Upload
syuwarno-l-t
View
142
Download
17
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Cor pulmonal didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam struktur dan
fungsi ventrikel kanan yang disebabkan oleh gangguan utama dari sistem
pernapasan. Hipertensi paru adalah hubungan umum antara disfungsi paru-paru
dan jantung di cor pulmonal. Penyakit ventrikel kanan sisi disebabkan oleh
kelainan primer dari sisi kiri ventrikel kanan sisi disebabkan oleh kelainan primer
dari sisi kiri jantung atau penyakit jantung bawaan tidak dianggap pulmonale
cor, tapi pulmonale cor dapat mengembangkan sekunder untuk berbagai proses
penyakit cardiopulmonary. Meskipun pulmonale cor umumnya memiliki progresif
dan perlahan-lahan saja kronis, onset akut atau pulmonale cor diperburuk
dengan komplikasi yang mengancam kehidupan dapat terjadi.
Data kematian yang dikumpulkan sejak tahun 1991 dari bagian Ilmu
Kedokteran Respirasi FK UI Unit paru RSU Persahabatan penyebab kematian
akibat cor pulmonal sebanyak 7 kasus dari 175 jumlah total kematian pasien
penderita penyakit paru atau sebesar 4,10%. Cor pulmonal menduduki ranking
kelima setalah TB paru, tumor paru, pneumonia, dan bronkhiektasis.
Jika cor pulmonal terlambat didiagnosa atau terapi awal yang tidak
memadai pada cor pulmonal dapat menimbulkan gangguan fungsi paru, maka
diperlukan asuhan keperawatan secara menyeluruh yang meliputi aspek
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk mencegah komplikasi yang
mungkin terjadi.
Hipertensi Pulmonar pertama kali ditemukan oleh Romberg pada tahun
1891. Berdasarkan penyebabnya, Hipertensi Pulmonar dapat menjadi penyakit
berat yang ditandai denga penurunan toleransi dalam melakukan aktivtas dan
gagal jantung kanan. Penderita penyakit cor pulmonale (jantung paru) biasanya
ditandai dengan badan lesu, sudah uzur atau kegemukan perlu mengetahui
metode olahraga apa yang perlu dilakukan dan bagaimana efeknya terhadap
berat badan.
2
Untuk itu, berdasarkan uraian diatas, kami merasa perlu membahas dan
menelaah lebih dalam mengenai penyakit cor pulmonal untuk dapat mengetahui
asuhan keperawatan pada pasien cor pulmonal dengan pendekatan proses
keperawatan yang benar.
B. Rumusan Masalah Adapun rmusan masalah dalam penyusunan makalah asuhan keperawatanini
yaitu :
a. Apa definisi dari Cor Pulmonale ?
b. Apa etiologi dari Cor Pulmonale ?
c. Apa yang menjadi patofisiologi dan pathways dari keperawatan cor
pulmonale ?
d. Apa manifestasi klinis dari cor pulmonale ?
e. Apa yang menjadi pemeriksaan Penunjang dari cor pulmonale ?
f. Apa penatalaksanaan dari Cor Pulmonale ?
g. Apa komplikasi dari cor pulmonale ?
h. Apa prognosis dari cor pulmonale ?
i. Bagaimana Pengkajian dari cor pulmonale ?
j. Apa diagnose dari cor pulmonale ?
k. Apa intervensi dari cor plmonale ?
C. Tujuan Adapun tjuan dari penyusunan makalah / askep ini yaitu :
Memberikan pengetahuan kepada penulis dan pembaca mengenai
pengertian penyakit cor pumonal
Memberikan pengetahuan kepada penulis dan pembaca mengenai
penyebab penyakit cor pumonal
Memberikan pengetahuan kepada penulis dan pembaca mengenai
penyebab penyakit corpumonal
3
Memberikan pengetahuan kepada penulis dan pembaca mengenai cara
pencegahan dan pengobatan penyakit corpumonal
D. Manfaat Adapun manfaat dari penyusunan makalah/askep ini yaitu untuk menambah
wawasan para pembaca tentang cor pulmonale.
4
I. Tinjauan Teoria. Definisi
Pulmonary heart disease adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi
dan/atau dilatasi) yang terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada,
atau kelainan pada kontrol pernafasan. Tidak termasuk di dalamnya
kelainan jantung kanan yang terjadi akibat kelainan jantung kiri atau
penyakit jantung bawaan.
Pulmonary heart disease dapat terjadi akut maupun kronik. Penyebab
pulmonary heart disease akut tersering adalah emboli paru masif,
sedangkan pulmonary heart disease kronik sering disebabkan oleh penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK). Pada pulmonary heart disease kronik
umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan, sedangkan pada pulmonary
heart disease akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.
