

Tabel. 4.3

Jumlah Lingkungan, Dusun, RW dan RT

No. Desa/Kelurahan Lingkungan Dusun RW RT

1. Serapuh Asli 0 3 4 8

2. Pematang Tengah 0 5 9 16

3. Paya Perupuk 0 5 10 19

4. Pekan T. Pura 12 0 12 24

5. Lalang 0 3 4 6

6. Pantai Cermin 0 12 22 44

7. Pekubuan 0 10 15 30

8. Teluk Bakung 0 8 7 14

9. Pematang Serai 0 7 7 11

10. Baja Kuning 0 6 10 20

11. Pulau Banyak 0 8 8 14

12. Pematang Cengal 0 13 18 36

Page 53: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

liii

13. Kwala Serapuh 0 4 7 10

14. Kwala Langkat 0 6 7 10

15. Bubun Suka Maju 0 8 10 16

16. Tapak Kuda 0 5 7 10

17. Karya Maju 0 8 5 10

18. Suka Maju 0 9 8 16

19. Pematang Cengal Barat 0 6 0 0

Jumlah 12 126 170 314

Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)

4.6. Gambaran Umum Penduduk Kecamatan Tanjung Pura

4.6.1 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Tabel 4.4

Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

No. Desa/Kelurahan Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 Serapuh Asli 543 562 1.105

2 Pematang Tengah 1.496 1.491 2.987

3 Paya Perupuk 1.390 1.344 2.734

4 Pekan Tg. Pura 6.981 6.683 13.664

5 Lalang 1.089 1.050 2.139

6 Pantai Cermin 2.722 2.659 5.381

7 Pekubuan 2.417 2.369 4.786

8 Teluk Bakung 1.966 1.869 3.835

9 Pematang Serai 1.301 1.268 2.569

10 Baja Kuning 1.074 989 2.063

11 Pulau Banyak 1.626 1.567 3.193

12 Pematang Cengal 4.290 4.048 8.338

13 Kwala Serapuh 1.010 895 1.905

Page 54: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

liv

14 Kwala Langkat 938 804 1.742

15 Bubun 1.491 1.494 2.985

16 Tapak Kuda 1.069 1.072 2.141

17 Karya Maju 1.164 1.137 2.301

18 Suka Maju 1.706 1.665 3.371

19 Pematang Cengal Barat 915 917 1.832

Jumlah 35.188 33.883 69.071

Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)

Jumlah penduduk Kecamatan Tanjung Pura ± 69071 jiwa. Berdasarkan

Tabel 4.4, terlihat bahwa komposisi penduduk Kecamatan Tanjung Pura ini

berdasarkan jenis kelamin. Tercatat bahwa 35.188 jiwa penduduk Kecamatan

Tanjung Pura ini berjenis kelamin laki-laki dan 33.883 jiwa penduduk berjenis

kelamin perempuan.

4.6.2 Komposisi Penduduk Menurut Usia

Tabel 4.5

Distribusi Penduduk Menurut Usia

No. Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 00-04 3.933 3.823 7.756

2 05-09 3.755 3.650 7.405

3 10-14 4.017 3.949 7.966

4 15-19 4.416 3.868 8.284

5 20-24 3.919 3.552 7.471

6 25-29 2.831 2.710 5.541

7 30-34 2.640 2.488 5.128

8 35-39 2.137 2.268 4.405

9 40-44 2.028 2.001 4.029

Page 55: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lv

10 45-49 1.567 1.429 2.996

11 50-54 1.186 1.116 2.302

12 55-59 724 868 1.592

13 60-64 774 778 1.552

14 65-69 490 568 1.058

15 70-74 398 410 808

16 75+ 373 405 778

Jumlah 35.188 33.883 69.071 Sumber: KSK Kec. Tanjung Pura (2007)

4.6.3 Komposisi Penduduk Menurut Agama

Penduduk Kecamatan Tanjung Pura pada umumnya menganut Agama

Islam, selengkapnya diuraikan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa penduduk Kecamatan Tanjung Pura

mayoritas menganut Agama Islam yaitu sebanyak 63.994 orang, kemudian

penganut Agama Budha sebanyak 4.179 orang, Kristen Protestan 784 orang,

Kristen Katholik 70 orang dan Hindu 44 Orang.

4.6.4 Komposisi Penduduk Menurut Suku Bangsa

Tabel 4.6

Distribusi Penduduk Menurut Suku Bangsa

No. Nama Suku Bangsa Jumlah Persentase

(Jiwa) (%)

1 Melayu 29.470 42,28

2 Jawa 25.434 36,49

3 Cina 2.635 3,78

4 Madina 2.140 3,07

5 Minang 1.157 1,66

6 Tapanuli / Tob 962 1,38

7 Karo 934 1,34

8 Pak-pak 91 0,13

Page 56: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lvi

9 Simalungun 56 0,08

10 Nias 35 0,05

11 Lainnya 6.789 9,74

Jumlah 69.701 100 Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)

Tabel 4.7

Distribusi Penduduk Menurut Agama yang Dianut

No. Desa / Kelurahan Islam Katholik Protestan Hindu Budha Jumlah

1 Serapuh Asli 1.105 1.105

2 Pematang Tengah 2.987 2.987

3 Paya Perupuk 2.723 5 6 2.734

4 Pekan Tg. Pura 8.823 39 632 37 4.134 13.665

5 Lalang 2.139 2.139

6 Pantai Cermin 5.356 25 5.381

7 Pekubuan 4.730 31 25 4.786

8 Teluk Bakung 3.797 29 2 6 3.834

9 Pematang Serai 2.540 29 2.569

10 Baja Kuning 2.059 4 2.063

11 Pulau Banyak 3.193 3.193

12 Pematang Cengal 8.286 52 8.338

13 Kwala Serapuh 1.905 1.905

14 Kwala Langkat 1.742 1.742

15 Bubun 2.967 18 2.985

16 Tapak Kuda 2.141 2.141

17 Karya Maju 2.301 2.301

18 Suka Maju 3.368 3 3.371

19 Pematang Cengal Barat 1.832 1.832

Jumlah 63.994 70 784 44 4.179 69.071 Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)

Page 57: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lvii

4.6.5 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Penduduk Kecamatan Tanjung Pura pada umumnya mempunyai mata

pencaharian yang bervariasi, namun mayoritas penduduknya bekerja di sektor

non-formal seperti pedagang, petani, nelayan dan lain-lain. Serta mata

pencaharian lain seperti PNS, TNI, POLRI, BUMN. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 4.8

Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian

No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah

(Jiwa)

1 Pertanian 6.539

2 Pedagang 3.654

3 Nelayan 4.125

4 Buruh 1.416

5 PNS, TNI dan POLRI 1.033

6 BUMN 254

7 Industri 226

8 Lain-lain 3.546

Jumlah 19.333 Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)

Dari Tabel 4.8 terlihat bahwa jenis mata pencaharian masyarakat Kec.

Tanjung Pura didominasi bidang pertanian yang menyerap 6.539 orang, pedagang

sebanyak 3.654 orang, nelayan 2665 orang dan lain sebagainya. Untuk secara

Page 58: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lviii

spesifik, khusus untuk masyarakat pesisir di Kecamatan Tanjung Pura dapat

dilihat pada Tabel 4.9:

Tabel 4.9

Distribusi Mata Pencaharian Penduduk Wilayah Pesisir

Kecamatan Tanjung Pura

M A T A P E N C A H A R I A N

Nelayan Budidaya Ikan Petani Wiraswasta Lain - Lain Jumlah

Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK

4.125 2.068 159 110 7.471 2.023 711 259 96 65 17.087

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Langkat (2008)

4.7 Sarana dan Prasarana Kecamatan Tanjung Pura

4.7.1 Jarak dan Waktu Tempuh Ke Ibukota Kecamatan

Adapun jarak dan waktu tempuh dari Kecamatan Tanjung Pura ke Ibukota

Kabupaten Langkat adalah ± 18 Km, Jarak ke Ibukota Propinsi ± 60 Km. Waktu

tempuh ke Ibukota Kabupaten, lebih kurang 30 menit jika menggunakan angkutan

umum. Untuk selengkapnya seperti diuraikan pada Tabel 4.10.

Page 59: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lix

Tabel 4.10

Jarak dari Ibukota Kecamatan Ke Kantor Kepala Desa

No. Desa / Kelurahan

Jarak dari Kantor Kepala

Desa Ke Ibukota Kecamatan

(Km) 1 Serapuh Asli 3,00

2 Pematang Tengah 2,50

3 Paya Perupuk 2,00

4 Pekan Tg. Pura 0,25

5 Lalang 1,00

6 Pantai Cermin 3,50

7 Pekubuan 1,20

8 Teluk Bakung 2,00

9 Pematang Serai 6,00

10 Baja Kuning 5,00

11 Pulau Banyak 6,50

12 Pematang Cengal 8,00

13 Kwala Serapuh 25,00

14 Kwala Langkat 24,00

15 Bubun 17,00

16 Tapak Kuda 18,00

17 Karya Maju 5,00

18 Suka Maju 9,00

19 Pematang Cengal Barat 8,00

Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)

Page 60: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lx

Berdasarkan Tabel 4.10, desa yang terjauh dari Ibukota Kecamatan

adalah Desa Kwala Serapuh yakni 25 Km, kemudian Desa Kwala Langkat yakni

24 Km. Perjalanan ke kedua desa ini tidak dapat dilakukan dengan jalan darat

melainkan dengan kapal motor penumpang.

4.7.2 Sarana Transportasi

Sarana pengangkutan antar kota, setiap hari ada angkot atau bus antar kota.

Untuk antar desa, setiap hari ada angkutan desa atau becak baik yang bermotor

atau tidak. Khusus untuk angkutan desa, tidak semua desa mempunyai mobil

angkutan pedesaan hal ini diakibatkan oleh sarana jalan yang kurang memadai

maka untuk daerah yang belum mempunyai angkutan desa tersebut perannya

digantikan oleh ojek. Kecamatan Tanjung Pura mempunyai pengangkutan

perairan yang membawa penumpang menuju daerah-daerah pesisir yang tidak

dapat dilalui oleh jalan darat. Pada Tabel 4.11 diuraikan panjang jalan dan

jenisnya yang ada di setiap desa.

