21
MILIARIA I. PENDAHULUAN Miliaria adalah kelainan kulit akibat retensi keringat ditandai dengan adanya vesikel miliar. 1 Miliaria merupakan suatu bentuk yang umum untuk suatu sumbatan saluran keringat yang mengakibatkan air keringat tertahan didalam kulit yaitu pada epidermis dan papilla dermis, yang terjadi secara mendadak dan menyebar secara alami. 2 Istilah ”miliaria” menunjukkan 3 gangguan yaitu terjadinya sumbatan saluran keringat oleh keratin,diikuti robekan pada saluran dan pembentukan vesikel yang berisi tahanan keringat. 3 Pajanan panas yang lama, lingkungan yang lembab seperti pada daerah yang tropis dan pekerjaan tertentu serta setelah sakit panas akan menyokong terjadinya miliaria. Juga celana yang tertutup rapat merupakan suatu keadaan yang disukai untuk berkembangnya miliaria misalnya pada dearah popok, terlalu lama berbaring. 2 Bakteri normal kulit, seperti staphylococcus epidermidis dan staphylococcus aureus diperkirakan berperanan dalam terjadinya miliaria. 4 1

MILIARIA · Web viewMiliaria didiagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik. Miliaria dapat didiagnosis banding dengan eritema toksikum neonatorum, folikulitis, dan herpes simpleks. Pasien

Embed Size (px)

Citation preview

MILIARIA

I. PENDAHULUAN

Miliaria adalah kelainan kulit akibat retensi keringat ditandai dengan adanya

vesikel miliar.1 Miliaria merupakan suatu bentuk yang umum untuk suatu sumbatan

saluran keringat yang mengakibatkan air keringat tertahan didalam kulit yaitu pada

epidermis dan papilla dermis, yang terjadi secara mendadak dan menyebar secara

alami.2

Istilah ”miliaria” menunjukkan 3 gangguan yaitu terjadinya sumbatan saluran

keringat oleh keratin,diikuti robekan pada saluran dan pembentukan vesikel yang

berisi tahanan keringat.3

Pajanan panas yang lama, lingkungan yang lembab seperti pada daerah yang

tropis dan pekerjaan tertentu serta setelah sakit panas akan menyokong terjadinya

miliaria. Juga celana yang tertutup rapat merupakan suatu keadaan yang disukai

untuk berkembangnya miliaria misalnya pada dearah popok, terlalu lama berbaring.2

Bakteri normal kulit, seperti staphylococcus epidermidis dan staphylococcus aureus

diperkirakan berperanan dalam terjadinya miliaria.4

Miliaria atau dikenal juga dengan biang keringat1 dibagi atas empat macam

jenis, yaitu miliaria kristalina, miliaria rubra, miliaria pustulosa, dan miliaria

profunda2,5,6

Miliaria dapat terjadi pada pria dan wanita, semua ras dan semua usia.6

Miliaria kristalina dan miliaria rubra relatif lebih sering ditemukan pada bayi dan

anak-anak, tetapi pada keadaan yang cocok semua bayi dapat terkena miliaria.2

Frekuensi yang sama pada pria dan wanita.7

1

II. ETIOLOGI

Penyebab terjadinya miliaria adalah penyumbatan pada pori-pori yang berasal

dari kelenjar keringat.8 Penyebab utama terjadinya sumbatan masih merupakan suatu

misteri.2

Pada saat cuaca panas tubuh mengeluarkan keringat, tetapi karena adanya

penyumbatan maka keringat tertahan di dalam kulit dan menyebabkan terbentuknya

benjolan kecil berwarna merah.8 Miliaria umumnya dipicu oleh panas, maserasi, dan

gesekan disertai sumbatan pada kelenjar keringat ekrin.9

Saluran ekrin yang belum matang pada bayi adalah salah satu penyebab

miliaria. Kelenjarnya mudah robek ketika berkeringat, robekan inilah menyebabkan

miliaria. Bila orang berkeringat terlalu lama dapat menyebabkan sumbatan keringat.

