106
LAPORAN EVALUASI PROGRAM KEGIATAN BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 2004 KERJASAMA BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PROPINSI JAWA TIMUR DENGAN LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

Bab Vi Pemberdayaan Pesisir

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PEMBERDAYAAN PESISIR

Citation preview

PROPOSAL KEGIATAN

7372

LAPORANEVALUASI PROGRAM KEGIATAN BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 2004

KERJASAMA

BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

PROPINSI JAWA TIMUR

DENGAN

LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

TAHUN 2004

BAB VIARAHAN DAN REKOMENDASI PROGRAM

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIRUNTUK MENANGGULANGI KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN

I. Latar Belakang

Sebagaimana diketahui menjelang tutup tahun 1998 hingga sekarang, terlihat semakin marak berlangsungnya aksi-aksi massa dengan segala eksesnya yang menghendaki dilakukannya REFORMASI TOTAL terutama terhadap tatanan kehidupan politik ketatanegaraan dan perbaikan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Jika keadaan seperti itu berlangsung terus-menerus tanpa terkendali, dikhawatirkan akan timbul keadaan anarkhi yang berkelanjutan, dimana hukum dan aparat penegak hukum tidak berdaya, yang last but not least tidaklah mustahil dapat terjadi disintegrasi bangsa.

Sementara orang menilai bahwa aksi-aksi massa yang marak dewasa ini disinyalir telah menyimpang dari tujuan aselinya, karena mungkin telah disusupi dan diboncengi oleh pihak ke tiga yang mempunyai kepentingan tertentu yang tidak mustahil menjadikan kondisi sosial-masyarakat tersebut sebagai kendaraan politik dalam merebut target-target tertentu. Timbulnya banyak ekses yang disinyalir itu seperti : perusakan terhadap fasilitas umum, penjarahan, penggangguan keamanan dan ketenteraman umum dsb. yang dengan gencar disiarkan dan ditayangkan oleh media massa, haruslah diakui sangat berpotensi menimbulkan krisis kepercayaan kepada pemerintah, bangsa dan negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kata Reformasi berasal dari perkataan Latin Re (=kembali) dan formare (= membentuk ), dan kemudian timbulah kata turunannya: reformisme dan reformasi. Dalam hubungan ini kata Reformasi lazim diartikan sebagai pembaruan yang memperbaiki tatanan kehidupan sosial-politik dan sosial-ekonomi yang dianggap tidak relevan dengan tuntutan zaman. Beberapa teladan pada zaman Orde Baru dahulu a.l. adalah:

a. Sentralisasi kekuasaan pada Presiden dipandang sebagai hal yang semestinya (wajar), sebaliknya pada Orde Reformasi sekarang centralisasi kekuasaan yang demikian itu harus diakhiri dan diubah menjadi tatanan kehidupan ketatanegaraan yang lebih demokratis.

b.Perilaku pengkramatan UUD-1945 adalah merupakan sikap bijak, sebaliknya pada era Refonnasi sekarang berkembang pemahaman bahwa UUD 1945 itu perlu diperbaiki dan disempurnakan, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian dengan kebutuhan kehidupan sosial-ekonomi dan sosial-politik masyarakat.

c.Dahulu kala, ketentuan hukum kadang-kala harus mengalah kepada kebijaksanaan pemegang kekuasaan, maka pada Era Reformasi dikehendaki untuk menjaIankan dan menegakkan hukum dan keadilan sebagai seharusnya tanpa pandang bulu, karena dalam Negara Hukum tiada seorangpun yang berada di atas hukum.

Untuk mencegah terjadinya anarchisme yang dapat mengarah kepada disintegrasi bangsa, maka perlu diambil langkah-langkah komprehensif sebagai berikut :

1. Menegakkan tertib hukum secara tegas dan konsisten, yang meliputi mengambil tindakan represif secara tegas terhadap perilaku yang bersifat kriminal, seperti perbuatan-perbuatan : penjarahan, pengrusakan, teror, penodongan, perampokan, penculikan dll., tanpa rasa takut atau ragu-ragu dituduh melanggar hak-hak asasi manusia.

2. Menjaga dan melestarikan Lembaga-lembaga Sosio-tradisional yang telah mengakar dan masih hidup bertahan di tengah kehidupan masyarakat. Upaya-upaya penguatan kelembagaan seperti ini harus dilakukan secara kontekstual dan sesuai dengan situasi dan kondisi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat yang semakin berkembang.

3.Penataan dan pembenahan sistem perekonomian nasional dan keuangan negara, seperti: perbaikan dunia perbankan, peningkatan perdagangan ekspor, perbaikan produksi dan distribusi sembako dan jaminan harga-harga kebutuhan pokok yangterjangkau oleh masyarakat.

4. Adanya perhatian khusus terhadap upaya pemberdayaan masyarakat secara terus-menerus untuk menanggulangi pengangguran dan kemiskinan masyarakyat.

II. KONSEP PEMBERDAYAAN2.1.Pemberdayaan Masyarakat dalam Menanggulangi Pengangguran dan Kemiskinan

Pengangguran dan kemiskinan bersumber pada lemahnya potensi manusia dan kurangnya dukungan lingkungan dalam memanfaatkan potensi alam dan sumberdaya yang tersedia. Untuk memecahkan masalah tersebut ditempuh melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat (A. Soedijar, 2003).

Lemahnya informasi IPTEK, kurangnya ketrampilan dan pengalaman praktikal, merupakan factor-faktor yang mempengaruhi lemahnya potensi sumberdaya manusia dalam mengelola sumberdaya alam dan lingkungan sosialnya. Kondisi sosial-budaya masyarakat tidak selamanya mendukung peningkatan potensi warganya, adakalanya malah menghambat kemajuan masyarakat itu sendiri. Di lain pihak keberadaan manusia,alam dan lingkungan sosial merupakan potensi yang sangat bermanfaat bagi perkembangan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya.

Dalam penanggulangan pengangguran dan kemiskinan dengan jalan pemberian bantuan kebutuhan hidup seketika, bukanlah upaya memecahkan masalah, namun hanya merupakan bantuan sementara. Upaya itu perlu diikuti dan dilengkapi oleh bantuan yang bersifat pemberdayaan segenap potensi masyarakat. Kelengkapan penunjang yang diperlukan dalam upaya pemberdayaan masyarakat meliputi sumberdana, IPTEK, tenaga, sarana dan prasarana, yang kesemuanya itu dapat digali dan diperoleh dari Pemerintah, Lembaga Non Pemerintah, dan Masyarakat. Pemberdayaan memerlukan sentuhan teknologi karena padahakekatnya pemberdayaan masyarakatadalah perubahan sosial untuk memanfaatkan sumberdaya alam dalam rangka meningkatkan kesejahtyeraan sesuai dengan suasana sosial budayadan sosial ekonomi yang ada.

Tujuan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan pengangguran dan kemiskinan pada hakekatnya adalah penciptaan dan pengembangan lapangan kerja. Oleh karena itu kegiatan yang menjadi sasaran adalah sektor yang banyak menampung lapangan kerja, yaitu sektor informal, industri rumah tangga dan sektor perikanan.

Pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan pendekatan pekerjaan social, pada dasarnya mendorong kelompok masyarakat bermasalah sosial dengan memanfaatkan segenap potensi yang ada pada masyarakat itu sendiri, serta melibatkan sumber di luar masyarakat tersebut agar mereka dapat mandiri mengatasi masalahnya.

Pemberdayaan dilaksanakan melalui usaha sosial ekonomi produktif (USEP) atau UUEP (Unit Usaha Ekonomi Produktif) dengan pendekatan pekerjaan sosial yaitu memberikan ketrampilan dan bimbingan serta bantuan stimulus sebagai modal awal usaha . Kegiatan dilaksanakan secara kelompok (Kelompok). Usaha produktif (USEP dan UUEP ) yang berorientasi kegiatan ekonomi produktif, bercirikan koperasi yang berorientasi kepada pengembangan potensi dan sumberdaya alam serta lingkungan sosialnya, sumberdaya manusia dan kemungkinan peluang pemasaran produk-produknya.

Dalam Kelompok USEP dan UUEP ini dikenal Kelompok yang homogen dan Kelompok yang heterogen. Kelompok homogen yaitu para anggotanya terdiri atas anggota masyarakat secara spesifik, seperti Fakir Miskin, Komunitas adat terpencil, Penyandangcacat, Anak terlantar, Lanjut Usia Terlantar, Wanita rawan sosial-ekonomi, Keluarga muda mandiri, dan lainnya. Sedangkan Kelompok yang heterogen terdiri atas gabungan berbagai ragam anggota. Sesuai dengan kemajuannya, Kelompok digolongkan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan menjadi (1) Kelompok Tumbuh, (2) Kelompok Berkembang, (3) Kelompok Mandiri.

Selanjutnya apabila suatu Kelompok telah mencapai Mandiri, maka pembinaan selanjutnya dikaitkan dengan kegiatan Koperasi (Embrio Koperasi).

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI

PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN

PROSES PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

2.2. Upaya-upaya Pemberdayaan Masyarakat dan Pengentasan Kemiskinan

Pertambahan jumlah penduduk DI WILAYAH PESISIR-PANTAI yang cepat di masa lampau, menyebabkan saat ini pemerintah menghadapi adanya situasi sulit yang menimpa masyarakat pedesaan di WILAYAH PESISIR-PANTAI. Hal ini telihat dari kenyataan banyaknya potensi sumberdaya alam menjadi semakin terbatas; berkurangnya pemilikan sarana produksi; dan nilai tukar yang semakin buruk antara hasil perikanan dengan hasil industri. Akibat dari keadaan ini terjadi proses pemiskinan sumberdaya manusia, jumlah kelompok miskin menjadi semakin banyak dan bahkan cenderung terjadi pada sebagian besar masyarakat pedesaan. Proses semacam ini disebut oleh Geertz disebut "involusi perikanan", yang merupakan proses pembagian kemiskinan. Masyarakat yang terjangkit penyakit involusi inilah yang mewarisi potensi sumberdaya yang kapabilitasnya rendah. Pada umumnya dalam jangka panjang akan menyebabkan para warganya tidak memiliki kemampuan untuk melihat jauh ke depan, tidak memiliki keberanian menanggung resiko, kurang memiliki inisiatif, kurang memiliki kemampuan melihat potensi/peluang yang ada, buta informasi dan akhirnya dapat menjurus menjadi fatalis.

Proses pengentasan masyarakat dari fenomena involusi ini akan berhasil apabila terjadi pendinamisan masyarakat secara keseluruhan. Disamping itu pola adaptasi baru akan dapat dilalui masyarkat apabila tidak ada perintang yang dapat menghambat terjadinya perkembangan tersebut. Hal ini hanya dapat dilakukan apabila ada intervensi pemerintah secara langsung dan cukup intense, yang ditujukan untuk pengentasan kemiskinan dengan jalan pembangunan yang mengarah pada pemenuhan kebutuhan dasar.

Dalam rangka program pengentasan kemiskinan telah dirancang berbagai program pembinaan sumberdaya manusia dan sekaligus memperbaiki tingkat kesejahteraannya. Hal ini dimaksudkan untuk lebih memeratakan akses seluruh masyarakat terhadap proses pembangunan dan hasil-hasilnya. Selain itu perlu adanya perhatian khusus terhadap kelompok masyarakat miskin yang relatif tertinggal dan belum beruntung dibandingkan dengan kelompok lainnya. Penanganan kemiskinan pada prinsipnya merupakan pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan kondisi sumberdaya alam yang tidak menguntungkan dan rendahnya akses kelompok masyarakat miskin terhadap peluang- peluang yang tersedia.

Oleh karena itu upaya pengentasan yang harus diarahkan pada:

(a).Meningkatkan kualitas dan kemampuan sumberdaya manusia, melalui jalur pelayanan pendidikan (transfer IPTEK), pelayanan kesehatan dan perbaikan gizi.