Cor pulmonal didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam struktur
dan fungsi ventrikel kanan yang disebabkan oleh gangguan utama dari
sistem pernapasan. Keadaan patoogis dengan ditemukannya hipertropi
ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan fungsional dan struktural
paru. (WHO, 1993).Korpulmonal adalah suatu keadaan patologis akibat
hipertropi/dilatasi ventrikel kanan yang disebabkan oleh hipertensi
pulmonal, dengan penyebabnya adalah kelaianan penyakit parenkim paru,
kelainan vascular paru dan gangguan fungsi paru. (Braunwahl, 1980).
Cor Pulmonal (CP) adalah suatu keadaan di mana terdapat hipertrofi
atau dilatasi dari ventrikel kanan sebagai akibat dari hipertensi (arteri)
pulmonal yang disebabkan oleh penyakit intrinsik dari parenkim paru,
didinding toraks maupun vaskuler paru. Cor Pulmonal dapat bersifat akut
akibat adanya emboli paru yang pasif, dan dapat juga bersifat kronis.
(Yogiarto,M dan Baktiyasa,B: 2003).
Cor Pulmonal adalah penyakit jantung karena tekanan darah dalam
pembuluh-pembuluh nadi paru. Penyakit jantung Pulmonal terkadang timbul
sekunder dengan penyakit paru-paru seperti emfisema, silicosis atau
fibrosis pulmonal, yaitu darah dialirkan lewat paru-paru dengan sulit (F.
Knight,Jhon: 1995).
5
b. EtiologiPenyebab penyakit pulmonary heart disease antara lain :
1. Penyakit paru menahun dengan hipoksia :
o Penyakit paru obstrutif kronik,
o Fibrosis paru,
o Penyakit fibrokistik,
o Cryptogenic fibrosing alveolitis,
o Penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia
2. Kelainan dinding dada :
o Kifos koliosis, torakoplasti, fibrosis pleura,
o Penyakit neuromuscular,
o Gangguan mekanisme control pernafasan :
Obesitas, hipoventilasi idopatik,
Penyakit serebro vascular.
o Obstruksi saluran nafas atas pada anak :
Hipertrofi tonsil dan adenoid.
3. Kelainan primer pembuluh darah :
Hipertensi pulmonale primer emboli paru berulang dan
vaskulitis pembuluh darah paru.
c. Patofisiologi Dan Pohon Masalaha) Akut
Pada emboli paru yang pasif terjadi obstruksi akut yang luas pada
pembuluh darah paru, akibatnya adalah:
Tahanan vaskuler paru meningkat, kemudian terjadi hipoksia akibat
pertukaran gas di tengah kapiler alveolar yang terganggu hipoksia
tersebut akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteri paru.
Tahanan paru yang meningkat dan vasokontriksi menyebabkan
tekanan pembuluh darah arteri paru meningkat (hipertensi pulmonal).
6
b) Kronik
Pada penyakit paru kronis maka akan terjadi penurunan vaskuler
paru, hipoksia, dan hiperkapnia/asidosis respiratorik. Hipoksia dapat
menyebabkan penyempitan pembuluh darah arteri paru. Disamping itu
hipoksia dapat menyebabkan polisitemia sehingga viskositas darah
akan meningkat dan dapat menyebabkan pembuluh darah arteri terjadi
peningkatan.
Adanya penurunan vaskuler, hipoksia dan hiperkapnia akan
meningkatkan tekanan darah (arteri pulmonal), hal ini disebut hipertensi
pulmonal. Adanya hipertensi pulmonal menyebabkan beban tekanan pada
ventrikel kanan melakukan mekanisme kompensasi berupa hipertropi dan
dilatasi. Jika kompensasi ini gagal terjadilah gagal jantung kanan.
Beratnya pembesaran ventrikel kanan pada pulmonary heart disease
berbanding lurus dengan fungsi pembesaran dari peningkatan afterload.
Jika resistensi vaskuler paru meningkat dan relative tetap, seperti pada
penyakit vaskuler atau parenkim paru, peningkatan curah jantung
sebagaimana terjadi pada pengerahan tenaga fisik, maka dapat
meningkatkan tekanan arteri pulmonalis secara bermakna. Afterload
ventrikel kanan secara kronik meningkat jika volume paru membesar,
seperti pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), pemanjangan
pembuluh paru, dan kompresi kapiler alveolar.
Penyakit paru dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan pada
suatu waktu akan mempengaruhi jantung serta menyebabkan pembesaran
ventrikel kanan. Kondisi ini seringkali menyebabkan terjadinya gagal
jantung. Beberapa kondisi yang menyebabkan penurunanan oksigenasi
paru dapat mengakibatkan hipoksemia ( penurunan PaO2 ) dan
hipercapnea ( peningkatan PaCO2) , yang nantinya akan mengakibatkan
insufisiensi ventilasi. Hipoksia dan hiperkapnea akan menyebabkan
vasokonstriksi arteri pulmonal dan memungkinkan terjadinya penurunan
vaskularisasi paru seperti pada emfisema dan emboli paru. Akibatnya akan
terjadi peningkatan ketahanan pada sistem sirkulasi pulmonal, yang akan
menjadikannya hipertensi pulmonal. Tekanan rata-rata pada arteri baru
( arterial mean preassure) adalah 45mmHg, jika tekanan ini meningkat
7
dapat menimbulkan pulmonary heart disease. Ventrikel kanan akan
hipertropi dan mungkin akan diikuti gagal jantung kanan.
