123
ESC Guidelines On the management of cardiovascular diseases During pregnancy Pedoman European Society of Cardiology (ESC) Dalam Penanganan Penyakit Kardiovaskular Pada Kehamilan Vera Regitz-Zagrosek (Chairperson) (Germany), Carina Blomstrom Lundqvist (Sweden), Claudio Borghi (Italy), et al 2.1. Pendahuluan Komplikasi kardiovaskuler saat ini didapatkan pada 0.2-4% kehamilan di negara-negara barat. 1 Jumlah pasien yang memiliki masalah kardiovaskuler pada kehamilan terus meningkat, namun hanya sedikit diantaranya yang datang untuk berobat. Sebelum memutuskan untuk hamil, pasien sebaiknya mendapatkan penjelasan dari klinisi mengenai resiko kardiovaskuler pada kehamilan serta penanganannya. Oleh karena itu, pedoman penanganan penyakit-penyakit dalam kehamilan menjadi sangat penting, dimana pedoman penanganan ini harus memberikan pertimbangan-pertimbangan kondisi bukan hanya pada ibu, tapi juga pada janin, dan terapi yang diberikan pada 1 | Page

Pedoman ESC Untuk Penanganan Penyakit Kardiovaskuler Pada Kehamilan (Indonesian Version)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kardio

Citation preview

ESC GuidelinesOn the management of cardiovascular diseasesDuring pregnancy

Pedoman European Society of Cardiology (ESC)Dalam Penanganan Penyakit KardiovaskularPada KehamilanVera Regitz-Zagrosek (Chairperson) (Germany), Carina Blomstrom Lundqvist (Sweden), Claudio Borghi (Italy), et al

2.1.PendahuluanKomplikasi kardiovaskuler saat ini didapatkan pada 0.2-4% kehamilan di negara-negara barat.1 Jumlah pasien yang memiliki masalah kardiovaskuler pada kehamilan terus meningkat, namun hanya sedikit diantaranya yang datang untuk berobat. Sebelum memutuskan untuk hamil, pasien sebaiknya mendapatkan penjelasan dari klinisi mengenai resiko kardiovaskuler pada kehamilan serta penanganannya. Oleh karena itu, pedoman penanganan penyakit-penyakit dalam kehamilan menjadi sangat penting, dimana pedoman penanganan ini harus memberikan pertimbangan-pertimbangan kondisi bukan hanya pada ibu, tapi juga pada janin, dan terapi yang diberikan pada kondisi ini harus mencakup keduanya. Beberapa terapi pada kasus ini hanya memberikan keuntungan pada kondisi ibu, dan dapat menyebabkan kecacatan pada janin, bahkan dapat menyebabkan kematian janin pada beberapa kasus. Selain itu, terapi yang ditujukan untuk menyelamatkan bayi juga kadang menyebabkan kondisi yang kurang optimal pada ibu. Karena penelitian prospektif dan penelitian acak untuk kasus ini masih sangat jarang, maka pedoman yang akan dibahas berikut kebanyakan dibuat berdasarkan sumber-sumber dengan tingkat bukti level C. Ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari pedoman penanganan ini, yaitu konseling dan penanganan wanita usia reproduksi dengan kecurigaan penyakit jantung harus dimulai sebelum kehamilan, dimana wanita pada kasus ini harus ditangani oleh tim dari berbagai bidang keahlian, dan pasien dengan resiko tinggi sebaiknya diterapi pada fasilitas kesehatan dengan tenaga-tenaga yang lebih ahli, dan prosedur diagnostik dan intervensi sebaiknya dilakukan oleh dokter spesialis dengan pengalaman dan kemampuan yang cukup baik dalam menangani pasien-pasien hamil. Penelitian-penelitian prospektif lebih lanjut sangat dibutuhkan untuk meningkatkan pengetahuan dalam bidang penanganan komplikasi pada kehamilan ini.

2.2.MetodePedoman ini disusun berdasarkan pencarian literatur dengan rentang waktu penerbitan literatur maksimal 20 tahun terakhir pada National Institutes of Health database (PubMed). Beberapa publikasi dan rekomendasi dari asosiasi ahli-ahli kardiologi Eropa dan Amerika juga dijadikan pertimbangan, seperti American Heart Association/American College of Cardiology (AHA/ACC),2 ESC tahun 2003,3 the Working Group Valvular Heart Disease of the ESC,4 pedoman dari the German Society of Cardiology (German Society of Cardiology),5,6 dan the ESC Task Force on the Management of Valvular Heart Disease 2007.7

2.3.EpidemiologiPrevalensi kejadian penyakit kardiovaskuler pada kehamilan terus mengalami perubahan dan berbeda pada tiap-tiap negara. Pada negara-negara barat, resiko kardiovaskuler pada kehamilan meningkat seiring dengan peningkatan usia pada kehamilan pertama dan peningkatan prevalensi faktor resiko kardiovaskuler, seperti diabetes, hipertensi, dan obesitas. Selain itu, terapi pada penyakit jantung kongenital juga terus berkembang, sehingga prevalensi wanita dengan penyakit jantung kongenital yang mencapai usia reproduktif juga terus meningkat.8 Penyakit-penyakit jantung sekarang telah menjadi penyebab utama kematian ibu hamil di negara-negara barat.9Gangguan kardiovaskuler yang paling sering didapatkan pada kehamilan adalah hipertensi, dimana hipertensi didapatkan pada 6-8% dari seluruh kasus kehamilan.10 Pada negara-negara barat, penyakit jantung kongenital merupakan penyakit jantung yang paling sering ditemukan dalam kehamilan (75-82%), dan jenis gangguan kongenital yang paling sering terjadi adalah lesi shunting yang mencapai angka 20-65%.11,12 Prevalensi penyakit jantung kongenital mencapai angka 9-19% diluar Eropa dan Amerika Utara. Untuk negara-negara diluar negara barat, penyakit yang mendominasi adalah penyakit katup rematik, dimana penyakit ini didapatkan pada 56-89% dari seluruh kasus penyakit jantung pada kehamilan.11,12Penyakit kardiomiopati cukup jarang ditemukan, namun kondisi ini merupakan komplikasi kehamilan yang cukup berat. Kardiomiopati peripartum (PPCM) merupakan penyebab utama komplikasi berat dalam kehamilan.13

2.4.Perubahan metabolik, hemodinamik, dan hemostasis selama kehamilanKehamilan pada dasarnya akan memicu perubahan sistem kardiovaskuler untuk mengkompensasi peningkatan kebutuhan metabolik dari ibu dan janin. Kehamilan dapat meningkatakan volume darah dan curah jantung, serta menurunkan resistensi vaskuler sistemik dan tekanan darah.Volume plasma dapat mencapai hingga maksimal 40% diatas batas normal pada usia kehamilan 24 minggu. Kehamilan yang normal dapat meningkatkan curah jantung hingga 30-50%. Pada awal kehamilan, peningkatan curah jantung terjadi utamanya karena peningkatan volume sekuncup, namun pada akhir kehamilan kondisi ini biasanya disebabkan oleh peningkatan denyut jantung. Peningkatan denyut jantung dimulai pada usia kehamilan 20 minggu, dan terus meningkat hingga usia kehamilan 32 minggu. Kondisi ini akan menetap sampai 2-5 hari setelah persalinan. Tekanan darah sistemik biasanya akan menurun pada awal kehamilan, dan tekanan darah diastolik biasanya akan menurun sampai 10 mmHg dibawah batas normal pada trimester kedua. Penurunan tekanan darah ini disebabkan oleh vasodilatasi aktif akibat kerja dari mediator-mediator lokal seperti prostasiklin dan oksida nitrat. Pada trimester ketiga, tekanan darah diastolik akan meningkat secara bertahap. Jika usia kehamilan sudah cukup bulan, tekanan darah diastolik ini dapat mencapai nilai normal seperti pada wanita yang tidak hamil. Ukuran jantung dapat meningkat sampai 30% ukuran normal, yang secara parsial disebabkan oleh dilatasi ruang jantung. Fungsi sistolik dapat meningkat pada trimester pertama, namun akan menurun pada trimester ketiga. Sedangkan, fungsi diastolik pada kehamilan masih belum jelas. Kehamilan dapat memicu beberapa perubahan hemostasis, dengan peningkatan konsentrasi faktor koagulasi, fibrinogen, adesifitas trombosit, serta penurunan fibrinolisis yang akan menyebabkan peningkatan kemampuan koagulasi dan peningkatan resiko kejadian tromboemboli. Selain itu, pembesaran rahim dapat menyebabkan obstruksi aliran balik vena, sehingga menyebabkan kondisi stasis dan peningkatan resiko tromboemboli lebih lanjut. Kehamilan juga dapat menyebabkan perubahan hemostasis glukosa dan peningkatan kadar kolesterol sebagai bentuk adaptasi terhadap kebutuhan ibu dan janin. Perubahan fisiologis yang terjadi selama kehamilan dapat mempengaruhi proses absorbsi, ekskresi, dan bioavailabilitas semua jenis obat-obatan.14 Penggunaan obat-obatan selama kehamilan membutuhkan dosis terapi yang lebih tinggi untuk mencapai konsentrasi terapi plasma dan dosis adaptasi yang dibutuhkan. Hal ini sebagian besar dikarenakan adanya peningkatan volume intravaskuler selama kehamilan. Selain itiu, kehamilan juga menyebabkan peningkatan perfusi ginjal serta metabolisme hepar sehingga menyebabkan peningkatan pengeluaran obat dari tubuh. Perubahan farmakokinetik obat bervariasi pada tiap fase kehamilan, sehingga membutuhkan kehati-hatian dalam pemantauan kondisi pasien dan penentuan dosis yang dibutuhkan. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan perubahan hemodinamik signifikan selama proses persalinan dan pascapersalinan, diantaranya kontraksi rahim, posisi ibu (lateral kiri atau supinasi), nyeri, cemas, pemaksaan kekuatan ibu, perdarahan, dan involusi uterus. Selain itu, proses anastesi, analgesi, perdarahan dan infeksi juga dikatakan dapat memberikan beban tambahan pada sistem kardiovaskuler. Selama kontraksi rahim, dapat terjadi peningkatan tekanan darah sistolik hingga 15-25%, dan tekanan darah diastolik hingga 10-15%. Peningkatan tekanan darah ini dikatakan berhubungan dengan peningkatan tekanan pada cairan ketuban, dan vena intratorakal, serebrospinal, dan tekanan cairan ekstradural. Peningkatan curah jantung dapat terjadi hingga 15% pada awal persalinan, 25% pada fase pertama, dan 50% selama proses ekspulsi.15 Peningkatan curah jantung ini dapat mencapai 80% pada awal postpartum karena adanya proses autotransfusi yang berhubungan dengan involusi uterus dan resorbsi dari edema tungkai.Sebagai kesimpulan, perubahan fisiologis selama kehamilan dapat mempengaruhi evaluasi dan interpretasi fungsi dan status klinis jantung.

