30
Konjungtivitis Alergi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jalan Arjuna Utara no. 6 – Jakarta Barat 11470 Pendahuluan Kelaianan pada mata merupakan jenis kelaian yang sering timbul dan seringkali dikeluhkan oleh pasien. Sebab mata merupakan organ tubuh yang sangat penting, sebab tanpa adanya mata maka segala sesuatu aktifitas akan menjadi sulit untuk dilakukan. Untuk itu diperlukan perhatian khusus terhadap kesehatan mata. Kelaian-kelaian yang seringkali dikeluhkan oleh pasien yakni mata merah, mata gatal, mata berair, nyeri pada mata, serta berbagai keluhan lain yang ada. Namun pada pembahasan ini akan dibahas lebih rinci mengenai konjungtivitis, sesuai dengan kasus yang ada mengenai keluhan mata merah pada kedua mata serta adanya riwayat alergi terhadap udara panas dan debu. Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva mata yang disebabkan oleh proses infeksi, iritasi fisik, atau respons alergi. 1-3,5,7 Pada kejadian inflamasi, konjungtiva menjadi merah, bengkak dan nyeri ditekan. Konjungtivitis viral sering di sebabkan oleh infeksi adenovirus. Konjuntivitis bakteri dan viral sangat menular. Konjungtivitis alergi terjadi sebagai bagian dari reaksi inflamasi terhadap allergen lingkungan. Stimulasi fisik oleh benda asing di mata juga akan mengiritasi dan menginflamasi konjungtiva sehingga menyebabkan inflamasi dan nyeri. Anamnesis 2,3 Blok 23 – Special Sense 1

PBL 23 - Konjungtivitis Alergi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

KA

Citation preview

Konjungtivitis AlergiFakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana,Jalan Arjuna Utara no. 6 Jakarta Barat 11470

PendahuluanKelaianan pada mata merupakan jenis kelaian yang sering timbul dan seringkali dikeluhkan oleh pasien. Sebab mata merupakan organ tubuh yang sangat penting, sebab tanpa adanya mata maka segala sesuatu aktifitas akan menjadi sulit untuk dilakukan. Untuk itu diperlukan perhatian khusus terhadap kesehatan mata. Kelaian-kelaian yang seringkali dikeluhkan oleh pasien yakni mata merah, mata gatal, mata berair, nyeri pada mata, serta berbagai keluhan lain yang ada. Namun pada pembahasan ini akan dibahas lebih rinci mengenai konjungtivitis, sesuai dengan kasus yang ada mengenai keluhan mata merah pada kedua mata serta adanya riwayat alergi terhadap udara panas dan debu.Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva mata yang disebabkan oleh proses infeksi, iritasi fisik, atau respons alergi.1-3,5,7 Pada kejadian inflamasi, konjungtiva menjadi merah, bengkak dan nyeri ditekan. Konjungtivitis viral sering di sebabkan oleh infeksi adenovirus. Konjuntivitis bakteri dan viral sangat menular. Konjungtivitis alergi terjadi sebagai bagian dari reaksi inflamasi terhadap allergen lingkungan. Stimulasi fisik oleh benda asing di mata juga akan mengiritasi dan menginflamasi konjungtiva sehingga menyebabkan inflamasi dan nyeri.

Anamnesis2,3Anamnesis merupakan suatu langkah awal yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin mengenai gejala, keadaan pasien, serta kemungkinan jenis penyakit yang diderita. Pada anamnesis umumnya dilakukan dengan memberikan beberapa pertanyaan yang dapat menyingkirkan differential diagnosis dan mengambil sebuah working diagnosis. Pertanyaan-pertanyaan yang umumnya diajukan ke pasien atau keluarga pasien umumnya : 2 Menanyakan identitas pasien secara lengkap Menanyakan keluhan yang membuat pasien datang ke dokter Menanyakan gejala-gejala lain yang timbul bersamaan dengan keluhan utama Menanyakan tingkat keparahan gejala yang ditimbulkan Menanyakan obat-obatan yang telah dikonsumsi bila ada, efek yang ditimbulkan Menanyakan apakah dulu pernah menderita penyakit serupa, atau menderita penyakit lain seperti diabetes mellitus, hipertensi, jantung. Menanyakan apakah keluarga ada yang menderita penyakit serupa Menanyakan keadan sosio-ekonomi, lingkungan tempat tinggal Menanyakan pasien merokok atau minum alkohol atau tidakSelain dengan anamnesis umum yang sering dan harus dilakukan kepada setiap pasien yang datang, maka dengan kasus-kasus penyakit tertentu dibutuhkan anamnesis tambahan yang berguna untuk memperjelas keadaan pasien tersebut. Pada kasus penyakit mata, maka dibutuhkan beberapa anamnesis tambahan, yang merupakan keluhan-keluhan yang sering terjadi pada pasien dengan kelainan mata, seperti :2,3 Apakah ada kelopak mata berdenyut? Apakah ada sakit kepala? Apakah ada bulu mata rontok/madarosis? Apakah ada sakit mata saat pergerakan bola mata? Apakah ada mata merah atau berair? Apakah ada mata berlendir atau kotor atau belekan? Apakah ada fotofobia (perasaan silau)? Apakah ada penglihatan benda yang seolah-olah menjadi lebih kecil/mikropsia? Apakah ada kelopak mata bengkak? Apakah ada penglihatan gelap/penglihatan turun mendadak pada salah satu mata atau kedua mata? Apakah ada tampakan halo pada sumber cahaya? Apakah ada astenopia atau kelelahan mata saat membaca? Apakah ada buta dengan sakit pada mata? Apakah ada buta senja atau malam?Untuk melakukan pendiagnosaan terhadap suatu jenis penyakit maka dibutuhkan riwayat atau keadaan pasien secara rinci, untuk itu dalam melakukan anamnesis terhadap suatu gejala perlu ditanyakan dari awal mula keluhan, lamanya, progresivitas, faktor yang memperberat/memperingan serta hubungannya dengan keluhan-keluhan lain.Berdasarkan pada kasus, didapatkan hasil anamnesis berupa : Nama: anak laki-laki usia 7 tahun Keluhan utama pasien : gatal pada kedua mata Riwayat penyakit dahulu: alergi udara panas dan debu, sering menderita batuk pilek