Mekanisme terjadinya hipertensi pulmonale pada cor pulmunale dapat
di bagi menjadi 4 kategori yaitu :
a. Obstuksi
Terjadi karena adanya emboli paru baik akut maupun kronik.
Chronic Thromboembolic Pulmonary Hypertesion (CTEPH)
merupakan salah satu penyebab hipertensi pulmonale yang penting
dan terjadi pada 0.1 – 0.5 % pasien dengan emboli paru. Pada saat
terjadi emboli paru, system fibrinolisis akan bekerja untuk melarutkan
bekuan darah sehingga hemodinamik paru dapat berjalan dengan
baik. Pada sebagian kecil pasien system fibrinolitik ini tidak berjalan
baik sehingga terbentuk emboli yang terorganisasi disertai
pembentukkan rekanalisasi dan akhirnya menyebabkan penyumbatan
atau penyempitan pembuluh darah paru.
b. Obliterasi
Penyakit intertisial paru yang sering menyebabkan hipertensi
pulmonale adalah lupus eritematosus sistemik scleroderma,
sarkoidosis, asbestosis, dan pneumonitis radiasi. Pada penyakit-
penyakit tersebut adanya fibrosis paru dan infiltrasi sel-sel yang
prodgersif selain menyebabkan penebalan atau perubahan jaringan
interstisium, penggantian matriks mukopolisakarida normal dengan
jaringan ikat, juga menyebabkan terjadinya obliterasi pembuluh paru
c. Vasokontriksi
Vasokontriksi pembuluh darah paru berperan penting dalam
pathogenesis terjadinya hipertensi pulmonale. Hipoksia sejauh ini
merupakan vasokontrikstor yang paling penting. Penyakit paru
obstruktif kronik merupakan penyebab yang paling di jumpai. Selain
itu tuberkolosis dan sindrom hipoventilasi lainnya misalnya sleep
apnea syndrome, sindrom hipoventilasi pada obesitas, dapat juga
menyebabkan kelainan ini. Asidosis juga dapat berperan sebagai
8
vasokonstriktor pembuluh darah paru tetapi dengan potensi lebih
rendah. Hiperkapnea secara tersendiri tidak mempunyai efek
fasokonstriksi tetepi secara tidak langsung dapat meningkatkan
tekanan arteri pulmunalis melalui efek asidosisnya. Eritrositosis yang
terjadi akibat hipoksia kronik dapat meningkatkan vikositas darah
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan arteri pumonalis.
d. Idiopatik
Kelainan idiopatik ini di dapatkan pada pasien hipertensi
pulmonale primer yang di tandai dengan adanya lesi pada arteri
pumonale yang kecil tanpa di dapatkan adanya penyakit dasar lainnya
baik pada paru maupun pada jantung. Secara histopatologis di
dapatkan adanya hipertrofitunikamedia, fibrosistunikaintima, lesi
pleksiform serta pembentukan mikro thrombus. Kelainan ini jarang di
dapat dan etiologinya belum di ketahui Waupun sering di kaitkan
dengan adanya penyakit kolagen, hipertensi portal, penyakit autoimun
lainnya serta infeksi HIV
9
10
11
d. Manifestasi Klinik
Informasi yang didapat bisa berbeda-beda antarasatu penderita yang
satu dengan yang lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan
pulmonary heart disease.
1. Kor-pumonal akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat,
kadang-kadang didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis.
2. Kor-pulmonal dengan PPOM : sesak napas disertai batuk yang
produktif (banyak sputum).
3. Cor pulmonal dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan
sering pingsan jika beraktifitas (exertional syncope).
4. Pulmonary heart disease dengan kelainan jantung kanan : bengkak
pada perut dan kaki serta cepat lelah.
Gejala predominan pulmonary heart disease yang terkompensasi
berkaitan dengan penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea
karena olahraga, wheezing respirasi, kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit
paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala - gejala ini lebih berat.
Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul.
Tanda- tanda pulmonary heart disease misalnya sianosis, clubbing,
vena leher distensi, ventrikel kanan menonjol atau gallop ( atau keduanya),
pulsasi sternum bawah atau epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri
tekan, dan edema dependen.
Gejala- gejala tambahan ialah:
1. Sianosis
2. Kurang tanggap/ bingung
3. Mata menonjol
e. Pemeriksaan Penunjang
12
Gambaran radiologis
Pada tingkat hipertensi pulmonal jantung belum terlihat membesar,
tetapi hilus dan arteri pulmonalis utama amat menonjol dan pembuluh darah
perifer menjadi kecil/tidak nyata.