(b).Mengembangkan tingkat partisipasi penduduk miskin secara sinergis untuk membentuk kelompok sehingga mempunyai posisi tawar yang lebih kuat dalam bernegosiasi dengan pihak lain

(c).Mengembangkan dan membuka usaha produktif yang dapat diakses oleh kelompok masyarakat miskin secara berkelanjutan.

(d).Memperbesar akses masyarakat miskin dalam penguasaan faktor p faktor produksi.

(e). Pemihakan kebijakan publik yang mampu mendorong peningkatan daya beli masyarakat miskin

Dengan mengacu kepada lima arah tersebut maka bantuan program pembangunan harus diberikan dalam bentuk kegiatan yang dapat meningkatkan penghasilan, kemampuan berusaha, upaya meringankan beban hidup masyarakat, pemenuhan prasarana dasar sosial, pemberian modal kerja melalui kelompok swadaya masyarakat (KSM) untuk dapat digulirkan lebih lanjut dan pembangunan /rehabilitasi sarana dan prasarana fisik yang menunjang kegiatan produktif, pemasaran hasil produksi pedesaan, dan perbaikan mutu lingkungan pemukiman hidup.

Usaha lain yang sedang dirancang Pemerintah pada awal PJPT II, yakni melalui konsep Program bantuan khusus untuk wilayah dengan kelompok masyarakat miskin yang cukup besar. Usaha Pemerintah pada kenyataannya masih menghadapi permasalahan, yakni (a) Kurangnya data aktual untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi kelompok miskin ; (b) belum diketahuinya proyek- proyek yang dibutuhkan untuk kelompok masyarakat miskin; (c) belum diketahuinya katagori kelompok sasaran yang relevan dengan jenis proyek yang akan diintroduksikan.

2.2.1. Beberapa Permasalahan "Kemiskinan dapat dirumuskan sebagai keadaan dari masyarakat yang hidup serba kekurangan, yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh mereka."

Keadaan sosial ekonomi masyarakat miskin di wilayah pedesaan pesisir-pantai masih ditandai oleh pertambahan penduduk yang cukup pesat, dan sebagian terbesar masih tergantung pada sektor perikanan dan sektor-sektor tradisional. Dalam situasi seperti ini tekanan terhadap sumberdaya alam semakin besar dan rata-rata penguasaan aset produksi setiap rumah tangga semakin minim, bahkan banyak rumahtangga yang tidak memiliki asset produksi. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi dampak keterbatasan tersebut, baik melalui program intensifikasi perikanan, maupun pengembangan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha dalam sektor non-perikanan di pedesaan. Sementara itu sejumlah penduduk pedesaan mengambil jalan pintas untuk menolong dirinya sendiri melalui urbanisasi ke kota. Penduduk yang tetap tinggal di desa harus bersedia hidup dalam situasi subsistensi dan involutif.

Beberapa permasalahan penting adalah sbb:

(1). Seseorang termasuk miskin kalau tingkat pendapatannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum yang a.l. meliputi pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Hal ini dapat disebabkan oleh terlalu besarnya jumlah anggota keluarga atau karena rendahnya produktivitas atau kombinasi keduanya. Rendahnya produktivitas tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti mengangggur atau setengah menganggur, rendahnya pendidikan dan terbatasnya ketrampilan, atau rendahnya tingkat kesehatan dan gizi. Hal yang memprihatinkan ialah bahwa kemiskinan tersebut dapat "menurun" kepada generasi berikutnya.

(2). Upaya untuk mengurangi jumlah penduduk miskin lebih lanjut akan semakin sulit karena penduduk miskin yang tersisa adalah yang peling rendah kemampuannya untuk dapat menolong diri, semakin terpusat di kantong- kantong kemiskinan dan semakin sulit jangkauannya. Kebijaksanaan yang berlaku umum kana semakin tidak efektif dan peran utamanya harus digantikan dengan kebijaksanaan khusus yang langsung ditujukan kepada dan untuk orang miskin. Harus dapat dikembangkan strategi yang diarahkan secara khusus kepada wilayah dan kelompok miskin. Untuk itu pertama-taha harus diketahui sumber penyebab kemiskinan, bersifat struktural atau kultural, atau karena kondisi lingkungan fisik. Langkah selanjutnya adalah merumuskan program khusus untuk mengatasi penyebab kemiskinan tersebut.

(3). Pemantauan profil penduduk miskin telah mulai dilakukan, dan telah diperoleh gambaran mengenai persebaran penduduk miskin yang dapat digunakan untuk merumuskan kebijaksanaan pengentasan kemiskinan. Profil rumahtangga dan wilayah miskin yang ada pada kita mengindikasikan bahwa penanggulangan kemiskinan di pedesaan dan perkotaan, perlu dibedakan jenis programnya, kegiatan dan bentuk bantuan yang akan dilaksanakan. Hal ini menegaskan bahwa program penang gulangan kemiskinan perlu sesuai dengan kondisi masing-masing daerah.

(4). Keberhasilan dan efektivitas program penanggulangan kemiskinan dalam menjangkau orang miskin ditentukan oleh keterpaduan dalam perencanaan dan pelaksanaan berbagai program anti kemiskinan. Program penanggulangan kemiskinan harus berisi pedoman-pedoman umum peningkatan perhatian kepada masalah- masalah kemiskinan. Pedoman tersebut pada dasarnya berisi:

(a). Peningkatan dan penyempurnaan program-program pembangunan pedesaan yang telah ada baik yang bersifat sektoral maupun regional termasuk program Inpres dan swadaya masyarakat,

(b).Peningkatan desentralisasi dan otonomi dalam pengambilan keputusan,

(c).Peningkatan peran serta masyarakat secara aktif dengan pendampingan yang efektif.

(5). Pada hakekatnya masalah kemiskinan tidak terlepas dari masalah yang lebih besar, yaitu masalah ketimpangan antar wilayah dan antar golongan penduduk. Masalah ketimpangan ini sangat rumit dan hanya dapat diatasi secara bertahap berkesinbambungan. Ketimpangan sosial, yang melibatkan berbagai lapisan masyarakayt merupakan masalah yang mendesak. Kesempatan yang terbuka oleh berbagai kegiatan pembangunan telah dapat dimanfaatkan secara lebih baik oleh sekelompok masyarakat dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Prakarsa perorangan seperti ini telah mengem bangkan kelas pengusaha nasional yang selama ini telah menyum bang kepada pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja khususnya di sektor industri.

2.2.2. Faktor Penyebab KemiskinanBeberapa hal yang diperkirakan menjadi penyebab kemiskinan di pedesaan adalah:

(1). Permasalahan rendahnya Kapabilitas dan Ketersediaan Sumberdaya Alam bagi proses produksi primer. Semakin rendahnya kualitas sumberdaya ala mini megakibatkan tingginya biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani produsen, akibat selanjutnya ialah proses produksi kurang efisien dan harga jual produk yang relatif tinggi dibandingkan dengna produk sejenis dari tempat lain.

(2). Permasalahan tata nilai (adat-istiadat, etos).

Kemiskinan yang telah berjalan dalam dimensi ruang dan waktu yang luas dan lama, dan telah mewarnai pengalaman kesejarahan berjuta penduduk, ternyata telah menyebabkan kemiskinan diterima sebagai bagian yang sah dari kehidupan dan mewarnai sistem nilai dan struktur sosial masyarakat. Kemiskinan diterima sebagai keniscayaan yang tidak perlu dipermasalahkan lagi. Setiap usaha mengentas kemiskinan menjadi pekerjaan yang tidak mudah dan bahkan dipandang aneh dan mungkin dianggap "asosial". Dalam situasi budaya seperti ini maka gejala kemiskin an tidak cukup kalau hanya dievaluasi sebagai fungsi dari keterbatasan pekerjaan, pendapatan, pendidikan, dan kesehatan saja, tetapi juga harus diperhatikan adanya fakta bahwa mereka juga "miskin" terhadap makna kemiskinan itu sendiri. Pantangan, Kepercayaan, Kebiasaan, dan lainnya seringkali juga berpengaruh terhadap berbagai upaya pembangunan masyarakat.

(3). Keterbatasan penguasaan faktor produksi perikanan, khususnya lahan usaha budidaya perikanan. Sejumlah besar rumah tangga petani tidak memiliki lahan budidaya atau hanya menguasai lahan sangat sempit (kurang dari 0,05ha).

(4). Surplus tenagakerja pedesaan dengan ketrampilan teknis dan manajemen yang terbatas, karena keterbatasan berlatih (bukan keterbatasan pendidikan). Sebagian besar tenagakerja (penduduk usia produktif) sedang menganggur dalam berbagai tingkat pengangguran.

(5). Keterbatasan lapangan kerja dan lapangan usaha di sektor perikanan, baik akibat keterbatasan lahan budidaya perikanan maupun sebagai akibat "keterlemparan" akibat masuknya input perikanan modern. Sementara itu lapangan pekerjaan non perikanan belum cukup ditunjang oleh tradisi bisnis desa. Walaupun tenagakerja paling banyak di sektor perikanan (50- 60%), namun hampir separuh (40-45%) dari pekerja ini bekerja pada keluarga sendiri yang tidak dibayar.

(6). Keterbatasan alternatif pilihan teknologi budidaya untuk komoditi perikanan yang ekonomis, teknologi pasca panen dan pengolahan hasil, serta teknologi non perikanan. Kelompok masyarakat miskin di desa tidak mempunyai akses yang memadai untuk menentukan alternatif usaha tanaman dan agro-teknologinya, sehingga produktivitas marginalnya sangat rendah. Perkembangan lapangan kerja non perikanan juga belum didukung oleh teknologi tepat guna yang memadai, atau masih bersifat kecil-kecilan dan sederhana sekali.

(7). Keterbatasan informasi, pembinaan, fasilitas permodalan, proteksi usaha dan kesempatan (opportunity), suatu lingkaran yang lazim dalam bisnis modern. Hampir dalam setiap kegiatannya mereka harus melakukan secara swakarsa dan bersedia untuk harus puas dengan apa yang menjadi miliknya saja, tanpa keinginan untuk lebih dari apa yang mungkin. Sementara itu faktor produksi unggulan tersebut dikuasai oleh sektor perkotaan industrial, terutama dalam wujud informasi, teknologi dan fasilitas per-kreditan.

(8). Nilai tukar perdagangan (term of trade) barang produk pedesaan lebih rendah terhadap barang produk perkotaan atau sektor modern. Hal ini mengakibatkan warga desa kurang memperoleh surplus yang berarti, hampir dalam semua lapangan pekerjaan yang dilakukan, sehingga tidak memungkinkan melakukan akumulasi kapital. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya nilai tukar petani dan nelayan.

(9). Terbatasnya volume uang yang beredar di pedesaan, hal ini merupakan dampak dari produktivitas marjinal yang sangat rendah atau nol dan keterbatasan fasilitas kredit resmi yang masuk ke desa. Sebagian besar penduduk di pedesaan miskin jika memerlukan kredit untuk tambahan modal akan mencari pada saluran kredit atau lembaga keuangan non- formal.

(10).Kebijakan pemerintah yang lebih menitik beratkan pada laju pertumbuhan ekonomi, ternyata berdampak negatif terhadap kelompok masyarakat miskin. Demikian juga kebijakan perikanan yang dititikberatkan kepada swasembada pangan nasional dan kurang mengacu kepada pemenuhan konsumsi pedesaan telah menyebabkan sektor pedesaan/perikanan hanya berfungsi sebagai penyangga stabilitas ekonomi nasional, dengan keterbatasan akses untuk menentukan pilihan ekonomis.

(11). Belum berfungsinya kelembagaan swadaya masyarakat di pedesaan yang mampu menampung prakarsa, peran-serta dan swadaya masyarakat untuk mengentas diri sendiri. Kelembagaan yang ada masih kurang fungsional dan/atau tingkat swadaya rendah.