2.5.Uji genetik dan konselingSalah satu hal yang perlu diperhatikan dalam konseling terhadap wanita muda dengan penyakit kardiovaskuler adalah pembahasan mengenai adanya resiko penyakit jantung herediter pada bayi jika memutuskan untuk hamil. Resiko ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan orang tua tanpa penyakit kardiovaskuler yang resikonya hanya berkisar 1%. Selain itu, masing-masing penyakit jantung turunan memiliki gambaran yang berbeda-beda, dan resiko menurunnya penyakit ini bergantung pada kondisi apakah penyakit jantung turunan ini diderita oleh ibu, ayah, atau kedua orang tua.16 Secara umum, resiko ini didapatkan lebih tinggi jika yang menderita penyakit jantung turunan ini adalah ibu, jika dibandingkan dengan ayah.16 Resiko rekurensi penyakit ini bervariasi antara 3% sampai 50% bergantung pada jenis penyakit jantung yang diderita oleh ibu.Anak yang dilahirkan dari orang tua dengan gangguan kardiovaskuler herediter dengan autosom yang bersifat dominan (contohnya sindrom Marfan, kardiomiopati hipertrofi, atau sindrom QT memanjang) memiliki resiko menurunkan penyakit ini sebesar 50%, baik ibu maupun ayah. Fenotip akhir dari kondisi ini juga dapat ditentukan oleh penetrasi yang tidak sempurna dan efek pleiotropik, dan dapat bervariasi satu sama lain. Angka rekurensi pada defek yang diturunkan dari kromosom yang bersifat poligenik masih belum diketahui. Penyakit keturunan dengan autosom resesif dan kromosom x-resesif cukup jarang ditemukan.Pengujian genetik dapat berguna untuk beberapa kondisi, yaitu: Kasus kardiomiopati dan channelopathy, seperti sindrom QT yang memanjang17 Kasus dimana anggota keluarga lain juga terkena Kasus dimana pasien memiliki gambaran dismorfik, gangguan perkembangan/retardasi mental, atau jika didapatkan abnormalitas kongenital lain diluar jantung, dan sindrom-sindrom seperti Marfan, 22q11 deletion, Williams-Beuren, Alagille, Noonan, dan sindrom Holt-Oram.Karena adanya peningkatan jumlah kasus defek genetik, maka dapat dilakukan biopsi vili korionik pada kehamilan minggu ke 12. Semua wanita dengan penyakit jantung kongenital sebaiknya disarankan untuk melakukan pemeriksaan ekokardiografi janin pada kehamilan minggu ke 19 sampai minggu ke 22. Selain itu, dapat pula dilakukan pemeriksaan awal pada kehamilan minggu ke 12 sampai minggu ke 13 dengan menilai ketebalan lipatan nukal pada wanita dengan usia diatas 35 tahun. Metode ini memiliki angka sensitivitas 40% dalam menilai adanya defek jantung yang signifikan, dan angka spesifitasnya mencapai angka 99%. Insidensi penyakit jantung kongenital dengan tebal lipatan nukal yang normal hanya sekitar 1 dari 1000 kasus.18Pola herediter pada gangguan jantung bervariasi pada masing-masing penyakit, sehingga perlu dilakukan konseling genetik oleh ahlinya, baik kepada pasien maupun kepada anggota keluarga lainnya.17 Pengujian genetik yang dilakukan setelah konseling kepada pasien dapat membantu mengidentifikasi adanya faktor resiko dan membantu menilai gejala pada awal penyakit, sehingga dapat membantu pencegahan dan intervensi terapi. Pengujian genetik ini dapat dilakukan pada pasien jika terdapat gangguan genetik, dan lebih disarankan lagi jika sudah terdapat terapi yang sesuai terhadap gangguan yang dimaksud.17

2.6.Diagnosis penyakit kardiovaskuler dalam kehamilanAda beberapa prosedur yang perlu dilakukan dalam menentukan diagnosis dan penanganan penyakit kardiovaskuler dalam kehamilan.

Investigasi klinis dan riwayat penyakitBanyak penyakit yang bisa diidentifikasi hanya dengan melakukan penggalian riwayat penyakit pasien dan riwayat keluarga, terutama untuk kasus kardiomiopati, sindrom Marfan, penyakit jantung kongenital, kematian mendadak juvenil, sindrom QT memanjang, dan takikardi ventrikel katekolaminergik, atau sindrom Brugada. Selain itu, perlu juga ditanyakan kemungkinan kematian mendadak pada keluarga. Penilaian dispnea juga penting untuk menentukan diagnosis dan prognosis lesi katup dan gagal jantung. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan fisis menyeluruh, mengingat terdapat beberapa perubahan fisiologis yang dapat terjadi selama kehamilan, termasuk pemeriksaan auskultasi untuk menilai adanya bising baru, perubahan bising jantung, menilai adanya tanda-tanda gagal jantung. Pemeriksaan ekokardiografi dapat dilakukan pada pasien dengan sesak napas selama kehamilan, atau jika didapatkan bising patologis yang baru pada auskultasi. Pemeriksaan tekanan darah juga perlu dilakukan pada posisi lateral kiri dengan menggunakan metode standar. Selain itu, dapat juga dilakukan pemeriksaan proteinuri, terutama pada pasien dengan riwayat penyakit atau riwayat keluarga hipertensi atau preeklamsi. Pemeriksaan oksimetri juga perlu dilakukan pada pasien dengan penyakit jantung kongenital.

Elektrokardiografi (EKG)Mayoritas wanita hamil memperlihatkan hasil normal dalam pemeriksaan EKG. Secara anatomis, jantung terotasi ke arah kiri dan memiliki deviasi aksis kiri sekitar 15-20 terhadap permukaan EKG. Hasil pemeriksaan yang sering didapatkan pada EKG adalah perubahan segmen ST dan gelombang T, adanya gelombang Q dan gelombang T terbalik pada lead III, dan melemahnya gelombang Q pada AVF, serta gelombang T terbalik pada lead V1, V2, dan kadang-kadang pada V3. Perubahan pada EKG dapat terjadi karena adanya perubahan bertahap dari posisi jantung sehingga mirip dengan kondisi hipertrofi ventrikel kiri dan penyakit jantung struktural lainnya. Pemantauan ketat harus dilakukan kepada pasien dengan riwayat aritmia persisten atau paroksismal (VT, fibrilasi atrium (A), atau atrial flutter), atau pasien dengan gejala palpitasi.

Tabel 3. Estimasi dosis efektif pada ibu dan janin untuk beberapa prosedur diagnostik dan intervensi radiologi

ProsedurPaparan pada janinPaparan pada ibu

Radiologi dada (PA dan lateral) 45 mm (beberapa sumber mengatakan persalinan seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada pasien sindrom Marfan jika diameter aorta 40-45 mm7,49,50), pasien dengan diseksi aorta akut atau kronik, dan pasien dengan gagal jantung akut yang tidak dapat ditangani. Pada beberapa institusi, persalinan seksio sesarea harus dilakukan pada pasien dengan stenosis aorta dan hipertensi pulmoner berat (termasuk sindrom Eisenmenger), dan pada pasien dengan gagal jantung.7,46 Persalinan seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada pasien dengan prostesa katup jantung mekanik untuk mencegah permasalahan yang dapat terjadi pada persalina pervaginam terencana. Pada beberapa kasus, pemberian heparin/heparin dengan berat molekul rendah harus dilakukan dalam waktu yang cukup lama sebelum persalinan pervaginam, terutama pada kondisi-kondisi obstetri yang mendukung, sehingga hal ini dapat meningkatkan resiko pada ibu.

Pemantauan hemodinamikTekanan arteri sistemik dan denyut jantung ibu harus terus dipantau, karena prosedur anastesi epidural lumbal dapat menyebabkan hipotensi. Pemantauan ini dapat menggunakan pulsasi oksimetri dan EKG kontinyu. Penggunaan kateter Swan-Ganz untuk pemantauan hemodinamik jarang diindikasikan karena memiiki resiko untuk memprovokasi aritmia, perdarahan, dan komplikasi tromboemboli pada saat dilepaskan.51

Anastesi/analgesiProsedur analgesi epidural lumbal sering direkomendasikan karena dapat menurunkan aktivitas simpatis akibat adanya nyeri, penurunan sensasi mengedan yang terlalu dini, dan memungkinkan prosedur anastesi jika pembedahan dibutuhkan. Analgesi epidural lumbal kontinyu dengan anastesi lokal atau opioid, atau anastesi spinal opioid kontinyu dikatakan cukup aman untuk diberikan. Namun, anastesi regional dikatakan dapat menyebabkan hipotensi sistemik, dan cukup berbahayan pada pasien dengan obstruksi katup. Selain itu, perfusi intravena juga harus terus dipantau.52PersalinanPasien sebaiknya diposisikan dalam posisi lateral dekubitus pada saat proses persalinan untuk mengurangi efek hemodinamik akibat kontraksi rahim.53 Kontraksi rahim akan menurunkan kepala janin ke perineum, tanpa proses mengedan dari ibu, untuk menghindari efek-efek yang tidak diinginkan akibat manuver Valsava yang dilakukan pada proses mengedan.54,55Proses persalinan dapat dibantu dengan forcep atau ekstraksi vacum. Selain itu, perlu dilakukan pemantauan denyut jantung janin elektronik kontinyu selama proses persalinan.

Persalinan pada wanita dengan katup prostetik yang mendapatkan terapi antikoagulasiObat antikoagulan sebaiknya dialihkan ke heparin berat molekul rendah atau unfractioned heparin (UFH) pada usia kehamilan 36 minggu. Wanita yang diterapi dengan heparin berat molekul rendah sebaiknya dialihkan ke UFH intravena, setidaknya 36 jam sebelum dilakukan induksi persalinan atau seksio sesarea. Pemberian UFH sebaiknya dihentikan 4-6 jam sebelum rencana persalinan, dan diberikan kembali 4-6 jam setelah persalinan jika tidak terdapat komplikasi perdarahan. Pasien dengan katup mekanik dan sedang mendapatkan terapi antikoagulasi mungkin membutuhkan proses persalinan darurat, dan kondisi ini dikatakan memberikan resiko perdarahan maternal yang cukup berat. Pemberian protamin dapat dipertimbangkan jika persalinan darurat harus dilakukan sementara pasien masih mengkonsumsi UFH atau heparin berat molekul rendah. Pemberian protamin hanya akan mengurangi efek antikoagulan dari heparin berat molekul rendah secara parsial. Jenis persalinan yang disarankan dalam kondisi darurat pada pasien dengan terapi antikoagulan adalah metode seksio sesarea, karena metode ini dikatakan dapat menurunkan resiko perdarahan inrakranial pada janin yang telah mendapatkan efek antikoagulasi dari ibunya. Fresh frozen plasma sebaiknya diberikan sebelum seksio sesarea yang bersifat darurat untuk mencapai nilai target INR kurang dari atau sama dengan 24, dan dapat juga diberikan vitamin K oral dengan dosis 0.5-1 mg, namun pemberian vitamin K ini memerlukan waktu sekitar 4-6 jam untuk memberikan efek terhadap rasio INR. Jika ibu sedang dalam terapi antikoagulasi pada saat persalinan, maka bayi yang lahir dapat diberikan fresh frozen plasma dan harus mendapatkan vitamin K. Efek antikoagulasi pada janin dapat bertahan hingga 8-10 hari setelah terapi antikoagulasi pada ibu dihentikan.

