28
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602- 73470-5-2 169 MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN : IMPLEMENTASI CAP DALAM PENATAAN KAMPUNG AKUARIUM DI DKI JAKARTA Sinta Eka Marlina 1 , Yusuf Fadli 2 , Arif Ginanjar 3 Universitas Muhammadiyah Tangerang [email protected], [email protected], [email protected] ABSTRAK Keberadaan permukiman kumuh menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perkembangan sebuah kota. Area perkampungan kumuh menyimpan beberapa problem seperti tingkat kepadatan penduduk, kondisi bangunan, ventilasi, sanitasi, sampah, drainase, jalan lingkungan, penerangan dan tata letak bangunan. Paradigma pembangunan urban senantiasa memposisikan permukiman kumuh sebagai sebuah masalah sehingga perlu dihilangkan. Pendekatan tersebut justru seringkali menimbulkan permasalahan baru yang berujung pada konflik antara pemerintah dan masyarakat. Di DKI Jakarta, terdapat 445 RW yang memerlukan perhatian khusus untuk ditata, ini menandakan bahwa permasalahan permukiman warga tersebut belum bisa terselesaikan, meskipun kepemimpinan politik sudah silih berganti. Pada tahun 2017, pemerintah DKI Jakarta mulai mencanangkan visi “Kota Lestari”, salahsatu hal yang ditempuh adalah dengan program penataan kawasan kumuh. Melalui pola pembangunan inklusif dan kerja kolaborasi dari banyak pihak, maka diharapkan penataan kampung kumuh tersebut akan menciptakan kampung yang layak huni dan berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktifis dengan pendekatan metode kualitatif. Pendekatan ini digunakan untuk memahami bagaimana proses pembangunan berbasis komunitas berjalan dan kerja kolaborasi antar aktor di lapangan dilakukan dalam penataan kampung kumuh di DKI Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa model kolaborasi pemerintah dan masyarakat dalam pelaksanaan Community Action plan (CAP) adalah dengan melakukan perencanaan bersama-sama melalui pola diskusi dan negosiasi. Kata Kunci: Permukiman Kumuh, Penataan Kampung, Kerja Kolaboratif, Kampung Akuarium ABSTRACT The existence of slums is an inseparable part of the development of a city. Slum areas save a number of problems such as the level of population density, building conditions, integration, sanitation, waste, drainage, roads Environment, lighting and building layout. The urban development paradigm always positions slums as a problem that needs to be eliminated. For those who have an interest in society, and lead to conflicts between the government and the community. In DKI Jakarta, attended by 445 RWs that require special attention to be arranged, this indicates that the settlements could not be completed, while political negotiations have alternated. In 2017, the DKI Jakarta government began to launch a vision of "Sustainable City", one of the things taken was the slum structuring program. Through inclusive development patterns and collaborative work from many parties, it is hoped that the arrangement of the slum will create a decent and livable village. This study uses a constructive paradigm using qualitative methods. This recommendation is used to discuss how the community-based development process and collaboration between actors in the field are carried out in the arrangement of slums in Jakarta. The results of this study indicate that the collaboration model between the government and the community in implementing the Community Action Plan (CAP) is by planning together through discussion and negotiation patterns. Keywords: Slum Settlement, Kampung Arrangement, Collaborative Work, Aquarium Kampung PENDAHULUAN Urgensitas penataan kampung yang merupakan tempat tinggal bagi masyarakat urban menjadi salah satu hal yang fundamental dalam pembangunan

MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

169

MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN

PERKOTAAN : IMPLEMENTASI CAP DALAM PENATAAN

KAMPUNG AKUARIUM DI DKI JAKARTA

Sinta Eka Marlina1, Yusuf Fadli2 , Arif Ginanjar3

Universitas Muhammadiyah Tangerang

[email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Keberadaan permukiman kumuh menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perkembangan sebuah

kota. Area perkampungan kumuh menyimpan beberapa problem seperti tingkat kepadatan

penduduk, kondisi bangunan, ventilasi, sanitasi, sampah, drainase, jalan lingkungan, penerangan

dan tata letak bangunan. Paradigma pembangunan urban senantiasa memposisikan permukiman

kumuh sebagai sebuah masalah sehingga perlu dihilangkan. Pendekatan tersebut justru seringkali

menimbulkan permasalahan baru yang berujung pada konflik antara pemerintah dan masyarakat. Di

DKI Jakarta, terdapat 445 RW yang memerlukan perhatian khusus untuk ditata, ini menandakan

bahwa permasalahan permukiman warga tersebut belum bisa terselesaikan, meskipun

kepemimpinan politik sudah silih berganti. Pada tahun 2017, pemerintah DKI Jakarta mulai

mencanangkan visi “Kota Lestari”, salahsatu hal yang ditempuh adalah dengan program penataan

kawasan kumuh. Melalui pola pembangunan inklusif dan kerja kolaborasi dari banyak pihak, maka

diharapkan penataan kampung kumuh tersebut akan menciptakan kampung yang layak huni dan

berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktifis dengan pendekatan metode

kualitatif. Pendekatan ini digunakan untuk memahami bagaimana proses pembangunan berbasis

komunitas berjalan dan kerja kolaborasi antar aktor di lapangan dilakukan dalam penataan kampung

kumuh di DKI Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa model kolaborasi pemerintah dan

masyarakat dalam pelaksanaan Community Action plan (CAP) adalah dengan melakukan

perencanaan bersama-sama melalui pola diskusi dan negosiasi.

Kata Kunci: Permukiman Kumuh, Penataan Kampung, Kerja Kolaboratif, Kampung Akuarium

ABSTRACT The existence of slums is an inseparable part of the development of a city. Slum areas save a number

of problems such as the level of population density, building conditions, integration, sanitation,

waste, drainage, roads Environment, lighting and building layout. The urban development paradigm

always positions slums as a problem that needs to be eliminated. For those who have an interest in

society, and lead to conflicts between the government and the community. In DKI Jakarta, attended

by 445 RWs that require special attention to be arranged, this indicates that the settlements could

not be completed, while political negotiations have alternated. In 2017, the DKI Jakarta government

began to launch a vision of "Sustainable City", one of the things taken was the slum structuring

program. Through inclusive development patterns and collaborative work from many parties, it is

hoped that the arrangement of the slum will create a decent and livable village. This study uses a

constructive paradigm using qualitative methods. This recommendation is used to discuss how the

community-based development process and collaboration between actors in the field are carried out

in the arrangement of slums in Jakarta. The results of this study indicate that the collaboration

model between the government and the community in implementing the Community Action Plan

(CAP) is by planning together through discussion and negotiation patterns.

Keywords: Slum Settlement, Kampung Arrangement, Collaborative Work, Aquarium Kampung

PENDAHULUAN

Urgensitas penataan kampung yang merupakan tempat tinggal bagi

masyarakat urban menjadi salah satu hal yang fundamental dalam pembangunan

Page 2: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

170

berkelanjutan suatu negara. Masalah tempat tinggal sering kali menjadi pemicu

yang menimbulkan masalah-masalah sosial lainnya, sehingga sebagai pembuat

kebijakan pemerintah tidak boleh mengabaikan problem mengenai tempat tinggal

tersebut. Perubahan paradigma dalam proses pembangunan yang pada awalnya

lebih bersifat Top Down dan sekarang mulai mengarah kepada pembangunan yang

mengedepankan keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pembangunan.

Di Indonesia ketersediaan permukiman yang layak menjadi permasalahan

krusial pada setiap era pemerintahan khususnya di kota-kota besar semisal Medan,

Jakarta, Bandung, Surabaya dan Makasar permukiman kumuh menjadi

pemandangan umum yang dapat dilihat oleh siapapun (DetikFinance, 2013).

Provinsi DKI Jakarta merupakan pusat pemerintahan, ekonomi, perdagangan dan

jasa, sehingga menjadi magnet kuat bagi banyak pihak untuk mengadu dan

menggantungkan masa depannya. Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statisik)

Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2015, DKI Jakarta memiliki jumlah penduduk

mencapai 10,18 juta jiwa. Kemudian pada tahun 2016 meningkat menjadi 10,28

juta jiwa, dan bertambah menjadi 10,37 juta jiwa pada 2017. Artinya, dalam dua

tahun terkahir jumlah penduduk di DKI Jakarta bertambah 269 jiwa setiap hari atau

11 orang per jam (Datakata, 2018). Dampaknya kemudian adalah gelombang

urbanisasi besar-besaran dari desa menuju Kota Jakarta, tentunya hal ini

meninggalkan tantangan-tantangan baru bagi Jakarta, Salahsatu contohnya di

bidang permukiman.

