18
1 BAB I INTRODUKSI Sudah diterima secara luas bahwa kanker merupakan penyakit yang disebabkan rusaknya mekanisme pengaturan dasar perilaku sel, khususnya mekanisme pertumbuhan dan diferensiasi sel. Sejak 50 tahun yang lalu diketahui bahwa apabila sel tumbuh dan berdiferensiasi, ada unsur genetik yang diaktifkan (switched on) dan yang lain di-inaktifkan (switched off). Gen-gen inilah yang termasuk sistem regulasi atau dikenal sebagai “mesin siklus sel” yang merupakan sistem utama bagi berlangsungmya faal sel-sel normal. Dalam perkembangannya sel berdiferensiasi dan membentuk berbagai jenis jaringan dengan fungsi yang berbeda-beda. Walaupun demikian setiap sel memiliki informasi genetik yang sama yang disandi dalam DNA-nya. 1 Dalam keadaan normal pertumbuhan sel diatur secara ketat oleh sistem regulasi tersebut untuk memenuhi kebutuhan organisme. Sebaliknya sel-sel kanker tumbuh autonom tidak terkendali, kemudian menginvasi jaringan organ di sekitarnya yang berakibat fungsi organ bersangkutan terganggu. Transformasi sel normal menjadi sel kanker terjadi sebagai akibat terganggunya sistem regulasi di atas yang berakibat sel-sel kanker mampu membelah diri menjadi lebih banyak, bahkan hingga berjuta-juta sel dan tidak menghasilkan pertumbuhan sel-sel progenitor normal. Itulah ciri utama sel kanker. 2 Unsur penting dalam gangguan sistem regulasi pertumbuhan sel adalah onkogen. Konsep onkogen pertama kali dikemukakan setelah ditemukannya unsur-unsur genetik virus (khususnya retrovirus) yang bertanggung jawab atas kemampuan virus bersangkutan untuk mentransformasi sel. Penelitian-penelitian selanjutnya mengungkapkan 4 atribut onkogen yang merupakan dasar adanya hubungan antara onkogen dengan kanker, yaitu : 1) onkogen yang sama dapat dijumpai pada banyak jenis vertebrata maupun invertebrata; 2) gen bersangkutan diaktivasi pada berbagai jenis kanker manusia; 3) dampak aktivasi onkogen pada sel adalah dominan; ini berarti bahwa onkogen teraktivasi tersebut dapat merangsang pertumbuhan sel walaupun di dalam sel bersangkutan terdapat gen sama yang normal atau inaktif; 4) setiap onkogen menyandi protein yang masing-masing berperan dalam transduksi sinyal yaitu meneruskan pesan pertumbuhan dari luar sel secara berurutan dan teratur ke nukleus yang kemudian menerjemahkannya dalam proses proliferasi dan diferensiasi sel. 3 Kelainan yang timbul dalam pertumbuhan sel kanker adalah kelainan yang diturunkan pada tingkat seluler yang berarti kelainan sel induk akan diwariskan kepada sel-sel turunannya secara genetik. Hal itu menimbulkan dugaan yang sekarang sudah diterima secara luas, bahwa kelainan genetik bertanggung jawab atas transformasi ganas. Sebagian besar transformasi terjadi pada sel somatik, tetapi adakalanya mutasi gen terjadi pada germline cells. Bila mutasi terdapat pada germline cells maka mutasi yang sama akan dijumpai pada setiap sel dalam tubuh. Seseorang yang mewarisi salah satu germline mutations dari orang tuanya mengakibatkan individu tersebut mempunyai predisposisi untuk menderita kanker. Karena itu dianggap perlu untuk mengidentifikasi gen-gen penting yang berperan dalam pertumbuhan kanker dan menganalisis mekanisme pertumbuhan sel di tingkat molekuler. Pemahaman mekanisme molekuler pertumbuhan dan penyebaran kanker serta identifkasi berbagai gen yang terlibat di dalamnya, di masa mendatang dapat digunakan untuk menentukan diagnosis, sebagai penanda preneoplasia, menentukan predisposisi untuk menderita kanker, menentukan prognosis serta terapi spesifik untuk menyingkirkan sel ganas. 4 Aplikasi biologi molekuler untuk mempelajari kanker saat ini banyak digunakan untuk mendeteksi berbagai onkogen dan tumor suppressor genes dan mengkaji mekanisme aktivitas dan peranan gen-gen tersebut dalam mengatur proliferasi sel. 5 Bagi mereka yang

Onkologi Dasar

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Onkologi Dasar

1

BAB I INTRODUKSI

Sudah diterima secara luas bahwa kanker merupakan penyakit yang disebabkan rusaknya mekanisme pengaturan dasar perilaku sel, khususnya mekanisme pertumbuhan dan diferensiasi sel. Sejak 50 tahun yang lalu diketahui bahwa apabila sel tumbuh dan berdiferensiasi, ada unsur genetik yang diaktifkan (switched on) dan yang lain di-inaktifkan (switched off). Gen-gen inilah yang termasuk sistem regulasi atau dikenal sebagai “mesin siklus sel” yang merupakan sistem utama bagi berlangsungmya faal sel-sel normal. Dalam perkembangannya sel berdiferensiasi dan membentuk berbagai jenis jaringan dengan fungsi yang berbeda-beda. Walaupun demikian setiap sel memiliki informasi genetik yang sama yang disandi dalam DNA-nya.1 Dalam keadaan normal pertumbuhan sel diatur secara ketat oleh sistem regulasi tersebut untuk memenuhi kebutuhan organisme. Sebaliknya sel-sel kanker tumbuh autonom tidak terkendali, kemudian menginvasi jaringan organ di sekitarnya yang berakibat fungsi organ bersangkutan terganggu. Transformasi sel normal menjadi sel kanker terjadi sebagai akibat terganggunya sistem regulasi di atas yang berakibat sel-sel kanker mampu membelah diri menjadi lebih banyak, bahkan hingga berjuta-juta sel dan tidak menghasilkan pertumbuhan sel-sel progenitor normal. Itulah ciri utama sel kanker.2

Unsur penting dalam gangguan sistem regulasi pertumbuhan sel adalah onkogen. Konsep onkogen pertama kali dikemukakan setelah ditemukannya unsur-unsur genetik virus (khususnya retrovirus) yang bertanggung jawab atas kemampuan virus bersangkutan untuk mentransformasi sel. Penelitian-penelitian selanjutnya mengungkapkan 4 atribut onkogen yang merupakan dasar adanya hubungan antara onkogen dengan kanker, yaitu : 1) onkogen yang sama dapat dijumpai pada banyak jenis vertebrata maupun invertebrata; 2) gen bersangkutan diaktivasi pada berbagai jenis kanker manusia; 3) dampak aktivasi onkogen pada sel adalah dominan; ini berarti bahwa onkogen teraktivasi tersebut dapat merangsang pertumbuhan sel walaupun di dalam sel bersangkutan terdapat gen sama yang normal atau inaktif; 4) setiap onkogen menyandi protein yang masing-masing berperan dalam transduksi sinyal yaitu meneruskan pesan pertumbuhan dari luar sel secara berurutan dan teratur ke nukleus yang kemudian menerjemahkannya dalam proses proliferasi dan diferensiasi sel.3

Kelainan yang timbul dalam pertumbuhan sel kanker adalah kelainan yang diturunkan pada tingkat seluler yang berarti kelainan sel induk akan diwariskan kepada sel-sel turunannya secara genetik. Hal itu menimbulkan dugaan yang sekarang sudah diterima secara luas, bahwa kelainan genetik bertanggung jawab atas transformasi ganas. Sebagian besar transformasi terjadi pada sel somatik, tetapi adakalanya mutasi gen terjadi pada germline cells. Bila mutasi terdapat pada germline cells maka mutasi yang sama akan dijumpai pada setiap sel dalam tubuh. Seseorang yang mewarisi salah satu germline mutations dari orang tuanya mengakibatkan individu tersebut mempunyai predisposisi untuk menderita kanker. Karena itu dianggap perlu untuk mengidentifikasi gen-gen penting yang berperan dalam pertumbuhan kanker dan menganalisis mekanisme pertumbuhan sel di tingkat molekuler. Pemahaman mekanisme molekuler pertumbuhan dan penyebaran kanker serta identifkasi berbagai gen yang terlibat di dalamnya, di masa mendatang dapat digunakan untuk menentukan diagnosis, sebagai penanda preneoplasia, menentukan predisposisi untuk menderita kanker, menentukan prognosis serta terapi spesifik untuk menyingkirkan sel ganas.4 Aplikasi biologi molekuler untuk mempelajari kanker saat ini banyak digunakan untuk mendeteksi berbagai onkogen dan tumor suppressor genes dan mengkaji mekanisme aktivitas dan peranan gen-gen tersebut dalam mengatur proliferasi sel.5 Bagi mereka yang

