Masalah Lingkungan Di

Embed Size (px)

Citation preview

Masalah Lingkungan diIndonesiaIndonesia merupakan Negara kepulauan terbesar dengan 17.000 pulau yang mengisi wilayahnya. Selain itu, Indonesia juga merupakan negara dengan hutan hujan tropis terbesar ketiga dan merupakan negara dengan biodeversitas terbesar kedua setelah Brasil.Namun sangat disayangkan bahwa dibalik kekayaan alam yang melimpah tersebut Indonesia masih banyak mengalami masalah masalah lingkungan hidup yang bisa dibilang cukup parah. Masalah tersebut antara lain seperti masalah Air bersih, polusi udara, penebangan liar, dan sebagainya. 1. Masalah Air BersihAir merupakan hal yang sangatvital bagi kehidupan manusia. Tidak ada manusia yang dapat hidup tanpa air. Bahkan fakta membuktikan bahwa manusia dapat menahan lapar lebih lama daripada menahan haus. Jadi coba bayangkan apa jadinya apabila kita kesulitan mendapatkan air bersih untuk kebutuhan kita. Sungguh sangat memprihatinkan bukan?Namun hal itulah yang menimpa sebagian besar wilayah Indonesia saat ini. Menurut data dari Bank Dunia, Indonesia merupakan salah satu dari 10 negara yang memiliki persediaan air terbesar di dunia. Cadangan air tawar yang dimiliki Inonesia adalah sekitar 15.500 meter kubik per kapita per tahun. Jumlah tersebut jauh melebihi rata rata julah ketersediaan air negara negara lain yang hanya sekitar 8.000 meter kubik per kapita per tahun.Namun dengan jumlah yang begitu besar, sekitar 119 juta dari total 200 juta penduduk Indonesia masih menghadapi kekurangan air bersih. Dan hanya 20% penduduk Indonesia yang bisa setiap hari memenuhi kebutuhan akan air bersih. Itu pun hanya terpusat pada daerah perkotaan terutama kota kota besar dan daerah daerah elit. Sedangkan presentase akses daerah pedesaan di Indonesia terhadap air bersih adalah yang paling randah di antara negara negara Asia Tenggara. Dengan kata lain, penyebaran air bersih di Indonesia masih jauh untuk disebut merata.Selain masalah penyebaran air, hal yang merupakan salah satu faktor penting penyebab masalah kelangkaan air bersih adalah pencemaran dan perusakan lingkungan. Jumlah dan pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah tentunya akan kebutuhan masyarakat akan air bersih. Namun disamping meningkatnya kebutuhan tersebut, pencemaran yang dapat merusak sumber air bersih pun akan semakin meningkat.Masyarakat pada umumnya tidak atau belum mengerti mengenai prinsp perlindungan air bersih dan penggunaan air yang bertanggungjawab. Sebagian besar masyarakat masih berpikir bahwa masalah air minum adalah urusan pemerintah atau PDAM saja tanpa membantu untuk mendukung kerja pemerintah.Sekarang dapat kita lihat sungai sungai yang merupakan sumber air utama sudah menjadi kotor akibat banyaknya sampah yang dibuang dan limbah limbah indusr\tri yang dapat merusak air tersebut. 2. Masalah SampahSampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktifitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Sampah berasal dari rumah tangga, pertanian, perkantoran, perusahaan, rumah sakit, pasar, dan sebagainya. Dengan kata lain, semakin bertambah jumlah populasi manusia, maka akan semakin banyak sampah yang dihasilkan dan lahan untuk membuang sampah sampah tersebut tentunya harus semakin diperluas. Itulah yang menjadi permasalahn bangsa ini. Pengelolaan pembuangan sampah belum terurus dengan baik. Masih banyak kita lihat sampah sampah yang menumpuk tanpa ada tindakan lebih lanjut untuk menangani masalah tersebut.Memang di waktu sekarang ini yang bisa kita lakukan hanyalah menampung semua sampah pada sebuah tempat yang kita sebut sebagai TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Namun apabila sampah sampah tersebut hanya diletakan begitu saja, justru akan menimbulkan dampak yang buruk bagi lingkungan. Selain itu, sangat sulit untuk mencari lahan kosong yang dapat digunakan sebagai tempat menampung sampah sampah.Beberapa negara telah menggunakan alternatif pembakaran untuk menangani masalh tersebut namun hal tersebut telah diakui dapat menyebabkan polusi udara yang sangat bernahaya bagi kehiduapan.Selain masalah penanganan sampah, masalah kesadaran masyarakat akan pembuangan sampah juga sangat memprihatinkan. Kita banyak melihat sungai sungai justru menjadi tempat untuk membuang sampah padahal sungai merupakan salah satu sumber air utama bagi kehidupan masyarakat. Pembuangan