(12).Rendahnya tingkat kesejahteraan rumah tangga miskin yang pada kenyataannya sangat berhubungan erat dengan (1). Masalah pendapatan yang diperoleh, (2). Masalah Gizi dan pangan, (3). Masalah kesehatan, (4). Masalah kematian, (5). Masalah lingkungan pemukiman, (6). Masalah Pendidikan, (7). Masalah penguasaan IPTEK/Ketrampilan, (8). Masalah pemilikan lahan budidaya, (9). Masalah Kesempatan kerja, dan (10). Masalah prasarana/sarana kebutuhan dasar.

Pada kenyataannya masalah-masalah tersebut di atas dapat dike- lompokkan menjadi tiga golongan, yaitu (1) masalah-masalah sistem nilai (adat istiadat, kepercayaan, etos) dan kelembagaan infrastruktur, (2) masalah- masalah struktural, khususnya keterbatasan penguasaan sumberdaya dan faktor produksi perikanan, serta kelimpahan tenagakerja; dan (3) masalah-masalah kebijakan dan pendekatan model pembangunan.

Fenomena kemiskinan buatan (atau pengaruh) lingkungan alam berpangkal dari sumberdaya perairan yang rendah produktivitasnya, misalnya tak mencukupi dalam mendukung hidup sejumlah penduduk yang bertambah dan hidup dari alam itu. Sedangkan fenomena kemiskinan buatan manusia (masyarakat sendiri), disebabkan oleh lingkungan sosial ekonomi dan budaya. Ada struktur kemiskinan yang menjadikan sebagian orang miskin (lapisan bawah) sedang sebagian lain (lapisan atas) serba cukup, bahkan kaya, serba kuasa, mampu mengembangkan kekayaan yang sebagian berasal dari upaya nafkah golongan miskin. Ada juga fihak yang mengalihkan perhatian pada "budaya miskin" (miskin karena malas atau berciri negatif lain: fatalistik, cepat menyerah kalah). Sebaliknya golongan kaya mempunyai motivasi kuat dan sifat-sifat terpuji (positif) lainnya dan mencapai kesejahteraan tinggi. 2.2.3. Profil Wilayah dan Masyarakat MiskinA. Profil WilayahLima faktor yang dianggap berkaitan langsung dengan fenomena kemiskinan wilayah pedesaan, yaitu (a) kapabilitas sumberdaya produksi yang rendah, (b) lokasi yang terisolir dan/atau terbatasnya sarana dan prasarana fisik, (c) keterbatasan penguasaan modal dan teknologi, (d) lemahnya kemampuan kelembagaan (formal dan non-formal) penunjang pembangunan di tingkat pedesaan, dan (e) masih rendahnya akses sosial masyarakat terhadap peluang-peluang "bisnis" yang ada.

a.1. Lokasi Lokasi desa miskin di wilayah pesisir-pantai pada umumnya jauh dari pusat-pusat pelayanan "Kota Kecamatan". Keterbatasan sarana dan prasarana perhubungan, area yang luas, dan kondisi bentang lahan dengan topografi "berat" mengakibatkan transfer informasi, materi dan moneter antara desa dengan pusat pelayanan formal menjadi sangat terbatas. Pada umumnya transportasi antar desa dalam wilayah kecamatan masih sangat terbatas.

a.2. Keadaan AgroekologiKeadaan iklim musiman dicirikan oleh adanya musim paceklik dan musim panen raya dalam konteks perikanan penangkapan. Dalamk konteks budidaya perikanan, hal-hal yang penting meliputi: Rataan curah hujan tahunan umumnya berkisar antara 1500 - 3000 mm, dengan suhu rata-rata berkisar 22oC - 26oC. Gambaran umum neraca lengas lahan dan lamanya musim produksi selama setahun dicirikan oleh defisit air tawar selama 3-5 bulan. Jenis tanah yang dominan adalah alluvial, kambisol dan litosol dengan teskstur liat hingga lempung . Tingkat kesuburan tanahnya beragam dari rendah (litosol) hingga tinggi (Kambisol dan Mediteran). Kondisi bentang lahan di wilayah pedesaan miskin dicirikan oleh bentuk lahan dataran pantai. Daerah datar hingga berombak dikelola penduduk sebagai lahan perikanan budidaya (sawah tadah hujan dan tambak), sedangkan kebun campuran umumnya berlokasi di daerah bergelombang hingga berbukit.

a.3. Penggunaan Lahan dan Sistem Produksi PertanianPenggunaan lahan perikanan didominasi oleh lahan budidaya tambak udang dan ikan. Sistem budidaya perikanan ini merupakan penggunaan terluas (60-80%) yang dikelola oleh penduduk setempat, sisanya berupa tegalan dengan tanaman palawija dan kebun campuran dengan aneka tanaman tahunan. a.4. Sumberdaya AirSumberdaya air di kawasan pemukiman pedesaan pesisir-pantai memberikan sumbangan yang cukup "berarti" bagi masyarakat. Air yang dapat dimanfaatkan adalah air hujan, air permukaan (mata air, sungai, danau), dan air bawah tanah (groundwater). Surplus air hujan yang terjadi selama 3-5 bulan pada musim penghujan belum dapat dimanfaatkan untuk kepentingan budidaya perikanan dan untuk keperluan domestik. Surplus air hujan ini sebagian besar menjadi run-off atau menggenang di permukaan tanah, karena kapasitas infiltrasi tanah umumnya agak rendah dan kemiringan lahan umumnya kurang dari 5%. Tindakan untuk menahan dan menampung surplus air hujan ini di tempat jatuhnya dipandang mempunyai peluang yang cukup baik untuk memperbaiki tata air.

a.5. Demografi dan Kependudukan Sistem pendidikan masyarakat di wilayah pedesaan miskin pesisir-pantai secara fungsional dilayani oleh berbagai kelembagaan pendidikan formal dan nonformal. Peranan lembaga non-formal tampaknya cukup besar dan mempunyai peluang untuk dikembangkan lebih jauh untuk dapat lebih mendukung program-program pembangunan masyarakat desa.

Sebagian besar masyarakat mempunyai mata pencaharian dalam sektor budidaya perikanan dan penangkapan (>80%), sedangkan lainnya dalam sektor-sektor pertanian, peternakan, industri/pengrajin, buruh-buruh, perdagangan dan jasa-jasa lainnya seperti jasa angkutan. Angkatan kerja (terutama angkatan muda) di sebagian besar wilayah pedesaan tidak semuanya tertampung dalam lapangan kerja, sebagian bekerja sebagai buruh bangunan atau bidang jasa lain di luar wilayah kecamatan.

Persepsi, sikap, dan motivasi masyarakat pedesaan untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik pada umumnya sudah benar. Hal ini tercermin dalam etos kerja masyarakat pedesaan "yang tidak mengenal lelah" dalam mengelola sumberdaya alam yang dikuasai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

a.6. Penguasaan Modal dan Teknologi Umumnya penguasaan masyarakat pedesaan terhadap modal dan teknologi sangat terbatas. Mekanisme akumulasi modal hanya bertumpu kepada hasil produksi perikanannya yang relatif rendah, akses terhadap fasilitas modal formal sangat terbatas atau bahkan tidak ada. Teknologi yang dikuasai berasal dari "warisan orang tua", sedangkan kegiatan transfer teknologi melalui agensi-agensi formal masih sangat terbatas. Peranan kelembagaan non-formal dan tokoh panutan non-formal lebih berperanan dibandingkan dengan kelembagaan formal.

Kurangnya kegiatan-kegiatan/fasilitas lapangan kerja di luar bidang perikanan primer tampaknya berkaitan erat dengan keterbatasan penguasaan modal dan teknologi oleh penduduk dan kurangnya informasi pasar di luar daerah. Program-program pelatihan ketrampilan dan kredit formal selama ini masih belum mampu menjangkau kelompok masyarakat miskin di pedesaan pantai. Program kredit formal yang ada selama ini kurang menarik di kalangan mereka, karena penyaluran kredit tersebut harus melibatkan prosedur yang dianggap cukup rumit.

a.7. Kelembagaan Sosial Kelembagaan formal penunjang pembangunan yang ada di pede saan pesisir-pantai umumnya belum mampu berkiprah secara optimal, berbagai kendala dan keterbatasan senantiasa dihadapi oleh kelembagaan formal untuk dapat menggalang partisipasi masyarakat pedesaan. Pada umumnya lembaga non-formal, seperti kelompok arisan, kelompok pengajian dan pondok-pesantren (dengan Kyai panutannya) lebih mampu menggalang partisipasi dan keswadayaan masyarakat pedesaan. Sarana dan prasarana transportasi di wilayah pedesaan umumnya sangat terbatas, terutama untuk melayani hubungan antar desa, demikian juga hubungan dengan pusat kecamatan . Sedangkan hubungan antara pusat kecamatan dengan pusat kota kabupaten umumnya telah memadai.

Kelembagaan sosial-ekonomi formal di pedesaan umumnya belum dapat menjangkau kepentingan kelompok masyarakat miskin, karena adanya berbagai persyaratan birokrasi dan agunan yang rumit. Hal ini mendorong berkembangnya berbagai bentuk kelembagaan non-formal di kalangan masyarakat dengan tokoh panutannya masing-masing. Lembaga keuangan pedesaan non-formal (pelepas uang, pedagang) umumnya lebih mampu menjangkau kelompok masyarakat miskin dengan berbagai kemudahan pelayanannya, meskipun sesungguhnya dibarengi dengan "tingkat bunga yang sangat tinggi".

2.3. MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR

KAWASAN INDUSTRI PERIKANAN MILIK MASYARAKAT (KIPKANMAS)2.3.1. PARADIGMA PEMBERDAYAAN USAHA PERIKANAN

Paradigma pemberdayaan usaha industri masyarakat perikanan masa depan adalah sistem agroindustri terintegrasi (hulu-hilir) dan berkelanjutan yang berada dalam lingkup pembangunan sumberdaya manusia dan pemberdayaan masyarakat PESISIR-PANTAI.

Paradigma pembangunan seperti ini bertumpu pada kemampuan masyarakat pesisir-pantai untuk mewujudkan kesejahteraannya dengan bertumpu pada kemampuan sendiri dan atau kelompok. Pembangunan agroindustri modern merupakan langkah strategis mewujudkan pembangunan masyarakat dalam arti luas yang menempatkan pembangunan berorientasi pada manusia dan masyarakat.

Pembangunan usaha agroindustri perlu dirumuskan untuk optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam dan teknologi maju yang murah, sederhana, dan efektif disertai penataan dan pengembangan kelembagaan di pedesaan. Pembangunan dengan paradigma baru ini diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat yang akan menjadi pendorong pertumbuhan sektor non-perikanan. Keterkaitan sektor agroindustri dan non-perikanan di pedesaan akan semakin cepat terjadi apabila tersedia prasarana ekonomi yang mendukung kegiatan ekonomi di wilayah pedesaan.

Pembangunan usaha agroindustri patut mengedepankan potensi kawasan dan kemampuan masyarakatnya. Keunggulan komparatif yang berupa sumberdaya alam perlu diiringi dengan peningkatan keunggulan kompetitif yang diwujudkan melalui penciptaan sumberdaya manusia dan masyarakat petani yang semakin profesional. Masyarakat petani, terutama masyarakat tani tertinggal sebagai sasaran pemberdayaan masyarakat, perlu terus dibina dan didampingi untuk dapat menjadi manusia petani yang semakin maju, mandiri, sejahtera, dan berkeadilan. Sumberdaya alam dan manusia patut menjadi dasar bagi pengembangan usaha bersama agroindustri di masa depan.

Dengan demikian perlu dirumuskan suatu kebijaksanaan pemberdayaan usaha bersama di bidang agroindustri yang mengarah pada peningkatan kemampuan dan profesionalitas petani dan masyarakat pedesaan untuk dapat memanfaatkan sumberdaya alam secara optimal dan lestari dengan memanfaatkan rekayasa teknologi tepat guna untuk meningkatkan produktivitas agroindustri, pendapatan petani, kesejahteraan masyarakat pedesaan serta menghapus kemiskinan.