Dari Tabel 4.11 di dapat kita lihat jumlah panjang jalan di Kecamatan

Tanjung Pura 1.961,4 Km. jumlah jalan yang diaspal sepanjang 47,7 Km,

diperkeras sepanjang 708 Km, jalan tanah sepanjang 815,7 Km, jalan setapak

sepanjang 390 Km

Page 61: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxi

Tabel 4.11

Panjang Jalan Menurut Jenisnya

No. Desa / Kelurahan Aspal Diperkeras Jalan Jalan

Jumlah Tanah Setapak

1 Serapuh Asli 2,0 20,0 20,0 15,0 57,0

2 Pematang Tengah 3,0 40,0 5,0 20,0 68,0

3 Paya Perupuk 2,0 10,0 20,0 10,0 42,0

4 Pekan Tg. Pura 15,0 20,0 0,0 0,0 35,0

5 Lalang 2,0 25,0 10,0 15,0 52,0

6 Pantai Cermin 5,0 117,0 213,0 100,0 435,0

7 Pekubuan 3,0 50,0 50,0 20,0 123,0

8 Teluk Bakung 4,0 35,0 15,0 20,0 74,0

9 Pematang Serai 2,0 65,0 10,0 10,0 87,0

10 Baja Kuning 2,5 35,0 15,0 20,0 72,5

11 Pulau Banyak 2,2 35,0 15,0 15,0 67,2

12 Pematang Cengal 5,0 96,0 174,0 60,0 335,0

13 Kwala Serapuh 0,0 10,0 80,0 10,0 100,0

14 Kwala Langkat 0,0 10,0 20,0 10,0 40,0

15 Bubun 0,0 30,0 40,0 15,0 85,0

16 Tapak Kuda 0,0 30,0 20,0 10,0 60,0

17 Karya Maju 0,0 30,0 40,0 10,0 80,0

18 Suka Maju 0,0 50,0 60,0 20,0 130,0

19 Pematang Cengal Barat 0,0 0,0 8,7 10,0 18,7

Jumlah 47,7 708,0 815,7 390,0 1961,4

Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)

4.7.2 Sarana Rumah Ibadah

Page 62: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxii

Tabel 4.12

Distribusi Sarana Rumah Ibadah

No. Desa / Kelurahan Mesjid Musholla Gereja Kuil Vihara Jumlah

1 Serapuh Asli 1 1 0 0 0 2

2 Pematang Tengah 1 3 0 0 0 4

3 Paya Perupuk 1 2 0 0 0 3

4 Pekan Tg. Pura 3 17 1 0 3 24

5 Lalang 1 3 0 0 0 4

6 Pantai Cermin 5 6 0 0 0 11

7 Pekubuan 2 6 0 0 0 8

8 Teluk Bakung 1 5 0 0 0 6

9 Pematang Serai 3 5 0 0 1 9

10 Baja Kuning 1 4 0 0 0 5

11 Pulau Banyak 3 7 0 0 0 10

12 Pematang Cengal 11 8 0 0 0 19

13 Kwala Serapuh 2 5 0 0 0 7

14 Kwala Langkat 1 1 0 0 0 2

15 Bubun 2 2 0 0 0 4

16 Tapak Kuda 1 0 0 0 0 1

17 Karya Maju 4 2 0 0 0 6

18 Suka Maju 2 2 0 0 0 4

19 Pematang Cengal Barat 1 5 0 0 0 6

Jumlah 46 84 1 0 4 135

Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)

Pada Tabel 4.12 terlihat, jumlah sarana ibadah di Kecamatan Tanjung Pura

sebanyak 135 buah yang terdiri dari 46 mesjid, 84 musholla, 1 gereja dan 4

Vihara, sementara untuk kuil sama sekali tidak ada. Hal ini berarti bahwa

penduduk Kecamatan Tanjung Pura mayoritas memeluk agama Islam. Sebagian

penduduk yang menganut Agama Kristen, bila akan melakukan ibadah pada

Page 63: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxiii

umumnya mereka pergi ke Kelurahan Pekan Tanjung Pura atau keluar daerah

Kecamatan Tanjung Pura.

4.7.4 Sarana Kesehatan dan Tenaga Medis

Dapat kita lihat pada Tabel 4.13, bahwa Kecamatan Tanjung Pura hanya

mempunyai satu rumah sakit dan satu puskesmas yang terletak di ibukota

kecamatan, tujuh puskesmas pembantu, satu poliklinik, dua apotik dan 80

Posyandu yang tersebar di desa-desa. Pada umumnya, masyarakat-masyarakat

desa yang ingin berobat atau bersalin maka ke puskesmas atau poliklinik terdekat

namun, untuk situasi yang lebih darurat mereka akan pergi berobat ke rumah sakit

yang berada di ibukota kecamatan atau yang di luar kota seperti Stabat, Binjai

bahkan Medan. Hal ini terjadi karena keterbatasan tenaga medis yang ada, untuk

selengkapnya mengenai distribusi tenaga medis di Kecamatan Tanjung Pura dapat

kita lihat pada Tabel 4.14.

.Tabel 4.13

Distribusi Sarana Kesehatan

No. Desa / Kelurahan Rumah Puskes- Puskesmas Poli- Apotik Pos Sakit mas Pembantu Klinik Yandu

Page 64: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxiv

1 Serapuh Asli 0 0 0 0 0 2

2 Pematang Tengah 0 0 1 0 0 4

3 Paya Perupuk 0 0 0 0 0 3

4 Pekan Tg. Pura 1 0 0 1 2 15

5 Lalang 0 0 0 0 0 2

6 Pantai Cermin 0 1 0 0 0 8

7 Pekubuan 0 0 0 0 0 5

8 Teluk Bakung 0 0 0 0 0 4

9 Pematang Serai 0 0 1 0 0 4

10 Baja Kuning 0 0 0 0 0 5

11 Pulau Banyak 0 0 1 0 0 4

12 Pematang Cengal 0 0 1 0 0 12

13 Kwala Serapuh 0 0 1 0 0 3

14 Kwala Langkat 0 0 1 0 0 2

15 Bubun 0 0 1 0 0 1

16 Tapak Kuda 0 0 1 0 0 1

17 Karya Maju 0 0 0 0 0 2

18 Suka Maju 0 0 0 0 0 3

19 Pematang Cengal Barat 0 0 0 0 0 0

Jumlah 1 1 8 1 2 80

Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)

Tabel 4.14

Distribusi Tenaga Medis

No. Desa / Kelurahan Dokter Perawat Bidan Dukun Jumlah Bayi 1 Serapuh Asli 0 1 1 1 3

2 Pematang Tengah 0 1 3 3 7

Page 65: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxv

3 Paya Perupuk 0 2 3 2 7

4 Pekan Tg. Pura 4 7 12 1 24

5 Lalang 0 2 3 2 7

6 Pantai Cermin 0 2 4 5 11

7 Pekubuan 0 1 6 4 11

8 Teluk Bakung 0 1 4 4 9

9 Pematang Serai 0 1 1 3 5

10 Baja Kuning 0 1 3 3 7

11 Pulau Banyak 0 2 1 5 8

12 Pematang Cengal 0 2 3 11 16

13 Kwala Serapuh 0 1 1 5 7

14 Kwala Langkat 0 1 1 3 5

15 Bubun 0 2 1 3 6

16 Tapak Kuda 0 0 1 2 3

17 Karya Maju 0 1 0 2 3

18 Suka Maju 0 0 0 2 2

19 Pematang Cengal Barat 0 0 1 1 2

Jumlah 4 28 49 62 143

Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)

Berdasarkan Tabel 4.13 dan 4.14 dapat dilihat bahwa, Kelurahan Pekan

merupakan desa/kelurahan yang mempunyai fasilitas medis yang terlengkap

karena kelurahan ini satu-satunya yang mempunyai dokter sebagai tenaga

medisnya. Maka tidak jarang penduduk desa atau kelurahan lain yang datang

untuk berobat atau bersalin ke Kelurahan Pekan Tanjung Pura.

Sarana Listrik dan Telepon Rumah

Tabel 4.15

Distribusi Rumah Tangga Pelanggan Listrik dan Telepon Rumah

No. Desa / Kelurahan Listrik RT

PLN Non-PLN Pelanggan telepon

Page 66: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxvi

1 Serapuh Asli 148 - 12

2 Pematang Tengah 297 - 32

3 Paya Perupuk 463 - 61

4 Pekan Tg. Pura 2.486 - 1.112

5 Lalang 284 - 8

6 Pantai Cermin 671 75 -

7 Pekubuan 498 - 33

8 Teluk Bakung 257 - 51

9 Pematang Serai 401 - 21

10 Baja Kuning 113 - 9

11 Pulau Banyak 221 - 16

12 Pematang Cengal 503 75 -

13 Kwala Serapuh 15 321 -

14 Kwala Langkat 221 - -

15 Bubun 323 12 -

16 Tapak Kuda 217 - -

17 Karya Maju 112 - -

18 Suka Maju 175 - -

19 Pematang Cengal Barat 525 - -

Jumlah 7.930 483 1.355 Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)

Berdasarkan Tabel 4.15 terlihat bahwa seluruh desa telah terjangkau oleh

listrik PLN walaupun ada juga yang menggunakan listrik non-PLN. Hal ini

diakibatkan oleh industri-industri tambak yang tidak memungkinkan memakai

listrik PLN dan juga ada beberapa lokasi pulau-pulau kecil yang tidak terjangkau

oleh listrik PLN.

Page 67: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxvii

4.7.5 Sarana Pendidikan

Pada umumnya, untuk desa/ kelurahan lain yang belum/tidak memiliki

sekolah SMP atau SMA di desa/ kelurahannya, anak-anak usia sekolah banyak

yang pergi sekolah ke desa/ kelurahan terdekat bahkan jika ekonomi

memungkinkan ada yang bersekolah di ibukota kecamatan atau bahkan kekota-

kota tetangga. Biasanya, mereka yang sekolah di luar desa/ kelurahannya

dititipkan kepada sanak-familinya ataupun kos. Selengkapnya dapat dilihat pada

Tabel 4.16.