Pemeriksaan Fisik Umum2Tindakan pemeriksaan fisik bertujuan untuk melihat keadaan awal pasien saat datang.Dalam pemeriksaan fisik terhadap pasien maka diperlukan perhatian khusus dalam melakukan pemeriksaan, selain itu juga dibutuhkan ketelitian dalam memeriksa keseluruhan berbagai tubuh pasien, sambil berusaha menanyakan keadaan pasien, agar tampak diketahui respon dari pasien.

Hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya : Tingkat kesadaran pasien Tekanan darah pasien Suhu tubuh pasien Frekuensi pernafasan Frekuensi denyut jantung Serta melihat keadaan pasien secara keseluruhan, bila diperlukan pemeriksaan dilakukan dengan meminta respon pasien

Pemeriksaan Fisik Mata1-3Pemeriksaan fisik mata adalah serangkaian pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui keadaan mata secara umum. Pemeriksaan ini dikhususkan pada bagian mata. Langkah pemeriksaan yang dilakukan yakni :1,3 Ketajaman visus, menggunakan kartu Snellen Lapang pandang, dengan tes konfrontasi Palpebra, dilihat apakah ada edema, warna kemerahan, lesi, arah bulu mata, dan kemampuan palpebra untuk menutup sempurna Apparatus lakrimalis, dilihat apakah ada pembengkakan pada daerah kelenjar lakrimalis dan sakus lakrimalis Konjungtiva dan sclera, dilihat warnanya dan vaskularisasinya, cari setiap nodulus atau pembengkakan. Pada konjungtiva tarsus superior dicari kelainan seperti folikel, membran, papil, papil raksasa, pseudomembran, sikatriks, dan simblefaron. Pada konjungtiva tarsus inferior dicari kelainan seperti folikel, papil, sikatriks, hordeolum, kalazion. Pada konjungtiva bulbi dilihat ada tidaknya sekret. Bila ada amati warna sekret, kejernihan, dan volume sekret. Kemudian cari ada tidaknya injeksi konjungtival, siliar, atau episklera, perdarahan subkonjungtiva, flikten, simblefaron, bercak degenerasi, pinguekula, pterigium, dan pseudopterigium. Kornea, lensa, dan pupil, dengan cahaya yang dipancarkan dari temporal dilihat apakah ada kekeruhan (opasitas) pada lensa melalui pupil, apakah ada bayangan berbentuk bulan sabit pada sisi medial, kemudian dilihat ukuran, bentuk dan kesimetrisan pupil. Gerakan ekstraokular, dengan mengikuti gerakan jari pemeriksa yang membentuk huruf H di udara, lihat apakah ada nistagmus, lid lag, dan tanyakan apakah ada rasa nyeri saat pergerakan.2

Pada konjungtivitis, hasil pemeriksaan fisik bisaanya ditemukan visus yang normal, hiperemi konjungtiva bulbi, lakrimasi, eksudat, pseudoptosis akibat kelopak mata yang bengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran, psudomembran, granulasi, flikten dan adenopati preaurikular.3

