Upload
trinhnhi
View
236
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
NASKAH PUBLIKASI
PEMBERDAYAAN GURU MATEMATIKA SMK KABUPATEN KLATEN DALAM IMPLEMENTASI KTSP
Oleh D A R N O
NIM : Q 100 090 217
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013
2
3
4
PEMBERDAYAAN GURU MATEMATIKA SMK SEBAGAI UPAYA IMPLEMENTASI KTSP DI KABUPATEN KLATEN
Oleh
Darno1 , Eko Supriyanto2, Ning Setyaningsih3
1Mahasiswa Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta , [email protected]
2Staf Pengajar Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, [email protected]
3Staf Pengajar Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mendiskripsikan kesiapan sekolah dan guru matematika SMK di Kabupaten Klaten dalam mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. (2) mendiskripsikan pemberdayaan guru matematika SMK di Kabupaten Klaten dalam mempersiapkan perangkat pembelajaran. (3) mendiskripsikan kendala yang dihadapi guru matematika SMK di Kabupaten Klaten dalam mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Subyek penelitian ini adalah guru matematika, Kepala Sekolah atau pengawas dan pengurus MGMP di SMK kelompok teknologi, pertanian dan kesehatan Kabupaten Klaten. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian ini adalah (1) diskripsi kinerja guru matematika SMK dalam mempersiapkan perangkat pembelajaran sebagai implementasi KTSP. (2) diskripsi pembinaan dan pendampingan sekolah terhadap guru matematika SMK di Kabupaten Klaten. (3) diskripsi keterlibatan MGMP sebagai organisasi guru mata pelajaran sebagai mitra kerja sekolah dalam merealisasikan perangkat pembelajaran.
Kata kunci : pemberdayaan, guru matematika, perangkat pembelajaran
1
5
EMPOWERING OF VOCATIONAL MATHEMATICS TEACHERS AS KTSP IMPLEMENTATION IN DISTRICT KLATEN
By
Darno1, Eko Supriyanto2, Ning Setyaningsih3 1A student of Post Graduate Teachers Muhammadiyah University of Surakarta,
[email protected] 2Staff Post Graduate Teachers Muhammadiyah University of Surakarta,
[email protected] 3Staff Post Graduate Teachers Muhammadiyah University of Surakarta
Abstract
The purposes of this research are to (1) describe school readiness and mathematics teacher’s at SMK Klaten in implementing the Education Unit Level Curriculum. (2) describe the vocational school mathematics teacher’s empowering in Klaten in preparing component of learning. (3) describe the constraints faced mathematics teacher’s at SMK Klaten in implementing the Education Unit Level Curriculum. Research subject is mathematics teacher’s, principal or superintendent and MGMP board in vocational of technology, agri culture, and healthy group Klaten. The methods for collecting data are interviews, observation and documentation. The results of this research are (1) description the performance mathematisc teacher’s of vocational school in preparing the implementation of learning as Curriculum Education Unit. (2) description of coaching and mentoring mathematics teachers of vocational schools in the District of Klaten. (3) description the involvement of the organization for MGMP subject teachers as partners in realizing the learning administration.
Keywords: empowerment, mathematics teachers, components of learning
2
6
Pendahuluan
Menurut Danim (2003 : 24) kelemahan pendidikan di Indonesia terletak pada
tingkat implementasi bukan pada desain. Hal ini mengisyaratkan bahwa kualitas
pembelajaran lembaga pendidikan formal pada tingkat mikro perlu ditingkatkan.