Hal ini menyebabkan kerusakan pada saluran keringat dan keringat tertimbun

dibawah kulit menyebabkan erupsi yang disebut miliaria.10

Ada beberapa obat yang menyebabkan eksaserbasi miliaria seperti betanecol,

obat yang merangsang terjadinya keluarnya keringat, dan isotretinoin, obat yang

mempengaruhi diferensiasi folikel.10

III. PATOGENESIS

Stimulus utama yang dapat menyebabkan terjadinya miliaria adalah kondisi

panas tinggi dan kelembaban yang memacu peningkatan produksi keringat.

Tertutupnya permukaan kulit secara rapat, yang disebabkan oleh pakaian,

menyebabkan terkumpulnya keringat di permukaan kulit serta kelebihan hidrasi pada

stratum korneum. Pada orang-orang yang rentan terkena miliaria, termasuk bayi, yang

memiliki kelenjar eksokrin yang relatif imatur, kelebihan hidrasi pada stratum

korneum cukup untuk menghalangi aliran dari duktus kelenjar keringat.3

Urutan kejadian terbentuknya miliaria meliputi sumbatan keratin pada saluran

ekrin yang diikuti oleh pecahnya saluran keringat dan keringat masuk ke dalam kulit

di bawah sumbatan.2

2

Sumbatan parakeratotik pada saluran keringat mungkin dihasilkan dari luka

sel-sel epidermis yang melapisi saluran keringat. Pada keadaan yang biasa, hal ini

disebabkan oleh maserasi akibat air keringat yang sering terjadi pada lingkungan

tropis karena kelembaban tinggi dan baju menghalangi penguapan. Sumbatan juga

dapat terjadi pada dermatosis yang meradang.2

Jika berada pada kelembaban tinggi, orang akan memproduksi keringat secara

terus-menerus, tetapi ekskresi keringat tidak akan sampai ke permukaan kulit oleh

karena adanya penghalang di duktus kelenjar keringat. Halangan ini menghasilkan

kebocoran keringat dalam perjalanannya ke permukaan kulit, yaitu ke lapisan dermis

atau epidermis, yang relatif anhidrosis.3

Ketika titik kebocoran berada di daerah stratum korneum atau di bawahnya,

maka dikenal sebagai miliaria kristalina, sedikit yang disertai proses inflamasi dengan

lesi yang bersifat asimtomatis. Hal ini berbeda dengan miliaria rubra, kebocoran

keringat ke lapisan subkorneal memproduksi vesikel-vesikel spongiosis serta sel

infiltrat inflamasi periduktal yang kronik di dalam papila dermal dan lapisan di bawah

epidermis. Pada miliaria profunda, keluarnya keringat ke papila dermal me

nghasilkan substansi, infiltrat limfosit periduktal, dan spongisus duktus

intraepidermal.3

Pada miliaria kristalina, sumbatan lebih superfisial hingga ke sampai stratum

korneum. Miliaria rubra atau prickly heat sumbatan terjadi dalam epidermis dan

terjadi inflamasi yang menyebabkan vasodilatasi berupa eritem dan gatal.3 Jika

sumbatan lebih dalam lagi yaitu pada daerah taut dermoepidermal maka akan

membentuk vesikel retensi keringat di dalam dermis superfisial yaitu pada papila

dermis bila mana saluran keringat ruptur pada bagian tepi atas dermis yang akan

membentuk miliaria profunda dimana ekstravasasi keringat akan merangsang edema

lokal sehingga menghasilkan papul berwarna putih.2

Miliaria pustulosa merupakan varian dari miliaria rubra yang mengalami

respon inflamasi atau terjadi infeksi sekunder atau setelah terjadi serangan berulang-

