PEMBAHASAN LAPORAN KASUS 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

a

Citation preview

Laporan Kasus: Kejang Demam Kompleks dengan Dengue Haemorragic Fever Grade IIIPRESENTASI KASUSKEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDARUMAH SAKIT TARAKAN

Nama:Sophie AileenTanda TanganNo NIM: 11.2011.184 ...............................Topik:DHF Grade IIIDokter Pembimbing:Dr. Mustari, Sp.A ...............................

IDENTITAS PASIENNama:An. M RJenis Kelamin:Laki-lakiUmur:5 TahunTanggal Lahir:5 Januari 2009No. RM:01172819Suku Bangsa:JawaPendidikan:Belum SekolahAgama:IslamAlamat:Srengseng RT/RW 08/06, Kembangan, Jakarta Barat, DKI JakartaMasuk:4 Januari 2014, pkl.19.25Dirawat:Ruang Melati, Kelas III

IDENTITAS ORANG TUANama Ibu:Ny. A ATelepon:08180722518Agama:IslamAlamat:Srengseng RT/RW 08/06, Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta

ANAMNESADiambil secara alloanamnesa terhadap ibu pasienPada tanggal 6 Januari 2013 pukul 08.00 WIB

Keluhan Utama:KejangKeluhan Tambahan:Demam

Riwayat Penyakit Sekarang :Tiga hari lalu, anak kejang. Kejang pada seluruh tubuh, awalnya anak terlihat bengong mata mendelik keatas, dan seluruh tubuh ikut bergetar. Kejang 4x/tahun) Riwayat otitis media (-) Riwayat tonsilitis (-)

Riwayat penyakit keluarga :PenyakitYaTidakHubungan

Alergi V

Tuberkulosis V

Kejang Demam V

Epilepsi-V-

Riwayat Kehamilan dan KelahiranKehamilanPerawatan antenatal: Teratur, setiap 3 bulan ke bidanPenyakit kehamilan: Tidak adaKelahiranTempat kelahiran: RumahPenolong persalinan: BidanCara persalinan: SpontanMasa gestasi: Cukup bulan (9 bulan)Keadaan bayi: Langsung menangisBerat badan lahir: 3200 gramPanjang badan lahir: 47 cmLingkar kepala: Tidak diketahuiLangsung menangis: Langsung menangisPucat/Biru/Kuning/Kejang: Tidak adaKelainan bawaan: Tidak adaKesan : Neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan

Riwayat imunisasi :No.VaksinDasar (Usia)

1BCG1 bulan

2Hepatitis BLahir2 bulan3 bulan4 bulan

3PolioLahir2 bulan3 bulan4 bulan

4DPT2 bulan3 bulan4 bulan-

5Campak9 bulan

6.HiB-

7MMR-

8Tifoid-

9Hepatitis A-

10Varisela-

Kesan : Imunisasi dasar lengkap

Riwayat Pertumbuhan :Melalui anamnesa, pertumbuhan sesuai dengan teman seumuran. Tidak ada keterlambatan dalam personal-sosial, motorik halus, bahasa, maupun motorik kasar.Status Gizi:Berat Badan:15 Kg (-1 s/d -2 SD z-score WHO)Tinggi Badan:104 cm (-1 s/d -2 SD z-score WHO)IMT:13.86 (0 s/d -2 SD z-score WHO)Status Gizi:Normal (IMT/umur)

PEMERIKSAAN FISIKDilakukan tanggal 6 Januari 2013

Status GeneralisKeadaan Umum:Tampak Sakit SedangKesadaran:Compos MentisHeart Rate:102 x/mnt, kuat angkat isi dan tegangan cukupRespiratory Rate:28 x/mntSuhu:39,3 oC (axila)Tekanan Darah:110/70