sampah ke saluran air dapat menyumbat saluran tersebut dan dampaknya kan cukupp besar. Selain mengancam ketersediaan air bersih, penyumbatan saluran ai juga dapat menyebabkan banjir. Apabila penyumbatan sudah parah, maka banjir yang terjadi bisa menjadi banjir yang berkepanjangan dengan kedalaman yang cukup untuk menenggelamkan sebuah rumah seperti yang sudah kita lihat beberapa tahun belakangan ini.3. Masalah Polusi UdaraTingkat pencemaran udara di Indonesia semakin memprihatinkan. Bahkan Bank Dunia telah menetaplkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan tingkat polusi tertinggi ketiga di dunia. World Bank juga menetapkan Jakarta sebagai kota dengan kadar polutan tertinggi setelah Beijing, New Delhi, dan Mexico City.Dari semua penyebab polusi udara yang ada, emisi transportasi terbukti sebagai penyumbang pencemaran udara tertinggi di Indonesia, yakni sekitar 85 persen. Hal ini diakibatkan oleh laju pertumbuhan kepemilikan kendaraan bermotor yang tinggi. Sebagian besar kendaraan bermotor itu menghasilkan emisi gas buang yang buruk, baik akibat perawatan yang kurang memadai ataupun dari penggunaan bahan bakar dengan kualitas kurang baik (misalnya kadar timbal yang tinggi).Selain itu, minimnya pengolahan asap pabrik juga turut menyumbang jumlah polutan yang memenuhi udara Indonesia terutama di kota- kota besar. Di daerah daerah yang menjadi kawasan industri dapat kita rasakan keadaan udara yang sesak, panas, pengap, dan berbau bahan kimia. Kebakaran hutan juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan polusi udara.Polusi udara sangatlah berbahaya bagi tubuh manusia. Partikel partikel yang menjadi polutan memiliki ukuran yang lebih kecil dari debu sehingga lebnih mudah masuk dan menempel di tubuh kita. Contohnya adalah gas CO (karbon monoksida) yang dapat menghambat kierja sel darah merah dalam mengangkut O2 (Oksigen) sehingga dapat mengakibatkan tubuh kekurangan oksigen yang dapat mendorong timbulnya berbagai macam penyakit. Selain itu kadar Pb (timbal) yang tinggi di udara juga dapat merusak sel darah merah bagi orang yang menghirupnya sehinggadapat menyebabkan penyakit anemia.Polusi udara juga sangat berdampak bagi lingkungan. Kadar SO2 dan NO2 yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya hujan asam yang dapat merusak sumber air, membunuh organisme organisme kecil dan pepohonan. Hujan asam juga sangat berbahaya bagi manusia apabila terkena kulit karena asam merupakan senyawa yang bersifat korosif atau mengikis. 4. Penebangan LiarHutan merupakan salah satu aspek yang paling penting dalam menjaga kestabilan ekosistem dan kehidupan di bumi. Hutan merupakan sumber penghasil oksigen terbesar dan merupakan habitat bagi banyak makhluk hidup di bimi ini.Namun Indonesia, negara yang memiliki luas hutan tropis terbesar ketiga di dunia, merupakan salah satu negara dengan kasus illegal logging terbesar. Menurut data dari Dinas Kehutanan, Indonesia telah kehilangan 3,8 juta hektar hutan setiap tahunnya dan sebagian besar disebabkan oleh praktek illegal logging. Selain itu, kondisi mengenaskan lainnya adalah terdapat 59 juta hektar hutan yang rusak dari total 120 juta hektar wilayah hutan di Indonesia. Berarti hanya 50% hutan di Indonesia yang dapat dikatakan berfungsi secara optimal.Praktek pembalakan liar dan eksploitasi hutan yang tidak bertanggung jawab ini telah mengakibatkan kehancuran sumber daya hutan yang tidak ternilai harganya, kehancuran kehidupan masyarakat dan kehilangan kayu senilai US$ 5 milyar, diantaranya berupa pendapatan negara kurang lebih US$1.4 milyar setiap tahun. Kerugian tersebut belum menghitung hilangnya nilai keanekaragaman hayati serta jasa-jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari sumber daya hutan. Badan Penelitian Departemen Kehutanan menunjukan angka Rp. 83 milyar perhari sebagai kerugian finansial akibat penebangan liarSelain kerugian finansial, kerugian lingkungan pun sangatlah besar akibat dari pembalakan hutan secara liar tersebut. Hutan merupakan penyedia oksigen bagi bumi ini. Apabila luas hutan berkurang sementara populasi manusia terus bertambah, tentu saja akan terjadi krisis oksigen di bumi ini dan kita tidak akan mau haseperti itu terjadi. Selain itu, hutan juga berfungsi untuk menjaga tanah dari erosi yang dapat menghilangkan kesuburan tanah dan untuk mencegah terjadinya tanah longsor.

