of 28 /28
Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan WAWANCARA Dana Desa Harus bisa Menyejahterakan Rakyat Johan Budi Mengukur Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa OPINI Dari Desa Wujudkan Indonesia Bersih Tanpa Partisipasi Desa Impian Hanya Omong Kosong Belaka Ahmad Erani Yustika CATATAN PENGETAHUAN Berjibaku dengan Kebiasaan Lama Banjarnegara Pemda Banjarnegara siap kawal pemetaan kesejahteraan Wonosobo Pemanfaatan Aplikasi Mitra Desa dan Keuangan Desa di Kabupaten Wonosobo Malang Praktik Mengulas dan Simulasi Pelaksanaan APBDesa Takalar Mengaji Pengelolaan Keuangan Desa Kalukubodo BERITA DESA PANDUAN KEBIJAKAN Mendorong Pengelolaan Dana Desa Untuk Mengefektifkan Program Berbasis Desa Meningkatnya Peran Perempuan dalam Perencanaan Pembangunan Desa Wulungsari Mengenal Pengelola Keuangan Desa Silang Sengkarut Pengelolaan Keuangan Desa LAPORAN UTAMA pembaharuan dari desa EDISI 2 | N o v e m b e r 2015

Merdesa edisi II Mengeja Pengelolaan Keuangan Desa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pengelolaan Keuangan Desa Sahun Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa diimplementasikan. Dalam kurun waktu itu, banyak energi dan perhatian dicurahkan untuk urusan pengelolaan keuangan. Mulai tahun ini, sebagai bagian dari amanat UU Desa, pemerintah menyalurkan dana desa. Alokasi anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) ini sebesar Rp 20,7 triliun untuk 74.093 desa di 434 kabupaten/kota di Indonesia. Namun demikian, tata kelola keuangan desa tidak berhenti pada urusan uang. Dasar dari asas subsidiaritas ialah pengakuan kewenangan desa oleh negara untuk mengelola urusannya sendiri, termasuk pengelolaan anggaran. Tentu, muara yang dituju ialah kesejahteraan rakyat. Tata kelola keuangan desa terkait mulai dari perencanaan hingga penganggaran, ketersediaan regulasi dan kualitas sumber daya manusia. Tulisan Darwanto berjudul “Mengukur Akuntabilitas Keuangan Desa” menegaskan tiga prinsip pengelolaan keuangan desa yang tak dapat dipisahkan

Text of Merdesa edisi II Mengeja Pengelolaan Keuangan Desa

  • Maju Perempuan Indonesia

    untuk Penanggulangan Kemiskinan

    WAWANCARA

    Dana Desa Harus bisa

    Menyejahterakan Rakyat

    Johan Budi

    Mengukur Akuntabilitas

    Pengelolaan Keuangan Desa

    OPINI

    Dari Desa Wujudkan

    Indonesia Bersih

    Tanpa Partisipasi Desa Impian Hanya

    Omong Kosong Belaka

    Ahmad Erani Yustika

    CATATAN PENGETAHUAN

    Berjibaku dengan Kebiasaan Lama

    Banjarnegara

    Pemda Banjarnegara siap kawal

    pemetaan kesejahteraan

    Wonosobo

    Pemanfaatan Aplikasi Mitra

    Desa dan Keuangan Desa di

    Kabupaten Wonosobo

    Malang

    Praktik Mengulas dan Simulasi

    Pelaksanaan APBDesa

    Takalar

    Mengaji Pengelolaan

    Keuangan Desa Kalukubodo

    BERITA DESA

    PANDUAN KEBIJAKAN

    Mendorong Pengelolaan Dana Desa

    Untuk Mengefektifkan Program

    Berbasis Desa

    Meningkatnya Peran Perempuan

    dalam Perencanaan

    Pembangunan Desa Wulungsari

    Mengenal Pengelola

    Keuangan Desa

    Silang Sengkarut

    Pengelolaan Keuangan Desa

    LAPORAN UTAMA

    p e m b a h a r u a n d a r i d e s a

    E D I S I 2 | N o v e m b e r 2 0 1 5

  • Diterbitkan oleh :

    Majalah ini dikembangkan dan diterbitkan oleh INFEST

    dengan dukungan dari Program Maju Perempuan Indonesia

    Untuk Penanggulangan Kemiskinan (MAMPU). Program

    Mampu merupakan inisiatif bersama antara Pemerintah

    Indonesia dan Pemerintah Australia dalam upaya

    pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan

    perempuan.

    Informasi yang disampaikan dalam majalah ini sepenuhnya

    merupakan tanggung jawab tim penyusun dan tidak serta

    merta mewakili pandangan Pemerintah Indonesia maupun

    Pemerintah Australia.

    Didukung oleh :

    Maju Perempuan Indonesia

    untuk Penanggulangan Kemiskinan

    REDAKSI MAMPU

    Penanggungjawab :

    Muhammad Irsyadul Ibad

    Redaktur :

    Budhi Hermanto

    Redaktur Pelaksana :

    Sofwan Hadi

    A. Pambudi

    Anggota Tim Redaksi:

    Alimah; Frisca Nilawati;

    Borni Alan; Ananto Sulistyo,

    Khayat ; A. Affandi

    Kontributor Daerah :

    Edi Purwanto; Syahribulan

    Editor

    Heru Prasetya

    Tata Letak

    Akbar Binbachrie (KAF media)

    ALAMAT REDAKSI

    Warungboto UH IV/734

    Umbul Harjo Yogyakarta

    Telp: 0274 417004

    Email: [email protected]

    Portal: www.sekolahdesa.or.id

    twitter: @sekolahdesa

    Seluruh tulisan dan foto dalam buletin ini dilisensikan dalam

    bendera Creative Common (CC). Siapapun bisa mengutip,

    menyalin, dan menyebarluaskan sebagian atau keseluruhan

    tulisan dengan menyebutkan sumber tulisan dan jenis lisensi

    yang sama, kecuali untuk kepentingan komersil.

    ampir satu tahun Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

    Hdiimplementasikan. Dalam kurun waktu itu, banyak energi dan perhatian dicurahkan untuk urusan pengelolaan keuangan. Mulai tahun ini, sebagai bagian dari amanat UU Desa, pemerintah menyalurkan

    dana desa. Alokasi anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan

    Belanja Negara (APBN) ini sebesar Rp 20,7 triliun untuk 74.093 desa di 434

    kabupaten/kota di Indonesia.

    Namun demikian, tata kelola keuangan desa tidak berhenti pada urusan

    uang. Dasar dari asas subsidiaritas ialah pengakuan kewenangan desa oleh

    negara untuk mengelola urusannya sendiri, termasuk pengelolaan

    anggaran. Tentu, muara yang dituju ialah kesejahteraan rakyat.

    Tata kelola keuangan desa terkait mulai dari perencanaan hingga

    penganggaran, ketersediaan regulasi dan kualitas sumber daya manusia.

    Tulisan Darwanto berjudul Mengukur Akuntabilitas Keuangan Desa

    menegaskan tiga prinsip pengelolaan keuangan desa yang tak dapat

    dipisahkan: transparansi, partisipasi,dan akuntabilitas. Akuntabilitas bisa

    dilihat secara administratif dan substantif. Administratif menunjukkan

    sistem pengelolaan keuangan desa sesuai dengan prosedur yang ada.

    Sementara, substantif menegaskan konsistensi antara perencanaan,

    penganggaran, dan realisasi.

    Akuntabilitas dapat terwujud apabila didukung oleh dua unsur, transparansi

    dan partisipasi. Tulisan Sinam M Sutarno berjudul Dari Desa Wujudkan

    Indonesia Bersih, menujukkan pentingnya partisipasi masyarakat. Peran

    aktif masyarakat dalam pengawasan menjawab keraguan desa dalam

    mengelola keuangan. Hal tersebut menegaskan, sebagai subjek

    pembangunan dan berdaulat, desa mampu mewujudkan tata kelola

    keuangan yang berorientasi kesejahteraan.

    Pentingnya pengawasan dan partisipasi masyarakat juga muncul dalam

    wawancara dua tokoh: Johan Budi SP dan Ahmad Erani Yustika. Keduanya

    bersepakat bahwa partisipasi masyarakat dan pengawasan mutlak

    dilakukan, selain kemampuan tata kelola. Tidak sedikit desa ataupun

    supradesa yang ketakutan untuk mengelola dana desa yang bersumber dari

    APBN. Padahal, sebagai wujud dari asas subsidiaritas, dana desa merupakan

    hak desa yang harus dikelola untuk mewujudkan kesejahteraan warganya.

    Tak lupa, kabar inovasi dari desa yang bisa menjadi pembelajaran bagi para

    pembaca. Desa-desa mulai bergerak untuk memahami pengelolaan

    keuangan desa yang transparan, akuntabel, partisipatif dan disiplin

    anggaran. Sehingga, optimisme untuk mewujudkan desa yang berdaya,

    mandiri dan berdaulat terus menggelora. Terakhir, kami berharap Merdesa

    mampu menjadi ruang dialog dan berbagi pengetahuan. Selamat membaca

    Salam Merdesa.

    LINTAS DESA

    LAPORAN UTAMA

    OPINI

    WAWANCARA

    CATATAN PENGETAHUAN

    BERITA DESA

    PANDUAN KEBIJAKAN

    INFOGRAFIS

    Pengelolaan

    Keuangan Desa

    Pengantar Redaksi

    1

    3

    5

    9

    13

    18

    19

    25

    p e m b a h a r u a n d a r i d e s a

  • Merdesa | Edisi 2 | November 2015

    Minggu (13/9/2015), seluruh anggota

    Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

    Kucur, Kecamatan Dau, Kabupaten

    Malang berkumpul di Kantor Desa.

    Tujuh anggota BPD bersepakat untuk

    mendiskusikan kewenangan BPD sesuai

    dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun

    2014 tentang desa. Diskusi ini juga

    dihadiri oleh perwakilan BPD Desa

    Jambearjo, Kecamatan Tajinan. Materi

    diskusi meliputi tata cara pembuatan

    peraturan kepala desa, perencanaan

    desa, tugas perangkat desa, tata cara

    membuat peraturan desa, serta hak

    dan kewajiban kepala desa. []

    Kader Pembaharu dari tiga desa di Kabupaten Malang berkumpul di Balai Desa

    Tunjungtirto, Kecamatan Singosari, Rabu (5/8/2015). Acara yang dikemas dalam

    tajuk Silaturahmi dan Reorientasi Implementasi UU Desa di Kabupaten Malang ini

    turut dihadiri oleh Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Drs. Eko

    Suswanto. Dalam sambutannya, Eko menyampaikan pentingnya berbagi

    pengalaman dalam mengelola pemerintahan desa. Oleh karena itu, dengan diskusi

    dan berbagi pengalaman akan berdampak pada perbaikan pelayanan di masing-

    masing desa.

    Hanik Martya, Kepala Desa Tunjungtirto selaku tuan rumah, berharap pertemuan

    ini menjadi pemantik awal dalam melakukan perbaikan pemerintahan desa.

    Forum-forum seperti ini menjadi ruang bersama dalam bertukar pengalaman dan

    saling mengisi kekurangan satu dan lainnya. Kepala Desa Tunjungtirto ini berharap

    pertemuan semacam ini bisa dilakukan sesering mungkin dan tempatnya bisa

    bergiliran di masing-masing desa. []

    Setelah melewati proses panjang dalam

    penggalian indikator kesejahteraan lokal,

    Tim Pembaharu Desa Tracap mulai

    mengerjakan sensus di seluruh dusun.

    Sensus bertujuan untuk mendapatkan data

    desa yang valid. Sehingga perencanaan

    pembangunan yang disusun dapat

    mengakomodasi kelas sosial yang selama

    ini termarginalkan. Menurut Siti Muntiah,

    Kader Pembaharu Desa Tracap, sensus

    mulai dilakukan pada bulan Agustus.