Pemeriksaan Penunjang Pada Kelainan Mata1,3,4Pemeriksan penunjang merupakan pemeriksaan tambahan yang akan dilakukan guna untuk membantu menegakan diagnosis yang akan diambil. Pada pemeriksaan tambahan ini umumnya membutuhkan peralatan yang digunakan untuk membantu mendapatkan hasil pemeriksaan. Jenis pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus kelaian mata :1. Loupe dengan sentolop dan lampu celah (slitlamp)Loupe merupakan sebuah alat yang digunakan untuk melihat benda menjadi lebih besar dari ukuran normalnya. Alat ini mempunyai kekuatan 4-6 dioptri. Dengan alat ini maka dengan jarak tertentu pasien dapat melihat benda menjadi lebih besar dan tanpa perlu mata berakomodasi. Selain itu, apabila benda disinari dengan sentolop maka benda yang dilihat pasien akan lebih jelat. Hal ini digunakan sebagai pengganti slitlamp atau lampu celah. Pemeriksaan ini akan lebih sempurna hasilnya apabila dilakukan dalam kamar pemeriksaan yang digelapkan.2. TonometerTonometer merupakan suatu alat pemeriksaan yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan tonometri. Tonometri sendiri merupakan tindakan pemeriksaan yang berguna untuk mengetahui tekanan intraokular. Pemeriksaan tonometri ini sebaiknya dilakukan kepada setiap pasien yang berusia lebih dari 20 tahun dan dilakukan secara rutin sebagai sebuah pemeriksaan fisik umum. Cara melakukan pemeriksaan ini dikenal dengan 4 macam, yakni : Tonometer digital Tonometer Schiotz Tonometer aplanasi Tonometer Mackay-Mang3. OftalmoskopOftalmoskop merupakan suatu alat yang digunakan untuk pemeriksaan oftalmoskopi. Pemeriksaan oftalmoskopi bertujuan untuk melihat bagian dalam mata atau fundus okuli. Oftalmoskopi dibedakan menjadi oftalmoskopi langsung dan oftalmoskopi tidak langsung. Oftalmoskopi langsung bertujuan untuk melihat daerah paling perifer sampai daerah ekuator, tidak stereoskopis, berdiri tegak atau tidak terbalik, dan perbesaran 15 kali. Sedangkan dengan oftalmoskopi tidak langsung akan terlihat daerah fundus okuli 8 kali diameter papil, danpat dilihat sampai daerah ora serata, karena dilihat dengan 2 mata maka terdapat efek stereoskopik dan dengan perbesaran 2-4 kali. Pemeriksaan dengan oftalmoskop ini dilakukan dalam kamar gelap.4. Kamplimeter dan PerimeterKedua alat ini merupakan alat untuk pengukur dan pemetaan lapang pandang terutama pada daerah sentral dan para sentral. Lapang pandang yang dimaksud ini merupakan bagian ruangan yang dapat terlihat oleh satu mata dalam sikap diam dan memandang lurus ke depan. Pemeriksaan lapang pandang ini bertujuan untuk mengetahui suatu jenis penyakit atau mengetahui progresivitas suatu penyakit. Hasil pemeriksaan lapang pandangan normal yakni 90 derajat temporal, 60 derajat superior, 50 derajat nasal, 70 derajat inferior5. FluoreseinFluoresein merupakan suatu bahan yang berwarna jingga merah yang bila disinari oleh gelombang biru akan menghasilkan gelombang hijau. Bahan ini dipakai untuk melihat ada tidaknya defek epitel kornea, fistel kornea atau dengan disuntikan intravena unutk dibuat foto pembuluh darah retina6. Uji AnelDominique Anel adalah ahli bedah perancis 1679-1730, yang melakukan pemeriksaan fungsi ekresi lakrimal.17. Eksoftalmometer HertelEksoftalmometri merupakan suatu tindapakn mengukur penonjolan bola mata dengan sebuah alat yang bernama Hertel. Dengan alat ini maka dapat diketahui derajat penonjolan bola mata. Nilai penonjolan mata normal 12-20 mm dan beda penonjolan dari 2 mm antara kedua mata dinyatakan sebagai mata menonjol patologis atau eksoftalmos.8. Uji Ishihara atau buta warna3,4Uji ini dilakukan dengan menggunakan kartu ishihara yang merupakan kartu dengan titik-titik berwarna yang kecerahannya dan bayangannya membentuk angka, huruf atau lainnya. 9. Amsler Grid, uji kisi-kisi AmslerAlat ini merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengetahui fungsi penglihatan sentral makula. 10. Papan PlacidoPapan placido merupakan suatu alat yang digunakan untuk melihat keadaan permukaan kornea. Papan placido ini merupakan sebuah papan yang mempunyai gambaran garis hitam yang melingkar konsentris dengan lobang kecil yang terdapat pada bagian sentralnya.11. GonioskopiLensa gonioskopi merupakan suatu alat yang digunakan untuk melihat keadaan sudut bilik mata yang dapat menimbulkan glaukoma. Pemeriksaan ini selalu dilakukan pada setiap kasus kelainan mata yang dicurigai terjadinya glaukoma.