Pada Tabel 4.16 terlihat bahwa setiap desa/kelurahan di Kecamatan

Tanjung Pura telah memiliki sekolah SD baik negeri maupun swasta yakni

sebanyak 59 sekolah. Untuk SMP baik negeri maupun swasta sebanyak 23 buah

dan SMA baik negeri atau swasta sebanyak 12 buah.

Tabel 4.16

Sarana Pendidikan

No. Desa / Kelurahan MDA SD SMP SMA

Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta 1 Serapuh Asli 1 2 0 0 1 0 0

2 Pematang Tengah 1 1 0 0 1 0 0

3 Paya Perupuk 0 1 0 0 0 0 0

Page 68: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxviii

4 Pekan Tg. Pura 3 10 3 2 5 3 6

5 Lalang 1 1 0 1 0 0 0

6 Pantai Cermin 0 3 2 1 0 0 0

7 Pekubuan 2 3 0 1 0 1 0

8 Teluk Bakung 1 1 1 0 1 0 1

9 Pematang Serai 0 1 2 0 0 0 0

10 Baja Kuning 0 1 1 0 0 0 0

11 Pulau Banyak 1 2 1 0 2 0 1

12 Pematang Cengal 1 6 3 0 1 0 0

13 Kwala Serapuh 2 2 0 0 0 0 0

14 Kwala Langkat 1 1 0 0 0 0 0

15 Bubun 0 1 1 0 1 0 0

16 Tapak Kuda 0 1 0 0 0 0 0

17 Karya Maju 1 1 1 0 0 0 0

18 Suka Maju 0 3 1 0 0 0 0

19 Pematang Cengal Barat 0 1 1 0 0 0 0

Jumlah 15 42 17 5 12 4 8

Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)

Page 69: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxix

BAB V

HASIL DAN ANALISA DATA

5.1 Data Hasil Penelitian

Dalam bab ini akan dijelaskan hasil penelitian yang dilakukan di

Lembaga Keuangan Mikro Swamitra Mina Unit Usaha Koperasi Nelayan Langkat

di Kecamatan Tanjung Pura. Dalam penelitian ini sebanyak 221 orang yang terdiri

dari masyarakat yang telah mendapatkan bantuan pinjaman ataupun yang ingin

mendapatkan pinjaman dari LKM Swamitra Mina sebagai wujud dari pelaksanaan

Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. teknik pengumpulan data

yang dilakukan penulis diantaranya ada metode angket dan wawancara, dengan

menggunakan metode ini penulis berusaha mengelola data dan mentabulasikan

angket yang terkumpul guna menyelesaikan skripsi ini.

Tabel 5.1

Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Pria 159 72

2 Wanita 62 28

Jumlah 221 100

Sumber: Data Primer 2009

Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa, jenis kelamin pria yang

dijadikan responden ada sebanyak 159 orang responden (72%) dan jenis kelamin

wanita yang dijadikan responden sebanyak 62 orang responden (28%).

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa jawaban didominasi

oleh kategori pria (72%). Hal ini terjadi karena pria merupakan tulang punggung

Page 70: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxx

keluarga yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup

keluarganya dan biasanya para pria memiliki kekuasaan yang lebih dominan

dalam membuat keputusan di dalam sebuah keluarga dibandingkan dengan para

wanita.

Tabel 5.2

Identitas Responden Berdasarkan Usia

No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 < 20 tahun 2 0,9

2 20 - 25 tahun 31 14,0

3 26 - 30 tahun 25 11,3

4 31 - 35 tahun 31 14,0

5 36 - 40 tahun 39 17,6

6 41 - 45 tahun 30 13,6

7 46 - 50 tahun 24 10,9

8 51 - 55 tahun 26 11,8

9 > 56 tahun 13 5,9

Jumlah 221 100

Sumber: Data Primer 2009

Data pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa usia peminjam yang menjadi

responden di LKM Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat pada kategori

kurang dari 20 tahun ada sebanyak 2 orang responden (0,9%), kategori 20-25

tahun ada 31 orang responden (14%), kategori 26-30 tahun ada 25 orang

responden (11,3%), kategori 31-35 tahun ada 31 orang responden (14%), kategori

36-40 tahun ada 39 orang responden (17,6%), kategori 41-45 tahun ada 30 orang

responden (13,6%), kategori 46-50 tahun ada 24 orang responden (10,9%),

kategori 51-55 ada 26 orang responden (11,8%) dan kategori lebih dari 56 tahun

ada 13 orang responden (5,9%).

Page 71: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxxi

Data ini menunjukkan bahwa usia yang paling banyak mendapatkan

pinjaman adalah pada rentang usia 36-40 tahun (17,6%) walaupun tidak

menunjukkan perbedaan yang mencolok dengan kategori lainnya.

Sebanyak 158 responden diharapkan dapat meningkatkan performa

usahanya dan dapat menopang kelompok usia non-produktif yang berada di

tanggungannya.

Tabel 5.3

Identitas Responden Berdasarkan Agama

No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Islam 220 99,55

2 Kristen Protestan 1 0,45

Jumlah 221 100

Sumber: Data Primer 2009

Data pada Tabel 5.3 menunjukkan bahwa responden yang beragama

Islam ada sebanyak 220 orang (99,55%) dan satu orang responden yang beragama

Kristen Protestan (0,45%). Data ini sesuai dengan data kependudukan dari kantor

Camat yang menyatakan bahwa penduduk Kecamatan Tanjung Pura mayoritas

Islam.

Keadaan ini tidak merepresentasikan bahwa Swamitra Mina koperasi

Nelayan Langkat melakukan pembedaan terhadap sekelompok atau orang tertentu

karena Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat memberikan pelayanan kepada

semua masyarakat pesisir tanpa memandang agama, suku dan ras.

Page 72: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxxii

Tabel 5.4

Identitas Responden Berdasarkan Suku Bangsa

No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Melayu 150 67,87

2 Jawa 58 26,24

3 Batak 11 4,98

4 Karo 2 0,91

Jumlah 221 100,00

Sumber: Data Primer 2009

Data pada Tabel 5.4 menunjukkan bahwa masyarakat yang mendapat

fasilitas pinjaman bersuku Melayu sebanyak 150 orang (67,87%), suku Jawa

sebanyak 58 orang responden (26,24%), suku Batak 11 orang responden (4,98%)

dan suku Karo dua orang responden (0,90%).

Adapun yang menjadi penyebab suku Melayu menjadi mayoritas

dikarenakan Kecamatan Tanjung Pura merupakan pusat kebudayaan melayu yang

ada di Kabupaten Langkat. Selain suku Melayu, suku Jawa juga menjadi suku

yang mendominasi Kecamatan Tanjung Pura. Keberadaan hal ini dapat dilihat dari

keberadaan suku Jawa yang sebenarnya hampir ada di setiap daerah karena

keberadaannya yang sangat banyak di Indonesia khususnya di Sumatera Utara.

Tabel 5.5

Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Tidak Sekolah 2 0,91

2 SD Sederajat 17 7,69

3 SMP Sederajat 70 31,67

4 SMA sederajat 107 48,42

5 Pendidikan Tinggi Sederajat 25 11,31

Page 73: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxxiii

Jumlah 221 100,00

Sumber: Data Primer 2009 Data pada Tabel 5.5 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden

mayoritas tamat pendidikan SMA sederajat yakni sebanyak 107 orang responden

(48,42%), kemudian tamat SMP sederajat sebanyak 70 orang responden (31,67%),

tamat pendidikan tinggi sederajat sebanyak 25 orang responden (11,31%), tamat

pendidikan SD sederajat sebanyak 17 orang responden (7,69%) dan yang tidak

sekolah sebanyak 2 orang responden (0,90%).

Tingkat pendidikan responden secara langsung ataupun tidak akan

mempengaruhi pola fikir tentang memilih kebutuhan dan keinginan serta

kesadaran untuk bertanggung jawab.

Bila melihat data, mayoritas responden berpendidikan SMA maka

diharapkan kreatifitas dan tanggung jawab dalam mengelola rumah tangganya

akan dapat lebih baik lagi, akan tetapi masih terdapat 89 responden yang tingkat

pendidikannya di bawah SMA sederajat sehingga dikhawatirkan ada perbedaan

pola berfikir mengenai pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidupnya.

Page 74: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxxiv

Tabel 5.6

Identitas Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Wirausaha 221 100

Jumlah 221 100

Sumber: Data Primer 2009

Data pada Tabel 5.6 menunjukkan bahwa semua responden yakni

sebanyak 221 orang bergerak dalam bidang wirausaha (100%).

Khusus untuk kaum perempuan pada umumnya mereka berwirausaha

untuk bekerja menambah penghasilan keluarga. Hal ini didukung oleh hasil

wawancara dengan seorang responden,

“Kebutuhan sehari-hari aja kadang kurang, kalau mengharapkan pendapatan suami yang cuma nelayan Jadi untuk menambah penghasilan keluarga ya saya jualan kecil-kecilan di depan rumah,” (Ida Rusmala, 38)

Selanjutnya mengenai bidang usaha yang dibiayai oleh Swamitra Mina

dapat di lihat pada Tabel 5.7. Pada Tabel 5.7 dapat dilihat sebanyak 90 (40,72%)

orang responden bergerak di bidang pembeli hasil laut. Para pembeli hasil laut ini

merupakan para tokee yang membeli ikan hasil tangkapan para nelayan. Sangat

disayangkan tidak adanya nelayan yang mendapatkan pinjaman dalam penelitian

ini yang bergerak langsung dalam bidang usaha perikanan hanya toke/ tengkulak

yang membeli hasil tangkapan dari para nelayan, sehingga dikhawatirkan

hubungan patron-client yang kurang menguntungkan bagi nelayan akan terus

berlangsung.

