40
Clinical Science Session KONJUNGTIVITIS ALERGI oleh: Kelompok 1 Mohd. Luthfi B 1010312042 Siti Ardina Sari 1010313009 Yohanna Eclesia L.G 1010313032 Preseptor: dr. Fitratul Ilahi, Sp.M BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA RSUP DR. M. DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 1

Css Konjungtivitis Alergi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

konjungtivitis alergi

Citation preview

Clinical Science SessionKONJUNGTIVITIS ALERGI

oleh:Kelompok 1Mohd. Luthfi B1010312042Siti Ardina Sari1010313009Yohanna Eclesia L.G1010313032

Preseptor:dr. Fitratul Ilahi, Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATARSUP DR. M. DJAMIL PADANGFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS2015

BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangKonjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva atau selaput lendir pada mata dan bagian dalam kelopak mata atau palpebra. Seperti gejala-gejala peradangan akut pada umumnya, yaitu calor, rubor, dolor, tumor, dan fungtio laesa, peradangan pada konjungtiva juga menyebabkan perubahan warna kemerahan pada mata, nyeri, bengkak, serta gangguan fungsi normal konjungtiva1. Peradangan pada konjungtiva ini menimbulkan gejala yang cukup bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai peradangan berat dengan sekret purulen. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri dan alergi.1Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasanya dan reaksi lambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri dan toksik. Di negara-negara maju, 20-30% populasi mempunyai riwayat alergi, dan 50% individual tersebut mengidap konjungtivitis alergi. Konjungtivitis alergi bisa berlangsung dari peradangan ringan seperti konjungtivitis alergi musiman atau bentuk kronik yang berat seperti keratokonjungtivitis alergi.1,2Komplikasi sangat jarang ditemukan pada konjungtivitis alergi. Penyulit yang bisa terjadi adalah keratokonus dan tukak kornea. Konjungtivitis alergi jarang menyebabkan kehilangan penglihatan. Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh spontan (self-limited disease), namun dapat pula prognosis penyakit ini menjadi buruk bila terjadi komplikasi yang diakibatkan oleh penanganan yang kurang baik.3

1.2 Batasan MasalahMakalah ini akan membahas mengenai anatomi konjungtiva, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, diagnosis dan penatalaksanaan pada konjungtivitis alergi.

1.3 Tujuan PenulisanMakalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai anatomi konjungtiva, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, diagnosis dan penatalaksanaan pada konjungtivitis alergi.

1.4 Metode PenulisanMetode yang dipakai dalam penulisan makalah ini berupa tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur dan makalah ilmiah.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1 Anatomi dan Fisiologi Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea limbus. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.2

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva dan Palpebra

Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:21. Konjungtiva palpebralis : menutupi permukaan posterior dari palpebra dan dapat dibagi menjadi marginal, tarsal, dan orbital konjungtiva.0. Marginal konjungtiva memanjang dari tepi kelopak mata sampai sekitar 2 mm di belakang kelopak mata menuju lengkung dangkal, sulkus subtarsalis. Sesungguhnya merupakan zona transisi antara kulit dan konjungtiva sesungguhnya.0. Tarsal konjungtiva bersifat tipis, transparan, dan sangat vaskuler. Menempel ketat pada seluruh tarsal plate pada kelopak mata atas. Pada kelopak mata bawah, hanya menempel setengah lebar tarsus. Kelenjar tarsal terlihat lewat struktur ini sebagai garis kuning.0. Orbital konjungtiva berada diantara tarsal plate dan forniks.1. Konjungtiva bulbaris : menutupi sebagian permukaan anterior bola mata. Terpisah dari sklera anterior oleh jaringan episklera dan kapsula Tenon. Tepian sepanjang 3 mm dari konjungtiva bulbar disekitar kornea disebut dengan konjungtiva limbal. Pada area limbus, konjungtiva, kapsula Tenon, dan jaringan episklera bergabung menjadi jaringan padat yang terikat secara kuat pada pertemuan korneosklera di bawahnya. Pada limbus, epitel konjungtiva menjadi berlanjut seperti yang ada pada kornea. Konjungtiva bulbar sangat tipis. Konjungtiva bulbar juga dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang dan ke depan. Pembuluh darah dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang mensekresi musin.31. Forniks : bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior palpebra dan bola mata. Forniks konjungtiva berganbung dengan konjungtiva bulbar dan konjungtiva palpebra. Dapat dibagi menjadi forniks superior, inferior, lateral, dan medial forniks.

