21
Pembahasan Tuberkuloma 1.1 Definisi Tuberkuloma Tuberkuloma merupakan lesi granulomatosa kronik dimana berasal dari fokus infeksi tuberkulosis didalam otak oleh karena penyebaran secara hematogen dari bagian tubuh lain terutama dari paru , lesi dapat berbentuk soliter atau multipel. Tuberkuloma sering multiple dan paling banyak berlokasi pada fosa posterior pada anak dan orang dewasa t etapi dapat juga ditemukan pada hemisfer serebri . 1 Tuberkuloma merupakan lesi pada jaringan otak berupa masa padat yang merupakan kumpulan jaringan nekrotik akibat infeksi kuman TB (Mycobacterium tuberkulosis) dan memerlukan diagnosis yang lebih baik berupa biopsi stereotatik meliputi pemeriksaan histopatologi, dimana terdapat nekrosis kaseous sentral yang dikelilingi oleh histiosit epiteloid dan sel Langhans giant. Mycobacterium tuberculosis ditunjukkan dengan reaksi histokimia menggunakan metode Erlich Ziehl-Nielsen’s. Adanya eksudasi inflamasi dan basili biasanya lebih sedikit ditemukan pada tuberkuloma supratentorial yang disertai dengan kista, fibrosa dan kalsifikasi. 2 1.2 Etiologi Tuberkuloma

pembahasan kasus tuberkuloma

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: pembahasan kasus tuberkuloma

Pembahasan Tuberkuloma

1.1 Definisi Tuberkuloma

Tuberkuloma merupakan lesi granulomatosa kronik dimana berasal dari fokus

infeksi tuberkulosis didalam otak oleh karena penyebaran secara hematogen dari

bagian tubuh lain terutama dari paru, lesi dapat berbentuk soliter atau multipel.

Tuberkuloma sering multiple dan paling banyak berlokasi pada fosa posterior  pada anak dan

orang dewasa tetapi dapat juga ditemukan pada hemisfer serebri.1

Tuberkuloma merupakan lesi pada jaringan otak berupa masa padat yang

merupakan kumpulan jaringan nekrotik akibat infeksi kuman TB (Mycobacterium

tuberkulosis) dan memerlukan diagnosis yang lebih baik berupa biopsi stereotatik

meliputi pemeriksaan histopatologi, dimana terdapat nekrosis kaseous sentral yang

dikelilingi oleh histiosit epiteloid dan sel Langhans giant. Mycobacterium

tuberculosis ditunjukkan dengan reaksi histokimia menggunakan metode Erlich

Ziehl-Nielsen’s. Adanya eksudasi inflamasi dan basili biasanya lebih sedikit

ditemukan pada tuberkuloma supratentorial yang disertai dengan kista, fibrosa dan

kalsifikasi.2

1.2 Etiologi Tuberkuloma

Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang

berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 µm dan tebal 0,3 – 0,6 µm dan

digolongkan dalam basil tahan asam (BTA). Penyebab dan sifat tuberkuloma ini

kurang dimengerti, tetapi tuberkuloma ini tidak menggambarkan kegagalan

pengobatan dengan obat. Fenomen ini harus dipikirkan kapanpun anak dengan

meningitis tuberkulosa memburuk atau berkembang tanda-tanda dan gejal-gejala

klinis yang terjadi kadang-kadang berat. Lesi ini dapat menetap selama berbulan

bulan atau bahkan bertahun-tahun.3,4

1.3 Faktor Risiko Tuberkuloma

Faktor risiko dari tuberkuloma diantaranya adalah sistem imun yang lemah,

keadaan sosial ekonomi yang rendah, hygiene masyarakat yang rendah, dan faktor

genetik. 3,4 Tuberkuloma dapat terjadi pada berbagai usia, namun 86 % penderita

Page 2: pembahasan kasus tuberkuloma

tuberkuloma intrakranial berusia dibawah 25 tahun di negara berkembang.

Sebaliknya di Amerika, tuberkuloma terjadi lebih sering pada usia lebih dari 20

tahun.