Page 2: Onkologi Dasar

2

bekerja di bidang onkologi, pemahaman tentang patogenesis kanker di tingkat molekuler merupakan prasyarat (prerequisite) untuk pengembangan metode diagnosis baru dan terapi yang lebih efektif.6 PENYEBAB KANKER Kanker merupakan refleksi faktor lingkungan dan genetik. Bahwa faktor lingkungan berperanan penting pada karsinogenesis dibuktikan dengan berbagai percobaan binatang. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa frekuensi kanker meningkat pada binatang yang terpapar karsinogen tertentu. Termasuk ke dalam faktor lingkungan adalah berbagai jenis virus, bahan kimia dan radiasi pengion dan ultraviolet. Sebagian besar dari faktor lingkungan tersebut memiliki sifat biologis yang sama yaitu dapat mengakibatkan kerusakan pada DNA. Kesamaan sifat ini menimbulkan dugaan bahwa DNA sel merupakan sasaran utama semua bahan karsinogenik dan bahwa kanker disebabkan perubahan DNA sel. Bukti-bukti lain yang mendukung konsep ini adalah: a) adanya jenis kanker tertentu yang insidensnya secara langsung bergantung pada faktor-faktor herediter; b) terdapatnya insidens kanker yang tinggi pada individu-individu yang menunjukkan defek herediter kemampuan memperbaiki lesi DNA; c) adanya kelainan kromosom yang jelas pada sel-sel kanker tertentu; d) adanya sejumlah onkogen yang dapat mentransformasikan sel normal menjadi sel ganas; e) identifikasi gen supresor (tumor suppressor genes) yang apabila hilang atau mengalami inaktivasi mengakibatkan sel kehilangan kendali dan mengalami transformasi ganas.7 Penelaahan perkembangan kanker memerlukan sistem eksperimental, pada percobaan mana kanker tertentu dapat diinduksi dan di analisis secara sistematik Berbagai jenis bahan fisiko-kimia merupakan karsinogen yang ampuh dan beberapa di antaranya juga karsinogenik bagi manusia. Bentuk aktif dari bahan fisiko-kimia karsinogenik merupakan mutagen yang kuat, berarti ia dapat menginduksi mutasi genetik, tetapi sebagian besar karsinogen baru mengakibatkan kanker setelah waktu lama. Periode laten yang lama mendukung dugaan bahwa perlu adanya beberapa perubahan atau beberapa mutasi sebelum sel normal berubah menjadi fenotip ganas. Mutagen menyebabkan lesi DNA pada berbagai tempat (lokasi) dan berkat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini dapat diidentifikasi berbagai lokasi pada DNA yang merupakan sasaran lesi onkogenik dan yang mempunyai fungsi biologis penting bagi pertumbuhan sel.5 Penelitian tentang hubungan antara kanker dan virus juga telah membuktikan bahwa berbagai jenis virus merupakan mutagen yang poten, bahkan lebih poten dari bahan kimia. Ada 2 jalur melalui mana virus dapat menyebabkan transformasi, yaitu pertama dengan cara menghambat fungsi berbagai tumor suppressor gene seperti Rb dan p53 dan menghambat salah satu keluarga Bcl2 yang pro-apoptotik yaitu bax, sedangkan jalur kedua dengan cara menghasilkan produk onkogen virus yang menginduksi translokasi kromosom atau mutasi gen lain dan berakhir dengan transformasi sel.8 (gambar 1).

Page 3: Onkologi Dasar

3

Virus DNA Sel Sel kanker normal G1 arrest Arrest Apoptosis Apoptosis

Gambar 1: Dua jalur transformasi oleh virus DNA.8 Dalam gambar 1 diperlihakan transformasi sel oleh virus DNA melalui inaktivasi produk tumor suppressor gene pRb dan p53 serta bax (jalur bawah). Fungsi protein-protein ini juga sering terganggu pada karsinogenesis yang tidak berkaitan dengan virus. Jalur transformasi yang lain (jalur atas) menunjukkan mekanisme transformasi oleh virus melalui produk virus yang menginduksi translokasi kromosom dan ekspresi onkoprotein (oncogenic fusion protein). Salah satu produk virus (viral oncogene) yang sudah lama dikenal adalah E1A adenovirus yang menginduksi translokasi t(11;22).8

Walaupun demikian, infeksi virus tidak selalu berakhir dengan transformasi. Banyak virus dapat berada dalam tubuh dalam keadaan laten untuk waktu yang lama dalam bentuk kriptik dan mengawali tumorigenesis, tetapi untuk berlanjut menjadi kanker diperlukan berbagai ko-faktor. Penelitian lebih lanjut mengenai hal ini dapat mengidentifikasi berbagai gen virus (viral oncogenes) yang bertanggung jawab atas terjadinya transformasi dan hasil penelitian tersebut merupakan dasar untuk pemahaman kita tentang onkogen-onkogen penting pada kanker yang diinduksi maupun tidak diinduksi oleh virus.9

Seperti telah diuraikan di atas, baik virus maupun bahan fisiko-kimia dapat menginduksi tumorigenesis melalui mekanisme genetik. Bahan fisiko-kimia melakukannya dengan memodifikasi gen normal menjadi onkogen sedangkan virus disamping dapat menyebabkan mutasi DNA juga mengandung preformed oncogenes.6 BIOLOGI SEL KANKER

Sebagian besar sel normal yang terdapat dalam tubuh sudah mengalami diferensiasi yang berarti sel-sel tersebut telah mengalami berbagai perubahan demikian rupa sehingga menunjukkan morfologi dan fungsi spesifik. Selama proses diferensiasi, sel normal umumnya tidak memiliki kemampuan untuk berproliferasi, tetapi di lain fihak banyak sel-sel jaringan tubuh mengalami proses renewal untuk mengganti sel-sel yang hilang karena rusak atau menua, dengan sel-sel prekursor baru (stem-cells), yang kemudian diikuti oleh proliferasi sel-sel keturunannya. Diduga bahwa sebagian besar sel kanker berasal dari sel-sel progenitor

Produk

Translokasi kromosom

Onkoptotein / fusion protein

Rb P53 bax

Page 4: Onkologi Dasar

4

ini.10 Kehilangan kemampuan berdiferensiasi menyebabkan maturation arrest yang berakhir dengan peningkatan proliferasi sel dan perkembangan tumor (gambar 2).

self-renewing stem cells A sel progenitor dengan kemampuan proliferasi terbatas Diferensiasi terminal Sel-sel tanpa kemampuan membelah, mungkin mengalami apoptosis B C Tumor Tumor

Gambar 2: Produksi sel normal dan proliferasi sel yang tidak terkontrol.10 A: Jalur normal untuk memproduksi sel yang berdiferensiasi

B: Stem-cell gagal memproduksi sel anak non-stem-cell pada setiap pembelahan kemudian berproliferasi membentuk tumor

C: Sel anak gagal berdiferensiasi normal dan berproliferasi membentuk tumor Pada umumnya diperlukan 2 perubahan penting untuk transformasi ganas. Pertama

adanya kemampuan untuk tumbuh dan berkembang tanpa stimulasi dari luar (autocrine), baik melalui produksi regulator, aktivasi reseptor secara terus menerus atau transduksi sinyal yang abnormal dalam jalur transduksi mulai dari reseptor hingga gen relevan dalam nukleus. Kelainan yang kedua adalah kesalahan intrinsik dalam komitmen diferensiasi dari sel-sel yang memberikan respons terhadap stimulasi di atas sehingga, karena tidak ada komitmen