Pemeriksaan SistematisKepala:Normocefali, rambur hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut. Mata:CA -/- , SI -/- , Mata cekung -/-, pupil isokor (+/+), diameter 3mm, RC (+/+) Hidung:NCH (-) Rhinorea (+)Mulut:Mukosa basah (+), sianosis (-), Faring hiperemis (+), T1-T1Telinga:Otore (-), Otalgia (-)Leher:KGB tak terabaThorax:Pulmo Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, tak tampak retraksi selaga iga Palpasi: Tak teraba masa, tak ada retraksi, fremitus taktil simetris Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru Auskultasi : SN Vesikuler (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)Cor: Inspeksi: Pulsasi ictus cordis tidak terlihat Palpasi: Teraba Ictus cordis teraba di midclavicula sinistra ICS 4, kuat angkat Perkusi: Batas jantung normal Auskultasi: BJ I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen : Inspeksi: Perut datar, tidak ada masa, tidak ada gambaran vena Palpasi: Nyeri tekan (-), Turgor baik, Supel, Hepar dan lien tak teraba Perkusi: Timpani pada seluruh lapang abdomen Auskultasi : Bising usus (+) NormalGenital: Dalam batas normalEkstrimitas: Akral hangat, nadi kuat, CRT < 3, edema (-)Neurologis: Kaku kuduk (-), bruzinsky I (-), Babinsky (-), refleks fisiologis (+2)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM4/1

HEMATOLOGISatuanNilai Normal

Darah Rutin

Hemoglobin11,2g/dL13,0 18,0

Hematokrit36,6%40 50

Eritrosit5,01Juta/uL4,11 5,95

Leukosit4.240/mm34000 10.000

Trombosit186.000/mm3150.000 450.000

KIMIA KLINIK

Gula Darah Sewaktu107u/L

ELEKTROLIT

Natrium (Na)132mEq/L135 150

Kalium (K)3.8mEq/L3.6 5.5

RINGKASANAn.MR laki-laki umur 5 tahun, 11kg, satu hari lalu mengalami kejang sebanyak 2x dalam satu hari, Kejang tonik klonik < 5menit, setelah kejang langsung menangis. Pada kejang kedua, diberikan diazepam supp dan anak tertidur, demam 4 hari, selalu tinggi sepanjang hari, batuk (+) pilek (+) seminggu terakhir dengan rhinorea (+) kehijauan, BAB dan BAK dalam batas normal.Riwayat kejang demam sejak usia 1 tahun (+), epilepsi (-), imunisasi lengkap, perkembangan anak baik, sesuai dengan teman seumurannya. Status gizi baik.Pada pemeriksaan fisik, S:39,3oC, faring hiperemis, lain-lain dbn.

DIAGNOSA KERJA1. Kejang Demam KompleksDasar diagnosa : kejang demam terjadi 2x dalam satu hari2. Infeksi Saluran Pernafasan AtasDasar diagnosa : batuk pilek 1 minggu, rhinorea (+), faring hiperemis, Wh-/- Rh-/-

DIAGNOSA BANDING1. MeningitisUntuk sementara disingkirkan karena tidak ditemukan kaku kuduk, tanda babinsky atau bruzinsky pada anak2. EpilepsiDari anamnesa, ibu menyatakan anak selalu kejang saat demam. Tidak pernah kejang tanpa demam dan tidak memiliki riwayat keluarga epilepsi.

ANJURAN PEMERIKSAANEEG untuk menyingkirkan epilepsi

PENATALAKSANAANNon Medika Menthosa1. Tirah baring2. Observasi TTV, kesadaran3. Edukasi pada keluarga bila anak alami kejang lagi

Medika MenthosaIVFD RL 16 tpmCefotaxime 2 x 350 mgPuyer Luminal 2 x 30 mgParacetamol syrup 3 x 1/2cth

PROGNOSIS Ad vitam: ad bonamAd functionam: dubia ad malamAd santionam : dubia ad malam

FOLLOW UP

7 Januari 2014

SDemam H-5 (+) Kejang (-) Batuk (+) Pilek (+) Anak terlihat lemas, cenderung tidur, tidak mau makanBAB biasa, BAK berkurang, sejak malam anak belum BAK

OKu/kes : TSB/cenderung tidurHR : 122x/mnt RR:24x/mnt S:38,8 oC TD: 90/50Kepala : normocefaliMata : CA -/- SI-/- cekung(+/+)Hidung : Rhinorea (+/+), NCH (-)Mulut : Mukosa kering (+)Paru : SN vesikule Wh-/- Rh-/-Jantung : BJ I/II murni regulerAbd : supel, datar, Nyeri tekan (+) daerah epigastriumEks : akral dingin, sianosis (-), nadi lemah, cepat, CRT 90mmHg ulangi IVFD RL 10cc/KgBB selama 30 menitObservasi TTV setiap jamCek ulang H2TLTampung urin (kontrol diuresis)