ulang miliaria rubra.2

3

IV. GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis dari jenis-jenis bintik miliaria adalah sebagai berikut :

1. Miliaria kristalina. Bentuk ini biasanya terjadi pada neonatus yang berumur

kurang dari 2 minggu dan orang dewasa yang sedang demam atau tinggal di

daerah iklim tropis. Lesi ini muncul secara bersamaan dalam beberapa hari

sampai beberapa minggu setelah terpapar cuaca panas dan tidak hilang dalam

beberapa jam sampai beberapa hari.4 Umumnya tidak memberi keluhan dan

sembuh dengan sisik yang halus.1

Gambar 1 : Miliaria kristalina

Lesi jenis ini berupa vesikel jernih di permukaan kulit dengan diameter 1-2 mm,

tanpa dikelilingi oleh eritema. Pada bayi, lesi ini cenderung terjadi di daerah

kepala, leher, dan tubuh bagian atas. Pada orang dewasa, lesi ini muncul pada

daerah badan. Lesi ini mudah pecah dan sembuh dengan deskuamasi

superfisial.4

2. Miliaria rubra, jenis ini lebih berat daripada miliaria kristalina, terdapat pada

badan dan tempat-tempat tekanan atau gesekan pakaian. Terlihat papul merah

atau papul vesikular ekstrafolikular yang sangat gatal dan pedih. Miliaria ini

terdapat pada orang yang tidak biasa pada daerah tropik.1 Lesi dapat sembuh

dalam beberapa hari, bila pasien dipindahkan dari ruangan yang panas dan

lembab.4

Dikutip dari kepustakaan 11

4

Gambar 2 : Miliaria rubra

Bentuk klinis tersering berupa makula eritematosa miliar dengan vesikel-vesikel

diatasnya. Dapat pula timbul papul-papul diatas makula tersebut.7 Pada bayi,

lesi jenis ini muncul di daerah leher, lipatan paha, dan ketiak. Pada orang

dewasa, lesi ini sering muncul pada kulit yang sering tertutup dan mengalami

gesekan dengan pakaian, misalnya pada daerah leher, kulit kepala, tubuh bagian

atas,dan daerah fleksor.4

3. Miliaria profunda. Bentuk ini sering terjadi pada orang-orang yang tinggal di

daerah beriklim tropis, dan telah mengalami miliaria rubra secara berulang. Lesi

ini berkembang dalam beberapa menit samapai beberapa jam setelah

berkeringat, serta bersifat asimptomatis. Lesi jenis ini cepat sembuh, biasanya

kurang dari satu jam setelah penyebab berkeringat dihilangkan. 4

Gambar 3 : Miliaria profunda

* Dikutip dari kepustakaan 11* Dikutip dari kepustakaan 4

5

Lesi jenis ini berupa papul tanpa folikel dengan diameter 1-3 mm, berwarna

eritema. Lesi biasanya terjadi pada badan, tetapi dapat juga muncul pada

ekstremitas. Lesi ini muncul setelah beraktivitas atau pada saat produksi

keringat meningkat.4

4. Miliaria pustulosa. Merupakan variasi dari miliaria rubra yang mengalami

respon inflamasi atau terjadi infeksi sekunder atau setelah terjadi berulang-

ulang miliaria rubra sehingga terbentuklah miliaria pustulosa dengan gejala

papul putih yang dalam, sering terjadi pada iklim tropis.2

Gambar 4 : Miliaria pustulosa**

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada miliaria tidak ditemukan hasil laboratorium yang abnormal.2 Gambaran

histopatologi pada miliaria kristalina terlihat gelembung intera/subkorneal,1 dari hasil

pemeriksaan sitologi kandungan vesikel tidak memperlihatkan sel-sel yang

mengalami inflamasi atau sel raksasa multinuklear.4

Pada miliaria rubra, gambaran histopatologik berupa gelembung terjadi pada

stratum spinosum sehingga menyebabkan peradangan pada kulit dan perifer kulit di

** Dikutip dari kepustakaan 4

6

epidermis.1 Vesikel spongiotik yang terdapat di dalam stratum spinosum, di bawah

sumbatan keratin dan infiltrat radang kronis terdapat di sekitarnya dan di dalam

vesikel serta mengelilingi dermis, infiltrasi limfositik perivaskuler dan vasodilatasi

terlihat pada dermis superfisial. Dengan pewarnaan khusus, dapat terlihat kokus

positif gram di bawah dan di dalam sumbatan keratin. Pada saluran keringat

intraepidermal diisi dengan substansi amorf yang Periodic Acid-Schiff (PAS) positif

dan diastase resisten.2

Miliaria profunda, terlihat sumbatan pada daerah taut dermoepidermal dan

pecahnya saluran keringat pada dermis bagian atas dan juga adanya edema

intraseluler periduktal pada epidermis (spongiosis) serta infiltrat radang kronis.2