    Setelah sensus selesai, Tim Pembaharu

    Desa dan perangkat desa akan melangkah

    ke tahap entri data. Setelah itu, kami akan

    bersiap untuk melakukan evaluasi

    perencanaan desa dengan data yang kami

    dapatkan melalui sensus ini, ungkap

    Muntiah, (16/8). []

    ua desa di Kabupaten Wonosobo,

    Dyaitu Desa Keseneng, Kecamatan Mojotengah dan Desa Lengkong, Kecamatan Garung berkontribusi dalam

    merumuskan rekomendasi peraturan

    bupati tentang pengelolaan keuangan. Hal

    tersebut dibahas berbarengan dengan

    pelatihan pengelolaan keuangan desa yang

    diselenggarakan Infest Yogyakarta di

    Kantor Bupat i Wonosobo, (29/9-

    2/10/2015). Pelatihan ini bertujuan untuk

    mendorong desa agar mampu mengelola

    keuangan desa, mulai dari perencanaan,

    pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,

    dan pe r tanggung jawaban seca ra

    transparan, partisipatif, akuntabel serta

    disiplin anggaran. Kami sedang berproses

    menyusun draf Perbup Pengelolaan

    Keuangan Desa. Hasil dari empat hari ini

    akan menjadi rekomendasi bagi kami di

    bagian pemerintahan, tutur Aldhiana

    Kusumawati dari perwakilan Sekretaris

    Daerah Pemkab Wonosobo. []

    Temu Kader Pembaharu Desa Kabupaten Malang

    Semangat Pendataan

    Kesejahteraan Desa Tracap

    BPD Kucur Diskusikan

    Kewenangannya dalam UU Desa

    Kader Desa Wonosobo

    Usulkan Rekomendasi

    Peraturan Bupati

    Desa Tunjungtirto, Kecamatan

    Singosari menjadi tuan rumah studi

    lapang Pelatihan Keuangan Desa,

    (17/9/2015). Studi lapang yang

    digagas oleh Balai Besar Pember-

    dayaan Masyarakat dan Desa

    Kabupaten Malang bekerjasama

    dengan Badan Pemberdayaan

    Masyarakat Provinsi Sulawesi Utara

    ini diikuti oleh 60 orang dari dua

    kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara

    yakni Kabupaten Minahasa dan

    Bolaang Mongondow Selatan. Desa

    Tunjungtirto menjadi tuan rumah

    k a r e n a d i a n g g a p b e r h a s i l

    menjalankan tata kelola keuangan

    desa dengan baik. []

    Studi Lapang Pelatihan

    Manajemen Keuangan Desa di Tunjungtirto

    LINTAS DESA

    WonosoboMalang

    Malang

    Malang

    Wonosobo

    Dok. Infest

    Dok. Infest Dok. Infest

    Dok. Infest

    Dok. Infest

    Dok. Infest

    Dok. Infest

    Dok. Infest

    1

  • Dalam konteks bernegara, layanan

    dasar merupakan hak warga negara.

    Pelayanan dasar adalah tanggung jawab

    perangkat pemerintahan, mulai dari

    pusat hingga desa. Untuk itu, sebagai

    tahap awal digelar pelatihan Perbaikan

    Pelayanan Publik di Desa Jatilawang,

    Kecamatan Wanayasa, (29-30/9/2015).

    Pelatihan dua hari ini dipandu oleh

    Mujtaba Hamdi dari Medialink Jakarta.

    Pertemuan in i bertujuan untuk

    memahami pentingnya perbaikan serta

    menemukenali jenis layanan dasar di

    desa. Forum ini juga menyepakati

    instrumen yang digunakan untuk survei

    perbaikan pelayanan dasar di desa.

    Menurut Mujtaba Hamdi, kata kunci

    dalam pelayanan dasar ialah publik.

    Artinya, pelayanan harus bisa diakses

    oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa

    terkecuali. Ada tiga bentuk pelayanan

    publik di desa yakni barang publik, jasa

    publik, dan layanan administratif.

    Ketiga bentuk tersebut harus didasar-

    kan pada prinsip transparansi, akunta-

    bilitas, dan partisipasi. []

    Kader Pembaharu Desa, perangkat

    desa dan Badan Permusyawaratan

    D e s a ( B P D ) G u m e l e m Ku l o n ,

    Kecamatan Susukan mengikut i

    pelatihan Pemetaan Kesejahteraan

    Lokal, (27-28/9/2015). Pelatihan yang

    digelar di Balai Desa Gumelem Kulon

    ini merupakan tindak lanjut dari

    kegiatan Sekolah Perempuan dan

    bekerjasama dengan Pemerintah

    Kabupaten Banjarnegara. Pelatihan

    pemetaan kesejahteraan lokal

    menjadi tahap lanjutan dari proses

    pemetaan aset dan potensi desa. []

    Kader Pembaharu Desa Gentansari

    belajar pentingnya data kesejahteraan

    lokal sebagai basis data perencanaan

    desa. Selama dua hari, (16-17/9/2015),

    mereka mengidentikasi jenis data,

    pendataan, dan menyepakati indikator

    kesejahteraan lokal di Desa Gentansari.

    Setelah itu, Kader Pembaharu Desa

    bersama Pemerintah Desa Gentansari

    akan melakukan serangkaian pendataan

    dan olah data sebagai basis perencanaan

    desa. []

    Mendorong Perbaikan

    Pelayanan Dasar di Desa

    Data Kesejahteraan Milik DesaDesa Gentansari

    Gali Indikator Kesejahteraan

    Pembaharu Desa Soreang, Kecamatan

    Mappakasunggu mengidentikasi

    jenis-jenis informasi publik milik desa,

    (8-9/9/2015). Kegiatan ini diikuti oleh

    18 Kader Pembaharu Desa Soreang.

    Setelah menemukenali jenis-jenis

    informasi publik, peserta kemudian

    mengidentikasi bukti sik dari

    masing-masing informasi. Sekaligus,

    membuat daftar informasi publik

    dalam bentuk dokumen, foto, dan

    papan informasi yang ada di desa. []

    Pembaharu Desa Soreang

    Identikasi Jenis Informasi Publik

    Belajar Jurnalisme Warga

    di Desa Kalukubodo

    2 LINTAS DESA

    Banjarnegara

    Takalar

    Takalar

    Banjarnegara

    Dok. Infest

    Dok. Infest

    Banjarnegara

    Jurnalisme warga merupakan salah satu bentuk partisipasi aktif warga dalam

    pengelolaan informasi di desa. Jumat (14/8/2015), Kader Pembaharu Desa

    Kalukubodo, Kabupaten Takalar, belajar mengenai Jurnalisme Warga. Kegiatan ini

    menjadi rangkaian pembelajaran tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) di

    Desa Kalukubodo. Pelatihan Jurnalisme Warga difasilitasi oleh Yudi Setiyadi,

    Koordinator Pena Desa, sebuah komunitas jurnalis warga di Kabupaten Banyumas. []

    Dok. Infest

    Dok. Infest

    Dok. Infest

    Dok. Infest

    Dok. Infest

    Merdesa | Edisi 2 | November 2015

  • ulianti, Sekretaris Desa Tunjung-

    Ytirto, Kecamatan Singosari,

    Kabupaten Malang mengaku

    ke su l i t an dengan s i s tem

    pengelolaan keuangan desa yang baru.

    Menurutnya, pemahaman masing-

    masing perangkat tentang peraturan

    teknis mulai dari peraturan menteri

    hingga peraturan bupati belum sama.

    Bahkan, di antara perangkat desa masih

    mera sa keb i ngungan . Dengan

    peraturan baru, prosedurnya panjang.

    Penatausahaan dan lain-lain alurnya

    panjang. Lebih rumit tetapi lebih

    tertata. Kalau SDM-nya tidak menguasai

    alur termasuk teori dan praktiknya bisa

    kesulitan, terang Yuli.

    Pemahaman perangkat dipengaruhi oleh

    faktor kebiasaan. Dalam penyusunan

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

    (APBDesa) t im penyusun mas ih

    mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan

    dalam penyusunan APBDesa sebelumnya,

    tim penyusun terbiasa menggunakan

    angka perkiraan. Sementara sekarang

    nominal pada APBDesa harus mengacu

    pada angka riil. Artinya, sebelum

    menyusun nominal yang masuk dalam

    APBDesa, tim penyusun harus melakukan

    survei harga terlebih dahulu.

    Tantangan kapasitas sumber daya

    manusia menjadi tantangan di level

    desa. Hal senada juga diakui oleh Agus

    Martono Kepala Desa Wulungsari,

    Kecamatan Selomerto, Kabupaten

    Wonosobo. Peralihan sistem pengelola-

    an keuangan menuntut perangkat desa

    untuk banyak belajar dan beradaptasi.

    D ia mengaku t idak mudah bagi

    perangkat desa untuk menyesuaikan diri

    dengan pola dan sistem yang baru.

    Selain prosedur teknis penatausahaan,

    pemahaman peran masing-masing

    perangkat atau struktur pengelola

    keuangan belum dipahami. Menurut Roy

    Salam, peneliti di Indonesia Budget

    Center (IBC) Jakarta, kondisi tersebut

    terjadi karena proses pengelolaan

    LAPORAN UTAMA

    Mengeja

    Pengelolaan

    Keuangan Desa

    Setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

    tentang Desa (UU Desa), terdapat perubahan mekanisme tata

    kelola keuangan desa. Di samping besaran dana yang diterima

    lebih besar, kewenangan desa dalam pengelolaan keuangan juga

    lebih leluasa, mulai dari perencanaan, penganggaran, realisasi,

    pelaporan hingga pertanggungjawaban.

    keuangan selama ini membuat pasif

    perangkat desa. Peran kepala desa

    dalam pengelolaan keuangan desa masih

    sangat sentral. Sehingga pelaksana

    teknis keuangan atau perangkat desa

    hanya menunggu instruksi kepala desa.

    Sesuai dengan Peraturan Pemerintah

    (PP) Nomor 113 Tahun 2014, tim

    pengelola keuangan terbagi menjadi dua

    yakni pemegang kekuasaan pengelolaan

    keuangan desa (PKPD) dan pelaksana

    teknis pengelolaan keuangan desa

    (PTPKD). Pemegang kekuasaan dijabat

    oleh kepala desa selaku pemimpin di

    desa yang dipilih secara demokratis.

    Sementara, pelaksana teknis diisi oleh

    unsur perangkat sesuai bidangnya yang

    dikoordinasikan sekretaris desa. Masing-

    masing mempunyai tugas dan kewe-

    nangannya. Di salah satu desa di

    Kabupaten Takalar, kepala desa

    menyusun seluruh dokumen perencana-

    an keuangan desa. Sementara perangkat

    yang lain belum mengetahui tugas dan

    Dok. Infest

    3Merdesa | Edisi 2 | November 2015

  • Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan

    Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pedoman

    Pengelolaan Keuangan Desa setidaknya mengatur

    mekanisme pertanggungjawaban dalam pengelolaan

    keuangan desa. Mekanisme yang dimaksud dapat

    dikelompokkan menjadi t iga model, yaitu model

    pertanggungjawaban di internal perangkat desa, model

    pertanggungjawaban kepada pemerintah kabupaten, dan

    model pertanggungjawaban kepada masyarakat.

    Model akuntabilitas internal adalah yang seperti dimaksud

    Pasal 32 Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pedoman

    Pengelolaan Keuangan Desa. Pasal tersebut mengatur model

    akuntabilitas yang harus dilaksanakan oleh seluruh Pelaksanan

    Teknis Pengelola Keuangan Desa (PTPKD). Di dalamnya

    menyatakan bahwa bendahara dalam melakukan transaksi

    pengeluaran satu rupiah pun harus melalui Rencana Anggaran

    Biaya (RAB)yang diajukan oleh Tim Pengelola Kegiatan (TPK) dan sudah disahkan oleh kepala desa.

    RAB tersebut juga sebelumnya diverifikasi oleh sekretaris desa

    selaku Koordinator PTPKD. Tidak cukup RAB yang disahkan

    oleh kepala desa, tetapi harus ada pengajuan Surat

    Permintaan Pembayaran (SPP) dari TPK yang disetujui oleh

    kepala desa selaku Pengguna Anggaran Desa dan sebelumnya

    sudah dilakukan verifikasi oleh sekretaris desa. Dengan dasar

    itu maka kepala desa baru bisa memerintahkan kepada

    Bendahara untuk melakukan pembayaran sejumlah yang

    diajukan.

    Mekanisme ini mengatur bahwa bendahara tidak boleh

    melakukan transaksi pengeluaran tanpa ada pengajuan dari

    TPK yang diverifikasi oleh Sekdes dan disahkan serta disetujui

    oleh kepala desa. Bendahara desa haram mengeluarkan

    uang desa tanpa ada perintah dari kepala desa. Kepala desa

    juga haram memberikan perintah membayar kepada

    bendahara desa tanpa proses pengajuan dari TPK yang

    diverifikasi oleh sekretaris desa.

    Pengelolaan keuangan desa yang transparan dan partisipatif sejak

    perencanaan hingga pertanggungjawaban, berpengaruh terhadap akuntabilitas

    dalam pengelolaan keuangan desa. Masyarakat tidak akan terlibat dalam

    pengelolaan keuangan desa jika pemerintah desa tidak transparan dalam

    pengelolaan keuangan. Begitu juga akuntabilitas tidak akan terwujud jika tidak

    ada transparansi dan partisipasi dalam pengelolaan keungan desa. Artinya tiga

    prinsip tidak dapat dipisahkan dan tidak dapat berdiri sendiri dengan urutan:

    transparansi partisipasi akuntabilitas.