Aritmia ventrikel selama kehamilan dan persalinanAritmia merupakan komplikasi jantung yang paling sering ditemukan pada wanita hamil dengan atau tanpa penyakit jantung struktural.12,56,57 Onset aritmia pada wanita hamil dapat dimulai selama kehamilan, atau kehamilan dapat memicu terjadinya aritmia.58-60 Pedoman ACC/AHA/ESC tahun 2006 mengenai penanganan pasien dengan aritmia ventrikel dan pencegahan kematian mendadak akibat penyakit jantung merekomendasikan bahwa, wanita hamil dengan sindrom QT memanjang dengan gejala yang telah ada sebelumnya dapat diterapi dengan penghambat beta kontinyu selama kehamilan, proses persalinan, dan setelah persalinan, kecuali jika terdapat kontraindikasi yang absolut. Penggunaan pernghambat beta selama proses persalinan tidak akan mengganggu kontraksi rahim dan persalinan pervaginam.61

Pelayanan post-partumUntuk mencegah hipotensi, pemberian infus oksitosin intravena sebaiknya diberikan dengan lambat ( II atau adanya sianosis

Obstruksi jantung kiri (luar katup mitral < 2 cm2, luas katup aorta < 1.5 cm2, gradien traktur pengeluaran ventrikel kiri puncak > 30 mmHg yang didapatkan dari pemeriksaan ekokardiografi).

Penurunan fungsi sistolik ventrikel sistemik (fraksi ejeksi kurang dari 40%).

Masing-masing poin diatas merupakan prediktor estimasi resiko komplikasi kardiovaskuler maternal berdasarkan penelitian CARPREG, dimana0 poin memberikan resiko sebesar 5%1 poin memberikan resiko sebesar 27%>1 poin memberikan resiko sebesar 75%

NYHA: New York Hearth Association.

2.11.Estimasi resiko: kontraindikasi pada kehamilan2.11.1.Konseling sebelum kehamilanResiko kehamilan bergantung pada jenis penyakit jantung yang diderita dan kondisi klinis pasien. Konseling sebaiknya bersifat individual dan dilakukan oleh tenaga ahli. Remaja sebaiknya diberikan konseling mengenai kontrasepsi, dan isu kehamilan sebaiknya didiskusikan sedini mungkin ketika remaja telah aktif secara seksual. Stratifikasi resiko dan obat-obatan juga sebaiknya dilakukan sebelum kehamilan, sehingga obat-obatan yang dikontraindikasikan untuk kehamilan dapat dihentikan dan diubah ke obat lain jika terdapat alternatif obat lain (Tabel 21). Rencana follow-up juga sebaiknya didiskusikan dengan pasien, dan jika memungkinkan didiskusikan juga dengan suaminya. Wanita dengan penyakit jantung yang signifikan sebaiknya ditangani dengan tim yang terdiri dari beberapa ahli, termasuk ahli obstetri dan ahli jantung yang telah berpengalaman dalam menangani pasien hamil dengan penyakit jantung sejak awal penyakitnya. Pasien dengan resiko tinggi sebaiknya ditangani oleh tim yang terdiri dari beberapa ahli dan dilakukan di pusat kesehatan yang spesifik untuk penyakit yang akan ditangani. Semua wanita dengan penyakit jantung sebaiknya diperiksa setidaknya satu kali sebelum kehamilan dan selama kehamilan, serta dapat disarankan untuk rawat inap.Tabel 5. Prediktor kejadian kardiovaskuler maternal dari penyakit jantung kongenital pada penelitian Khairy dan ZAHARA

Prediktor ZAHARA57

Riwayat Aritmia

Standar fungsional NYHA kelas > II

Obstruksi jantung kiti (gradien puncak katup aorta > 50 mmHg)

Prostesa katup mekanik

Regurgitasi katup atrioventrikuler sistemik sedang/berat (kemungkinan berhubungan dengan disfungsi ventrikel)

Regurgitasi katup atrioventrikuler sub-pulmoner sedang/berat (kemungkinan berhubungan dengan disfungsi ventrikel)

Penggunaan obat jantung sebelum kehamilan

Penyakit jantung sianotik baik yang sudah dikoreksi maupun belum dikoreksi

Prediktor Khairy76

Riwayat merokok

Penurunan fungsi ventrikel subpulmoner dan/atau regurgitasi pulmoner berat

NYHA: New York Hearth Association.

2.11.2.Stratifikasi resiko: estimasi resiko maternal dan keturunannyaEstimasi resiko komplikasi kardiovaskuler maternal dan beberapa pendekatan lainnya telah tersedia. Resiko penyakit yang spesifik dapat dinilai dan telah dijelaskan lebih lanjut dalam pedoman ini. Ssecara umum, resiko komplikasi meningkat seiring dengan peningkatan kompleksitas penyakit.56,72Tabel 6. Prinsip klasifikasi WHO mengenai resiko kardiovaskuler maternal yang telah dimodifikasi

Kelas ResikoResiko kehamilan berdasarkan kondisi medis

ITidak ada peningkatan resiko mortalitas maternal, dan angka morbiditas hanya sedikit meningkat atau bahkan tidak terjadi peningkatan sama sekali.

IIPeningkatan ringan dari resiko mortalitas maternal, atau peningkatan sedang resiko morbiditas maternal.

IIIPeningkatan resiko mortalitas maternal yang signifikan atau morbiditas yang berat. Dibutuhkan konseling dari tenaga ahli.Jika pasien ingin hamil, maka dibutuhkan pemantauan yang intensif oleh ahli jantung dan ahli obstetri, selama periode kehamilan, kelahiran, dan masa nifas.

IVPeningkatan resiko mortalitas maternal yang cukup ekstrim, atau morbiditas yang berat, sehingga kehamilan dikontraindikasikan. Jika kehamilan terjadi, maka disarankan untuk dilakukan terminasi kehamilan. Jika pasien tetap ingin melanjutkan kehamilan, maka harus dipantau seperti pada kelas resiko III.

*paparan bergantung pada jumlah proyeksi yang digunakanCT computed tomography; PA postero-anterior; PCI percutaneouscoronary intervention.

Pemeriksaan penyakit yang spesifik biasanya bersifat retrospektif dan terlalu kecil untuk mengidentifikasi adanya prediktor perburukan kondisi akhir dari pasien. Oleh karena itu, estimasi resiko juga harus mencakup estimasi prediktor-prediktor yang telah dibahas pada penelitian-penelitian sebelumnya. Ada beberapa bentuk skoring yang dapat digunakan dalam estimasi resiko ini, dan bentuk skoring yang paling sering digunakan adalah skoring resiko CARPEG. Skoring resiko ini telah divalidasi pada beberapa penelitian dan dikatakan cukup efektif untuk memprediksi resiko maternal, walaupun terkadang dapat terjadi overestimasi.57,73 Skoring resiko CARPEG ditampilkan pada Tabel 4. Penggunaan skoring CARPREG12 pada wanita dengan penyakit jantung kongenital sering dihubungkan dengan peningkatan resiko serangan kardiovaskuler lambat setelah kehamilan.74 Faktor prediktor dari penelitian ZAHARA57 (Tabel 5) masih belum divalidasi pada penelitian-penelitian lain. Selain itu, perlu diperhatikan bahwa fator resiko dan prediktor pada penelitian CARPREG dan ZAHARA sangat bergantung pada populasi dimana skoring ini digunakan. Faktor resiko lain seperti hipertensi arteri pulmoner dan dilatasi aorta masih belum teridentifikasi, karena tidak dilibatkan dalam penelitian-penelitian tersebut. Penelitian CARPREG meliputi penyakit jantung kongenital dan penyakit jantung didapat, sementara penelitian ZAHARA hanya mengidentifikasi populasi dengan penyakit jantung kongenital.The Task Force merekomendasikan bahwa stratifikasi resiko maternal sebaiknya dilakukan bersasarkan modifikasi dari klasifikasi resiko World Health organization (WHO).72 Klasifikasi resiko ini mencakup semua faktor resiko kardiovaskuler maternal, termasuk penyakit jantung yang mendasari dan penyakit penyerta lain. Klasifikasi ini juga mencakup kontraindikasi kehamilan yang tidak ditampilkan pada klasifikasi resiko CARPREG dan ZAHARA. Prinsip umum dari klasifikasi ini ditampilkan pada Tabel 6, dan aplikasinya ditampilkan pada Tabel 7. Wanita dengan klasifikasi WHO kelas I memiliki resiko yang sangat rendah, dan follow-up kardiologi selama kehamilan mungkin hanya terbatas pada satu atau dua kunjungan saja. Wanita dengan klasifikasi WHO kelas II memiliki resiko rendah sampai sedang, dan follow-up disarankan untuk dilakukan pada tiap-tiap trimester. Wanita dengan klasifikasi WHO kelas III memiliki resiko komplikasi yang tinggi, sehingga pemeriksaan kardiologi dan obstetri selama kehamilan harus sering dilakukan setiap bulan atau setidaknya dua bulan sekali. Wanita dengan klasifikasi WHO kelas IV sebaiknya disarankan untuk menghindari kehamilan, namun jika pasien akhirnya hamil dan tidak ingin dilakukan terminasi, maka follow-up harus dilakukan setiap bulan atau setidaknya dua bulan sekali.Tabel 7. Pengaplikasian klasifikasi WHO mengenai resiko kardiovaskuler maternal yang telah dimodifikasi

Kondisi dimana kehamilan berada pada klasifikasi resiko WHO kelas I

Kelainan sederhana atau ringan dariStenosis pulmoner; PDA; Prolapsus katup mitral

Lesi sederhana yang telah berhasil dikoreksi (defek septum atrium atau ventrikel, PDA, anomali drainase vena pulmonalis)

Denyut ektopi atrium atau ventrikel, yang terisolasi

Kondisi dimana kehamilan berada pada klasifikasi resiko WHO kelas II atau III

WHO II (sederhana)

Defek septum ventrikel atau atrium yang tidak dikoreksi

ToF yang telah dikoreksi

Kebanyakan jenis aritmia

WHO II-III (berdasarkan kondisi masing-masing individu)

Gangguan fungsi ventrikel kiri yang ringan

Kardiomiopati hipertrofi

Penyakit jantung katup alami atau katup jaringan yang tidak masuk dalam klasifikasi WHO I atau IV

Sindrom Marfan tanpa dilatasi aortaAorta 45 mmDilatasi aorta > 50 mm pada kelainan aorta yang berhubungan dengan katup aortik bikuspid

Koarkasi aorta berat yang alami

Diadaptasi dari Thome et al.73 NYHA : New York Heart Association; WHO : World Health Organization.