Page 5: Onkologi Dasar

5

diferensiasi, yang terbentuk adalah sel-sel yang sama dengan induknya dan bukan sel-sel prognitor yang memiliki komitmen untuk diferensiasi terminal.10,11

Pertumbuhan sel normal diatur oleh protein terlarut yang disebut faktor pertumbuhan atau sitokin. Salah satu jenis protein yang diketahui bersifat sebagai faktor pertumbuhan adalah hormon yang juga merupakan molekul penerus sinyal. Hormon disimpan dalam kelenjar endokrin dan disekresikan ke dalam sirkulasi apabila diperlukan. Di samping hormon, protein regulator pertumbuhan lain yang disekresikan oleh berbagai jenis sel adalah polipeptida yang dapat mempengaruhi pertumbuhan sel-sel di sekitarnya (sinyal parakrin); contoh faktor pertumbuhan golongan ini adalah sitokin. Sel juga dapat mensekresikan protein yang dapat berikatan dengan reseptor pada permukaan sel sendiri (sinyal autokrin). Faktor pertumbuhan terlarut merupakan unsur penting dalam mengatur proliferasi dan diferensiasi serta fungsi sel-sel hemopetik termasuk sel-sel sistem imun. Faktor pertumbuhan menyampaikan sinyal melalui pengikatan dengan reseptor yang kemudian meneruskan sinyal ini melalui berbagai proses biokimiawi intrasel ke nukleus. Proses ini disebut transduksi sinyal. Kelainan dalam jalur transduksi sinyal yang menyebabkan stimulasi berlebihan sering dijumpai pada sel-sel kanker.10

Stimulasi berlebihan oleh faktor pertumbuhan saja pada umumnya hanya menyebabkan hiperplasia dan bukan transformasi ganas. Untuk menjadi ganas diperlukan kelainan intrinsik lain misalnya inaktivasi tumor suppressor genes. Salah satu contoh interaksi antara faktor pertumbuhan yang berlebihan dengan kelainan faktor intrinsik yang berakibat transformasi ganas diperlihatkan pada gambar 3 dengan mengambil contoh kanker payudara.

Estradiol dan hormon-hormon steroid lain Sel Fenotip

Normal ganas Germline mutation Akumulasi kelainan Ditingkatkan (akselerasi) p53, BRCA1/BRCA2 genetik saat oleh mutator fenotip pembelahan sel MSH1 (defek DNA repair) (loss of heterozygosity) Gambar 3: Pengaruh estradiol dan hormon steroid lain pada pertumbuhan sel kelenjar

payudara yang mengandung kelainan genetik12 Pada gambar 3 diperlihatkan pengaruh stimulasi berlebihan estradiol dan hormon

steroid lain untuk merangsang proliferasi sel kelenjar payudara. Stimulasi ini membantu ekspresi dan fiksasi mutasi gen yang telah ada dalam germline cells (misalnya p53, BRCA1/ BRCA2). Tambahan kelainan gen DNA repair (MSH1) meng-akselerasi transformasi ganas. Aktivasi onkogen, baik akibat mutasi, translokasi maupun amplifikasi meningkatkan

Ovarium

Page 6: Onkologi Dasar

6

proliferasi sedangkan inaktivasi tumor suppressor genes, yang dalam keadaan normal berfungsi mengontrol pertumbuhan, ditambah dengan disfungsi gen DNA repair, menyebabkan sel tumbuh tak terkontrol dan akhirnya mengalami transformasi ganas.12

Perkembangan dan pertumbuhan sel normal membutuhkan koordinasi intraseluler maupun interaksi antar sel yang terkendali dalam organisme bersangkutan. Proliferasi sel normal berlangsung melalui suatu siklus sel yang terdiri atas 4 fase yang ditentukan oleh waktu sintesis DNA, yaitu fase G1, fase S, fase G2 dan fase M. (gambar 4) Berbeda dengan bakteria yang mensintesis DNA secara terus menerus selama siklus pembelahan sel, sel-sel mamalia mengalami siklus sel yang lebih kompleks. Setelah mitosis, sel memasuki fase G1, yaitu fase di mana sel sangat aktif tetapi tidak mensintesis DNA. Pada fase ini kandungan DNA sel adalah 2N (diploid), Siklus sel kemudian berlanjut ke fase S di mana terjadi sintesis DNA dan kandungan DNA berubah menjadi 4N. Fase selanjutnya adalah fase G2 sebelum memasuki fase M di mana sel membelah diri menjadi 2 sel diploid. Waktu yang diperlukan untuk satu siklus bergantung pada jenis sel, dan perbedaan waktu itu terutama terjadi di fase G1, di mana bila diperlukan siklus sel berhenti pada fase ini (G1 arrest) atau pada interphase G1/S.5

Gambar 4: Siklus sel: M=mitosis; G1=gap1; S=sintesis DNA; G2= gap2 Titik penentu (decision point) terletak pada G1. Pada titik ini sel normal melanjutkan

siklus sel melalui G1 atau memasuki fase G0 untuk berisitirahat bergantung pada ada tidaknya faktor pertumbuhan. Kontrol pertumbuhan bergantung pada berbagai mekanisme transduksi sinyal yang acap kali diperantarai oleh hormon dan faktor pertumbuhan. Pertumbuhan kanker menunjukkan kegagalan mekanisme kontrol tersebut sehingga sel-sel kanker tumbuh tak terkendali dan itulah yang merupakan ciri utama sel ganas. Pertumbuhan tak terkendali dapat terjadi karena sel-sel kanker tidak memberikan respons terhadap sinyal kontrol, mungkin karena adanya lesi DNA atau adanya produk onkogen. Alternatif lain adalah defek mekanisme kontrol homeostatik itu sendiri, misalnya akibat sekresi faktor pertumbuhan yang tidak tepat atau berlebihan, baik oleh sel-sel kanker sendiri maupun oleh sel-sel di sekitar kanker atau akibat gangguan proses metilasi DNA baik hipometilasi maupun hipermetilasi.13,14,15 Pertumbuhan tidak terkontrol juga mungkin terjadi akibat perubahan (modifikasi) kuantitatif maupun kuantitatif pada reseptor faktor pertumbuhan atau gangguan fungsi meneruskan sinyal oleh kompleks faktor pertumbuhan dengan reseptornya ke nukleus.7 Salah satu kelainan reseptor faktor pertumbuhan adalah ekspresi berlebihan c-ErbB2 yang merupakan reseptor tirosine kinase yang berakibat transduksi sinyal terus menerus melalui

M

G2

G1

S

G0

Page 7: Onkologi Dasar

7

stimulasi ErbB1 (EGFR). Fosforilasi reseptor faktor pertumbuhan karena ikatannya dengan ligand (faktor pertumbuhan) atau kelainan kualitas akibat mutasi mengakibatkan aktivasi molekul-molekul transduksi sinyal berikutnya (downstream), misalnya MAP-kinase, ERK’s, cJun/JNK dan lain-lain.16