    Mengukur Akuntabilitas

    Pengelolaan Keuangan Desaoleh: Darwanto*

    OPINI

    Dok. Infest

    5Merdesa | Edisi 2 | November 2015

  • kewenangannya. Seharusnya, pengaku-

    an kewenangan diatur melalui surat

    keputusan (SK) kepala desa, terang Roy.

    Selain kewenangan perangkat di tingkat

    desa, peran Badan Permusyawaratan

    Desa (BPD) pun masih jauh dari yang

    diharapkan. Padahal BPD mempunyai

    peran besar dalam rangkat mendukung

    dan mengawasi pembangunan di desa,

    khususnya dalam pengelolaan keuangan.

    Sebagai representasi warga, BPD

    bersama kepala desa membahas dan

    menyepakati perencanaan keuangan

    desa.

    Tantangan di Tingkat Supradesa

    Tidak hanya di tingkat desa, tantangan

    pengelolaan keuangan juga terjadi di

    tingkat supradesa, baik kecamatan

    maupun kabupaten . Se r i ngka l i

    tantangan yang dihadapi di tingkat

    supradesa berdampak langsung kepada

    pengelolaan keuangan di desa.

    Menurut Aldhiana Kusumawati, Kasubag

    Pertanahan di Bagian Pemerintahan

    Setda Kabupaten Wonosobo, dinamika

    kebijakan tentang desa pada kurun

    waktu 2015 membuat daerah harus

    responsif dan cepat dalam memfasilitasi

    petunjuk teknis bagi desa. Peraturan dan

    petunjuk pelaksanaan dalam UU Desa

    yang bersifat teknis terkadang mem-

    batasi kreativitas daerah.

    Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua

    Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten

    Seluruh Indonesia, Mardani H Maming. Ia

    menyoroti perubahan regulasi tentang

    penyaluran Dana Desa di tingkat pusat.

    Kondisi tersebut menyebabkan ter-

    hambatnya proses penyaluran Dana Desa

    dari kabupaten ke desa karena

    kabupaten harus menyusun ulang

    perubahan pendapatan dan belanja

    daerah.

    Dalam sebuah diskusi di Yogyakarta

    pertengahan Agustus lalu, Johan Budi,

    Komisioner Komisi Pemberantasan

    Korupsi (KPK), menyebutkan aspek

    terpenting dalam pengelolaan keuangan

    ialah pengawasan. Juni lalu, KPK merilis

    kajian tentang potensi masalah dalam

    pengelolaan Dana Desa. Lebih lanjut,

    Johan menjelaskan ada tiga tantangan

    dalam pengelolaan keuangan desa, yakni

    regulasi, kapasitas perangkat di setiap

    desa, dan mekanisme pengelolaan

    keuangan. Masih sedikit kabupaten

    yang mengelola layanan pengaduan

    masyarakat. Layanan ini seharusnya bisa

    menjadi alat kontrol yang efektif.

    Sehingga publik bisa mengetahui untuk

    apa dan bagaimana APBDesa diguna-

    kan, terang Johan.

    Selain tantangan di tingkat regulasi,

    proses fasi l i tasi kabupaten dan

    kecamatan belum berlangsung lancar.

    Selain kurangnya penguasaan dan

    pemahaman teknis pengelolaan

    keuangan, pendekatan yang dilakukan

    supradesa seringkali menimbulkan

    kegalauan perangkat di tingkat desa.

    Kami sering diweden-wedeni (ditakut-

    takut i ) . Ka lau desa mengalami

    kebingungan, konsultasi di kecamatan.

    Ternyata, (kecamatan) juga tidak

    menguasai. Kalau pehamanan kurang

    sreg, kami cari tahu di kabupaten.

    Kondisi sama, entah karena beban

    pekerjaan atau penguasaan, keluh Yuli.

    Pentingnya Partisipasi

    Dalam UU Desa disebutkan bahwa

    keuangan desa merupakan semua hak

    dan kewajiban desa yang dapat dinilai

    dengan uang serta segala sesuatu berupa

    uang dan barang yang berhubungan

    dengan pelaksanaan hak dan kewajiban

    di desa. Sementara pengelolaan

    keuangan desa merupakan keseluruhan

    kegiatan yang meliputi perencanaan,

    pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan

    dan pertanggungjawaban di desa.

    Pengelolaan keuangan desa didasarkan

    pada empat asas yakni transparansi,

    akuntabilitas, partisipasi, dan tertib

    anggaran. Transparansi atau keterbuka-

    LAPORAN UTAMA 4

    an bermakna bahwa masyarakat berhak

    untuk mengetahui dan mendapatkan

    akses informasi seluas-luasnya tentang

    anggaran desa. Keduanya turut

    mendukung akuntabilitas pengeolaan

    keuangan desa.

    Yando Zakaria dari Karsa Yogyakarta

    mengungkapkan bahwa yang terpenting

    dalam pengelolaan keuangan ialah

    perencanaan dan pengawasan. Dalam

    perencanaan, masyarakat mempunyai

    hak penuh untuk terlibat dalam

    menentukan arah pembangunan di desa.

    Begitu pula dalam proses pengawasan.

    Masyarakat desa mampu memanfaat-

    kan peluang untuk pengawasan. Dana itu

    akan efektif tergantung dua hal:

    perencanaan yang baik dan pengawasan

    yang kuat, terang Yando.

    Hal senada juga diungkapkan oleh Frisca

    Arita Nilawati, Manajer Program Desa

    Infest Yogyakarta. Mandat UU Desa ialah

    menyejahterakan warga. UU Desa

    memberikan ruang bagi warga untuk

    terlibat dalam perencanaan desa.

    Khususnya, untuk mengawal program-

    program pembangunan yang berpihak

    kepada masyarakat dan inklusif. Ruang-

    ruang seperti musyawarah desa sangat

    strategis untuk mengawal program

    pembangunan desa.

    Salah satu problem pembangunan,

    menurut Fr i sca, adalah karena

    ketidakhadiran negara. Program-

    program pelayanan dasar seringkali

    menimbulkan problem di kalangan

    masyarakat karena ketidakakuratan

    data. Sementara UU Desa ini bisa

    menjamin kewenangan lokal skala desa,

    termasuk dalam melakukan pendataan.

    Hal itu memungkinkan desa untuk

    melibatkan warga dalam proses

    pendataan sebagai basis perencanaan

    desa. Pemerintah desa juga berkewajib

    -an untuk rutin memberikan informasi

    perencanaan dan pertanggungjawaban

    APBDesa. Hal itu penting untuk proses

    pengawasan oleh warga, terang Frisca.

    [Sofwan]

    Dinamika kebijakan tentang desa pada kurun waktu 2015

    membuat daerah harus responsif dan cepat dalam

    memfasilitasi petunjuk teknis bagi desa. Peraturan dan

    petunjuk pelaksanaan dalam UU Desa bersifat sangat

    teknis terkadang membatasi kreativitas daerah.

    Aldhiana Kusumawati,

    Kasubag Pertanahan di Bagian Pemerintahan

    Setda Kabupaten Wonosobo

    Merdesa | Edisi 2 | November 2015

  • Mekanisme lainnya di internal PTPKD adalah adanya

    kewajiban bendahara desa yang harus membuat laporan

    bulanan terkait perkembangan pengelolaan keuangan desa

    paling lambat tanggal 10 pada bulan berikutnya. Model

    akuntabilitas pengelolaan keuangan desa ini menuntut

    kerjasama yang baik dan pemahaman yang sama di antara

    pelaku pengelola keuangan desa. Salah satu pihak pelaku

    pengelola keuangan desa yang tidak bisa bekerjasama dapat

    menghambat terwujudnya akuntabilitas pengelolaan

    keuangan di desa. Sehingga seluruh pihak PTPKD dituntut

    untuk memahami tugas dan fungsi masing-masing serta

    kerjasama yang kompak.

    Model akuntabilitas kepada pemerintah kabupaten

    sebagaimana yang diatur pada pasal 37 Permendagri 113/2014

    mewajibkan pemerintah desa untuk memberikan laporan

    realisasi pelaksanaan APBDesa pada semester I paling lambat

    pada bulan Juli dan laporan realisasi semester akhir tahun

    paling lambat pada bulan Januari tahun berikutnya. Bahkan,

    Pasal 38 mewajibkan pemerintah desa melalui kepala desa

    membuat peraturan desa tentang laporan pertanggung-

    jawaban APBDesa kepada bupati paling lambat bulan Januari

    pada tahun berikutnya.

    Model akuntabilitas kepada masyarakat diatur dalam Pasal 38

    Permendagri 113/2014 tentang Pedoman Pengelolaan

    Keuangan Desa. Pemerintah desa wajib melaporkan kepada

    masyarakat terkait pelaksanaan APBDesa secara tertulis dengan medium informasi yang mudah diakses oleh

    masyarakat. Ini juga masuk dalam bentuk transparansi

    pengelolaan keuangan di desa. Selain itu masyarakat juga

    memiliki hak untuk melakukan pengawasan terhadap

    kegiatan pengelolaan keuangan desa khususnya pada

    pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang bersumber dari APBDesa.

    Pemerintah desa juga wajib menyediakan ruang-ruang

    pengaduan masyarakat dan membuat mekanisme pengaduan

    yang sistematis sampai tersedianya mekanisme keluhan

    (complain mechanism).

    Akuntabilitas Administratif VS Substantif

    Akuntabilitas administratif (administrative accountability)dapat diartikan sebagai pengelolaan keuangan desa harus

    dapat dipertanggungjawabkan secara administratif.

    Pertanggungjawaban administratif menuntut pengelolaan

    keuangan desa harus dapat dibuktikan dengan alat bukti yang

    lengkap dan sah. Penerimaan dan pengeluaran harus sesuai

    dengan prosedur yang ada dengan bukti-bukti yang lengkap

    dan dicatat sebagaimana mestinya.

    Misalnya dalam kegiatan pengadaan laptop untuk menunjang

    sistem informasi desa, TPK harus dapat membutikan kuitansi

    atau nota/faktur atas pembelian barang tersebut. Dalam

    mekanisme pendanaannya pun sudah melalui prosedur dengan

    pengesahan RAB oleh kepala desa dan persetujuan pembelian

    barang tersebut sesuai dengan pos anggaran yang ada dalam

    APBDesa.

    Akuntabilitas substantif dapat diartikan bahwa pengelolaan

    keuangan desa harus dapat dipertanggungjawab sesuai dengan

    realisasi. Di samping administrasinya lengkap dan sah, tapi

    perlu dibuktikan dengan realisasi yang sebenarnya. Kuitansi,

    nota, serta faktur merupakan kelengkapan secara

    administratif yang sah, namun tidak menjamin bahwa

    pelaksanaan kegiatan itu sudah berjalan sebagaimana

    mestinya. Sehingga perlu ada pemeriksaan investigatif yang

    dilakukan oleh lembaga berwenang untuk melakukan

    pemeriksaan secara mendalam. Berbagai kasus yang terjadi

    dalam pengelolaan keuangan di lembaga pemerintah terjadi

    karena hanya memenuhi kebutuhan akuntabilitas secara

    administratif saja, namun mengabaikan akuntabilitas secara

    substantif.

    Tantangan terbesar bagi pengelolaan keuangan desa

    mewujudkan pengelolaan yang akuntabel, baik secara

    administratif maupun substantif. Dibutuhkan keseriusan

    semua pihak Pelaksana Teknis Pengelola Keuangan Daerah

    (PTPKD), mulai dari kepala desa selaku Pengguna Anggaran

    Desa, sekdes selaku koordinator PTPKD, hingga bendahara

    desa dan Tim Pengelola Kegiatan (TPK). Di samping itu,

    dibutuhkan pua keseriusan dari lembaga pemeriksa di daerah.

    Masyarakat juga harus ikut serta mengawasi pelaksanaan

    pengelolaan keuangan desa. Dengan pengelolaan keuangan

    desa yang akuntabel secara administratif maupun substantif,

    maka akselerasi pembangunan di desa akan cepat tercapai

    sesuai dengan ruh dan semangat UU Desa.

    Darwanto,Law and Budget Politics Coordinator

    Indonesia Budget Center

    Pemerintah desa wajib

    melaporkan kepada masyarakat

    terkait pelaksanaan APBDesa

    secara tertulis dengan medium

    informasi yang mudah diakses

    oleh masyarakat. Ini juga masuk

    dalam bentuk transparansi

    pengelolaan keuangan di desa.