12. Uji Ultrasonografi4Ultrasonografi merupakan tindakan pemeriksaan mata yang dipakai untuk melihat struktur abnormal yang terjadi pada mata dengan kepadatan kekeruhan media dimana tidak dimungkinkan untuk melihatnya dengan mata secara langsung. Cara mengetahui hasilnya adalah dengan melihat adanya gambaran ultrasonigrafi yang telah terekam dengan adanya pantulan getaran yang berbeda-beda. Proses kerja alat ini adalah dengan melihat dan memotret jaringan dalam mata dengan menggunakan gelombang yang tidak dapat terdengar, pemeriksaan ini sangat penting untuk melihat susunan jaringan intraokuler. USG mata ini umumnya dilakukan pada pasien yang terduga menderita katarak.13. ElektroretinografiElektroretinografi merupakan suatu pemeriksaan terhadap retina dengan melihat hasil rekaman gelombang listrik retina yang terjadi pada perubahan sinar. ERG ini berguna untuk menilai kerusakan luas pada retina14. Visual evoked responseRangsangan pada mata akan menimbulkan rangsangan pada jalur penglihatan hingga korteks oksipital. Pada pemeriksaan ini akan dilihat perbedaan besar rangsangan pada kedua mata, sehingga akan diketahui adanya gangguan rangsangan atau penglihatan pada seseorang.15. Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan sekret mata untuk mengetahui penyebab sekret, yaitu dengan pewarnaan Gram untuk mengidentifikasi organism bakteri atau pulasan Giemsa untuk menetapkan jenis dan morfologi sel. Dari pulasan Giemsa ini didapatkan kemungkinan penyebab sekret seperti terdapatnya: Limfosit dan monosit pada infeksi virus Leukosit PMN pada infeksi bakteri Eosinofil dan basofil pada alergi Sel epitel dengan badan inklusi pada sitoplasma basofil pada klamidia Sel raksasa multinuclear pada herpes Sel Leber makrofag raksasa oleh trakoma1

Working DiagnosisSkenario 1Seorang anak laki-laki usia 7 tahun datang dengan keluhan utama gatal pada kedua mata, pada pemeriksaan mata didapatkan adanya mata merah dan kotoran pada kedua mata, adanya riwayat alergi pada udara panas dan debu. Pasien sering menderita batuk pilek.

Pada kasus diatas dapat diduga bahwa seorang anak laki-laki yang berusia 7 tahun tersebut menderita satu jenis konjungtivitis alergi yang lebih spesifik lagi dikenal sebagai konjungtivitis vernal. Penentuan working diagnosis ini ditinjau dari keluhan pasien yang mengalami mata merah pada kedua mata, serta adanya riwayat alergi pada udara panas dan debu, serta rentang usia yang masih dibawah 10 tahun menjadi pertimbangan yang baik dalam menentukan working diagnosis ini menjadi konjungtivitis vernal.1,5,6

Differential DiagnosisDifferential diagnosis atau diagnosis banding untuk penyakit konjungtivitis vernal yakni konjugtivitis alergi tipe lain, konjungtivitis virus, serta konjungtivitis bakteri.

Konjungtivitis alergi tipe lainKonjungtivitis Flikten1,5Konjungtivitis fliktenadalah suatu peradangan konjungtiva karena reaksi alergi yang dapat terjadi bilateral ataupun unilateral, bisaanya terdapat pada anak-anak dan kadang-kadang pada orang dewasa. Penyakit ini merupakan manifestasi alergi endogen, tidak hanya disebabkan protein bakteri tuberkulosis tetapi juga oleh antigen bakteri lain seperti stafilokokus. Dapat juga ditemukan pada kandidiasis, askariasis, helmintiasis.Konjungtivitis flikten merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan reaksi hipersensitif tipe IV terhadap tuberkuloprotein, stafilokok, limfogranuloma venerea, leismaniasis, infeksi parasit, dan infeksi fokal. Bisaanya terkena pada anak kurang gizi. Gejalanya : Mata berair Konjungtiva terlihat bintik putih dengan hiperemi sekelilingnya Iritasi dengan rasa sakit Merasa silau dengan blefarospasmeDapat sembuh sendiri dalam waktu 2 minggu dengan kemungkinan terjadi kekambuhan. Keadaan lebih berat bila terkena kornea. Penyulit ada bila menyebarnya flikten ke dalam kornea atau terjadinya infeksi sekunder sehingga timbul abses.Biasanya konjungtivitis flikten terlihat unilateral dan kadang-kadang mengenai kedua mata. Pada konjungtiva terlihat sebagai bintik putih yang di kelilingi daerah hiperemi. Pada pasien akan terlihat kumpulan pembuluh darah yang mengelilingi suatu tonjolan bulat dengan warna kuning kelabu seperti suatu mikro abses yang bisaanya terletak di dekat limbus. Bisaanya abses ini menjalar kearah sentral atau kornea dan terdapat tidak hanya satu.

Konjungtivitis IatrogenicKonjungtivitis akibat pengobatan yang diberikan dokter. Berbagai obat dapat memberikan efek samping pada tubuh, demikian pula pada mata yang dapat terjadi dalam bentuk konjungtivitis.