Pada tingkat pulmonary heart disease jantung terlihat membesar karena
adanya dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan. Hal ini kadang-kadang sulit
dinyatakan pada foto dada karena adanya hiperinflasi paru (misalnya pada
emfisema). Selain itu didapatkan juga diafragma yang rendah dan datar serta
ruang udara retrosternal yang lebih besar, sehingga hipertrofi dan dilatasi
ventrikel kanan tidak membuat jantung menjadi lebih besar dari ukuran
normal.
Gambaran Elektrokardiogram
Pada tingkat awal (hipoksemia) EKG hanya menunjukkan gambaran
sinus takikardia saja. Pada tingkat hipertensi pulmonal EKG akan
menunjukkan gambaran sebagai berikut, yaitu:
1. Gelombang P mukai tinggi pada lead II
2. Depresi segmen S-T di II, III, Avf
3. Gelombang T terbalik atau mendatar di V1-3
4. Kadang-kadang teadapat RBBB incomplete atau complete
Pada tingkat pulmonary heart disease dengan hipertrofi ventrikel kanan,
EKG menunjukkan:
1. Aksis bergeser ke kanan(RAD) lebih dari +90
2. Gelombang P yang tinggi (P pulmonal) di II, III,Avf
3. Rotasi kea rah jarum jam (clockwise rotation)
4. Rasio R/S di V1 lebih dari 1
5. Rasio R/S di V6 lebih dari 1
6. Gelombang S ang dalam di V5 dan V6 (S persissten di prekordial kiri)
7. RBBB incomplete atau incomplete
Pada cor-pulmonal akut (emboli paru masif),EKG menunjukkan adanya
Right Ventrikular Strain yaitu adanya depresai segmen S-T dan gelombang
T yang terbalik pada sandapan perikordial kanan. Kadang-kadang kriteria
13
hipertrofi ventrikel kanan yang klasik sulit didapat. Padmavati dalam
penelitiannya menyatakan criteria yang lain untuk kor-pulmonal dalam
kombinasi EKG sebagai berikut:
S di V5 dan V6
Aksis bergeser ke kanan
qR di AVR
P pulmonal
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya polisitemia (Ht > 50%),
tekanan oksigen (PaO2) darah arteri < 60 mmHg,tekanan karbondioksida
(PaO2) >50 mmHg.
f. PenatalaksanaanTerapi medis untuk pulmonary heart disease kronis di fokuskan pada
penatalaksanaan untuk penyakit paru dan peningkatan oksigenasi serta
peningkatan fungsi ventrikel kanan dengan menaikkan kontraktilitas dari
ventrikel kanan dan menurunkan vasokonstriksi pada pembuluh darah di
paru. Pada pulmonary heart disease akut akan dilakukan pendekatan yang
berbeda yaitu di fokuskan pada kestabilan klien.
Untuk mendukung system kardiopulmonal pada klien dengan pulmonary
heart disease harus diperhatikan mengenai kegagalan jantung kanan yang
meliputi masalah pengisian cairan di ventrikel dan pemberian vasokonstriktor
(epinephrine) untuk memelihara tekanan darah yang adekuat. Tetapi pada
dasarnya penatalaksanaan akan lebih baik jika di fokuskan pada masalah
utama, misalnya pada emboli paru harus dipertimbangkan untuk pemberian
antikoagulan, agen trombilisis atau tindakan pembedaham embolektomi.
Khususnya jika sirkulasi terhambat akan dipertimbangkan pula pemberian
broncodilator dan penatalaksanaan infeksi untuk klien dengan PPOK;
pemberian steroid dan imunosupresif pada penyakit fibrosis paru.
Terapi non farmakologis yaitu : perubahan gaya hidup, monitoring , dan
control faktor resiko.
14
Terapi oksigen, pemberian diuretic, vasodilator, digitalis, theophyline,
dan terapi antikoagulan di gunakan untuk terapi jangka panjang pada cor
pulmonal kronis.
a) Terapi Oksigen.
Terapi oksigen sangat penting diberikan pada klien. Klien dengan
pulmonary heart disease memiliki tekanan oksigen (PO2) di bawah 55
mm Hg dan menurun dengan cepat ketika beraktivitas atau tidur. Terapi
oksigen dapat menurunkan vasokonstriksi hipoksemia pulmonar,
kemudian dapat menaikkan cardiac output, mengurangi vasokonstriksi,
meringankan hipoksemia jaringan, dan meningkatkan perfusi ginjal.
Secara umum, terapi oksigen di berikan jika PaO2 kurang dari 55 mm Hg
atau saturasi O2 kurang dari 88%. Manfaat dari terapi oksigen adalah
untuk menurunkan tingkat gejala dan meningkatkan status fungsional.
Oleh karena itu, terapi oksigen penting di berikan untuk managemen
jangka panjang khususnya untuk klien dengan hipoksia atau penyakit
paru obstruktif (PPOK).
b) Diuretik.