Urbanisasi berimplikasi kepada tingginya tingkat permintaan hunian, akan

tetapi di satu sisi daya tampung kota sudah sangat terbatas, sehingga pilihan yang

tersedia bagi masyarakat urban khususnya yang tidak mampu untuk bisa mengakses

hunian yang layak dan terjangkau tidak terlalu banyak. Pada akhirnya, selama

berpuluh tahun mereka terpaksa menempati tanah-tanah yang secara hukum adalah

“illegal” karena berstatus milik “negara”, seperti di bantaran sungai, daerah resapan

air, pinggiran rel kereta sebagai tempat hunian. Secara berproses permukiman

tersebut berkembang dalam format yang tidak ideal karena disertai dengan beragam

permasalahan sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, kesehatan, lingkungan dan

rendahnya kualitas hidup. Pada perjalanannya nanti, kelas masyarakat ini menjadi

sangat rentan menjadi korban arogansi kekuasaan yang mengatasnamakan negara

Page 3: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

171

kemudian merasa berhak untuk menggusur paksa bangunan-bangunan yang

dianggap tidak lagi sejalan dengan arah perkembangan sebuah kota modern.

Jakarta di bawah kepemimpinan Anies Baswedan memiliki visi

pembangunan Jakarta Kota Lestari, untuk mewujudkannya terdapat tiga hal yang

akan ditempuh, yaitu meliputi penataan kawasan permukiman, penyediaan ruang

terbuka hijau, dan pengelolaan lingkungan hidup (RPJMD DKI Jaakarta, 2018).

Dalam hal penataan permukiman, secara legal formal dituangkan melalui Peraturan

Gubernur Nomor 90 tahun 2018 Tentang Peningkatan Kualitas Permukiman Dalam

Rangka Penataan Kawasan Permukiman Terpadu. Berdasarkan hasil kajian yang

dikeluarkan oleh BPS Provinsi DKI Jakarta menunjukkan: 75 RW (14%) masuk

dalam kategori tidak kumuh sedangkan 445 RW (86%) masuk dalam kategori

kumuh, dengan perincian: 15 RW (3,37%) kumuh berat, 99 RW (22,25%) kumuh

sedang, 205 RW (46,07%) kumuh ringan, dan 126 RW (28,31%) kumuh sangat

ringan. Pemerintah DKI Jakarta kemudian mengembangkan pola pembangunan

berbasis komunitas, di mana pemerintah berupaya untuk mengikutsertakan

berbagai pihak kelompok masyarakat untuk terlibat aktif dalam mewujudkan Kota

Lestari.

Terdapat tiga fase dalam penataan permukiman kumuh ini, pelaksanaan

Community Action Plan (CAP) yang merupakan suatu program yang turut serta

mendorong terciptanya koordinasi dan kolaborasi dari berbagai pihak di lingkungan

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta para stakeholders, yang selanjutnya menjadi

acuan keberlanjutan Program Penataan Kawasan. Fase kedua adalah Collaborative

Implementation Program (CIP) yang Merupakan langkah lanjutan untuk

merealisasikan konsep CAP yang telah disusun. Proses CIP dilakukan melalui

pembangunan fisik dan pemberdayaan masyarakat yang partisipatif, antara lain

dengan land consolidation. Dan ketiga, program monitoring dan evaluasi yang

merupakan upaya untuk menjaga keberlanjutan program penataan kawasan, yang

hasil rekomendasinya diharapkan dapat menjaga keberlanjutan program tersebut.

Kolaborasi pemerintah dalam pelaksanaan program Community Action Plan

(CAP) untuk melakukan penataan kawasan perkotaan berbasis partisipasi

masyarakat ini dimaksudkan agar terciptanya harmonisasi antara pemerintah dan

Page 4: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

172

masyarakat dalam membangun peradaban urban untuk menjadikan kampung

kumuh sebagai tempat tinggal yang layak bagi masyarakat marginal Jakarta.

Melalui program Community Action Plan (CAP) warga marginal Jakarta

melakukan perencanaan bersama-sama dengan beberapa pegiat Non Goverment

Organization dan juga pemerintah DKI Jakarta untuk membuat dokumen CAP

sebagai acuan penataan kampung yang terindikasi kumuh.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini akan diarahkan untuk menggunakan metode kualitatif dan

studi kasus dalam menganalisa model penataan kampung kumuh berbasis

masyarakat. Penelitian kualitatif merupakan tradisi dari konstruktifisme dengan ciri

khas pemaknaan subjektif dalam menganalisa realitas sosial. Penelitian studi kasus

bersifat untuk menyelidiki konteks sosial yang tidak terlihat secara tegas sehingga

perlu untuk melihat data dari berbagai sumber melalui proposisi teoritis yang

dikembangkan sebelumnya (Yin 2003). Lokasi penelitian ini dilakukan di

Kampung Akuarium Jakarta Utara. Pemilihan lokasi ini karena daerah tersebut

termasuk kedalam prioritas dari program penataan kampung kumuh di DKI Jakarta.

Selain itu, keterlibatan masyarakat, lembaga non pemerintah dan institusi

pemerintah sudah berlangsung.

Data penelitian yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder yang

relevan. Data primer dikumpulkan melalui wawancara mendalam (in-depth

interview), rembug warga dan observasi. Pengumpulan data sekunder didapatkan

melalui media social, arsip, peta, laporan/penelitian terdahulu dan laporan instansi

pemerintah yang mendukung penelitian. Beberapa langkah awal yang dilakukan

peneliti adalah dengan menyiapkan alat bantu penelitian, alat tulis, alat perekam,

pengurusan perizinan penelitian, pedoman wawancara dan observasi. Penelitian ini

menggunakan teknik trianggulasi sumber data, yakni melalui cek data silang (cross-

check) dan cek ulang pada sumber data yang sama (re-check). Data kualitatif akan

dianalisa dengan mengelompokkan informasi berdasarkan jawaban yang sudah

diberikan oleh responden. Pengelompokan data ini didasarkan pada upaya untuk

menjawab pertanyaan penelitian.

Page 5: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

173

KERANGKA TEORI

Dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah Community Development

dan Collaborative Government. Community Development didefinisikan sebagai

gerakan sosial yang fokusnya pada pembangunan desa di negara-negara

berkembang di mana pada penerapannya gerakan sosial ini diawali dengan upaya

dari masyarakat yang diintegrasikan dengan otoritas pemerintah guna

meningkatkan kondisi ekonomi, sosial dan budaya masyarakat sehingga

masyarakat dapat terintegrasi ke dalam kehidupan nasio dan dapat meningkatkan

kontribusinya dalam kemajuan nasional (Irwansyah, 2019).

Community development juga dapat diartikan sebagai jaringan actor yang

terlibat dalam kegiatan melalui asosiasi di suatu tempat (Wilkinson, 1991).

Terdapat beberapa poin penting untuk ditekankan dalam definisi ini. Pertama,

definisi ini terbatas kepada "komunitas tempat" daripada "komunitas kepentingan".

Terfokus pada hubungan sosial yang ditentukan oleh wilayah bukan hanya oleh

minat. Contoh dari "komunitas kepentingan" adalah sekelompok orang yang

memiliki hobi atau minat yang sama. Sedangkan komunitas tempat termasuk

sekelompok orang yang memiliki kepentingan bersama terkait dengan wilayah atau

tempat tinggal. Contohnya adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup

lokal, seperti pendidikan, kondisi lingkungan, atau pekerjaan. Kedua,

pengembangan masyarakat adalah proses sosial yang melibatkan tempat tinggal

dalam desain kegiatan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka (Robinson &

Green, 2011).

Definisi yang lebih menekankan pada keterlibatan masyarakat dikemukakan

oleh Ife & Tesoriero (2016) bahwa Community Development Merupakan prinsip-

prinsip fundamental pengembangan masyarakat dengan pendekatan bottom-up

yang berbasis kepada partisipasi masyarakat sebagai suatu alternatif dalam

pelayanan masyarakat pluralisme. Ditambahkan bahwa dalam era globalisasi

setidaknya terdapat dua persfektif landasan pengembangan masyarakat, yaitu

perspektif ekologis dan perspektif keadilan social dan hak azasi manusia.

Proses generalisasi melibatkan tindakan yang diekspresikan melalui

kepentingan berbagai aktor dan asosiasi, dilakukan secara terorganisir atau

bertujuan, dan memiliki koordinasi di antara bidang-bidang kepentingan sebagai

Page 6: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

174

tujuan utama. Generalisasi memberi struktur kepada seluruh komunitas sebagai

interaksi lapangan dengan menghubungkan dan mengatur kepentingan bersama

dari berbagai bidang sosial untuk kebaikan bersama (Theodori, 2005).