Arah pemberdayaan usaha bersama agroindustri menurut paradigma baru ini dapat diwujudkan terutama melalui upaya pemihakan dan pemberdayaan kelompok masyarakat. Pemberdayaan masyarakat petani dilakukan sesuai dengan potensi, aspirasi, dan kebutuhannya.Sejalan dengan arah pembangunan tersebut, peran pemerintah adalah mempertajam arah pembangunan untuk rakyat melalui penguatan kelembagaan pembangunan, baik kelembagaan masyarakat petani, kelembagaan Koperasi-UKM, maupun kelembagaan birokrasi. Penguatan kelembagaan pembangunan agroindustri dapat dilakukan melalui pembangunan partisipatif untuk mengembangkan kapasitas masyarakat, dan berkembangnya kemampuan aparat dalam menjalankan fungsi lembaga pemerintah yang berorientasi pada kepentingan masyarakat.Prinsip pembangunan partisipatif ini adalah mengikutsertakan masyarakat secara aktif dalam setiap langkah pembangunan ekonomi, sedangkan pemerintah memberikan fasilitas dan pendampingan kepada masyarakat dalam melaksanakan program ekonomi-produktifnya. Penerapan prinsip pembangunan partisipatif perlu dipahami sebagai proses dan langkah pembangunan yang mengikut-sertakan masyarakat tani sejak dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengendalian, evaluasi, pelaporan, pemeliharaan, dan pelestarian hasilnya.

2.3.2. AGROINDUSTRI IKAN SEBAGAI PRIORITAS

Berdasarkan Visi pembangunan ekonomi Jawa Timur ke depan , hal yang sangat penting adalah memilih bidang ekonomi yang dapat mewujudkan kesejahteraan sosial secara lebih berkeadilan dan lestari. Mengingat sebagian besar penduduk pesisir-pantai mempunyai orientasi kegiatan ekonomi berbasis sumberdaya alam, maka agroindustri perlu menjadi perhatian. Dalam kerangka paradigma pembangunan manusia, pembangunan berbasis sumberdaya lokal, dan pembangunan kelembagaan sosial-ekonomi maka pembangunan di bidang usaha agroindustri perikanan dalam arti luas merupakan sektor pembangunan unggulan.

Peran sektor agroindustri dalam pembangunan ekonomi di wilayah pedesaan pesisir-pantai sangat luas, mencakup beberapa indikator antara lain:

Pertama, usaha bersama agroindustri perikanan sebagai penyerap tenaga kerja yang terbesar.

Ke dua, agroindustri perikanan merupakan penghasil berbagai bahan pangan esensial bagi masyarakat. Peran ini tidak dapat disubstitusi secara sempurna oleh sektor ekonomi lainnya, kecuali apabila impor pangan menjadi pilihan.

Ke tiga, komoditas agroindustri perikanan sebagai salah satu penentu stabilitas harga di pasaran bebas. Harga produk-produk ini memiliki bobot yang besar dalam indeks harga konsumen sehingga dinamikanya sangat berpengaruh terhadap inflasi.

Ke empat, akselerasi pembangunan usaha bersama agroindustri perikanan sangat penting untuk mendorong ekspor dan mengurangi impor.

Ke lima, komoditas hasil tangkap dan budidaya ikan merupakan bahan baku usaha agroindustri perikanan.

Ke enam, usaha agroindustri perikanan memiliki keterkaitan sektoral yang luas dan ikut menentukan pendapatan masyarakat.

Berdasarkan kenyataan tersebut maka prioritas ke depan adalah sektor agroindustri perikanan dengan titik berat pada keterkaitan yang kohesif antara sasaran lingkungan mikro-lokal, makro-regional, dan nasional yang cepat dapat memperbaiki kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat.

Sasaran lingkungan mikro-lokal.

Sasaran lingkungan mikro-lokal adalah rakyat sebagai pelaku ekonomi yang sebagian besar hidup dari sektor agroindustri perikanan. Pelaku ekonomi maju perlu mendapatkan suasana untuk kegiatan ekonomi produktif yang berkesinambungan. Sementara pelaku ekonomi transisi perlu didampingi oleh pemerintah. Sedangkan pelalu ekonomi tertinggal harus mendapatkan subsidi, pembinaan, dan perlindungan dalam berbagai bentuk pemberdayaan. Bagi pelaku ekonomi tertinggal, maka sasaran pembangunan agroindustri perikanan adalah meningkatkan akses masyarakat tertinggal terhadap faktor produksi terutama sumberdana, teknologi, bibit unggul, pupuk, dan sistem distribusi.z

Sasaran lingkungan makro-regional

Sasaran lingkungan makro adalah keterkaitan antar sektor ekonomi yang semakin kuat dengan inti sektor agroindustri perikanan. Pembangunan agroindustri ini memiliki dimensi kaitan ke depan (forward linkages) dalam kegiatan industri pengolahan dan pemasaran serta dimensi kaitan ke belakang (backward linkages) kegiatan faktor produksi pendukung penangkapan dan budidaya ikan.

Pembangunan agroindustri perikanan dapat dilaksanakan dengan dukungan langsung dari sektor-sektor lain terutama industri, dan perdagangan dalam kerangka pengembangan sistem agroindustri modern dan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sasaran lingkungan Nasional

Sasaran lingkungan nasional adalah mempersiapkan agroindustri perikanan sebagai sektor unggulan dalam menghadapi tantangan global dan perdagangan bebas. Oleh karena itu, pembangunan agroindustri perikanan perlu segera melakukan penajaman orientasi yaitu mempercepat peningkatan proses alih teknologi dan aliran investasi masuk ke dalam sektor hulu hingga ke hilir.

Berdasarkan kerangka sasaran tersebut maka program-program pembangunan agroindustri perikanan modern perlu berorientasi pada:

Pertama, pengembangan/penguatan akses ekonomi masyarakat pesisir-pantai terhadap sumber-sumber pembiayaan publik;

Ke dua, pengembangan/ penguatan kualitas sumberdaya manusia petani-nelayan, termasuk peningkatan kualitas jajaran aparat birokrasi terkait;

Ke tiga, pengembangan/penguatan kualitas prasarana / sarana yang mendukung langsung kegiatan pembangunan usaha bersama agroindustri perikanan antara lain adalah adopsi teknologi tepat guna baik dalam bentuk perangkat kerasnya (instrumen teknis) maupun perangkat lunaknya (prosedur) dan pengembangan sistem informasi;

Ke empat, pengembangan/penguatan kelembagaan pembangunan dalam basis sistem agroindustri perikanan pantai; dan

Ke lima, pengembangan / penguatan kelembagaan keuangan yang dimiliki dan dikelola oleh masyarakat lokal (Lembaga Keuangan yang mengakar dan mandiri).

2.3.3. Identifikasi KELOMPOK MASYARAKAT PESISIR-PANTAI : PELAKU KEGIATAN uuepParadigma pembangunan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat menegaskan pentingnya pemberdayaan ekonomi rakyat dalam menyelenggarakan pembangunan guna mengembangkan kemampuan masyarakat sendiri. Sehingga masyarakat setempat mempunyai hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri atas inisiatif sendiri dalam urusan rumah tangga daerahnya.

Sejalan dengan berlakunya desentralisasi, mekanisme penyaluran bantuan pembangunan yang semula direncanakan, dikelola dan dilaksanakan oleh pemerintah pusat, secara bertahap telah dialihkan kepada koordinasi pelaksanaannya oleh pemerintah daerah dan akhirnya dapat disalurkan langsung dan dikelola sendiri oleh masyarakat yang paling memerlukan termasuk kelompok masyarakat di pedesaan pesisir-pantai.

Pembangunan seyogianya dilaksanakan oleh masyarakat sendiri dan pemerintah sebagai FASILITATOR yang memperlancar pelaksanaan dengan memberikan pelayanan sebaik-baiknya. Jajaran pemerintahan di daerah, baik jajaran pemerintah daerah dan JAJARAN sektoral di daerah perlu membuat identifikasi kelompok sasaran pelaku kegiatan program di daerah masing-masing berdasarkan kondisi masyarakat, potensi sumberdaya, dan komoditas unggulannya secara akurat dan mutakhir.

Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pemberdayaan masyarakat, maka peran kelompok masyarakat sangat diharapkan. Jajaran pemerintah daerah diharapkan dapat membantu menyiapkan masyarakat dalam memanfaatkan bantuan sebagai dana kegiatan sosial-ekonomi produktif. Penyiapan masyarakat dilakukan dalam wadah koperasi masyarakat lokal, KOPERMAS yang tumbuh berdasarkan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Penyiapan masyarakat dalam wadah kelompok usaha bersama (Koperasi-UKM) diharapkan dapat tumbuh menjadi embrio lembaga pengelola dana pembangunan yang mampu merencanakan, melaksanakan, dan melestarikan kegiatan yang dilakukan sendiri oleh masyarakat.

Pada dasarnya kelompok masyarakat dapat diklasifikasikan menjadi tiga tahapan, yaitu

(1).Kelompok yang tidak/belum berorientasi pasar, dengan status pendapatan di bawah garis pendapatan minimal atau kelompok masyarakat tertinggal;

(2).Kelompok yang berada pada tahapan transisi, dengan status pendapatan mulai meningkat dari kondisi minimal dan mempunyai potensi pasar yang berkembang; dan

(3).Kelompok yang sudah berorientasi pasar, dengan status pendapatan di atas rata-rata dan mempunyai pasar potensial yang lebih maju.

Bantuan program pembangunan akan sangat dipengaruhi oleh klasifikasi kelompok masyarakat tersebut.

Bagi kelompok pertama yang tidak mampu dan belum berorientasi pasar perlu secara khusus diperhatikan untuk mendapatkan bantuan dana bantuan yang bersifat hibah bergulir (revolving block grant) namun perlu disertai pedampingan intensif agar mampu mandiri. Secara umum block grant dapat digunakan dalam dua bentuk: yaitu, investasi sosial yang tidak langsung menghasilkan pendapatan, seperti sarana dan prasarana, termasuk teknologi sederhana ; dan investasi ekonomi yang meningkatkan pendapatan seperti dana bergulir sebagai modal kerja.Sedangkan kelompok yang sudah mampu ke luar dari kondisi tertinggal dapat memperoleh bantuan dana semi-komersial.