    Selain itu masyarakat juga

    memiliki hak untuk melakukan

    pengawasan terhadap kegiatan

    pengelolaan keuangan desa

    khususnya pada pelaksanaan

    kegiatan-kegiatan yang

    bersumber dari APBDesa.

    OPINI 6Merdesa | Edisi 2 | November 2015

  • Saat Undang-Undang Nomor 6

    Tahun 2014 tentang Desa (UU

    Desa) disahkan, tidak sedikit

    pihak yang ragu dan pesimis.

    Bahkan, ada yang dengan tegas

    mengatakan dana desa hanya akan

    mengalihkan korupsi dari pusat dan

    daerah ke desa. Namun, saya menjadi

    bagian dari banyak orang yang memiliki

    optimisme bahwa UU Desa adalah jalan

    mewujudkan kesejahteraan masyarakat

    desa. Sekaligus jalan bagi pemberan-

    tasan korupsi itu sendiri. Keyakinan ini

    didasarkan pada esensi demokrasi yang

    meletakkan kedaulatan rakyat sebagai

    sarana mewujudkan cita-cita keadilan

    sosial.

    Kalau ingin menyejahterakan rakyat

    maka rakyat harus menjadi subjek

    pembangunan; kalau ingin memberan

    tas korupsi maka bangkitkan kekuatan

    rakyat. Sebab, rakyat adalah aktor

    utama dalam perencanaan, penganggar

    -an, pelaksanaan, pengawasan dan

    evaluasi.

    Menjawab Pesimisme

    Tidak dipungkiri bahwa praktik-praktik

    korupsi terjadi di desa. Pesimisme itu

    OPINI

    akan terjadi kalau kita hanya berpangku

    tangan. Tak sedikit inisiatif desa yang

    diniatkan untuk pengelolaan keuangan

    yang transparan dan akuntabel. Hal

    tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya

    desa siap melaksanakan mandat UU Desa.

    Usaha itu terus berjalan, baik yang

    diinisiasi oleh warga, LSM, Perguruan

    tinggi maupun pemerintah. Untuk

    memperkuat keyakinan itu, maka perlu

    memperluas ruang partisipasi untuk

    mendorong transparansi dan membangun

    akun tabilitas keuangan desa.

    Perluasan ruang partisipasi masyarakat

    dalam perencanaan pembangunan dan

    pengelolaan keuangan desa mutlak

    dilakukan. Tak kalah penting, pema-

    haman kepada masyarakat bahwa UU

    Desa tidak hanya perkara uang, tetapi

    juga pengakuan kewenangan desa untuk

    meningkatkan kesejah teraan. Sejumlah

    uang yang dikelola desa adalah sarana

    untuk mewujudkan kesejahteraan.

    Sehingga, semakin efektif dan efisien

    pengelolaan Dana Desa, maka proses

    kemajuan dan pemerataan kesejahteraan

    bisa lebih cepat. Tentu saja, bermodalkan

    gotong royong dan musyawarah.

    Oleh: Sinam M. Sutarno

    Meningkatnya alokasi anggaran yang dikelola desa adalah salah satu upaya

    untuk memaksimalkan kewenangan desa dalam mewujudkan kesejahteraan

    rakyat. Makin dekatnya kewenangan dan anggaran ke tangan rakyat membuka

    peluang luas bagi terwujudnya partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas

    keuangan desa sebagai perwujudan semangat gotong royong di desa. Indonesia

    bersih bisa kita mulai dari desa.

    Apatisme menjadi tantangan untuk

    mendorong partisipasi. Selain itu,

    terbatasnya ruang bagi tumbuhnya ide

    dan gagasan. Kondisi tersebut diperburuk

    dengan ketidakpercayaan pemerintah

    desa kepada warga ataupun sebaliknya.

    Maka, pendekatan harus dimulai dari

    manusianya. Aparat pemerintah desa

    harus membuka diri terhadap ide,

    gagasan, dan kritik masyarakat. Ruang-

    ruang diskusi tentang arah pembangunan

    desa harus diperbanyak dan tentu dengan

    bahasa yang mudah dipahami.

    Banyak organisasi kemasyarakatan desa,

    baik yang didirikan oleh pemerintah desa,

    pemerintah pusat, LSM maupun yang

    tumbuh alami seperti LPM/LKMD, karang

    taruna, PKK, kelompok tani, kelompok

    nelayan, koalisi perempuan, posyandu,

    klub sepakbola, koperasi, rukun tetangga

    (RT), rukun warga (RW), forum

    keagamaan, dan lain-lain merupakan

    potensi desa. Organisasi-organisasi

    tersebut dapat menjadi wadah partisipasi

    warga serta ujung tombak proses

    pembangunan di desa. Tugas pemerintah

    desa bisa dimulai dengan merevitalisasi

    organisasi kemasyarakatan yang ada di

    desa.

    Dok. Infest

    7Merdesa | Edisi 2 | November 2015

  • Untuk memperkuat organisasi masyarakat di desa ini setidaknya

    ada tiga hal yang bisa dilakukan. Pertama, memfasilitasi

    organisasi di desa untuk merumuskan cita-cita dan merencakan

    program kerja yang diselaraskan dengan perencanaan

    pembangunan desa. Memastikan semua organisasi terlibat

    dalam setiap tahapan perencanaan pembangunan desa. Kedua,

    mengalokasikan anggaran bagi organisasi desa secara rutin

    untuk menjalankan program-programnya. Alokasi ini bukan

    bantuan melainkan berbasis perencanaan program masing-

    masing organisasi. Ketiga, membangun komitmen antikorupsi di

    semua organisasi desa.

    Transparansi Keuangan Desa

    Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa yang bersih,

    transparansi atau keterbukaan menjadi syarat utamanya.

    Karena dengan transparansi semua orang akan tahu dan bisa

    tergerak untuk menjadi bagian penting dalam pembangunan

    desa. Pengelolaan keuangan desa yang transparan menjadi

    kewajiban pemerintah desa. Semua masyarakat berhak tahu

    dan tugas pemerintah menjamin semua orang bisa tahu.

    Untuk menjamin transparansi keuangan setidaknya dibutuhkan

    beberapa hal. Pertama, komitmen kuat dari penyelenggara

    pemerintah desa untuk menerapkan prinsip-prinsip anti korupsi.

    Diikuti dengan pembuatan regulasi dan sistem yang menjamin

    pelaksanaanya. Misalnya, kebijakan tentang pengelolaan

    keuangan terbuka, membuat laporan berkala, APBDesa on line,

    dan lain sebagainya.

    Kedua, meningkatkan efektifitas pengawasan Badan

    Permusyawaratan Desa (BPD). Selama ini, peran pengawasan

    yang dilakukan BPD belum maksimal. Fungsi ini harus diperkuat

    agar keseimbangan penyelenggaraan pemerintahan desa bisa

    terwujud. Efektivitas fungsi pengawasan tidak lepas dari proses

    pemilihan anggota BPD yang baik sehingga menghasilkan

    anggota yang memiliki kepedulian, kemampuan dan komitmen.

    Ketiga, sistem informasi pengelolaan keuangan yang menjamin

    dan memudahkan warga untuk mengetahui dan memahami.

    Pasal 82 ayat (4) UU No 6 Tahun 2014 secara tegas menyebutkan

    kewajiban pemerintah desa untuk menginformasikan

    perencanaan, pelaksanaan pembangunan, dan keuangan desa

    kepada masyaraat melalui layanan informasi paling sedikit satu

    tahun sekali. Kewajiban menginformasikan ini harus

    dilaksanakan secara serius dan bukan sekadar menggugurkan

    kewajiban. Transparansi harus bisa membangun suasana dialog.

    Maka, pemerintah desa sebaiknya memilih media yang tepat,

    baik yang bersifat off air (temu warga, koran desa, papan

    informasi, pertunjukan), on air (siaran di radio komunitas atau

    televisi komunitas) maupun on line (Website Desa, Facebook,

    Youtube).

    Keempat, memfasilitasi terselenggaranya pengawasan oleh

    masyarakat. Maka perlu ditanamkan pemahaman dan kesadaran

    bahwa Dana Desa adalah hak masyarakat. Tidak kalah penting

    adalah menumbuhkembangkan nilai-nilai anti korupsi,

    kejujuran, dan integritas. Pemberantasan korupsi bukan hanya

    soal penindakan, tetapi juga pencegahan. Kuncinya, pemerintah

    desa harus terbuka terhadap kritik, sekalipun pahit tetapi akan

    menyehatkan.

    Akuntabilitas Dana Desa

    Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban penyelenggara

    pemerintahan desa kepada masyarakat. Secara administratif,

    pertanggungjawaban pengelolaan Dana Desa sudah diatur

    melalui peraturan pemerintah, peraturan menteri maupun

    peraturan daerah. Bahkan Badan Pengawasan Keuangan dan

    Pembangunan (BPKP) pun sudah meluncurkan satu aplikasi

    sistem tata kelola keuangan desa. Beberapa desa yang dibantu

    oleh teman teman LSM juga sudah mulai mengembangkan

    sistem pengelolaan keuangan desa agar transparan dan

    akuntabel. Namun perlu diingat bahwa berjalannya sistem tidak

    terlepas dari kapasitas manusianya. Sebab, akuntabilitas tidak

    sekedar administratif.

    Pemerintah desa harus menyadari bahwa pengelolaan keuangan

    desa harus bisa disajikan dalam laporan yang akurat, efektif,

    efisien, serta bermanfaat. Jadi juga harus dilihat manfaat yang

    diterima masyarakat dan kontribusinya bagi visi misi

    pembangunan desa. Efektif dan efisien berarti keuangan desa

    digunakan sesuai prioritas dan kebutuhan.

    Kepala desa memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan

    pertanggungjawaban program dan keuangan kepada BPD,

    masyarakat, dan pemerintah kabupaten. Seyogyanya

    pemerintah desa kreatif menyajikan laporan sehingga mudah

    dipahami oleh masyarakat, Seperti pengalaman Radio

    Komunitas Wiladeg di GunungKidul yang memanfaatkan acara

    tradisional Rasulan. Di acara ini kepala desa membacakan

    perkembangan desa di hadapan warga dan disiarkan melalui

    radio komunitas.

    Desa yang dekat dengan nilai moral, etik, dan gotong royong

    sangat mendukung implementasi UU Desa serta pengelolaan

    keuangan desa yang transparan dan akuntabel. Nilai-nilai itu

    menjadi modal untuk mewujudkan desa bersih dan budaya anti

    korupsi. Semua bertumpu pada kekuatan dan kesadaran rakyat

    desa. Mari kita mulai pemberantasan korupsi dari desa.

    Keberhasilan UU Desa bisa terwujud manakala semua rakyat

    desa bergerak membangun desanya. Dana Desa harus

    digerakkan dan menggerakkan. Dana Desa menjadi medan bagi

    rakyat desa untuk menyatakan perang terhadap korupsi.

    OPINI8

    Sinam M Sutarno

    Ketua Jaringan Radio

    Komunitas Indonesia (JRKI),

    Anggota Forum Desa Nusantara

    Dalam penyelenggaraan

    pemerintahan desa yang bersih,

    transparansi atau keterbukaan

    menjadi syarat utamanya.

    Karena dengan transparansi

    semua orang akan tahu dan bisa

    tergerak untuk menjadi bagian

    penting dalam pembangunan

    desa.

    Merdesa | Edisi 2 | November 2015

  • Juni lalu, KPK merilis kajian tentang 14 potensi persoalan

    dalam pengelolaan Dana Desa. Sejauh mana usaha yang

    akan dan sudah dilakukan untuk mencegah potensi itu

    terjadi?

    Kajian KPK terkait pelaksanaan UU Desa berkaitan dengan

    pengelolaan sekaligus pengawasan Dana Desa dan Alokasi

    Dana Desa. Beberapa hal yang sudah dilakukan oleh KPK

    yakni pertama, memberikan rekomendasi dari hasil kajian

    tersebut kepada Kementerian Desa, Kementerian Dalam

    Negeri , Kementerian Keuangan dan juga bekerjasama

    dengan BPKP. Pelaksanaan rekomendasi ini dalam bentuk

    action plan yang dilakukan oleh Kementerian melalui

    pantauan KPK. Kedua, bekerja sama dengan komponen

    masyarakat lain dalam kaitan dengan pengawasan dengan

    melibatkan secara aktif baik itu LSM maupun Jaringan

    Komunitas Radio yang ada di Indonesia. Ketiga, melakukan

    kampanye dan sosialisasi secara bersama sama dengan

    Kementerian Desa, Kementerian Dalam Negeri, pemerintah

    daerah, dan komponen masyarakat lainnya.