Banyak bukti-bukti yang menyatakan bahwa kanker berasal dari sel progenitor tunggal yang berproliferasi membentuk sebuah klon yang sel-selnya memiliki sifat-sifat sama dengan progenitornya, termasuk memiliki kelainan genetik atau menunjukkan fenotip ganas yang sama. Kelainan genetik itu harus stabil karena ia berada dalam sel yang terus menerus berproliferasi dan mewariskan kelainan genetik itu kepada sel-sel keturunannya.6 Tetapi meskipun ada tanda-tanda klonal, ada pula bukti bahwa sel-sel dalam klon itu tidak selalu identik. Sel-sel dalam sebuah tumor seringkali menunjukkan heterogenitas, sehingga menimbulkan dugaan bahwa sel-sel kanker mengalami modifikasi selama pertumbuhannya.7 Walaupun kanker dapat berkembang dalam berbagai jenis organ, ada beberapa gambaran umum dalam perkembangan berbagai jenis kanker yang mengikuti pola yang sama5: Pertama, kanker berasal dari satu klon; jadi neoplasma adalah pertumbuhan klonal (monoklonal) di mana populasi sel merupakan keturunan sel progenitor tunggal yang mengalami transformasi dan kemudian berproliferasi abnormal. Kedua, kanker bukan merupakan penyakit sel secara individual. Sel yang mengalami transformasi tumbuh menjadi masa tumor yang menginvasi dan menginfiltrasi jaringan organ di sekitarnya dan mengganggu fungsinya. Ketiga, kanker tidak hanya terjadi akibat proses transformasi tunggal, dan asal-usul klonal neoplasma tidak dengan sendirinya berarti bahwa mutasi gen secara langsung mengakibatkan terjadinya kanker. Untuk menjadi ganas populasi sel tersebut harus mengalami proses lain (karsinogenesis) yang berlangsung bertahap (multistep process/ multistep carcinogenesis) sebelum ia menunjukkan fenotip ganas. Selama proses multistep yang diawali dengan inisiasi dan dilanjutkan dengan promosi dan progresi, dapat terlihat fase-fase perubahan preneoplastik yang merupakan penanda kecenderungan sel menjadi ganas.17 Ke empat, kanker terjadi sebagai akibat akumulasi / mutasi berurutan gen-gen penting yang berfungsi mengatur proliferasi dan diferensiasi sel dengan akibat meningkatnya atau menghilangnya aktivitas yang berlangsung dalam jalur proses pertumbuhan sel normal.10,18,19,20 Pada kanker tidak ada integrasi dan koordinasi sinyal pertumbuhan ekstraseluler dengan “mesin pengatur siklus sel”. Akibatnya adalah sel tumbuh tidak terkendali, tidak bergantung pada ada tidaknya sinyal ekstraseluler, dapat tumbuh tanpa sinyal pertumbuhan (autocrine stimulation) dan kurang responsif terhadap sinyal inhibisi. Dalam sebuah tumor ganas, proliferasi sel biasanya tidak bergantung pada kebutuhan akan sel-sel baru dan biasanya menunjukkan gangguan diferensiasi (maturation arrest).5,21 Pengertian awal tentang sifat-sifat sel kanker diperoleh dengan melakukan kultur sel in vitro. Dari kultur sel in vitro tersebut diketahui berbagai perbedaan sifat pertumbuhan sel kanker dengan sel normal. (Tabel 1)

Salah satu sifat penting sel kanker dalam kultur adalah masa hidupnya dengan kemampuan berproliferasi yang tidak terbatas, yang sering disebut dengan istilah “immortal” dan diferensiasi abnormal. Diferensiasi abnormal itu berkaitan dengan proliferasi karena sel normal yang telah berdiferensiasi lengkap akan berhenti berproliferasi atau hanya berproliferasi lambat, tetapi sel-sel ganas akan berhenti berdiferensiasi konsisten dengan kemampuan berproliferasi aktif tanpa batas. Di samping itu, sel ganas seringkali tidak mampu menjalani apoptosis padahal ini merupakan program diferensiasi banyak jenis sel yang memiliki ketahanan hidup terbatas. Sifat sel ganas in vitro ternyata mirip dengan beberapa sifat sel ganas in vivo.5

Page 8: Onkologi Dasar

8

Tabel 1: Pertumbuhan sel fibroblast normal dan fibroblast neoplastik*

Sifat pertumbuhan Sel normal Sel ganas

Inhibisi pertumbuhan yang density-dependent Ada Tidak ada Kebutuhan akan faktor pertumbuhan Tinggi Rendah Ketergantungan pada anchorage Ada Tidak ada Masa hidup dengan kemampuan berproliferasi Terbatas Tidak terbatas Hambatan migrasi Ada Tidak ada Adhesiveness Tinggi Rendah Morfologi Rata Bundar

* (dikutip dari Cooper5) Salah satu sifat lain dari sel ganas adalah memiliki kemampaun untuk menembus

jaringan sekitarnya dan menyebar melalui pembuluh darah atau pembuluh getah bening ke tempat jauh (metastasis). Penyebaran sel-sel kanker memerlukan perubahan genetik yang memungkinkan sel-sel tersebut mampu bermigrasi dari organ asalnya ke organ yang letaknya berjauhan. Tetapi migrasi sel kanker saja tidak cukup untuk tumbuhnya metastasis di lokasi baru. Untuk ini diperlukan ketersediaan nutrisi yang cukup yang diperoleh melalui vaskularisasi (angiogenesis). Kemampaun kita untuk mengontrol dan mencegah metastasis memerlukan pengertian yang lebih baik tentang mekanisme yang mendasari metastasis, termasuk mekanisme yang terlibat dalam survival, migrasi dan adhesi maupun kontrol genetik proses tersebut. Saat ini telah dapat diidentifikasi berbagai enzim proteolitik yang mengawali cleavage, aktivasi dan degradasi protein-protein seluler. Di antara enzim yang berperan penting dalam proses degradasi matriks yang diperlukan untuk proses metastasis dan angiogenesis adalah enzim urokinase plasminogen activator (u-PA) dan inhibitor (PAI), metalloproteinase, heparanases, stromelysin dan lain-lain 22,23,24,25,26

Di samping kelainan mekanisme proliferasi dan diferensiasi, sel-sel kanker yang mengalami kelainan genetik memerlukan metabolisme khusus untuk perkembangannya menjadi masa tumor dalam 3 dimensi. Walaupun kelainan metabolik ini tidak merupakan defek mendasar yang menyebabkan kanker, kelainan tersebut dapat merupakan dasar kemampuan sel-sel ganas untuk hidup dan menembus jaringan sekitarnya. Penelitian akhir-akhir ini mengungkapkan bahwa beberapa di antara kelainan genetik yang mengakbatkan perkembangan tumor secara langsung atau melalui hipoksia juga berdampak pada glikolisis yang berperan penting pada kemampuan sel kanker untuk merekrut pembuluh darah baru (angiogenesis).27 Di samping kelainan genetik atau mutasi DNA yang secara langsung berperan pada tumorigenesis, tidak boleh dilupakan kontribusi epigenetik pada perkembangan kanker. Proses epigenetik merupakan kelainan fungsi gen yang diturunkan dan diperantarai oleh faktor-faktor lain di luar kelainan primer pada sekuen DNA. Seperti telah disebut di atas, dengan beberapa pengecualian, setiap sel dalam tubuh manusia memiliki informasi genetik yang sama. Walaupun demikian, terdapat perbedaan yang besar dalam fungsi masing-masing jenis sel. Ini berarti bahwa setiap jenis sel hanya mengekspresikan seperangkat gen spesifik yang diperlukan untuk melaksanakan fungsinya. Ekspresi gen spesifik sesuai jenis sel ini ditentukan saat sel berdiferensiasi melalui interaksi yang kompleks di antaranya sinyal ekstraseluler, faktor transkripsi spesifik jaringan, dan modifikasi kovalen DNA melalui metilasi. Diferensiasi pada umumnya terjadi tanpa perubahan pada sekuen DNA primer, tetapi

Page 9: Onkologi Dasar

9

trait yang diperoleh biasanya stabil dan dapat diwariskan kepada sel-sel keturunannya pada saat pembelahan sel.13