2.3.4. KAWASAN INDUSTRI PERIKANAN MILIK MASYARAKAT (KIPKANMAS)

MANAJEMEN PENDANAAN DAN TEKNOLOGI

DANA INVESTASI

BOT SYSTEM

LITBANG Teknol KOPINKAN pengelola KIPMAS

DIKLAT dana

PERIKANAN KSP Perikanan

Teknologi &

SIM-Pasar

Pabrik Pengolahan Ikan

(PPI)

Kelembagaan Industri

Kemitraan & Hasil Samping/

Pendampingan Komplemen

KETERKAITAN ANTAR CLUSTER DALAM KIPMAS

Cluster SAPROTAN

ALSINTAN

KSP PABRIK Ikan Cluster PASAR

Ikan Ikan olahan pangan/ Regional

Rakyat Olahan ikan

limbah

perikanan

- Pupuk

- Pestisida Bahan bahan limbah Cluster

- Herbisida penolong ikan Pengolah

lain

Cluster

Cluster Pemasaran &

Agrokimia Transportasi

Pasar

Industri Industri Cluster Nasional

Makanan Pupuk Kemas &

Tradisional Organik Packaging

SISTEM PERBANKAN DAN ASURANSI

LATAR BELAKANG:

1.Pemberdayaan ekonomi masyarakat nelayan, khususnya masyarakat pedesaan pesisir-pantai, melalui KIPMAS

2. Antisipasi KRISIS produk-produk perikanan, akibat melimpahnya bahan impor

3.Sistem Produksi dan Distribusi hasil perikanan di Indonesia:

- Lemahnya posisi tawar nelayan / petani

- Industri pengolahan sulit diakses oleh masyarakat petani

- Produksi mengalami tekanan berat dari komoditi lain

- Sistem kemitraan petani - industri kurang adil

- Biaya produksi relatif tinggi

4. Industri hilir masih terbatas pada produk-produk tertentu

TUJUAN:

Memberdayakan ekonomi masyarakat pedesaan melalui KIPMAS guna peningkatan daya saing dan kesejahteraan masyarakat:

1. Menginisiasi berkembangnya KIPMAS yang didukung oleh adanya techno-industrial cluster yang relevan

2.Pengembangan teknologi pengolahan diversivikasi produk ikan: Ikan kering, Ikan tepung dan gaplekan, pupuk organik limbah ikan, pakan ternak limbah ikan, aneka makanan tradisional dan lainnya

3. Pengembangan kelembagaan Koperasi Masyarakat pengelola KIPMAS

EVALUASI KONDISI PER- IKAN - AN

1. KEKUATAN

a. Ketersediaan bahan baku yang didukung oleh keunggulan komparatif kondisi sumberdaya wilayah pesisir-pantai

b.Sifat unggul produk ikan olahan untuk pasar regional / nasional, ekspor

c.Ketersediaan SDM dan masyarakat nelayan/petani yang unggul

d.Sarana /prasarana dan kelembagaan penunjang yang komitmennya tinggi terhadap usaha rakyat dan industri pengolahan

e.Potensi pasar yang sangat besar

2. KELEMAHAN

a. Kesenjangan hasil litbang ke aplikasi komersial

b. Industri pengolahan bertindak juga sebagai lembaga pemasaran

c. Belum terbentuknya keterkaitan-kemitraan yang adil antar pelaku

(cluster) produksi - industri pengolahan & distribusi produk

d. Produk hilir masih terbatas pada produk tertentu saja.

e. Tingginya komponen biaya transportasi dalam struktur biaya produksi ikan

3. PELUANG

a. Pasar domestik (lokal, regional dan nasional) sangat terbuka

b. Diversifikasi produk-produk ikan - industri pengolahan sangat potensial

c. Kebutuhan pengembangan keterkaitan antara cluster produksi ikan dengan

cluster industri pengolahan dalam kelembagaan KIPMAS

d. Kebutuhan Pemberdayaan sistem kelembagaan agroindustri ikan

5. ANCAMAN

a. Hambatan-hambatan sistem distribusi produk ikan domestik

b. Persaingan dengan produk impor

c. Persaingan dengan komoditi dari daerah lain

d. Hambatan-hambatan sistem industri pengolahan ikan yang ada.

PROGRAM PENGEMBANGAN

1. Pemberdayaan KOPINKAN Pengelola KIPMAS

2. Pengembangan KIPMAS dengan komponen utamanya:

a. Cluster KSP (Kawasan Sentra Produksi) Perikanan Rakyat

b. Cluster Pabrik Pengolahan Ikan (PPI)

c. Cluster Industri Pupuk Organik dan Pakan Ternak

d. Cluster Industri Aneka Makanan Tradisional

e. Cluster ALSINTAN & SAPROTAN

f. Cluster Agrokimia/ Bahan-bahan pendukung

g. Cluster LITBANG, Teknologi dan Sistem Informasi Pasar

h. Cluster Pengemasan dan Pengepakan

g. Cluster Transportasi dan Pemasaran

3. Kajian Keunggulan produk-produk hilir perikanan dan Pabrik Pengolahan Ikan

4. Sosialisasi dan Komersialisasi hasil-hasil kajian

5. Implementasi sistem Quality Assurance (QA)

OUTCOME

1. Berkembangnya KIPMAS dengan keterkaitan yang adil di antara cluster-cluster yang ada di dalamnya

2.Terbentuknya Koperasi Masyarakat pengelola KIPMAS yang mampu mengkoordinasikan sistem produksi dan sistem distribusi produk-produk ikan dan olahannya.

3. Berkembangnya Pabrik Pengolahan Ikan

4. Meningkatnya citra dan keunggulan produk-produk ikan domestik

DAMPAK

1. Sinergi kelembagaan dan industri dalam CLUSTER

2. Sinergi antar pelaku agroindustri dalam KIPMAS

3. Tumbuh-kembangnya semangat masyarakat untuk memproduksi ikan

4. Tumbuh-kembangnya pasar produk-produk olahan ikan

5. Tumbuhnya semangat untuk melestarikan sumberdaya lahan.

2.3.5. PILIHAN POLA INVESTASI

Koperasi Agroindustri Perikanan (KOPINKAN) dapat dijadikan sebagai alternatif wadah untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan ALTERNATIF pola pengembangan sebagai berikut:

Pola I: Koperasi Pengelola KIPMAS

(Kawasan Industri Perikanan Milik Masyarakat)

Masyarakat membentuk KOPINKAN, membangun kawasan sentra produksi (KSP) perikanan rakyat dan fasilitas Pabrik Pengolahan Ikan (PPI), serta mengembangkan sarana dan prasarana penunjangnya. Dalam proses pengembangan koperasi seperti ini masyarakat anggota dan pengurus koperasi dapat meminta bantuan pihak ke tiga (manajemen profesional) berdasarkan suatu KONTRAK PEKERJAAN (KP).

Biaya pembangunan Kawasan perikanan rakyat, fasilitas industri pengolahan ikan, sarana dan prasarana agroindustri serta biaya KP, 100 persen bersumber dari dana/investasi masyarakat per ikan an, yakni ANGGOTA dan PENGURUS KOPERASI.

KOPINKAN

ANGGOTA PENGURUS

DANA INVESTASI & MASYARAKAT

KIPMAS

Kelompok PPI

Ikan-rakyat

Penunjang

Komplemen

Pola II: Patungan Koperasi dan Investor.

Pola ini merupakan modifikasi dari pola PIR (Perusahaan Inti Rakyat), yaitu menghilangkan pembatas kelembagaan antara plasma dan inti. Dalam Pola II, sejak awal masyarakat membentuk KOPINKAN dan berpatungan dengan suasta sebagai satu unit usaha patungan KIPMAS. Dengan pola ini secara menyeluruh komposisi pemilikan saham antara KOPINKAN dan SUASTA dapat beragam sesuai kesepakatan, misalnya 65 persen : 35 persen.

Pola III: Patungan Investor dan Koperasi.

Seperti Pola II, tetapi kontribusi KOPINKAN lebih terbatas, yaitu pada "in kind contribution yang disetarakan dengan nilai uang, misalnya lahan usaha ikan rakyat milik KOPINKAN (sebagai saham). Secara menyeluruh pangsa KOPINKAN pada tahap awal sekurangnya 20%, yang selanjutnya secara bertahap meningkat sesuai dengan perkembangan kondisi usaha KIPMAS.

Pola IV. BOT (Building-Operating-Transfer).

Pola ini terbuka bagi investor (TERMASUK PEMERINTAH). Dalam pola ini investor memberdayakan KSP Perikanan rakyat, pabrik pengolahan ikan (PPI) dan sarana serta prasarana pendukungnya (KIPMAS), termasuk pula mengembangkan KOPINKAN yang akan menerima dan melanjutkan usaha. Tahapan dan persyaratan yang diperlukan untuk membangun, mengoperasikan dan mentransfer dirancang kesesuaiannya dengan karakteristik komoditas ikan dan kondisi pasarnya. Pada dasarnya KSP ikan rakyat dan pabrik pengolahan ikan (PPI) ditransfer pada saat KOPINKAN sudah siap dan kondisi KSP ikan rakyat dan Pabrik Pengolahan Ikan masih menguntungkan secara teknis-ekonomis untuk dikelola oleh koperasi. Pola ini yang dapat direkomendasikan dalam pengembangan kawasan industri perikanan di wilayah Lekok, dengan investasi publik yang diprakarsai oleh pemerintah daerah dengan prinsip re-inventing public investment.Pola V. BTN (Bank Tabungan Negara)

Pola ini mengadopsi dari pola pengembangan perumahan rakyat yang dikembangkan oleh Bank Tabungan Negara. Pemerintah bukan hanya menyediakan paket kredit untuk mengembangkan KSP ikan rakyat dan pabrik pengolahan ikan (PPI), tetapi juga mengembangkan kelembagaan keuangan (seperti BTN) sebagai lembaga yang membiayai pembangunan KIPMAS, yang dilaksanakan oleh developer. Developer dibatasi kepada BUMN/D/BUMS yang memiliki core competence di bidang per an ikan-gula. Kapling KSP ikan rakyat dan PPI yang telah dibangun dapat dimiliki oleh para pihak yang berminat menanamkan modalnya dalam bentuk agroindustri ikan. KOPINKAN dikembangkan untuk mengelola KIPMAS secara utuh dengan dukungan dana operasionalnya bersumber dari hasil usahanya.

3. PEMBERDAYAAN KAWASAN SENTRA PRODUKSI

(KSP) PERIKANAN RAKYAT

3.1. PENDAHULUAN

Sejalan dengan proses desentralisasi pembangunan yang di dalamnya terkandung tujuan dari pelaksanaan otonomi daerah, maka kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan dengan Pendekatan pengembangan wilayah perlu terus ditingkatkan. Hal tersebut dimaksudkan agar pembangunari daerah dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif dalam pemanfaatan sumberdaya dan sumberdana pembangunan di daerah. Dalam rangka itu pengembangan kawasan-kawasan yarig strategis dan potensial yang salah satunya diidentifikasi sebagai kawasan sentra produksi perlu dilakukan secara intensif sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan kinerja pembangunan daerah dan kesejahtaraan masyarakat.

Dalam kaitan itu, pengembangan kawasan sentra produksi (KSP) merupakan upaya nyata agar pemerintah daerah mampu memadukan, menyerasikan dan mengkoordinasikan berbagai masukan (input) pembangunan baik berupa program sektoral, program pembangunan daerah maupun program-program khusus dengan upaya pembangunan yang telah disusun pemerintah daerah berdasarkan potensi dan kebutuhan nyata masyarakat.

Dengan keberhasilan pengelolaan pengembangan kawasan sentra produksi diharapkan dalam jangka panjang kemampuan pemerintah daerah dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pembangunan di wilayahnya akan semakin meningkat, terutama dalam hal peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan kinerja pembangunan ekonomi di daerah. Keberhasilan tersebut merupakan modal yang penting bagi pemerintah daerah dalam menterjemahkan, mengisi dan mengaplikasikan prinsip-prinsip otonomi daerah secara langsung, nyata dan bertanggung jawab sehingga penerapan otonomi daerah melalui Undang-Undang Otonomi Daerah akan memberikan dampak positif yang sebesar-besarnya bagi kepentingan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat secara luas.

3.2.Kawasan Sentra Produksi Perikanan Rakyat

Sentra Produksi adalah suatu kawasan perikanan rakyat yang memiliki potensi dan memungkinkan memperoleh investasi pemerintah/ swasta/masyarakat, yang prospektif untuk dikembangkan lebih lanjut serta menjadi sebaran pengembangan kegiatan produksi , jasa dan permukiman, prasarana wilayah pendukung dan prasarana wilayah pengembangannya.

3.2.1Kriteria dan Cakupan Kawasan

Kawasan Sentra Ikan-rakyat yang akan dikembangkan meliputi kriteria:

a.

Kawasan yang telah berfungsi sebagai sentra produksi ikan milik masyarakat yang sudah berpengalaman melaksanakan usahatani ikan.

b

Merupakan lokasi/kawasan yang pernah memperoleh bantuan program pembangunan, yang hasilnya dapat dioptimalkan untuk pengembangan produksi ikan dalam jangka pendek.

c.

Lingkup lokasi / kawasan mencakup daerah Kecamatan dan/atau antar Kecamatan.

d.

Lokasi kawasan potensial dan strategis untuk dikembangkan sebagai KSP ikan dan pernah memperoleh berbagai program pembangunan dari sektor selama ini.