Sindrom Steven JohnsonSindrom Steven Johnson adalah suatu penyakit eritema multiform yang berat (mayor). Penyakit ini sering di temukan pada orang muda usia sekitar 35 tahun. Penyebabnya diduga suatu reaksi alergi pada orang yang mempunyai predisposisi alergi terhadap obat-obat sulfonamide, barbiturate, salisilat. Ada yang beranggapan bahwa penyakit ini idiopatik dan sering di temukan sesudah suatu infeksi herpes simpleks.Kelainan di tandai dengan lesi pada kulit dan mukosa. Kelainan pada kulit berupa lesi eritema yang timbul mendadak dan tersenar secara simetris. Mata merah dengan demam dan kelemahan umum dan sakit pada sendi merupakan keluhan penderita dengan sindrom ini. Sindrom ini disertai dengan gejala vesikel pada kulit, bulla, dan stomatitis ulseratif. Pada keadaan lanjut dapat terjadi kelainan yang sangat menurunkan daya penglihatan.5 Pengobatan pada penyakit ini umumnya simtomatik dengan pengobatan umum berupa kortikosteroid sitemik dan infus cairan antibiotik. Konjungtivitis AtopikKonjungtivitis atopik adalah suatu peradangan konjungtiva yang dapat ditemukan pada orang-orang yang mempunyai stigmata atopi seperti dermatitis atopi dan asma bronchial.Atopi adalah suatu keadaan di mana individu memberikan respons imunologik yang merugikan terhadap dirinya bila berkontak dengan bahan atau zat yang bisaanya tidak berbahaya bagi kebanyakan orang. Orang ini bisaanya mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya. Reaksi alergi ini jarang bersifat anafilaksis dan terjadi segera setelah berkontak dengan allergen. Allergen dapat melalui jalan pernafasan ataupun jalan makanan, allergen tersebut dapat berupa tepung sari, debu jamur, bulu, kulit binatang atau makanan.Gejala subjektif dari konjungtivitis ini adalah mata perih dan fotofobia. Kulit kelopak menampakkan suatu gejala yang khas yaitu kering dan deskuamasi. Tampak edema konjungtiva, papil-papil yang halus di daerah tarsus bawah di sertai secret yang mukoid. Pada pemeriksaan histopatologik di temukan sel eosinofil pada kerokan papil. Bila terkena kornea akan terjadi keratokonjungtivitis atopi dapat terjadi pula parut kornea yang akan mengganggu penglihatan.6

Konjungtivitis virus akut (Gambar 1)

Gambar 1. Konjungtivitis Viral Akut8Demam FaringokonjungtivaBisaanya disebabkan Adenovirus dan dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya bersifat suportif, berupa kompres, astringen dan lubrikasi. Pada penyakit ini umumnya gejala disertai dengan demam, faringitis, sekret berair dan sedikit, yang mengenai satu atau kedua mata. Pada kasus ini bisaanya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan 7, terutama mengenai remaja, yang disebarkan melalui droplet atau kolam renang. Masa inkubasi 5-12 hari, yang menularkan selama 12 hari dan bersifat epidemik. Menenai satu mata akan mengenai mata lainnya dalam minggu berikutnya. Perjalanan penyakit ini secara akut dengan gejala hiperemia konjungtiva, folikelpada konjungtiva, sekret serous, fotofobia, kelopak bengkak dengan pseudomembran. Pada kornea dapat terjadi keratitis superfisial, dan atau subepitel dengan pembesaran kelenjar limfe preurikel.1,5Pengobatan hanya suportif karena dapat sembuh sendiri. Diberikan kompres, astrigen, lubrikasi, pada kasus yang berat dapat diberikan antibiotik denga steroid topikal untuk mncegah infeksi sekunder. Manifestasi klinis yang seringkali muncul, yakni : Demam faringokonjingtival ditandai oleh demam 38,3 40 C Sakit tenggorokan Konjungtivitis folikular pada satu atau kedua mata Dapat unilateral atau bilateral Mata merah dan sering berair Terdapat keratitis epitel superficial dan kekeruhan subepitel Yang khas terdapat Limfadenopati preaurikular (tidak nyeri tekan)

Keratokonjungtivitis EpidemiKeratokonjungtivitis epidemi disebabkan adenovirus 8, 19, 29 dan 37 umumnya terjadi bilateral. Mudah menular dengan masa inkubasi 8-9 hari dan masa infeksius 14 hari. Mata berair berat, seperti kelilipan, perdarahan subkonjungtiva, folikel terutama konjungtiva bawah, kadang-kadang terdapat pseudomembran. Kelenjar preurikel membesar. Bisaanya gejala akan menurun dalam waktu 7-15 hari.Keratokonjungtivitis epidemika pada orang dewasa terbatas dibagian luar mata, tetapi pada anak-anak mungkin terdapat gejala-gejala sistemik infeksi virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.Pengobatan dengan antivirus dan alfa interferon tidak umum untuk konjungtivitis adenovirus. Astrigen diberikan untuk mengurangi gejala dan hiperemia. Pemberian antbiotik adalah untuk infeksi sekunder. Steroid dapat diberikan bila terlihat adanya membran dan infiltrasi subepitel.