PERUBAHAN BIOKIMIAWI DALAM SEL KANKER Banyak penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi perubahan biokimiawi dalam sel kanker atau sel yang mengalami transformasi dan membedakannya dengan sel normal. Tetapi ternyata penelitian-penelitian itu tidak mampu membedakan perubahan biokimiawi yang menyebabkan transformasi (primer) dari perubahan biokimiawi sebagai akibat transformasi atau sebagai konsekuensi sekunder terjadinya transformasi. Sel kanker biasanya mengandung jumlah kromosom atau rearrangements kromosom yang abnormal (aneuploidi), yang menunjukkan instabilitas genetik yang berperan penting pada tumorigenesis. Selain itu, sel kanker seringkali berbeda dari sel normal dalam beberapa sifat biokimiawi, termasuk di antaranya peningkatan glikolisis, sekresi faktor pertumbuhan, sekresi protease, penurunan ekspresi protein permukaan yang diperlukan untuk adhesi, dan disorganisasi sitoskeleton. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, beberapa di antara perubahan ini secara langsung berkaitan dengan kelainan sifat pertumbuhan sel yang mengalami transformasi. Misalnya ekskresi faktor pertumbuhan mengurangi kebutuhan sel kanker akan faktor pertumbuhan eksogen, penurunan ekspresi molekul adhesi menyebabkan hilangnya contact inhibition, dan perubahan struktur sitoskeleton menyebabkan morfologi sel ganas berbeda dengan sel normal. Walaupun demikian tidak ada satupun penanda fenotip ganas di atas unik untuk sel yang mengalami transformasi, demikian pula tidak jelas apakah perubahan-perubahan itu penyebab atau akibat transformasi. Karena itu untuk lebih memahami sifat-sifat sel kanker perhatian diarahkan untuk mempelajari gen-gen spesifik yang diduga menginduksi transformasi.5 REGULATOR PERTUMBUHAN Seperti telah disebut di atas, sel secara terus menerus dihadapkan pada pengambilan keputusan untuk membelah, diferensiasi atau menjalani proses apoptosis. Ketiganya memberi dampak pada jumlah sel sehingga jalur di mana proses pembelahan, diferensiasi dan apoptosis berlangsung merupakan sasaran aktivitas onkogen dan tumor suppressor genes. Golongan gen lain yang juga merupakan sasaran aktivitas onkogenik adalah gen-gen yang berfungsi dalam perbaikan DNA. Onkogen dan tumor suppressor gene (TSG)

Sebagian besar onkogen dan t umor suppressor gene (TSG) beraksi melalui intervensi langsung pengaturan siklus sel normal. Mutasi proto-onkogen yang menghasilkan amplifikasi dan peningkatan fungsi onkogen (gain of function mutation) mengakibatkan onkogen terus menerus mengaktifkan komponen-komponen lain dalam kaskade transduksi sinyal termasuk faktor transkripsi yang kemudian menghasilkan pembelahan sel. Di lain fihak mutasi pada TSG yang menyebabkan inaktivasi (loss of function mutation) akan berkibat hilangnya rem pengatur laju pertumbuhan.2 Beberapa jenis onkogen secara langsung membatalkan aktivitas protektif TSG dan sebaliknya beberapa jenis TSG dapat mendeteksi adanya onkogen dan berusaha melawannya. Kedua kelompok gen ini berinteraksi melalui suatu jejaring pengaturan sinyal pertumbuhan.28

Di antara onkogen penting yang berfungsi dalam proses di atas adalah onkogen Ras dan cyclin/cdk Onkogen Ras memegang peranan penting dalam transmisi sinyal ekstraseluler ke dalam sel. Untuk fungsinya ini Ras menggunakan beberapa jalur efektor yang melawan aktivitas berbagai gen supresor (TSG), yaitu jalur Ras-Raf dan jalur Ras-PI3K. Kaskade jalur Ras-Raf-Erk merupakan jalur utama yang bertanggung jawab atas transmisi sinyal proliferasi dari membran sel ke nukleus. Diduga aktivasi Ras-Raf-Erk ini mengakibatkan peningkatan

Page 10: Onkologi Dasar

10

transkripsi gen MDM2 yang fungsinya menurunkan stabilitas (destabilisasi) gen p53. Peningkatan transkripsi MDM2 menekan aktivitas p53. Selain menekan aktivitas p53, jalur Ras-Raf juga menekan aktivitas gen NF1 yang terlibat dalam perkembangan neurofibromatosis. Dengan menekan fungsi TSG, jalur Ras-Raf-Erk dapat meneruskan sinyal proliferasi kepada gen-gen dalam nukleus yang relevan. pada jalur Ras-PI3K, Ras mengaktifkan phosphatidyl-inositol 3’kinase (PI3K). Aktivitas PI3K dilawan oleh fosfatase dan keseimbangan antara kedua aktivitas menentukan jumlah fosfatidil-inositol trifosfat pada membran sel. Di antara protein yang diaktifkan dengan cara berikatan dengan fosfatidil-inositol trifosfat adalah serine/threonine kinase Akt. Protein Akt berfungsi melaksanakan proses peningkatan ketahanan hidup yang dipromosikan oleh PI3K.28

Beberapa jenis tumor suppressor gene TSG diprogramkan untuk mendeteksi dan berespons terhadap sinyal yang diberikan oleh onkogen, jadi berfungsi sebagai pertahanan terhadap aktivitas onkogen. Beberapa di antaranya adalah p53, BRCA1/BRCA2, NK4a dan ARF. ARF dapat mengikat MDM2 dan menghambat fungsinya; dengan demikian ia menstabilkan p53. ARF dan INK4a diekspresikan sebagai respons terhadap onkogen Ras dan Myc; dengan demikian ia memberi sinyal kepada gen p53 tentang keberadaan onkogen bersangkutan. Tetapi fungsi gen p53 tidak hanya semata-mata melindungi sel terhadap onkogen; ia juga melindungi sel terhadap kerusakan DNA permanen dengan mendeteksinya dan memberi sinyal kepada gen DNA repair.28 Kehilangan atau inaktivasi gen p53 akan berakibat instabilitas genetik. Jumlah protein p53 bertambah sebagai respons terhadap berbagai sinyal, misalnya sinyal kerusakan DNA, terhentinya sintesis DNA atau RNA atau bila tidak tersedia nukleotida (depletion) Rangsangan yang sama juga mengaktifkan p53 tanpa adanya stress, yang biasanya laten. Peningkatan kecepatan awal translasi mRNA p53 dapat juga mengganggu kestabilan p53. Protein p53 dapat mengalami degradasi melalui berbagai cara, salah satu di antaranya adalah melalui pengikatan dengan protein Mdm2. Gen p53 mutan memiliki half life yang lebih panjang dan produknya tidak mampu meningkatkan ekspresi protein Mdm2 dengan akibat tidak terjadinya degradasi protein p53. Banyak jalur melalui mana sinyal-sinyal ditangkap oleh p53, di antaranya jalur DNA-dependent protein kinase (DNAPK) yang berfungsi meng-fosforilasi p53, jalur MAP-kinase yang memodulasi p53 dan lain-lain. Pada gambar 4 tampak bahwa p53 berakumulasi dan dimodifikasi serta diaktivasi sebagai respons terhadap sinyal-sinyal yang dihasilkan oleh berbagai stres genotoksik Beberapa protein, termasuk ATM, PARP (poly-ADP-ribose polimerase), FAS, BLS (Bloom’s syndrome) dan NBS (Nymegen breakage syndrome) terlibat dalam aktivasi. Jalur RAS-MAP kinase terlibat dalam menentukan kadar basal p53 dan dapat mempengaruhi fungsinya. Beberapa fungsi sel yang dipengaruhi oleh p53 dapat ditekan oleh ekspresi yang tidak terkontrol dari Myc, Bcl2, E1B atau E2F. Kontrol aktivitas p53 mencakup lingkaran autoregulasi yang melibatkan Mdm2. Perangkat lengkap jalur p53 membantu memelihara integritas genom dengan menyingkirkan sel-sel yang rusak, baik dengan menginduksi G1 arrest untuk memperbaiki DNA atau menginduksi apoptosis. Gen p53 juga membantu mengatur masuknya siklus el ke dalam fase mitosis, pembentukan spindle dan integritas sentrosom, yaitu checkpoints siklus sel yang terlibat dalam mencegah kerusakan DNA.2,29 Salah satu jalur yang digunakan oleh p53 untuk menginduksi G1-arrest adalah melalui p21 yang akan melawan aktivitas kompleks cyclin-CDK. Karena itu inaktivasi p21 maupun ekspresi berlebihan cyclin, misalnya cyclin D1 (gambar 5), akan mengakibatkan salah satu jalur regulasi p53 terganggu, dan hal ini sering dijumpai pada berbagai jenis kanker di antaranya kanker kolorektal. Inaktivasi p21 dan atau amplifikasi cyclin berkaitan erat dengan prognosis dan survival.30