Persoalan yang sangat penting bagi peningkatan pembelajaran matematika
khususnya untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Proses pembelajaran
matematika yang bermutu akan bermakna dalam memberikan andil yang penting
bagi tercapainya tujuan pendidikan secara umum; yakni pembentukan manusia yang
mampu berfikir logis, sistematik, dan cermat serta bersifat obyektif dan terbuka
dalam menghadapi berbagai permasalahan (Sumardiyono, 2004 : 31)
Desain Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dipandang sebagai
perubahan kurikulum yang ideal, yang perumusannya didasarkan atas kearifan lokal
dengan senantiasa disesuaikan menurut tuntutan perkembangan jaman. Perubahan
kurikulum itu didasari pada kesadaran bahwa perkembangan dan perubahan yang
terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Indonesia tidak
terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta seni dan budaya. Perubahan secara terus-menerus ini menuntut
perlunya perbaikan sistem pendidikan nasional termasuk penyempurnaan kurikulum
untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri
7
dengan perubahan zaman. Oleh karenanya KTSP harus mampu mengcover setiap
perubahan dengan segala bentuk implementasinya.
Secara umum kurikulum tingkat satuan pendidikan bersifat sangat normatif,
yang sebenarnya tidak jauh berbeda dari kurikulum yang berlaku sebelumnya.
Secara operasional kurikulum tingkat satuan pendidikan cukup ideal dalam konsep
namun berat dalam implementasinya. Kurikulum tingkat satuan pendidikan ini lebih
menonjolkan penekanan paradigma dan pendekatan yang telah ada dalam konsep-
konsep pendidikan. Konsep-kosep yang indah ini tidak akan mampu memperbaiki
sistem pendidikan kita jika tidak disertai dengan semangat untuk
mengimplementasikannya. Untuk menjawab persoalan tersebut, akan lebih baik
kiranya jika kita tingkatkan usaha memperbaiki kualitas guru dalam mengawal
keterlaksanaan KTSP. Sebagus apapun kurikulum yang dipersiapkan, jika guru
sebagai pelaksana di lapangan, tidak memiliki kemampuan
mengimplementasikannya dengan baik, maka kualitas yang diharapkan akan tetap
saja hanya menjadi angan-angan dan impian yang tak bertepi.
Hasil penelitian menunjukkan peranan guru lebih besar dari komponen lain
seperti siswa, sarana prasarana dan lingkungan. Bagaimanapun guru yang
berkualitas akan dapat menangani kekurangan sarana prasarana dengan kreatifitas
model pembelajaran yang bisa mengarahkan tercapainya indikator pembelajaran.
Karena itu guru menjadi sangat strategis dan penting dalam upaya mewujudkan
8
pencapaian tujuan pendidikan. Apapun kurikulumnya jika guru tidak menyadari
pentingnya melakukan inovasi dan peningkatan kualitas diri, maka sulit diharapkan
capaian pengetahuan, sikap dan ketrampilan siswa.
Satu persoalan yang cukup memprihatinkan selama ini ialah kurangnya
manajemen pemberdayaan guru, lemahnya kontrol kinerja guru, minimnya
pembinaan terhadap guru. Sehingga guru tidak berdaya terhadap sebuah
perubahan. Jika para dosen mudah mendapatkan kesempatan untuk mengikuti
seminar, lokakarya bahkan mendapatkan beasiswa S2 dan S3, tidak demikian
dengan guru. Pelatihan dan kesempatan guru untuk meng-upgrade SDM masih
minim, Sehingga masih ada guru yang mengajar dengan kemampuan dan
pengetahuan seadanya. Ada guru yang hanya mengandalkan pola “talk and chalk”
yang dikhawatirkan hanya membuat murid-murid apatis dan stres. Bukan karena
beban kurikulum tetapi cara komunikasi dan interaksi guru yang masih sangat
konvensional dan tradisional. Hal tersebut ditambah lagi dengan kondisi
kesejahteraan para guru terutama guru honorer yang masih jauh dari kategori layak.
Rasanya perhatian pemerintah terhadap guru masih jauh dari kata cukup, ini
terutama jika dibandingkan dengan beban berat yang dipikul oleh mereka dalam
rangka mencerdaskan anak bangsa.