Konjungtivits Virus Herpes SimpleksKonjungtivitis virus herpes simplek (HSV) bisaanya mengenai anak kecil yang mendapat infeksi dari pembawa virus berlangsung 2-3 minggu, adalah keadaan luar bisaa yang ditandai dengan injeksi unilateral, iritasi, secret mukoid, nyeri dan fotofobia ringan. Vesikel-vesikel herpes terkadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema palpebra hebat. Penegakan diagnosis konjungtivitis ini adalah bila ditemukan adanya sel raksasa pada pewarnaan Giemsa, kultur virus, dan sel inklusi intranuklear. Pengobatan yang umumnya diberikan adalah dengan kompres dingin, serta pemberian asiclovir 400 mg/hari selama 5 hari. Selain itu, juga diberikan analgetika selama 2 minggu awal penyakit. Pemberian analgetika ini bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri yang timbul. Sedangkan pada kelainan permukaan dapat diberikan salep tetrasiklin. Penyulit yang kadang kala ditemukan dari keadaan ini yakni berupa parut pada kelopak mata, neuralgia, katarak, glaukoma, kelumpuhan pada saraf III, IV, dan VI, serta keadaan terparah adalah kebutaan.

Konjungtivitis penyakit NewcastleKonjungtivitis penyakit Newcastle adalah penyakit yang jarang didapat, ditandai dengan perasaan terbakar, gatal, nyeri, merah, berair mata, dan penglihatan kabur. Sering terjadi pada pekerja peternakan unggas atau burung dan petugas laboratorium yang bekerja dengan virus atau vaksin hidup. Konjungtivitis ini mirip dengan yang disebabkan virus lain, dengan kemosis, nodus preaurikular kecil, dan folikel-folikel di tarsus superior dan inferior. Tidak ada pengobatan karena akan sembuh sendiri.

Konjungtivitis Hemoragika Akut5Pertama kali ditemukan di Ghana Afrika pada tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh virus picorna, atau enterovirus tipe 70. Penyakit ini khas memiliki masa inkubasi (24-48 jam) dan segala gejala yang timbul akan berkurang spontan dalam (3-4 hari). Gejala dan tanda yang bisaa ditimbulkan adalah mata iritatif seperti ada benda asing yakni kelilipan serta terdapat sakit periorbita, fotofobia, banyak meneluarkan air mata, kemerahan, edema palpebra, dan perdarahan subkonjungtiva, kadang-kadang terdapat kemosis. Kebanyakan pasien mengalami limfadenopati preaurikular, folikel konjungtiva, dan keratitis epitel.Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan benda penular seperti seprai, alat-alat optic yang terkontaminasi dan air. Pengobatan penyakit ini berupa pengobatan simtomatik, selain itu juga dapat diberikan antibiotik spektrum luas seperti sulfasetamid guna mencegah infeksi sekunder. Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan dan pribadi.

Konjungtivitis bakteri1,3Konjungtivitis bakteri merupakan suatu konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri. Jenis konjungtivitis ini merupakan suatu jenis konjungtivitis yang mudah menular. Konjungtivitis bakteri disebabkan oleh infeksi gonokok, meningokok, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, Escherichia coli, Neisseria gonorrhea, Corynebacterium diphtheria (Gambar 2).8

Gambar 2. Konjungtivitis Bakteri8Gambaran klinis yang muncul berupa konjungtivitis mukopurulen dan konjungtivitis purulen. Dengan tanda hiperemi konjungtiva, edema kelopak, papil, dan dengan kornea yang jernih. Kadang disertai keratis dan blefaritis. Bisaanya dari satu mata menjalar ke mata yang lain dan dapat menjadi kronik.Pada konjungtivitis gonore, terjadi sekret yang purulen padat dengan masa inkubasi 12 jam - 5 hari, disertai pendarahan subkonjungtiva dan kemosis. Terdapat tiga bentuk, oftalmia neonatorum (bayi berusia 1-3 hari), konjngtivitis gonore infantum (lebih dari 10 hari), dan konjungtivitis gonore adultorum. Pada orang dewasa terdapat kelopak mata bengkak sukar dibuka dan konjungtiva yang kaku disertai sakit pada perabaan. Pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior. Konjungtiva bulbi merah, kemosis, dan menebal. Gambaran hipertrofi papilar besar, juga tanda-tanda infeksi umum. Bisaanya berawal dari satu mata kemudian menjalar kemata yang sebelahnya. Tidak jarang ditemukan pembesaran dan rasa nyeri kelenjar preaurikular. Sekret semula serosa kemudian menjadi kuning kental, tapi dibandingkan dengan bayi, maka pada dewasa sekret tidak kental sekali. Komplikasi yang dapat muncul, yakni Stafilokok dapat menyebabkan blefarokonjungtivitis, gonokok menyebabkan perforasi kornea dan endoftalmitis, dan meningokok dapat menyebabkan septicemia atau meningitis.Sebelum terdapat hasil pemeriksan mikrobiologi, dapat diberikan antibiotik tunggal, seperti gentamisin, kloramfenikol, polimiksin, dan sebagainya, selama 3-5 hari. Kemudian bila tidak memberikan hasil, dihentikan dan menunggu hasil pemeriksaan. Bila tidak ditemukan kuman dalam sedian langsung, diberikan tetes mata antibiotik spectrum luas tiap jam disertai salep mata untuk tidur atau salep mata 4-5 kali sehari. Untuk konjungtivitis gonore, pasien dirawat serta diberi penisilin salep dan suntikan. Untuk bayi dosisnya 50000 unit/kg BB selama 7 hari. Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahin dengan air rebus bersih atau garam fisiologis setiap 15 menit dan diberi salep penisilin. Dapat diberikan penisilin tetes mata dalam bentuk larutan penisilin G 10.000-20.000unit/ml diberikan setiap 1 jam selama 3 hari. Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokok. Terapi dihentikan setelah pemeriksaan mikroskopik menunjukan hasil negative selama 3 hari berturut-turut.Konjungtivitis bakteri yang disebabkan oleh organism tertentu. Konjungtivitis jenis ini merupakan jenis konjungtivitis yang dapat sembuh sendiri dalam waktu 2 minggu. Dengan pengobatan bisaanya akan sembuh dalam 1-3 hari.