    Bagaimana KPK mengantisipasi praktik-praktik atau

    proyek-proyek titipan kecamatan, titipan kabupaten

    seiring dengan besarnya dana di desa?

    Tentu KPK tidak melakukan pengawasan secara langsung

    dengan menerjunkan personil tetapi melalui peningkatan

    pemahaman teknis maupun peraturan yang berkaitan dengan

    pengelolaan Dana Desa melalui kampanye, pendidikan, dan

    sosialisasi kepada pelaksana di lapangan atau birokrasi.

    Melibatkan peran serta masyarakat dalam arti luas untuk ikut

    mengawasi pelaksanaan dan pengelolaan dana desa

    tersebut.

    Menurut Anda, apa tantangan pengelolaan keuangan bagi

    Desa pasca UU Desa disahkan?

    Tantangan kedepan berkaitan dengan pemahaman dan teknis

    penggunaan Dana Desa di tingkat Desa. Dari pengamatan

    KPK, kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) di masing-masing

    daerah, letak geografis serta budaya (local wisdom) akan

    WAWANCARA

    Dana Desa Harus Bisa

    Menyejahterakan Rakyat

    wawancara

    dengan

    Johan Budi

    Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI)

    gencar melakukan kampanye tentang pengawasan Dana Desa.

    Johan Budi, Komisioner KPK, selalu mengungkapkan bahwa Dana

    Desa harus bisa menyejahterakan rakyat. Untuk itu, ia mengajak

    seluruh elemen negeri, khususnya warga desa, untuk aktif dalam

    mengawasi penggunaan Dana Desa.

    9Merdesa | Edisi 2 | November 2015

  • ikut menentukan keberhasilan pengelolaan Dana Desa yang

    bisa dinikmati untuk kesejahteraan masyarakat desa.

    Disamping itu, aturan pelaksanaan yang sampai saat ini

    belum selesai baik yang berkaitan dengan UU maupun

    Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan UU, akan juga

    ikut menentukan keberhasilan pelaksanaan di tingkat Desa.

    Di sisi lain, aparatur desa juga diberi tanggung jawab untuk

    menyusun pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran (Dana

    Desa). Ini menjadi tantangan tersendiri mengingat tidak

    seragamnya kualitas SDM di masing-masing desa di Indonesia.

    Terkait kajian KPK tentang potensi persoalan Dana Desa

    dalam aspek regulasi dan kelembagaan, misalnya soal

    potensi tumpang tindih kewenangan antara Kementerian

    Desa dan Ditjen Bina Pemerintahan Desa Kemendagri,

    komunikasi macam apa yang sudah dilakukan KPK

    terhadap pihak tersebut? Apa respon dan tindakan dua

    pihak terkait?

    Dari hasil kajian, beberapa rekomendasi telah disampaikan

    KPK kepada pihak pemerintah. Rekomendasi tersebut diikuti

    langkah dengan melakukan program kerja (action plan) yang

    masing-masing Kementerian akan dipantau oleh KPK. Ada

    progress report (laporan perkembangan) yang disampaikan

    Kementerian kepada KPK. Misalnya usulan perubahan PP

    yang pernah disampaikan oleh KPK. Hasil tersebut dievaluasi

    secara reguler. Saat ini kegiatan tersebut masih berlangsung.

    Bagaimana sebaiknya praktik pengawasan yang bisa

    dilakukan warga dan pemerintah supra desa terhadap

    besarnya Dana Desa?

    Pengawasan penggunaan dan pengelolaan Dana Desa dan

    Alokasi Dana Desa harus dilakukan secara simultan dari pihak

    pemerintah (lembaga auditor) dan masyarakat. Dari pihak

    auditor tentu melakukan audit terkait pelaksanaan dan

    pengelolaan Dana Desa. Sementara dari sisi masyarakat bisa

    secara langsung terlibat ikut menentukan ke mana dana itu

    digunakan sekaligus melakukan pengawasan di tingkat

    lapangan, apakah benar dana tersebut digunakan sesuai

    dengan kebutuhan masyarakat desa. Penyimpangan ini bisa

    dilaporkan kepada penegak hukum sesuai tugas, pokok, dan

    fungsinya (tupoksi).

    September lalu tiga kementerian menandatangani surat

    keputusan bersama untuk mempercepat proses transfer

    Dana Desa dengan memangkas persyaratan dokumen

    perencanaan desa seperti RPJMDesa dan RKPDesa.

    Bagaimana tanggapan KPK mengenai regulasi ini?

    KPK tentu tidak bisa masuk ke detail pelaksanaan teknis yang

    memang menjadi kewenangan pemerintah baik di tingkat

    pusat maupun daerah. Bagi KPK, yang penting adalah Dana

    Desa dan Alokasi Dana Desa itu tepat sasaran dan tepat guna.

    Artinya, dana itu dikelola memang sebesar-besarnya untuk

    kemakmuran atau kebutuhan masyarakat desa.

    Menurut Anda, apa saja yang harus dilakukan Kepala Desa

    untuk terhindar dari jerat praktik tindak pidana korupsi?

    Kepala Desa harus benar-benar memahami proses maupun

    pertanggungjawaban penggunaan Dana Desa dan secara aktif

    berkomunikasi dengan komponen desa baik itu LKMD, Karang

    Taruna atau komponen masyarakat yang lain. Selain itu,

    berdiskusi dan berkoordinasi dengan auditor di daerah

    menjadi salah satu cara untuk menghindari kesalahan dalam

    menerapkan atau menggunakan Dana Desa tersebut.

    Dalam beragam diskusi dengan Kepala Desa dan warga,

    banyak yang d iantaranya yang mengutarakan

    ketakutannya untuk menggunakan Dana Desa karena takut

    terjerat korupsi. Bagaimana tanggapan Anda mengenai

    ketakutan ini?

    Seringkali ketakutan untuk menggunakan Dana Desa adalah

    terjerat korupsi atau berurusan dengan penegak hukum.

    Ketakutan ini sebenarnya tidak beralasan meskipun memang

    tidak bisa disalahkan, sepanjang penggunaan Dana Desa dan

    alokasi Dana Desa dilakukan memang bertujuan untuk

    meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan tidak ada

    niat untuk mengorupsi maka tidak perlu ada ketakutan.

    Salah satu kajian KPK juga menyoroti potensi pelanggaran

    Pendamping Desa. Apa yang telah dilakukan KPK, dalam

    hal ini dengan Kementerian terkait, dalam mengantisipasi

    hal tersebut?

    Soal tenaga pendamping sepenuhnya memang menjadi

    domain dari Kementerian Desa dan PDT, KPK dalam konteks

    ini lebih pada kebijakan makronya.

    Menurut Anda, apa saja yang dapat dilakukan untuk

    mendorong partisipasi masyarakat dalam mengawasi

    keuangan desa?

    Peran masyarakat dalam hal ini harus terlibat sejak mulai

    penyusunan RAPBDesa sampai pengawasan di tingkat

    lapangan dalam penggunaan Dana Desa.

    Apa seruan Anda, sebagai pimpinan KPK, terhadap warga

    desa khususnya, dalam fungsinya sebagai pengawas

    Pemerintah Desa atas kuasa pengelolaan keuangan desa?

    Harus dipahami bahwa Dana Desa dan Alokasi Dana Desa

    dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat desa. Warga

    desa punya hak untuk menanyakan, mengawasi sekaligus

    juga berperan secara aktif dalam penggunaan Dana Desa dan

    Alokasi Dana Desa. []

    WAWANCARA10

    Peran masyarakat dalam hal

    ini harus terlibat sejak mulai

    penyusunan RAPBDesa

    sampai pengawasan di

    tingkat lapangan dalam

    penggunaan Dana Desa.

    Merdesa | Edisi 2 | November 2015

  • Menurut Anda, bagaimana konsep Desa Impian atau

    Desa Mandiri?

    Saya biasanya menganalogikan Desa Impian itu seperti pulau

    harapan. Di dalamnya ada penghuni yang mampu

    menentukan ingin bekerja sebagai apa dan hidup bagaimana.

    Kemudian, di dalam pulau itu ada kerjasama kolektif yang

    dilakukan secara gotong-royong. Terakhir, penghuni pulau itu

    juga mampu menghidupi dir inya sendir i dengan

    mengandalkan potensi sumber daya yang mereka miliki.

    Gambaran ini sebetulnya menyiratkan tiga hal penting

    mengenai visi desa impian itu. Pertama, dari sisi manusianya,

    masyarakat desa adalah masyarakat yang memiliki stok

    pengetahuan yang cukup dan kondisi kesehatan yang baik dan

    memungkinkan mereka menentukan pilihan atas jalan hidup

    mereka masing-masing. Kedua, secara sosial, masyarakat

    desa adalah subjek yang ikut terlibat aktif dalam

    pembangunan di desanya. Ketiga, secara ekonomi,

    masyarakat desa hidup dalam keadaan sejahtera karena ada

    aktivitas ekonomi yang dinamis dengan memanfaatkan

    potensi sumber daya lokal.

    Bagaimana cara mewujudkan Desa Impian itu?

    Mewujudkan Desa Impian hanya bisa dilakukan dengan cara

    menerapkan strategi pembangunan dari bawah (bottom-up

    strategy). Artinya, masyarakatlah yang harus menjadi aktor

    utama pembangunan. Tugas pemerintah selanjutnya adalah

    memfasilitasi, memberikan jaminan dan perlindungan, serta

    menciptakan ruang yang memungkinkan bagi jalannya

    partisipasi di tingkat masyarakat.

    Apa saja prasyarat yang dibutuhkan untuk

    mewujudkan Desa Impian?

    Saya kira yang pertama adalah adanya political will dari

    pemerintah untuk mendelegasikan pengambilan keputusan

    kunci pada masyarakat desa. Sebab, tanpa prasyarat ini

    masyarakat desa akan terus terkungkung dan tidak memiliki

    ruang untuk menyalurkan apa yang sebenarnya mereka

    inginkan. Kedua, partisipasi aktif dari masyarakat. Tanpa

    partisipasi, cita-cita untuk mewujudkan Desa Impian hanya

    akan menjadi omong kosong belaka.

    Siapa yang harus menyiapkan prasyarat itu?

    Masyarakat bersama pemerintahlah yang harus menyiapkan

    semua prasyarat itu. Masyarakat sebagai aktor utama

    pembangunan harus berperan aktif mewujudkan apa yang

    mereka inginkan. Sedangkan pemerintah berperan

    menciptakan ruang dan mendorong agar partisipasi itu dapat

    berjalan. Persoalannya, partisipasi hanya dapat berjalan jika

    masyarakat merasa bahwa hal itu penting bagi mereka. Selain

    itu, partisipasi juga mensyaratkan keberdayaan masyarakat

    untuk terlibat secara aktif dalam pembangunan. Di sinilah

    relevansi peran pemerintah untuk ikut memberdayakan

    masyarakat melalui program pendampingan yang saat ini

    sedang dijalankan.

    Apa tantangannya?

    Pertama, masyarakat desa sudah terbiasa dengan praktik

    pembangunan lama yang serba sentralistik. Kedua, sudah

    mulai pudarnya nilai-nilai lokal termasuk nilai kebersamaan

    dan gotong royong yang dulu masih dipegang teguh oleh

    masayarakat desa. Ketiga, cara berpikir masyarakat yang

    sudah mulai bergeser pada logika hitung dagang yang

    memudarkan kelekatan sosial.

    Dana Desa ramai menjadi perbincangan. Seberapa

    penting Dana Desa bagi Desa?

    Kalau dilihat dari segi nominal, jumlah Dana Desa yang

    diterima tiap-tiap Desa sebenarnya tidak terlalu besar. Dana

    Desa hanyalah salah satu bentuk armasi pemerintah kepada

    desa untuk menjalankan kewenangan berdasarkan hak asal

    usul dan kewenangan lokal berskala desa yang diatur dalam

    UU Desa. Tetapi dengan dana yang cukup terbatas itu, ada

    harapan besar dari pemerintah agar dana tersebut dapat

    dimanfaatkan secara optimal untuk kegiatan pembangunan

    dan pemberdayaan masyarakat desa. Sehingga ke depan,

    desa diharapkan menjadi mandiri.

    KPK telah mengeluarkan kajian tentang potensi

    penyelewengan penggunaan Dana Desa. Bagaimana

    Kementerian Desa merespon dan mengantisipasi?