Definisi Operasional Community Development

Gambar 1. Definisi Operasional Community Development

Sumber: (Theodori, 2005)

Hadna (2016) mendefiniskan Collaborative governance sebagai

berhimpunnya institusi publik dan lembaga non pemerintah dalam proses

pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan melalui konsensus dan

partisipasi. Ansell dan Gash (2007:546) mendefinisikan collaborative governance

sebagai serangkain kegiatan yang mempertemukan lembaga-lembaga public

dengan institusi non-state dalam proses pembuatan kebijakan, berorientasi

“consensus dan deliberative” yang bertujuan membuat atau mengimplementasikan

kebijakan publik atau mengatur program atau aset. Agranoff dan McGuire (2003)

menyebutkan collaborative governance telah menempatkan banyak penekanan

pada kolaborasi horizontal sukarela dan hubungan horizontal antara partisipan multi

sectoral. Menurutnya Collaborative Governance dengan berbagai cara telah

mempertemukan multi-organisasi, multi-aktor yang saling berkolaborasi untuk

membuat kebijakan publik dan dijadikan instrument untuk manajemen

pemerintahan sebuah kota.

Emerson & Nabatchi (2015) menyatakan collaborative governance

merupakan proses dan struktur pengambilan keputusan kebijakan publik dan

manajemen yang melibatkan orang-orang secara konstruktif pada batas-batas

lembaga-lembaga publik, tingkat pemerintahan, dan masyarakat, swasta dan sipil

Page 7: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

175

untuk melaksanakan kepentingan umum yang tidak bisa dicapai jika dilakukan satu

pihak saja.

Dalam kamus Heritage Amerika (2000), kolaborasi diartikan sebagai

kegiatan berkerja sama khususnya dalam usaha penyatuan pemikiran. Hal itu

senada dengan pendapat Wood & Gray (1991: 5) dalam Fairuza (2017) yang

mengemukakan bahwa:

“Collaboration as a process through which parties who see different

aspects of a problem can constructively explore their differences and

search for solutions that go beyond their own limited vision of what is

possible”

Kolaborasi merupakan suatu proses dimana pihak-pihak yang terlibat

melihat suatu permasalahan dari persepektif atau aspek yang berbeda dapat secara

konstruktif mempertemukan perbedaan dan mencari solusi lebih jauh dari

pandangan mereka akan apa yang mungkin (Fairuza, 2017). Definisi serupa

dikemukakan Roucek dan Warren dalam Anisa pitri (2017) bahwa “kolaborasi

berarti bekerja bersamasama untuk mencapai tujuan bersama, Ia adalah suatu proses

sosial yang paling dasar”. Biasanya, kolaborasi melibatkan pembagian tugas,

dimana setiap orang mengerjakan setiap pekerjaan yang merupakan tanggung

jawabnya demi tercapainya tujuan bersama (Pitri, 2017).

Pendapat lain dikemukakan oleh Chrislip dan Larson (1994) dalam Fairuza

(2017) yang mendefinisikan kolaborasi sebagai berikut:

“Collaboration is a mutually beneficial relationship between two or

more parties who work toward common goals by sharing responsibility,

authority, and accountability for achieving results”

Berdasarkan kutipan di atas, kolaborasi dapat diartikan sebagai hubungan

yang saling menguntungkan antara dua pihak atau lebih yang bekerjasama dalam

berbagi tanggung jawab, wewenang, dan akuntabilitas untuk mencapai hasil dan

tujuan bersama (Fairuza, 2017).

Adapun menurut Ansell and Gash, (2009) dalam Sudarmo, (2009)

pengertian kolaborasi secara umum bisa dibedakan ke dalam dua pengertian: (1)

kolaborasi dalam arti proses, dan (2) kolaborasi dalam arti normatif. Pengertian

kolaborasi dalam arti sebuah proses merupakan serangkaian proses atau cara

mengatur/mengelola atau memerintah secara institusional. Dalam pengertian ini,

sejumlah institusi, pemerintah maupun non pemerintah ikut dilibatkan sesuai

dengan porsi kepentingannya dan tujuannya. Sedangkan dalam pengertian normatif

Page 8: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

176

merupakan aspirasi atau tujuan-tujan filosofi bagi pemerintah untuk mencapai

interaksiinteraksinya dengan para partner atau mitranya (Azlin, 2018).

Menurut Carpenter (1990) dalam buku yang diterbitkan oleh WWF,

kolaborasi memiliki 7 (tujuh) karakteristik, yaitu sebagai berikut:

1) Partisipasi bersifat inklusif (tidak dibatasi) dan tidak hierarki

2) Partsipasi bertanggung jawab dalam memastikan pencapaian kesuksesan

3) Adanya tujuan yang jelas dan pendefinisian masalah

4) Partisipan saling membagi pengetahuannya satu sama lain (educating each

other)

5) Adanya identifikasi dan pengujian terhadap berbagai pilihan

6) Partisipan berbagi peran dan tanggung jawab dalam pengimplementasian

solusi

7) Partisipan selalu mengetahui perkembangan yang ada.

Berdasarkan berbagai penjelasan tentang pengertian kolaborasi di atas,

kolaborasi dalam penelitian ini adalah kerjasama antar stakeholders yang bersifat

saling bergantung untuk mencapai keputusan kolektif dalam mencapai tujuan

bersama dimana setiap aktor yang berkolaborasi memiliki hubungan yang lebih

dekat, komunikasi yang intensif, serta seringkali mengaburkan batas-batas

organisasi (Fairuza, 2017).

Gray dalam Ansell dan Gash (2007:15) dalam (Azlin, 2018) mendefinisikan

tiga tahapan proses kolaborasi antara lain problem setting (penentuan

permasalahan), Direction Setting (penentuan tujuan), dan implementasi. Terdapat 4

tahapan membentuk kolaboratif yaitu;

1) Dialog tatap muka (Face to face).

2) Membangun kepercayaan (Trust Building).

3) Komitmen terhadap proses (Comitment to process).

4) Saling berbagi pengertian dan pengalaman (Share Understanding).

5) Hasil sementara (Outcome) (Azlin, 2018).

Donahue dan Zeckhauser (2011) mengemukakan “collaborative

governance can be thought of a form of agency relationship between government

as principal, and private players as agent.” Yang artinya bahwa pemerintahan

Page 9: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

177

kolaboratif dapat dianggap sebagai suatu bentuk hubungan kerja sama antara

pemerintah sebagai regulator dan pihak swasta sebagai pelaksana (Irawan, 2017).

Dari beberapa teori di atas kolaborasi pemerintah merupakan bentuk kerja

sama antara pihak swasta, masyarakat dengan lembaga negara yaitu pemerintah

yang mempunyai kewenangan untuk memerintah dan menjalankan tugas negara

dengan tujuan dan maksud yang sama dan saling menguntungkan.

Salah satu model untuk mendukung integrasi kolaboratif dari pemerintah

adalah kerangka konseptualisasi triple helix yang dikembangkan oleh Luis Farinha

dan João J. Ferreira pada tahun 2013. Model triple helix menetapkan dan

mengembangkan konseptual triangulasi triple helix. Dengan mengadopsi model ini

secara tidak langsung dapat menjelaskan dan memungkinkan pemahaman yang

lebih baik tentang pentingnya inovasi dan kewirausahaan dalam interaksi dinamis

dari triple helix sebagai salah satu faktor dalam meningkatkan daya saing daerah

dan pembangunan (Fadli & Nurlukman, 2018)

Gambar II.1 Triangulasi Triple Helix

Sumber : Jurnal Kolaborasi Pemerintah, Farinha & Ferreira, 2013 ; Fadli & Nurlukman,

2018

Dalam model triangulasi triple helix diatas didiskripsikan bahwa Aktor

yang bertanggung jawab untuk menciptakan inovasi adalah bidang Industri. Aktor

yang bertanggung jawab untuk menciptakan pengetahuan yaitu bidang Universitas.

Kemudian berinteraksi dengan bidang ketiga yaitu Pemerintah. Ketiganya

bekerjasama melalui pendekatan top-down agar tercipta inovasi yang dapat

meningkatkan kondisi perkonomian suatu negara (Ikasari, 2018).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 10: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

178

A. Penataan Kampung: Antara Janji Politik dan Keberpihakan

Program pentataan kawasan perkotaan melalui Community Action Plan

(CAP) yang mendorong kerja kolaborasi antar element masyarakat menjadi

salahsatu program unggulan pemerintah DKI Jakarta yang dikomandoi oleh

Gubernur Anies Baswedan. Program pentataan kawasan permukiman terbentuk

karena beberapa isu strategis yang ada di DKI Jakarta dan dituangkan dalam bentuk

Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah atau RPJMD DKI Jakarta Tahun 2017-2022.

Adapun inisiasi membentuk sebuah program penataan kampung di DKI

Jakarta diawali dengan misi pemerintah DKI Jakarta yang bertemakan “Kota

Lestari” yang mendorong kerja kolaborasi setiap element masyarakat. Selain itu

program penataan kampung juga merupakan wujud dari upaya pemenuhan kontrak

politik antara warga yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK)

Jakarta dengan Anies Baswedan sewaktu mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI

Jakarta pada tahun 2017.

Secara garis besar terdapat lima poin dalam kontrak politik tersebut yang

isinya adalah 1). Perubahan tata ruang untuk perkampungan. 2) legalitas lahan

perkampungan. 3) program hunian terjangkau untuk rakyat miskin. 4) perizinan

usaha bagi pedagang kaki lima. 5) bantuan alih profesi bagi tukang becak.