Tabel 5.7

Page 75: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxxv

Identitas Responden Berdasarkan Jenis Usaha

No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%) 1 Agen Kelapa 4 1,81 2 Agen Minyak 1 0,45 3 Bengel Sepeda Motor 8 3,62 4 Doorsmeer Mobil & Spd. Motor 4 1,81 5 Jual Beli Ayam 1 0,45 6 Kios Jajanan 12 5,43 7 Kosmetik 1 0,45 8 Penjual Makanan 8 3,62 9 Pedagang Buah 1 0,45

10 Pedagang Sembako 30 13,57 11 Pembeli Asam Potong 2 0,90 12 Pembeli Barang Bekas (Botot) 2 0,90 13 Pembeli Hasil Laut 90 40,81 14 Pembeli kayu 2 0,90 15 Pembuat dodol 2 0,90 16 Pembuat Kaporit 2 0,90 17 Pembuat Tahu 2 0,90 18 Pencari Keong 2 0,90 19 Penggali Pasir 2 0,90 20 Penjahit 10 4,52 21 Penjual Jamu 2 0,90 22 Penjual Pakaian 16 7,24 23 Penjual Sayuran 4 1,81 24 Penjual Sepatu 2 0,90 25 Ponsel 2 0,90 26 Salon 2 0,90 27 Supir 1 0,45 28 Tenda 1 0,45 29 Ternak kambing 5 2,26

Jumlah 221 100,00 Sumber: Data Primer 2009

Tabel 5.8

Page 76: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxxvi

Alat Transportasi Yang Umum Digunakan Responden Menuju Kantor

Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat

No Kategori Frekuensi

(F)

Persentase

(%)

1 Berjalan kaki atau bersepeda 98 44,34

2 Dengan angkutan umum / sepeda motor 56 25,34

3 Boat / perahu dilanjutkan dengan kombinasi dari

kategori sebelumnya di atas 67 30,32

Jumlah 221 100,00

Sumber: Data Primer 2009

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa 98 orang responden (44,34%) umumnya

datang ke kantor Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat dengan berjalan kaki

atau bersepeda, 56 orang responden (25,34%) umumnya datang dengan angkutan

umum atau bersepeda motor dan 67 orang responden (30,32%) umumnya datang

menggunakan boat/ perahu kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki atau

angkutan umum.

Hal ini menunjukkan alat transportasi yang umumnya digunakan untuk

menuju kantor Swamitra Mina yang dibutuhkan setiap responden berbeda-beda

menurut jaraknya. Responden yang paling jauh datang ke Kantor Swamitra

umumnya dengan boat/ perahu.

Tabel 5.9

Page 77: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxxvii

Pengetahuan Responden Mengenai Partisipasinya dalam Pelaksanaan

Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

di Kecamatan Tanjung Pura

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Tahu 33 14,93

2 Tidak Tahu 188 85,07

Jumlah 221 100,00

Sumber: Data Primer 2009

Data pada Tabel 5.9 menunjukkan bahwa hanya 33 orang responden

(14,93%) yang mengetahui bahwa di Kecamatan Tanjung Pura sedang

dilaksanakan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Selebihnya

sekitar 188 orang responden (85,07%) menyatakan tidak mengetahui bahwa di

daerah ini sedang dilaksanakan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Pesisir.

Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pelaksanaan program ini

tentunya akan berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan pelaksanaan program

ini. Karena keterlibatan masyarakat secara langsung akan memperkuat kekuasaan

masyarakat, khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan.

Tapi pihak koperasi mempunyai alasan tersendiri untuk tidak

memberitahukan tentang program ini kepada masyarakat umum, karena koperasi

sendiri mempunyai pengalaman yang buruk pada saat awal-awal program ini

berjalan ketika dihadapkan dengan para peminjam-peminjam yang macet. Karena

sebagian besar kredit macet yang terjadi karena si peminjam mengetahui bahwa

program ini adalah bantuan pemerintah sehingga terjadi banyak kerugian yang di

alami oleh koperasi. Akan tetapi kepada masyarakat pesisir informasi tentang ini

diberitahukan sesuai dengan tujuan Program PEMP.

Page 78: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxxviii

Tabel 5.10

Sumber Informasi Responden Mengenai Program Pemberdayaan Ekonomi

Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura

No Kategori Frekuensi (F) Persentase %

1 Pengurus Koperasi 15 45,45

2 Anggota Koperasi 18 54,55

Jumlah 33 100,00

Sumber: Data Primer 2009

Berdasarkan data pada Tabel 5.10, dari 33 responden yang mengetahui

bahwa Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir ini sedang

dilaksanakan sebanyak 15 orang responden (45,45%) mengetahui informasi ini

dari pengurus koperasi dan sebanyak 18 orang responden (54,55%) mengetahui

hal ini dari anggota koperasi.

Data di atas menunjukkan yang banyak berperan aktif dalam

penyampaian informasi mengenai program ini adalah para pengurus dan anggota

koperasi. Hal diperkuat dengan sebuah wawancara dengan Bapak Amir Chan

selaku Ketua koperasi Nelayan Langkat, sebagai berikut:

“Biasanya yang menyampaikan informasi mengenai PEMP ini adalah para pengurus dan anggota Koperasi Nelayan Langkat, karena mereka lebih tahu tentang program ini”.

Tabel 5.11

Pendapat Responden Mengenai Pihak Yang Paling Berhak Mendapatkan

Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

Page 79: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxxix

1 Anggota Koperasi 33 14,93

2 Masyarakat Pesisir 69 31,22

3 Masyarakat Umum 119 53,85

Jumlah 221 100,00

Sumber: Data Primer 2009

Dari data pada Tabel 5.11 secara mayoritas menunjukkan bahwa 119

orang responden (53,85%) berpendapat program ini paling berhak kepada

masyarakat umum, 69 responden (31,22%) berpendapat paling berhak kepada

masyarakat pesisir dan 33 (14,93%) orang responden berpendapat program ini

paling berhak kepada anggota koperasi.

Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir ini menurut

pedoman umum Program PEMP yang paling berhak mendapatkannya sebenarnya

adalah masyarakat pesisir yang menjadi anggota koperasi. Karena diharapkan

kepada masyarakat pesisir ini mereka dapat memberdayakan kemampuannya

dalam mengelola simpan pinjam dan berkarya melalui koperasi sehingga sesuai

dengan visi misi koperasi yaitu dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya

secara khusus dan masyarakat pesisir secara umum. Sehingga anggota koperasi

dan koperasinya sendiri ikut maju.

Menurut penulis hal ini terjadi dikarenakan minimnya informasi yang

diberikan oleh Koperasi Nelayan Langkat kepada masyarakat di Kecamatan

Tanjung Pura.

Tabel 5.12

Status Responden di Koperasi Nelayan Langkat

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Anggota 33 14,93

2 Bukan Anggota 188 85,07

Page 80: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxxx

Jumlah 221 100,00

Sumber: Data Primer 2009

Data pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa sebanyak 188 responden

(85,07%) bukan anggota Koperasi Nelayan Langkat dan sebanyak 33 orang

responden (14,93%) merupakan anggota dari Koperasi Nelayan Langkat.

Bila melihat data pada Tabel 5.11 maka dapat digambarkan bahwa

sebagian besar responden yang mendapatkan pinjaman dari Koperasi Nelayan

Langkat bukanlah anggota koperasi.

Keadaan ini terjadi karena Koperasi Nelayan Langkat bersifat tertutup

terhadap perekrutan anggota koperasi yang baru. Sewaktu penulis melakukan

penelitian di Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat, sama sekali tidak di

temukan brosur atau formulir permohonan untuk menjadi anggota koperasi yang

dapat dengan mudah di akses oleh siapapun.

Tabel 5.13

Status Keanggotaan Responden di Koperasi Nelayan Langkat

No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 7 - 12 bulan 10 30,30

2 > 12 bulan 23 69,70

Page 81: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxxxi

Jumlah 33 100,00

Sumber: Data Primer 2009

Menurut data pada Tabel 5.13 di atas, 10 orang responden (30,30%)

telah menjadi anggota Koperasi Nelayan Langkat selama 7 - 12 bulan dan 23

orang responden (69,70%) telah menjadi anggota Koperasi Nelayan Langkat

selama lebih dari 12 bulan.

Tabel 5.14

Ketepatan Sasaran Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

Menurut Responden

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Tepat Sasaran 188 85,07

2 Tidak Tepat Sasaran 33 14,93

Jumlah 221 100,00

Sumber: Data Primer 2009

Dari data pada Tabel 5.14 menunjukkan bahwa 188 responden (85,07%)

menyatakan bahwa Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir yang

dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Pura ini sudah tepat sasaran. Sedangkan 33

responden lainnya (14,93%) menyatakan bahwa program ini tidak tepat sasaran.

Responden yang menyatakan sudah tepat sasaran banyak beralasan karena

dengan adanya Program PEMP ini mereka sangat terbantu dalam kebutuhan

permodalan untuk usaha mereka. Sedangkan responden yang menyatakan tidak

tepat sasaran beralasan karena seharusnya yang berhak mendapatkan bantuan dari

Program PEMP ini adalah mereka yang sudah menjadi anggota koperasi, karena

masyarakat pesisir diharapkan tidak hanya menjadi peminjam tetapi juga berperan

aktif dalam setiap kegiatan koperasi. Seperti yang disampaikan oleh Bapak

Page 82: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxxxii

Irhamuddin selaku Manager Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat sebagai

berikut:

“Sangat dianjurkan kepada para para peminjam untuk menjadi anggota koperasi, karena tujuan utama PEMP ini adalah untuk meningkatkan kekuatan kelembagaan koperasi itu sendiri melalui peran serta para anggotanya, Tapi yang terjadi di sini sepertinya pihak koperasi tidak banyak bertindak untuk melakukan oerekrutan anggota baru. Mungkin mereka punya alasan sendiri”

Tabel 5.15

Persyaratan Yang Diperlukan Responden Dalam Mendapatkan Bantuan

Pinjaman dari Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Ada 221 100

Jumlah 221 100

Sumber ; Data Primer 2009

Data pada Tabel 5.15 menunjukkan bahwa semua responden sebanyak

221 orang (100%) menyatakan bahwa mutlak diperlukan persyaratan untuk

mendapatkan bantuan pinjaman dari Program Pemberdayaan Ekonomi

Masyarakat Pesisir.