    Kementerian Desa tentu saja sangat mengapresiasi upaya KPK

    dalam memetakan potensi penyalahgunaan Dana Desa. Sejak

    Tanpa Partisipasi,

    Desa Impian Hanya

    Omong Kosong Belaka

    Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan

    Transmigrasi bersama Kementerian Dalam Negeri dan

    Kementerian Keuangan telah menandatangani Keputusan

    Bersama tentang Percepatan Penyerapan, Penyaluran, dan

    Penggunaan Dana Desa. Selain Dana Desa, Kementerian

    Desa juga telah melakukan rekrutmen pendamping desa. Apa

    dan bagaimana latar belakang serta urgensi dari kedua hal

    tersebut? Berikut petikan wawancara Merdesa dengan Ahmad

    Erani Yustika, Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan

    Masyarakat Desa (PPMD) Kementerian Desa, PDT, dan

    Transmigrasi.

    wawancara

    dengan

    Ahmad Erani

    Yustika

    WAWANCARA 11Merdesa | Edisi 2 | November 2015

  • awal kami juga sudah mengantisipasi hal itu, di antaranya

    melalui penetapan prioritas penggunaan Dana Desa,

    bekerjasama dengan LKPP dan Kemendagri untuk monitoring

    pro-aktif, serta menyiapkan tenaga pendamping. Peran

    pendamping sangat penting untuk membantu dan memfasilitasi

    desa dalam menggunakan Dana Desa secara benar, tepat

    sasaran, dan tentu saja agar tidak melanggar hukum.

    Dana Desa dipercaya dapat meningkatkan ekonomi

    desa dan geliat ekonomi kerakyatan. Bagaimana

    seharusnya Dana Desa digunakan?

    Kementerian Desa telah mengeluarkan PermenDesa No.5/2015

    tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015.

    Dalam peraturan menteri tersebut telah diatur prioritas

    penggunaan Dana Desa untuk dua hal: pertama, pembangunan

    desa; dan yang kedua untuk pemberdayaan masyarakat desa.

    Prioritas penggunaan Dana Desa untuk pembangunan desa

    dialokasikan untuk mencapai tujuan pembangunan Desa. Tujuan

    pembangunan di desa yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan

    masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta

    penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan

    dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan

    potensi ekonomi lokal, dan pemanfaatan sumber daya alam dan

    lingkungan secara berkelanjutan. Sedangkan untuk

    pemberdayaan masyarakat desa, Dana Desa difokuskan pada

    peningkatan capacity building masyarakat desa.

    Tiga kementerian telah menandatangani SKB untuk

    mempercepat penyerapan, penyaluran, dan

    penggunaan Dana Desa. Seberapa mendesak?

    Sangat mendesak, mengingat bahwa hingga 11 September 2015

    kemarin masih terdapat kurang lebih 29.000 desa yang sama

    sekali belum menerima Dana Desa. Nah, SKB tersebut

    dikeluarkan dalam rangka untuk mengatasi masalah itu.

    Apa yang mendasari dikeluarkannya SKB itu?

    Ada kendala penyaluran Dana Desa yang sifatnya birokrasi

    prosedural yang terlalu rumit. Beberapa desa tidak bisa

    melengkapi dokumen RPJMDesa, RKPDesa dan APBDesa. Selain

    itu, kendala utama penyaluran Dana Desa ada di tingkat

    Kabupaten/Kota, di mana masih banyak Kabupaten/Kota yang

    belum mengeluarkan Perbup/Perwali mengenai penetapan

    alokasi Dana Desa, Perbup tentang Pengelolaan Keuangan Desa,

    Perbup tentang pengadaan barang dan jasa di desa, dan Perbup

    tentang Penetapan Kewenangan Desa.

    Masalah lainnya adalah beberapa Kabupaten/Kota belum

    mencantumkan akun Dana Desa dalam APBD Kabupaten/Kota,

    sehingga perlu dikeluarkan Perda tentang revisi APBD

    kabupaten/Kota. Terakhir, cukup banyak desa yang belum

    memiliki Rekening Kas Desa, sehingga menghalangi transfer dari

    Kabupaten/Kota ke Desa. Substansi SKB adalah penyederhanaan

    aturan dan syarat penyaluran Dana Desa. Untuk mencairkan

    Dana Desa, desa cukup membuat APBDesa dan Peraturan Desa

    tentang penetapan APBDesa yang template-nya sudah disiapkan

    dalam lampiran SKB tersebut.

    Adapun syarat-syarat lainnya, seperti RPJMDesa dan RKPDesa

    dapat menyusul kemudian. Bagi Kabupaten/Kota yang belum

    mencantumkan akun Dana Desa dalam APBD Kabupaten/Kota,

    maka solusinya bisa dijalankan dengan cara segera

    menganggarkannya mendahului penetapan Peraturan Daerah

    tentang Perubahan APBD dengan cara menetapkan

    Perbup/Perwali tentang Perubahan Penjabaran APBD tahun

    2015. Dan masih banyak penyederhanaan lainnya yang bisa

    dilihat dalam SKB tersebut.

    Apakah hal tersebut tidak mereduksi UU Desa tentang

    semangat perencanaan untuk Desa yang mandiri?

    Sama sekali tidak. Karena SKB tidak membatalkan kewajiban

    desa untuk membuat RPJMDesa dan RKPDesa. Yang

    dinyatakan dalam SKB itu adalah bahwa RPJMDesa dan

    RKPDesa dapat menyusul kemudian. Buktinya, dalam SKB itu

    dinyatakan:

    Dalam hal Pemerintah Desa belum menetapkan RPJMDesa

    dan RKPDesa sebagai dasar penyusunan APBDesa,

    Bupati/Walikota memerintahkan Camat dan aparat

    kecamatan selaku pendamping aparat Pemerintah Desa serta

    Pendamping Desa untuk segera memfasilitasi penyelesaian

    Peraturan Desa tentang RPJMDesa, RKPDesa dan APBDesa.

    Adapun jika RPJMDesa dan RKPDesa yang tersusun kemudian

    menetapkan kebijakan baru tentang penggunaan Dana Desa

    di tingkat desa lokal setempat, maka desa yang bersangkutan

    dapat mengeluarkan Peraturan Desa baru tentang revisi

    APBDesa yang telah dibuat sebelumnya.

    Dalam sebuah diskusi di Kepatihan Yogyakarta,

    muncul pendapat bahwa persoalannya karena

    kurang padunya koordinasi antara Kementerian

    Desa dengan kementerian Dalam Negeri. Bagaimana

    menurut Anda?

    Bisa jadi koordinasi yang berjalan selama ini memang belum

    terlalu optimal. Tetapi kalau dikatakan kurang padu, saya kira

    itu juga tidak sepenuhnya tepat. Buktinya SKB tiga

    kementerian yang baru saja dikeluarkan merupakan bukti

    koordinasi yang baik antara Kementerian Desa, Kemenkeu,

    dan Kemendagri.

    Di dalam SKB juga memutuskan percepatan pendamping

    desa. Bagaimana konsep pendamping desa?

    Begini konsepnya, pendampingan desa adalah bagian

    kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui asistensi,

    pengorganisasian, pengarahan, dan fasilitasi desa yang

    dilakukan oleh Kementerian Desa. Esensi kegiatan

    pemberdayaan adalah adanya proses interaktif antara orang

    yang mempunyai kekuatan dan pengetahuan dengan orang

    yang kekuatan dan pengetahuannya lemah. Harapannya, akan

    terjadi perubahan di mana pihak yang lemah bisa menjadi

    lebih kuat baik secara individu maupun kolektif.

    Apa saja kewenangan Pendamping Desa?

    Pendamping desa berwenang mendampingi desa dalam

    perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan terhadap

    pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.

    Pendamping Desa yang berwenang memast ikan

    penyelenggaraan pembangunan desa sesuai dengan amanat

    UU Desa.

    Seberapa penting Pendamping Desa bagi proses

    pembangunan dan kemandirian desa?

    Sangat penting. Sebab esensi pembangunan berbasis

    pemberdayaan adalah adanya proses interaktif antara orang

    yang mempunyai kekuatan dan pengetahuan dengan orang

    yang kekuatan dan pengetahuannya lemah. Harapannya, akan

    terjadi perubahan di mana pihak yang lemah bisa menjadi

    lebih kuat baik secara individu maupun kolektif. Nah, posisi

    Pendamping Desa adalah sebagai pihak yang mempunyai

    pengetahuan untuk membantu masyarakat mengembangkan

    kapasitas dan daya inisiatifnya. []

    WAWANCARA12 Merdesa | Edisi 2 | November 2015

  • Beberapa hal menarik muncul

    dalam Pelatihan Tata Kelola

    Keuangan Desa yang dilaksana-

    kan di Kabupaten Malang pada 3

    6 september 2015. Pelatihan yang

    bertempat di Desa Tunjungtirto ini

    melibatkan tiga desa di Kabupaten

    Malang, yaitu Desa Kucur, Jambearjo,

    dan Tunjungtirto. Para kader Pembaharu

    Desa mengungkapkan perbedaan

    pemahaman tentang regulasi yang ada.

    Kondisi tersebut menimbulkan pro dan

    kontra dari beberapa pihak berkaitan

    dengan implementasi UU Desa. Bahkan,

    pembelajaran yang mereka dapatkan

    sangat berbeda dengan pelaksanaannya

    di lapangan yang setiap hari mereka

    hadapi.

    Dalam penatausahaan keuangan desa,

    perangkat desa mengaku mas ih

    kebingungan dengan regulasi yang ada,

    Berjibaku dengan

    Kebiasaan LamaOleh: Yudi Setiadi

    CATATAN

    PENGETAHUAN

    Semangat kemandirian dan

    kedaulatan desa

    sebagaimana semangat

    Undang-Undang (UU) Desa,

    belum banyak dipahami

    sebagai kewenangan desa

    untuk mengurus

    rumahtangganya sendiri.

    Mentalitas sebagai obyek

    pembangunan menjadikan

    desa lebih banyak

    menunggu kebijakan dan

    instruksi dari

    supradesa.Alih-alih untuk

    bermimpi besar, desa masih

    takut salah ketika hendak

    menjalankan

    kewenangannya. Selain

    pemahaman yang masih

    kurang pada level desa,

    penghargaan terhadap

    kedaulatan desa belum

    sepenuhnya dipahami oleh

    pemerintah supradesa, baik

    di tingkat kecamatan

    maupun kabupaten.

    baik dari Peraturan Menteri (Permen)

    maupun Peraturan Bupati (Perbup)

    Kabupaten Malang. Pasal-pasal dalam

    Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor

    113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan

    Keuangan Desa belum bisa dipahami

    sepenuhnya oleh pemerintah desa,

    bahkan membingungkan. Salah satu poin

    yang membingungkan ialah tentang

    sumber penerimaan desa yang berasal

    dari swadaya masyarakat yang harus

    Dok. Infest

    13Merdesa | Edisi 2 | November 2015

  • CATATAN

    PENGETAHUAN14

    dinilai dengan jumlah uang dan masuk

    dalam pencatatan Pendapatan Asli

    Desa.

    Ketidakjelasan aturan ini menjadikan

    pemerintah desa tidak memiliki

    pedoman dan takut salah ketika hendak

    melaksanakan kegiatan pembangunan

    di desa. Pada pasal lain disebutkan

    bahwa semua pendapatan dan belanja

    desa harus tercatat dalam buku

    rekening bank yang dimiliki desa. Aturan

    ini tidak bisa dilaksanakan oleh

    pemerintah desa karena swadaya

    masyarakat tidak semuanya dalam

    bentuk uang. Tenaga kerja misalnya,

    yang dilakukan dengan cara gotong-

    royong oleh masyarakat tidak bisa

    tercatat dalam buku rekening bank yang

    dimiliki oleh desa.

    Kebingungan tersebut diungkapkan oleh

    Abdul Karim, Kepala Desa Kucur. Selain

    Permendagri 113, Perbup Kabupaten

    Malang Nomor 17 yang mengatur

    tentang pengadaan barang dan jasa

    t idak mengatur secara spes ik

    pelaksanaan kegiatan di desa. Padahal,

    pelaksanaan kegiatan di desa ada yang

    dilakukan dengan swakelola. Ada pula

    yang dilakukan dengan melibatkan

    pihak ketiga melalui tender. Selain

    Perbup, dalam aturan yang lain pun

    tidak ada yang mengatur tentang

    batasan nilai berapa boleh melaksana

    kan kegiatan dengan swakelola dan

    pada batasan nilai kegiatan berapa

    harus dilakukan dengan melibatkan

    pihak ketiga. Ketidakjelasan aturan ini

    menjadikan pemerintah desa tidak

    memiliki pedoman dan takut salah

    ketika hendak melaksanakan kegiatan

    pembangunan di desa.