Miliaria pustulosa, terlihat campuran infiltrat dengan sel-sel mononuklear dan

lekosit polimorfonuclear (PMN) dan sumbatan ekrin pada taut dermoepidermal

dengan gangguan pada sistem ekrin dermal.2

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Jika

saluran kelenjar keringat tersumbat, maka keringat yang tertahan menyebabkan

terjadinya peradangan, yang selanjutnya akan menimbulkan iritasi dan gatal-gatal.8

Diagnosis miliaria yang khas bentuk klinisnya tidak sukar untuk ditegakkan.

Retensi keringat yang menyebabkan gatal pada eksim dan dermatosis lainnya harus

dicurigai bilamana terjadi iritasi pada keadaan yang panas meskipun sukar untuk

dibuktikan.2 Pada pemeriksaan laboratorium tidak ada hasil pemeriksaan

laboratorium yang abnormal kecuali saat cuaca sangat panas yang disebabkan retensi

keringat. Hasil biopsi memperlihatkan sumbatan saluran keringat, pecahnya saluran

keringat dan vesikel berisi timbunan keringat pada lapisan kulit yang menandakan

tipe miliaria.3

VII. DIAGNOSIS BANDING

7

Miliaria dapat didiagnosis banding dengan :

1. Eritema toksikum neonatorum

Miliaria rubra sering dibingungkan dengan eritema toksikum neonatorum.4

Eritema toksikum neonatorum merupakan suatu eritema generalisata yang mencolok,

yang terjadi beberapa jam setelah lahir dan menghilang secara spontan dalam waktu

24-48 jam.2 Penyakit ini merupakan tumor jinak, dapat sembuh sendiri.12 Lesi Eritema

toksikum neonatorum ini mempunyai karakteristik berupa eritema makular, papul,

vesikel dan pustul, dan tidak ditemukan gejala sisa yang permanen.13 Pustul pada

eritema toksikum neonatorum diisi oleh eosinifil, tidak demikian halnya pada miliaria

rubra.4

Gambar 5 : Eritema toksikum neonatorum

2. Folikulitis

Folikulitis adalah peradangan pada selubung akar rambut (folikel).

Penyebabnya adalah infeksi oleh bakteri stafilokokus,14 dapat juga disebabkan oleh

trauma atau sumbatan pada folikel.15 Miliaria rubra juga dibingungkan dengan

folikulitis.4,16 Papul folikel eritematosa atau pustul kecil seperti kepala peniti tanpa

mengenai kulit disekitarnya disertai dengan rambut dibagian tengahnya.2 Folikulitis

bisa terjadi di bagian kulit manapun, biasanya merupakan akibat dari kerusakan

Dikutip dari kepustakaan 3

8

folikel rambut karena bergesekan dengan pakaian, penyumbatan folikel rambut,

pencukuran.14

Pada kulit yang terkena akan timbul ruam, kemerahan dan rasa gatal.

Di sekitar folikel rambut tampak beruntus-beruntus kecil berisi cairan yang bisa

pecah lalu mengering dan membentuk keropeng. Diagnosis ditegakkan berdasarkan

gejala-gejalanya. Untuk memastikan bahwa penyebabnya adalah stafilokokus, bisa

dilakukan pembiakan contoh jaringan yang terinfeksi di laboratorium.14

Gambar 6 : Folikulitis

3. Herpes simpleks

Pada keadaan infeksi serius, miliaria kadang-kadang dibingungkan dengan

herpes simpleks.18 Infeksi virus herpes simpleks memberikan gambaran berupa

vesikel2 yang berkelompok19 dan pustul diatas plak atau eritematosa serta edema.