Responden menyatakan syarat-syarat yang bervariasi tapi umumnya

seperti; membuka rekening tabungan di Swamitra Mina Koperasi Nelayan

Langkat, mengajukan surat permohonan kredit, fotokopi KTP, fotokopi kartu

keluarga, rekening listrik terakhir dan jaminan.

Jaminan ini diperlukan apabila ada permohonan pengajuan kredit yang

nilainya lebih dari Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah). Hal ini dimaksudkan untuk

meminimalisir resiko kredit macet yang akan dihadapi oleh Swamitra Mina.

Seperti yang disampaikan seorang responden kepada penulis,

Page 83: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxxxiii

“Ya iyalah, kalau mau minjam di sini ya banyak syaratnya. Tapi kalau di bawah dua juta biasanya gak perlu jaminan. Orang saya aja sudah delapan kali minjam di sini. Tapi ya dua juta ajalah paling banyak. Habis saya gak punya jaminannya.” (Sri Hartati, 31)

Tabel 5.16

Pengetahuan Responden Mengenai Prioritas Penerima Bantuan Pinjaman

dari Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Ada 216 97,74

2 Tidak Ada 5 2,26

Jumlah 221 100,00

Sumber: Data Primer 2009 Dari data pada Tabel 5.16, menunjukkan bahwa 216 orang responden

(97,74%) menyatakan adanya prioritas pinjaman dari Program Pemberdayaan

Ekonomi Masyarakat Pesisir ini dan lima orang responden (2,26%) menyatakan

tidak ada prioritas penerima pinjaman.

216 Responden yang menjawab “ada” beralasan karena terjadi perbedaan

dalam waktu proses pinjaman mereka, ada yang merasa temannya lebih cepat dan

ada yang merasa lambat. Sedangkan 5 orang responden yang menjawab “tidak

ada” karena mereka tidak tahu.

Menurut Pedoman Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

secara umum program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat pesisir melalui penguatan kelembagaan dalam hal ini koperasi sebagai

wadah penggalangan partisipasi masyarakat dan mempunyai sasaran akhir yaitu

masyarakat pesisir dengan usaha skala mikro yang berorientasi pada sektor usaha

perikanan dan kelautan. Maka yang menjadi prioritas dalam program ini adalah

Page 84: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxxxiv

masyarakat pesisir Kecamatan Tanjung Pura yang menjadi anggota Koperasi

Nelayan Langkat. Untuk lebih lengkapnya mengenai responden yang menjawab

ada dapat dilihat pada Tabel 5.16.

Tabel 5.17

Pendapat Responden Mengenai Prioritas Penerima Bantuan Pinjaman dari

Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Anggota Koperasi 33 15,28

2 Calon Anggota Koperasi 10 4,63

3 Masyarakat Pesisir 173 80,09

Jumlah 216 100,00

Sumber: Data Primer 2009

Berdasarkan data pada Tabel 5.17, ada sebanyak 173 orang responden

(80,09%) berpendapat masyarakat pesisir mempunyai prioritas yang lebih tinggi

dalam penerimaan bantuan program ini, kemudian 33 orang responden (15,28%)

berpendapat bahwa anggota koperasi merupakan prioritas penerima bantuan

pinjaman dan 10 orang responden (4,63%) berpendapat calon anggota koperasi

yang menjadi prioritas dalam mendapatkan bantuan pinjaman.

Dari 33 orang responden yang berpendapat bahwa anggota koperasi

merupakan prioritas pemberian bantuan pinjaman dari program PEMP ini mereka

semuanya adalah anggota Koperasi Nelayan Langkat. Umumnya pendapat mereka

diikuti dengan pernyataan karena mereka adalah masyarakat pesisir dan

merupakan anggota Koperasi Nelayan Langkat. Sementara 173 orang responden

yang berpendapat bahwa masyarakat pesisir adalah prioritas dalam program

PEMP ini dikarenakan judul program yang diadakan oleh pemerintah ini yaitu

Page 85: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxxxv

Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Hal ini disampaikan dalam

suatu wawancara dengan responden.

“Ya jelas untuk masyarakat pesisirlah.. Judulnya aja sudah jelas-jelas menyebutkan masyarakat pesisir.”(Rusmala, 49).

Tabel 5.18

Pendapat Responden Mengenai Diskriminasi dalam Mendapatkan Bantuan

Pinjaman

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Tidak ada 221 100

Jumlah 221 100

Sumber: Data Primer 2009 Data pada Tabel 5.18 menunjukkan bahwa 221 orang responden (100%)

menyatakan tidak mengalami diskriminasi dalam mengajukan ataupun dalam

mendapatkan pinjaman.

Sebagaimana wawancara penulis dengan responden,

“Bapak gak pernah dibedain sama mereka walaupun mata Bapak buta sebelah. Yang ada malah kita sering bercanda. Kami ini udah kayak keluarg, habisnya selama 3 tahun ini saya selalu rutin datang ke sini sama teman-teman saya” (Abdul Karim, 53)

Tabel 5.19

Jumlah Pinjaman Yang Diajukan Responden

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 500.000 - 1.000.000 58 26,24

2 > 1.000.000 - 1.500.000 19 8,60

3 > 1.500.000 - 2.000.000 130 58,82

4 > 2.500.000 - 3.000.000 2 0,90

5 > 3.000.000 - 4.000.000 3 1,36

6 > 4.000.000 - 5.000.000 4 1,82

7 > 5.000.000 - 10.000.000 3 1,36

Page 86: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxxxvi

8 > 10.000.000 2 0,90

Jumlah 221 100,00

Sumber: Data Primer 2009

Data pada Tabel 5.20 menunjukkan bahwa ada sebanyak 58 orang

responden (26,24%) yang mengajukan pinjaman di antara Rp. 500.000 - Rp.

1.000.000, sebanyak 19 orang responden (8,60%) mengajukan pinjaman di antara

> Rp. 1.000.000 - Rp. 1.500.000, sebanyak 130 orang responden (58,82%)

mengajukan pinjaman > Rp. 1.500.000 - Rp. 2.000.000, sebanyak 2 orang

responden (0,90%) mengajukan pinjaman > Rp. 2.500.000 - Rp. 3.000.000, 3

orang responden (1,36%) mengajukan pinjaman >Rp. 3.000.000 - Rp. 4.000.000,

4 orang responden (1,81%) mengajukan pinjaman > Rp. 4.000.000 - Rp.

5.000.000, 3 orang responden (1,36%) mengajukan pinjaman > Rp.5.000.000 -

Rp. 10.000.000 dan 2 orang responden (0,90%) mengajukan pinjaman > Rp.

10.000.000.

Data ini juga menunjukkan bahwa seluruh responden berjumlah 221 orang

(100%) telah melakukan pengajuan pinjaman kepada Swamitra Mina Koperasi

Nelayan Langkat. Jumlah pengajuannya bervariasi,selengkapnya dapat dilihat

pada Tabel.

Pinjaman Rp. 1.500.000 - Rp. 2.000.000 menjadi mayoritas di Swamitra

Mina Koperasi Nelayan Langkat. Hal ini dikarenakan batas maksimum pinjaman

tanpa jaminan di Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat. Hal ini dinyatakan

oleh seorang responden ketika penulis menyanyakan kenapa dia tidak mengajukan

pinjaman lebih dari Rp. 2.000.000 (Dua Juta Rupiah).

“Saya sanggupnya cuma sampai di dua juta aja. Kepingin sih lebih dari dua juta, biar lebih banyak modal yang bisa diputar.

Page 87: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxxxvii

Tapi apa daya…. Saya tidak punya agunan. Jadi cukup dua juta ajalah” (Sri Hartati, 31)

Tabel 5.20

Jumlah Pinjaman Responden Yang Disetujui Swamitra Mina

No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Rp. 500.000 - 1.000.000 57 25,79

2 Rp. 1.500.000 - 2.000.000 149 67,44

3 Rp. 5.000.000 - 6.000.000 10 4,52

4 Rp. 9.000.000 - 10.000.000 3 1,35

5 > Rp. 10.000.000 2 0,90

Jumlah 221 100,00

Sumber : Data Primer 2009

Data pada Tabel 5.21 menunjukkan 57 orang responden (25,79%)

mendapat pinjaman Rp.500.00 - Rp. 1.000.000, 149 orang responden (67,42%)

mendapat pinjaman Rp. 1.500.000 - Rp. 2.000.000, 10 orang responden (4,52%)

mendapatkan pinjaman Rp. 5.000.000 - Rp. 6.000.000, 3 orang responden

(1,35%) mendapatkan pinjaman Rp. 9.000.000 - Rp. 10.000.000 dan 2 orang

responden (0,90%) mendapatkan pinjaman di atas Rp. 10.000.000.

Terjadi perbedaan antara pinjaman yang di ajukan oleh responden dan

pinjaman yang diterima oleh responden. Hal-hal yang menjadi sebabnya selain

karena kurang kuatnya jaminan untuk pinjaman di atas Rp. 2.000.000 juga karena

analisa yang di buat oleh pembina kredit atas pengajuan pinjaman yang masuk

untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kredit macet.

Hal yang menarik, ada dua orang responden yang mendapatkan pinjaman

di atas Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Mereka yang mendapatkan

pinjaman ini berusaha di bidang pembeli botot (barang-barang bekas) dan pembeli

asam potong. Alasan Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat untuk menyetujui

Page 88: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxxxviii

pinjaman ini karena mereka menilai performance usaha dan jaminan yang

diberikan layak untuk dibiayai.

Tabel 5.21

Jumlah Uang Yang Diterima

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Sama dengan kwitansi 221 100

Jumlah 221 100

Sumber: Data Primer 2009

Data pada Tabel 5.22 menunjukkan bahwa 221 orang responden (100%)

menyatakan uang yang diterimanya sama dengan yang tertera dan yang

ditandatangani di kwitansi.

Dalam hal ini, jumlah pinjaman yang disetujui dengan uang yang

diberikan dan ditandatangani di kwitansi tidak sama jumlahnya karena biaya-

biaya yang timbul akibat perjanjian kredit dibebankan kepada peminjam. Untuk

memudahkan prosedur, maka biaya-biaya yang timbul dipotong di muka.