Kontrak politik bersama calon penguasa sebenarnya bukan hal yang baru

bagi masyarakat marjinal Jakarta. Kontrak politik yang pernah dilakukan pada

tahun 2012 bersama calon Gubernur Jokowidodo ternyata tidak memberikan

kekuatan yang cukup bagi masyarakat marjinal untuk mendapatkan hak yang layak

untuk tinggal di Jakarta. Masyarakat marjinal yang tergabung dalam Jaringan

Rakyat Miskin Kota (JRMK) Jakarta memiliki kepercayaan lebih pada Gubernur

Anies Bawsedan karena dianggap akan lebih berpihak kepada mereka.

Kepercayaan warga semakin kongkrit ketika Anies Baswedan mengeluarkan

Kepgup No 878 tahun 2018 tentang Gugus Tugas Penataan Kampung dan

Masyarakat.

Arah politik Anies Baswedan yang terlihat mengedepankan keterlibatan

warganya dalam mewujudkan pembangunan kota lestari belum sepenuhnya

terimplementasi dengan maksimal karena beberapa kampung yang melakukan

Page 11: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

179

kontrak politik untuk dilakukan penataan masih berjalan pada proses penyusunan

CAP belum sampai pembangunan fisik bangunan. Namun demikian pemerintah

DKI Jakarta telah mengubah paradigma pembangunan yang sebelumnya bersifat

top down dicoba untuk bersifat bottom up dengan melibatkan keikut sertaan

masyarakat dalam pengambilan keputusan.

Sebagian kalangan menganggap proses penataan kampung yang dilakukan

oleh Gubernur Anies Baswedan tidak luput dari upaya memenuhi janji politiknya.

Meskipun demikian warga Kampung Akuarium menilai pembangunan

partisipatoris bukan hanya bentuk dari implementasi kontrak politik tetapi ada

keberpihakan Anies terhadap rakyat marginal Jakarta. Warga dapat menilai

keberpihakan Anies Baswedan terhadap warga pingiran Jakarta karena tingkat

intensitas Anies Baswedan dalam mengunjungi kampung-kampung warga, dan

juga mengajak warga untuk berdialog.

B. Model Kolaborasi Pelaksanaan Program Community Action Plan

(CAP) di Kampung Akuarium

Program penataan kampung yang dilaksanakan oleh pemerintah DKI

Jakarta bersama sejumlah elemen masyarakat dalam Rencana Aksi Komunitas

menjadi titik kunci dalam upaya meningkatkan standar kehidupan masyarakat

daerah kumuh di DKI Jakarta. Dalam kasus Kampung Akuarium, rencana untuk

merekonstruksi kampung-kampung yang telah dihancurkan adalah salahsatu bukti

dari disposisi pemerintah untuk mengembalikan hak-hak kaum miskin kota ke

tempat-tempat penampungan yang berkualitas sehingga terlahirlah program CAP.

CAP merupakan rangkaiyan dari program penataan kampung yang

terindikasi kumuh di DKI Jakarta. Program CAP mendorong perencanaan

pembangunan berbasis partisipasi masyarakat yang diperkuat oleh prinsip

keanekaragaman, dan juga prinsip keberlanjutan. Komunitas dapat bersifat

konsisten dengan model pemberdayaan untuk perubahan karena ia menyediakan

suatu kerangka bagi masyarakat untuk mengambil keputusan yang efektif. Program

pentataan kampung di Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan kualitas

permukiman dilakukan dengan melakukan perencanaan yang menghimpun ide dan

partisipasi dari sejumlah aktor yang terlibat dalam proses CAP. Mendorong kerja

Page 12: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

180

kolaborasi antara pemerintah dan juga masyarakat sipil diharapkan mampu

menyelesaikan permasalahan permukiman yang ada di DKI Jakarta.

Proses penatan kampung melalui program CAP merupakan upaya

pemerintah untuk melakukan perbaikan hunian bagi masyarakat marginal yang

dilegal formalkan dalam Kepgub no 878 tahun 2018 dan juga Pergub no 90 tahun

2018. Kedua produk kebijakan ini mencantumkan nama-nama kampung yang

terindikasi tingkat kekumuhanya dan upaya peningkatan kualitas permukiman

melalui tiga tahapan seperti : (1) CAP untuk perencaanaan, (2) CIP untuk

implemantasi, (3) monitoring.

Kerja kolaborasi merupakan bentuk berkerjasama dan berbagi tanggung

jawab seperti yang dikemukakan oleh Chrislip dan Larson (1994) dalam Fairuza

(2017) yang mendefinisikan kolaborasi diartikan sebagai hubungan yang saling

menguntungkan antara dua pihak atau lebih yang bekerjasama dalam berbagi

tanggung jawab, wewenang, dan akuntabilitas untuk mencapai hasil dan tujuan

bersama (Fairuza, 2017). Hubungan kerjasama antara semua pihak diartikan bahwa

kolaborasi memerlukan banyak aktor dalam setiap prosesnya.

Adapun aktor yang terlibat dalam kolaborasi penataan kawasan perkotaan

untuk menangani permasalahan hunian di DKI Jakarta khususnya kampung

Akuarium adalah Rujak Center for Urban Studies (RCUS), Urban Poor

Consortium (UPC), Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Jakarta, dan juga

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Sejumlah lembaga non pemerintahan ini

mempunyai peran tersendiri dalam mendampingi warga Kampung Akuarium.

Kerja kolaborasi yang dilakukan oleh sejumlah aktor bertujan untuk mengubah

stigmah terhadap kampung agar stigma kampung tidak lagi cenderung menggangu

citra kota.

Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Jakarta merupakan komunitas rakyat

yang terlahir sejak tahun 2008. JRMK juga merupakan pecahan dari non

governmant organization (NGO) Urban Poor Consortium (UPC) yang berdiri pada

September 1997. JRMK Jakarta diklaim sebagai organisasi kerakyatan karena sejak

kepengurusan dipilih langsung oleh anggota rakyat dan tidak ada pendanaan dari

lembaga apapun. JRMK mempunyai tiga bentuk strategi dalam melakukan

pendampingan terhadap warga marginal Jakarta meliputi : pengorganisasian,

Page 13: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

181

advokasi, dan jaringan. Pendampingan yang dilakukan oleh JRMK terhadap warga

kampung Akuarium melalui pola pengorganisasian warganya terutama anak-anak

dan perempuan.

Keinginan warga untuk membentuk komunitas kerakyatan merupakan

bentuk kesadaran yang telah tumbuh pada rakyat pingiran Jakarta setelah

mengalami persoalan-persoalan terhadap penguasa. Warga menyadari bahwa hak

bertempat tinggal yang layak telah dijamin oleh UUD 1945, namun pada

kenyataanya belum dapat terpenuhi di kota Jakarta. Munculnya kesadaran akan hak

ini lah yang membuat warga Jakarta membuat komunitas untuk mempertahankah

hak-hak mereka secara bersama-sama. Selain kesadaran berorganisasi warga

Jakarta yang termasuk dalam komunitas rakyat yang disebut dengan JRMK

membangun jaringan untuk membantu mereka dalam mempertahankan hak-hak

dasar sebagai warga negara.

Selain JRMK terdapat beberapa pegiat NGO yang tururt mengakomodir

warga kampung Jakarta yaitu Urban Poor Consortium yang biasa disebut UPC.

UPC merupakan organisasi non pemerintah yang bekerja bersama dengan

komunitas marjinal perkotaan melalui pendekatan holistik dan partisipatoris dan

menempatkan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama. UPC memposisikan

masyarakat marjinal perkotaan adalah subyek dan stakeholder utama yang memiliki

akses dan kontrol atas semua kegiatan yang dilaksanakan.

Urban Poor Consortium (UPC) mewujudkan strategi melalui kegiatan

penyebarluasan informasi dan penumbuhan media ekspresi rakyat dengan sarana

multimedia; advokasi; penumbuhan organisasi tingkat basis; pengembangan

jaringan kerja antar kampung miskin dan kelompok-kelompok rakyat miskin kota;

dan pemenuhan kebutuhan praktis komunitas dengan kegiatan ekonomi, kesehatan,

pendidikan dan perbaikan permukiman. Kegiatan tersebut bertujuan supaya rakyat

miskin memiliki kesadaran kolektif untuk merumuskan mimpi bersama dan dapat

memahami kekuatan serta kelemahan, sehingga terbentuknya organisasi rakyat

yang bisa memperjuangkan hak-hak dasar mereka (Urban Poor Consortium (UPC),

2019.

Advokasi UPC bertujuan agar Rakyat miskin memiliki kesadaran akan hak-

haknya sebagai warga negara yang dijamin oleh konstitusi pada Pasal 28H ayat (1)

Page 14: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

182

UUD 1945 yang berisikan “Setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir, dan batin,

bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat”.