Diuretik di gunakan pada klien dengan pulmonary heart disease kronis,
terutama ketika pengisian ventrikel kiri terlihat meninggi dan pada
edema perifer. Diuretic berperan dalam peningkatan fungsi dari ventrikel
kanan maupun kiri. Diuretik memproduksi efek hemodinamik yang
berlawanan jika tidak di perhatikan penggunaannya. Volume
pengosongan yang berlebihan dapat menimbulkan penuruna cardiac
output. Komplikasi lain dari diuretic adalah produksi hypokalemic
metabolic alkalosis, yang akan mengurangi efektivitas stimulasi
karbondioksida pada pusat pernafasan dan menurunkan ventilasi.
Produksi elektrolit dan asam yang merugikan sebagai akibat dari
penggunaaan diuretic juga dapat menimbulkan aritmia, yang berakibat
menurunnya cardiac output. Oleh karena itu diuretik di rekomendasikan
pada managemen pulmonary heart disease kronis, dengan
memperhatikan pemakaian.
15
g. KomplikasiKomplikasi dari pulmonary heart disease diantaranya: Sinkope.
Gagal jantung kanan
Edema perifer
Kematian
h. PrognosisBelum ada pemeriksaan prospektif yang dilakukan untuk mengetahui
prognosis pulmonary heart disease kronik. Pengamatan yang dilakukan
tahun 1950 menunjukkan bahwa bila terjadi gagal jantung kanan yang
menyebabkan kongestinvena sistemik, harapan hidupnya menjadi kurang
dari 4 tahun. Walaupun demikian, kemampuan dalam penanganan pasien
selama episode akut yang berkaitan dengan infeksi dan gagal napas
mangalami banyak kemajuan dalam 5 tahun terakhir.
Prognosis pulmonary heart disease berkaitan dengan penyakit paru yang
mendasarinya. Pasien yang mengalami pulmonary heart disease akibat
obeliterasi pembuluh darh arteri kecil yang terjadi secara perlahan-lahan
akibat penyakit intrinsiknya (misal emboli), atau akibat fibrosis intertisial
harapan juntuk perbaikannya kecil karena kemungkinan perubahan anatomi
yang terjadi subah menetap. Harapan hidup pasien PPOK jauh lebih baik bila
analisis gas darahnya dapat dipertahankan mendekati normal.
i. Discharge planning1. Berhenti merokok
2. Berikan instruksi spesifik tentang obat dan efek sampingnya
3. Belajar untuk rileks dan mengendalikan stres
4. Batasi konsumsi alkohol
16
5. Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan
istrahat
6. Menjalani diet sesuai dengan anjuran dokter
7. Olahraga secara teratur.
17
BAB IIIKONSEP DASAR KEPERAWATAN
a. Pengkajiana. Biodata
1. Identitas pasien
a. Biodata
Identitas klien meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin,
pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,
No.register dan dignosa medis .
Identitas orang tua yang terdiri dari : Nama ayah dan ibu, agama,
alamat, pekerjaan, penghasilan, umur, dan pendidikan terakhir .
Identitas saudara kandung meliputi : Nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, dan hubungan dengan klien .
b. Keluhan utama
Pada umumnya klien dengan kor pulmonal mengeluh sesak dan nyeri
pada daerah dada
c. Riwayat kesehatan sekarang, menggunakan pola PQRST
P : klien merasa nyeri
Q : sesak nafas.
R : pada area dada
S : skala o-5
T : saat istirahat ataupun saat beraktifitas yang cukup berat
d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Klien dengan kor pulmonal biasanya memilki riwayat penyakit seperti
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), fibrosis paru, fibrosis pleura,
18
dan yang paling sering adalah klien dengan riwayat hipertensi
pulmonal.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama
dengan klien.
f. Pemeriksaan fisik : Review Of System (ROS)
1. Sistem pernapasan / B1 (Breath)
Inspeksi : terjadi Dispnea
Palpasi : ketidaksimetrisan otot dada
Perkusi : tidak adanya resonan pada seluruh paru-paru
Auskultasi : Pola napas : irama tidak teratur
2. Sister Kardivaskuler / B2 (BLOOD)
inspeksi : tampak meringis
Palpasi : Nyeri dada (+)
Perkusi :
Auskultasi : Bunyi jantung: murmur
3. Sistem persarafan / B3 (BRAIN)
Nervus optikus / Penglihatan ( mata )
Inspeksi : Pupil tidak terkaji. Seklera/konjungtiva : tidak
terkaji
Nervus auditorius / Pendengaran (telinga)
Palpasi : Bentuk D/S simetris
Inspeksi : mukosa lubang hidung merah muda, tidak ada cairan
dan serumen, tidak menggunakan alat bantu, dapat merespon
setiap pertanyaan yang diajukan dengan tepat.