Besar kecilnya Kawasan Sentra Produksi tidak terlepas dari pada faktor potensi dan fungsi kawasan jarak geografis. Adanya perbedaan jarak yang panjang memungkinkan perlunya pemisahan kawasan, sedangkan jarak terpendek antar kawasan potensial cenderung membentuk satu kesatuan Kawasan Sentra Produksi.

Dalam kaitannya antara batas administratif dengan faktor jarak geografis terhadap kemungkinan terbentuknya kawasan, ada kemungkinan ditemukannya pemisahan dari suatu wilayah kecamatan dan masuk membentuk kawasan baru di suatu wilayah kecamatan lain. Kemungkinan ini dapat saja terjadi di seluruh wilayah kabupaten, terutama wilayah-wilayah yang berbatasan langsung secara fisik.

3.2.2.Kriteria dan Lingkup Kegiatan

a.Kriteria Kegiatan Rencana Tindak

Kriteria kegiatan implementasi dari rencana tindak adalah

1)Peningkatan produksi ikan dan pengolahan ikan yang berorientasi quick yielding (cepat menghasilkan).

2)Moderriisasi usaha pengembangan produksi ikan dan pemasaran ikan ke arah sistem agrobisnis dan agroindustri modern.

3)Pengembangan kawasan sentra produksi ikan dapat bersifat multi years yang melibatkan senegap potensi masyarakat dan sumberdaya wilayah.

Wilayah makro

Kelompok Perikanan rakyat

DEVELOPMENT

AREA PPI Lekok

MARKET

AREA I

OUTLET

(Pelabuhan / Pasar)

Ekspor ke luar daerah

(MARKET AREA ll)

Gambar Konsep ruang pengembangan KSP Kelompok Ikan Rakyat

b.Lingkup Kegiatan

1) Identifikasi dan pemilihan KSP Kelompok prioritas untuk perikanan rakyat.

2)Penyusunan Rencana Tindak (action plan) bagi KSP yang telah memiliki rencana induk serta implementasi rencana tindak tersebut.

3)Penyusunan Rencana Induk (master plan) KSP dan Rencana Tindak (action plan) bagi KSP terpilih lainnya untuk diimplementasikan pada tahun mendatang.

4)Implementasi Rencana Tindak dengan kriteria kegiatan yang dimaksud pada butir (a), mencakup kegiatan-kegiatan pengembangan KSP yang berkaitan dengan :

a)Peningkatan produktivitas dan nilai tambah produksi ikan dan ikan yang dapat dilakukan melalui pengembangan kelembagaan peningkatan produksi ikan rakyat dan pengembangan kegiatan industri ikan mini.

b)Peningkatan pemasaran hasil-hasil produksi (ikan pasir dan hasil-hasil sampingannya) melalui pengembangan kelembagaan pemasaran, sistem informasi dan jaringan kerja pemasaran dengan dunia usaha, dan dlikungan sarana dan prasarana yang dibutuhkan.

c)Pemanfaatan hasil-hasil pembangunan sektoral, pembangunan daerah, dan program-program khusus pemberdayaani ekonomi masyarakat yang telah ada secara optimal dalam rangka mendukung efisiensi dan efektivitas pengembangan KSP ikan rakyat.

d)Pengerhbangan kegiatan-kegiatan promosi dan publikasi master plan KSP ikan rakyat agar tercipta keterkaitan dan keterlibatan dunia usaha / usaha swasta yang dapat mendukung perekonomian rakyat.

C. Lingkup Materi

Ruang lingkup materi pengembangan Kelompok-USEP perikanan rakyat adalah sebagai berikut:

1. Kebijakan pengembangan tata ruang yang berkaitan dengan struktur pengembangan wilayah dan pengembangan sektoral yang mendukung pengembangan KIPMAS.

2. Identifikasi sistem produksi perikanan tanaman pangan, per an, peternakan, industri/kerajinan dan perdagangan.

3.Kondisi kawasan dan kecenderungan perkembangannya, dapat diidentifikasi potensi yang meliputi a.l.:

a. Potensi yang terkandung, baik yang sudah dimanfaatkan, belum dimanfaatkan dan diperkirakan ada, termasuk di dalamnya identifikasi komoditas unggulan ikan rakyat dan komoditi penunjangnya.

b. Prospek dan kemungkinan pengembangan komoditas ikan rakyat di masa mendatang, baik menyangkut produksi dan peningkatan nilai tambah maupun pemasarannya. Karena peluang di masa mendatang menghadapi era globalisasi, paling tidak dapat mengantisipasi kemampuan daya saing produksi, pemasaran dan pangsa pasar yang dapat diraih.

4. Penyusunan Skenario Pengembangan Kawasan yang ditempuh melalui skala prioritas pemanfaatan ruang dan skala priontas kegiatan pengembangan komoditas ikan rakyat. Skenario pengembangan berisi pola pemanfaatan ruang dan struktur ruang, yaitu pengembangan komoditas tanaman pangan dan ikan rakyat serta sistem prasarana penunjangnya dan merupakan acuan pengembangan kawasan.

5. Perumusan program pengembangan sektor, komoditas unggulan ikan rakyat dan sistem prasarana. Rumusan program pengembangan berisi program-program pengembangan sektor, komoditas dan sistem sarana dan prasarana perikanan tanaman pangan dan ikan rakyat. Program-program dirumuskan dalam mendukung pencapaian skenario-skenario tersebut.

6. Perumusan program-program pengembangan yang terpilih. program ini merupakan interaktif antara kondisi, kemampuan pembiayaan dan kelembagaan dengan pengembangan kawasan serta kebutuhan sarana dan prasarana pendukungnya, di mana proses ini dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga menghasilkan suatu tatanan program yang terarah.

7. Perumusan peningkatan pemasaran hasil produksi. Sebagai upaya untuk menarik minat dunia usaha dan dapat melakukan investasi di kawasan sentra produksi, informasi mengenai peluang pengem-bangannya perlu disebarluaskan.

3.2.3. Tujuan dan Sasaran

1. Tujuan

1. Mengidentifikasi Kelompok-USEP perikanan rakyat berdasarkan potensi subsektor perikanan tanaman pangan, subsektor per an, subsektor industri, dan subsektor perdagangan untuk dikembangkan menjadi suatu KSP Ikan Rakyat.

2. Menentukan alokasi budidaya komoditi subsektor perikanan tanaman pangan (padi dan palawija), subsektor per an (Ikan rakyat), subsektor perindustrian (pengolahan produk ikan), dan subsektor perdagangan di Kelompok-USEP

3. Menyusun konsep peningkatan intensitas pertanaman lahan basah dan lahan kering untuk meningkatkan produksi padi, palawija dan ikan rakyat, dalam upaya memperkuat ketahanan pangan daerah, memanfaatkan peluang pasar dan penggalian sumber-sumber ekonomi masyarakat.

4. Menyusun konsep KOPINKAN sebagai pengelola Kelompok-USEP Perikanan Rakyat untuk meningkatkan nilai tambah produk primer ikan yang dihasilkan.

2. Sasaran

Sasaran kegiatan pengembangan Kawasan Sentra Produksi Ikan Rakyat adalah

1.Tertatanya Kelompok-USEP perikanan rakyat yang terpilih melalui pendekatan ruang dan pengisian ruang melalui skenario pengembangan kawasan (berjenjang) dan jenis komoditas utama dan penunjang yang dikembangkan pada kawasan itu.

2.Tertatanya pengarahan pemanfaatan ruang dan lahan sesuai dengan pengembangan subsektor perikanan tanaman pangan, sub-sektor per an, subsektor perindustrian dan subsektor perdagangan

3. Tertatanya peluang bursa lapangan usaha yang lebih luas, kompetitif terhadap penerimaan dan penyerapan tenaga kerja yang cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun

4. Tertatanya tenaga kerja siap pakai, terampil dan memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam berusahatani, sistem produksi komoditi pangan dan ikan rakyat yang berke-sinambungan, bergulir sepanjang tahun guna menjamin persediaan pangan dalam meningkatkan ketahanan pangan masyarakat serta menjamin permintaan kebutuhan pangsa pasar ikan.

5.Program peningkatan produksi bahan pangan dan ikan, serta memperhitungkan seberapa besar produksi ikan yang dapat diproses menjadi ikan pasir, juga pemanfaatan limbah potensial dari usahatani ikan rakyat dan industri ikan.

6. Penyediaan benih unggul ikan-rakyat yang memiliki: umur pendek, produktivitas tinggi dan ketahanan kondisi alam yang tidak menentu (iklim dan curah hujan) serta resisten terhadap hama dan penyakit.

7.Tertatanya sarana produksi termasuk pestisida, hipertisida dan herbisida yang mudah diperoleh di kawasan, relatif murah dan terjangkau oleh masyarakat petani setempat dalam rangka mendukung peningkatan produksi ikan rakyat dan meningkatkan ketahanan ikan.

8.Informasi jasa pelayanan perbankan dan sistem informasinya mengenai kendala dan persoalan dalam upaya pem-berdayaan kegiatan usahatani ikan rakyat dan industri pengolahan ikan mini

9.Tertatanya sarana jasa pelayanan KUD, perbank-an sebagai mitra petani /nelayan/pengolah dan berperan dalam meningkatkan daya beli hasil-hasil produksi komoditi, dengan harga dasar ketetapan nasional sehingga harga dapat terkendali dan tidak dikendalikan oleh para tengkulak yang selama ini menjerat para petani di wilayah sentra produksi.

10.Tertatanya prasarana produksi bila mungkin tersedianya jaringan irigasi, listrik, air bersih, telekomunikasi di Kawasan Sentra Produksi dalam upaya pengembangan industri pengolahan ikan sekala rakyat.

11.Tertatanya sistem transportasi dan pola aliran barang dari sentra produksi ke industri pengolahan ikan, ke tempat distribusi barang hingga ke tempat tujuan (pedagang, pasar dan konsumen akhir).

3.3. Operasional Pemberdayaan Kelompok-USEP Perikanan Rakyat

Skenario master plan Kelompok-USEP disusun melalui penyusunan program-program secara terarah dan benar ke dalam tahapan-tahapan kegiatan yang harus dilalui (identifikasi, skenario, program pengem-bangan dan program terpilih). Setiap tahapan program / kegiatan harus dapat mencerminkan alur proses input dan output yang dapat dikendalikan dari acuan dan atau parameter kinerja sehingga program yang dikembangkan sebagai program terpilih mengikuti kerangka pemi-kiran Master Plan.

Skenario rencana tindak dan rencana implementasi yang merupakan pengembangan lanjutan dari program Master Plan yaitu berupa program terpilih, selanjutnya disusun secara sistematis untuk memahami muatan-muatan apa saja yang dapat dijabarkan / diimplementasikan (dalam satuan; volume, biaya, waktu, sumber pembiayaan dan pengelolaannya) dalam setiap program berdasarkan sasaran. Dalam hal ini, program-program yang dimaksud adalah program-program yang memiliki kriteria tertentu yang telah ditetapkan.

Setiap program dilengkapi dengan pola-pola pengembangan pelaksanaan yang mengacu dan memperhatikan seberapa besar dukungan yang ada untuk mengetahui kemudahan-kemudahan maupun kendala-kendala pengembangan usaha di suatu kawasan pengembangan.

Kepentingan tersebut di atas dimaksudkan untuk memberikan informasi awal bagi masyarakat dan investor, misalnya adanya aspek pembiayaan dan mekanisme insentif dan dis-insentif. Di dalam program-program terpilih dari satuan program, ada program yang dapat langsung dilaksanakan (action) tanpa melalui tahapan profil investasi, misalnya program peningkatan sumberdaya manusia melalui sistem pelatihan. Profil investasi dalam hal ini adalah suatu tahapan program yang masih perlu diperkenalkan kepada para pengusaha / investor melalui kegiatan promosi yang dapat diadakan oleh Koperasi pengelola Kawasan Sentra Produksi untuk disosialisasikan kepada segenap lapisan masyarakat.