Gambar 2. Struktur anatomi dari konjungtiva2

Secara histologis, konjungtiva terdiri atas lapisan :11. Lapisan epitel konjungtiva, terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karankula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa.2. Sel-sel epitel supercial, mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.3. Stroma konjungtiva, dibagi menjadi :a. Lapisan adenoid (superficial) Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. b. Lapisan fibrosa (profundus)Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reksi papiler pada radang konjungitiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.Konjungtiva mempunyai dua macam kelenjar, yaitu:21. Kelenjar sekretori musin. Mereka adalah sel goblet (kelenjar uniseluler yang terletak di dalam epitelium), kripta dari Henle (ada pada tarsal konjungtiva) dan kelenjar Manz (pada konjungtiva limbal). Kelenjar-kelenjar ini menseksresi mukus yang mana penting untuk membasahi kornea dan konjungtiva.1. Kelenjar lakrimalis aksesorius, mereka adalah:1. Kelenjar dari Krause (terletak pada jaringan ikat konjungtiva di forniks, sekitar 42mm pada forniks atas dan 8mm di forniks bawah). 1. Kelenjar dari Wolfring (terletak sepanjang batas atas tarsus superios dan sepanjang batas bawah dari inferior tarsus).Suplai arterial konjungtivaKonjungtiva palpebra dan forniks disuplai oleh cabang dari arcade arteri periferal dan merginal kelopak mata. Konjungtiva bulbar disuplai oleh dua arteri, yaitu: arteri konjungtiva posterior yang merupakan cabang dari arcade arteri kelopak mata dan arteri konjungtiva anterior yang merupakan cabang dari arteri siliaris anterior. Cabang terminal dari arteri konjungtiva posterior beranastomose dengan arteri konjungtiva anterior untuk membentuk pleksus perikornea.2

2.2 Definisi Konjungtivitis AlergiKonjungtivitis adalah peradangan pada selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa.2 Salah satu bentuk konjungtivitis adalah konjungtivitis alergi. Konjungtivitis alergi adalah peradangan konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi alergi atau hipersensitivitas tipe humoral ataupun sellular. Konjungtiva sepuluh kali lebih sensitif terhadap alergen dibandingkan dengan kulit.2