Pada pasien ini ditemukan adanya sumber infeksi penyakit TB paru pada orang

dewasa, yaitu Bude yang tinggal disebelah rumah pasien dan sudah meninggal tiga

tahun yang lalu karena penyakit tersebut. Faktor sosial ekonomi berperan dalam

berkembangnya penyakit ini di lingkungan tempat tinggal pasien, selain hygiene yang

kurang baik. Selama beberapa bulan terakhir, anak belum pernah mengalami

gangguan kesehatan yang serius yang dapat mempengaruhi status imun pasien.

1.4 Manifestasi Klinis Tuberkuloma

Manifestasi klinis mbak rini..... daftar pustaka 5 dan 6

Manifestasi klinis dari tuberkuloma intrakranial bermacam-macam, yang

tersering adalah peningkatan tekanan intrakranial, papiledema, terjadi lateralisasi

berupa hemiparesis. Manifestasi klinis dari tuberkuloma dapat terjadi beberapa

minggu atau bulan sebelum didiagnosis, yaitu 2 minggu sampai 3 bulan.7

Gambaran klinis tuberkuloma serebral tanpa meningitis tergantung dari lokasi

anatomis. Gejala konstitusionalnya bervariasi. Sebagian besar mengeluh nyeri kepala,

demam, dan penurunan berat badan. Kejang, baik fokal maupun umum merupakan

manifestasi yang paling sering terjadi. Tanda neurologis fokal lebih jarang terjadi,

tetapi abnormalitas motorik dan serebral serta papil edema paling sering terjadi.

Tuberkuloma tidak dapat dibedakan dengan SOL serebral hanya dengan gambaran

klinis saja.4

Tuberkulosis SSP ditemukan dalam tiga bentuk yaitu meningitis, tuberkuloma,

dan araknoiditis spinalis. Fokus tuberkel tersebar di meningen dan otak, terbentuk

pada saat penyebaran hematogen selama masa inkubasi infeksi TB primer, kecuali

penyebaran hematogen kuman dalam jumlah besar bisa langsung menyebabkan TB

primer seperti TB milier dan meningitis TB. Meningitis TB dapat juga merupakan

reaktivasi fokus TB (TB pasca-primer) bertahun-tahun setelah pembentukannya pada

Page 3: pembahasan kasus tuberkuloma

fase infeksi TB primer. Trauma kepala yang bisa menjadi pencetus reaktivasi

disangkal pada penderita.1,2

Pada awal gejala klinis pada pasien ini ditemukan didapatkan adanya keluhan

pusing disertai dengan perasaan berputar, dan penurunan berat badan. Kadang anak

mengalami mual dan muntah, namun tidak disertai dengan pandangan kabur ataupun

nyeri kepala yang merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Kemudian anak

mengalami lateralisasi berupa hemiparesis, yaitu pada tangan dan kaki kiri terasa

lemas disertai dengan perasaan tebal, tanpa adanya kejang. Keluhan-keluhan ini

menggambarkan adanya suatu kelainan bagian kepala yang mengarah pada

tuberkuloma walaupun keluhan ini juga dapat pada kelainan lainnya seperti adanya

SOL pada serebral.

1.5 Diagnosis Tuberkuloma Perbedaan Klinis dan Pemeriksaan Imaging

Kejadian tuberkulosis masih merupakan masalah utama di negara berkembang,

sedangkan di negara maju, kejadiannya kurang dari 50% di Amerika Serikat.

Pengobatan yang segera merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

penyembuhan dan adanya neurologik sequel. Salah satu bentuk dari tuberculosis

intracranial adalah meningitis tuberculosis, dapat juga berupa masa granuloma solid.

Di Negara berkembang kejadiannya berkisar antara 15%-30%. Di Negara maju,

tuberkuloma terjadi sekitar 15%-18% dari tumor intrakranial.7

MRI memiliki peranan penting dalam diagnosis tuberkuloma. Gambaran

Tuberkuloma bermacam-macam, Adanya lesi dengan nekrosis di bagian sentral

menunjukkan hiperintensitas di bagian tengah dan hipointensitas di bagian perifer.