Page 11: Onkologi Dasar

11

Stimuli

Jalur Ras-MAP kinase BCL2/ E1B Genomic instability P

+ Fase S berlanjut Gambar 5: Komponen jalur sinyal p53 (dikutip dari Agarwal29) Seperti telah diuraikan di atas, mutasi gen p53 dijumpai pada banyak jenis kanker, misalnya pada 75-80% kanker kolon. Individu yang memiliki kerentanan terhadap predisposisi kanker seperti yang terlihat pada sindrom Li-Fraumeni, dilahirkan dengan mewarisi mutasi pada satu alel gen p53 dan dapat menderita kanker dengan mutasi p53 pada kedua alel, walaupun ada juga yang mutasinya terjadi hanya pada satu alel (disebut dominan negatif). Hal ini disebabkan alel p53 yang mutan mengganggu fungsi alel yang normal (wild type). Mutasi p53 seperti telah disebut di atas mengakibatkan instabilitas genetik dan memudahkan terjadinya mutasi gen lain.2 Gen BRCA1/BRCA2 adalah tumor suppresor gene yang terdapat dalam berbagai jenis sel dan dikaitkan dengan proliferasi dan diferensiasi sel-sel jaringan yang berasal dari ektoderm dan mesoderm. Dalam jaringan payudara, BRCA1/BRCA2 diekspresikan pada sel epitel alveolar dan duktal. Mutasi BRCA1 dan atau BRCA2 dalam germline cells bertanggung jawab atas sebagian besar kanker payudara herediter. Protein BRCA1 terletak pada kompartemen nukleus semua sel. Walaupun demikian, distribusinya dalam nukleus bervariasi sesuai siklus sel; ia berkelompok dalam nukleus selama fase S dan G2 dan tersebar merata dalam nukleoplasma pada fase G1. Lebih dari 200 jenis germline mutations BRCA1 dan lebih dari 80 jenis mutasi BRCA2 telah diidentifikasi yang dapat dijumpai pada keluarga dengan kanker payudara herediter, tetapi peranannya pada kanker payudara sporadis belum diketahui. Walaupun aktivitas biologiknya belum diketahui pasti, bukti-bukti penelitian terakhir mengungkapkan gen tersebut sebagai genome caretakers yang berfungsi memelihara integritas genom.31,32,33,34

Peningkatan jumlah /

aktivitas p53

PARP, ATM, NBS, BLS, FASModifikasi biokimiawi

Hambatan mitosis Spindle checkpoint Duplikasi sentrosom MDM2

p21

BAX

Apoptosis

MYC

Cyclin D

CDK4

RB

E2F G1 arrest

RB E2F

Page 12: Onkologi Dasar

12

Tumor suppressor gene lain yang mempunyai peranan penting dalam mengatur pertumbuhan sel adalah gen retinoblastoma (Rb). Seperti telah disebut di atas protein yang secara langsung mengatur atau diatur oleh cyclin-cdk merupakan sasaran lesi pada kanker. Gen Rb adalah salah satu yang telah dipelajari secara intensif di samping gen p53. Gen ini untuk pertama kali dijumpai pada kanker retinoblastoma herediter. Mutasi Rb tidak terbatas pada retinoblastoma tetapi diumpai pada banyak jenis kanker lain. Kelainan fungsi gen Rb disebabkan deletion pada kromosom 13 q14 (gambar 6) deletion 13q14 Normal Retinoblastoma

Gambar 6: Deletion pada kromosom 13q14

Seperti tampak pada gambar 6, kehilangan region pada kromosom 13q14 mengakibat kan mutasi / inaktivasi gen Rb. Protein yang disandi oleh gen Rb, yaitu p105-Rb, diekspresikan dalam nukleus dalam bentuk hiperfosforilasi atau tidak terfosforilasi. Protein p105-Rb yang tidak terfosforilasi terdapat pada sel yang tidak membelah (istirahat) sedangkan yang terfosforilasi terdapat pada sel yang sedang berproliferasi pada fase G1 akhir, sebelum memasuki fase S. Fosforilasi dan defosforilasi Rb diatur oleh berbagai cyclin, khususnya cyclin-D. Selama fase G1 dari siklus sel, E2F terikat pada p105-Rb yang tidak terfosforilasi tetapi kemudian dilepaskan melalui fosforilasi pada batas fase G1/S. Setelah dilepaskan, E2F mengaktifkan faktor transkripsi yang menjadi sasarannya, di antaranya berbagai enzim yang terlibat dalam sintesis DNA. Kehilangan fungsi atau mutasi Rb, atau adanya DNA virus tumor yang mengikat Rb, menyebabkan gangguan pada proses fosforilasi/defosforilasi Rb yang mengakibatkan gangguan kontrol pertumbuhan.2

Telomere dan telomerase Seperti telah diuraikan di atas, stabilitas genetik merupakan prasyarat untuk pertumbuhan sel normal, sebaliknya instabilitas genetik merupakan salah satu sifat sel kanker yang paling jelas dan banyak sifat sel kanker didasarkan atas instabilitas genetik ini. Stabilitas genetik dapat terganggu melalui berbagai cara, misalnya kegagalan mismatch repair, segregasi kromosom yang tidak tepat, rearrangement kromosom dan kehilangan telomere. Telomere adalah suatu kompleks antara DNA dengan protein yang menutup dan melindungi ujung-ujung kromosom, sedangkan telomerase adalah enzim protein-RNA yang memperpanjang telomere setiap kali setelah pembelahan sel. Pada manusia, sel-sel embrio terbukti mengekspresikan telomerase tetapi pada orang dewasa hanya sedikit sel yang memiliki aktivitas telomerase. Dengan terbatasnya kandungan telomerase, telomere secara bertahap menjadi lebih pendek sejalan dengan bertambahnya umur sel. Erosi ujung kromosom akan membatasi jumlah pembelahan sel. Pada sel kanker, terjadi aktivasi abnormal telomerase yang menyebabkan sel membelah terus. Dengan demikian sinyal untuk

Page 13: Onkologi Dasar

13

menghentikan pertumbuhan diabaikan (by pass) pada tumorigenesis 2,35 Kenyataan ini menimbulkan pemikiran ke arah menghambat aktivitas telomerase sebagai salah satu alternatif terapi.35 Telomerase di anggap sebagai penanda ganas baru yang merupakan indikator prognosis dan sasaran terapi pada kanker.36

Setiap kali sel membelah, selalu ada kehilangan 50-100 pasangan basa pada ujung telomer. Hal ini merupakan konsekuensi polaritas untaian DNA dan mekanisme replikasi DNA. Bila telomere kehilangan sejumlah pasangan basa ia memberikan rangsangan kepada sel untuk menghentikan pembelahan sel. Kehilangan telomere di atasi oleh sel dengan mengaktifkan telomerase yang menambah sekuen telomere untuk mengganti sekuen yang hilang (gambar 7). Aktivasi telomerase mencegah pemendekan kromosom dan penuaan dengan konsekuensi proliferasi terjadi terus menerus. Struktur telomere di ujung kromosom memendek akibat replikasi DNA. Bila panjang telomere mencapai titik kritis, sebagian besar sel keluar dari siklus sel dan berhenti berproliferasi. Enzim telomerase akan menambah asam-asam amino yang diperlukan untuk membentuk telomere sehingga menambah kemampuan sel untuk membelah..37 “badan” kromosom Telomere

Replikasi DNA Telomere pendek Senescence & Aktivasi telomerase crisis Imortalisasi Gambar 7: Aktivasi telomerase mencegah pemendekan kromosom.37 Proses ini berlangsung seimbang, mencegah kromosom memendek selama

pembelahan sel dan mencegah sel untuk menerima sinyal penghentian pembelahan sel. Sel yang memproduksi telomerase di antaranya adalah stem-cell dan sel kanker, sedangkan sel somatik normal tidak memiliki aktivitas telomerase. Stem cell mengurangi produksi telomerase secara bertahap sesuai dengan penuaan sel; kadar telomerase dalam stem cell hanya cukup untuk mencegah kehabisan telomere dalam jaringan yang perlu memperbaharui diri secara cepat.36