2.3 EpidemiologiKonjungtivitis alergi dijumpai paling sering di daerah dengan alergen musiman yang tinggi. Keratokonjungtivitis vernal paling sering di daerah tropis dan panas seperti daerah mediteranian, Timur Tengah, dan Afrika. Keratokonjungtivitis vernal lebih sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan perempuan, terutamanya usia muda (4-20 tahun). Keratokonjungtivitis atopik umumnya lebih banyak pada dewasa muda.42.4 Etiologi dan Faktor PredisposisiKonjungtivitis alergi dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti:5a. Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatangb. Iritasi oleh angin, debu, asap, dan polusi udarac. Pemakaian lensa kontak terutama dalam jangka panjang.Konjungtivitis vernal terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata, sering terjadi pada orang dengan riwayat keluarga yang alergi. Mengenai pasien usia muda 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama. Biasanya pada laki-laki mulai pada usia dibawah 10 tahun. Penderita konjungtivitis vernal sering menunjukkan gejala-gejala alergi terhadap tepung sari rumput-rumputan.1,62.5 PatofisiologiNormalnya konjungtiva mengandung imunoglobulin dan beberapa leukosit polimorfonuklear (neutrofil), limfosit, makrofag, sel plasma dan sel mast di dalam jaringan subepitelial. Sebagai tambahan, stroma konjungtiva memiliki Antigent Presenting-Cell (APC) dendritik tersendiri. Epitel memiliki subpopulasi dari APC dendritik yang disebut Langerhans Cell, yang mampu menangkap antigen dan mensensitisasikan antigen ke Limfosit T yang belum tersensititsasi. Oleh karena itu, sel dendritik berperan sebagai sel utama dalam sistem imun dari permukaan mata.7Pada konjungtivitis terjadi reaksi hipersensitivitas tipe 1. Paparan pertama antigen dari alergen pada konjuntiva akan meransang terbentuknya IgE yang spesifik. IgE ini kemudian akan melekatkan diri pada sel mast, basofil dan kemungkinan juga makrofag serta eosinofil pada individu yang alergi. Pada paparan berikutnya antigen akan berikatan dengan segmen fraksi antibodi (Fab) IgE yang telah tertanam di dinding sel mast dan sel alergi lainnya, mengakibatkan timbulnya:7 Ikatan antigen pada segmen Fab mengiduksi perubahan fragmen komplemen yang tertanam pada membran sel mast dal sel lainnya. Perubahan segmen fraksi komplemen menstimulasi alfa reseptor membran plasma dan menyebabkan penurunan level cAMP intra sel. Perubahan cAMP menyebkan degranulasi pada sel mast dan melepaskan mediator inflamasi primer dan sekunder. Lepasnya mediator inflamasi selanjutnya menyebabkan timbulnya gejalan alergi.Mediator primer (immidiate mediator) terdiri atas histamin, serotonin heparin, eosinophil chemotactic factor (RCF-A) dan netrofil chemotactic factor of anaphylaxis (NCF-A). Mediator ini segera dilepaskan pada reaksi alergi karena selalu berada dalam jumlah banyak pada granul sel mast dan basofil.72.6 Klasifikasi Konjungtivitis Alergi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:a. Konjungtivitis VernalGejala yang muncul biasanya gatal, blefarospasme, fotopobia, pandangan kabur dan sekret mukoid. Ada 2 bentuk konjutivitis vernal, yaitu tipe palpebral dan limbal.1Tipe palpebral biasanya muncul pada konjuntiva palpebral, dimana muncul hipertrofi papil difus (cabble stone) biasanya terdapat pada palpebra superior dibanding inferior. Juga muncul hiperemis konjungtiva bulbar dan kemosis.1 Tipe limbal biasanya muncul pada pasien Afrika dan Asia dan meningkat pada iklim yang panas. Limbus menjadi tebal, berbentuk gelatin, dengan deposit opak serta injeksi konjungtiva. Akan terlihat bintik Horner-Trantas yang menunjukkan makroagregat dari degenerasi eosinofil dan sel epitel.1,7

Gambar 3. Konjungtivitis Vernal Palpebral7

Gambar 4. Konjungtivitis Vernal Limbal7b. Konjungtivitis hay fever (konjungtivitis demam jerami/konjungtivitis simpleks) Konjungtiva adalah permukaan mukosa yang sama dengan mukosa ena itu, alergen yang bisa mencetuskan rhinitis allergi juga dapat menyebabkan konjuntivitis alergi. Allergen airborne seperti serbuk sari, rumput, bulu hewan dan lain-lain dapat memprovokasi terjadinya gejala pada serangan akut konjuntivitis alergi. 7 Perbedaan konjungtivitis alergi sesonal dan perennial adalah waktu timbulnya gejala. Gejala pada individu dengan konjungtivitis alergi seasonal timbul pada waktu tertentu seperti pada musim bunga di mana serbuk sari merupakan alergen utama. Pada musim panas, alergen yang dominan adalah rumput dan pada musim dingin tidak ada gejala karena menurunnya tranmisi allergen airborne. Sedangkan individu dengan konjungtivitis alergi perennial akan menunjukkan gejala sepanjang tahun. Alergen utama yang berperan adalah debu rumah, asap rokok, dan bulu hewan.Gambaran patologi pada konjunktivitis hay fever berupa: 71) Respon vascular di mana terjadi vasodilatasi dan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah yang menyebabkan terjadinya eksudasi.2) Respon seluler berupa infiltrasi konjungtiva dan eksudasi eosinofil, sel plasma dan mediator lain.3) Respon konjungtiva berupa pembengkakan konjungtiva, diikuti dengan meningkatnya pembentukan jaringan ikat.