8/1

HEMATOLOGISatuanNilai Normal

Darah Rutin

Hemoglobin11,8g/dL13,0 18,0

Hematokrit36,9%40 50

Eritrosit4,66Juta/uL4,11 5,95

Leukosit7.800/mm34000 10.000

Trombosit71.000/mm3150.000 450.000

8 Januari 2014

SDemam H-6 (-) Kejang (-) Batuk (+) Pilek (-) sesak (+)Nyeri perut (+), anak terlihat bengkak dan masih lemasBAB biasa BAK (+)

OKu/kes : TSS/CMBerat Badan : 17 kg (naik 2kg)HR : 110x/mnt RR:24x/mnt S:37,2 oC TD: 90/60Kepala : normocefaliMata : CA -/- SI-/- edema palpebra (+/+)Hidung : Rhinorea (-/-), NCH (+)Mulut : Mukosa kering (-)Thorax : retraksi suprasternal (+)Paru : SN vesikuler melemah di basal paru kanan Wh-/- Rh+/+Jantung : BJ I/II murni regulerAbd : perut cembung, tegang, Nyeri tekan (+) daerah epigastriumHepar teraba 3cm bawah arcus costae, tepi tajam, permukaan rata, nyeri tekan (+)Eks : akral hangat, sianosis (-), CRT 18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak peru dilakukan pungsi lumbal.3. ElektroensefalografiPemeriksaan elektroensefalografi tidak dapat memprediksin berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan terjadinya epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya, tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas, misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.1,24. PencitraanFoto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi, seperti kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, dan papiledema.1,2

Tata laksana saat kejangBiasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 12 mg/menit atau dalam waktu 35 menit, dengan dosis maksimal20 mg. Obat praktis dan dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mguntuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untukanak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti,dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan intervalwaktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.1,2Pemberian obat pada saat demamAntipiretikTidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretikmengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli diIndonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidakdianjurkan.1,2AntikonvulsanPemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8jam pada suhu > 38,5C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.1,2Pemberian Obat RumatIndikasi Pemberian obat RumatPengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu):1,2-kejang lama >15 menit-adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental dan hidrocephalus.-kejang fokalPengobatan rumat dipertimbangkan bila:1,2 kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan kejang demam 4 kali per tahun.Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan RumatPemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengomatan rumat diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.1,2

EdukasiHal yang yang harus dilakukan orang tua saat anak kejang :1,2 Tetap tenang dan tidak panik. Kendorkan pakaian anak yang ketat terutama sekitar leher. Bila anak tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut. Ukur suhu tubuh, lihat dan catat lama dan bentuk kejang. Tetap bersama anak selama kejang. Berikan diazepam rektal (stesolid), jangan berikan obatinijika kejang telah berhenti. Bawa ke dokter atau rumah sakit jika kejang berlangsung 5 menit atau lebih.

PrognosisKemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologisKejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.1,2Kemungkinan mengalami kematianKematian karena kejang demam belum pernah dilaporkan.1,2Kemungkinan berulangnya kejang demamKejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam, adalah:1,21. Riwayat kejang demam dalam keluarga2. Usia kurang dari 12 bulan3. Temperatur yang rendah saat kejang4. Cepatnya kejang setelah demamBila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar adalah pada tahun pertama.1,2

Faktor risiko terjadinya epilepsi Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi epilepsi adalah:11. Kelainan neurologis atau kelainan perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama2. Kejang demam kompleks3. Riwayat epilepsi ada orangtua atau saudara kandung.Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi hingga 46% dan kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkian epilepsi. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.1,2