Etiologi1,5Konjungtivitis Vernalis merupakan suatu peradangan konjungtiva kronik, rekuren bilateral, atopi, yang mengandung secret mucous sebagai akibat reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit ini juga dikenal sebagai catarrh musim semi.Konjungtivitis verbal terdapat dalam 2 bentuk yang dapat berjalan bersama, yakni : Bentuk Palbebra5Pada tipe palpebral ini terutama mengenai konjungtiva tarsal superior, terdapat pertumbuhan papil yang besar atau cobble stone yang diliputi secret yang mukoid. Konjungtiva bawah hiperemi dan edema dengan kelainan kornea lebih berat disbanding bentuk limbal. Secara klinik, papil besar ini tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan uang rata dan dengan kapiler di tengahnya. Bentuk LimbalHipertrofi pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatine. Dengan trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya panus dengan sedikit eosinofil.5

Epidemiologi1,5,6Konjungtivitis Vernal bisaanya mengenai pasien usia muda antara 3-25 tahun dengan presentasi kedua jenis kelamin sama. Bisaanya pada laki-laki mulai pada usia di bawah 10 tahun.1,5,6

Patofisiologi9Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang interstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemi dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran cobblestone.Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik. Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertofi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun kuantitas stem cells.9Tahap awal konjungtivitis vernalis ini ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil serta pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel- sel PMN, eosinofil, basofil dan sel mast.Tahap berikutnya akan dijumpai sel- sel mononuclear lerta limfosit makrofag. Sel mast dan eosinofil yang dijumpai dalam jumlah besar dan terletak superficial. Dalam hal ini hampir 80% sel mast dalam kondisi terdegranulasi. Temuan ini sangat bermakna dalam membuktikan peran sentral sel mast terhadap konjungtivitis vernalis. Keberadaan eosinofil dan basofil, khususnya dalam konjungtiva sudah cukup menandai adanya abnormalitas jaringan.Fase vascular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasi jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Horner- Trantas dots yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri dari eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit.9

Gejala Klinis3Gejala klinis yang umumnya timbul sebagai akibat dari penyakit ini yakni :3 Mata merah Sakit Bengkak Panas Berair Gatal SilauSerangan penyakit ini tidak selalu muncul bersamaan dengan seluruh gejala yang ada, terkadang pada beberapa kasus hanya ditemukan sedikit gejala yang timbul. Sering berulang dan menahun, bersamaan dengan rinitis alergi. Bisaanya terdapat riwayat atopi sendiri atau dalam keluarga. Pada pemeriksaan ditemukan injeksi ringan pada konjungtiva palbebra dan bulbi serta papil besar pada konjungtiva tarsal yang dapat menimbulkan komplikasi pada konjungtiva. Pada keadaan akut dapat terjadi kemosis berat.

Penatalaksanaan3,5Pengobatan non medika mentosa Kompres dingin dan kompres es Tidur/bekerja dalam ruangan ber-AC Tinggal dalam lingkungan yang beriklim sejuk dan lembab Menghindari daerah berangin kencang yang bisaanya juga membawa serbuksari Menggunakan kacamata berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan allergen di udara terbuka Pemakaian lensa kontak dihindari karena dapat membantu resistensi allergen Pengganti air mata (artificial), selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi protektif karena membantu menghalau allergen.