Untuk itu upaya peningkatan mutu pendidikan harus dilakukan secara
menyeluruh yang mencakup pengembangan dimensi manusia Indonesia seutuhnya,
9
yakni aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, pengetahuan, keterampilan, seni,
olah raga, dan perilaku. Pengembangan aspek-aspek tersebut bermuara pada
peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup (life-skills) yang diwujudkan
melalui pencapaian kompetensi peserta didik untuk bertahan hidup, menyesuaikan
diri, dan berhasil di masa datang. Dengan demikian peserta didik memiliki
ketangguhan, kemandirian, dan jati diri yang dikembangkan melalui pembelajaran
dan atau pelatihan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan.
Tujuan utama pemberdayaan guru adalah untuk memperkuat penguasaan
guru khususnya kelompok guru yang lemah dan tidak berdaya; baik karena kondisi
internal maupun kondisi eksternal. Ketidakberdayaan guru secara internal
terbangun oleh persepsi guru yang bersangkutan, yang menganggap dirinya tidak
mampu secara akademis mengemban tugas perubahan dan perbaikan tersebut.
Untuk mengatasi hal ini guru harus belajar menggali dan mengembangkan potensi
pribadi secara baik, sehingga melahirkan sikap percaya diri bahwa dirinya mampu
untuk melakukan perubahan tersebut.
Ketidakberdayaan guru secara eksternal terbentuk karena struktur sosial di
mana guru itu berada baik di lingkungan masyarakat ataupun di lingkungan
kedinasan. Di lingkungan masyarakat guru merupakan tokoh panutan yang
mengedepankan pelayanan sosial masyarakat. Namun demikian secara ekonomi
guru di tengah-tengah masyarakatnya menjadi warga kelas dua. Di lingkungan
10
kedinasan, guru senantiasa terkurung dalam sistem yang cenderung kurang
memberikan ruang gerak untuk pengembangan potensi diri.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dimana prosedur penelitian
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan
perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2010:4).
Penelitiann kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi dan lain-lain (Moleong, 2010:6). Kelompok yang diteliti adalah
merupakan komunitas kecil yakni guru matematika SMK kelompok teknologi,
pertanian dan kesehatan di Kabupaten Klaten yang mempunyai karakter yang
berbeda-beda. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi, ethnografi.
Artinya guru yang sudah tahu akan tugas dan kuwajibannya dalam merencanakan
pembelajaran, namun masih ditemukan beberapa guru matematika SMK khususnya
kelompok teknologi, pertanian dan kesehatan yang tidak merumuskan perencanaan
tersebut, ini sebuah fenomena yang patut dicarikan solusinya. Fenomena tersebut
ternyata bukan isapan jempol belaka karena berlangsung secara terus menerus
hingga terasa bembudaya di lingkungan pendidikan.
Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah : (1) wawancara mendalam, yaitu wawancara yang dilakukan tidak
11
menggunakan struktur yang ketat, dengan pertanyaan yang fokus pada
permasalahan agar informasi yang diperoleh cukup mendalam sesuai dengan
karakteristik penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif peneliti merupakan
salah satu alat pengumpul data, sehingga dengan kapasitasnya dapat mengarahkan
data penelitian supaya lebih fokus. Informan yang diwawancarai adalah guru
matematika SMK kelompok teknologi, Kepala Sekolah, pengawas, dan pengurus
MGMP matematika. Data yang ingin diperoleh dalam wawancara adalah data
tentang perangkat pembelajaran yang disiapkan oleh guru matematika SMK dalam
merencanakan pembelajaran melalui RPP, prota dan promes. (2) Observasi,
pengamatan langsung terhadap aktifitas guru matematika SMK dalam merumuskan
perangkat pembelajaran dan implementasinya di lapangan. (3) Dokumentasi,
sebagai upaya peneliti untuk menemukan bukti fisik perangkat pembelajaran yang
dirumuskan oleh guru matematika SMK khususnya kelompok teknologi, pertanian
dan kesehatan.
Hasil penelitian dan Pembahasan
Menurut kualifikasi pendidikan guru matematika SMK kelompok teknologi,
pertanian dan kesehatan Kabupaten Klaten cukup memadai karena semua
berpendidikan sarjana, meskipun masih ada sarjana non pendidikan tetapi sudah
berijazah AKTA IV. Dari informasi ini rasanya tidak perlu membedakan tingkat
pendidikan dalam memberdayakan guru-guru tersebut.