UPC juga mendampingi Kampung Akuarium dengan tiga pola seperti

pengorganisasian warga, Advokasi, dan Jaringan. Pembangunan berbasis

komunitas dianggap mampu mencapai masyarakat yang berkelanjutan dengan

mempertahankan keanekaragaman manusia dan keseimbangan lingkungan.

Menurut UPC ruang negosiasi lebih baik ditempuh oleh warga dan juga

pemerintah dalam mencari jalan keluar terhadap permasalahan permukiman. Ruang

dialog sangat diperlukan agar tidak menimbulkan masalah baru dalam proses

pembangunan urban. Dalam pendampingan nya terhadap warga Kampung

Akuarium UPC melakukan pendampingan dan pembinaan kepada kordinator

wilayah tiap-tiap kampung. Peran UPC dan JRMK tidak dapat dipisahkan karena

sudah menjadi suatu kesatuan yang terstruktur, JRMK terlibat langsung dalam

mendampingi warga, maka UPC yang melakukan pembinaan terhadap pengurus-

pengurus wilayah JRMK nya.

Selain UPC dan JRMK, Rujak Center For Urban Studies (RCUS) juga

salahsatu NGO yang turut mendampingi warga Kampung Akuarium terkait dengan

persoalan permukiman. RCUS adalah sebuah lembaga Swadaya Masyarakat yang

telah berdiri sejak tahun 2010, RCUS awalnya memfokuskan riset dan publikasi

karya ilmia. Seiring berjalanya waktu RCUS mulai mendalami isu kemanusiaan

dan penggusuran. RCUS bertujuan membantu memecahkan masalah urbanisasi di

kota khususnya kota Jakarta dalam lingkup penataan kampung kumuh.

Bentuk kolaborasi Rujak Center for Urban Studies ini lebih pada

pendampingan kepada warga kampung Akuarium terkait dengan persoalan teknis

dalam mempersiapan CAP. RCUS juga turut memberikan bantuan kebutuhan dasar

warga pasca penggusuran. Menurut ibu Dharma diani selaku koordinator wilayah

kampung Akuarium, proses pendekatan RCUS terhadap warga kampung Akuarium

diawali dari salah satu tim RCUS menjadi relawan kemanusiaan pada saat

penggusuran kemudiian membuka dialog dengan warga.

Selain pangilan kemanusiaan, hal yang membuat RCUS mendampingi

warga kampung Akuarium juga adalah terkait dengan isu penggusran yang sedang

didalami oleh RCUS sendiri. RCUS mengkat isu penggusuran hingga ke tingkat

Page 15: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

183

PBB dengan tujuan supaya isu penggusuran ini bisa dilihat dunia Intenasional,

selain itu Isu penggusuran sedang menjadi konsepnya RCUS dalam

memperjuangkan kota agar warga mendapatkan ruang di kota.

Langkah awal yang dilakukan oleh RCUS adalah upaya memenuhi

kebutuhan dasar warga, seperti tenda, air bersih, ambulan atau akses fasilitas

kesehatan. Beberapa bulan setelah itu misi RCUS adalah pemulihan skilogogis

warga dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang mengajak warga Kampung

Akuarium membangun mimpi kembali terkait dengan harapan jangka panjang. Di

tahun 2017 RCUS berkolaborasi dengan beberapa seniman dari Jepang melakukan

lombah rumah ideal dan bayangan rumah warga Kampung Akurium dimasa depan

sehingga warga menjadi optimis kembali. Pendampingan yang dilakukan oleh

RCUS dengan pendekatan yang cukup bisa diterima oleh warga seperti membuat

Games, diskusi, dan juga belajar tentang penataan kampung ke Jepang.

Berikut adalah tahapan-tahapan persiapan program CAP yang disusun oleh

warga kampung Akuarium bersama Rujak Center Urban Studies (RCUS), Jaringan

Rakyat Miskin Kota (JRMK) Jakarta dan juga Urban Poor Consortium (UPC)

melalui proses kolaborasi seperti berikut :

1. Persiapan Masyarakat Untuk Program CAP

Memetakan dan mengatur data dasar dengan mahasiswa. Kegiatan ini

diadakan oleh Forum Pengabdian Masyarakat untuk Komunikasi dan Karya Ilmiah

Mahasiswa Arsitektur Indonesia (FK TK MAI) di berbagai kampung di Jakarta.

Pelatihan ini menjadi langkah awal dalam proses pemetaan dan pembuatan profil

kampung JRMK. Kegiatan persiapan program CAP menempuh perjalanan yang

cukup panjang.

Pelatihan untuk RAP (Prosedur Penilaian Rappid) Pelatihan ini melibatkan

persiapan yang dilakukan oleh penduduk kampung untuk mendukung pelaksanaan

Pra-CAP dengan mengumpulkan data dasar awal melalui formulir survei dan

wawancara yang dilakukan oleh penduduk itu sendiri. Penyusunan Buku Panduan

CAP untuk Fase Persiapan Penyusunan buku panduan ini dilakukan bersama oleh

16 pendamping kampung dari Urban Poor Consortium, Universitas Indonesia, ASF

(Architecture Sans Frontiers), dan Rujak Center for Urban Studies. Tujuan dari

buku pedoman ini adalah untuk menjelaskan dasar-dasar Rencana Aksi Komunitas

Page 16: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

184

dalam bentuk yang paling mudah untuk dipahami oleh penduduk. Memilih

Koordinator Area dan Pelatihan Materi untuk CAP Untuk meluncurkan pra-CAP,

JRMK kampung memilih penduduk untuk menjadi Koordinator Wilayah (Korwil -

Koordinator Wilayah) dan melatih perwakilan dari kampung dalam teknik fasilitasi,

penelitian penggunaan lahan, dan materi dalam buku pedoman CAP.

Meluncurkan fase Pra-CAP Kegiatan ini dilakukan untuk menandai awal

kegiatan Pra-CAP yang dilakukan secara bersamaan di 16 kampung selama sekitar

4 bulan. Kegiatan-kegiatan ini diselenggarakan oleh JRMK dan diresmikan oleh

Gubernur DKI Jakarta di Taman Waduk Pluit pada tanggal 14 Januari 2018.

Membentuk Kelompok Kerja Kelompok Kerja Kampung adalah tokoh masyarakat

yang bertanggung jawab mengoordinasikan kelompok penduduk yang lebih kecil

untuk memfasilitasi koordinasi pemerintah di kampung-kampung serta

memaksimalkan penyebaran informasi ke seluruh komunitas apa pun yang

berkaitan dengan kegiatan CAP.

Fase Pra - CAP Kegiatan ini dilaksanakan secara serentak di 15 kampung

dengan bantuan rekan tim arsitek dari Pusat Studi Perkotaan Rujak (Kampung

Akuarium, Kerang ljo, Tembok Bolong, Blok Empang, Marlina, Elektro, Gedong

Pompa, Rawa Barat, Rawa Timur) Universitas Indonesia (Kampung Tongkol,

Lodan, Kerapu, Kampung Muka), dan ASF (Kampung Kunir dan Kampung Kali

Apuran) yang mencakup langkah-langkah seperti menggali potensi masalah,

peluang dan ancaman terhadap kampung, merencanakan visi untuk masa depan,

dan lainnya hal-hal yang mungkin sesuai dengan konteks dan kebutuhan individual

kampung.

Meratifikasi visi kampung dan mengatur laporan dokumen pra-CAP ini

merupakan langkah terakhir untuk pra-CAP. Kompromi antara visi untuk kampung

dan dokumen perencanaan yang dihasilkan dari kegiatan pra-CAP akan menjadi

pedoman bagi masyarakat dan diharapkan untuk dirinci dalam program CAP yang

akan dilakukan oleh pemerintah bersama dengan masyarakat.

2. Kelompok Kerja Akuarium Kampung

Kelompok kerja di Kampung Akuarium secara kolektif dipilih dan

diputuskan selama pertemuan pleno dengan masyarakat. Kelompok kerja terdiri

dari orang-orang yang akan mengoordinasikan kelompok-kelompok kecil penghuni

Page 17: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

185

di Kam pung Akuarium seperti pemuda, pria dan wanita, kelompok nelayan pria,

pedagang, dan admin RT / RW.Tidak hanya berhenti di Pre-Cap, untuk melakukan

upaya penajaman perencanaan juga dilakukan lewat Internasional Field School

bersama Kyoto University di tahun 2018. Internasional Field School merupakan

wadah kolaborasi masyarakat, tenaga profesional, akademisi/mahasiswa dan

pemerintah dalam mewujudkan dan melestarikan ruang hidup dalam kampung

perkotaan, setelah Internasional Field School di tahun 2018, RCUS bersama NGO

yang mendampingi warga Kampung Akuarium melakukan Internasional Field

School ke 2 ditahu 2019 (Rujak Center for Urban Studies, 2019)

Internasional Field School mempunyai tiga kegiatan utama yakni

konferensi internasional, workshop, pameran, tahun ini RCUS bersama dengan

Kanki Lab. Kyoto University akan mengadakan 2nd Internasional Field School and

Urban Kampung Jakarta Conference. Tujuan rangkaiyan kegiatan Internasional

Field School adalah untuk manggali lebih lanjut terkait dengan potensi-potensi pada

Kampung Akuarium. Terdapat lima isu yang menjadi pokok pendalaman dalam

kegiatan Internasional Field School 2019, yang pertama isu Infrastuktur,

lingkungan, koperasi, warisan budaya, potensi wisatawan.