c. Konjungtivitis atopi Konjungtivitis atopi sering diderita oleh pasien dermatitis atopi. Tanda dan gejalanya berupa sensasi terbakar, kotoran mata berlendir, merah dan fotofobia. Terdapat papil halus tetapi papil raksasa tidak ditemukan seperti pada konjungtivitis vernal. Kerokan konjungtiva menampakan eosinofil meski tidak sebanyak terlihat pada keratokonjungtivitis vernal.5

Gambar 5. Konjungtuvitis Atopi dengan papil kecil, oedem dan fibrosis subepiteliald. Giant papilary konjungtivitis Giant papilary konjungtivitis dengan tanda dan gejala mirip dengan konjungtivitis vernal dapat timbul pada pasien yang menggunakan mata buatan dari plastik atau lensa kontak terutama jika memakainya melewati waktunya. Konjungtivitis Giant Papillarry diperantarai reaksi imun yang mengenai konjungtiva tarsalis superior. Konjungtivitis ini mungkin merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kaya basofil dan mungkin dimediasi oleh IgE. Keluhan berupa mata gatal dan berair. Pada pemeriksaan fisik ditemukan hipertrofi papil. Pada awal penyakit, papilnya kecil (sekitar 0,3 mm diameter). Bila iritasi terus berlangsung, papil kecil akan menjadi besar ( giant) yaitu sekitar 1 mm diameter.5

Gambar 6. Giant Papillary Conjungtivitis e. Konjungtivitis flikten Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi (hipersensitivitas tipe IV) terhadap bakteri atau antigen tertentu, seperti tuberkuloprotein pada penyakit tuberkolosis, infeksi bakteri (stafilokok, pneumokok, streptokok, dan Koch Weeks), virus (herpes simplek), toksin dari moluskum kontagiosum yang terdapat pada margo palpebra, jamur (kandida albikan), cacing (askaris, tripanosomiasis), limfogranuloma venereal, leismaniasis, infeksi parasit dan infeksi di tempat lain dalam tubuh. Konjungtivitis flikten biassanya dimulai dengan munculnya lesi kecil berdiameter 1-3 mm yang keras, merah, menimbul dan dikelilingi zona hiperemis. Di limbus sering berbentuk segitiga dengan apeks mengarah kornea.1,5

2.7 Gejala KlinisGejala-gejala dari konjungtivitis alergika secara umum antara lain:1. Gatal.2. Hiperemia. Mata yang memerah adalah tanda tipikal dari konjungtivitis. Injeksi konjungtival diakibatkan karena meningkatnya pengisian pembuluh darah konjungtival, yang muncul sebagian besar di fornik dan menghilang dalam perjalanannya menuju ke limbus. Hiperemia tampak pada semua bentuk konjungtivitis. Tetapi, penampakan/visibilitas dari pembuluh darah yang hiperemia, lokasi mereka, dan ukurannya merupakan kriteria penting untuk diferensial diagnosa. Seseorang juga dapat membedakan konjungtivitis dari kelainan lain seperti skleritis atau keratitis berdasar pada injeksinya.