Masalah Lingkungan Hidup di IndonesiaOPINI | 09 May 2014 | 22:02 Dibaca: 131 Komentar: 0 0 Pertumbuhan penduduk yang tinggi memang menyebabkan bertambahnya kompleksitas permasalahan lingkungan hidup di muka bumi ini. Perilaku konsumsi, pola produksi, dan distribusi sumber daya alam antar negara selalu berubah, sedangkan kualitas dan kuantitas lingkungan sebagai penyangga kehidupan manusia juga cenderung menurun. Secara teknis, masalah lingkungan yang krusial bagi kehidupan manusia adalah hal-hal yang terkait dengan pangan, energi, dan air.Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami persoalan-persoalan terkait dengan pangan, energi, dan air, bahkan persoalan tersebut seringkali dikaitkan dengan isu-isu perubahan iklim dan pemanasan global. Pengaruh-pengaruh isu global seringkali mendominasi cara berpikir pembuat kebijakan untuk menangani berbagai masalah lingkungan di Indonesia. Jika dicermati lebih jauh, Indonesia memiliki potensi produksi pangan beragam dengan dukungan sumber daya lahan yang luas. Contohnya, kita memiliki lahan hutan produksi yang potensial sebagai lumbung pangan seluas 56 juta hektar (Kemenhut 2012). Apabila setengah dari luasan tersebut dapat dikembangkan menjadi kawasan agroforestry, maka diperkirakan akan mampu memproduksi minimal 560 juta ton pangan dari berbagai komoditi seperti padi ladang, jagung, ubi kayu, sagu, dan lain sebagainya.Kekhawatiran krisis air juga bertentangan dengan kenyataan potensi sumber daya air di Indonesia. Pada umumnya, wilayah Indonesia memiliki cadangan air tawar 6 % dari cadangan dunia atau sekitar 21 % dari cadangan air di wilayah Asia Pasifik. Ketersediaan air di Indonesia sangat tinggi karena tingginya curah hujan dan potensi ketersediaan air permukaan dan air bawah tanah (Kementerian Lingkungan Hidup 2010). Dengan potensi yang besar tersebut seharusnya Indonesia tidak sulit memenuhi kebutuhan air masa datang. Bappenas (2010) menghitung air permukaan sebesar 2,746,564 x106 m3/tahun dan air tanah sebesar 4,700 x106 m3/th, sehingga total sebesar 2,751.264 x 106 m3/tahun atau 691,341 x106 m3/tahun total air yang diperhitungkan dan rata-rata ketersediaan air adalah 3,138.6 m3/tahun/kapita. Itu artinya bahwa rata-rata potensi konsumsi air masyarakat Indonesia lebih dari dua kali rata-rata konsumsi dunia, yang tentunya dapat melebihi rata-rata konsumsi air negara maju.Sumber daya energi Indonesia juga sangat beragam dan cadangan energi yang paling banyak tersedia adalah energi bahan bakar non-fosil. Apabila kita menggunakan rencana aksi konsumsi energi Indonesia yang dikeluarkan Bappenas (2010), diperkirakan konsumsi energi kita tahun 2025 baru mencapai 12 setara barrel minyak/kapita/tahun. Perkiraan tersebut dapat dianggap sebagai sebuah perkiraan yang underestimated. Perhitungan sederhana, hutan produksi dapat dimanfaatkan secara lestari menghasilkan produksi kayu bulat sekitar 94 juta m3 dengan daur 35 tahun. Karena rendemen kayu yang cukup besar pada saat penebangan dan pengolahan di sawmill, kayu bulat sebanyak itu dapat diprediksi mampu menghasilkan 1.5 milyar setara barel minyak pada tahun 2025 dengan asumsi hanya 50 % sisa kayu dari sawmill yang kita olah menjadi pelet kayu. Artinya, dengan pemanfaatan teknologi pelet kayu maka konsumsi energi Indonesia dapat ditingkatkan menjadi 18 setara barrel minyak/kapita/tahun. Hasil yang lebih signifikan dapat kita capai bila sumber energi dari air, panas bumi, gelombang laut, dan energi baru terbarukan lainnya dapat dioptimalkan.Fakta tersebut di atas merupakan argumentasi yang dapat mementahkan kekhawatiran krisis pangan, energi, dan air di Indonesia dari sudut pandang kuantitas sumber daya yang dimiliki. Eksploitasi sumber daya alam tentunya akan memberikan dampak negatif dari sisi kualitas sumber daya alam itu sendiri. Kita seringkali menemukan fakta menurunnya kualitas air danau, kualitas udara di perkotaan, pencemaran tanah akibat penggunaan bahan kimia di lahan pertanian, dan sebagainya. Besaran dampak tersebut sangat tergantung pada pola dan perilaku konsumsi, produksi, dan distribusi sumber daya alam yang dilakukan. Pada sisi inilah dominansi paradigma sustainable development menjadi sebuah pilihan. Sebenarnya, masalah-masalah lingkungan di Indonesia adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah-masalah