PEMBAHASAN 1An.MR berumur 5 tahun, mengalami kejang demam tonik klonik < 5menit sebanyak 2 kali dalam sehari, pada pemeriksaan fisik juga tidak didapatkan kelainan pada pemeriksaan neurologis, sehingga dapat didiagnosa kejang demam kompleks.Namun An.MR sudah sering mengalami kejang demam sejak berumur 1 tahun, ibu menyatakan selalu kejang bila demam tinggi (tidak diketahui jumlah kejang per tahunnya oleh ibu). Pada anamnesa juga, ibu menyatakan anaknya tidak mengalami keterlambatan pertumbuhan baik secara personal-sosial, motorik halus, bahasa, dan motorik kasar. Ibu menyatakan perkembangan anaknya sesuai dengan teman seumurannya.Anak mendapat paracetamol karena anak masih demam saat masuk RS dan selama dalam pengawasan. Dosis yang diberi 3 x cth (sediaang 120mg/5ml). Dosis paracetamol yang dianjurkan 10-15mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis (150-225mg/hari untuk An.MR).An.MR juga mendapatkan cefotaxime (antibiotika golongan sefalosporin generasi ke tiga) sebanyak 2x350 mg/hari. Antibiotika diberikan sebagai profilaksis penyebab demam yang dicurigai akibat ISPA bakterial, karena cefotaxime merupakan bakterisid yang berspektrum luas dapat untuk bakteri gram positif dan negatif.Untuk menurunkan risiko terjadi nya kejang demam berulang, konsensus kejang demam IDAI merekomendasikan penggunaan diazepam oral dengan dosis 0,3mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. An.MR mendapat luminal (phenobarbital) 2 x 30mg/hari sejak hari pertama dirawat. Hal ini mungkin dipertimbangkan sebagai obat rumatan phenobarbital dengan dosis 3-5mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis (untuk An.MR 45-75mg/hari). Bila mengikuti teori, pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Perlu diingat bahwa pemakaian phenobarbital jangka panjang dapat menyebabkan gangguan prilaku dan gangguan belajar.Walaupun kejang yang terjadi pada An.MR tidak mencapai 15 menit, tidak memiliki kelainan neurologis sebelum kejang, dan bukan kejang fokal, obat rumatan diberikan dengan pertimbangan kejang demam berulang lebih dari 1x dalam 24 jam, dan >4x dalam 1 tahun. Bila sesuai dengan anamnesa ibu yang menyatakan anaknya selalu kejang saat demam, dapat diperkirakan bahwa anak memang sering kejang dan kemungkinan kejang >4x dalam satu tahun amatlah besar.Pada anamnesa juga orang tua menyatakan tidak ada riwayat epilepsi dan tidak ada bangkitan kejang diluar demam, dari anamnesa, dapat disingkirkan diagnosa epilepsi, namun untuk lebih pasti, dapat diusulkan pemeriksaan EEG pada anak.

DENGUE HAEMORRAGIC FEVERDefinisiDengue adalah infeksi yang ditularkan oleh nyamuk dimana dalam dekade terakhir menjadi masalah kesehatan publik secara internasional. Dengue ditemukan di daerah tropik dan sub-tropik di seluruh dunia, secara predominan di daerah urban dan semi-urban. Demam Berdarah Dengue (DBD), satu komplikasi potensial, pertama kali ditemukan pada tahun 1950an dalam epidemi dengue di Filipina dan Tailand. Pada hari ini, DBD ditemukan hampir di seluruh negara Asia dan telah menjadi penyebab utama perawatan di rumah sakit dan kematian anak di daerah tersebut. Terdapat empat tipe virus yang berhubungan erat yang dapat menyebabkan demam dengue. Penyembuhan dari infeksi akan memberikan kekebalan seumur hidup terhadap tipe virus tersebut tetapi hanya proteksi sebagian dan sementara untuk ketiga tipe lain virus pada infeksi selanjutnya. Terdapat bukti yang menyatakan infeksi sekuensial meningkatkan resiko berkembangnya DBD.6

EtiologiDemam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.6

EpidemiologiInfeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18, seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi.6Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.6

PatofisiologiPatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hipotesis immune enhancement.6Halstead (1973) menyatakan mengenai hipotesis secondary heterologous infection. Pasien yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan membentuk kompleks antigen antibodi kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag (respon antibodi anamnestik)Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma merembes ke ruang ekstravaskular. Volume plasma intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga syok.6Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan perembesan plasma kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Virus dengue dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah.6Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme kompensasi stimulasi trombopoesis saat keadaan trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular diseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.6Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.6DSS terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari ke-3 dan ke-7 sakit. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis, yang dasarnya sebagai berikut:61) Pada manusia, sel fagosit mononukleus, yaitu monosit, histiosit, makrofag dansel kupfer merupakan tempat utama terjadinya infeksi verus dengue. 2) Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi maupun spesifik pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fogosit mononukleus. 3) Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus yang telah terinfeksi itu. Parameter perbedaan terjadinya DHF dan DSS ialah jumlah sel yang terinfeksi. 4) Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan disseminated intravaskular coagulation (DIC) terjadi sebagai akibat dilepaskannya mediator- mediator oleh sel fagosit mononukleus yang terinfeksi itu. Mediator tersebut berupa monokin dan mediator lain yang mengakibatkan aktivasi komplemen dengan efek peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah, serta tromboplastin yang memungkinkan terjadinya DIC.6