Namun, lesi solid berupa hipointensitas T2W1 akibat granulasi jaringan dan kompresi

jaringan glial yang bergeser ke bagian tengah. Bentuk cincin yang hipointensitas dan

hiperintensitas memembentuk deposisi lapisan jaringan granulasi.7

MRI merupakan salah satu cara penegakkan diagnosis tuberkuloma di otak,

batang otak, dan spinal cord. Sama seperti bacterial meningitis, MRI lebih sensitive

dibandingkan dengan CT Scan, dalam melihat adanya penyangatan (enhancement) di

basal membran otak. Intrakranial tuberkuloma merupakan penyakit yang berpotensi

Page 4: pembahasan kasus tuberkuloma

dapat disembuhkan. Penggunaan neuroimaging memberikan kemudahan dalam

pengenalan kasus yang sulit.7

Pada CT Scan terlihat gambaran granuloma tuberkulosa merupakan low

attenuation dengan kontras yang meningkat pada kapsulnya. Biasanya dikelilingi

oedema dan lesi dapat multiple. Pada tuberkuloma kadang terdapat kalsifikasi.

Diagnosa preoperative biasanya diapresiasikan hanya setelah pengenalan focus

tuberkulosa pada tempat lain ditubuh.7

Pasien ini telah dirawat di RS Roemani dan dilakukan pemeriksaan CT scan

kepala, dikatakan tidak tampak adanya kelainan. Keluhan berkurang selama

perawatan dan disarankan MRI. Anak kemudian dilakukan rawat jalan sambil

dilakukan pemeriksaan MRI. Hasil MRI kepala didapatkan gambaran tuberkuloma.

Selama dirumah anak kembali mengalami kelemahan pada tangan dan kaki kiri,

karena keluhan nya anak dibawa kembali control ke RS Roemani, disarankan untuk

rawat inap, karena ruangan penuh, kemudian anak dirujuk ke RS Kariadi Semarang.

1.6 Diagnosis Tuberkuloma Pemeriksaan Imaging dan Pemeriksaan Patologis

Tuberkuloma intrakranial berasal sebagai kumpulan tuberkel kecil yang

bergabung terdiri dari central nekrosis kaseosa dikelilingi oleh zona fibroblast, sel

epithelioid, sel Langhans raksasa, dan limfosit. Intrakranial tuberculoma biasanya

isointens terhadap gray matter cerebral pada gambaran T1dan T2. Gambaran MRI

dari tuberculoma intrakranial biasanya relatif isointense terhadap gray matter di

T1dan T2 tampak sebagai kumpulan cincin enhancement. 8

Pada penelitian yang dilakukan Kyoung dkk, dalam membandingkan pola

intensitas sinyal MR dan pola enhancement tuberkuloma intrakranial dengan

gambaran histopatologisnya didapatkan pada gambaran T1, granuloma tampak sedikit

hiperintense dikelilingi oleh tepi yang sebagian atau seluruhnya hipointens dengan

pusat isointens atau campuran antara isointens dan hiperintens pada 5 pasien dan

isointens homogen pada1 pasien. Secara histologi, zona isointens pada pusat atau

intensitas campuran berhubungan dengan nekrosis kaseasi ditambah infiltrat seluler

sekitarnya. Tepi hiperintens dan hipointens berhubungan dengan lapisan serat

Page 5: pembahasan kasus tuberkuloma

kolagen dan lapisan infiltrat inflamasi seluler. Pada gambaran T2, seluruh bagian

granuloma tampak isointens heterogen atau hipointens dengan sedikit fokus

hipointens pada 5 pasien, dan pada 1 pasien tampak pusat hiperintens tepi hipointens.

Pada gambaran T2 lapisan histologis tidak dibedakan.8

Pada gambaran T1 post kontras, ada cincin enhancement dalam tuberculoma

pada semua pasien yang berhubungan dengan lapisan kolagen dan inflamasi sel.

Kesimpulannya kombinasi pola intensitas dan cincin enhancement dari lesi

merupakan karakteristik khas tuberkuloma, dan mungkin berperan penting dalam

membedakan tuberkuloma intrakranial dari lesi otak lain yang memiliki gambaran

cincin enhancement. Intensitas sinyal dan gambaran cincin enhancement mungkin

memainkan peran penting dalam membedakan tuberkuloma intrakranial dari lesi lain

di otak.8

Pada hasil pemeriksaan MRI didapatkan gambaran lesi multiple bulat pada T2

dan Flair tampak hiperintens dan pada T1 tampak slight hipo dan isointens, lesi

disertai perifokal edem. Lesi terletak pada cortex-white matter junction supratentorial,

pada centrum semiovale dan corona radiata kanan kiri, lesi juga tampak pada

pedunkulus cerebellar kiri dan cerebellum kiri. Gambaran ini sesuai dengan bentuk

tuberkuloma.