kebijakan, antara lain: apa orientasi kebijakan itu sendiri, bagaimana prinsip keadilan dijalankan, sudahkah hukum ditegakkan, dan mampukah kebijakan lingkungan mengendalikan dinamika perilaku konsumsi, produksi, dan distribusi sumber daya alam. Banyak kita temui instrumen kebijakan seperti peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup tidak sesuai dengan rentang manajemen sumber daya alam itu sendiri, mulai dari perencanaan, kelembagaan, pelaksanaan, sampai pengendaliannya. Contoh paling nyata adalah penyusunan Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). AMDAL dapat dinilai gagal dalam mendorong perilaku usaha yang ramah lingkungan karena ternyata banyak juga usahawan yang tidak mempedomani AMDAL dalam manajemen usahanya. Bahkan AMDAL telah dijadikan sebagai alat legitimasi usaha-usaha yang memiliki potensi konflik sosial yang tinggi.Masalah-masalah kebijakan lingkungan sudah muncul pada saat perumusan kebijakan itu sendiri. Sidney (2007:79) menyatakan bahwa perumusan kebijakan merupakan tahapan penting dalam proses kebijakan karena proses ini juga mengekspresikan dan mengalokasikan kekuasaan diantara kepentingan sosial, politik, dan ekonomi yang ada. Perumusan kebijakan di Indonesia seringkali didominasi oleh kepentingan politik yang menganut paham kapitalisme ekonomi. Contohnya, meskipun cadangan energi baru dan terbarukan sangat besar, namun pemerintah tetap belum mengalokasi sumber daya yang memadai untuk menggali potensi tersebut karena dianggap membutuhkan biaya yang besar dan teknologi yang tinggi.Kinerja kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup juga menjadi persoalan. Selama ini, pengelolaan lingkungan hidup mulai dari perencanaan sampai pengendalian lebih didominasi oleh birokrat pemerintah. IDS (2006:13) menyatakan bahwa birokrat bukanlah eksekutor kebijakan yang netral karena mereka memiliki agenda politik sendiri. Dengan demikian, wajar bila kita sering melihat terjadinya benturan kepentingan pengelolaan sumber daya alam antara pemerintah dan masyarakat. Pada sisi yang lain, korporasi pun memiliki kepentingan sendiri yang cenderung melawan arus kepentingan masyarakat, sehingga kekuatan pemerintah dan korporasi seringkali berupaya merusak sistem sosial masyarakat agar dapat menguasai sumber daya alam.Orientasi perumusan kebijakan yang memihak dan bersifat top down serta kelembagaan yang tumpul menyebabkan implementasi kebijakan lingkungan hidup di Indonesia masih jauh panggang dari api. Sebagai contoh, pembangunan wilayah perkotaan telah menciptakan masyarakat perkotaan yang konsumtif sehingga produk-produk impor menjadi merajalela. Akibatnya, kebijakan penggunaan produk lokal menjadi kebijakan lip service bernuansa nasionalisme semu. Contoh lain, masyarakat Mentawai yang terkena tsunami baru bisa mendapatkan rumah yang layak pada areal relokasi dalam kawasan hutan setelah 2 tahun kejadian bencana alam tersebut. Hal ini disebabkan pemerintah setempat tidak berani mengambil kebijakan mendasar karena implementasi kebijakan kehutanan yang bersifat top down. Seperti yang diungkapkan oleh Plzl dan Treib (2007:94), karakter proses implementasi kebijakan yang bersifat top down selalu membutuhkan panduan secara hirarki. Artinya, selama pedoman dari pemerintah pusat belum ada maka tindakan operasional belum dapat diambil, meskipun dalam kondisi bencana alam sekalipun.Ketika perencanaan, kelembagaan, dan implementasi kebijakan lingkungan mengandung banyak kepentingan maka upaya pengendalian (termasuk penegakan hukum) juga menurut kepentingan yang dominan. Seringkali kasus-kasus pencemaran air sungai terbukti menyebabkan gangguan kesehatan pada masyarakat sekitarnya, namun seringkali juga penegakan hukum baru berjalan ketika gangguan kesehatan itu sudah semakin akut. Di Indonesia, penegak hukum tidak mampu menegakkan aturan karena ternyata usaha-usaha di bidang pertambangan banyak yang dibekingi oleh penegak hukum itu sendiri.Jadi, memang benar kita menghadapi sejumlah masalah lingkungan yang perlu segera ditangani seperti deforestasi, pencemaran, dan sebagainya. Namun lebih penting lagi komitmen pembuat kebijakan yang kuat menjaga etika dalam pembuatan kebijakan lingkungan dan memegang teguh prinsip-prinsip ekonomis, adil, fleksibel dan implementatif dalam seluruh tahapan proses pembuatan kebijakan.