Terdapat pembesaran getah bening regional tetapi demam dan gejala konstitusi

biasanya ringan.2 Ada riwayat kontak dengan penderita, dan melibatkan membran

mukosa.19

*Dikutip dari kepustakaan 17

**Dikutip dari kepustakaan 20

9

Gambar 7 : Herpes simpleks**

VIII. PENATALAKSANAAN

1. Perawatan Umum

Kunci utama penatalaksanaan miliaria terutama pada penempatan penderita

pada lingkungan yang sejuk sehingga keringat akan berhenti keluar. Sumbatan keratin

yang menyumbat lubang keringat akan terbuka dalam beberapa hari, tetapi beberapa

kelenjar mungkin akan tersumbat selama 2-3 minggu.4

Penyejuk ruangan pada kamar tidur umumnya dianjurkan paling sedikit 8 jam

setiap harinya pada keadaan tidak berkeringat sebagai pencegahan juga dapat

digunakan kipas angin.4 Pengobatan dengan cara menghindari panas dan kelembatan

yang berlebihan, mengusahakan regulasi suhu yang baik dan pakaian tipis yang dapat

menyerap keringat.1

2. Terapi sistemik

Antihistamin dibutuhkan bila timbul gatal. Selain itu obat ini juga dapat

membantu untuk tidur, yang biasanya terganggu oleh karena rasa gatal. Jika terjadi

infeksi, maka penggunaan antibiotik juga dibutuhkan.18 Anti histamin dalam dosis

terapi efektif untuk mengobati udem, eritem dan pruritus. Salah satu contoh AH1

10

golongan alkilamin adalah Klorfeneramin maleat dengan dosis tunggal dewasa 2-4

mg.21 Terapi retinoid dan asam askorbik oral juga dianjurkan.6

3. Terapi topikal

Antibiotik topikal secara klinis tidak terlalu efektif tetapi dapat diberikan

untuk menghindari impetiginisasi. Pada percobaan, pemberian gentamisin dan

neomisin secara topikal dapat mengurangi berkembangnya miliaria.2 sediaan

gentamisin salep atau krim dalm kadar 0,1 dan 0,3 %. Neomisin terbanyak digunakan

topilak, baik untuk infeksi kulit maupun untuk infeksi mukosa oleh kuman yang

sensitif.22 Juga dapat dapat diberikan anti biotik topikal seperti krim kloramfenikol

2%.7

Losion kalamin mungkin efektif untuk mengurangi ketidaknyamanan, yang

biang kering dapat memberi efek sebagai emolien.2 Pada miliaria rubra dapat

diberikan bedak salisil 2% dibubuhi menthol ¼ -2%. Losio Faberi dapat pula

digunakan.untuk memberikan efek anti pruritus dapat ditambahkan mentholum atau

camphora pada lotio Faberi. Pada miliaria profunda dapat diberikan lotio calamin

dengan atau tanpa mentol 0,25%, dapat pula resorsin 3% dalam alkohol.1

Steroid topikal yang ringan sering diberikan dengan alasan mengurangi gejala

selama masa perbaikan.11 Hidrokortison 1% dapat juga dapat digunakan untuk

mengurangi gejala.2 Antiseptik dan antibiotik antistafilokokus dapat melawan

pertumbuhan bakteri. 11

IX. PROGNOSISPrognosis umumnya baik,7 dimana sebagian besar pasien sembuh dalam satu

sampai beberapa minggu, bila pasien dipindahkan ke ruangan yang sejuk.4

X. KESIMPULAN

Miliaria atau heat rash atau biang keringat adalah salah satu gangguan yang

terjadi akibat penyumbatan duktus kelenjar eksokrin ke permukaan kulit. Miliaria

11

muncul ketika suhu atau kelembaban lingkungan relatif lingkungan tinggi dan

produksi keringat meningkat.

Miliaria dibagi atas empat macam jenis, yaitu miliaria kristalina, miliaria

rubra, miliaria profunda dan miliaria pustulosa. Miliaria dapat terjadi pada pria dan

wanita, semua ras dan semua usia.