1.7 Lumbal Punksi pada Tuberkuloma

Pemeriksaaan lumbal punksi dapat membantu dalam penegakkan diagnosis

tuberkuloma intrakranial. Kelainan berupa peningkatan kadar protein dan pleositosis

limfositik disertai rendahnya glukosa LCS. Diperlukan teknik pemeriksaan lain

berupa pemeriksaan laboratoris, radiologi, MRI, maupun biopsi. Evaluasi cairan

serebrospinal dengan lumbal punksi tidak selalu memungkinkan pada pasien-pasien

dengan tuberkuloma sistem saraf pusat. Hal ini disebabkan sering terjadinya

peningkatan tekanan intrakranial yang merupakan kontraindikasi lumbal punksi.1,2

Profil LCS pada tuberkuloma mungkin menunjukkan hasil yang normal.

Pemeriksaan cairan serebrospinal (LCS) pada tuberkuloma tanpa meningitis dapat

Page 6: pembahasan kasus tuberkuloma

juga menunjukkan peningkatan protein total pada sebagian besar pasien dan

pleositosis 10-100 sel/mm3 pada 50%. Pada penelitian yang melakukan pemeriksaan

LCS pada 63 pasien dengan tuberkuloma, sebanyak 49 (84%) menunjukkan

pleositosis (65% dengan predominan mononuclear dan 35% dengan predominan

neutrofilik). Protein LCS meningkat pada 55 (88%) pasien, dan glukosa turun pada

48 (83%) pasien.9 Basil tahan asam jarang ditemukan pada LCS pasien dengan

tuberkuloma serebral jika dibandingkan dengan meningitis tuberkulosa. Pemeriksaan

jaringan biasanya diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis.9 Biopsi jaringan

memberikan informasi diagnostik yang lebih tinggi dibandingkan pemeriksaan LCS

untuk mendiagnosis tuberkuloma. Biopsi otak stereotaktik harus dipertimbangkan

untuk diagnosis tuberkuloma jika pemeriksaan lain gagal untuk mengkonfirmasi

tuberculosis ekstraneural aktif. 9

Pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan lumbal pungsi oleh karena tidak

didapatkan adanya keluhan menigitis pada perjalanan penyakitnya.

1.8 Tata Laksana Tuberkuloma

Tata laksana TB pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan

antara pemberian medikamentosa, penanganan gizi, dan pengobatan penyakit

penyerta. Selain itu , penting untuk dilakukan pelacakan sumber infeksi, dan bila

ditemukan sumber infeksi juga harus dilakukan pengobatan.10-12

Obat TB utama (first line, lini pertama) saat iniadalah rifampisin (R), isoniazid

(H), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan streptomisin (S). Rifampisin dan isoniazid

merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol, dan

streptomisin. Terapi TB sesuai dengan konsep baku, yaitu 2 bulan fase intensif

dengan 4-5 OAT (isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin dan etambutol),

dilanjutkan dengan 2 OAT (isoniazid dan rifampisin) hingga 12 bulan. Steroid yang

dipakai adalah prednison dengan dosis 1-2 mg/kgbb/hari, selama 4-6 minggu, setelah

itu dilakukan tappering off selama 4-6 minggu sesuai dengan lamanya pemberian

regimen. 10-12

Page 7: pembahasan kasus tuberkuloma

Tuberkuloma otak pada anak-anak berkisar 5% - 8% dari space occupying

lession (SOL) intrakranial di negara berkembang. Computed tomography (CT)

membantu membuat diagnosis dini dan memantau hasil pengobatan. Dengan

pemantauan tersebut tindakan eksisi bedah berkurang. Namun gambaran tuberkuloma

pada CT dapat menyerupai lesi intrakaranial lain seperti glioma sehingga tindakan

eksisi diperlukan jika didapatkan keraguan atau tidak didapatkan perbaikan dengan

pengobatan medis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan

tuberkuloma : 10-12

1. Tuberkuloma merupakan 5% -6% SOL di negara sedang berkembang.

2. Tuberkuloma dapat terjadi dalam setiap kelompok usia, tetapi sedikit lebih

sering pada anak-anak daripada dewasa dan lebih umum di fossa posterior.