Gambar 7. Bentuk-bentuk injeksi pada konjungtivaTipe-tipe injeksi dibedakan menjadi:8a. Injeksi konjungtiva (merah terang, pembuluh darah yang distended bergerak bersama dengan konjungtiva, semakin menurun jumlahnya saat menuju ke arah limbus).b. Injeksi perikornea (pembuluh darah superfisial, sirkuler atau cirkumcribed pada tepi limbus).c. Injeksi siliar (tidak terlihat dengan jelas, pembuluh darah berwarna terang dan tidak bergerak pada episklera di dekat limbus).d. Injeksi komposiDilatasi perilimbal atau siliar menandakan inflamasi dari kornea atau struktus yang lebih dalam. Warna yang benar-benar merah menandakan konjungtivitis bakterial, dan penampakan merah susu menandakan konjungtivitis alergik. Hiperemia tanpa infiltrasi selular menandakan iritasi dari sebab fisik, seperti angin, matahari, asap, dan sebagainya, tetapi mungkin juda didapatkan pada penyakit terkait dengan instabilitas vaskuler (contoh, acne rosacea).3. DischargeDischarge atau sekret berasal dari eksudasi sel-sel radang. Kualitas dan sifat alamiah eksudat (mukoid, purulen, berair, ropy, atau berdarah) tergantung dari etiologinya.14. ChemosisAdanya Chemosis atau edema konjungtiva mengarahkan kita secara kuat pada konjungtivitis alergik akut tetapi dapat juga muncul pada konjungtivitis gonokokal akut atau konjungtivitis meningokokal, dan terutama pada konjungtivitis adenoviral. Chemosis dari konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien dengan trikinosis. Meskipun jarang, chemosis mungkin timbul sebelum adanya infiltrasi atau eksudasi seluler gross.1

Gambar 8. Kemosis pada mata5. Epifora (pengeluaran air mata berlebih)Lakrimasi yang tidak normal (illacrimation) harus dapat dibedakan dari eksudasi. Lakrimasi biasanya mencerminkan lakrimasi sebagai reaksi dari badan asing pada konjungtiva atau kornea atau merupakan iritasi toksik. Juga dapat berasal dari sensasi terbakar atau garukan atau juga dari gatal. Transudasi ringan juga ditemui dari pembuluh darah yang hiperemia dan menambah aktifitas pengeluaran air mata. Jumlah pengeluaran air mata yang tidak normal dan disertai dengan sekresi mukus menandakan keratokonjungtivitis sika.16. Pseudoptosis. Kelopak mata atas seperti akan menutup, disebabkan karena adanya infiltrasi sel-sel radang pada palpebra superior maupun karena edema pada palpebra superior.1

7. Hipertrofi folikel. Terdiri dari hiperplasia limfoid lokal dengan lapisan limfoid dari konjungtiva dan biasanya mengandung germinal center. Secara klinis, folikel dapat dikenali sebagai struktur bulat, avaskuler putih atau abu-abu. Pada pemeriksaan menggunakan slit lamp, pembuluh darah kecil dapat naik pada tepi folikel dan mengitarinya.Terlihat paling banyak pada kasus konjungtivitis viral dan pada semua kasus konjungtivitis klamidial kecuali konjungtivitis inklusi neonatal, pada beberapa kasus konjungtivitis parasit, dan pada beberapa kasus konjungtivitis toksik diinduksi oleh medikasi topikal seperti idoxuridine, dipiverin, dan miotik. Folikel pada forniks inferior dan pada batas tarsal mempunyai nilai diagnostik yang terbatas, tetapi ketika diketemukan terletak pada tarsus(terutama tarsus superior), harus dicurigai adanya konjungtivitis klamidial, viral, atau toksik (mengikuti medikasi topikal).1