12
Karakteristik guru matematika SMK kelompok teknologi, pertanian dan
kesehatan Kabupaten Klaten menurut masa kerja kebanyakan lebih dari lima tahun.
Respon yang diperoleh dari hasil wawancara, bahwa guru yang telah memiliki masa
kerja lebih banyak cenderung merasa lebih berpengalaman hingga mereka
beranggapan tidak perlu lagi membuat perangkat pembelajaran segala. Mereka
berfikir tanpa perangkat pembelajaran saja siswa yang dididiknya sudah pinter. Guru
yang sudah lama memilki pengalaman mengajar relatif menunjukkan penurunan
kinerja, hal ini sesuai dengan pernyataan Jeremy Meyer ;
“teachers stop showing signs of improvement after about four years on the job –
even after a master’s degree or obtaining tenure”
blogs.denverpost.com/coloradoclassroom/2009/04/22/researcher-teacher-improvement-
plateaus-after-4-years posted Aprill 22, 2009, 09.31 MT.
Status kepegawaian guru matematika SMK kelompok teknologi, pertanian dan
kesehatan di Kabupaten Klaten kebanyakan guru swasta, bahkan lebih dari 50% yang
tersebar di lebih dari 50 sekolah. Dari sekian banyak sekolah berstatus swasta, sehingga
perlu adanya kebijakan partisipatif dari berbagai fihak.
Struktur kurikulum tingkat satuan pendidikan mengalokasikan waktu pembelajaran
matematika berdurasi waktu minimal 516 jam pembelajaran. Operasionalnya di tingkat
satuan pendidikan waktu pembelajaran matematika teralokasikan 4 – 6 jam pembelajaran
setiap pekannya. Hal ini perlu penyikapan secara profesional, karena kalau tidak akan
menyebabkan ada guru yang kebanyakan jam mengajar, sehingga perangkat
13
pembelajarannya sedikit terabaikan. Di sisi lain ada guru yang belum cukup jam
pembelajarannya, sehingga harus mengajar di lebih dari satu sekolah dengan mobilitas
tambahan yang menyebabkan berkurangnya waktu untuk membuat rumusan perangkat
pembelajaran. Hal ini sesuai dengan temuan Momon Sudarma yang mengemukakan bahwa,
pembahasan beban kerja bisa menyebabkan (a) guru tidak efektif dalam memberikan
layanan pendidikan, (b) rendahnya produktivitas guru sebagai tenaga profesi, (c) adanya
guru yang bekerja separoh waktu, (d) tingginya kemungkinan guru untuk memiliki tempat
kerja lebih dari satu lokasi dengan alasan untuk mencukupi kebutuhan hidup.
Interpretasi Hasil dan Analisis Kesenjangan
Interpretasi hasil dan analisis kesenjangan dilakukan berdasarkan tema-tema yang
terbentuk untuk setiap tujuan khusus penelitian ini. Pembahasan tema-tema
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Respon guru matematika SMK kelompok teknologi terhadap keragaman
perangkat pembelajaran
Sesuai lampiran Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar
Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang menyatakan bahwa
perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP).
Lebih dari 90% guru matematika SMK di Kabupaten Klaten menyiapkan
RPP, meskipun banyak diantaranya sekedar memenuhi tuntutan tugas dan
kewajiban. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) merupakan perangkat
14
pembelajaran yang penting bagi guru. RPP digunakan untuk memberi arah
pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran. Joseph dan Leonard dalam
Mulyasa E. (2006; 221) mengungkapkan : “teaching without adequate written
planning is sloppy and almost always ineffective, because the teacher has not
thought out exactly what to do and how to do it.” Dari kutipan ini menguatkan
betapa pentingnya rencana pelaksanaan pembelajaran dalam rangka
menyukseskan implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan di tingkat
sekolah.