    Bukan hanya kabupaten

    Selain tidak jelasnya beberapa aturan

    dalam penatausahaan keuangan desa,

    para Kader Pembaharu Desa mengeluh

    kan kebiasaan lama yang masih

    dilakukan oleh pemerintah kecamatan

    terkait evaluasi Anggaran Pendapatan

    dan Belanja Desa (APBDesa). Mereka

    menganggap pemerintah kecamatan

    masih menggunakan cara-cara lama

    yang saat ini sudah tidak relevan untuk

    digunakan.

    Kewenangan evaluasi APBDesa sebagai

    pelimpahan kewenangan dari pihak

    kabupaten kepada kecamatan hingga

    saat ini masih dilakukan dengan asal-

    asalan. Dokumen APBDesa masih

    dianggap sebagai dokumen formalitas

    yang hanya digunakan sebagai syarat

    pencairan Dana Desa (DD) dan Alokasi

    Dana Desa (ADD). Bahkan, masih banyak

    terjadi dokumen APBDesa dihasilkan

    dari menyalin dokumen APBDesa desa

    lain atau contoh APBDesa yang sudah

    ada. Hal seperti itu justru dianjurkan

    oleh pemerintah kecamatan kepada

    desa dengan alasan yang penting cair.

    Intervensi pihak kecamatan kepada

    desa dengan argumentasi yang penting

    cair masih dilakukan dalam proses

    evaluasi APBDesa. Yuli, Sekretaris Desa

    Tunjungtirto mengeluhkan bahwa hal

    tersebut menjadikan pemerintah desa

    tidak tahu mana yang salah dan mana

    yang benar dalam pembuatan APBDesa.

    Bahkan, ketika dalam dokumen APB

    Desa terdapat jenis kegiatan yang salah

    pos anggaran, pemerintah kecamatan

    t idak melakukan evaluas i yang

    semestinya. Sehingga APBDesa terkesan

    dibuat buru-buru dan hanya digunakan

    sebagai syarat pencairan dana.

    Pemotongan SILPA yang dilakukan oleh

    pihak kecamatan tidak jelas untuk apa

    dan untuk siapa, bahkan tidak ada bukti

    sah yang diterima oleh desa setiap kali

    pihak kecamatan melakukan pemotong

    an.

    Penatausahaan keuangan desa yang

    partisipatif, transparan, akuntabel dan

    tertib administrasi, bukan hanya

    menjadi tantangan bagi pemerintah

    desa. Ketika desa telah bergerak untuk

    memperbaiki dir i dan membuat

    inisiatif-inisiatif baru yang selama ini

    bukan menjadi kebiasaan mereka.

    Pemerintah dan kader pembaharu desa

    sangat berharap respon dari pemerintah

    supradesa yang tepat sesuai dengan apa

    yang telah mereka lakukan.

    Jika dokumen APBDesa telah dibuat

    oleh desa dan sudah siap pada akhir

    tahun, adakah jaminan desa bisa

    mencairkan anggaran setiap awal tahun

    pada bulan januari? pertanyaan kritis

    dari Abdul Karim, Kepala Desa Kucur.

    Ketika perbaikan yang telah dilakukan

    oleh desa tidak mendapatan respon

    seperti yang diharapkan, atau bahkan

    pemerintah supradesa tetap mengguna

    kan cara lama, dengan intervensi dan

    argumentasi yang penting cair, maka

    bukan tidak mungkin, pengetahuan dan

    proses pembelajaran bagi para Kader

    Pembaharu Desa hanya akan menjadi

    milik mereka pribadi tanpa ada

    implementasi yang berarti. Keinginan

    dan gagasan untuk memperbaharui desa

    menjadi lebih baik akan berhadapan

    dengan kenyataan dan kebiasaan dari

    pemerintah supradesa yang masih

    menggunakan cara-cara lama. Karena

    itu, pemerintah kecamatan dan

    pemerintah kabupaten juga harus

    didorong untuk memperbaiki diri,

    m e m a h a m i d a n m e n j a l a n k a n

    kewenangannya. [Yudi Setiyadi]

    Dokumen APBDesa masih

    dianggap sebagai dokumen

    formalitas yang hanya digunakan

    sebagai syarat pencairan Dana

    Desa (DD) dan Alokasi Dana

    Desa (ADD). Bahkan, masih

    banyak terjadi dokumen

    APBDesa dihasilkan dari

    menyalin dokumen APBDesa

    desa lain atau contoh APBDesa

    yang sudah ada. Hal seperti itu

    justru dianjurkan oleh pemerintah

    kecamatan kepada desa dengan

    alasan yang penting cair.

    Merdesa | Edisi 2 | November 2015

  • CATATAN

    PENGETAHUAN

    ecara losos, Undang-Undang

    SNomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

    (UU Desa) berbeda dengan

    ketentuan tentang desa pada

    tahun sebelumnya, 1965, 1979, 1999, dan

    2004. UU Desa menekankan desa sebagai

    subjek pembangunan dan mempunyai

    otoritas dalam pengelolaan keuangan

    desa. Nilai prakarsa, rekognitif dan

    subsidiaritas menjadi ruh kedaulatan

    desa.

    Sebagai bagian dari pengakuan asas

    subsidiaritas dan amanat UU Desa,

    pemerintah menyalurkan dana desa

    tahun ini. Dana desa bersumber dari

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

    (APBN). Total alokasi dana desa pada 2015

    sebesar Rp 20,7 triliun untuk 74.093 desa

    di 434 kabupaten/kota di Indonesia.

    Tahun pertama implementasi UU Desa,

    peyaluran dana desa mendapat porsi

    perhatian yang besar. Hal ini tidak

    terlepas dari berbagai kendala yang

    menyertai penyaluran dana desa. Ahmad

    Erani, Direktur Jenderal Pembangunan

    dan Pemberdayaan Masyarakat Desa

    Kementerian Desa, Pembangunan Daerah

    Tertinggal dan Transmigrasi menyebut

    banyak energi terbuang untuk penyaluran

    dana desa.

    Dalam diskusi tentang Perencanaan

    Berbasis Data dan Pengelolaan Keuangan,

    kerjasama Infest Yogakarta dan Harian

    Kompas, (2/11) Erani menyebutkan

    berdasarkan data yang dikumpulkan dari

    403 kabupaten/kota, dana desa yang

    telah disalurkan ke desa per tanggal 31

    Oktober 2015 sebesar Rp 10,13 triliun

    atau 48,93 persen dari total anggaran

    dana desa tahun 2015.

    Tumpang tindih kewenangan

    Mantan Ketua Panitian Khusus Rancangan

    UU Desa DPR, Akhmad Muqowwam

    mengatakan regulasi tentang desa dari

    beberapa kementerian sering tidak

    sinkron. Hal ini menyebabkan pemerintah

    desa b ingung dan terhambatnya

    penyaluran dana desa. Tumpang tindih

    kewenangan antara Kementerian Desa

    dan Kemente r i an Da lam Nege r i

    ditengarai turut menghambat penyaluran

    dana desa.

    Ahmad Muqowwam, menerangkan, sesuai

    dalam UU Desa pasal 1 ayat 16 hanya

    menyebut kementerian yang mengurusi

    persoalan desa. Hanya saja, menurutnya,

    dalam Peraturan Presiden Nomor 11 dan

    12 Tahun 2014 mengamanatkan bahwa

    terkait pelaksanaan UU Desa dapat

    dilakukan oleh dua kementerian, yakni

    Kementerian Desa dan Kementerian

    D a l a m N e g e r i . Tu m p a n g t i n d i h

    kewenangan dua kementerian turut

    membingunkan pemerintah kabupaten.

    Aldhiana Kusumawati, dari Kabupaten

    Wonosobo mengaku kerap kebingungan

    ketika berkonsultasi ke Kementerian Desa

    dan Kementerian Dalam Negeri tentang

    p e m b u a t a n r e g u l a s i d i t i n g k a t

    kabupaten.

    Hal senada diungkapkan Syaiful Huda,

    Staf Khusus Menteri Desa. Ia mengakui

    bahwa ada pe rdebatan ten tang

    kewenangan dua kementerian. Regulasi

    yang mengatur tentang kementerian

    tersebut menimbulkan masalah karena

    masih menggunakan paradigma kontrol,

    menganggap desa masih menjadi sub

    pemerintah kabupaten. Di sisi lain, UU

    Desa mempunyai semangat yang

    berbeda.

    Silang Sengkarut

    Pengelolaan Keuangan DesaOleh: Sofwan Hadi

    Efek dari ini dalah akhirnya panjang,

    beberapa peraturan menteri yang

    semestinya bisa dilahirkan di satu

    kementrian. Sempat ada Permen yang

    double. Kemendesa dan Kemendagri

    membuat peraturan yang substansinya

    sama tentang pembangunan desa,

    terang Huda.

    Salah satu dampak dari tumpang tindih

    kewenangan juga menjadi penyebab

    terhambatnya penyaluran dana desa.

    Sebagai titik tengah, tiga kementerian,

    yakn i Kementer ian Desa PDTT,

    Kementerian Dalam Negeri, dan

    Kementerian Keuangan menyepakati

    Surat Keputusan Bersama tentang

    Percepatan Penyaluran, Pengelolaan

    dan Penggunaan Dana Desa Tahun 2015.

    Kendala penyaluran dana desa

    Di level desa salah satu tantangannya

    terkait dengan kualitas perangkat desa.

    Kondisi tersebut menurut Erani,

    menyebabkan kurang lengkapnya

    dokumen perencanan sebagai syarat

    penyaluran dana desa. Kadang,

    program yang disusun pun tidak sesuai

    dengan mandat UU Desa, terangnya.

    Dalam tahap perencanaan di desa, salah

    satu tantangannya karena ketiadaan

    dasar hukum. Kepala Desa Tunjungtirto,

    Kabupaten Malang, Hanik Martya

    mengungkapkan, ketiadaan payung

    hukum membuat program tidak dapat

    dilakukan.

    Komioner Komisi Pemberantasan

    Ko r u p s i ( K P K ) J o h a n B u d i S P

    menyatakan bahwa setiap daerah

    mempunyai karakteristik yang berbeda,

    antara lain kualitas sumber daya

    manusia, geogras, dan demograsi.

    Salah satu masalah serius ialah kualitas

    perangkat desa, khususnya di wilayah

    minim akses. Di Nusa Tenggara Timur,

    saya ketemu kepala desa yang tidak

    mengerti penyusunan Rancangan

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

    Itu yang kadang tidak dipikirkan orang

    pusat, ujarnya.

    Beberapa kendala minimnya pencairan

    dana desa di tingkat kabupaten salah

    satunya disebabkan karena kesalahan

    prosedur dalam transfer Dana Desa dan

    konteks politik lokal. Erani mencontoh-

    kan beberapa kasus, di mana Dana Desa

    diterima dan dikelola oleh Dinas

    Pemakaman, Badan Pemberdayaan

    Masyarakat Desa, atau pada dinas lain

    yang tidak ada kaitannya dengan

    penge lo laan keuangan daerah.

    [Sofwan]

    Dok. Infest

    15Merdesa | Edisi 2 | November 2015

  • CATATAN

    PENGETAHUAN16

    Struktur Tim Pengelola

    Struktur organisasi pengelola keuangan desa secara

    hirarkis tidak terlepas dari jabatan yang melekat pada

    sistem organisasi pemerintah desa. Artinya,

    kedudukan dan tugas dalam pengelola keuangan desa

    tetap mengacu pada jabatan masing-masing unsur

    aparat pemerintah desa. Secara organisasional tim

    pengelola keuangan desa terdiri dari dua unsur yakni

    Pemegang Kekuasaan Pengelola Keuangan Desa

    (PKPKD) dan Pelaksana Teknis Pengelola Keuangan

    Desa (PTPKD).

    A. Pemegang Kekuasaan

    Pengelola Keuangan Desa (PKPKD)

    Tanggung jawab PKPKD dipegang oleh Kepala Desa,

    selaku pemimpin yang dipilih oleh rakyat. Sebagai

    PKPKD, Kepala Desa mempunyai kewenangan antara

    lain:

    1. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan

    2. APBDesaMenetapkan PTPKD

    3. Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan

    penerimaan desa

    4. Menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang

    ditetapkan

    dalam APBDesa

    5. Melakukan tindakan yang mengakibatkan

    pengeluaran atas beban APBDesa

    B. Pelaksana Teknis

    Pengelola Keuangan Desa (PTPKD)

    Tugas utama PTPKD ialah membantu Kepala Desa dalam

    melaksanakan pengelo laan keuangan desa.