Gambar 9. Gambaran klinis dari folikel8. Hipertrofi papilerHipertofi papiler dalah reaksi konjungtiva non spesifik yang muncul karena konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di dasarnya oleh fibril. Ketika pembuluh darah yang membentuk substansi dari papilla (bersama dengan elemen selular dan eksudat) mencapai membran basement epitel, pembuluh darah tersebut akan bercabang menutupi papila seperti kerangka dari sebuah payung.1Eksudat inflamasi akan terakumulasi diantara fibril, membentuk konjungtiva seperti sebuah gundukan. Pada kelainan yang menyebabkan nekrosis (contoh,trakoma), eksudat dapat digantikan oleh jaringan granulasi atau jaringan ikat. Ketika papila berukuran kecil, konjungtiva biasanya mempunyai penampilan yang halus dan merah normal. Konjungtiva dengan papila berwarna merah sekali menandakan kelainan disebabkan bakteri atau klamidia (contoh, konjungtiva tarsal yang berwarna merah sekali merupakan karakteristik dari trakoma akut). Injeksi yang ditandai pada tarsus superior, menandakan keratokunjungtivitis vernal dan konjungtivitis giant papillary dengan sensitivitas terhadap lensa kontak; pada tarsal inferior, gejala tersebut menandakan keratokonjungtivitis atopik.1 Papila yang berukuran besar juga dapat muncul pada limbus, terutama pada area yang secara normal dapat terekspos ketika mata sedang terbuka (antara jam 2 dan 4 serta antara jam 8 dan 10). Di situ gejala nampak sebagai gundukan gelatin yang dapat mencapai kornea. Papila limbal adalah tanda khas dari keratokonjungtivitis vernal tapi langka pada keratokonjungtivitis atopik.1,5

Gambar 10. Gambaran klinis hipertrofi papiler (Cobble Stone)2.8 DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan keluhan mata menganjal, mata berpasir, mata berair, mata merah dan mata bengkak. Sebelum muncul gejala biasanya pasien terdapat kontak dengan dengan alergen, seperti sebuk sari, debu, angin, pemasangan kontak lens, cuaca dingin dan panas. Keluhan muncul tiba-tiba, dan gejala khas untuk konjungtivitis alergi yaitu ada rasa gatal.7 Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan slit lamp dengan eversi kelopak mata. Pada inspeksi tanpa eversi didapatkan injeksi konjungtiva, epifora, serta edema konjuntiva yang memberi kesan mata tenggelam (kemosis). Pada inspeksi slitlamp dengan eversi, diperhatikan apakah terdapat folikel atau papil. Gambaran khas untuk konjungtivitis vernal ditemukan gambaran cabble stoneatau papil besar yang bersepta-septa. Pada konjuntiviitis atopi terdapat papil kecil, fibrosis subepitelial dan udem.7Untuk pemeriksaaan penunjang dapat dilakukan sitologi smear dengan melakukan swab epitel konjungtiva pada kaca objek dan diberi giemsa, untuk mendeteksi terdapatnya eosinofil granulositik yang khas pada konjungtivitis alergi. Dapat juga dilakukan skin prick test untuk mendeteksi alergen yang menyebabkan atopi.7 2.9 Tatalaksanaa. Konjungtivitis vernalKeratokonjungtivitis vernal biasanya dapat sembuh sendiri tanpa diobati. Pada kasus sedang hingga berat kombinasi antihistamin digunakan sebagai profilaksis dan pengobatan. Pemakaian steroid sistemik atau topikal akan dapat menyembuhkan, tetapi sangat merugikan pada pemakaian jangka panjang. Kompres dingin, vasokonstriktor dapat diberikan, natrium karbonat membuat pasien rasa nyaman pada mata.1Natrium cromolyn topical dapat mengobati kelainan kornea dan konjungtiva. Bila terdapat tukak maka diberi antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder dengan siklopegik. 1b. Konjungtivitis hay fever Pada konjungtivitis alergi hay fever penatalaksanaan bukan dengan tujuan untuk mengobati tetapi bersifat simptomatik dan profilaktif:91. Non-medikamentosa Penatalaksanaan non-medikamentosa ditujukan pada eleminasi dan menghindari sumber allergen. Kompres dingin bisa diberikan untuk membantu mengatasi gatal-gatal.2. Medikamentosa Lokal Topikal antihistamin Mast-cell stabilizer seperti cromolyn sodium Topical vasokonstriktor seperti adrenalin, efedrin dan nafazoline. Air mata artificial guna untuk dilusi dan irrigasi alergen dan mediator inflamasi di permukaan ocular. Sistemik : antihistamin oral3. Imunoterapi : hiposensitisasi dengan pemberian injeksi ekstrak allergen.