Tidak hanya berkaitan dengan perencanaan secara teknis, dalam proses

CAP juga melibatkan hal-hal yang bersifat advokasi terkait dengan keamanan

bermukim warga Kampung Akuarium agar tidak bergantung kepada sosok pigur

politik. Dalam hal ini peran LBH Jakarta jauh lebih intens karena berkaitan dengan

payung hukum status tanah yang ditempati oleh warga Kampung Akuarium.

Payung hukum yang menjamin keamanan bermukim merupakan hal yang

tak kalah penting untuk diperjuangkan oleh warga kampung Jakarta yang status

kepemilikan tanahnya masih belum memiliki sertifikat kepemilikan yang sah.

Kejelasan status tanah menjadi hal prioritas dalam memiliki lahan hunian agar

mencega konflik dikemudian hari. LBH Jakarta melakukan riset untuk menentukan

status tanah Kampung Akuarium dan juga 21 Kampung lainnya yang termasuk

kedalam kepgup no 878 tahun 2018, tujuanya berangkat dari keamanan bermukim

bagi masyarakat pingiran Jakarta.

LBH Jakarta berperan pada proses CAP dalam hal riset sertifikasi status

tanah warga. Meskipun masih dalam riset LBH Jakarta memiliki prediksi bahwa

Page 18: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

186

status tanah warga kampung Akuarium nantinya akan berupa sertifikasi, namun

demikian sertifikasi yang dimaksudkan bukan sertifikasi milik perorangan

melainkan milik kelompok. LBH Jakarta beranggapan yang paling penting adalah

security of tenure warga terjamin sehingga tidak perlu lagi bergantung kepada

pigure pemimpin politik.

Proses kolaborasi dalam pelaksanaan Community action Plan (CAP) di DKI

Jakarta melibatkan banyak aktor dalam setiap prosesnya. Kerja berjaringan dan

saling berkomunikasi menjadi hal yang tidak bisa dihilangkan supaya proses

perencanaan komunitas dapat berjalan dengan baik. Setiap actor memiliki peran

masing-masing dalam proses Community Action Plan (CAP), LBH Jakarta untuk

bantuan hukum dan advokasi warga, risert hukum dan pertahanan, UPC dan JRMK

pengakomodiran warga dilapangan terlebih dalam pengarahan ke alat kontrak

politik kepada penguasa, RCUS dalam hal yang terkait dengan persoalan teknis dan

kebutuhan dasar warga.

Membangun jaringan dalam melakukan pembanguan kolaboratif tentunya

sangat diperlukan sehingga setiap actor yang terlibat mendampingi warga bisa

membantu dengan keahlian dan bidangnya masing-masing. Kesadaran pegiat NGO

pendamping warga pinggiran Jakarta dalam membangun jaringan dengan para

profesional semakin membuat warga menjadi lebih kritis dalam mengambil

tindakan atas perencanaan kampung mereka sendiri. Setiap kampung tentu

mempunyai sejarah dan keunikan tersendiri, kerja berjejaring akan membuat proses

Community Action Plan (CAP) tiap-tiap kampung lebih cepat dan lebih maksimal.

Pembangunan partisipasi telah diatur dalam UU No. 25 tahun 2004 tentang

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang melibatkan partisipasi

masyarakat (stakeholders) sebagai tokoh utama dalam pelaksanaanya (Muawana,

2013). Partisipasi merupakan bagian penting dari pemberdayaan dan penumbuhan

kesadaran (Jim & Frank, 2016). Konsep Community Action Plan (CAP) merupakan

wujud dari pembangunan partisipasi yang mencoba mengakomodir keinginan

masyarakat dalam mewujudkan masyarakat yang mandiri dan berdaya.

Program CAP mencoba mewujudkan pembanguan kolaboratif yang bersifat

bottom up dengan melibatkan warga dalam penyusunan nya. Kolaborasi pemerintah

merupakan proses dan sturktur pengambilan keputusan kebijakan publik dan

Page 19: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

187

manajemen yang melibatkan orang-orang secara konstruktif pada batas-batas

lembaga-lembaga publik, tingkat pemerintahan, dan masyarakat, swasta dan sipil

untuk melaksanakan kepentingan umum yang tidak bisa dicapai jika dilakukan satu

pihak saja (Krik Emeson ; Sudarmo, 2017).

Kolaborasi pemerintah dan masyarakat sipil dengan melibatkan sejumlah

lembaga non pemerintahan dalam program Community Action Plan (CAP)

merupakan model kolaborasi yang telah melibatkan semua aktor secara konstruktif

untuk mendorong kerja kolaboratif. Semua aktor berperan aktif dalam setiap proses

CAP dengan tujuan agar penataan kawasan perkotaan dapat terlaksana sesuai

dengan apa yang telah diharapkan.

Dengan adanya program CAP warga dan pemerintah menjadi mitra dalam

membangun peradaban kota yang humanis. Prinsip Community developmen

menggagas pembangunan dengan mengedepankan pembangunan terpadu, hak asasi

manusia, keberlanjutan, pemberdayaan, kemandirian, partisipasi telah diadopsi

oleh pemerintah yang mulai melakukan pembangunan bersifat buttom up

setidaknya telah memberikan edukasi kepada warga mengenai pembangunan

hunian yang layak dapat lebih ramah terhadap warga sehingga warga bisa

merasakan demokrasi yang sesungguhn ya ketika dialog dan usul mereka

dipertimbangkan bahkan difasilitasi oleh pemerintah.

Melakukan diskusi dan musyawarah dengan warga dalam menentukan

suatu kebijakan merupakan hal yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Membuka

ruang dialog dalam proses perencanaan pembangunan ditarap kampung dengan

melibatkan keaktifan warganya merupakan wujud dari proses demokrasi yang

sehat. Ife (2016) menjelaskan pengembangan masyarakat mula-mula dapat

dilakukan dengan menghargai pengetahuan lokal, menghargai kebudayan lokal,

menghargai suber daya lokal, menghargai keterampilan lokal, menghargai proses

lokal.

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan dilapangan, Model

kolaborasi pembangunan kawasan perkotaan dalam melakukan penataan di

Kampung Akuarium terhadap pelaksanaan program CAP cukup memberikan

dampak positif bagi warga Kampung Akuarium. Hal ini dilihat dari keaktifan warga

Kampung Akuarium mengikuti pelatihan perekonomian, pengalian sejarah

Page 20: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

188

kampung, pengalian potensi wisata, melakukan pemanfaatan halaman menjadi

tempat bercocok tanam, melakukan pelatihan zonasi, dan terlibat langsung dalam

pembuatan arsitektur desain rumah komunal.

Pembangunan partisifatoris sangat mungkin untuk dilakukan oleh

pemerintah selaku pembuat kebijakan. Membuka ruang dialog setidaknya

memunculkan paradigma baru terkait dengan pembangunan yang lebih humanis.

Pembangunan manusia harus lebih diutamakan dari pada pembangunan yang

bersifat fisik, meskipun demikian dalam proses penyusunan dokumen CAP

ditemukan bahwa pihak konsultan dari pemerintah tidak begitu proaktif dalam

melakukan musyawarah bersama warga Kampung Akuarium. Berdasarkan

pengakuan dari warga Kampung Akuarium melalui wawancara oleh penulis

disampaikan bahwa konsultan dari pihak pemerintah dalam menyusun dokumen

CAP harus mendatangi warga dan melakukan negosiasi bersama warga, namun

ternyata dilapangan konsultan hanya datang beberapa kali menemui warga. Hal ini

tentu menjadi temuan yang tidak bisa diabaikan oleh pihak pemerintah.

Community Action plan telah mendorong pembangunan dengan model

kolaborasi dan partisipasi yang memberikan dampak yang cukup baik terhadap

warga kampung Akuarium. Dengan adanya program CAP yang melibatkan warga

dalam proses perencanaanya membuat warga kampung Akuarium lebih memahami

lingkungan tempat tinggal mereka sendiri, selain itu warga menjadi lebih kritis

terhadap proses-proses yang terjadi dalam penyusunan dokumen CAP sebagai

acuan untuk pembangunan fisik bangunan kedepanya. Dengan demikian warga

dapat menjadi kontrol terhadap program-program pemerintah, Warga juga lebih

paham hukum dan tau jika program pemerintah tidak sesuai dengan prosedural

langkah apa yang harus dilakukan.