DiagnosaUntuk mendiagnosa demam berdarah, dinilai dari gejala klinis dan laboratorium. Dua kriteria klinis ditambah satu dari kriteria laboratorium cukup untuk mendiagnosa DBD.6-11Klinis:1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan: Uji bendung positif Petekie, ekimosis, purpura Perdarahan mukosa, epiktasis, perdarahan gusi Hematemesis dan atau melena3. Pembesaran hati4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, capillary refill time memanjang (> 2 detik) dan pasien tampak gelisah.Laboratorium :1. Trombositopenia (100.000 /uL atau kurang)2. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan manifestasi klinis sebagai berikut:a. Peningkatan hematokrit 20% dari nilai standarb. Penurunan hematokrit 20% setelah mendapat terapi cairan c. Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia

Manifestasi KlinisDerajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi):6-10

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Demam Berdarah6-10Dengue FeverDemam dengan dua gejala mengikuti:8 Sakit kepala Nyeri retroorbital Mialhia Atalgia/ nyeri tulang Rash Manifestasi perdarahan Tanpa bukti kebocoran plasma

Derajat IDemam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji bendung

Derajat IISeperti derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain

Derajat IIIDidapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin, lembab, anak tampak gelisah

Derajat IVSyok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tidak dapat diukur

Pada guideline DHF WHO 2011, dinyatakan bahwa DHF grade III dan IV merupakan dengue shock syndrome.8Terdapat perbedaan klasifikasi antara guideline demam berdarah WHO pada tahun 1997, dan 2011.8-11Pada guideline tahun 2009, klasifikasi diubah menjadi dengue tanpa warning sign (serupa dengan dengue fever pada 1997 dan 2011), dengue dengan warning sign (serupa DHF grade I-II), dan severe dengue (serupa DHF grade III-IV)8-11Namun pada tahun 2011, klasifikasi ini dikembalikan seperti guideline tahun 1997 dengan tambahan expended dengue syndrome, yaitu dengue dengan manifestasi klinis yang tidak biasa, seperti ensefalitis dengue yang dilaporkan pada beberapa negara asia seperti Indonesia, Malaysia, Myanmar, dan India. Namun belum diteliti lebih lanjut.8

Dengue syok sindrom (DSS) dapat didiagnosa bila tanda DHF diatas disertai dengan tanda syok seperti:8 Takikardi, ekstrimitas dingin, CRT memanjang, nadi lemah, letargi hingga penurunan kesadaran yang menandakan kurangnya perfusi ke otak Tekanan nadi 20mmHg dengan meningkatnya tekanan diastolik Hipotensi menurut umur, atau tekanan sistolik < 80mmHg untuk anak < 5 tahun atau 80-90 mmHg untuk anak yang lebih besar dan dewasa.

PenatalaksanaanPada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien demam dengue dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD di rawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan baik, diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan kristaloid dan koloid serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan.6-11

Tatalaksana DBD tanpa syok di Rumah Sakit:7 Beri anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup, susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam, muntah/diare Beri paracetamol bila demam, jangan beri asetosal atau ibuprofen karena obat ini merangsang terjadi perdarahan Beri infus sesuai dehidrasi sedang Beri hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau asetat Kebutuhan cairan parenteral BB < 15 kg: 7ml/kgBB/jam BB 15 40 kg: 5ml/kgBB/jam BB > 40kg: 3ml/kgBB/jam Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit, dan hemoglobin) tiap 6 jam Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai stabil. Cairan intravena biasanya hanya memerlukan 24-48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan. Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata laksana syok terkompensasi

Tata laksana DBD dengan syok:7,11 Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 liter secara nasal Berikan 20ml/kg larutan kristaloid seperti RL secepatnya Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20ml/kgBB secepatnya (maksimal 30mnt) atau pertimbangkan pemberian koloid 10-20 ml/kgBB/jam maksimal 30ml/kgBB/24 jam Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi, berikan transfusi darah atau komponen Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis dan laboratorium Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam. Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak daripada pemberian cairan yang terlalu sedikit.