Mengapa Kemiskinan di Indonesia Menjadi Masalah Berkelanjutan? administrator

1 2 3 4 5( 58 Votes ) Top of FormUser Rating:/58 PoorBestBottom of Form

SEJAK awal kemerdekaan, bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana termuat dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945. Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini terus-menerus menjadi masalah yang berkepanjangan.

PADA umumnya, partai-partai peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2004 juga mencantumkan program pengentasan kemiskinan sebagai program utama dalam platform mereka. Pada masa Orde Baru, walaupun mengalami pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, yaitu rata-rata sebesar 7,5 persen selama tahun 1970-1996, penduduk miskin di Indonesia tetap tinggi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Indonesia tahun 1996 masih sangat tinggi, yaitu sebesar 17,5 persen atau 34,5 juta orang. Hal ini bertolak belakang dengan pandangan banyak ekonom yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pada akhirnya mengurangi penduduk miskin.

Perhatian pemerintah terhadap pengentasan kemiskinan pada pemerintahan reformasi terlihat lebih besar lagi setelah terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997. Meskipun demikian, berdasarkan penghitungan BPS, persentase penduduk miskin di Indonesia sampai tahun 2003 masih tetap tinggi, sebesar 17,4 persen, dengan jumlah penduduk yang lebih besar, yaitu 37,4 juta orang.

Bahkan, berdasarkan angka Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2001, persentase keluarga miskin (keluarga prasejahtera dan sejahtera I) pada 2001 mencapai 52,07 persen, atau lebih dari separuh jumlah keluarga di Indonesia. Angka- angka ini mengindikasikan bahwa program-program penanggulangan kemiskinan selama ini belum berhasil mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia.

Penyebab kegagalan

Pada dasarnya ada dua faktor penting yang dapat menyebabkan kegagalan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pertama, program- program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin.Hal itu, antara lain, berupa beras untuk rakyat miskin dan program jaring pengaman sosial (JPS) untuk orang miskin. Upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan persoalan kemiskinan yang ada karena sifat bantuan tidaklah untuk pemberdayaan, bahkan dapat menimbulkan ketergantungan.

Program-program bantuan yang berorientasi pada kedermawanan pemerintah ini justru dapat memperburuk moral dan perilaku masyarakat miskin. Program bantuan untuk orang miskin seharusnya lebih difokuskan untuk menumbuhkan budaya ekonomi produktif dan mampu membebaskan ketergantungan penduduk yang bersifat permanen. Di lain pihak, program-program bantuan sosial ini juga dapat menimbulkan korupsi dalam penyalurannya.

Alangkah lebih baik apabila dana-dana bantuan tersebut langsung digunakan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), seperti dibebaskannya biaya sekolah, seperti sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP), serta dibebaskannya biaya- biaya pengobatan di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas).

Faktor kedua yang dapat mengakibatkan gagalnya program penanggulangan kemiskinan adalah kurangnya pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu sendiri sehingga program-program pembangunan yang ada tidak didasarkan pada isu-isu kemiskinan, yang penyebabnya berbeda-beda secara lokal.

Sebagaimana diketahui, data dan informasi yang digunakan untuk program-program penanggulangan kemiskinan selama ini adalah data makro hasil Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) oleh BPS dan data mikro hasil pendaftaran keluarga prasejahtera dan sejahtera I oleh BKKBN.

Kedua data ini pada dasarnya ditujukan untuk kepentingan perencanaan nasional yang sentralistik, dengan asumsi yang menekankan pada keseragaman dan fokus pada indikator dampak. Pada kenyataannya, data dan informasi seperti ini tidak akan dapat mencerminkan tingkat keragaman dan kompleksitas yang ada di Indonesia sebagai negara besar yang mencakup banyak wilayah yang sangat berbeda, baik dari segi ekologi, organisasi sosial, sifat budaya, maupun bentuk ekonomi yang berlaku secara lokal.