Munculnya pernyataan bahwa, “guru yang penting actionnya bukan
perencanaan mengajarnya” patisipan memberikan umpan balik bahwa action
yang terencana akan jauh lebih baik dari pada action secara spontanitas. Karena
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) memuat setidaknya tujuan
pembelajaran dan strategi pencapaiannya. Untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan membutuhkan identifikasi, metodologi dan pengorganisasian materi
pembelajaran dari sinilah rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) menjadi
sangat diperlukan dalam pembelajaran. Sesuai dengan konsep Cynthia dalam E.
Mulyasa (2006; 221) yang mengemukakan bahwa proses pembelajaran yang
dimulai dengan fase pengembangan perencanaan pelaksanaan pembelajaran
ketika kompetensi dan metodologi telah diidentifikasi akan mampu membantu
15
guru dalam mengorganisikan materi standar, serta mengantisipasi peserta didik
dan masalah-masalah yang mungkin timbul dalam pembelajaran.
Responden menyatakan bahwa format perangkat pembelajaran yang
sering berubah-ubah memberikan kesulitan tersendiri bagi guru matematika di
SMK dalam mengimplementaskani kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Disamping kurangnya penguasaan guru matematika terhadap perkembangan
teknologi informasi. Sesuai dengan konsep Joko Prastowo (2010; 39) yang
menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat harus melek teknologi. Artinya
pemberdayaan pendidikan dalam hal ini guru matematika SMK kelompok
teknologi, pertanian dan kesehatan dapat memanfaatkan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai
dengan baik.
b. Strategi pembuatan perangkat pembelajaran
Dari catatan lapangan ditemukan guru matematika kesulitan dalam
memetakan waktu pembelajaran. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi hal
tersebut, antara lain;
1) Silabus dengan durasi waktunya yang diadopsi secara utuh, sehingga guru
sulit membuat analisis berdasarkan kalender pendidikan.
2) Sekolah tidak merumuskan kalender pendidikan.
16
3) Masuknya muatan-muatan budaya dan pembentukan karakter bangsa
berakibat bertambahnya kebutuhan waktu.
4) Masuknya kegiatan-kegiatan sekolah non akademik dalam kalender
pendidikan menyebabkan berkurangnya waktu efektif pembelajaran.
c. Mengelola perangkat pembelajaran secara kolektif.
Banyaknya perangkat pembelajaran yang harus disiapkan, menyebabkan
ketidak efektifan kerja guru. Muncullah kesepahaman sesama guru sejenis
untuk berkolaborasi menyikapi perangkat pembelajaran. Pola kolaborasi
dengan teman sejawat relatif dapat meringankan beban guru dalam
pembuatan perangkat pembelajaran yang beraneka ragam. Bentuk kolaborasi
yang diharapkan dapat membentuk semangat kebersamaan mencari solusi
dengan membuat analisis perangkat pembelajaran yang baik, bukan untuk
sekedar copy paste.
Ketika responden ditanya tentang bagaimana harapan guru terhadap
MGMP matematika, jawaban yang muncul adalah hendaknya MGMP
matematika membuat terobosan dalam pembuatan perangkat pembelajaran
hingga meringankan beban gur secara umum. Seperti disampaikan E. Mulyasa
(2009 : 80) MGMP juga dapat menyusun dan mengevaluasi perkembangan
pembelajaran. Mulyasa E. (2006 : 38) mengungkapkan bahwa MGMP yang
dilakukan dengan intensif dapat dijadikan sebagai wahana pengembangan diri
17
guru untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan guru serta menambah
pengetahuan dan keterampilan dalam pembelajaran.
d. Penyiapan bahan ajar matematika
Penyiapan bahan ajar bagi guru khususnya guru matematika sangatlah
penting artinya. Umumnya bahan ajar untuk pembelajaran matematika
disiapkan oleh tim musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) matematika.