Komplikasi neonatal didapatkan pada 20-28% pasien dengan penyakit jantung12,56,57,75,76 dengan angka mortalitas neonatus berkisar antara 1% sampai 4%.12,56,57 Kondisi ibu dan janin saling berhubungan satu sama lain.57 Faktor prediktor dari komplikasi neonatal ditampilkan pada Tabel 8.Tabel 8. Prediktor maternal terhadap resiko neonatal pada wanita dengan penyakit jantung

1. Standar klasifikasi NYHA kelas > II atau didapatkan sianosis12

2. Obstruksi jantung kiri pada ibu12,76

3. Merokok selama kehamilan12,57

4. Kehamilan multipel12,57

5. Penggunaan antikoagulan oral selama kehamilan12

6. Katup prostesa mekanik57

Dimodifikasi dari Siu et al.12 (peneliti CARPREG); Khairy et al.76; Drenthen/Pieper et al.57 (Peneliti ZAHARA).NYHA : New York Heart Association.

2.12.Metode kontrasepsi dan terminasi kehamilan, serta fertilisasi in vitro2.12.1.Metode kontrasepsiMetode kontrasepsi yang tersedia meliputi kontrasepsi hormonal kombinasi (estrogen/progestin), kontrasepsi progesteron saja, kontrasepsi intrauteri, dan kontrasepsi emergensi. Penggunaan metode-metode kontrasepsi tersebut harus seimbang dan efektif dalam mencegah resiko kehamilan.Pada tahun 2010, The Centers for Disease Control (CDC) memodifikasi rekomendasi WHO tentang kriteria kelayakan medis untuk penggunaan kontrasepsi pada wanita dengan penyakit kardiovaskuler. [http://www.cdc.gov/Mmwr/preview/mmwrhtml/rr59e0528a13.htm]. Injeksi medroksiprogesteron asetat setiap bulan tidak dapat dilakukan pada pasien dengan gagal jantung, karena metode ini memiliki kecenderungan untuk menyebabkan retensi cairan. Penggunaan kontrasepsi oral dosis rendah yang mengandung 20 ug etinil estradiol dikatakan cukup aman untuk wanita dengan potensi trombogenik rendah, namun tidak untuk wanita dengan penyakit katup yang kompleks.77,78Berbeda dengan metode barier (kondom), kontrasepsi intrauterin yang melepaskan levonorgestrel dikatakan merupakan metode paling aman dan paling efektif yang dapat digunakan pada wanita dengan penyakit jantung kongenital sianotik dan penyakit pembuluh darah paru. Metode ini dapat menurunkan volume darah yang hilang pada saat menstruasi sampai 40-50%, dan menginduksi amenore pada kebanyakan penggunanya.79 Hal lain yang perlu diperhatikan adalah, metode ini dapat menyebabkan reaksi vasovagal pada ~5% pasien, sehingga penggunaan metode ini pada pasien dengan penyakit jantung yang sangat kompleks (contohnya Fotan, Eisenmenger) hanya diindikasikan jika pil progesteron dan implant telah terbukti tidak efektif. Prosedur pemasangan kontrasepri intrauterin hanya boleh dilakukan di rumah sakit. Kontrasepsi intrauterin copper dapat digunakan pada wanita dengan penyakit jantung yang tidak sianotik, atau setidaknya sianotik nya bersifat ringan. Profilaksis antibiotik tidak direkomendasikan pada waktu insersi maupun pengeluaran alat ini, karena prosedur ini dikatakan tidak meningkatkan resiko infeksi panggul. Jika terjadi perdarahan berlebih pada saat menstruasi, kontrasepsi intrauterin ini harus dikeluarkan. Penggunaan metode ini dikontraindikasikan pada wanita sianotik dengan kadar hematokrit lebih dari 55%, karena adanya defek hemostatis intrinsik dapat meningkatkan resiko perdarahan menstruasi yang berlebih.

2.12.2.SterilisasiLigasi tuba dikatakan merupakan prosedur yang relatif aman, bahkan pada wanita dengan resiko yang relatif tinggi. Namun, prosedur ini dikatakan tetap memiliki resiko jika dilakukan pada pasien dengan hipertensi arteri pulmoner, sianosis, dan sirkulasi Fontan, karena prosedur ini sering disertai dengan prosedur anastesi dan inflasi dari abdomen. Resiko ini dapat lebih rendah jika dilakukan dengan teknik histereskopi minimal invasif, seperti pada penggunaan alat Essure. Sterilisasi histereskopi dilakukan dengan memasukkan sebuat metal micro-insert atau polymer matrix kedalam interstisial porsio pada masing-masing tuba fallopi. Pemeriksaan radiologi pelvis dapat dilakukan tiga bulan setelah pemasangan, untuk memastikan alat terletak pada posisi yang benar, serta memastikan bahwa sudah terjadi oklusi tuba bilateral. Keuntungan dari metode sterilisasi histereskopi ini adalah, metode ini dapat dilakukan pada lingkungan poliklinik dan prosedur ini dilakukan tanpa insisi. Kekurangan dari prosedur ini adalah, karena dibutuhkan waktu sampai 3 bulan untuk memastikan bahwa telah terjadi oklusi tuba.80 Pilihan lain yang dapat dilakukan adalah metode vasektomi yang dilakukan pada suami pasien, namun terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum melakukan metode ini, mengingat terdapat kemungkinan bahwa suami dapat hidup lebih lama dibandingkan pasien itu sendiri, sehingga suami akan sulit untuk mendapatkan keturunan jika suatu saat ingin menikah lagi. Karena kurangnya data mengenai penggunaan kontrasepsi pada pasien dengan penyakit jantung, maka konseling menjadi sangat penting, dan sebaiknya dilakukan oleh klinisi atau ahli obstetri yang telah terlatih.

2.12.3.Metode terminasi kehamilanPasien yang kehamilannya dapat memberikan resiko signifikan terhadap ibu dan janin sebaiknya diberikan konseling mengenai terminasi kehamilan. Waktu yang paling baik untuk melakukan terminasi kehamilan adalah pada trimester pertama, dan prosedur ini sebaiknya dilakukan di rumah sakit dan bukan di poliklinik biasa, sehingga semua kondisi darurat dapat diantisipasi dengan baik karena alat-alat emergensi sudah tersedia. Metode yang digunakan sebaiknya dipertimbangkan berdasarkan kondisi masing-masing individu, termasuk untuk penggunaan anastesi. Pasien dengan resiko tinggi sebaiknya ditangani pada pusat kesehatan yang memiliki fasilitas untuk pembedahan jantung. Profilaksis endokarditis tidak selalu direkomendasikan oleh ahli-ahli kardiologi,81 namun terapi ini sebaiknya diberikan tergantung dari kondisi masing-masing pasien. Ahli-ahli ginekologi sering menyarankan penggunaan profilaksis antibiotik untuk mencegah edometritis post-abortus, yang insidensinya dapat mencapai 5-20% pada wanita yang tidak mendapatkan terapi antibiotik.82,83Dialatasi dan evakuasi merupakan prosedur yang paling aman dalam trimester pertama dan trimester kedua. Jika evakuasi pembedahan tidak memungkinkan untuk dilakukan pada trimester kedua, maka evakuasi uterus dapat dilakukan dengan pemberian prostaglandin E1 atau E2, misoprostol, maupun prostaglandin sintetik yang strukturnya mirip dengan prostaglandin E1.84 Obat-obatan tersebut dapat diabsorbsi kedalam sirkulasi sistemik serta dapat menurunkan resistensi vaskuler sistemik dan tekanan darah, dan meningkatkan denyut jantung.85 Semua efek yang disebutkan tadi lebih hebat didapatkan apda pemberian prostaglandin E2 dibandingkan pemberian prostaglandin E1.85Mifepriston merupakan alternatif dari prosedur pembedahan, yang dapat diberikan hingga usia kehamilan 7 minggu. Pemberian komponen prostaglandin E harus disertai dengan pemantauan saturasi oksigen arteri sistemik dengan menggunakan transcutaneous pulse oximeter dan infus norepinefrin dengan kecepatan yang mendukung tekanan darah diastolik, sehingga pemantauan ini dapat merefleksikan kondisi resistensi vaskuler sistemik. Pemberian komponen prostaglandin F sebaiknya dihindari, karena obat ini dapat meningkatkan tekanan arteri pulmoner secara signifikan, dan dapar menurunkan perfusi koroner.85Aborsi salin sebaiknya dihindari, karena absorbsi salin dapat meningkatkan volume intravaskuler, menyebabkan gagal jantung, dan abnormalitas pembekuan darah.

2.12.4.Fertilisasi in vitroMetode fertilisasi in vitro juga dapat dipertimbangkan, karena resiko dari prosedur ini tergolong rendah, termasuk resiko stimulasi hormonal dan kehamilan. Namun, kondisi tromboemboli dapat mengacaukan proses fertilisasi in vitro ketika kadar estradiol sangat tinggi, sehingga dapat memicu terbentuknya protormbotik.862.13.Pedoman umum

Tabel 9. Pedoman umum

RekomendasiKelasaLevelb

Diindikasikan untuk dilakukan pemeriksaan resiko dan konseling sebelum kehamilan pada semua wanta dengan atau dicurigai menderita penyakit jantung kongenital maupun penyakit jantung didapat, atau penyakit aortaIC

Pemeriksaan resiko sebaiknya dilakukan pada semua wanita usia reproduktif yang memiliki penyakit jantung, dan setelah konsepsiIC

Pasien dengan resiko tinggi sebaiknya diterapi pada pusat kesehatan yang spesialistik dengan tim yang terdiri dari beberapa bidang keilmuanIC

Wanita dengan penyakit jantung kongenital, aritmia kongenital, kardiomiopati, kelainan aorta dan malformasi genetik yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskuler sebaiknya diberikan konseling genetikIC

Pemeriksaan ekokardiografi sebaiknya dilakukan pada wanita hamil dengan gejala atau tanda gangguan kardiovaskuler yang tidak dapat dijelaskan penyebabnyaIC

Kortikosteroid sebaiknya diberikan kepada ibu hamil jika memungkinkan, sebelum dilakukannya pembedahan jantungIC

Prinsip pemeriksaan pada wanita hamil harus disamakan dengan prinsip pada wanita yang tidak hamil, untuk mencegah terjadinya infeksi endokarditisIC

Persalinan pervaginam merupakan metode persalinan pertama yang direkomendasikan pada kebanyakan pasienIC

Pemeriksaan MRI (tanpa gadolinium) dapat dipertimbangkan jika hasil pemeriksaan ekokardiografi masih belum dapat menegakkan diagnosisIIaC

Pasien dengan hipertensi berat sebaiknya disarankan untuk memilih metode persalinan pervaginam dengan anastesi epidural dan penggunaan alat bantu jika dibutuhkanIIaC