Bisa saja terjadi bahwa angka-angka kemiskinan tersebut tidak realistis untuk kepentingan lokal, dan bahkan bisa membingungkan pemimpin lokal (pemerintah kabupaten/kota). Sebagai contoh adalah kasus yang terjadi di Kabupaten Sumba Timur. Pemerintah Kabupaten Sumba Timur merasa kesulitan dalam menyalurkan beras untuk orang miskin karena adanya dua angka kemiskinan yang sangat berbeda antara BPS dan BKKBN pada waktu itu.

Di satu pihak angka kemiskinan Sumba Timur yang dihasilkan BPS pada tahun 1999 adalah 27 persen, sementara angka kemiskinan (keluarga prasejahtera dan sejahtera I) yang dihasilkan BKKBN pada tahun yang sama mencapai 84 persen. Kedua angka ini cukup menyulitkan pemerintah dalam menyalurkan bantuan-bantuan karena data yang digunakan untuk target sasaran rumah tangga adalah data BKKBN, sementara alokasi bantuan didasarkan pada angka BPS.

Secara konseptual, data makro yang dihitung BPS selama ini dengan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) pada dasarnya (walaupun belum sempurna) dapat digunakan untuk memantau perkembangan serta perbandingan penduduk miskin antardaerah. Namun, data makro tersebut mempunyai keterbatasan karena hanya bersifat indikator dampak yang dapat digunakan untuk target sasaran geografis, tetapi tidak dapat digunakan untuk target sasaran individu rumah tangga atau keluarga miskin. Untuk target sasaran rumah tangga miskin, diperlukan data mikro yang dapat menjelaskan penyebab kemiskinan secara lokal, bukan secara agregat seperti melalui model-model ekonometrik.

Untuk data mikro, beberapa lembaga pemerintah telah berusaha mengumpulkan data keluarga atau rumah tangga miskin secara lengkap, antara lain data keluarga prasejahtera dan sejahtera I oleh BKKBN dan data rumah tangga miskin oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Meski demikian, indikator- indikator yang dihasilkan masih terbatas pada identifikasi rumah tangga. Di samping itu, indikator-indikator tersebut selain tidak bisa menjelaskan penyebab kemiskinan, juga masih bersifat sentralistik dan seragam-tidak dikembangkan dari kondisi akar rumput dan belum tentu mewakili keutuhan sistem sosial yang spesifik-lokal.

Strategi ke depan

Berkaitan dengan penerapan otonomi daerah sejak tahun 2001, data dan informasi kemiskinan yang ada sekarang perlu dicermati lebih lanjut, terutama terhadap manfaatnya untuk perencanaan lokal.

Strategi untuk mengatasi krisis kemiskinan tidak dapat lagi dilihat dari satu dimensi saja (pendekatan ekonomi), tetapi memerlukan diagnosa yang lengkap dan menyeluruh (sistemik) terhadap semua aspek yang menyebabkan kemiskinan secara lokal.

Data dan informasi kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan serta pencapaian tujuan atau sasaran dari kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, baik di tingkat nasional, tingkat kabupaten/kota, maupun di tingkat komunitas.

Masalah utama yang muncul sehubungan dengan data mikro sekarang ini adalah, selain data tersebut belum tentu relevan untuk kondisi daerah atau komunitas, data tersebut juga hanya dapat digunakan sebagai indikator dampak dan belum mencakup indikator-indikator yang dapat menjelaskan akar penyebab kemiskinan di suatu daerah atau komunitas.

Dalam proses pengambilan keputusan diperlukan adanya indikator-indikator yang realistis yang dapat diterjemahkan ke dalam berbagai kebijakan dan program yang perlu dilaksanakan untuk penanggulangan kemiskinan. Indikator tersebut harus sensitif terhadap fenomena-fenomena kemiskinan atau kesejahteraan individu, keluarga, unit-unit sosial yang lebih besar, dan wilayah.

Kajian secara ilmiah terhadap berbagai fenomena yang berkaitan dengan kemiskinan, seperti faktor penyebab proses terjadinya kemiskinan atau pemiskinan dan indikator-indikator dalam pemahaman gejala kemiskinan serta akibat-akibat dari kemiskinan itu sendiri, perlu dilakukan. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota dengan dibantu para peneliti perlu mengembangkan sendiri sistem pemantauan kemiskinan di daerahnya, khususnya dalam era otonomi daerah sekarang. Para peneliti tersebut tidak hanya dibatasi pada disiplin ilmu ekonomi, tetapi juga disiplin ilmu sosiologi, ilmu antropologi, dan lainnya.