Meskipun bahan ajar yang disiapkan oleh MGMP sifatnya sebagai pendaping
buku teks, namun banyak guru matematika yang sering menjadikannya
sebagai acuan utama. Hal ini disebabkan keterbatasan buku teks yang
diterbitkan oleh pusat kurikulum dan perbukuan.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya beberapa guru yang tidak
menyiapkan perangkat pembelajaran yang meliputi; program tahunan, program semester,
rencana pelaksanaan pembelajaran dan perangkat pembelajaran yang lain disebabkan
beberapa hak berikut, antara lain :
1. Kurangnya kesadaran guru matematika akan pentingnya perangkat pembelajaran.
Perangkat pembelajaran khususnya Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
bermanfaat untuk memandu, mengarahkan proses pembelajaran supaya lebih efektif
dan efisien. Dengan RPP pembelajaran jadi lebih mudah dan terarah. Untuk
memberdayakan guru matematika SMK Kabupaten Klaten yang kurang kesadarannya
dalam memahami pentingnya perangkat pembelajaran, maka satuan pendidikan atau
18
institusi di atasnya perlu memahamkan guru-guru tersebut dengan melakukan
pembinaan secara kolektif individual. Artinya kepala sekolah, pengawas atau dinas
pendidikan dapat bersinergi dapat melakukan pembinaan secara umum apabila secara
umum tidak berhasil dapat dilakukan secara individu dengan cara memanggilnya untuk
diberi pengarahan.
2. Kurangnya pemahaman guru terhadap tugas pokoknya
Untuk memberdayakan guru matematika SMK di Kabupaten Klaten yang kurang bisa
memahami akan tugas pokoknya perlu ditunjukkan regulasi yang mengatur tugas
pokok guru berikut implikasi logisnya.
3. Kurangnya kemampuan untuk mengakses perubahan dan perkembangan teknologi
informasi
Masih cukup banyak guru matematika SMK Kabupaten Klaten yang kurang mampu
mengakses perubahan terutama terkait dengan perkembangan teknologi informasi hal
ini dapat dilihat adanya guru sertifikasi yang kurang memenuhi great lulus uji
kompetensi guru (UKG). Untuk memberdayakan guru matematika SMK Kabupaten
Klaten yang kurang mampu merumuskan perangkat pembelajaran diupayakan adanya
workshop awal tahun pembelajaran. Guru matematika juga dituntut untuk menguasai
teknologi informasi, maka sekolah dapat melaksanakan pelatihan secara lebih intensif.
Atau yang pernah dilaksanakan melalui kegiatan MGMP melaksanakan pelatihan
computer tingkat dasar yang meliputi pengelolaan mocrosoft word dan Microsoft
excel dan pelatihan computer tingkat lanjut yang meliputi ; pengelolaan pembelajaran
dengan powerpoint dan akses internet.
19
4. Lemahnya kontrol penjaminan proses pembelajaran
Ada guru matematika SMK Kabupaten Klaten yang tidak merumuskan perangkat
pembelajaran karena relative tidak pernah ditanyakan, tidak pernah dikontrol. Untuk
memberdayakan guru matematika SMK yang seperti ini supervise pembelajaran dapat
dilakukan secara konsisten. Hal ini dapat dilaksanakan melalui kepala sekolah dengan
wakil kepala sekolah urusan kurikulum atau juga bisa juga dilaksanakan oleh pengawas.
5. Malasnya guru yang bersangkutan
Untuk memberdayakan guru matematika SMK Kabupaten Klaten yang malas membuat
perangkat pembelajaran secara persuasive dilakukan dengan pemberian reward atau
punishment.
20
DAFTAR PUSTAKA
Anif , S., 2012, Profesi Guru (Antara Konsep, Implementasi dan Pola Pembinaa), Surakarta, Badan Penerbitan UMS.
Cheng M. L. Diana; Yuen P. K. 2010, The Development of Special Education in Macau, International Journal of Education, Vol 25, No. 2
Danim S, 2003. Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Bandung, Pustaka Setia.
.............., 2006. Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
David A. Watkins, 2005, From beginning teacher education to professional teaching: A Study of the thinking of Hong Kong primary science teachers, Teaching and Teacher Education 21 (2005) 524 – 541
Dep. Dik. Nas. 2008, BIMBINGAN TEKNIS (Teknis Penyusunan KTSP pada Sekolah Menengah Kejuruan), Jakarta, Dirjen. Pembinaan SMK.