Tabel 5.22

Biaya - Biaya yang Dipungut

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Ada biaya-biaya 221 100

Jumlah 221 100

Sumber: Data Primer 2009

Data pada Tabel 5.23 menunjukkan bahwa 221 orang responden (100%)

menyatakan ada dikenakan biaya - biaya dalam proses pencairan pinjaman

mereka.

Page 89: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

lxxxix

Adapun biaya - biaya yang dikutip seperti; biaya provisi sebesar 2% dari

jumlah pinjaman yang disetujui, biaya materai, biaya asuransi dan pembukaan

rekening tabungan bagi nasabah yang baru. Biaya provisi yang sudah menjadi

ketentuan dalam pedoman swamitra sebagai pemasukan, sedangkan biaya lainnya

seperti biaya materai dan asuransi merupakan inisiatif dari Swamitra Mina

Koperasi Nelayan Langkat untuk memudahkan urusan dan mencegah hal-hal yang

tidak diinginkan. Sehingga, apabila peminjam meninggal dunia pinjaman

langsung ditutupi oleh asuransi sehingga tidak membebani keluarga ahli waris.

Tabel 5.23

Kesepakatan atas Biaya - Biaya yang Dipungut

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Sudah disepakati 89 40,27

2 Terpaksa disepakati 132 59,73

Jumlah 221 100,00

Sumber: Data Primer 2009

Data pada Tabel 5.24 menunjukkan bahwa 89 orang responden (40,27%)

sudah menyepakati biaya - biaya yang timbul, 132 orang responden (59,73%)

menyatakan terpaksa menyepakati biaya - biaya yang timbul.

Responden yang menyatakan terpaksa menyepakati pada umumnya

disebabkan karena mereka tidak punya pilihan lain lagi, karena mereka benar -

benar membutuhkan dana tersebut. Biaya yang dirasakan paling memberatkan

oleh para responden adalah biaya asuransi. Demikian hal ini disampaikan dalam

suatu wawancara penulis dengan responden berhubungan dengan hal asuransi,

Page 90: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xc

“Mau macam mana lagi, terpaksalah saya ikut asuransi.Karena saya harus membeli bahan. Padahal saya belum tentu mati kalau saya tidak mati beruntunglah asuransinya” (Uli, 49)

Tabel 5.24

Pinjaman Yang Disetujui Oleh Koperasi

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Pinjaman Pertama 59 26,70

2 Pinjaman ke 2 - 3 83 37,56

3 Pinjaman ke 4 - 5 47 21,27

4 Pinjaman ke 6 - 7 26 11,76

5 Pinjaman ke 8 - 9 6 2,71

Jumlah 221 100,00

Sumber: Data Primer 2009

Data pada Tabel 5.25 menunjukkan bahwa 59 orang responden (26,70%)

pinjaman yang diberikan koperasi merupakan pinjaman yang pertama kali, 83

orang responden (37,56%) merupakan pinjaman ke 2 - 3, 47 orang responden

(21,27%) merupakan pinjaman ke 4 - 5, 26 orang responden (11,76%) merupakan

pinjaman ke 6 - 7 dan 6 orang responden (2,71%) merupakan pinjaman ke 8 - 9.

Page 91: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xci

Jika diperhatikan data pada Tabel 5.25 terjadi penurunan terhadap

pinjaman yang disetujui oleh koperasi di mulai dari pinjaman ke 4 - 5, sampai

pinjaman ke 8 - 9.

Berdasarkan keterangan pembina kredit di Swamitra Mina Koperasi

Nelayan Langkat yakni Ibu Hj. Imelda, penurunan pinjaman yang disetujui dapat

terjadi karena beberapa sebab yaitu :

1. Nasabah sudah mulai dapat berusaha mandiri, sehingga mereka tidak

perlu di biayai lagi.

2. Terjadinya kemacetan terhadap kredit pinjaman yang lama, dan.

3. Biasanya, semakin sering nasabah melakukan pinjaman di Swamitra

Mina maka ia menginginkan nilai plafond pinjamannya bertambah

terus, tetapi hal ini belum tentu dapat disetujui oleh koperasi karena

tergantung atas jenis usaha yang akan di biayai sehingga mereka

memutuskan untuk berhenti dan meminjam di tempat lain.

Tabel 5.25

Status Pinjaman Responden

No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Sudah lunas 32 14,48

2 Belum lunas 189 85,52

Jumlah 221 100,00

Sumber: Data Primer 2009

Page 92: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xcii

Data pada Tabel 5.26 menunjukkan bahwa 32 orang responden (14,48%)

sudah melunasi pinjaman mereka dan 189 orang responden (85,52%) pinjaman

mereka belum lunas.

Responden yang menyatakan pinjamannya sudah lunas kembali datang ke

Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat untuk mengajukan pinjaman yang

baru. Sedangkan responden yang belum lunas sedang menyicil pinjaman mereka.

Demikian keadaan responden yang ditemui penulis di kantor Swamitra Mina

Koperasi Nelayan Langkat.

Tabel 5.26

Waktu Yang Dibutuhkan Dalam Proses Pengurusan Pinjaman

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 < 7 hari 33 14,94

2 7 - 14 hari 146 66,06

3 15 - 21 hari 21 9,50

4 21 - 30 hari 21 9,50

Jumlah 221 100,00

Sumber: Data Primer 2009

Data pada Tabel 5.27 menunjukkan bahwa 33 orang responden (14,93%)

menyatakan proses pinjaman mereka berlangsung < 7 hari, 146 orang responden

(66,06%) menyatakan proses pinjaman mereka berlangsung diantara 7 - 14 hari,

21 orang responden (9,50%) menyatakan proses pinjaman mereka berlangsung

antara 15 - 21 hari dan 21 orang responden lainnya (9,50%) menyatakan proses

pinjaman mereka berlangsung di antara 21 - 30 hari.

Page 93: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xciii

Waktu yang dibutuhkan dalam proses pengajuan pinjaman ini dipengaruhi

oleh jarak tempuh yang diperlukan dari rumah responden menuju Kantor

Swamitra Mina dan juga karena keterbatasan tenaga, seperti yang dituturkan oleh

Bapak Rusli, seorang Credit Support yang tugasnya untuk melakukan survey

terhadap pinjaman.

“Kami yang melaksanakan survey terhadap permohonan kredit yang masuk jumlahnya hanya tiga orang saja. Jadi kalau alamat pemohon tersebut masih dapat ditempuh dengan sepeda motor maka proses pengurusan pinjaman akan lebih cepat. Tapi jika alamatnya harus ditempuh dengan jalan sungai maka pemohon harus menunggu sampai jadwal kami ke sana.”

Tabel 5.27

Kendala Dalam Proses Pengurusan Pinjaman

No. Katagori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Ada 154 69,68

2 Tidak 67 30,32

Jumlah 221 100,00

Sumber: Data Primer 2009

Data pada Tabel 5.28 menunjukkan bahwa 154 (orang responden

mempunyai kendala dalam proses pengurusan pinjaman dan 67 (30,32%) orang

responden menyatakan tidak menemukan kendala dalam proses pengurusan

pinjaman mereka.

Pada umumnya kendala - kendala yang dialami oleh responden dalam

pengurusan pinjaman mereka seperti ; kartu identitas (KTP/SIM) yang sudah tidak

berlaku lagi, tidak mempunyai agunan/jaminan untuk pinjaman yang lebih besar

jumlahnya dan jarak yang jauh dari rumah mereka menuju kantor Swamitra Mina.

Page 94: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xciv

Untuk mengantisipasi kendala - kendala yang dihadapi oleh nasabahnya

Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat memberi beberapa kemudahan yakni.

1. Untuk kartu identitas yang sudah lewat masa berlakunya, diberi

kemudahan cukup hanya dengan surat keterangan dari kepala desa

masing - masing ataupun resi.

2. Untuk mendapatkan pinjaman di atas Rp. 2.000.000 (dua juta rupiah)

tanpa agunan, dapat dilakukan dengan cara memulai pinjaman dari Rp.

500.000,- secara bertahap menurut aturan Swamitra Mina dan nasabah

setiap saat harus dapat di monitoring kegiatan usahanya untuk

menentukan kelayakan pembiayaan pinjaman berikutnya.

3. Untuk jarak tempuh nasabah yang cukup jauh, Swamitra Mina

Koperasi Nelayan Langkat telah menetapkan kolektor yang di tunjuk

oleh Koperasi agar bertugas di desa masing-masing, sehingga untuk

proses pengajuan pinjaman yang sudah ditandatangani ataupun untuk

pembayaran cicilan pinjaman dapat di lakukan melalui kolektor. Akan

tetapi tidak semua nasabah mau dikutip oleh kolektor karena ada

tambahan biaya Rp. 1.000,- (seribu rupiah) perhari jika cicilan mereka

di kutip oleh kolektor. Lebih baik datang langsung ke kantor. Seperti

halnya yang disampaikan responden dalam suatu wawancara,

“Daripada saya harus menambah cicilan saya seribu sehari, mendingan saya datang langsung ke kantor setiap satu atau dua minggu sekali, lagian saya berjualan disekitar sini juga kok….” (Abdul Karim, 38)

Pengembalian pinjaman dapat dilakukan dengan cara :

1. Menyetor langsung ke Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat.

Page 95: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xcv

2. Dikutip oleh kolektor dengan tambahan Rp. 1.000,- perhari.

Berdasarkan cara pengembalian pinjaman di atas, 154 orang responden

(69,68%) melakukan pengembalian pinjaman dengan cara menyetor langsung ke

Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat. Sedangkan 67 orang responden

(30,32%) menyatakan bahwa mereka melakukan pembayaran melalui kolektor

yang datang untuk mengutip angsuran pinjaman walaupun dengan tambahan

biaya Rp.1.000-,. Mereka merasa lebih nyaman jika di kutip oleh kolektor karena

tidak harus datang jauh-jauh ke Kantor Swamitra Mina Koperasi Nelayan

Langkat.

Tabel 5.28

Ketepatan Waktu Pengembalian Pinjaman

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Tepat Waktu 74 33,48

2 Tidak Tepat Waktu 147 66,52

Jumlah 221 100,00

Sumber: Data Primer 2009

Data pada Tabel 5.29 menunjukkan bahwa 74 orang responden

(33,48%) mengembalikan pinjaman dengan tepat waktu dan 147 orang responden

(66,52%) tidak mengembalikan pinjaman dengan tepat waktu.