Tabel 2: Perbedaan penatalaksanaan cairan pada guideline DHF 1997, 2009, dan 20118-11199720092011

DHF Grade I-IIDengue With Warning SignDHF grade I-II

6-7ml/kgBB/jam dilanjutkan 5ml/kgBB/jam dilanjutkan 3ml/kgBB/jam lalu stop setelah 24-48 jamPakai larutan isotonik5-7ml/kgBB/jam (1-2 jam)3-5ml/kgBB/jam (2-4 jam)2-3ml/kgBB/jam atau kurang tergantung manifestasi klinisMaintenence untuk hari pertama dengan memberi 5% defisit cairan melalui oral serta intravena sampai 48 jam

Dengue Syok SyndromeSevere dengue compensate shockDHF Grade III

10-20 ml/kgBB bolus Ulangi bila perluIsotonik kristaloid5-10ml/kgBB/jam lalu nilai ulang10ml/kgBB untuk anak300-500ml untuk dewasaMasuk dalam 1 jam atau bolus

Severe dengue hypotensi shockDHF Grade IV

Mulai dengan kristaloid atau keloid20ml/kg bolus dalam 15 mnt untuk selamatkan pasien dari syok10ml/kgBB bolus dalam 10-15 menitBila tekanan darah membaik, kembali ke penatalksanaan DHF grade III. Bila belum kembali, ulang bolus dan tes darah ulang.

TransfusiTransfusi

5-10 ml/kg fresh PCR atau10-20 ml/kg FWB10ml/kg FWB atau5ml/kg fresh PCR

KomplikasiKomplikasi DHF dapat terjadi akibat perpanjangan masa syok yang mengarah pada asidosis metabolik dan perdarahan hebat akibat DIC dan kerusakan multi organ seperti hepar dan renal disfungsi. Rehidrasi berlebih untuk menggantikan plasma yang bocor dapat menyebabkan efusi masif yang mengakibatkan kompromis respiratory, kongestif pulmonal akut atau bahkan gagal jantung. Terapi cairan bila diteruskan dapat menyebabkan edema pulmonal akut dan gagal jantung. Syok dengue yang berkepanjangan dan terapi cairan yang berlebih juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit dan metabolisme seperti; hipoglikemi, hiponatremia, hipocalemia, hiperglikemia. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya manifestasi dengue yang tidak biasa, seperti ensefalitis.8

Kriteria Pemulangan PasienPasien dapat dipulang apabila, memenuhi semua keadaan dibawah ini:6-111.Tampak perbaikan secara klinis 2.Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik 3.Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis) 4.Hematokrit stabil 5.Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/ul 6.Tiga hari setelah syok teratasi 7.Nafsu makan membaik

PrognosisKematian oleh demam dengue tidak ada, sebaliknya pada DSS atau DHF mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya dan Jakarta, semarang memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan dariapada anak-anak. Dari penelitian tahun 1993 dijumpai keadaan penyakit yang terbukti bersama-sama muncul dengan DHF yaitu Demam tifoid, bronkopneumonia, anemia, dan kehamilan.6,7

PencegahanCara PenularanTerdapat 3 faktor yang memegang peran pada penularan infeksidengue, yaitu manusia, virus, dan vector perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti setelah melalui masa inkubasi dalam tubuhnya selama 8-10 hari. Pada manusia diperlukan waktu 4-6 hari. Pada manusia , penularan hanya terdapat pada saat tubuh dalam keadaan viremia yaitu antara 3-5 hari, sedangkan nyamuk dapat menularkan virus selama hidupnya.6

Cara yang tepat guna dalam pemberantasan penyakit DBD adalah melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yaitu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam membasmi jentik nyamuk penular demam berdarahdengan cara 3M yaitu :6,71. Menguras secara teratur seminggu sekali atau menaburkan abate/altosit ke tempat penampungan aitr bersih (TPA)2. Menutup rapat-rapat TPA3. Mengubur dan menyingkirkan kaleng-kaleng bekas, plastik dan barang bekas lainnya yang dapat menampung air hujan, sehingga tidak menjadi sarang nyamuk aedes aegypti.