Belum memadai

Ukuran-ukuran kemiskinan yang dirancang di pusat belum sepenuhnya memadai dalam upaya pengentasan kemiskinan secara operasional di daerah. Sebaliknya, informasi-informasi yang dihasilkan dari pusat tersebut dapat menjadikan kebijakan salah arah karena data tersebut tidak dapat mengidentifikasikan kemiskinan sebenarnya yang terjadi di tingkat daerah yang lebih kecil. Oleh karena itu, di samping data kemiskinan makro yang diperlukan dalam sistem statistik nasional, perlu juga diperoleh data kemiskinan (mikro) yang spesifik daerah. Namun, sistem statistik yang dikumpulkan secara lokal tersebut perlu diintegrasikan dengan sistem statistik nasional sehingga keterbandingan antarwilayah, khususnya keterbandingan antarkabupaten dan provinsi dapat tetap terjaga.

Dalam membangun suatu sistem pengelolaan informasi yang berguna untuk kebijakan pembangunan kesejahteraan daerah, perlu adanya komitmen dari pemerintah daerah dalam penyediaan dana secara berkelanjutan. Dengan adanya dana daerah untuk pengelolaan data dan informasi kemiskinan, pemerintah daerah diharapkan dapat mengurangi pemborosan dana dalam pembangunan sebagai akibat dari kebijakan yang salah arah, dan sebaliknya membantu mempercepat proses pembangunan melalui kebijakan dan program yang lebih tepat dalam pembangunan.

Keuntungan yang diperoleh dari ketersediaan data dan informasi statistik tersebut bahkan bisa jauh lebih besar dari biaya yang diperlukan untuk kegiatan-kegiatan pengumpulan data tersebut. Selain itu, perlu adanya koordinasi dan kerja sama antara pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder), baik lokal maupun nasional atau internasional, agar penyaluran dana dan bantuan yang diberikan ke masyarakat miskin tepat sasaran dan tidak tumpang tindih.

Ketersediaan informasi tidak selalu akan membantu dalam pengambilan keputusan apabila pengambil keputusan tersebut kurang memahami makna atau arti dari informasi itu. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya kemampuan teknis dari pemimpin daerah dalam hal penggunaan informasi untuk manajemen.

Sebagai wujud dari pemanfaatan informasi untuk proses pengambilan keputusan dalam kaitannya dengan pembangunan di daerah, diusulkan agar dilakukan pemberdayaan pemerintah daerah, instansi terkait, perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam pemanfaatan informasi untuk kebijakan program.

Kegiatan ini dimaksudkan agar para pengambil keputusan, baik pemerintah daerah, dinas-dinas pemerintahan terkait, perguruan tinggi, dan para LSM, dapat menggali informasi yang tepat serta menggunakannya secara tepat untuk membuat kebijakan dan melaksanakan program pembangunan yang sesuai.

Pemerintah daerah perlu membangun sistem pengelolaan informasi yang menghasilkan segala bentuk informasi untuk keperluan pembuatan kebijakan dan pelaksanaan program pembangunan yang sesuai. Perlu pembentukan tim teknis yang dapat menyarankan dan melihat pengembangan sistem pengelolaan informasi yang spesifik daerah. Pembentukan tim teknis ini diharapkan mencakup pemerintah daerah dan instansi terkait, pihak perguruan tinggi, dan peneliti lokal maupun nasional, agar secara kontinu dapat dikembangkan sistem pengelolaan informasi yang spesifik daerah.

Berkaitan dengan hal tersebut, perlu disadari bahwa walaupun kebutuhan sistem pengumpulan data yang didesain, diadministrasikan, dianalisis, dan didanai pusat masih penting dan perlu dipertahankan, sudah saatnya dikembangkan pula mekanisme pengumpulan data untuk kebutuhan komunitas dan kabupaten.