James M. Smith, Brian A. Lotven, 1999. Teacher empowerment in a rural setting : fact versus fantasy, Education, Spring
Jeremy Meyer, 2009. blogs.denverpost.com/coloradoclassroom/2009/04/22/researcher-teacher-improvement-plateaus-after-4-years posted Aprill 22, 2009, 09.31 MT.
Lexy J. Moleong, 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.
Marjuki, S., H.M, 2010. Pendidikan Nonformal (Dimensi dalam Keaksaraan Fungsional, Pelatihan dan Andragogi), Bandung, PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Mulyasa, E, 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung, PT. Remaja Rosda Karya.
................., 2009. Kurikulum Yang Disempurnakan, Bandung, PT. Remaja Rosda Karya.
17
21
Muchlis R. Luddin, Ketidakberdayaan Guru, http://transformasi.multply.com/journal/item/15
Niess M. L., 2005, Preparing teachers to teach science and mathematics with technology: Developing a technology pedagogical content knowledge, Teaching and Teacher Education 21 (2005) 509 – 523
Paul M. Terry, “Empowering Teachers As Leaders”, University of Memphis, National FORUM Journals, 4000 Lock Lane Suite 9/KL, Lake Charles, LA 70605
Paul Ernest,2005. “Empowerment In Mathematics Education”, University of Exeter, United Kingdom, November 2010.
Partanto, P. A. ; M. Dahlan Al Barry, 1994, Kamus Ilmiah Populer, Ariloka, Surabaya
Prastowo J., 2010, Belajar Dari Masyarakat, Yogyakarta, Samudra Biru. Rogier A. van’t Rood, 2002, “Implementing the Empowerment Triangle” Rohmani, Kompas.com, Rabu ; 16/11/2011
Rokhman W., J. 2003. Pemberdayaan dan komitmen: Upaya mencapai kesuksesan organisasi dalam menghadapi persaingan global, http://www. educ.queensu.ca/�ar/reports/Jwebster.pdf. Diakses pada tanggal 25 Juni 2010
Santyasa Wayan I, 2007. Dimensi-dimensi Teoritis Peningkatan Profesionalitas Guru,
Singaraja Bali, Universitas Pendidikan Ganesha.
Sudarma M, 2007, Pemberdayaan Guru Melalui Vitalisasi Beban Kerja, Jurnal Educare, Vol. 1 Tahun I Januari – Juli 2007. UPI Bandung
Suharto E., 2009. Membangun Masyarakat Membardayakan Rakyat, Bandung, PT Refika Aditama.
Spradley James P., 2007, Metode Etnografi Edisi II. Yogyakarta: Tiara Wacana, .
Steven Z. Athanases, 2005, Focusing new teacher on diversity and equity: Toward a knowledge base for mentors, Teaching and Teacher Education 21 (2005) 843 – 862
22
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung, Alfabeta.
..............., 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung, Alfabeta.
Sukmadinata, N. S., 2006, Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah, Bandung, Refika Aditama.
Sumardiyono, 2004, Paket Pembinaan Penataran: Karakteristik Matematika dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Matematika. http://p4tkmatematika.org/downloads/ppp/PPP04_KarMtk.pdf. Didownload pada 25 November 2011.
Sufyarma, http://transformasi.multiply.com/journal/item/15, Thursday, 02 December 2010 diakses 7 Desember 2010
Suyanto, 2007, Tantangan Profesional Guru di era Global, Universitas Negeri Yogyakarta.
Suryana, 2009, Achievement Motivation and Empowerment (Seri Manajemen Sumberdaya Manusia), Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.
Surakhmad W., Guru Pahlawan Yang Merana, ,
http://transformasi.multply.com/journal/item/14. Diakses 3 Pebruari 2011.
Sutopo, H.B, 2006, Metodologi Penelitian kualitatif (Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian), Universitas Sebelas Maret Surakarta