PEMBAHASAN IIAn. MR didiagnosa Dengue haemorragic fever grade III sesuai dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang yang dilakukan pada tanggal 7 Januari 2014. Pada anamnesa anak cenderung tidurm terlihat lemas, tidak mau makan, dan BAK berkurang. Hal ini dapat menjadi tanda kurangnya perfusi ke otak. Saat dilakukan pemeriksaan fisik, nadi teraba teraba lemah dan CRT =3 detik. TD: 90/50. Terdapat nyeri epigastrium. Sehingga diberikan terapi cairan. IVFD RL 300cc/jam. sistolik >90mmHg RL 10cc/kg selama 30menit. Berat anak 15 kg, maka anak mendapat cairan 20cc/kgBB (sama dengan terapi DSS pada guideline DHF 1997 dan terapi severe dengue hypotensi shock DHF 2009). Bila mengikuti guidline 2011 untuk DHF grade III, cairan yang diberi 10cc/kgBB berarti 150cc dalam 1 jam atau bolus. Dilakukan tes ulang laboratorium darah (dapat dilihat pada lampiran), terdapat penurunan trombosit (186.000-> 71.000) namun hematokrit belum (36.3->36.9).Keesokan harinya, ditemukan tanda overload pada An.MR berupa peningkatan berat badan, sesak, edema pada kelopak mata, nafas cuping hidung (+), retraksi supra sternal (+). Pada paru Suara nafas dasar melemah di basal paru dekstra dan terdapat ronki kasar pada basal paru yang menandakan adanya edema paru akut. Pada abdomen, perut tegang, nyeri tekan epigastrium, hepar teraba 3 cm bawah arcus costae, dan edema pada kedua tungkai bawah. Sehingga diagnosa kelebihan cairan, diberi lasix 1mg/kgBB.Pada hari ke 7 diperiksa serologi IgG dan IgM serologi dan didapatkan hasil positif. Setelah pemberian lasix, urinalisis anak 3,6cc/kgBB/jam dan didapatkan tanda perbaikan.Hari ke 8, urinalisis 5cc/kgBB/jam, tanda-tanda overload telah mulai menghilang sehingga lasix di stop.Hari ke 9, mulai keluar convalesence rush pada seluruh tubuh, anak mulai aktif dan kembali lincah, nafsu makan membaik. Anak direncanakan pulang bila trombosit > 50.000. namun hari ke 10, trombosit kembali turun (walau sedikit) sehingga pemulangan pasien ditunda. Sudah tidak ada keluhan, hari ke 11, semua gejala klinis telah membaik, hasil laboratorium pun membaik sehingga anak dipulangkan.Hematokrit tertinggi dan terendah anak ialah 36,9 dan 27,6 sehingga terbukti adanya perbedaan hematokrit 25,2% (>20%) sehingga sudah memenuhi kriteria mendiagnosa DHF sesuai dengan guideline DHF WHO baik tahun 1997, 2009, maupun 2011.

DAFTAR PUSTAKA

1. Widodo DP. Konsensus tata laksana kejang demam. Dalam: Gunardi H, Teheteru ES, Kurniati N, Advani N, Setyanto DB, Wulandari HF, penyunting. Kumpulan tips pediatri. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Hlm.193-203.2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Unit Kerja Koordinasi Neurologi. Konsensus penatalaksanaan kejang demam. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2006.3. Wahab AS, Noerhayati, Soebono H, Suanrto, Sunartini, Juffrie M. Ilmu kesehatan anak Nelson. Jakarta: EGC.2000. Hlm.2059-60.4. Fuadi F. Kejang demam. 2005. Dinduh dari http://eprints.undip.ac.id/29064/2/Bab_2.pdf, 27 Agustus 2013.5. Pusponegoro HD. Kejang demam di standar pelayanan medis kesehatan anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesis. 2005.6. Ditjen PPM & PLP, Dep Kes RI. Pengelolaan pasien demam berdarah dengue. Departemen Kesehatan RI, Jakarta 1996. Diunduh dari: www.depkes.go.id.7. Departemen Kesehatan. Buku saku pelayanan kesehatan anak di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2008. Hlm.157-67.8. Comprehensive guideline for prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic fever. India: WHO SEARO technical publication series no.60. 2011.9. Laksono, Ida S. The dengue guideline 1997-2009-2011 How they are different. Department of Child Health, Faculty of medicine UGM. RSUP Dr.Sardjito, Yogyakarta. Diunduh dari: http://www.slideshare.net/thrissyguntoro/dengue-guideline-082012-grade-dhf-dengue-indonesia., Agustus 2012.10. Guidelines for treatmnet of dengue fever/ dengue haemorrhagic fever in small hospitals. Geneva: WHO SEARO. 1997.11. Dengue guidelines for diagnoses, treatment, prevention and control. WHO for South Asia. 2009.29Sophie Aileen 11.2012.184