Nervus olfaktorius / Penciuman (hidung) :
Inspeksi : Penciuman (hidung) : tidak terkaji
19
4. Sistem perkemihan / B4 (BLADDER)
Inspeksi : Urin, Jumlah : kurang dari 1-2 cc/kg BB/jam
Warna : kuning pekat , Bau : khas ,Oliguria
5. Sistem pencernaan / B5 (BOWEL)
Inspeksi : Mulut dan tenggorokan : tidak terkaji
Auskultasi : Peristaltic : tidak terkaji
Palpasi : Abdomen : asites
Perkusi : timpani, double sound (-)
6. Sistem Rangka B6 (BONE)
Inspeksi : Kemampuan pergerakan sendi: terbatas
Palpasi : Kekuatan otot : lemah, Turgor : jelek, Oedema
i. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya, kecemasan terhadap penyakit.
Klasifikasi Data
Data subjektif Data obyektif
Klien mengatakan nyeri pada daerah
perut bagian kanan atas
Klien mengatakan sesak saat
bernapas
Klien mengatakan khawatir atas
gejala yang timbul pada dirinya
Klien mengatakan kram pada
Klien tampak memegang lokasi
pada daerah nyeri
Penggunaan otot bantu asesorius
untuk bernapas
Adanya keringat yang berlebihan
Penurunan berat badan pada klien
20
abdomen
Klien mengatakan sakit saat bernafas
Klien mengatakan batuk disertai
adanya dahak
Nadi teraba lambat
Adanya suara nafastambahan
(ronki)
Analisa Data
Tanda dan gejala Etiologi Masalah keperawatan
DS : Klien mengatakan nyeri
pada daerah perut bagian
kanan atas
DO : Klien tampak memegang
lokasi pada daerah nyeri
Hepatomegali Nyeri akut
DS : Klien mengatakan sesak
saat bernapas
DO :Penggunaan otot bantu
asesorius untuk bernapas
Keletihan otot-otot
pernapasan ,
disfungsi
neuromuscular,
sindrom
hipoventilasi
Ketidakefektifan pola
nafas
DS : Klien mengatakan khawatir
atas gejala yang timbul
pada dirinya
DO:Adanya keringat yang
berlebihan
Kesulitan nafas dan
kegelisahan akibat
oksigenasi yang
tidak adekuat
Ansietas
21
DS : Klien mengatakan sering
kram pada daerah
abdomen
DO : Penurunan berat badan
pada klien
.
DS :
Klien mengatakan kencing
sedikit
DO :
Jumlah pengeluaran urin dalam
batas abnormal
Oliguria Penurunan curah jantung
b.d. oliguria.
b. Diagnosa Keperawatan Nyeri akut b/d adanya hepatomegali.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. penurunan
nafsu makan (energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas,
sehingga metabolisme berlangsung lebih cepat).
Intoleransi aktifitas b.d. kelemahan fisik dan keletihan.
Penurunan curah jantung b.d. oliguria.
c. Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional
Gangguan pertukaran gas yang b.d.
Tujuan :
Mempertahankan tingkat
Observasi Pantau
22
Hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru
DS :
Klien mengatakan
sakit saat bernapas
DO :
Nadi teraba berdetak
cepat serta adanya
emboli pada
pembuluh darah
oksigen yang adekuat
untuk keperluan tubuh.
Kriteria hasil :
- Klien tidak mengalami
sesak napas.
- Tanda-tanda vital dalam
batas normal.
- Tidak ada tanda-tanda
sianosis.
- Pao2 dan paco2 dalam
batas normal
- Saturasi O2 dalam
rentang normal
frekuensi,
kedalaman
pernapasan.
Catat
penggunaan
otot aksesori,
nafas bibir,
tidakmampuan
bicara/
berbincang.
Mandiri Tinggikan
kepala tempat
tidur
Bantu pasien
untuk memilih
posisi yang
mudah untuk
bernapas.
Dorong nafas
perlahan atau
nafas bibir
o Berguna
dalam
evaluasi
derajat
distress
pernapasan
o Berguna
dalam
mengklasifik
asi kronisnya
proses
penyakit.
o Mempermud
ah
Pengiriman
oksigen
dengan
posisi badan
lebih rendah
dari kepala
o Memberikan
rasa nyaman
bagi pasien
dalam proses
istrahat.
o Memberikan
23
sesuai
kebutuhan atau
toleransi
individu
Penkes Mengajarkan
tehnik relaksasi
napas dalam
Kolaboratif Awasi/
gambarkan seri
GDA dan nadi
oksimetri.
latihan nafas
untuk
menurunkan
kolaps jalan
nafas, dispnea
dan kerja
nafas.
o Mengurangi
rasa sakit
yang di
rasakan oleh
klien
o Mengontrol
Paco2
biasanya
meningkat
(bronchitis,
enfisema) dan
pao2 secara
umum
menurun,
sehingga
hipoksia
terjadi dengan
derajat lebih
kecil atau
lebih besar.
Catatan:
paco2
24
“normal” atau
meningkat
menandakan
kegagalan
pernapasan
yang akan
datang selama
asmatik.