Pendekatan KSP memandang kawasan sebagai suatu sistem produksi, yakni input , proses dan output. Dari sudut pandang ini KSP harus mempertimbangkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pro-ses produksi ikan rakyat. Dengan demikian kajian yang berkaitan dengan penyediaan input di dalam KSP, pengolahan ikan menjadi ikan dan jenis produk yang dihasilkan perlu dilakukan, sehingga dapat ditentukan besaran komoditas yang akan dikembangkan. Mengenali permasalahan yang dihadapi dalam rangka pengembangan komoditas ikan rakyat.

Dalam kaitannya dengan rencana ruang yang ada, kegiatan ini merupakan upaya untuk mengisi dan mengoptimalkan pemanfaatan ruang yang mengacu pada rencana tersebut, sekaligus secara interaktif memberikan umpan balik bagi penyempurnaan rencana itu sendiri. Sedangkan dari sisi output, dimaksudkan untuk meningkatkan per-tumbuhan ekonomi daerah, serta sekaligus mengoptimalkan pembangunan ekonomi masyarakat.

Keberadaan Kelompok perikanan rakyat ini menjadi penting sebagai acuan lokasi investasi bagi pemerintah dan swasta, khususnya dalam upaya untuk mencapai efisiensi, efektifitas dan nilai tambah. Pendekatan ini diharapkan dapat menjadi salah satu upaya untuk mengoptimalkan pemberdayaan tata ruang yang ada dan dapat mempermudah perumusan dukungan pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan perikanan dalam arti luas.

KAWASAN YANG ADA

Kawasan yang telah berfungsi sebagai sentra produksi

Kawasan yang telah memperoleh berbagai program pembangunan, yang hasilnya dapat dioptimalkan untuk pengembangan produksi pangan dalam jangka pendek

Kawasan potensi dan strategis untuk dikembangkan dan telah memperoleh berbagai program pembangunan dari sektor.

PROSES IDENTIFIKASI DAN DETERMINASI

PENETAPAN KAWASAN PRODUKSI IKAN RAKYAT

MASTER PLAN KAWASAN SENTRA PRODUKSI

ACTION PLAN KAWASAN SENTRA PRODUKSI

IMPLEMENTATION PLAN KAWASAN SENTRA PRODUKSI

Gambar 2. Diagram alir penyusunan rencana induk, rencana aksi dan rencana implementasi Kelompok-USEP Perikanan Rakyat

Penentuan Kawasan Sentra Produksi dikembangkan dari pengertian fungsi perikanan dalam arti luas. Semua wilayah kecamatan memiliki potensi yang sama untuk diseleksi berdasarkan potensi perikanan, perikanan, perindustrian dan perdagangan, berikut sarana dan prasarana penunjang yang telah ada.

Skenario pengembangan Kelompok-USEP terpilih ditempuh melalui skala pengembangan kawasan. Pertama, pemilihan KSP prioritas, ditujukan untuk memudahkan pengarahan pemanfaatan ruang yang bergulir / bertahap, terarah guna mengantisipasi kemampuan pembangunan terbatas. Ke dua, pengisian ruang sejalan dengan kemampuan pem-bangunan yang terbatas, sehingga diperlukan adanya sekala prioritas dalam pengembangan usaha dan cluster pendukungnya.

4. PEMBERDAYAAN UUEP AGROINDUSTRI IKAN

4.1. PendahuluanMenghadapi milenium ke tiga, bangsa Indonesia dihadapkan pada kenyataan bahwa kondisi ekonomi sebagian besar anggota masyarakat masih sangat memprihatinkan. Sementara itu tantangan terbesar yang juga harus diantisipasi adalah kesiapan masyarakat dalam memasuki era perdagangan bebas dan globalisasi. Terjadinya krisis dan kelangkaan bahan kebutuhan pokok, seperti beras, ikan , minyak dan lainnya, merupakan salah satu wujud dari dampak perdagangan bebas yang sekaligus menjadi indikasi kekurang-siapan masyarakat dalam menghadapinya.

Krisis komoditas ikan beberapa waktu yang lalu dapat berdampak pada gairah petani / masyarakat untuk memproduksi ikan, sehingga pendapatan riil masyarakat menurun dan pada akhirnya juga akan diikuti oleh pertumbuhan ekonomi yang menurun. Akibat lanjutannya adalah banyak tenaga kerja pedesaan yang kehilangan kesempatan kerja, yang apabila dibiarkan akan memunculkan kerawanan sosial.

Salah satu potensi masyarakat yang belum secara optimal didaya-gunakan adalah lembaga-lembaga sosial-tradisional yang telah mengakar di masyarakat, seperti Koperasi Primer Ikan Rakyat ( KOPINKAN) di wilayah sentra produksi ikan, yang didukung oleh Pusat Koperasi Ikan Rakyat di Dati II dan Propinsi, Serta Induk Koperasi ikan Rakyat di tingkat Nasional.

Pada saat ini terdapat banyak KOPINKAN dengan berbagai sekala usaha dan tingkat perkembangan yang berbeda-beda. Beberapa perihal penting yang dihadapi KOPINKAN saat ini adalah sebagai berikut :

a.Masih adanya kebijakan pemerintah yang belum sepenuhnya memihak kepada kepentingan koperasi ikan rakyat dan petani ikan rakyat. Hal ini mengakibatkan lemahnya bargaining power koperasi dalam bertransaksi dengan Pabrik Ikan.

b.Masih terlalu banyaknya kebijakan pemerintah yang ikut mengendalikan agroindustri ikan rakyat sehingga mengakibatkan berbagai bentuk distorsi yang merugikan petani ikan

c.Lemahnya dukungan permodalan dari lembaga keuangan formal / sistem per-bankan kepada KOPINKAN

d.Masih adanya kebijakan distribusi/ tata niaga ikan yang berdampak negatif kepada petani ikan.

Oleh karena itu, lembaga KOPINKAN milik masyarakat ini perlu segera lebih diberdayakan dengan pertimbangan rasional sebagai berikut:

1. Lembaga KOPINKAN (dengan segala fasilitasnya) yang sudah tersebar di sentra produksi merupakan infrastruktur yang sudah tersedia sebagai sarana dalam rangka mengembangkan aspek sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya. Sehingga pemerintah tidak memerlukan program dan biaya untuk membangun sarana fisik yang baru dalam upaya mengatasi krisis ikan.

2. Sebagian besar penduduk pedesaan sentra produksi ikan Kabupaten Malang merupakan kelompok-kelompok tani produktif dengan basis perikanan ikan rakyat sebagai usahanya. Kelompok-kelompok masyarakat tersebut memiliki kepentingan ekonomi yang sama dan pada umumnya telah membina rasa kebersamaan untuk mengatasi masalah mereka. Sehingga dengan pilihan program-program terobosan yang tepat sasaran dan tepat guna dapat mempercepat gerak roda perekonomiam di tingkat bawah (grass-roots).

3.Dengan pilihan program pemberdayaan yang tepat, fungsi KOPINKAN dapat ditingkatkan dari sebatas simpan pinjam menjadi pusat kegiatan perekonomian (center of economic activities) masyarakat di sekitarnya. Peningkatan peranan ini sekaligus membuka peluang bagi para tenaga terampil terdidik (ex tenaga kerja yang PHK) untuk diperan-sertakan dalam memberdayakan ekonomi rakyat. Dengan demikian, tenaga terampil terdidik diberdayakan untuk berperan dalam pengembagan kewira-usahaan dan kegiatan-kegiatan agroindustri ikan rakyat bersama masyarakat.

4. Pada sebagian KOPINKAN juga telah tumbuh dan berkembang unit usaha WASERDA yang melayani saprodi dan kebutuhan bahan pokok masyarakat. Selain itu juga telah berkembang unit usaha Lembaga Keuangan khusus bagi kelompok petani ikan. Sebagai lembaga keuangan alternatif keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat pedesaan, terutama untuk memerangi praktek para rentenir.

5. Sejalan dengan upaya Pemerintah untuk membangun sistem produksi ikan dan jaringan distribusi ikan dalam rangka menghindari kelangkaan akibat ulah para spekulan menimbun barang, maka keberadaan KOPINKAN dapat diberdayakan sebagai pengelola KIPMAS.

Berdasarkan pertimbangan sebagaimana diuraikan di atas, maka dipandang sangat urgen dan relevan untuk diupayakan Program "Pemberdayaan KOPINKAN sebagai Lembaga Ekonomi Rakyat yang Mengakar dan Mandiri, serta layak mengelola KIPMAS.

Program seperti ini merupakan salah satu bentuk investasi masyarakat yang berkelanjutan melalui POLA MODAL KOPINKAN diharapkan dapat menimbulkan efek rambatan pada tumbuh dan berkembangnya kegiatan ekonomi rakyat sesuai dengan potensi ekonomis di wilayah sekitarnya.

Sasaran pemberdayaan selanjutnya adalah agar dapat memperluas dan meningkatkan nilai tambah (value added) dan kesempatan kerja (employment generation) di berbagai sektor riil lainnya yang mempunyai keterkaitan dengan agroindustri ikan rakyat.

4.2. TUJUAN DAN PRINSIP

Tujuan Jangka Pendek

(1). Ikut menggerakkan roda perekonomian rakyat pada tingkat akar rumput (grass - roots)

(2). Memberdayakan KOPINKAN di wilayah sentra produksi ikan rakyat dengan dukungan investasi sosial-masyarakat untuk menerapkan MODEL TIGA RODA (Unit usaha perikanan rakyat, Unit usaha Kelompok-UUEP, dan Unit usaha Jasa-jasa penunjang) untuk mempermudah akses terhadap peluang-peluang bisnis perikanan dan perikanan.

(3). Memberdayakan KOPINKAN dengan dukungan Kredit Semi-Komersial guna membantu memperlancar Produksi dan distribusi ikan dan ikut melindungi kepentingan petani ikan dan masyarakat luas,

(4). Mengembangkan mekanisme kemitraan yang adil di antara CLUSTER yang terkait dalam KIPMAS.

Tujuan Jangka panjang

(1).Ikut membangun sistem produksi dan jaringan distribusi ikan nasional yang lebih adil, komplementer dengan Industri Ikan yang ada

(2). Meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat melalui pembinaan dan pemberdayaan lembaga-lembaga tradisional yang telah mengakar, terutama yang terkait dengan KOPINKAN yang telah ada.

(3). Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui penciptaan lapangan berusaha yang dapat diakses langsung oleh masyarakat pedesaan.

4.3. Kelompok sasaran

a. Kelembagaan KOPINKAN, dan lembaga sosial-ekonomi tradisioanl di pedesaan yang berkaitan dengna agroindustri ikan

b. Warung pengecer bahan pokok, baik milik perorangan, kelompok (pra koperasi), maupun waserda milik koperasi untuk diberdayakan / dikembangkan usahanya yang berkaitan dengan agroindustri ikan rakyat dan distribusi ikan.

d.Pengusaha dan Pedagang, baik perorangan maupun kelompok, terutama yang bergerak di bidang agroindustri ikan dan distribusi ikan untuk diberdayakan sehingga pada gilirannya dapat membantu memperlancar sistem produksi dan distribusi ikan.

e.Tenaga Kerja Terampil (yang nganggur musiman) untuk dilatih dan ditempatkan sebagai pendamping dan atau tenaga profesional / pengelola lembaga keuangan koperasi, industri ikan mini atau lembaga pemasaran ikan.

4.4. Prinsip-prinsip pemberdayaan

a.Pembangunan yang bertumpu pada masyarakat (community based development) terutama pada tingkat "akar rumput" (grass roots)

b. Keberlanjutan (sustainability) dalam mendukung PDRB dan PAD

c. Peran serta aktif masyarakat (participatory process).

d. Komitmen penuh pemerintah dengan keterlibatan minimal (fully committed, but less involvement).