Apoptosis

Seperti telah disebut di atas salah satu proses yang memberi dampak pada jumlah sel dalam jaringan termasuk jaringan tumor adalah apoptosis. Apoptosis adalah kematian sel terprogram yang merupakan proses penting dalam pengaturan homeostasis normal. Proses ini menghasilkan keseimbangan dalam jumlah sel jaringan tertentu melalui eliminasi sel yang rusak dan proliferasi fisiologis dan dengan demikian memelihara agar fungsi jaringan normal. Deregulasi apoptosis mengakibatkan keadaan patologis, termasuk proliferasi sel secara tidak

Page 14: Onkologi Dasar

14

terkontrol seperti dijumpai pada kanker. Ada berbagai bukti yang menyatakan kontrol apoptosis dikaitkan dengan gen yang mengatur berlangsungnya siklus sel, di antaranya gen p53, Rb, Myc, E1A dan keluarga Bcl2. Gangguan regulasi proliferasi sel baik akibat aktivitas onkogen dominan maupun inaktivasi tumor suppressor genes ada hubungannya dengan kontrol apoptosis. Beberapa jenis virus onkologik melaksanakan proses transformasi sel dengan cara mengganggu fungsi apoptosis dalam sel. misalnya SV40, herpes dan adenovirus, polioma maupun virus Epstein Barr (EBV). 2,38

Keluarga gen Bcl2 dan produknya diidentifikasi sebagai regulator kunci dalam proses apoptosis dalam banyak jenis sel. Keluarga protein ini dikelompokkan dalam 2 kelompok yaitu kelompok apoptotik dan anti-apoptotik yang berbeda dalam fungsi tetapi mempunyia struktur yang homolog. Yang termasuk kelompok apoptotik adalah Bax, Bak, Bcl-XS, Bad, Bik dan Bid, sedangkan yang termasuk golongan anti-apoptotik adalah Bcl2, Bcl-XL, Mcl-1.39,40 Gambar 8 memperlihatkan rasio relatif heterodimer Bcl2 dan Bax dalam menentukan kerentanan sel terhadap apoptosis.41

Hidup Mati Sinyal apoptosis (on / off) Gambar 8: Kerentanan terhadap apoptosis Dari gambar 8 di atas tampak bahwa ekspresi berlebihan Bcl2 meningkatkan daya

hidup sel, sedangkan ekspresi BAX berlebihan menginduksi apoptosis. Dalam keadaan normal ekspresi BAX dan Bcl2 seimbang.

Mutasi Bcl2 pertama kali diketahui disebabkan translokasi t(14;18) yang berakibat peningkatan fungsi gen bersangkutan. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa ekspresi berlebihan Bcl2 menyebabkan peningkatan daya tahan hidup berbagai jenis sel in vitro dan menghambat apoptosis in vivo.42,43 Bcl-XL menunjukkan homologi dengan Bcl2 dan mampu menghambat apoptosis sama efektifnya dengan Bcl2.44 Sebagian besar khemoterapi dan radiasi ditujukan untuk menginduksi kematian sel kanker melalui jalur apoptosis.45,46,47 Sebaliknya, resistensi sel kanker terhadap khemoterapi dan atau radiasi sebagian disebabkan terganggunya jalur apoptosis, salah satunya disebabkan ekspresi berlebihan Bcl2 atau Bcl-XL.

48 Kenyataan ini membuka kemungkinan untuk memberikan terapi kanker dengan mengembalikan fungsi apoptosis melalui pemberian antisense oligonucleotida. Pada percobaan dengan kultur sel kanker metode ini telah berhasil meningkatkan khemosensitifitas.47,49 Segolongan enzim proteolitik yang berperan penting pada apoptosis adalah caspases. Golongan enzim ini disebut demikian karena merupakan cysteine protease yang merombak asam aspartat (c dari cysteine protease, aspase dari merombak protein pada asam aspartat). Banyak sasaran lisis caspase yang disebut death substrate yang diketahui saat ini, antara lain lamin yang merupakan protein penting pada membran nukleus. Salah satu gambaran apoptosis adalah disorganisasi struktur membran nukleus sehingga lamin termasuk protein

BAX

Bcl2

Bcl2

Bcl2

BAX

BAX

Page 15: Onkologi Dasar

15

penting pada proses apoptosis. Selain bekerja pada nukleus, mesin kematian sel (cell death machinary) juga bekerja di sitoplasma dengan merombak protein-protein substrat yang ada di sitoplasma. Aktivitas caspase berlangsung melalui kaskade yang dalam gambar 9 diperlihatkan dalam bentuk balok warna gelap.

Gambar 9: Kematian sel terprogram secara genetik.50 Dalam gambar di atas tampak faktor-faktor yang berpengaruh pada proses apoptosis berupa berbagai protein adaptor, inhibitor dan pemicu (triggers). Ke dalam golongan amplifier termasuk cytochrome c yang ditransportasikan dari mitochondria ke sitoplasma pada saat apoptosis. Di antara inhibitor apoptosis yang penting, seperti tampak dalam gambar 8 adalah keluarga Bcl2 yang apabila diekspresikan berlebihan akan menghambat translokasi cytochrome-c dari nukleus ke sitoplasma serta mencegah rusaknya membran mitochondria dan dengan demikian mencegah apoptosis.50,51

RINGKASAN

Kanker berkembang melalui serangkaian perubahan bertahap yang berakhir dengan kehilangan kontrol pertumbuhan yang khas bagi sel kanker, yaitu: proliferasi terus menerus secara tidak terkendali, kemampuan menembus jaringan sekitarnya dan kemampuan metastasis jauh. Ciri proliferasi abnormal yang khas bagi sel kanker in vivo sama dengan ciri proliferasi sel kanker in vitro, sehingga dengan percobaan-percobaan in vitro dapat dianalisis berbagai sifat biologik kanker termasuk berbagai gen yang mengaturnya. Pada saat ini telah diketahui berbagai sifat pertumbuhan sel kanker termasuk onkogen dan tumor suppressor gene yang terlibat dalam proses transformasi. Berbagai sifat biologis sel kanker termasuk gangguan dalam proses apoptosis sebagian telah dapat diketahui walaupun belum seluruhnya terungkap. Pengetahuan tentang sifat-sifat sel kanker di tingkat molekuler meningkatkan pengetahuan kita tentang patogenesis kanker dan di kemudian hari dapat digunakan sebagai dasar pemberian terapi yang lebih tepat.

CASPASE

ADAPTOR “Death domain protein”

INHIBITOR Bcl2 family

TRIGGER Apaf-1

AMPLIFIERS? Cytochrome c

Apoptosis inducing factors

Sinyal

APOPTOSIS

mitochondria

Page 16: Onkologi Dasar

16

RUJUKAN 1. Beardsley T. Smart genes. Scientific American 1991; August:86-95 2. Perkins AS and Stern DF. Molecular biology of cancer: Oncogenes.In: deVita VT,

Hellman S, Rosenberg SA.(eds) Cancer; Principles and practice. Philadelphia, Lippincott-Raven Publ 1997; 79-102

3. Krontiris TG. Molecular Medicine: Oncogenes. Mol Med 1995;333: 303-306 4. Caldas C, Ponder BAJ. Cancer genes and molecular oncology in the clinic. The Lancet

1997; 349 (suppl II): 16-18 5. Cooper GM. The Cancer cell. In: Oncogenes 2nd ed. Boston, Jones & Bartlett Publ,

1995: 3-18 6. Bishop JM and Weinberg RA. Introduction. In: Molecular Oncology. New York,