Ketidakefektifan pola napas b.d. Hipoksia. DS :
Klien mengatakan sesak
saat bernapas
DO :
Penggunaan otot bantu
asesorius ntuk bernapas
Tujuan :
Memperbaiki atau
mempertahankan pola
pernapasan normal
Pasien mencapai fungsi paru-
paru yang maksimal.
Kriteria hasil:
-Pasien menunjukkan
frekuensi pernapasan yang
efektif.
-Pasien bebas dari
dispnea, sianosis, atau
tanda-tanda lain distress
pernapasan
Observasi Obserfasi TTV
(RR atau
frekuensi
permenit)
Pantau adanya
pucat dan
sianosis
Pantau
pergerakan otot
dada saat
proses
pernapasan
Mandiri Berikan posisi
o Mengetahui
keadekuatan
frekuensi
pernapasan
dan
keefektifan
jalan napas
o Mengetahui
kesimetrisan
otot dada
o Memaksimalk
an ekspansi
paru,
menurunkan
kerja
pernapasan,
dan
menurunkan
resiko aspirasi
25
fowler atau
semi fowler
Berikan nutrisi
melalui selang
infuse
Penkes Ajarkan teknik
napas dalam
dan atau
pernapasan
bibir atau
pernapasan
diafragmatik
abdomen bila
diindikasikan
Informasikan
kepada pasien
dan keluarga
bahwa tidak
boleh merokok
o Membantu
meningkatkan
difusi gas dan
ekspansi jalan
napas kecil,
memberika
pasien
beberapa
control
terhadap
pernapasan,
membantu
menurunkan
ansietas.
o Memenuhi
kebutuhan di
dalam tubuh
o Mengontrol
rasa sesak
saat
melalkukan
pernapasan
o Mengurangi
kadar oksigen
yang berada
26
di dalam
ruangan
Kolaborasi Berikan terapi
nebulizer
ultrasonic dan
udara dan
oksigen yang
dilembabkan
sesuai program
atau protocol
institusi
dalam
ruangan dan
membuat
udara disekitar
pasien bersih
o Mengurangi
sesak yang di
alami oleh
klien
Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. Penurunan nafsu makan (energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung lebih cepat).
DS :
Klien mengatakan
adanya peningkatan
selera makan
DO :
Melakukan aktivitas
makan bersamaan
Tujuan : Nafsu makan
lebih meningkat.
Kriteria hasil :
Gizi untuk kebutuhan
metabolik terpenuhi.
Massa tubuh dan berat
badan klien berada dalam
batas normal.
Obsevasi Pantau nilai
laboratorium,
khususnya
transferin,
albumin, dan
elektrolit.
Kaji timbang
berat badan
pasien pada
interval yang
tepat.
Mandiri Beri motivasi
pada klien
untuk
o Mengetahui
perkembanga
n asupan gizi
klien melalui
sampel darah.
o mengetahui
perkembanga
n klien dalam
mempertahan
kan berat
badan normal.
o Membantu
pasien
27
dengan aktivitas lain mengubah
kebiasaan
makan.
Bantu untuk
mengembangk
n rencana
manajemen
berat badan
Berikan
penguatan
positif untuk
nutrisi yang
baik dan latihan
fisik yang rutin
Beri makanan
untuk klien
semenarik
mungkin
Penkes Pertahankan
kebersihan
mulut yang baik
memenuhi diet
yang
disarankan
untuk
kebutuhan
nutrisi dalam
metabolisme.
o Memenuhi
kondisi
dimana berat
badan dalam
keadaan
normal
o Menambah
pemahaman
bagi klien
mengenai
nutrisi
o Mengurangi
anorexia pada
pasien
o Menambah
nafsu makan
dan
membersihkan
28
Kolaborasi Diskusikan
dengan ahli gizi
dalam
menentukan
kebutuhan
protein untuk
klien.
kuman-kuman
yang ada
dalam mulut,
sehingga
makanan yang
klien makan
akan terasa
lebih nikmat.
o Untuk bisa
lebih tepat
memberikan
diet kepada
pasien sesuai
zat gizi dan
kalori yang
dibutuhkan.
Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbbangan antara suplai dan demand oksigenDS :
Klien mengatakan
ketidaknyamanan
atau dispnea saat
beraktvitas
DO :
Frekensi jantung ata
tekanan darah tidak
normal sebagai
Tujuan: keseimbanagn
antara suplai dan demand
oksigen.
:
keseimbanagn antara
suplai dan demand
oksigen.