c. Konjungtivitis atopiPenanganan konjungtivitis atopi sering mengecewakan. Setiap infeksi sekunder harus diobati dan harus kontrol lingkungan dengan mengindari alergen. Terapi topikal jangka panjang dengan obat penstabil sel mast merupakan hal penting.1,6,9Pada konjungtivitis atopik antihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole (10 mg empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang lebih baru, seperti ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini. Pada kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut dengan komplikasi kornea berat, mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk mengembalikan ketajaman penglihatannya.1,6,9d. Konjungtivitis Giant PapillaryPada konjungtivitis giant papillary tatalaksana yang paling baik adalah hindari kontak dengan iritan. Jika memakai lensa kontak, dinasehatkan agar mengganti dengan memakai kaca mata. Jika tetap menggunakan lensa kontak, perawatan lensa kontak yang baik seperti desinfeksi dan pembersihan dengan cairan yang tepat dan jangan memakai melewati waktunya. Dapat juga diberikan disodium cromoglyn sebagai terapi simptomatik.1,2e. Konjungtivitis FliktenPengobatan pada konjungtivitis flikten adalah dengan pemberian steroid topikal, midriatika bila terjadi penyulit pada kornea, diberi kacamata hitam karena adanya rasa silau yang sakit. Diperhatikan higiene mata, air mata buatan, dan diberi antibiotika salep mata waktu tidur.1,6Pengobatan ditujukan pada penyakit pencetus. Antibiotik topikal hendaknya diberikan bila ada blefarokonjungtivitis stafilokokal aktif. Transplantasi kornea mungkin diperlukan pada parut kornea berat. 1,6Vitamin dan makanan tambahan sebaiknya diberikan pada anak dengan gizi kurang. 1,62.11 PrognosisPrognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh spontan (self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak ditangani dengan baik.4,6

BAB 3PENUTUP

3.1 KesimpulanKonjungtiva merupakan membran yang tipis dan transparan yang melapisi bagian anterior dari bola mata (konjungtiva bulbi), serta melapisi bagian posterior dari palpebra (konjungtiva palpebrae). Oleh karena letaknya yang paling luar itulah sehingga konjungtiva sering terpapar terhadap banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang mengganggu. Salah satu penyakit konjungtiva yang paling sering adalah konjungtivitis.Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Adapun, salah satu penyebab dari konjungtivitis adalah alergi. Konjungtivitis alergi itu sendiri juga dibagi dalam klasifikasi dan salah satunya termasuk konjungtivitis vernal.Penanganan yang diberikan berupa antihistamin dan steroid topikal serta yang sistemik. Biasanya konjungtivitis alergi dapat sembuh sendiri, namun bila terlalu berat perlu diberi pengobatan secara benar. Jika penanganan tidak baik, maka akan timbul suatu komplikasi. Oleh karena itu, perlu pencegahan sebelum terjadi konjungtivitis alergi berupa hindari dari penyebab alergen tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas DSM, Sidarta,. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia. Jakarta. 1998 2. Putz, R. & Pabst R.Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2000. hal 356.3. Greg M., Peter M. Classifying and Managing Allergic Conjunctivitis. Medicine Today. Volume 8, Number 11. November 2011.4. Ventocillia M, Roy H. Allergic Conjunctivitis. 2012. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview#a0104. 18 Maret 2015.5. Abbas A.B.; Lichtman A.H. "Ch.2 Innate Immunity". dalam Saunders (Elsevier).Basic Immunology. Functions and disorders of the immune system(3rd ed.).ISBN978-1-4160-4688-2. 20096. Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Ofthalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika ; 2000. h. 5-6, 1157. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section 11. San Fransisco: MD Association, 2005-20068. Pedoman Diagnosis dan Terapi, SMF Ilmu Penyakit Mata, Edisi III, 2006, Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo, Surabaya.9. Khurana AK. Diseases of the conjunctiva. Dalam : Khurana AK, editor. Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition. New Delhi: New Age; h51-88.

2