Scientific American, 1996: 1-12 7. Hill RP and Tannock IF. Cancer as a cellular disease. In: The basic sciences of

oncology 2nd ed. New York, McGraw-Hill Inc, 1992: 1-6 8. Kirn D and Hermiston T. Induction of an oncogenis fusion protein by a viral gene – a

new chapter in an old story. Nature Med 1999; 5 (9): 991-992 9. Cooper GM. Tumor viruses. In: Oncogenes 2nd ed, Boston, Jones & Bartlett Publ,

1995: 21-36 10. Martin GS. Normal cells and cancer cells. In: Bishop GM and Weinberg RA (eds):

Molecular oncology. New York, Scientific American 1996: 13-40 11. Metcalf D. Control of leukemic cells by hemopoetic regulators. Hematology:

Education programme and scientific supplement of IX Congress of the ISCH-AP Division: 1999; 9

12. Henderson BE, Bernstein L, Ross R. Etiology of cancer: hormonal factors. In: DeVita VT, Hellman S, Rosenberg SA (eds). Cancer: Principles and practice. Philadelphia, Lippincott-Raven Publ; 1997: 219-227

13. Laird PW. Oncogenic mechanisms mediated by DNA methylation. Mol Med Today, 1997; May: 223-229

14. Nakajima T, Akiyama Y, Shiraishi J, et al. Age-related hypermethylation of the hMLH1 promoter in gastric cancers. Int J Cancer 2001; 94(2): 208-211

15. Yoon JH, Dammann R and Pfeifer GP. Hypermethylation of the CPG island of the RASSFIA gene in ovarian and renal cell carcinomas. Int J Cancer 2001; 94(2): 212-217

16. Egeblad M, Moretenson OH and Jaattela M. Truncated ErbB2 receptor enhances ErbB1 signaling and induces reversible ERK-dependent loss of epithelial morphology. Int J Cancer 2001; 94(2):185-191

17. Buick RN and Tannock IF. Properties of malignant cells. In: Tannock IF, Hill RP (eds). The basic sciences of oncology 2nd ed. New York, McGraw Hill Inc; 1992: 139-153

18. Murakami MS, Strobel MC, Vande Woude GF. Cell cycle regulation, oncogenes and antineoplastic drugs. In: Mendelsohn J, Howley PM, Israel MA, Liotta LA (eds). The molecular basis of cancer. Philadelphia, WB Saunders Co. 1995: 3-17

19. Weinstein IB, Carothers AM, Santella RM. Molecular mechanisms of mutagenesis and multistages carcinogenesis. In: Mendelsohn J, Howley PM, Israel MA, Liotta LA (eds). The molecular basis of cancer. Philadelphia, WB Saunders Co, 1995: 59-85

20. Lowey DR. The causes of cancer. In: Bishop JM, Weinberg RA (eds). Molecular Oncology 1996: 41-60

21. Brugarolas J, Bronson RT, Jacks T. p21 is a critical CDK2 regulator essential for proliferation control in Rb-deficient cells. J Cell Biol 1998; 141: 503-514

Page 17: Onkologi Dasar

17

22. Antalis TM, Lin ML, Donnan K, et al. The serpin plasminogen activator inhibitor type-2 (PAI-2) protects against viral cytopathic effects: evidence for a PAI-2 mediated influence on the IFN-α/β signaling pathways. J Exp Med 1998; 187: 1799-1811

23. Ougborne S, Antals TM. Transcriptional control and the role of silencers in transcriptional regulation in eukaryotes. Biochem J 1998; 331: 1-14

24. Mahony D, Stringer B, Dicckinson JL, et al. Dnase I hypersensitive sites in the 5’ flanking region of the plasminogen activator type 2 (PAI-2) gene are assocciated with basal and TNF-α induced transcription in monocytes. Eur J Biochem 1998; 256(3): 550-559

25. Gohji K, Hirano H, Okamoto M, et al. Expression of three extrasellular matrix degradative enzymes in bladder cancer. Int J Cancer 2001; 95: 295-301

26. Adachi Y, Yamamoto H, Itoh F, et al. Clinicopathologic and prognostic significance of matrilysin expression at the invasive front in human colorectal cancer. Int J Cancer 2001; 95: 290-294

27. Dang CV, Semenza GL. Oncogenic alterations of metabolism. TIBS 1999; Febr: 68-72

28. Serrano M, Massague J. Network of tumor suppressor genes. EMBO Reports 2000; 11 (21): 115-119

29. Agarwal ML, Taylor WR, Chernov MV, et al. The p53 network. J Biol Chem 1998; 273(1): 1-4

30. Holland TA, Elder J, McCloud JM, et al. Subcellular localisation of cyclin D1 protein in colorectal tumours is associated with p21WAF1/CIP1 expression and correlates with patients survival. Int J Cancer 2001; 95: 302-306

31. Scully R, et al. Association of BRCA1 with Rad51 in mitotic and meiotic cels. Cell 1997; 88: 265-275

32. Sharan SK et al. Embryonic lethality and radiation hypersensitivity mediated by Rad51 in mice lacking Brca2. Nature 1997;386: 804-810

33. Scully R et al. Dynamic changes of BRCA1 subnuclear location and phosphorylation state are initiated by DNA damage. Cell 1997; 90: 425-435

34. Feunteun J. Breast cancer and genetic instability: the molecules behind the scene. Mol Med Today 1998; June: 263-267

35. Counter CM. Telomeres and telomerase in cancer. Science & Med 1999; Oct:8-17 36. McKenzie KE, Umbricht CB, Sukumar S. Applications of telomerase research in the

fight against cancer. Mol Med Today 1999; March: 114-122 37. Weinberg RA, Hanahan D. The molecular pathogenesis of cancer. In: Bishop JM,

Weinberg RA.(eds). Molecular Oncology New York Scientific American 1996: 179-204

38. White E. Regulation of apoptosis by the transforming genes of the DNA tumor virus adenovirus. PSEBM, 1993; 204: 30-39

39. Adams JM, Cory S. The Bcl2 protein family: arbiters of cell survival. Science 1998; 281: 1322-1326

40. Huang DC, Adams JM, Corry S. The conserved N-terminal BH4 domain of the Bcl2-homologous is essential for inhibition of apoptosis and interaction with CED-4. Embo J 1998; 17: 1029-1039

41. Yang E and Korsmeyer SJ. Molecular thanatopsis: A discourse on the Bcl2 family and cell death. Blood 1996; 88: 386-401

42. Garcia I, Martinou I, Tsujimoto Y, et al. Prevention of programmed cell death of sympathetic neurons by the bcl2 proto-oncogene. Science 1992; 258; 302-304

Page 18: Onkologi Dasar

18

43. Chao DT, Korsmeyer SJ. BCL2-family: regulators of cell death.Annu Rev Immunol 1998; 16: 395-419

44. Schott AF, Apel IJ, Nunez G et al. Bcl-XL protects cancer cells from p53-mediated apoptosis. Oncogene 1995; 11: 1389-1394

45. Kitada S, Anderson J, Akar S, et al. Expression of apoptosis regulating proteins in chronic lymphocytic leukemia: correlations with in vitro and in vivo chemoresponse. Blood 1998; 91: 3379-3389

46. Kobayashi T, Ruan S, Clodi K, et al. Overexpression of Bax gene sensitizes K562 erythroleukemia cells to apoptosis induced by selective chemotherapeutic agents. Oncogene 1998; 16: 1587-1591

47. Wang CY, Cusack JC, Liu R, et al. Control of inducible chemoresistance : enhanced anti-tumor therapy through increased apoptosis by inhibition of NF-κB. Nat Med 1999; 5: 412-417

48. Reed JC, Miyashita T, Takayama S et al. Bcl2 family proteins: regulators of cell death involved in the pathogenesis of cancer and resistance to therapy. J Cell Biochem 1996; 60: 23-32

49. Xu Z, Fries H, Solioz M, et al. BCL-XL antisense oligonucleotides induce apoptosis and increase sensitivity of pancreatic cancer cells to gemcitabine. Int J Cancer 2001; 94: 268-274.

50. Golstein P. Controlling cell death. Science 1997; 275:1081-1082 51. Adams JM, Cory S. Life-or-death decisions by the Bcl2 protein family. TRENDS in

Biochem Sc 2001; 26(1) 61-66