Pengobatan medikamentosaDalam pengobatan medika mentosa, perlu diperhatikan setiap keadaan untung dan rugi yang dapat terjadi. Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline steril dan mukolitik seperti asetil sistein 10% - 20% tetes mata. Dosisnya tergantung pada kuantitas eksudat serta beratnya gejala. Dalam hal ini, larutan 10% lebih dapat ditoleransi daripada larutan 10%. Larutan alkaline seperti sodium karbonat monohidrat dapat membantu melarutkan atau mengencerkan musin, sekalipun tidak efektif sepenuhnya.3Satu- satunya terapi yang dipandang paling efektif untuk pengobatan konjungtivitis vernalis ini adalah kortikosteroid, baik topical maupun sistemik. Namun untuk pemakaian dalam dosis besar harus diperhitungkan kemungkinan timbulnya resiko yang tidak diharapkan.Untuk Konjungtivitis vernal yang berat, bisa diberikan steroid topical prednisolone fosfat 1%, 6- 8 kali sehari selama satu minggu. Kemudian dilanjutkan dengan reduksi dosis sampai dosis terendah yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. Pada kasus yang lebih parah, bisa juga digunakan steroid sistemik seperti prednisolon asetet, prednisolone fosfat atau deksametason fosfat 2- 3 tablet 4 kali sehari selama 1-2 minggu. Satu hal yang perlu diingat dalam kaitan dengan pemakaian preparat steroid adalah gnakan dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin.Selain pemberian steroid, antihistamin baik local maupun sistemik dapat dipertimbangkan sebagai pilihan lain karena kemampuannya untuk mengurangi rasa gatal yang dialami pasien. Apabila dikombinasi dengan vasokonstriktor, dapat memberikan control yang memadai pada kasus yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis. Bahkan menangguhkan pemberian kortikosteroid topical. Satu hal yang tidak disukai dari pemakaian antihistamin adalah efek samping yang menimbulkan kantuk. Pada anak-anak, hal ini dapat juga mengganggu aktivitas sehari- hari. Emedastine adalah antihistamin paling poten yang tersedia di pasaran dengan kemampuan mencegah sekresi sitokin. Sementara olopatadine merupakan antihistamin yang berfungsi sebagai inhibitor degranulasi sel mast konjungtiva.Sodium kromolin 4% terbukti bermanfaat karena kemampuannya sebagai pengganti steroid bila pasien sudah dapat dikontrol. Ini juga berarti dapat membantu mengurangi kebutuhan akan pemakaian steroid. Sodium kromolin berperan sebagai stabilisator sel masi, mencegah terlepasnya beberapa mediator yang dihasilkan pada reaksi alergi tipe I, namun tidak mampu menghambat pengikatan IgE terhadap sel maupun interaksi sel IgE dengan antigen spesifik. Titik tangkapnya, diduga sodium kromolin memblok kanal kalsium pada membrane sel serta menghambat pelepasan histamine dari sel mast dengan cara mengatur fosforilasi.3,5Lodoksamid 0,1% bermanfaat mengurangi infiltrate radang terutama eosinofil dalam konjungtiva. Levokabastin tetes mata merupakan suatu antihistamin yang spesifik terhadap konjungtivitis vernalis, dimana symptom konjungtivitis vernalis hilang dalam 14 hari.

Pencegahan3Pencegahan merupakan suatu tahapan yang dilakukan guna menghindari terkenanya suatu penyakit. Dalam kasus konjungtivitis vernal, tindakan-tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yakni dengan hidup di daerah yang bersuhu sejuk dan lembab.3

Komplikasi3Komplikasi yang sering ditimbulkan dari konjungtivitis vernal adalah konjungtivitis stafilokok dan blefaritis. Apabila teradi komplikasi ini maka diperlukan penanganan segera dengan pemberian terapi.

Prognosis3Prognosis dari penyakit konjungtivitis vernal ini cukup baik meskipun angka kejadian kekambuhan dari penyakit ini pasti terjadi, khususnya pada musim semi dan musim panas, tetapi setelah sejumlah kekambuhan yang terjadi papillae sama sekali menghilang tanpa meninggalkan jaringan parut.3

KesimpulanPenyakit konjungtivitis vernal merupakan suatu penyakit alergi bilateral yang merupakan akibat reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren.1,3,5 Penyakit ini dikenal juga sebagai suatu penyakit konjungtivitis musiman atau konjungtivitis musim kemarau. Penyakit ini menyerang orang dengan usia muda 3-25 tahun, dan pada laki-laki dimulai saat usia dibawah 10 tahun. Penyakit ini dapat sembuh sempurna, meskipun dengan riwayat kekambuhan yang pasti terjadi.

Daftar pustaka1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2006. h.35-6, 109-48.2. Bickley, Lynn S. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. Edisi ke-8. Jakarta: EGC, 2009. h.147-57.3. Riordan-Eva P, Whitches JP. Vaughan & asbury oftalmologi umum. Edisi ke-17. Jakarta: EGC, 2009. h.97-124.4. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: a systematic approach. Edisi ke-7. China: Elsevier Saunders, 2011. h.25-9.5. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2012. h.120-376. Utama H. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2008. h.28-97. Wijana N. Konjungtiva dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-1. Jakarta: EGC, 2003. h.41-69.8. Hendrickson RG, Silverberg M, Campbell CJ, Morocco AP. Teks-Atlas kedokteran kedaruratan jilid 1. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007. h.90-1.9. Staff Ilmu Penyakit Mata FK UGM, Keratokonjungtivitis Vernalis dalam http://www.tempo.com.id/medika/032012.htm

Blok 23 Special Sense 1