Responden yang tidak mengembalikan pinjaman dengan tepat waktu

akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar 3% perbulan sesuai dengan

ketentuan yang telah disepakati sebelumnya.

Alasan responden yang tidak mengembalikan pinjaman dengan tepat

waktu cukup bervariasi tapi pada umumnya seperti berikut :

1. Menurunnya keuntungan.

2. Menurunnya penjualan dagangan.

Page 96: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xcvi

3. Modal yang menipis dan menurunnya perputaran uang.

Ketiga alasan yang dikemukakan oleh responden yang tidak dapat

mengembalikan pinjamannya dengan tepat waktu, hal ini terkait karena terjadinya

karena krisis ekonomi melanda dunia yang membuat turunnya daya beli

masyarakat, sehingga berpengaruh kepada penurunan penjualan dagangan,

keuntungan yang semakin menurun sehingga modal semakin menipis karena

lambatnya perputaran uang.

Tabel 5.29

Dasar Pengajuan Pinjaman

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Modal Usaha 221 100,00

Jumlah 221 100,00

Sumber: Data Primer 2009

Dari hasil kuesioner yang didapat, maka responden yang menyatakan

dasar pengajuan pinjaman sebagai modal adalah 221 orang responden (100%).

Responden lebih memilih untuk melakukan pinjaman atas dasar untuk

menambah modal usaha karena bunga yang ditawarkan lebih ringan dan

kemungkinan mendapatkan persetujuan pinjaman dari koperasi lebih besar,

walaupun sebenarnya tujuannya tergantung dengan apa yang diperlukan

responden. Seperti yang disampaikan oleh seorang responden dalam suatu

wawancara sebagai berikut :

“Kalau untuk modal usaha, selama yang saya tahu gampang cairnya, daripada untuk kebutuhan lain” (Adek, 24)

Tabel 5.30

Penggunaan Dana Pinjaman

Page 97: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xcvii

No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Membeli bahan/barang untuk usaha

non-perikanan

175

79,19

2 Membeli alat-alat perikanan 10 4,52

3 Menutupi hutang yang ada 36 16,29

Jumlah 221 100,00

Sumber: Data Primer 2009

Data pada Tabel 5.31 menunjukkan, 175 orang responden (79,19%)

menggunakan dana pinjaman yang didapat untuk membeli bahan / barang

keperluan usaha non-perikanan, 10 orang responden (4,52%) menggunakan dana

pinjaman yang didapat untuk membeli alat-alat perikanan, 35 orang responden

(15,84%) menggunakan pinjaman yang didapat untuk menutupi hutang yang ada

sebelumnya.

Menurut responden yang menggunakan pinjaman yang didapatkan untuk

membeli bahan/ barang keperluan usaha sudah tepat karena sampai saat ini

usahanya bertambah maju. Responden yang menggunakan pinjaman yang

didapatkan untuk membeli alat-alat perikanan (mesin, jaring ataupun keperluan

lain dalam usaha perikanan) menurut mereka sudah paling tepat karena mereka

sangat menginginkan barang tersebut tetapi tidak dapat membelinya secara

kontan, bila kredit melalui Swamitra Mina mereka merasa lebih ringan

dibandingkan dengan koperasi yang lain. Sedangkan bagi mereka yang

menggunakan dana pinjaman yang didapat untuk membayar hutang yang ada

sebelumnya, karena kurangnya biaya untuk melunasi pinjaman yang ada

sebelumnya. Sebagaimana disampaikan responden dalam sebuah wawancara

mengenai bagaimana dasar pengajuan pinjamannya berbeda penggunaan dana

pinjamannya, yaitu untuk membayar hutang yang ada sebagai berikut :

Page 98: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xcviii

“Saya mengaku salah karena berbohong, tetapi saya benar-benar memerlukan uang itu” (Dedek, 24)”

Hal ini menunjukkan masih lemahnya kontrol pinjaman yang dilakukan

Swamitra Mina, karena telah terjadi pergeseran realisasi penggunaan dana

pinjaman dengan dasar pengajuan pinjaman.

Tabel 5.31

Proses Pengajuan Pinjaman di Koperasi Nelayan Langkat

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Mudah 67 30,32

2 Biasa saja 154 69,68

Jumlah 221 100,00

Sumber: Data Primer 2009

Data pada Tabel 5.32 menunjukkan bahwa 67 responden (30,32%)

mengatakan proses pengajuan pinjaman di Koperasi Nelayan Langkat adalah

mudah, 154 responden (69,68%) mengatakan proses pengajuan pinjaman adalah

biasa saja dan tidak ada satupun responden yang menyatakan proses pengajuan

pinjaman berbelit - belit.

Alasan responden yang mengatakan mudah karena mereka telah diberi

kemudahan dalam proses pengajuan pinjaman baik dalam hal persyaratan maupun

keringanan bunga. Sedangkan responden yang menyatakan proses pengajuan

pinjaman biasa saja karena mereka tidak menemukan banyak perbedaan di

bandingkan dengan koperasi - koperasi maupun dengan bank - bank lainnya.

Dari 221 responden, 132 diantaranya (59,73%) mengatakan terdapat

syarat yang dianggap mereka cukup memberatkan, yaitu mereka harus mengikuti

program asuransi supaya apabila nasabah meninggal dunia, pinjaman tidak

dibebankan kepada keluarga ahli waris, melainkan langsung diselesaikan oleh

Page 99: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

xcix

asuransi. Tetapi menurut mereka ini merugikan, karena terjadi tambahan

potongan lagi untuk biaya asuransi ini.

Tabel 5.32

Cara Penyelesaian Pengembalian Pinjaman Bermasalah

No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Tegas sesuai aturan 132 59,73

2 Melalui negosiasi 89 40,27

Jumlah 221 100,00

Sumber: Data Primer 2009

Tabel 5.31 menunjukkan bahwa 132 orang responden (59,73%)

mengatakan bahwa pengembalian pinjaman yang bermasalah diselesaikan tegas

sesuai dengan aturan, 89 orang responden (40,27%) mengatakan bahwa

pengembalian pinjaman yang bermasalah dapat diselesaikan melalui negosiasi dan

tidak satu pun responden yang menyatakan sama sekali tidak ada penyelesaian

untuk pinjaman yang bermasalah.

Berdasarkan keterangan Manager Operasional Swamitra Mina Koperasi

Nelayan Langkat, Bapak Irhamuddin menyatakan bahwa penyelesaian pinjaman

yang mempunyai masalah Swamitra Mina mempunyai dua macam model

penyelesaian tergantung dengan situasi dan kondisi yang terjadi, yaitu:

1. Tegas sesuai aturan. Model ini dipakai kepada setiap nasabah yang

mempunyai masalah dalam pengembalian pinjamannya tetapi ingin

mengajukan pinjaman yang baru, maka ia harus membayar segala

denda/bunga keterlambatan sesuai dengan yang disepakati.

Page 100: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

c

2. Melakukan negosiasi (musyawarah). Metode ini digunakan untuk peminjam

yang tidak ingin mengajukan pinjaman lagi di Swamitra Mina Koperasi

Nelayan Langkat sehingga tercapai win - win solution. Contohnya sperti dapat

dilakukan penghapusan sebagian denda ataupun bunga, bahkan hanya pokok

pinjaman saja yang dikembalikan.

Dalam kenyataannya metode negosiasi ini juga dilakukan bagi peminjam

yang bermasalah dalam pengembalian pinjamannya, seperti yang di alami oleh 89

responden (40,27%) bahwa mereka dapat mengajukan pinjaman baru dengan

catatan bunga dan denda mereka langsung dipotong pada saat mereka menerima

uang.

Tabel 5.33

Pengetahuan Responden Mengenai Penempatan Tenaga Pendamping Desa

No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Ada 10 4,52

2 Tidak Ada 23 10,41

3 Tidak Tahu 188 85,07

Jumlah 221 100,00

Sumber: Data Primer 2009

Data pada Tabel 5.34 menunjukkan bahwa 10 orang responden (4,52%)

menyatakan mereka tahu ada Tenaga Pendamping Desa yang ditempatkan di

daerah mereka, 23 orang responden (10,41%) menyatakan tidak ada Tenaga

Pendamping Desa yang ditempatkan di daerah mereka dan sebanyak 188 orang

responden (85,07%) tidak mengetahui adanya Tenaga Pendamping Desa.

33 orang responden yang menyatakan ada maupun tidak ada Tenaga

Pendamping Desa yang ditempatkan di daerah mereka semuanya merupakan

anggota Koperasi Nelayan Langkat, sedangkan 188 responden yang menyatakan

Page 101: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

ci

tidak tahu merupakan nasabah biasa di Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat

dan tidak seorang pun responden yang pernah mendapatkan bantuan dari Tenaga

Pendamping Desa tersebut.

Hal ini dapat mengakibatkan bagi masyarakat pesisir yang membutuhkan

bantuan Tenaga Pendamping Desa menjadi terlantar dan membuat mereka

mendapatkan informasi yang tidak memadai mengenai usaha yang akan mereka

lakukan dalam segi teknisnya.

5.2 Analisa Data

Penulis mendapatkan bahwa Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Pesisir yang dilaksanakan Koperasi Nelayan Langkat melalui Unit Usaha

Swamitra Mina sudah berjalan dengan fasilitas yang memadai baik akan tetapi

masih banyak yang belum mengetahui bahwa Program Pemberdayaan Ekonomi

Masyarakat Pesisir sedang dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Pura hal ini dapat

di lihat pada Tabel 5.9. Hal ini disebabkan karena tidak terbukanya Koperasi

Nelayan Langkat mengenai pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi

masyarakat Pesisir yang sedang berjalan di Kecamatan Tanjung Pura.

Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pelaksanaan program ini

tentunya akan berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan pelaksanaan program

ini. Karena keterlibatan masyarakat secara langsung akan memperkuat kekuasaan

masyarakat, khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan. Akan

tetapi, pihak koperasi mempunyai alasan tersendiri untuk tidak memberitahukan

tentang program ini kepada masyarakat umum, karena koperasi sendiri

mempunyai pengalaman yang buruk pada saat awal-awal program ini berjalan

Page 102: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

cii

ketika dihadapkan dengan para peminjam-peminjam yang macet. Karena sebagian

besar kredit macet yang terjadi karena si peminjam mengetahui bahwa program

ini adalah bantuan pemerintah sehingga terjadi banyak kerugian yang di alami

oleh koperasi. Dalam hal ini, khusus kepada masyarakat pesisir informasi tentang

ini diberitahukan sesuai dengan tujuan dan sasaran akhir dari Program PEMP.

Yang paling berhak mendapatkan Program Pemberdayaan Ekonomi

masyarakat Pesisir ini menurut pedoman umum Program PEMP sebenarnya

adalah masyarakat pesisir yang menjadi anggota koperasi. Karena diharapkan

kepada masyarakat pesisir ini mereka dapat memberdayakan kemampuannya

dalam mengelola simpan pinjam dan berkarya melalui koperasi sehingga sesuai

dengan visi misi koperasi yaitu dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya

secara khusus dan masyarakat pesisir secara umum. Sehingga anggota koperasi

dan koperasinya sendiri ikut maju. Dalam kenyataannya, Koperasi Nelayan

Langkat terkesan tertutup atas perekrutan anggota-anggota koperasi yang baru.

Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.12 dimana lebih dari 85% responden bukanlah

anggota koperasi dan mereka tidak tahu tentang Program Pemberdayaan Ekonomi

Masyarakat Pesisir.

Menurut Pedoman Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

secara umum program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat pesisir melalui penguatan kelembagaan dalam hal ini koperasi sebagai

wadah penggalangan partisipasi masyarakat dan mempunyai sasaran akhir yaitu

masyarakat pesisir dengan usaha skala mikro yang berorientasi pada sektor usaha

perikanan dan kelautan. Maka yang menjadi prioritas dalam program ini adalah

Page 103: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

ciii

masyarakat pesisir Kecamatan Tanjung Pura yang menjadi anggota Koperasi

Nelayan Langkat.

Kegiatan yang dilaksanakan Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat

merupakan suatu sistem yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat

pesisir yang bergerak di usaha skala mikro yang berorientasi pada sektor kelautan

dan perikanan seperti kegiatan penangkapan, budidaya, perniagaan hasil

perikanan, pengolahan ikan, usaha jasa perikanan dan pengolaan wisata bahari

tanpa ada pembedaan suku, agama dan ras. Sesuai dengan hal ini, Swamitra Mina

Koperasi Nelayan Langkat telah melenceng dari sasaran akhir Program

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir secara umum hal ini dapat dilihat

pada Tabel 5.7, dimana sektor perikanan yang dibiayai oleh Swamitra Mina hanya

sebesar 40,72%.

Penggunaan dana pinjaman yang didapat dari Swamitra Mina Koperasi

Nelayan Langkat hanya sebagian kecil saja yang digunakan untuk membeli alat-

alat perikanan yakni hanya 4,52% hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.31.

Terjadi pergeseran antara dasar pengajuan pinjaman dengan realisasi

penggunaan dana yang didapatkan oleh 36 orang responden, hal ini dapat dilihat

pada Tabel 5.30 dengan 5.31. Seratus persen Dasar pengajuan pinjaman adalah

sebagai modal usaha tetapi telah disalahgunakan untuk membayar hutang-hutang

yang ada sebelumnya. Hal ini juga menunjukkan masih lemahnya kontrol

pinjaman yang dilakukan oleh Swamitra Mina karena masih adanya kebobolan

walaupun sudah dilakukan survey sebelumnya oleh Credit Support

Page 104: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

civ

Dari uraian sebelumnya, maka didapatlah jawaban dari perumusan

masalah “Bagaimana Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat?”

1. Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di

Kecamatan Tanjung Pura belum tepat sasaran.

2. Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di

Kecamatan Tanjung Pura belum tepat penggunaan dananya.

Berdasarkan dua hal di atas maka telah terjadi telah terjadi pergeseran antara

rancangan program yang ditetapkan dengan sasaran yang diinginkan.

Page 105: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

cv

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan data pada Bab V maka dapat ditarik beberapa

kesimpulan penelitian “Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi

Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat tahun 2009”

adalah sebagai berikut:

1. Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di

Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat sudah dilaksanakan oleh

Koperasi Nelayan Langkat melalui Unit Usaha Swamitra Mina. Walaupun

tidak terlalu semua usaha yang diberi bantuan bergerak di bidang sektor

perikanan dan kelautan, namun masyarakat pesisir di Kecamatan Tanjung

Pura sudah dapat mengakses permodalan dengan tingkat suku bunga yang

ringan dan dengan pinjaman yang transparan.

2. Adapun hal-hal yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan Program PEMP

di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat adalah:

- Terdapat pergeseran atas penggunaan dana pinjaman dengan dasar

pengajuan pinjaman yang dilakukan oleh responden. Misalnya, pada awal

mereka mengajukan pinjaman sebagai modal usaha akan tetapi realisasi

penggunaan pinjamannya untuk membayar hutang-hutang yang ada

sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwasanya fungsi kontrol ataupun

monitoring pinjaman masih lemah.

Page 106: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

cvi

- Tidak terdapat nelayan yang mendapatkan pinjaman dalam penelitian ini,

melainkan hanya toke/tengkulak yang membeli hasil dari tangkapan para

nelayan, sehingga sangat dikhawatirkan hubungan patron-client yang

kurang menguntungkan bagi nelayan akan terus berlangsung di Kecamatan

Tanjung Pura.

- Sebagian besar responden yang mendapatkan pinjaman bukanlah anggota

koperasi dimana seharusnya yang paling berhak mendapatkan bantuan

pinjaman dari Program PEMP adalah masyarakat pesisir yang menjadi

anggota koperasi, hal ini disebabkan minimnya informasi yang diberikan

oleh Koperasi Nelayan Langkat.

- Waktu yang dibutuhkan dalam proses pencairan pinjaman dipengaruhi

oleh jarak tempuh yang diperlukan dari rumah responden menuju Kantor

Swamitra Mina, yang terjadi akibat keterbatasan tenaga dan wilayah kerja

Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat yang luas.

- Banyak terjadi keterlambatan atas pengembalian dana pinjaman yang

didapatkan oleh responden yang disebabkan oleh:

1. Menurunnya keuntungan.

2. Menurunnya penjualan dagangan.

3. Modal yang menipis dan menurunnya perputaran uang.

- Tidak satupun responden (bukan anggota koperasi) yang mengetahui

adanya Tenaga Pendamping Desa (TPD) yang ditempatkan di daerah

mereka dan mereka tidak pernah mendapatkan bantuan apapun dari TPD

sehingga TPD yang disediakan Program PEMP untuk membantu

Page 107: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

cvii

masyarakat pesisir menjadi tidak efektif, juga karena minimnya informasi

yang diberikan oleh koperasi.

6.2 Saran

Berdasarkan hambatan-hambatan yang terjadi pada Pelaksanaan Program

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura

Kabupaten Langkat, maka penulis dapat mengajukan beberapa saran yaitu:

1. Untuk mengatasi perubahan atas penggunaan dana pinjaman dengan

dasar pengajuan pinjaman yang terjadi dapat dilakukan dengan

memperketat survey/ analisis kebutuhan dana dan tujuan penggunaan

dana pinjaman.

2. Bergerak lebih aktif dalam mensosialisasikan Program PEMP agar

langsung dirasakan oleh para nelayan.

3. Mengadakan perekrutan anggota koperasi baru dari para nasabah/

peminjam, agar sasaran Program PEMP di Kecamatan Tanjung Pura

menjadi lebih tepat.

4. Mempersempit ruang kerja Swamitra Mina atau menambah tenaga

kerja. Sehingga dapat mempercepat proses pengurusan pinjaman yang

memerlukan survey/ analisa.

5. Bersikap terbuka dan memberikan informasi mengenai ketersediaan

Tenaga Pendamping Desa (TPD) kepada anggota/ calon anggota

koperasi.

Page 108: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

cviii

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini. 1992. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta. Bina Aksara. Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat. 2007. Kecamatan Tanjung Pura dalam

Angka 2007. Stabat. Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat. Bintoro, Tjokroamidjojo. 1986 Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta.

LP3ES. Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, 2005. Pedoman Umum

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Jakarta. Dirjen Kelautan. Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, 2006. Pedoman Umum

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Jakarta. Dirjen Kelautan. Dunn, William. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta. Gadjah

Mada University Press. Jhingan, M.L. 1999. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta. Rajawali

Press. Kartohadikoesoemo, Soetardjo. 1984. Desa. Jakarta. Balai Pustaka. Kusumastanto, Tridoyo. 2002. Reposisi “Ocean Policy” Dalam Pembangunan

Ekonomi Indonesia di Era Otonomi Dareah. Bandung. IPB Press. Marbun, Leonardo dkk. 2002. Masyarakat Pinggiran Yang Kian Terlupakan.

Jakarta. Konphalindo. Nawawi, Hadari. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta. Gajah

Mada University Press. Nurdin, Fadhil. 1989. Pengantar Studi Kesejahteraan Sosial. Bandung. Angkasa. Samin Siregar, Prof. H. Ahmad. 2003. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi.

Medan. USU Press. Satria, Arif. dkk. 2002. Menuju Desentralisasi Kelautan. Jakarta. Cidesindo. Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survey. Yogyakarta. LP3ES. Sugiyono. 2006, Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Alfabeta . Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung.

PT. Refika Aditama.

Page 109: implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

cix

Tangkilisan, Hessel Nogi. 2005. Manajemen Publik. Jakarta. Grasindo Wahab, Solichin Abdul. 1990. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke

Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta. Bumi Aksara. Waluyo. 2007. Manajemen publik: konsep, aplikasi, dan implementasinya dalam

pelaksanaan otonomi daerah. Bandung. Mandar Maju. ___________. 2002. Laporan Akhir Pemetaan Sumberdaya Pesisir dan Kelautan

Kabupaten Langkat. Medan. Lembaga Studi dan Kajian Geographika.