Pada miliaria tidak ditemukan hasil laboratorium yang abnormal. Miliaria

didiagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik. Miliaria dapat didiagnosis banding

dengan eritema toksikum neonatorum, folikulitis, dan herpes simpleks.

Pasien sering diterapi dengan kortikosteroid potensi rendah, antibiotik, dan

antihistamin. Sebagian besar pasien sembuh dalam satu sampai beberapa minggu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Natahusada, E.C. Miliaria. Djuanda, A. Ilmu penyakit Kulit dan kelamin. 1999: Jakarta.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Hal.258-9

2. Amiruddin MD. Ilmu penyakit kulit. Makassar: Bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin fakultas kedokteran universitas hasanuddin; 2003

3. Hurley HJ. Disorder of the sweat glands. In: Orkin M, Maibach HI, Dahl MV, eds. Dermatology 1st ed. Minnesota: Prentice-Hall International Inc; 1991.p.340-8.

4. Levin N.A. Miliaria. [online]. January 25, 2007 [ cited 2007 Feb 14 ]; [11 screen]. Available from URL: http://www.emedicine.com/derm/topic266.htm

5. Goldsmith LA. Disorders of the eccrine sweat glands. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, Eds. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2003.p.705-7.

6. Bolognia JL, etc. Dermatology. London: Mosby; 2003 7. Siregar R.S. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. 1996. Jakarta. EGC8. Biang Keringat. [ cited 2007 Feb 14 ]; [11 screen]. Available from

URL: http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?iddtl=811&idktg=14&UID=20070214152103125.162.210.53

9. Bozzo P, Miller RC. Dermatology and dematopathology a dynamic interface. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 1999.

10. Miliaria. [ cited 2007 Feb 14 ]. Available from URL: http://www.telmedpak.com/homes.asp?a=derma_eanas&b=Miliaria

12

11. Miliaria. [online]. 2006 [ cited 2006 Jun 30 ]; [ 3 screen ]. Available from URL: http://dermnetz.org/lesions/miliaria.html

12. Yan AC. Erythema toxicum. [online]. January 13, 2006 [ cited 2007 Feb 14 ]. Available from URL: http://www.emedicine.com/ped/topic697.htm

13. Beute T.C. Erythema toxicum neonatorum. November 8, 2006 ;[ cited 2007 Feb 14 ]. Available from URL: http://www.emedicine.com/derm/topic139.htm

14. Folikulitis, bisul & karbunkel. [ cited 2007 Feb 14 ]; Available from URL: http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?iddtl=343&idktg=14&UID=20070214152246125.162.210.53

15. Satter E. Folliculitis. [online]. June 21, 2006 [cited 2007 Feb 14].Available from URL: http://www.emedicine.com/derm/topic159.htm

16. Hurley HJ. Disease of the apocrine and Eccrine sweat glands. Moschella, S.L and Hurley, H.J. Dermatology 2nd ed.. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 1985.p.1355-62.

17. Folliculitis Group. [ cited 2006 July 2]. Available from URL: http://www.thumbnailIndex.cfm

18. Greene A. Miliaria. [online]. 2002 Aug 31 [cited 2006 Jun 30]; [2 screen]. Available from URL:http://www.drgreene.com/a-zguide/miliaria.htm

19. Torres G. Herpes simplex. [online]. August 9, 2005 [cited 2007 Feb 14 ]; Available from URL: http://www.emedicine.com/derm/topic179.htm

20. Herpes simplex. [online]. 2006 [cited 2006 Jul 9]; Available from URL: http://www.comtemporarypediatrics.com/contpeds/data/articlestandard/contpeds/312004/108010/k2a0

21. Sjamsudin U, Dewoto HR. Autakoid dan antagonis. In: Ganiswara SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi, ed. Farmakologi dan terapi.4th ed. Jakarta: Bagian farmakologi fakultas kedokteran universitas indonesia; 1995.p.248-61.

22. Gan SG, Gan VHS. Aminoglikosoid. In: Ganiswara SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi, editors. Farmakologi dan terapi. 4 th

ed. Jakarta: Bagian farmakologi fakultas kedokteran universitas indonesia; 1995.p.661-74

13

14