C. Dampak Program Community Action Plan (CAP)

Pembangunan partisipasi telah diatur dalam UU No. 25 tahun 2004 tentang

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang melibatkan partisipasi

masyarakat (stakeholders) sebagai tokoh utama dalam pelaksanaanya (Muawana,

2013). Partisipasi merupakan bagian penting dari pemberdayaan dan penumbuhan

kesadaran (Jim & Frank, 2016). Konsep Community Action Plan (CAP) merupakan

Page 21: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

189

wujud dari pembangunan partisipasi yang mencoba mengakomodir keinginan

masyarakat dalam mewujudkan masyarakat yang mandiri dan berdaya.

Program CAP mencoba mewujudkan pembanguan kolaboratif yang bersifat

buttum up dengan melibatkan warga dalam penyusunannya. Sebagai sisitem yang

baru di Jakarta, program CAP tentu mempunyai dampak tersendiri bagi setiap

stakeholder yang terlibat khusunya warga Kampung Akuarium seperti dampak

lingkungan, hunian, perekonomian, sosial budaya, politik.

Lingkungan merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

manusia. Setiap manusia membutuhkan semacam pendekatan dengan

memposisikan lingkungan sebagai bagian dari manusia itu sendiri agar bisa

menumbuhkan rasa kecintaan dan menghargai lingkungan tersebut. Hubungan

yang buruk antara manusia dengan lingkungan akan menyebabkan rasa saling

membutuhkan menjadi saling bermusuhan.

Kurangnya rasa kecintaan dan penghargaan kepada lingkungan membuat

manusia mengeksploitasi lingkungan tanpa pertimbangan seperti penebangan

pohon, pencemaran udara dan air, membuang sampah sembarangan, lalu alam bisa

mengusir manusia dengan bencananya. Hubungan yang baik antara manusia dan

lingkungan merupakan hal yang fundamental dan harus dipertahankan untuk

keberlanjutan kehidupan manusia agar tidak ada rasa saling bermusuhan antara

manusia dan lingkungan.

Dalam proses penyusunan CAP aspek lingkungan juga menjadi konsep

yang penting untuk diperhatikan. Warga Kampung Akuarium menyadari bahwa

lingkungan sebagai tempat tinggal mereka tentu memerlukan keseimbangan untuk

menjadi lingkungan yang sehat dan berkelanjutan. Karena lingkungan juga

menunjang berbagai kebutuhan pokok seperti : air bersih, ruang terbuka hijau, udara

yang sehat. Dalam proses CAP warga diajarkan mengenai tata ruang, koefisien

dasar bangunan (KDB), zonasi, perawatan lingkungan oleh pegiat NGO yang

mendampingi warga Kampung Akuarium.

Prinsip ekologis keseimbangan menekankan pada pentingnya menjaga

keseimbangan di alam. Di mana perubahan-perubahan secara alamiah dipantau

sehingga keseimbangan tersebut terpelihara. Interaksi dari sistem-sistem yang

memiliki potensi bertentangan dikendalikan sedemikian rupa sehingga mereka

Page 22: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

190

mampu hidup bersama bahkan saling bergantungan. Hal ini dapat terjadi pada

populasi satwa, tumbuhan, ilkim, atmosfer dan seterusnya. Menjaga keseimbangan

alam sangat penting jika sistem-sistem ingin bertahan hidup dalam jangka panjang

dan menjadi berkelanjutan (Suzuki & McConnell, 1997 dalam Jim Ife, 2016).

Upaya-upaya untuk mematangkan pengalian potensi di Kampung Akuarium

dilakukan dengan berbagai cara, salahsatunya dengan mengadakan Jakarta Urban

Kampung Conference dan juga Internasional Field School pada tahun 2018 dan kali

kedua pada tahun 2019 yang diadakan oleh RCUS dan juga Kyoko University

berkolaborasi dengan Pemprov DKI Jakarta, Warga Kampung Akuariu m, UPC,

dan JRMK. Penggalian potensi ini dilakukan bersama-sama oleh warga, Pihak

pemerintah, NGO, dan Mahasiswa antar Universitas dengan mendalami isu-isu

strategis yang ada di Kampung Akuarium meliputi ; 1) Lingkungan. 2) Koperasi.

3) Cagar Budaya. 4) Infrastruktur. 5) Wisata.

Mempertahankan potensi warisan budaya merupakan kekayaan sebuah kota

yang sudah seharusnya dijaga. Kampung Akuarium sendiri merupakan kampung

yang dikelilingi oleh beragam situs cagar budaya yang pada akhirnya menarik

wisatawan untuk berkunjung. Kekayaan warisan budaya tidak hanya berbentuk

monumen saja tetapi juga budaya kehidupan keseharian para Nelayan yang tinggal

dikampung Akuarium. pada akhirnya menjaga warisan budaya tidak hanya menjadi

monumen sebatas pemahaman sejarah untuk genersi selanjutnya tetapi juga mampu

mendatangkan pundi-pundi perenomian warga Kampung Akuarium.

Perekonomian merupakan salahsatu sumber utama untuk menunjang

kehidupan warga. Sebagai kawasan wisata yang dikelilingi oleh cagar budaya

kampung Akuarium tentu memiliki potensi ekonomi yang cukup baik. Pada

kampung-kampung yang termasuk dalam Kepgub 878 tahun 2014, untuk

menunjang perekonomian warga maka dibentuklah koperasi yang dikelola olah

warga masing-masing kampung. Kampung Akuarium sendiri telah memiliki

kooperasi yang diberi nama Akuarium Bangkit Mandiri oleh warga. Koperasi ini

dimaksudkan untuk mewadahi perekonomian warga dari mulai kebutuhan dasar

hingga penjualan produk yang dihasilkan bersama.

Tidak hanya berhenti pada proses pembenahan lingkungan dan

perekonomian warga Kampung Akuarium juga mengalami proses politik yang

Page 23: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

191

cukup panjang sehingga membuat warga menjadi semakin mengerti persoalan-

persoalan politik dan peran mereka sebagai warga negara yang mempunyai hak

terlibat aktif dalam proses demokrasi yang ideal.

Penataan kawasan perkotaan melalui kerja kolaborasi akan mencapai tujuan

bersama apabila penerapan CAP diterapkan oleh seluruh pihak. Namun demikian

program CAP yang berlangsung di Kampung Akuarium Jakarta Utara masih perlu

diuji oleh waktu, apakah ia akan berkelanjutan atau hanya sementara, akan tetapi

terlepas dari itu semua tumbuhnya kesadaran di tengah masyarakat akan kehidupan

mereka sendiri merupakan modal yang paling berharga bagi mereka untuk menatap

masa depan yang lebih baik.

KESIMPULAN

Pengembangan masyarakat melalui kerja kolaborasi seyogyanya merupakan

sebuah proses. Dalam merencanakan pengembangan masyarakat haruslah melihat

proses bukan hasil yang harus dipertimbangkan. Orang-orang yang menekankan

pada hasil harus mengetahui bahwa dalam pengembangan masyarakat proses yang

baik merupakan hasil terpenting yang dapat dicapai. Proses kolaborasi yang baik

akan mendorong masyarakat untuk menentukan tujuan mereka sendiri dan tetap

menguasai perjalanan selain tujuan akhir. Dalam penelitian ini penulis

menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut :

Model kolaborasi pemerintah dan masyarakat dalam pelaksanaan program

Community Action Plan (CAP) terhadap penataan perkotaan dengan menggunakan

pola negosiasi dan diskusi antara warga dan pemerintah. Komunikasi dua arah yang

tercipta antara setiap aktor yang terlibat dalam proses CAP dan melakukan

kerjasama telah mengubah paradigma pembangunan yang sebelumnya top down

menjadi buttum up. Warga bisa berbicara, pemerintah bisa mendengarkan

begitupun sebaliknya. Model kolaborasi telah menciptakan mitra dalam

membangun kota Jakarta yang lestari, setiap aktor yang terlibat dalam proses CAP

bisa sama-sama memantau atau menjadi kontroling terhadap proses penataan

kampung bahkan terhadap progam pemerintah lainya.

Warga yang bertempat tinggal di kampung Akuarium didampingi oleh

sejumlah Non Government Organization (NGO) dan juga Civil Sosiety

Organization (CSO) melakukan kegiatan berupa pelatihan-pelatihan terkait

Page 24: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

192

penataan kampung, pembelajaran zonasi, dan penggalian potensi kampung

sehingga warga Kampung Akuarium memiliki perencanan terhadap penataan

kampung mereka sendiri.