    Koordinator PTPKD dipegang oleh Sekretaris Desa dan

    dibantu oleh dua unsur yakni kepala urusan (kaur) dan

    bendahara. Kepala urusan bertanggungjawab sebagai

    pelaksana kegiatan yang sesuai bidangnya. Sementara

    bendahara merupakan unsur staf sekretariat desa yang

    membidangi urusan administrasi keuangan untuk

    menatausahakan keuangan desa.

    Tugas Sekretaris Desa selaku koordinator

    PTPKD antara lain:

    1. Menyusun dan melaksanakan kebijakan

    pengelolaan APBDesa

    2. Menyusun rancangan peraturan desa tentang

    APBDesa, perubahan APBDesa, dan

    pertanggungjawaban APBDesa

    3. Melakukan pengendalian terhadap

    pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan

    dalam APBDesa

    4. Menyusun pelaporan dan

    pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa

    5. Melakukan verikasi terhadap bukti-bukti

    penerimaan dan pengeluaran APBDesa

    Sementara kepala urusan bertugas untuk:

    1. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan yang

    menjadi tanggungjawabnya

    2. melaksanakan kegiatan dan/atau bersama

    Lembaga Kemasyarakatan Desayang telah

    ditetapkan dalam APBDesa

    3. Melakukan tindakan pengeluaran yang

    menyebabkan atas bebas beban anggaran

    belanja kegiatan

    4. Mengendalikan pelaksanaan kegiatan

    5. Melaporkan perkembangan pelaksanaan

    kegiatan kepada Kepala Desa

    6. Menyiapkan dokumen anggaran atas beban

    pengeluaran pelaksanaan kegiatan

    Dan, tugas Bendahara Desa antara ialah menerima,

    menyimpan, menyetorkan/membayar, menatausaha-

    kan dan mempertanggungjawabkan penerimaan

    pendapatan desa dan pengeluaran pendapatan desa

    dalam rangka pelaksanaan APBDesa.

    Masing-masing pihak yang terlibat langsung dalam tim

    pengelola keuangan desa dituntut untuk mampu

    membangun mekanisme koordinasi yang dapat

    menghindari tumpang tindihnya tugas dan tanggung

    jawab. Hal penting yang harus diperhatikan dalam

    upaya pengangkatan pengelola keuangan desa ialah

    proporsi keterwakilan perempuan. Untuk itu, apabila

    aparatur pemerintah didominasi oleh laki-laki maka

    dalam mengangkat anggota pelaksana kegiatan dari

    unsur masyarakat diprioritaskan dari kelompok

    perempuan. [Sofwan]

    Mengenal Pengelola Keuangan Desa

    Pengelolaan keuangan desa merupakan tugas yang melekat pada seluruh aparatur pemerintah desa mulai dari

    Kepala Desa, Sekretaris Desa, Bendahara Desa sampai dengan perangkat desa lain. Tanggung jawab utama dari

    tim ini ialah menjaga kelancaran dan ketertiban pengelolaan keuangan desa mulai dari perencanaan,

    pelaksanaan, penatausahaan sampai pelaporan dan pertanggunjawaban. Artinya, pengelolaan keuangan desa

    adalah tugas kolektif. Resiko apabila terjadi kemacetan pada satu atau dua orang akan menjadi beban kerja

    yang membuka peluang penyimpangan dan hambatan pengelolaan keuangan.

    Merdesa | Edisi 2 | November 2015

  • CATATAN

    PENGETAHUAN

    Selama dua bulan, terhitung sejak

    Agustus hingga Oktober, Tim

    Pembaharu Desa (TPD) Wulungsari,

    Kecamatan Selomerto, Kabupaten

    Wonosobo telah bekerja keras melakukan

    sensus kesejahteraan warga berdasarkan

    indikator lokal di seluruh dusun. Indikator

    lokal yang digunakan adalah indikator

    kesejahteraan yang ditentukan melalui

    Musyawarah Desa yang melibatkan

    seluruh lapisan masyarakat.

    Menurut Agus Martono, Kepala Desa

    Wulungsari, keterlibatan masyarakat

    dalam menentukan indikator lokal

    tersebut merupakan salah satu sejarah

    penting bagi desa. Dalam pertemuan itu,

    kelompok-kelompok warga marginal

    menjadi prioritas untuk diundang dan

    paling penting untuk didengarkan

    suaranya. Dengan demikian, menurut

    Agus, data sensus kesejahteraan yang

    dihasilkan bukan hanya sekedar menjadi

    valid, namun juga telah mencerminkan

    kepentingan kelompok warga miskin.

    Total warga desa Wulungsari adalah 516

    Kepala Keluarga (KK).

    Kamis (8/10/2015), TPD Wulungsari

    kembali berkumpul untuk melakukan

    musyawarah di gedung balai desa.

    Musyawarah kali ini untuk membahas dan

    memverikasi hasil data sensus yang

    sudah dikerjakan. Dari proses sensus dan

    entri data yang sudah dikerjakan oleh

    anggota TPD, terdapat beberapa temuan

    dan catatan menarik, di antaranya:

    Masih banyaknya warga yang tidak

    mengisi formulir sensus dengan

    lengkap.

    Ada anggapan bahwa sensus yang

    dilakukan oleh TPD merupakan

    sensus untuk menyalurkan bantuan.

    Terdapat beberapa kelompok warga

    yang tidak acuh terhadap kedatang-

    an anggota tim TPD.

    Dari temuan tersebut, TPD menyadari

    bahwa mereka belum sepenuhnya

    menjadi milik warga desa. Hal inilah yang

    menyebabkan munculnya beberapa

    respon yang tidak positif dari sebagian

    kelompok warga. Selain itu, TPD juga

    menyadari bahwa pendekatan yang

    dilakukan seharusnya menggunakan

    pendekatan kultural agar terjadi dialog

    yang lebih cair antara TPD dan warga saat

    sensus. Terkait temuan in i , TPD

    rencananya akan merombak beberapa

    pendekatan untuk kegiatan sensus di

    tahun mendatang.

    Perempuan dan TPD Wulungsari

    Catatan menarik selama proses sensus

    yang dilakukan oleh anggota TPD

    menunjukkan bahwa proses yang

    dilakukan oleh perempuan cenderung

    lebih lancar. Menurut Soa, anggota TPD

    Wulungsari, hal itu dipengaruhi oleh

    pendekatan yang dilakukan oleh kaum

    perempuan biasanya lebih cair dan lebih

    diterima oleh warga. Selain itu, tidak bisa

    dipungkir i bahwa peran anggota

    perempuan TPD Wulungsari lebih

    signikan dan lebih aktif daripada

    anggota TPD kaum laki-laki. Sehingga

    dalam proses sensus di lapangan anggota

    TPD perempuan lebih memiliki peran

    penting.

    Pasca verikasi data oleh anggota TPD ini,

    rencananya TPD akan melanjutkannya

    dengan kegiatan verikasi yang lebih luas

    yaitu melibatkan masyarakat dalam

    musyawarah desa. Proses ini, menurut

    Soa, akan mengundang kelompok

    perempuan dari beberapa kelas sosial,

    khu su snya ke l ompok m i s k i n . I a

    menyatakan bahwa verikasi yang akan

    mengikutsertakan warga nanti bertujuan

    agar rencana pembangunan Desa

    Wulungsari ke depan benar-benar dapat

    menyerap beberapa kepentingan dan

    perlindungan terhadap kaum perempuan.

    Ia dan beberapa anggota TPD perempuan

    lainnya akan bekerja keras untuk

    mewujudkan hal tersebut.

    Soa menambahkan bahwa sensus

    kesejahteraan dengan indikator lokal ini

    sudah sangat baik sebagai langkah awal

    untuk menekan beberapa konik sosial

    yang sering muncul di desa. Karena

    dalam prosesnya warga desa benar-

    benar mulai diajak untuk berdialog

    dalam melihat kondisi sosial desanya

    sendiri.

    Anggota TPD perempuan lainnya, Ning,

    juga berpendapat tak kalah penting. Ia

    mengatakan bahwa tanpa keterlibatan

    perempuan da lam perencanaan

    pembangunan desa, maka pembangunan

    yang akan di lakukan t idak akan

    mendalam. Baginya, kaum perempuan

    memi l i k i pena la ran yang l eb ih

    mendalam karena peran gandanya

    selama ini, yaitu mengurusi wilayah

    domestik dan perekonomian rumah

    tangga.

    Di sela-sela kegiatan verikasi ini,

    anggota TPD juga mulai memeriksa

    kembali dokumen aset dan kewenangan

    yang telah mereka susun. Dokumen-

    dokumen tersebut akan digunakan dalam

    persiapan review Rencana Pembangunan

    Jangka Menengah Desa (RPJMDesa).

    Mereka menjadwalkan akhir bulan

    Oktober review RPJMDesa sudah bisa

    dilakukan dengan pra-kegiatan berupa

    menyebarkan beberapa formulir usulan

    program pembangunan dan beberapa

    pertemuan langsung dengan warga

    melalui Musyawarah Desa. [Fandi]

    Dok. Infest

    17Merdesa | Edisi 2 | November 2015

    Meningkatnya Peran Perempuan

    dalam Perencanaan Pembangunan

    Desa Wulungsari

  • Dok. Infest

    BERITA DESA

    Pemerintah Kabupaten (Pemkab)

    Ban j a rnega r a menya takan

    komitmennya untuk mengawal

    proses pemetaan kesejahteraan yang

    akan dilaksanakan di Desa Gumelem

    Kulon, Gentansari, dan Jatilawang.

    Menurut Kepala Kantor Pemberdayaan

    Masyarakat dan Desa (KPMD) Banjar-

    negara, Imam Purwadi, sumber daya

    manusia (SDM) di desa saat ini benar-

    benar membutuhkan pendam pingan

    termasuk dalam proses menyusun

    Rencana Pembangunan J angka

    Menengah Desa (RPJMDesa). Untuk

    menyusun RPJMDesa, perangkat desa di

    Kabupaten Banjarnegara masih banyak

    yang belum mumpuni, termasuk tidak

    didukungnya data kemiskinan yang

    valid. Dari program yang pernah ada di

    desa,transfer knowledge-nya juga

    masih belum sampai sehingga di desa

    memang membutuhkan pendam

    pingan, ungkap Imam Purwadi dalam

    pertemuan bersama Infest Yogyakarta

    terkait rencana pelaksanaan pemetaan

    kesejahteraan, di kantor KPMD, pada

    Senin (7/9/15).

    Dalam pertemuan itu, Infest menawar

    kan rencana pemetaan kesejahteraan di

    tiga desa tersebut. Rencana tersebut

    mengacu pada hasil Musyawarah Desa

    (Musdes) yang diusulkan peserta

    Sekolah Perempuan di desa Gumelem

    Kulon, Gentansari, dan Jatilawang,

    pada Jumat-Minggu (28-30/8/2015).

    Dalam Musdes juga terungkap beberapa

    persoalan mendasar terkait dengan

    data kemiskinan dan pelayanan dasar

    terhadap masyarakat miskin, seperti

    akurasi data kemiskinan di tingkat desa

    yang masih diragukan. Salah satu

    pemerintah desa (Pemdes) mengakui

    bahwa masih banyak keluarga miskin

    yang belum terdaftar sebagai keluarga

    miskin. Termasuk survei terakhir yang

    dilakukan pada tahun 2012 mengguna

    kan standar BPS dan dilakukan oleh

    pihak dari luar desa. Diperkirakan

    terdapat pelbagai kesalahan dalam

    pendataan tersebut. Infest ingin

    menawarkan bagaimana memetakan

    kesejahteraan itu berdasarkan indikator

    lokal. Jadi kesepakatan indikatornya

    yang menentukan warga sendiri, karena

    jika berdasarkan indikator nasional

    seringnya tidak sesuai dengan kondisi

    masyarakat setempat, papar Frisca

    Arita Nilawati, Manajer Program Desa

    Infest Yogyakarta.

    Mengutamakan Aksi

    Kelompok Perempuan

    Mengacu pada Musdes, maka peserta

    Sekolah Perempuan (SP) bersama

    pemerintahan desa merencanakan

    adanya perbaikan akses masyarakat

    miskin terhadap layanan kesehatan.

    Upaya ini diterjemahkan dengan

    m e n g u p a y a k a n k e a n g g g o t a a n

    masyarakat miskin dalam layanan

    Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

    Salah satunya, melalui perbaikan

    akurasi data. Untuk itu, SP akan

    menjadi motor penggerak dalam

    pelaksanaan survei kesejahteraan di

    tingkat lokal desa bersama deng