Persalinan sebaiknya disarankan sebelum dilakukan pembedahan jantung, jika usia kehamilan 28 minggu.IIaC

Seksio sesarea dapat dipertimbangkan jika terdapat indikasi obstetri, atau pada pasien dengan dilatasi aorta ascendens > 45 mm, stenosis aorta berat, kelahiran prematur sementara terapi antikoagulan oral, sindrom Eisenmenger, atau gagal jantung berat.IIaC

Seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada pasien sindrom Marfan dengan diameter aorta 40-45 mmIIbC

Pemeriksaan radiologi dada dengan menghindari paparan pada fetus dapat dipertimbangkan jika metode lain tidak berhasil dalam mengidentifikasi penyebab dispneaIIbC

Kateterisasi jantung dapat dipertimbangkan dengan indikasi dan waktu pelaksanaan yang tepat, serta menghindari paparan pada fetus.IIbC

Pemeriksaan CT dan elektrofisiologi dengan menghindari paparan pada fetus dapat dipertimbangkan pada beberapa pasien untuk indikasi yang vitalIIbC

Pembedahan bypass koroner atau pembedahan katup dapat dipertimbangkan jika terapi medis dan konservatif gagal, pada situasi yang mengancam nyawa ibu, dan tidak memungkinkan untuk dilakukannya terapi perkutanIIbC

Terapi antibiotik profilaksis selama proses persalinan tidak direkomendasikanIIIC

a kelas rekomendasib Level kepercayaan berdasarkan bukti penelitianCT: computed tomography; MRI: magnetic resonance imaging

3. Penyakit Jantung Kongenital dan Hipertensi PulmonerKehamilan pada wanita dengan penyakit jantung kongenital umumnya dapat berjalan dengan baik. Resiko kehamilan bergantung pada penyakit jantung yang mendasari, dan faktor-faktor lain seperti fungsi ventrikel dan fungsi katup, kelas fungsional, dan sianosis. Namun, angka abortus didapatkan meningkat pada penyakit-penyakit yang lebih kompleks (Gambar 1).56 Komplikasi jantung maternal didapatkan pada 12% kehamilan sempurna, dan resiko ini akan meningkat seiring dengan bertambahnya kompleksitas penyakit. Pasien yang mengalami komplikasi gangguan jantung selama kehamilan juga memiliki peningkatan resiko gangguan jantung setelah kehamilan.74 Komplikasi pada janin, termasuk mortalitas janin (4%), lebih sering didapatkan pada ibu dengan penyakit jantung kongenital dibandingkan dengan populasi pada umumnya.

DiagnosisPenyakit jantung kongenital biasanya didiagnosis sebelum kehamilan. Pemeriksaan medis sebelum kehamilan yang mencakup riwayat medis, ekokardiografi, dan uji olahraga diindikasikan pada semua pasien, sedangkan uji diagnostik lain diindikasikan berdasarkan kebutuhan masing-masing pasien. Penilaian prognosis dilakukan dengan menilai status fungsional sebelum kehamilan, dan riwayat serangan jantung sebelumnya (Tabel 4 dan 5). Selain itu, stratifikasi resiko dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan B-type naitriuetic peptide (BNP)/N-terminal pro B-type natriuetic peptide (NT-pro-BNP). Resiko gejala dan komplikasi dalam kehamilan dapat diketahui melalui uji olahraga yang dilakukan sebelum kehamilan, dimana nilai uji olahraga yang kurang dari 70% dari beban kerja yang diharapkan mengindikasikan adanya penurunan saturasi oksigen, sehingga memberikan resiko gejala dan komplikasi.

3.1.Ibu hamil dengan resiko tinggi [Klasifikasi WHO kelas III-IV]Pasien dengan NYHA kelas III/IV atau dengan penurunan fungsi ventrikel sistemik yang berat, memiliki kehamilan yang beresiko cukup tinggi, bersamaan dengan beberapa kondisi yang akan dibahas selanjutnya. Selain itu, terdapat juga beberapa kondisi lain yang memberikan resiko tinggi selama kehamilan.

3.1.1.Hipertensi pulmonerResiko maternalHipertensi pulmoner merupakan sebuah kelompok penyakit dengan patofisiologi yang berbeda-beda, mencakup hipertensi arteri pulmoner, hipertensi pulmoner yang berhubungan dengan penyakit jantung kiri, hipertensi pulmoner yang berhubungan dengan penyakit paru dan/atau hipoksia, hipertensi pulmoner dengan tromboemboli kronik, dan hipertensi pulmoner dengan mekanisme multifaktorial atau masih belum jelas. Hipertensi arteri pulmoner terdiri atas beberapa jenis, yaitu idiopatik, herediter, dan hipertensi pulmoner yang berhubungan dengan penyakit jantung kongenital, dengan atau tanpa koreksi pembedahan sebelumnya. Hipertensi pulmoner ditandai dengan tekanan arteri pulmoner rata-rata 25 mmHg pada saat istirahat.87 Pasien dengan hipertensi arteri pulmoner dan sindrom Eisenmenger memiliki resiko mortalitas maternal yang cukup tinggi (angka mortalitas dikatakan 30-50% pada penelitian yang lama dan 17-33% pada penelitian-penelitian terbaru).87,88 Kematian maternal dapat terjadi pada trimester akhir kehamilan dan pada satu bulan pertama setelah persalinan, karena adanya krisis hipertensi pulmoner, trombosis pulmoner, atau gagal jantung kanan yang bersifat refraktori. Hal ini bahkan dapat pula terjadi pada pasien tanpa disabilitas atau disabilitas ringan, sebelum dan selama kehamilan. Kematian maternal memiliki beberapa faktor resiko, yaitu terlambatnya pasien dibawa ke rumah sakit, derajat severitas hipertensi pulmoner, dan penggunaan anastesi umum.87 Resiko ini akan terus meningkat seiring dengan peningkatan tekanan pulmoner. Penurunan resistensi vaskuler sistemik dan kelebihan beban ventrikel kanan dikatakan dapat memperburuk penyakit vaskuler pulmoner pada kehamilan, bahkan yang derajat sedang sekalipun. Hal ini diperburuk karena sampai sekarang masih belum ditemukan penanganan yang aman untuk kondisi ini. Resiko kematian maternal pada pasien kongenital yang telah dilakukan penutupan shunt, dengan peningkatan tekanan pulmoner yang ringan (contohnya, penutupan defek septum atrium dengan tekanan rata-rata 30 mmHg), sampai sekarang masih belum diketahui, namun resiko tersebut kemungkinan lebih rendah dan pasien dapat dipertimbangkan untuk hamil setelah dilakukan penilaian resiko dengan benar, berdasarkan modalitas diagnostik pada pusat kesehatan yang bersifat spesialistik.89Resiko obstetri dan resiko herediterNeonatus yang dapat bertahan dilaporkan mencapai angka 87-89%.87PenangananFollow-up. Ibu hamil dengan hipertensi pulmoner sebaiknya disarankan untuk mengakhiri kehamilannya (terminasi). Terminasi kehamilan ini sebaiknya dilakukan pada pusat kesehatan tersier yang telah berpengalaman dalam menangani pasien dengan hipertensi arteri pulmoner, mengingat prosedur ini memerlukan anastesi, dan prosedur anastesi dapat memberikan beberapa resiko terhadap pasien. Jika pasien tetap memilih untuk melanjutkan kehamilannya, pasien sebaiknya dirujuk ke pusat kesehatan dengan tenaga yang ahli dalam menangani kasus hipertensi arteri pulmoner, dengan ketersediaan semua pilihan terapi.68 Segala cara harus dilakukan untuk menjaga volume sirkulasi, dan mencegah hipotensi sistemik, hipoksia, dan asidosis yang dapat memicu gagal jantung refraktori. Terapi oksigen tambahan sebaiknya diberikan jika terdapat hipoksemia.Prostasiklin intravena atau iloprost aerosol dapat digunakan secara antenatal dan peripartum untuk meningkatkan status hemodinamik selama proses persalinan.90 Pasien yang telah mendapatkan terapi hipertensi arteri pulmoner sebelum hamil sebaiknya melanjutkan terapinya, namun pasien perlu diinformasikan mengenai efek teratogenik yang mungkin terjadi, seperti pada penggunaan terapi bosentan. Pemantauan hemodinamik dengan menggunakan kateter Swan-Ganz dikatakan dapat menyebabkan komplikasi yang cukup serius, seperti ruptur arteri pulmoner, walaupun penggunaannya sangat jarang diindikasikan. Terapi medis Pasien yang telah mendapatkan terapi antikoagulan sebelum kehamilan sebaiknya meneruskan terapi ini selama kehamilan.89 Terapi antikoagulan sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan trombosis arteri pulmoner atau tanda-tanda gagal jantung, jika hipertensi arteri pulmoner yang terjadi disertai dengan congenital cardiac shunt dan tanpa adanya hemoptisis yang signifikan. Terapi antikoagulan sebaiknya diberikan berdasarkan kondisi masing-masing pasien, jika didapatkan hipertensi arteri pulmoner yang disertai dengan gangguan jaringan konektif. Terapi antikoagulasi tidak direkomendasikan penggunannya jika didapatkan peningkatan resiko perdarahan pada pasien hipertensi arteri pulmoner dengan adanya hipertensi portal. Jenis antikoagulan yang digunakan selama kehamilan, baik UFH maupun heparin berat molekul rendah, sebaiknya diberikan berdasarkan kondisi masing-masing pasien. Penelitian acak mengenai kasus ini masih belum ada sampai sekarang, baik penelitian yang membandingkan efektifitas penggunaan heparin yang berbeda, maupun penelitian yang fokus kepada resiko yang berhubungan dengan penggunaan obat antikoagulan selama kehamilan, baik UFH maupun heparin berat molekul rendah. Pemberian obat antikoagulan harus didahului dengan penilaian resiko-resiko yang dapat terjadi, untuk memastikan pemilihan jenis obat antikoagulan yang tepat sesuai dengan kondisi pasien. Jenis obat antikoagulan yang paling disarankan untuk wanita hamil adalah UFH atau heparin berat molekul rendah melalui subkutan, mengingat pasien dengan kondisi ini memiliki peningkatan resiko perdarahan. Pemantauan ketat sebaiknya dilakukan pada pasien dengan terapi antikoagulan, mengingat terdapat kemungkinan terjadinya interaksi obat yang cukup signifikan dengan terapi untuk hipertensi arteri pulmoner. Pemantauan yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan INR dengan obat antikoagulan, nilai aPTT pada penggunaan antikoagulan jenis UFH, dan pemeriksaan nilai anti-Xa pada penggunaan obat antikoagulan jenis heparin berat molekul rendah.

Persalinan. Metode persalinan sebaiknya ditentukan berdasarkan kebutuhan masing-masing pasien. Seksio sesarea elektif dan persalinan pervaginam merupakan metode yang lebih disarankan dibandingkan metode seksio sesarea emergensi.