Kriteria hasil :
mentoleransi aktivitas
yang biasa dilakukan dan
di tunjukkan dengan daya
tahan, menunjukkan
Observasi : kaji respon
emosi, social
dan spiritual
terhadap
aktiitas
pantau TTV
sebelum,selam
a,dan setelah
aktivitas
Mandiri : Beri bantuan
o mengidentifika
si konsentrasi
klien dalam
merepon
o mengetahui
perubahan
pada sistem
tubuh klien
29
respon terhadap
aktivitas
penghematan energi.untuk
melaksanakan
aktifitas sehari-
hari
Bantu klien
mengidentifikas
i pilihan
aktivitas
Penkes : Ajarkan klien
bagaimana
menghadapi
aktifitas
menghindari
kelelahan dan
berikan periode
istirahat tanpa
gangguan di
antara aktifitas
Anjurkan
periode untuk
istrahat dan
aktivitas secara
bergantian
o Membantu
klien
bagaimana
meningkatkan
rasa control
dan mandiri
dengan
kondisi yang
ada
o Memenuhi
kebutuhan
klien dalam
memenuhi
kebutuhan
aktivitas
o Istirahat
memungkinka
n tubuh
memperbaiki
energy yang
digunakan
selama
aktifitas
o Memulihkan
kondisi klien
setelah
melakukan
30
Kolaborasi : Kolaborasi
dengan ahli gizi
mengenai
menu makanan
pasien
Kolaborasikan
dengan ahli
terapi okupasi,
fisik (misalnya,
untuk latihan
ketahanan)
atau rekreasi
untuk
merencanakan
dan memantau
program
aktivitas jika
perlu
suatu aktivitas
o Dengan ahli
gizi,perawat
dapat
menentukan
jenis-jenis
makanan yang
harus
dikonsumsi
untuk
memaksimalk
an
pembentukan
energy dalam
tubuh pasien.
o Memberikan
kenyamanan
klien secara
psiko
Penurunan curah jantung b/d oliguria
Tujuan : mengembalikan
pola eliminasi urin normal.
Kriteria hasil : klien
Observasi : Pantau
pengeluaran
o Pengeluaran
urine mungkin
31
DS :
Klien mengatakan
kencing sedikit
DO :
Jumlah pengeluaran urin
dalam batas abnormal
menunjukkan pola
pengeluaran urin yang
normal, klien menunjukkan
pengetahuan yang adekuat
tentang eliminasi urin.
urine, catat
jumlah dan
warna saat
dimana diuresis
terjadi.
Kaji respon
klien saat
melakukan
BAK
Kaji bising
usus. Catat
keluhan
anoreksia,
mual, distensi
abdomen dan
konstipasi.
Mandiri Pertahakan
duduk atau
tirah baring
sedikit dan
pekat karena
penurunan
perfusi ginjal.
Posisi
terlentang
membantu
diuresis
sehingga
pengeluaran
urine dapat
ditingkatkan
selama tirah
baring.
o Mengidentifika
si penyakit lain
yng di alami
oleh klien
o Kongesti
visceral
(terjadi pada
GJK lanjut)
dapat
mengganggu
fungsi
gaster/intestin
al
o Posisi tersebut
meningkatkan
32
dengan posisi
semifowler
selama fase
akut.
Berikan
informasi
tentang tehnik
penurunan
stress, seperti
biofeedback ,
relaksasi otot
progresif,medit
asi dan latihan
fisik
Penkes Ajarkan
penggunaan,
dosis,
frekuensi, dan
fek samping
obat
Ajarkan untuk
melaporkan
dan
menggambarka
n awitan
palpitasi dan
nyeri ,durasi,
filtrasi ginjal
dan
menurunkan
produksi ADH
sehingga
meningkatkan
dieresis.
o Mengurangi
kerja sistem
metabolic
pada tbuh
o Mengajarkan
pasien untuk
mandiri dalam
meminum
obat
o Mengidentifika
si kondisi
pasien pada
saat timbulnya
rasa sakit
33
factor
pencetus,
daerah,
kualitas, dan
intensitas
Kolaborasi : Konsultasi
dengan ahli
diet.
Konsultasikan
dengan dokter
menyangkt
parameter
pmberian atau
pengberhentian
obat tekanan
darah
o Perlu
memberikan
diet yang
dapat diterima
klien yang
memenuhi
kebutuhan
kalori dalam
pembatasan
natrium
o Membantu
dalam proses
penyembuhan
klien
BAB IVPENUTUP
34
a. KesimpulanCor Pulmonal (CP) adalah suatu keadaan di mana terdapat hipertrofi
dan atau dilatasi dari ventrikel kanan sebagai akibat dari hipertensi (arteri)
pulmonal yang disebabkan oleh penyakit intrinsik dari parenkim paru, dinding
thoraks maupun vaskuler paru.
b. Saran Kami sadar di dalam meringkas resume ini masih jauh dari kata
sempurna kritik dan saran dari rekan semua sangat di harapkan demi
kebaikankedepan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta
Corwin, J. Elizabeth, 2001, Buku Saku Pathofisiologi, EGC, Jakarta.
Doenges, Moorhouse & Geissler, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerbit
EGC, Jakarta.
Brunner & Suddarth, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 3 , EGC,
Jakarta.
Bruner & sudarth. 2001. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Jakarta :
EGC.