4.5. Prinsip-prinsip pendanaan

a.Efisiensi, efektivitas (cost effectiveness), transparansi, dan accountability.

b.Block grant langsung kepada kelompok tani / kelembagaan yang betul-betul memerlukan (intended beneficiaries).

c.Sebagian besar berupa modal kerja bagi KOPINKAN yang diteruskan kepada POKTANI sebagai kredit dengan pendampingan (supervised credit).

d.Kredit Semi komersial untuk membeli ikan dari PGM dan untuk mendukung kegiatan pelelangan ikan dan/atau pendistribusian ikan mini.

4.6. POLA PEMBERDAYAAN

1.Tim Konsultasi yang daerah bertindak sebagai pengarah dan nara sumber yang beranggotakan: (a) pakar-pakar agroindustri ikan dari PTN/PTS; (b) tokoh-tokoh masyarakat perikanan dan industri perikanan, (c) Bank yang bertindak sebagai channeling agent; serta (d) Lembaga/Badan Penelitian dan Pengembangan yang terkait.

2.Tim Koordinasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pasuruan, terdiri atas unsur/instansi (a) BAPPEDA, (b) DISPERIKAN, (c) DISPERINDAG, (d) Dinas Koperasi & UKM, (e) Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM), dan (f) BKPMD .

3. Tim Pendamping teknis bagi KOPINKAN yang beranggotakan para wakil dari unsur-unsur pada jenjang seperti di atas yang bertugas ikut merencanakan, mendampingi pelaksanaan pembangunan, memantau, mengawasi dan mengevaluasi kegiatan usaha KIPMAS. Unsur Perguruan Tinggi diharapkan dapat berperan sebagai pendamping aktif.

4. Dengan adanya internal/external accountabilitv dan transparansi yang baik dari KOPINKAN, dan tim pendamping teknis, diharapkan akan mempermudah pelacakan dan pertanggung-jawaban pemanfaatan sumberdaya dan dana.

5.Pelibatan lembaga-lembaga sosial-ekonomi masyarakat yang credible" ke dalam KOPINKAN dilakukan dengan kriteria / persyaratan sebagai berikut:

a. Diutamakan lembaga yang telah dikenal dan mengakar di masyarakat setempat, serta telah berpengalaman menjalin interaksi aktif dengan masyarakat sekitar.

b. Memiliki pengalaman (track record) yang baik dalam melakukan pengembangan unit usaha produksi ikan, termasuk Unit usaha perdagangan dan usaha-usaha industri kecil.

c. Diupayakan telah melembaga untuk menjamin accountability dan kepastian hukum.

d. Dalam kaitannya dengan distribusi Ikan, dapat diintegrasikan dengan sistem distribusi ikan yang telah ada.

4.7. RUANG Lingkup Pemberdayaan

1. Sosialisasi konsep KOPINKAN sebagai mata rantai utama dalam sistem produksi dan distribusi produk pengolahan ikan.

2. Rekruitmen tenaga terampil terdidik untuk dijadikan petugas pendamping profesional

3. Pelaksanaan kegiatan LITBANG dan DIKLAT antara lain meliputi:

(a) Sistem produksi perikanan rakyat;

(b) Sistem Industri Pengolahan Ikan

(c) Sistem distribusi produk-produk olahan ikan

4. Penyaluran modal bergulir dengan pendampingan untuk KOPINKAN dengan model tiga roda.

5.Penyaluran fasilitas kredit Agroindustri Ikan kepada KOPINKAN sesuai dengan tahapan pelaksanaan program.

6.Tim Konsultasi dan Tim Koordinasi melaksanakan koordinasi perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan program dan menyampaikan laporan kemajuan program secara periodik (bulanan dan triwulanan).

4.8. Bagan Kelembagaan

KOPINKAN

PENERAPAN MODEL TIGA RODA

TIPOLOGI WILAYAH SEKITAR KOPINKAN

Petani-NELAYAN

dan PENGOLAH

KOPINKAN

ikan rakyat

Unit

tokoh masyarakat KSP ikan-rakyat

kontak tani pedesaan

Unit

PPI

Unit

Jasa-jasa

Penunjang

masyarakat luas pesisir-pantai

MITRA EKSTERNAL

KOPINKAN:

*) Amanah

*) Profesional

UNIT USAHA

PERIKANAN RAKYAT

UNIT USAHA

UNIT USAHA

JASA-JASA

PABRIK PENGOLAHAN IKAN

PENUNJANG/ (PPI)

KOMPLEMEN

PETANI / MASYARAKAT

NELAYAN

KOPINKAN SEBAGAI AGEN KENDALI DISTRIBUSI IKAN

PETANI / NELAYAN/PENGOLAH

PERIKANAN RAKYAT

Mitra sharing modal KOPINKAN ikan PPI

eksternal

Unit Perdagangan Pembelian ikan

penjualan ikan

SISTEM SISTEM

PELELANGAN DISTRIBUSI

IKAN IKAN

5. KELEMBAGAAN PENDAMPINGAN UUEP Perikanan5.1. Orientasi

Usaha memberdayakan ekonomi masyarakat pedesaan pesisir-pantai harus ditempatkan dalam konteks pembangunan masyarakat desa yang bertumpu pada peran-serta aktif masyarakat dan peningkatan produktivitas rakyat (people empowernment). Agar supaya usaha ini menjadi lebih efektif, maka diperlukan dukungan dari berbagai pihak dan sektor secara terpadu dan terfokus sesuai dengan potensi dan kondisi wilayah, terutama potensi perikanan rakyat.

Salah satu upaya yang dipandang sebagai perluasan dan peningkatan berbagai program dan upaya pemberdayaan ekonomi pedesaan adalah Model KIPMAS (Kawasan Industri Pangan Milik Masyarakat) melalui koperasi sebagai pengelolanya.

Program seperti ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan memperkuat kemampuan kelompok masyarakat untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan membuka keterisolasian dan kesempatan berusaha dengan melibatkan komoditas unggulan wilayah. Program ini diarahkan pada pengembangan kegiatan sosial ekonomi untuk mewujudkan kemandirian masyarakat perdesaan, dengan menerapkan prinsip-prinsip sekala ekonomi, usaha kelompok, keswadayaan dan partisipasi, serta menerapkan semangat dan kegiatan kooperatif dalam bentuk Kelompok Usaha Bersama Agroindustri (Kelompok) Perikanan Rakyat.

Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, masyarakat perdesaan perlu dibina melalui pengembangan kelompok usaha bersama. Oleh karena itu masyarakat diberikan wewenang penuh untuk merumuskan kegiatan usaha produktifnya. Dengan demikian sasaran pembinaan Kelompok adalah meningkatnya kemampuan masyarakat untuk berusaha secara produktif dan ekonomis.

Pembinaan masyarakat melalui Kelompok memerlukan tenaga pendamping yang handal. Untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif, tenaga pendamping ini harus siap bekerja secara purna waktu.

5.2. Tenaga Pendamping

1. Pengertian

Pendamping adalah tenaga lapangan pada tingkat desa yang berasal dari berbagai instansi pemerintah atau dari masyarakat, yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan untuk mengembangkan usaha agribisnis Perikanan Rakyat.

2. Tugas Pendamping

Pendamping bertugas antara lain (1) membina penduduk yang bergabung dalam Kelompok sehingga menjadi suatu kebersamaan yang berorientasi pada upaya perbaikan kehidupan, (2) sebagai pemandu (fasilitator), penghubung (komunikator), dan penggerak (dinamisator) dalam pembentukan Kelompok dan pembimbing pengembangan kegiatan usaha pengolahan ikan.

Dalam melaksanakan tugas-tugasnya tersebut, pendamping dikoordinasikan oleh Koperasi. Ruang lingkup tugas pendamping adalah sbb:

a. Melalui prakarsa KOPINKAN , pendamping memandu pembentukan Kelompok melalui musyawarah RT/RW/Lingkungan/Dusun/Desa.

b. Membina Kelompok agar berfungsi sebagai wahana proses belajar mengajar proses alih teknologi, pengambilan keputusan, mobilisasi sumberdaya para anggota dan komunikasi antara anggota dengan para petugas.

c.Bersama aparat terkait menyusun rencana peningkatan kualitas sumberdaya manusia dari para anggota dan pengurus Kelompok.

d.Mengembangkan sistem informasi pasar hasil produksi dan sarana produksi, serta ketersediaan teknologi tepat guna.

e. Meningkatkan kerjasama dengan para tokoh masyarakat, lembaga- lembaga pene-litian serta lembaga-lembaga suasta.

f. Memantau permasalahan dan hambatan dalam pengembangan usaha para anggota Kelompokg. Mengidentifikasi kebutuhan teknologi dan menginformasikannya ke lembaga-lembaga inovasi teknologi.

3. Kegiatan Utama Pendamping

a. Pemahaman

a. Memahami berbagai Juknis dan Juklak dan berbagai pengarahan aparat terkait

b. Memahami berbagai prosedur perkreditan formal melalui Koperasi

c. Memahami aspirasi dan usaha Kelompok yang akan dibina

d. Mengidentifikasi jenis sumberdaya yang ada pada masyarakat dan peluang-peluang berusaha

e. Merumuskan kebutuhan Kelompok, terutama untuk pengembangan usaha agribianis.

b. Menyusun Jadwal Kerja

Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, pendamping perlu menyusun jadwal kerja. Caranya adalah sbb:

a. Membaca serta memahami dahulu langkah-langkah kegiatan pendampingan

b. Membahas dan menyusun rencana jadwal kerja dengan sesama pendamping

c. Pendamping membicarakan serta menyepakati rencana jadwal kerja dengan KOPINKAN .

c. Membantu Pendataan Penduduk Miskin

Dalam rangka mengembangkan Kelompok dan menggerakkan usaha kelompok, data tentang penduduk, keadaan sosial ekonomi masyarakat, jenis-jenis sumberdaya yang dimiliki perlu dikumpulkan melalui pengembangan sistem pendataan yang efisien. Sasaranannya adalah terciptanya bank data tentang masyarakat Desa, yang dapat dipergunakan untuk membuat perencanaan sesuai dengan keinginan kelompok dan evaluasi kemajuan Kelompok.

Dalam rangka pelaksanaan program KIPMAS , maka penduduk desa baik pria maupun wanita perlu ditata dan disiapkan secara seksama. Pendataan didasarkan atas kriteria setempat yang telah disepakati bersama oleh Pemerintah Desa/Kelurahan dan Tokoh/Pemuka Masyarakat serta LKMD. Pendataan mereka meliputi aspek-aspek: (a) sumber-sumber pendapatan keluarga, (b) pemenuhan kebutuhan hidup minimal seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.

Hasil pendataan penduduk miskin ini merupakan bahan yang akan dibahas dan dimusyawarahkan. Untuk itu pendamping harus melakukan hal-hal sbb: (a) menghimpun data penduduk desa yang ada di desa/dusun; (b) mengelompokkan data penduduk dalam kelompok penduduk berdasarkan jenis-jenis usaha yang telah ada dan kelompok penduduk yang belum mempunyai jenis usaha serta berdasarkan lokasi tempat tinggalnya.

d. Membantu Pembentukan KelompokKelompok adalah kumpulan penduduk setempat yang menyatukan diri dalam usaha agribisnis untuk meningkatkan kesejahteraan, keswadayaan dan kegotong-royongan. Untuk memperlancar dan mengefektifkan upaya mempercepat penanggulanan kemiskinan, penduduk desa harus didorong membentuk kelompok usaha bersama. Pembentukan Kelompok ini dapat diprakarsai oleh KOPINKAN bersama-sama dengan tokoh masyarakat.

Dalam membantu pembentukan Kelompok tersebut maka perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu:

(a). Pembentukan Kelompok didasarkan pada kebutuhan rumahtangga, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan anggota

(b). Harus dihindari pembentukan Kelompok yang dipaksakan oleh aparat pemerintah, termasuk aparat desa

(c). Dalam wadah Kelompok ini diselenggarakan usaha produktif agribisnis, pemupukan modal dan penghimpunan tabungan sehingga memberikan manfaat secara ekonomis bagi semua anggota Kelompok secara lestari dan berkelanjutan

(d). Kelompok dapat merupakan kelompok yang sudah ada, atau dapat pula di