3.1.2.Pasien dengan sindrom EisenmengerResiko maternalPasien dengan sindrom Eisenmenger membutuhkan perhatian khusus, karena adanya right-to-left shunt yang dapat menyebabkan hipertensi pulmoner dengan sianosis. Vasodilatasi sistemik pada kondisi ini dapat memperberat kondisi right-to-left shunt dan menurunkan aliran darah pulmoner, sehingga menyebabkan perburukan sianosis dan penurunan curah jantung. Beberapa sumber melaporkan tingginya angka mortalitas maternal yang mencapai 20-50%, dimana mortalitas maternal ini kebanyakan terjadi pada periode peripartum atau postpartum.91

Resiko obstetri dan resiko herediterKondisi sianosis memberikan peningkatan resiko yang cukup signifikan terhadap janin, dengan kemungkinan bayi lahir hidup dibawah 12% jika saturasi oksigen kurang dari 85%.

PenangananFollow-up. Ibu hamil sebaiknya diberikan konseling mengenai resiko yang mungkin didapatkan, serta diberikan pilihan untuk terminasi kehamilan, walaupun terminasi kehamilan pada dasarnya juga memberikan beberapa resiko.68 Jika pasien ingin melanjutkan kehamilannya, maka perlu dilakukan perawatan di unit-unit spesialistik, dan pasien disarankan untuk memperbanyak istirahat. Tromboemboli merupakan faktor resiko mayor untuk pasien sianotik, sehingga pemberian profilaksis harus dipertimbangkan setelah dilakukan pemeriksaan hematologi dan hemostasis darah. Pemberian antikoagulasi harus dilakukan dengan sangat hati-hati, mengingat pasien dengan sindrom Eisenmenger sangat rentan terhadap hemoptisis dan trombositopenia. Penggunaan antikoagulasi harus berdasarkan kondisi dari masing-masing pasien, dengan mempertimbangkan resiko dan keuntungannya. Penggunaan diuretik pada pasien gagal jantung harus dengan bijaksana dan menggunakan dosis efektif terendah untuk menghindari hemokonsentrasi dan deplesi volume intravaskuler. Anemia mikrositik dan defisiensi besi sering ditemukan, dan sebaiknya diterapi baik dengan suplemen besi oral maupun intravena, untuk menghindari efek yang berbahaya. Selain itu, pemeriksaan klinis terhadap pasien sindrom Eisenmenger harus sering dilakukan. Pemeriksaan yang dimaksud mencakup saturasi oksigen dan pemeriksaan hematologi berupa profil darah lengkap. Persalinan. Persalinan seksio sesarea dini harus dipertimbangkan jika ditemukan adanya penurunan kondisi baik ibu maupun janin. Tindakan ini harus dilakukan pada fasilitas kesehatan tersier yang telah berpengalaman dalam menangani pasien dengan kondisi ini, mengingat prosedur seksio sesarea membutuhkan penanganan anastesi, dan prosedur anastesi ini juga memberikan beberapa resiko terhadap ibu dan janin. Selain itu, kondisi akhir ibu juga ditentukan oleh anastesi regional inkremental, persalinan elektif yang telah terencana, dan cepatnya pasien dimasukkan ke rumah sakit.68

3.1.3.Penyakit jantung sianotik tanpa hipertensi pulmonerResiko maternalPenyakit jantung kongenital sianotik biasanya telah dikoreksi sebelum kehamilan, namun ada beberapa kasus yang tidak dapat dikoreksi dengan pembedahan sehingga penanganannya hanya bersifat paliatif, sehingga pasien dengan kondisi ini juga dapat mencapai usia reproduktif. Komplikasi maternal (gagal jantung, trombosis sistemik maupun pulmoner, aritmia supraventrikuler, infeksi endokarditis) terjadi pada 30% ibu hamil yang sianotik. Saturasi oksigen istirahat dibawah 85% memberikan resiko terhadap ibu dan janin, sehingga kehamilan pada kasus ini dikontraindikasikan. Saturasi oksigen 85-90% disarankan untuk melakukan uji olahraga dan penilaian saturasi oksigen pada saat olahraga. Jika terjadi penurunan saturasi oksigen yang signifikan dan pada awal olahraga, pasien sebaiknya diberikan konseling bahwa kehamilan pada pasien ini memiliki prognosis yang buruk.

Resiko obstetri dan resiko herediterDerajat severitas hipoksemia maternal merupakan faktor prediktor yang cukup penting terhadap kondisi akhir janin. Kondisi akhir janin dikatakan baik (kemungkinan kematian janin 64 mmHg) sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan koreksi stenosis sebelum kehamilan, dimana prosedur ini biasanya menggunakan balloon valvuloplasty.19,68,105Regurgitasi katup pulmoner merupakan faktor prediktor bebas terhadap komplikasi maternal, terutama pada pasien dengan gangguan fungsi ventrikel.76,106 Penggantian katup pulmoner pada pasien dengan gejala, atau pasien dengan fungsi ventrikel kanan yang tidak normal akibat regurtitasi katup pulmoner berat, sebaiknya dilakukan sebelum kehamilan, dan penggantian katup ini sebaiknya menggunakan katup bioprostesa.

Resiko obstetri dan resiko herediterInsidensi komplikasi obstetri maternal dapat meningkat pada wanita dengan stenosis katup pulmoner, terutama komplikasi berupa gangguan yang berhubungan dengan hipertensi, seperti preeklamsi.103 Insidensi komplikasi herediter juga dikatakan lebih tinggi pada wanita dengan stenosis pulmoner, dibandingkan populasi pada umumnya.103 Regurgitasi pulmoner umumnya tidak memberikan resiko komplikasi yang bersifat herediter.

PenangananFollow-up. Stenosis pulmoner ringan sampai sedang merupakan lesi dengan resiko rendah (Klasifikasi WHO kelas I dan II) (Tabel 6 dan Tabel 7), dan mekanisme follow-up untuk kasus ini dikatakan cukup dilakukan satu kali tiap trimester. Evaluasi fungsi jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi direkomendasikan untuk dilakukan pada pasien dengan stenosis pulmoner berat, dan pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setiap bulan atau setidaknya dua bulan sekali, untuk menilai status klinis dan fungsi ventrikel kanan. Prosedur valvuloplasti perkutan dapat dipertimbangkan, jika kasus stenosis pulmoner dalam kehamilan tidak berespon terhadap terapi medis konservatif dan istirahat.Persalinan. Metode persalinan pervaginam direkomendasikan pada pasien dengan stenosis pulmoner yang tidak berat, atau stenosis pulmoner berat dengan klasifikasi NYHA kelas I/II. Metode persalinan seksio sesarea disarankan pada pasien dengan stenosis pulmoner berat dengan klasifikasi NYHA kelas III/IV yang gagal dengan terapi medis konservatif dan istirahat, serta jika valvotomi pulmoner perkutan tidak memungkinkan untuk dilakukan, atau telah dilakukan namun gagal.

3.3.6.Stenosis aortaStenosis aorta kongenital kebanyakan disebabkan oleh katup aortik bikuspid. Progresifitas stenosis pada pasien usia muda dikatakan lebih rendah jika dibandingkan dengan pasien usia tua.107 Dimensi aortik sebaiknya dinilai sebelum dan selama kehamila, mengingat katup aortik bikuspid sering dihubungkan dengan dilatasi dan diseksi aorta. Resiko diseksi aorta meningkat selama kehamilan.108,109 Pemeriksaan radiologi untuk melihat aorta ascendens harus dilakukan sebelum kehamilan, pada semua wanita dengan katup aortik bikuspid. Selain itu, prosedur pembedahan juga perlu dipertimbangkan jika diameter aorta melebihi 50 mm. 3.3.7.Tetralogy of FallotResiko maternalPasien Tetralogy of Fallot yang belum dikoreksi sebaiknya mendapatkan terapi koreksi pembedahan sebelum kehamilan. Wanita dengan Tetralogy of Fallot yang telah dikoreksi biasanya dapat mentoleransi kehamilan dengan baik (Klasifikasi WHO kelas II). Komplikasi jantung selama kehamilan didapatkan pada 12% pasien. Selain itu, komplikasi berupa aritmia dan gagal jantung juga bisa didapatkan.110 Komplikasi lain yang mungkin ditemukan mencakup tromboemboli, dilatasi dasar aorta yang progresif, dan endokarditis. Disfungsi ventrikel kanan dan/atau regurgitasi pulmoner sedang sampai berat, merupakan faktor resiko terjadinya komplikasi kardiovaskuler, dan kehamilan dikatakan dapat memberikan peningkatan ukuran ventrikel kanan yang menetap. Penggantian katup pulmoner (homograft) sebelum kehamilan sebaiknya dipertimbangkan pada pasien simtomatik dengan dilatasi ventrikel kanan yan bermakna, akibat regurgitasi katup pulmoner yang berat.19

Resiko obstetri dan resiko herediterResiko komplikasi herediter meningkat pada ibu hamil dengan Tetralogy of Fallot.

PenangananFollow-up. Follow-up untuk kasus kehamilan dengan Tetralogy of Fallot dikatakan cukup dilakukan setiap trimester. Pemeriksaan ekokardiografi pada pasien regurgitasi pulmoner berat sebaiknya dilakukan setiap bulan atau setidaknya dua bulan sekali. Wanita hamil dengan gagal ventrikel kanan sebaiknya diberikan terapi diuretik dan istirahat. Wanita hamil yang tidak berespon terhadap terapi konservatif, sebaiknya dipertimbangkan untuk prosedur implantasi katup transkateter atau persalinan dini.Persalinan. Metode persalinan yang disarankan untuk kasus ini adalah metode persalinan pervaginam, dan metode ini dapat digunakan untuk hampir semua kasus.

3.3.8.Anomali EbsteinResiko maternalWanita dengan anomali Ebstein tanpa sianosis dan gagal jantung biasanya dapat mentoleransi kehamilan dengan baik (Klasifikasi resiko WHO kelas II). Pasien simtomatik dengan sianosis dan/atau gagal jantung sebaiknya mendapatkan terapi sebelum kehamilan, atau mendapatkan konseling untuk menghindari kehamilan. Pasien dengan regurgitasi trikuspid simtomatik berat sebaiknya mendapatkan koreksi pembedahan sebelum kehamilan. Gangguan hemodinamik selama kehamilan bergantung pada derajat severitas regurgitasi trikuspid, dan kapasitas fungsional ventrikel kanan.111,112 Kondisi lain yang dapat ditemukan pada kasus ini adalah defek septum atrium, dan sindrom Wolff-Parkinson-White. Insidensi aritmia dapat meningkat selama kehamilan, dan hal ini dapat memberikan prognosis yang lebih buruk.111Resiko obstetri dan resiko herediterKasus anomali Ebstein memberikan peningkatan resiko persalinan prematur dan mortalitas janin.112PenangananFollow-up. Regurgitasi trikuspid berat dengan gagal jantung biasanya dapat diterapi secara medis selama kehamilan. Ibu hamil dengan anomali Ebstein dan interatrial shunting dapat mengalami shunt rehersal dan sianosis selama kehamilan, namun resiko emboli paradoksikal tidak ditemukan pada kasus ini.Persalinan. Metode persalinan yang disarankan untuk kasus ini adalah metode persalinan pervaginam, dan metode ini dapat digunakan untuk hampir semua kasus.