3. Sekitar 30% dari pasien dengan tuberkuloma memiliki riwayat kontak TBC

atau penyakit tuberkulosis di bagian tubuh lainnya.

4. Tuberkuloma terjadi pada anak-anak yang memiliki kekebalan sistemik

cukup kuat untuk mencegah meningitis TB tetapi tidak cukup kuat untuk

mencegah pembentukan tuberkuloma.

5. Pemeriksaan EEG dan ventriculogram tidak menunjukkan patologi penyakit.

Angiogram karotis menunjukkan tuberkuloma sebagai lesi avaskular.

Di negara berkembang seorang anak yang dicurigai tuberkuloma dimulai terapi

anti-TB dan dilakukan pengamatan. Kebijakan terapi medis dengan obat

antituberkulosis untuk mengobati infeksi dan mengurangi edema serta tekanan

intrakranial. Pada lesi supra-tentorial, obat-obatan seperti furosemid, steroid dan

gliserol oral dapat diberikan. Sedangkan pada lesi infratentorial dilakukan ventricular

puncture atau VP shunt. Setelah mengurangi intrakranial tekanan, perkembangan

anak diamati. Jika didapatkan perbaikan, terapi antituberkulosis diberikan dan

perkembangan penyakit tetap diobservasi. Jika dalam waktu 3-4 minggu tidak ada

perbaikan yang signifikan, operasi disarankan dan eksisi tuberkuloma dilakukan.10-12

Setelah diagnosa Tuberkuloma ditegakkan, pasien ini direncanakan

mendapatkan terapi OAT dengan Rifampisin, Pirazinamid, INH dan Etambutol

Page 8: pembahasan kasus tuberkuloma

selama 2 bulan pada fase intensif awal. Namun setelah satu minggu pemberian,

keluhan pasien dirasakan tidak ada perubahan, bahkan semakin memburuk terutama

keluhan neurologis akhirnya pemakaian Etambutol sebagai terapi awal OAT diganti

dengan Streptomisin secara intramuskular. Selain OAT, pasien juga mendapatkan

kortikosteroid berupa Prednison selama 6 minggu untuk kemudian di tapering off.

Pada pasien ini juga tidak memerlukan terapi operasi untuk Tuberkuloma, mengingat

klinis pasien yang masih baik. Untuk kelainan kulit kepala, pasien mendapatkan

preparat lotion permetrin yang dioleskan saat akan tidur selain disarankan untuk

rambut dibersihkan dengan shampo tiap hari.

1.9 Prognosis Tuberkuloma

Tuberkuloma sebagai lesi desak ruang merupakan salah satu manifestasi

meningitis tuberkulosis yang biasanya terdapat pada anak di bawah usia 10 tahun.

Tuberkuloma bukan mengindikasikan kegagalan terapi tetapi kemungkinan

disebabkan oleh reaksi inflamasi atau imunologis.13

Meningitis TB bila tidak diobati akan berakibat fatal. Prognosis yang baik

terdapat pada pasien dengan stadium 1, dan umumnya prognosis yang buruk terdapat

pada pasien dengan stadium 3. Gejala sisa neurologis mayor diantaranya hidrosefalus,

parese tipe spastik, kejang, paraplegia, dan gangguan sensorik dari ekstremitas. 

Komplikasi ophthalmologic lanjut meliputi atrofi dan kebutaan. Gangguan

pendengaran dan keseimbangan dapat muncul akibat proses penyakit dan pengobatan

streptomicin. Gejala sisa neurologis minor termasuk kelumpuhan saraf kranial,

nystagmus, ataksia, gangguan koordinasi ringan. Cacat intelektual dapat ditemukan

pada sekitar dua pertiga dari penderita. Anak-anak berusia kurang dari 3 tahun

memiliki prognosis lebih buruk dibanding anak yang lebih tua, dimungkinkan

berhubungan dengan pengenalan gangguan yang lebih mudah pada usia yang lebih

tua.14

Pada studi Wasay M,dkk mendapatkan 41% dari 102 kasus tuberkuloma

intrakranial mengalami perbaikan komplit. Didapatkan pula tuberkuloma dapat

Page 9: pembahasan kasus tuberkuloma

menghilang, berkurang atau bertambah dalam jumlah maupun ukuran ataupun tetap

tidak berubah setelah pengobatan lengkap. Perbaikan klinis yang lengkap didapatkan