Adapun dalam pelaksanaan di lapangan, program penataan kampung

melalui program CAP yang berjalan di Kampung Akuarium sudah cukup baik. Hal

ini dilihat dari dampak setelah proses CAP berlangsung terhadap warga Kampung

Akuarium. Diturunkan CAP bertujuan untuk merangkul keinginan warga,

meskipun demikian masih terdapat egosentris antar dinas yang membawahi

program CAP. Dengan menggunakan perencanaan yang bersifat komunitas

membuat pemerintah tidak lagi mengambil kebijakan yang serampangan terhadap

kampung-kampung yang dianggap tidak sejalan dengan perkembangan kota

modern.

Sebagai penutup saran, peneliti beranggapan bahwa urbanisasi tidak dapat

dihindari dari sebuah kota besar, fokus terhadap masalah yang ditimbulkan oleh

urbanisasi bukanlah hal yang tepat untuk diambil oleh pemangku kebijakan, akan

tetapi mencari solusi secara bersama-sama dengan mengedepankan manusia

sebagai subjek dari pembangunan setidaknya menciptakan pembangunan yang

lebih humanis. Model kolaborasi dapat ditempuh oleh pemerintah dalam mengatasi

permasalahan permukiman di perkotaan. Untuk peneliti selanjutnya penulis

menyarankan agar memfoksuskan penelitian terkait dengan Collaborative

implementation program (CIP) agar proses kolaborasi lebih dapat terlihat lebih

jelas.

DAFTAR PUSTAKA

Agranoff, R. and M. McGuire. (2003). Collaborative Public Management: New

Strategies for Local Governments. Washington, DC: Georgetown

University Press.

Ansel C., Gash, A. (2007). Collaborative Governance in Theory and Practice.

Journal of Public Administration and Theory

Azlin, D. (2018). Kolaborasi Pemerintah Desa Dan Lembaga Adat Terhadap

Pelestarian Kearifan Lokal Di Desa Bandur Picak Kecamatan Koto

Kampar Hulu Kabupaten Kampar Tahun 2014-2016. Jurnal Online

Mahasiswa (JOM). Retrieved Desember 20, 2018

Page 25: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

193

Datakata. (2018). Jumlah Penduduk DKI Jakarta (1961-2017). Retrieved

November 02, 2018, from Datakata:

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/01/24/berapa-jumlah-

penduduk-jakarta

DetikFinance. (2013). Ini Dia 5 Kota Terkumuh di Indonesia. Retrieved maret 29,

2019, from DetikFinance: https://finance.detik.com/properti/d-

2353549/ini-dia-5-kota-terkumuh-di-indonesia.

Emerson, Kirk & Tini Nabatchi. (2015). Collaborative Governance Regimes

(Public Management and Change, USA: Georgetown University Press

Fadli, Y., & Nurlukman, A. D. (2018). Kolaborasi Pemerintah dalam

Pengembangan Terpadu Wilayah Pesisir di Kabupaten Tangerang

melalui Gerakan Pembangunan Masyarakat Pantai (Gerbang Mapan).

Jurnal Prosiding Seminar Nasional Unimus, 517-529. Retrieved Maret 28,

2019

Fairuza, M. (2017). Kolaborasi antar Stakeholder dalam Pembangunan Inklusif

pada Sektor Pariwisata (Studi Kasus Wisata Pulau Merah di Kabupaten

Banyuwangi. Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik. Retrieved Mei 19,

2019

Fathy, R., & Anuraga, J. L. (2019). Community Action Plan (Cap) Dan Kampung

Improvement Program (Kip): Studi Komparatif Kebijakan Inklusif Tata

Ruang Permukiman di Surabaya dan Jakarta. Journal View project, 0-

217. Dipetik Mei 19, 2019

French, M., Popal, A., Rahimi, H., Popuri, S., & Turkstra, J. (2018). Melembagakan

Peningkatan Permukiman Kumuh Partisipatif: studi kasus ko-produksi

perkotaan di Afganistan. Journal Environment and Urbanization.

Hadi, Krishno, Asworo, Listiana, Taqwa, Iradhad. (2020). “Inovasi Dialogis:

Menuju Transformasi Pelayanan Publik Yang Partisipatif (Kajian Sistem

Pelayanan Malang Online). Journal of Government and Civil Society

4(1),115–129, DOI: http://dx.doi.org/10.31000/jgcs.v4i1.2438

Hadna, Agus Heruanto. (2016). Collaborative Governance dan Penurunan

Kemiskinan, Kolom Opini Harian Jogja, tanggal 11/4/2016).

Page 26: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

194

Ikasari, A. C. (2018). Tinjauan Model Kerjasama Daerah Di Kabupaten Bekasi.

Jurnal Ilmiah Magister Ilmu Administrasi (JIMIA), 102-122. Retrieved

Mei 17, 2019

Irawan, D. (2017). Collaborative Governance (Studi Deskriptif Proses

Pemerintahan Kolaboratif Dalam Pengendalian Pencemaran Udara di

Kota Surabaya. Jurnal, 01-15. Retrieved Maret 26, 2019.

Irwansyah, A. W. (2019). Pengembangan Pariwisata dilihat dari Perspektif

Community Development (Studi Pada Kampung Nelayan Warna-Warni

Kenjeran Kota Surabaya. Jurnal, 1-12.

J. I., & F. T. (2016). Community Development: Alternatif Pengembangan

Masyarakat DiEra Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Khanifah, Laeli, Taqwa, Iradhat, Krishno. (2020). Collaborative Governance to

Increase Building Index in Economics Through Village-Owned

Enterprises Sub-District Ngroto, Malang. Procidding. Proceedings of

the 1st Borobudur International Symposium on Humanities, Economics

and Social Sciences (BIS-HESS 2019), 854-857,

https://doi.org/10.2991/assehr.k.200529.181

Levitan, Sar. A. (1969). “The Community Action Program: A Strategy to Fight

Poverty”.

Muawana, A. (2013). Strategi Dan Metode Community Action Planning (CAP).

Retrieved November 10, 2018, from Urban and Regional Planning:

https://annisamuawanah.wordpress.com/2013/02/06/strategi-dan-metode-

community-action-planning-cap/

Pitri, T. A. (2017). Kolaborasi Pemerintah Dan Masyarakat Dalam

Penyelenggaraan Pendidikan: Pendidikan Khusus Di Provinsi Riau

Tahun 2015-2016. Jurnal Online Mahasiswa (JOM), 04. Retrieved

Desember 20, 2018

Robinson Jr, Jerry W & Gary Paul Green, Developing Communities, Robinson Jr,

Jerry W & Gary Paul Green (ed.). (2011). Introduction to Community

Development: Theory, Practice, and Service-Learning, California: Sage

Publications

Page 27: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

195

Rujak Center for Urban Studies. (2019). Rujakrcus. Jakarta, DKI Jakarta,

Indonesia.

Theodori, Gene L. (2005). Community and Community Development in Resource-

Based Areas: Operational Definitions Rooted in an Interactional

Perspective, Journal Society and Natural Resources (18:661-669): Taylor

& Francis Group.

Urban Poor Consortium (UPC). (2019). Fropil UPC. Retrieved from Urban Poor

Consortium (UPC): https://www.urbanpoor.or.id/profil-upc.

Wahidah, Syafrieyana, Sukmana. (2020). Collaboration with Pentahelix Model

in Developing Kajoetangan Heritage Tourism in Malang City. Journal

of Local Government Issues, 3 (1), 1-17,

DOI: https://doi.org/10.22219/logos.v3i1.10699. |

Wilkinson, K. P. (1991). The community in rural America. New York: Greenwood

Press. Retrieved 12 10, 2019

Yin, RK. (2003). Case Study Research : Design and Methods. California (US),

London (GB), New Delhi (IN): SAGE Publications.

Yuliani, S., & Dhini Rosyida , G. P. (2017). Kolaborasi dalam Perencanaan

Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Semanggi Kota

Surakarta. Jurnal Wacana Publik, 33-47. Dipetik Maret 26, 2019.

Peraturan-Peraturan

Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (2018). Peraturan Gubernur

Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.90 tahun 2018 tentang

Peningkatan Kualitas Permukiman Dalam Rangka Penataan Kawasan

Permukiman Terpadu. Jakarta: Pemerintah Provinsi Daerah Khusus

Ibukota Jakarta.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2017). Panduan Praktis

Implementasi Agenda Baru Perkotaan New Urban Agenda. Jakarta:

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Badan

Pengembangan Infrastruktur Wilayah Pusat Pengembangan Kawasan

Perkotaan. Dipetik Mei 24, 2019

Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (2018). Keputusan

Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 878 Tahun

Page 28: MODEL KOLABORASI PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

196

2018 Tentang Gugus Tugas Pelaksanaan Penataan Kampung Dan

Masyarakat. Jakarta: Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Dipetik Mei 18, 2019

RPJMD DKI Jaakarta. (2018). Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2018 tentang

RPJMD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017-2022. JAKARTA: BAPPEDA

DKI JAKARTA. Retrieved 12 18, 2019, from

https://bappeda.jakarta.go.id/uploads/document/2018-07-

12/65/65__RPJMD_DKI_Jakarta_2017-2022.pdf