3.3.9. Transposisi arter-arteri besar (TGA)Resiko maternalPasien dengan TGA biasanya dapat mentoleransi kehamilan dengan baik setelah dilakukan koreksi pembedahan terhadap kelainan yang terjadi (prosedur Senning atau prosedur Mustard), walaupun pasien tetap memiliki peningkatan resiko terhadap beberapa komplikasi, seperti gagal jantung, dan aritmia yang terkadang mengancam nyawa (Klasifikasi resiko WHO kelas III).93 Beberapa pasien dengan kelainan ini memiliki kondisi bradikardi atau ritme junctional yang mendasari. Pada kasus-kasus tersebut, penghambat beta dapat digunakan secara hati-hati. Selain itu, gangguan fungsi ventrikel kanan yang ireversibel juga dilaporkan terdaapt pada 10% kasus. Pasien dengan gangguan fungsi ventrikel kanan yang bersifat lebih dari moderat, atau regurgitasi trikuspid berat, sebaiknya disarankan untuk menghindari kehamilan. Resiko obstetri dan resiko herediterWanita hamil dengan TGA lebih cenderung mengalami komplikasi berupa preeklamsi dan hipertensi gestasional, serta komplikasi herediter, dibandingkan dengan kehamilan tanpa TGA.

PenangananFollow-up. Pasien dengan prosedur koreksi Mustard atau Senning sebaiknya mendapatkan pemeriksaan jantung dan ekokardiografi setiap bulan atau setidaknya dua bulan sekali, guna menilai gejala, fungsi ventrikel kanan sistemik, dan ritme jantung.Persalinan. Persalinan pervaginam sebaiknya dilakukan pada pasien tanpa gejala dengan fungsi ventrikel yang baik atau sedang. Jika terdapat deteriorasi fungsi ventrikel, maka persalinan dengan metode seksio sesarea sebaiknya dipertimbangkan, guna menghindari kejadian atau perburukan gagal jantung.113

Atrial swith operationPenelitian mengenai ibu hamil dengan Atrial switch operation sampai sekarang masih sedikit.114 Namun, kehamilan pada kondisi tersebut dikatakan hanya memiliki resiko yang rendah, jika kondisi klinis pasien sebelum kehamilan cukup baik. Metode kehamilan yang disarankan pada kasus ini adalah persalinan pervaginam.

3.3.10.TGA yang dikoreksi secara kongenitalResiko maternalTGA yang dikoreksi secara kongenital disebut juga sebagai kejanggalan atrioventrikuler dan ventrikuloarterial. Ibu hamil dengan TGA yang dikoreksi secara kongenital memiliki resiko yang bergantung pada status fungsional, fungsi ventrikel, adanya aritmia, dan lesi-lesi lain yang menyertai. Pasien dengan kondisi ini memiliki peningkatan resiko terjadinya beberapa komplikasi, seperti gagal jantung, dan aritmia yang terkadang mengancam nyawa (Klasifikasi resiko WHO kelas III). Pasien ini juga memiliki faktor predisposisi terjadinya blok atrioventrikuler, sehingga disarankan untuk diberikan penghambat beta, namun pemberiannya harus sangat hati-hati. Gangguan fungsi ventrikel kanan yang bersifat ireversibel didapatkan pada 10% kasus.115,116 Pasien dengan kelas fungsional NYHA III atau IV, disfungsi ventrikel dengan fraksi ejeksi 50 mmIIaC

Terapi antikoagulasi sebaiknya dipertimbangkan pada pasien Fontan selama kehamilanIIaC

Pemberian terapi antikoagulan perlu dipertimbangkan pada kasus hipertensi arteri pulmoner, jika terdapat kecurigaan bahwa hipertensi pulmoner disebabkan atau dipicu oleh adanya emboli paruIIaC

Pasien yang telah mendapatkan terapi hipertensi arteri pulmoner sebelum kehamilan sebaiknya melanjutkan terapinya setelah diberikan konseling mengenai efek teratogenik yang dapat terjadiIIaC

Pasien dengan hipertensi pulmoner sebaiknya disarankan untuk menghindari kehamilancIIIC

Pasien dengan saturasi oksigen istirahat dibawah 85% sebaiknya disarankan untuk menghindari kehamilanIIIC

Pasien dengan TGA dan ventrikel kanan sistemik dengan gangguan fungsi ventrikel kanan diatas sedang, dan/atau regurgitasi trikuspid berat sebaiknya disarankan untuk menghindari kehamilanIIIC

Pasien Fontan dengan penurunan fungsi ventrikel dan/atau regurgitasi katup atrioventrikluer sedang sampai berat, atau dengan sianosis maupun protein-losing enteropathy sebaiknya disarankan untuk menghindari kehamilanIIIC

a Kelas rekomendasib Level kepercayaan berdasarkan bukti penelitianc Penjelasan detail ada pada teksTGA = complete transposition of the great arteries

4. Penyakit-Penyakit AortaTerdapat beberapa gangguan herediter yang dapat memberikan efek terhadap aorta torakal, sehingga memberikan kecenderungan untuk terbentuknya aneurisma dan diseksi aorta. Gangguan-gangguan herediter tersebut mencakup sindrom Marfan, katup aortik bikuspid, sindrom Ehlers-Danlos, sindrom Turner, dan beberapa bentuk diseksi aorta kogenital, aneurisma, atau ektasia anuloaorta. Beberapa bentuk penyakit jantung kongenital seperti ToF dan koarkasi aorta, dapat disertai dengan dilatasi aorta atau pembentukan aneurisma, sehingga menyebabkan gangguan patologis aorta yang bersifat non-herediter. Faktor resiko untuk kejadian patologis aorta pada populasi umum adalah hipertensi, dan usia ibu hamil yang telah lanjut. Kondisi patologi aorta memberikan resiko tinggi terhadap kehamilan, dan patologi aorta ini dilaporkan sebagai salah satu penyebab utama mortalitas maternal antara tahun 2003 sampai 2005 oleh the UK Confidential Enquiry into Maternal And Child Health.9 Pedoman diagnosis dan penanganan pasien dengan penyakit aorta torakal terbaru telah dipublikasi.50Diagnosis. Terdapat beberapa pemeriksaan radiologi dan uji genetik yang dapat digunakan dalam mendiagnosis kasus-kasus ini, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab 2.5. dan 2.6.

4.1.Resiko maternal dan resiko herediterPerubahan hemodinamik dan hormonal terjadi selama kehamilan, sehingga menyebabkan perubahan histologi pada aorta, dan meningkatkan kecenderungan terjadinya diseksi aorta.120 Diseksi aorta paling sering terjadi pada trimester akhir kehamilan (50%), dan periode awal setelah persalinan (33%). Konseling mengenai resiko kehamilan sebaiknya dilakukan sebelum konsepsi, terutama pada wanita dengan penyakit aorta dan/atau pembesaran diameter dasar aorta.Wanita dengan riwayat diseksi aorta sebelumnya, memiliki resiko komplikasi yang cukup tinggi selama kehamilan. Sayangnya, tidak semua pasien dengan kondisi aorta yang patologis mengerti bahwa mereka memiliki resiko yang cukup tinggi. Oleh karena itu, wanita dengan sindrom Marfan yang telah terbukti secara genetik serta patologi aorta yang bersifat familial, sebaiknya diberikan konseling mengenai resiko diseksi aorta dan rekurensi, serta pemeriksaan menyeluruh sebelum kehamilan, yang mencakup pemeriksaan radiologis dari seluruh bagian aorta. Kehamilan tidak terbukti memberikan efek dilatasi aorta yang bersifat ireversibel.121 Semua ibu hamil yang datang dengan nyeri dada sebaiknya dicurigai menderita diseksi aorta, mengingat diagnosis penyakit ini kadang dilewatkan.

4.2.Sindrom-sindrom spesifik4.2.1.Sindrom MarfanPasien dengan sindrom Marfan122,123 dan diameter dasar aorta yang normal, memiliki resiko diseksi aorta atau komplikasi jantung lain yang serius sebesar 1% selama kehamilan.124 Faktor resiko untuk diseksi aorta pada ibu hamil dengan sindrom Marfan mencakup beberapa kondisi, yaitu diameter dasar aorta lebih dari 4 cm, dan peningkatan diameter dasar aorta selama kehamilan.109,125 Ibu hamil yang menderita sindrom Marfan dengan diameter dasar aorta lebih dari 45 mm sebaiknya mempertimbangkan terminasi kehamilan, karena kehamilan pada kasus ini akan memberikan beebrapa resiko yang cukup berat. Ukuran diameter aorta yang dikatakan betul-betul aman sampai sekarang masih belum jelas, namun diameter aorta yang kurang dari 40 mm dikatakan memberikan angka kejadian diseksi aorta yang cukup jarang.126 Diameter aorta 40-45 mm sebaiknya diwaspadai untuk terjadinya diseksi aorta, dan perlu dilakukan pemeriksaan mengenai riwayat diseksi dalam keluargan serta pertumbuhan yang cepat.121 Selain itu, luas permukaan tubuh juga merupakan faktor yang cukup penting, terutama wanita dengan perawakan yang kecil. Prosedur pembedahan elective aortic root replacement tidak selamanya berhasil, dan pasien tetap memiliki resiko diseksi aorta jika terdapat aorta residual.127Pasien dengan diseksi aorta yang mengancam nyawa juga dapat mengalami perburukan regurgitasi katup mitral, sehingga menyebabkan beberapa komplikasi yang lebih serius, seperti aritmia supraventrikuler atau gagal jantung, terutama pada pasien yang telah menderita regurgitasi sedang sampai berat sebelum kehamilan.