pada beberapa pasien mekipun dengan lesi menetap, disamping itu terdapat pula

pasien yang tidak membaik meskipun terjadi penyembuhan sempurna dari

tuberkuloma. Didapatkan pula adanya koma saat perjalanan penyakit dan gambaran

milier pada rontgen dada merupakan prediktor prognois yang buruk.9

Sedangkan pada studi Hejazi N,dkk dalam studi pada 34 kasus tuberkuloma

intrakranial mnunjukkan 53% pasien sembuh sempurna, 37% membaik dengan

gangguan neurologis ringan dan 10% meninggal. Didapatkan pula bahwa intervensi

bedah dapat diperlukan pada keadaan komplikasi akut dari meningitis tuberkulosis

seperti prosedur shunting bila didapatkan hidrosefalus. Jika lesi terbesar tidak berada

pada lokasi yang memiliki risiko dapat dilakukan pembedahan total. Dengan

kombinasi pengobatan dan pembedahan didapatkan luaran yang memuaskan pada

sebagian besar kasus.15

Prognosa pasien ini adalah ad bonam pada quo ad vitam, dan dubia ad bonam

pada quo ad sanam dan ad fungsionam.

2.0 Gizi Kurang

Arti sebenarnya malnutrisi adalah gizi salah yang mencakup keadaan gizi

kurang atau gizi lebih. Secara umum gizi kurang disebabkan oleh kekurangan energi

atau protein. Anak dengan defisiensi protein biasanya disertai pula dengan defisiensi

energi atau nutrien yang lain, karena itu istilah yang lazim dipakai adalah malnutrisi

energi protein.16 WHO mendefinisikan malnutrisi sebagai ketidakseimbangan seluler

antara suplai nutrien dan energi dengan kebutuhan tubuh untuk pertumbuhan,

pemeliharaan dan fungsi-fungsi spesifik.17 Gizi kurang timbul akibat kurang

adekuatnya masukan protein dan kalori, banyak ditemukan di negara miskin dan

dunia ketiga, karena peran berbagai faktor, seperti faktor genetik dan lingkungan

yang sifatnya multifaktorial dan kompleks. Selain pengaruh berbagai faktor tersebut,

masukan kalori yang kurang dapat pula terjadi sebagai akibat kesalahan pemberian

Page 10: pembahasan kasus tuberkuloma

makan, penyakit metabolik, kelainan kongenital, infeksi kronik atau kelainan organ

dan tubuh lainnya. Kejadian tersering berhubungan dengan infeksi terutama infeksi

saluran pencernaan.16,17,18

Untuk menentukan status gizi terlebih dahulu diperoleh informasi dari

anamnesis mengenai riwayat diet, berat badan lahir, keadaan fisik ayah dan ibu.

Pemeriksaan fisik secara inspeksi untuk menilai kondisi fisik yaitu bentuk tubuh

dengan melihat proporsi kepala, tubuh dan anggota gerak berkaitan dengan kelainan

bawaan atau penyakit seperti hepatomegali, splenomegali, edema, hidrosefalus,dan

sebagainya. Pemeriksaan penunjang meliputi antropometri : Berat badan (BB),

Panjang badan (PB), BB/umur, PB/umur, BB/PB, Lingkar kepala (LK), Lingkar

Lengan Atas (LLA).18

Untuk kondisi tertentu seperti didapatkan pembesaran organ (hepatomegali,

splenomegali, hidrosefalus dan lain-lain) maka penentuan status gizi menggunakan

Mid Arm Muscle Circumference (MAMC). MAMC dihitung dengan rumus:

MAMC = MAC (cm)- (0,314 X TSF (mm))

Keterangan:

MAC : Mid arm circumference

TSF : Triceps skin fold

Hasil perhitungan MAMC kemudian dibandingkan dengan tabel standar dan

dikatakan gizi kurang bila MAMC <persentil 5.19

Pada saat masuk status gizi penderita adalah : gizi kurang, ditentukan

berdasarkan MAMC yang kurang dari persentil 5. Pada anamnesis didapat asupan

makanan dengan kualitas yang kurang, serta saat usia 8 bulan anak sudah

mendapatkan makanan keluarga. Pada pasien ini terdapat riwayat pemberian

Page 11: pembahasan kasus tuberkuloma

makanan tambahan terlalu dini dan pemberian ASI cukup baik yaitu sampai usia 2

tahun.

Pengelolaan

2.2.Gizi Kurang

Pengelolaan gizi kurang pada penderita ini dengan mencukupi kebutuhan

kalori, cairan dan elektrolit. Diperlukan kalori 25-30% di atas kebutuhan kalori anak

yang normal untuk tumbuh kejar. Diberikan diet 3 x nasi, 3 x 250 cc susu dengan

total kalori 2099,5 Kkal, protein 50 g, dan cairan 1594 cc per hari (kecukupan kalori

103%, protein 116%, cairan 111%).

Page 12: pembahasan kasus tuberkuloma

Daftar Pustaka

1. Abuhamed M, Bo X, Yan C. Central Nervous System Tuberculomas: A

Review Article. American J. Infect. Dis.2008; 4 (2): 168-73

2. Gusmao FA, Marques HH, Marques-Dias MJ, Ramos SR. Central nervous

system tuberculosis in children. Arq Neurosiqulatr 2001;59(1):71-6

3. Ramamurthi B, Ramamurthi R, Vasudevan MC. Changing concepts in the

treatmen of tuberculomas of the brain. Child’s Nerv Syst 1986;2:242-3.

4. Thwaites G, Fisher M, Hemingway C, Scott G, Solomon T, Innes J. British

infection society guidelines for the diagnosis and treatment of tuberculosis of

the central nervous system in adults and children. Journal of Infection. 2009;

59: 167-87

5.

6.

7. Boluk A, Turk U, Aribas E, Kokrek Z. Intracranial Tuberculoma: clinical and

MRI findings. Turgut Ozal Tip Merkezi Dergizi. Turki. 1998:180-184.

8. Kyoung TK, Chang KH, Kim CJ, Goo JM, Kook MC, Han MH. Tuberculoma

Intrakranial: Perbandingan antara MRI dengan Temuan Patologis. Am J

Neuroradial 1995; 16:1903-1908

9. Wasay M, Moolani MK, Zaheer J, Kheleani BA, Smego RA, Sarwari AR.

Prognostic indicators in patients with intracranial tuberculoma: a review of 102

cases. JPMA. 2004;54:83

Page 13: pembahasan kasus tuberkuloma

10. UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. Tata laksana. Dalam:

Rahajoe NN, Basir D, Kartasasmita CB, penyunting. Pedoman nasional

tuberkulosis anak. Edisi ke-2. UKK Respirologi PP IDAI;2007.h.47-66.

11. Rahajoe NN, Setiawati L. Tata laksana TB. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B,

Setyanto DB, penyunting. Buku ajar respirologi anak cetakan I. Ikatan Dokter

Anak Indonesia; 2008.h.214-7.

12. Bhagwati SN, Parulekar GD. Management of intracranial tuberculoma in

children. Child’s Nerv Syst 1986;2:32-4.

13. David RB. Clinical pediatric neurology, third edition.New York: Demos

medical publishing;2009.h.235.

14. Menkes JH, Sarnat HB, Maria BL. Textbook of Child Neurology.Edisi ke-7.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.h.448.

15. Hejazi N, Hassler W. Multiple intracranial tuberculomas with atypical response

to tuberculostatic chemotherapy: literature and case report.

Infection.1997;25(4):233-9.

16. Waterlow JC. Protein energy malnutrition. London: Arnold Edward, 1992 : 1-

12.

17. Grigsby DG. Malnutrition. EMedicine Journal 2002 March;3 (3).

18. Samsudin, Soedibjo S. Penilaian keadaan gizi dan pertumbuhan : cara,

kegunaan dan keterbatasan. Dalam : Samsudin (penyunting). Masalah gizi

ganda dan tumbuh kembang anak. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 1995 : 149-

58.

19. Gibson RS. Principles of nutritional assessment. New York: Oxford University

Press, 1990: 187-204.

20.