4.2.2.Katup aortik bikuspidSekitar 50% pasien dengan katup aortik bikuspid dan stenosis aorta mengalami dilatasi pada aorta ascendens.128 Dilatasi maksimal biasanya didapatkan pada bagian distal dari aorta ascendens, namun hal ini biasanya tidak terlalu jelas dilihat dalam pemeriksaan ekokardiografi, sehingga diperlukan pemeriksaan lebih lanjut, seperti pemeriksaan MRI maupun CT-scan sebelum kehamilan. Pasien dengan sindrom Marfan juga dapat mengalami diseksi aorta, walaupun kejadiannya sangat jarang.109 Resiko kehamilan pada wanita dengan katup aortik bikuspid dan dilatasi aorta sampai sekarang masih belum jelas. Pasien dengan diameter dasar aorta lebih dari 50 mm sebaiknya dipertimbangkan untuk mendapatkan intervensi pembenahan sebelum kehamilan.19

4.2.3.Sindrom Ehler-DanlosKelainan aorta paling banyak didapatkan pada sindrom Ehler-Danlos tipe IV, dimana kelainan ini diturunkan dengan sifat aoutosomal dominan. Ibu hamil dengan Sindrom Ehler-Danlos memiliki peningkatan resiko memar, hernia, varises, dan ruptur pembuluh darah besar maupun ruptur uterus. Sindrom Ehler-Danlos merupakan kontraindikasi terhadap kehamilan, mengingat sindrom ini memberikan resiko ruptur uteri. Selain itu, dapat pula terjadi diseksi aorta tanpa dilatasi. Prosedur profilaksis pembedahan pada kasus ini sangat jarang dilakukan, karena rasio resiko dan keuntungannya dipengaruhi oleh fakta bahwa, prosedur pembedahan yang dilakukan dapat menjadi sangat kompleks karena adanya kerapuhan dari jaringan, kecenderungan perdarahan yang berlebih, dan penyembuhan luka yang sangat lambat.129,130

4.2.2.Sindrom TurnerPrevalensi malformasi kardiovaskuler pada pasien dengan sindrom Turner mencapai angka 25-50%, dan kasus ini sering disertai dengan hipertensi. Pengaruh diseksi terhadap kehamilan pada wanita dengan sindrom Turner pada dasarnya masih belum jelas, namun kasus ini kemungkinan dapat memberikan resiko kehamilan yang lebih tinggi, jika disertai dengan faktor-faktor lain, seperti katup aortik bikuspid, koarkasi aorta, dan/atau hipertensi.131 Kehamilan dengan resiko paling tinggi dikatakan terdapat pada wanita dengan dilatasi aorta, namun diseksi dapat tetap terjadi walaupun tidak disertai dengan dilatasi aorta. Pemeriksaan diameter dasar aorta harus selalu dievaluasi berdasarkan luas permukaan tubuh, karena pasien sering datang dengan perawakan pendek. Indeks diameter aorta yang lebih dari 27 mm/m2 dikatakan berhubungan dengan peningkatan resiko diseksi aorta, sehingga membutuhkan pembedaan profilaksis. Komplikasi gangguan aorta selama kehamilan berhubungan dengan peningkatan angka mortalitas maternal hingga 11%, dimana hal ini kebanyakan disebabkan oleh diseksi tipe A. Resiko preeklamsi dan eklamsi juga dilaporkan meningkan, sehingga terapi hipertensi menjadi sangat penting, terutama selama kehamilan.

4.3.PenangananFollow-up dan terapi medis. Pasien dengan aorta yang patologis sebaiknya dipantau dengan menggunakan pemeriksaan ekokardiografi setidaknya 4-12 minggu tergantung pada diameter dari aorta, dan pemantauan ini dilakukan selama kehamilan dampai 6 bulan setelah persalinan. Kehamilan sebaiknya didampingi oleh ahli jantung dan ahli obstetri yang berpengalaman dalam menilai dan menangani komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi. Pemberian penghambat beta dikatakan dapat menutunkan angka kejadian dilatasi aorta dan dapat meningkatkan angka bertahan hidup pada pasien. Sebuah studi meta-analisis terbaru132 yang melibatkan banyak penelitian dengan sampel wanita yang tidak hamil, masih belum dapat memperlihatkan keuntungan penggunaan penghambat beta pada kasus ini. Walaupun hasil penelitian tersebut masih belum jelas, namun the Task Force tetap merekomendasikan penggunaan penghambat beta pada pasien dengan sindrom Marfan selama kehamilan, guna mencegah terjadinya diseksi aorta. Pemberian seliprolol direkomendasikan pada pasien dengan sindrom Ehlers-Danlos tipe IV, karena pasien ini memiliki resiko diseksi yang cukup tinggi, dan penggunaannya telah terbukti bermanfaat pada pasien yang tidak hamil.130 Selain itu, perkembangan janin juga harus selalu dipantau jika ibu mendapatkan terapi penghambat beta.Intervensi. Intervensi pembedahan sebelum kehamilan direkomendasikan pada pasien, jika didapatkan diameter aorta ascendens 45 mm dengan sindrom Marfan, atau sindrom-sindrom lain yang memiliki resiko diseksi yang cukup tinggi, seperti sindrom Loeys-Dietz, Ehlers-Danlos, atau mutasi gen Smad-3, dan prosedur pembedahan ini harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien.133 Intervensi pembedahan sebelum kehamilan direkomendasikan pada pasien dengan dilatasi aorta jika diameter aorta ascendens 50 mm. Penentuan intevensi pembedahan pada wanita dengan perawakan kecil sebaiknya tidah hanya menggunakan diameter aorta, tapi juga luas permukaan tubuh. Pembedahan profilaksis direkomendasikan pada pasien dengan indeks diameter aorta > 27 mm/m2 dengan resiko tinggi diseksi. Perbaikan aorta dengan fetus in utero sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan dilatasi aorta progresif selama kehamilan, yang terjadi sebelum janin dapat terlihat. Jika janin sudah dapat terlihat, maka direkomendasikan persalinan seksio sesarea yang langsung dilanjutkan dengan pembedahan aorta. Prosedur seksio sesarea ini sebaiknya dilakukan pada rumah sakit yang memiliki fasilitas pembedahan kardiotoraks dan perawatan intensif neonatus. Diseksi aorta ascendens yang terjadi selama kehamilan merupakan kasus emergensi bedah, sehingga dibutuhkan kerjasama antara dokter ahli kardiothoraks, ahli jantung, obstetri, dan dokter anastesi untuk melakukan persalinan seksio sesarea pada pusat pembedahan kardiovaskuler, sehingga dapat langsung diikuti dengan perbaikan diseksi. Persalinan. Tujuan utama penanganan intrapartum pada pasien dengan pembesaran aorta ascendens, adalah untuk menurunkan beban kardiovaskuler pada proses kelahiran dan persalinan. Terapi penghambat beta yang diberikan selama kehamilan sebaiknya dilanjutkan sampai periode peripartun. Pasien dengan diameter aorta ascendens 40-45 mm sebaiknya dipertimbangkan untuk persalinan pervaginam dengan akselerasi proses persalinan kala II dan anastesi regional, untuk mencegah peningkatan tekanan darah yang dapat memicu terjadinya diseksi aorta. Persalinan dengan metode seksio sesarea juga dapat dilakukan pada kasus tersebut, tergantung dari kondisi masing-masing individu. Teknik anastesi regional agak sulit dilakukan pada pasien dengan sindrom Marfan, karena teknik ini bergantung pada adanya skoliosis dan ektasi dural, serta derajat severitas kasus tersebut.134 Persalinan seksio sesarea sebaiknya dipertimbangkan jika didapatkan diameter aorta yang melebihi 45 mm. Wanita dengan sindrom Ehlers-Dansol tipe IV sebaiknya melakukan persalinan dengan metode seksio sesarea yang dilakukan lebih dini.

4.4.Rekomendasi penanganan kelainan aortaTabel 11. Rekomendasi penanganan kelainan aorta

RekomendasiKelasaLevelb

Wanita dengan sindrom Marfan atau kelainan aorta lain sebaiknya diberikan konseling mengenai resiko terjadinya diseksi aorta selama kehamilan dan rekurensi resiko herediterIC

Pemeriksaan radiologi untuk keseluruhan aorta (CT/MRI) sebaiknya dilakukan sebelum kehamilan pada pasien dengan sindrom Marfan atau kelainan aorta lain yang diketahuiIC

Wanita dengan sindrom Marfam dan aorta ascendens > 45 mm sebaiknya diberikan terapi pembedahan sebelum kehamilanIC

Wanita hamil dengan dilatasi aorta, riwayat diseksi tipe B atau predisposisi genetik untuk diseksi sebaiknya dilakukan pengontrolan ketat tekanan darahIC

Pasien dengan dilatasi aorta ascendens disarankan untuk melakukan pemeriksaan ekokardiografi setiap 4-8 minggu selama kehamilanIC

Pemeriksaan MRI (tanpa gadolinium) direkomendasikan untuk wanita hamil dengan dilatasi aorta descendens bagian distal, arkus aorta, atau aorta descendensIC

Pemeriksaan radiologi aorta ascendens direkomendasikan untuk wanita dengan katup aortik bikuspidIC

Metode persalinan pervaginam disarankan pada pasien dengan aorta ascendens 45 mm sebaiknya disarankan untuk melakukan persalinan dengan metode seksio sesareaIC

Terapi pembedahan sebelum kehamilan disarankan pada wanita dengan kelainan aorta yang berkaitan dengan katup aortik bikuspid, jika diameter aorta lebih dari 50 mm (atau > 27 mm/m2 BSA)IIaC

Pembedahan profilaksis sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan selama kehamilan jika diameter aorta 50 mm, dan meningkat dengan cepatIIaC

Pasien dengan sindrom Marfan dan pasien lain dengan aorta 40-45 mm disarankan untuk melakukan persalinan pervaginam dengan anastesi epidural, dan akselerasi kala II sebaiknya dipertimbangkanIIaC

Pasien dengan sindrom Marfan dan pasien lain dengan aorta 40-45 mm disarankan untuk melakukan persalinan dengan metode seksio sesareaIIaC

Pasien dengan/riwayat diseksi tipe B sebaiknya disarankan untuk menghindari kehamilanIIIC

a Kelas rekomendasib Level kepercayaan berdasarkan bukti penelitianCT: computed tomograpgy; MRI: magnetic resonance imaging

5.Penyakit jantung katupPeningkatan kadar karbonmonoksida pada penyakit katup stenosis menyebabkan peningkatan gradien transvalvuler, sehingga meningkatkan tekanan aliran, dan peningkatan resiko komplikasi ibu dan janin.12,102

5.5.1.Stenosis mitralKehamilan dengan stenosis mitral sedang dan berat biasanya tidak dapat ditoleransi dengan baik. Stenosis mitral bertanggungjawab terhadap angka morbiditas dan mortalitas dari penyakit jantung rematik yang terjadi selama kehamilan. Diagnosis kasus ini dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan ekokardiografi.7,136 Pemeriksaan tekanan paruh waktu biasanya kurang dapat dipercaya jika dibandingkan dengan planimeter direk, namun pemeriksaan ini tetap dapat digunakan selama kehamilan.136 Nilai gradien dan tekanan arteri pulmoner tidak dapat merefleksikan severitas stenosis mitral secara langsung pada kehamilan, namun pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran prognosis yang cukup penting.136 Prosedur komisurotomi mitral perkutan sebaiknya didahului dengan pemeriksaan anatomi mitral dan kuantitas regurgitasi atau penyakit katup lain.7,136 Uji olahraga juga dikatakan cukup penting untuk menilai gejala dan toleransi olahraga.

Resiko maternalResiko dekompensasi bergantung pada severitas mitral stenosis.102,137 Gagal jantung progresif sering didapatkan pada wanita hamil dengan mitral stenosis sedang atau berat (luas katup