Mekanisme pengumpulan data ini harus berbiaya rendah, berkelanjutan, dapat dipercaya, dan mampu secara cepat merefleksikan keberagaman pola pertumbuhan ekonomi dan pergerakan sosial budaya di antara komunitas pedesaan dan kota, serta kompromi ekologi yang meningkat.KEMISKINAN DI INDONESIAKEMISKINAN DI INDONESIA(fenomena dan fakta)By. Sarul MardiantoUniversitas Syiah KualaI. ABSTRACTWriting a scientific paper aims to look at a picture of poverti is a phenomenon and the facts that occured in the country of Indonesia, which had always been a problem untilnow still not be resolved either by the central and local goverment. Poverty as aterrible scourge thet continues to undermine the economy an society. This should be ereflektion of its own for the Indonesia goverment to be able to keep trying and trying to overcome these problems.true indeed various attempts have been made by the goverment to cope with or overcome the problems of poverty, but still the problem of poverty can not be resolved. Many things can be factors of poverty are : Natural Resources, HR, Education, Employment, and many other factors that contributed to the problem of poverty. Poverty theoritically be regarded as a phenomenon in whichpeoples lives in a country still very poor (low), where people are not able to meet thenecessities of life it deserves.Keyword:Phenomena and Facts,FactorsAffecting.I. ABSTRAKPenulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk melihat gambaran tentang kemiskinan yang merupakan sebuah fenomena dan fakta yang terjadi di negara Indonesia, sebuah masalah yang sejak dulu hingga sekarang masih juga belum bisa teratasi baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah. Kemiskinan seakan menjadi momok yang mengerikan dan terus merongrong keadaan ekonomi masyarakat. Hal ini sudah seharusnya menjadi sebuah cerminan tersendiri bagi pemerintah indonesia untuk dapat terus berusaha dan berupaya mengatasi permasalahan tersebut. Benar memang Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi atau mengatasi masalah kemiskinan, akan tetapi tetap saja permasalahan kemiskinan belum dapat teratasi. Banyak hal yang menjadi faktor penyebab kemiskinan diantaranya : SDA, SDM, Pendidikan, Lapangan Pekerjaan, dan masih banyak lagi faktor-faktor lain yang menyebabkan timbulnya masalah kemiskinan. secara teoritis kemiskinan dikatakan sebagai sebuah fenomena dimana taraf hidup masyarakat didalam sebuah negara masih sangat memprihatinkan (rendah), dimana masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup yang selayaknya.Kata Kunci : Fenomena dan Fakta, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya.II. PENDAHULUAN2.1. Latar Belakang MasalahSalah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah/negara indonesia adalah kemiskinan, dewasa ini pemerintah belum mampu menghadapi atau menyelesaikan permasalahan tersebut, padahal setiap mereka yang memimpin Negara Indonesia selalu membawa kemiskinan sebagai misi utama mereka disamping misi-misi yang lain.Remi dan Tjiptoherijanto (2002:1), mengatakan bahwa upaya menurunkan tingkat kemiskinan telah dimulai awal tahun 1970-an diantaranya melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan Bantuan Desa (Bandes). Tetapi upaya tersebut mengalami tahapan jenuh pada pertengahan tahun 1980-an, yang juga berarti upaya penurunan kemiskinan di tahun 1970-an tidak maksimal, sehingga jumlah orang miskin pada awal 1990-an kembali naik. Disamping itu kecenderungan ketidakmerataan pendapatan melebar yang mencakup antar sektor, antar kelompok, dan ketidakmerataan antar wilayah.Kondisi kemiskinan Indonesia semakin parah akibat krisis ekonomi pada tahun 1998. Namun ketika pertumbuhan ekonomi yang sempat menurun akibat krisis dapat teratasi dan dapat dipulihkan, kemiskinan tetap saja sulit untuk ditanggulangi. Pada tahun 1999, 27% dari total penduduk Indonesia berada dalam kemiskinan. Sebanyak 33,9% penduduk desa dan 16,4% penduduk kota adalah orang miskin. Krisnamurthi dalam Nyayu Neti Arianti, dkk, (2004:3).Salah satu prasyarat keberhasilan pengentasan kemiskinan adalah dengan cara mengidentifikasi kelompok sasaran dan wilayah sasaran dengan tepat. Program pengentasan dan pemulihan nasib orang miskin tergantung dari langkah awal yaitu ketetapan mengidentifikasi siapa yang dikatakan miskin dan di mana dia berada. Aspek di mana si miskin dapat ditelusuri melalui si miskin itu sendiri serta melalui pendekatan-pendekatan profil wilayah atau karakter geografis.pada masa kepemimpinan SBY pemerintah indonesia juga meluncurkan program penanggulangan kemiskinan seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai), KUR (Kredit Usaha Rakyat), pengembangan UMKM, PNPM Mandiri, dan masih banyak program-program lainnya, akan tetapi belum mampu mementaskan masyarakat indonesia dari jurang kemiskinan yang semakin hari semakin menyiksa dan menganiaya. Keadaan ini sudah seharusnya menjadi sebuah evaluasi diri bagi pemerintah untuk dapat terus merencanakan serta mengambil sebuah kebijakan yang dapat membawa indonesia keluar dari jurang kemiskinan. Tidak penulis pungkiri memang, bahwa usaha pemerintah dalam penanggulangan masalah kemiskinan sangatlah serius, bahkan merupakan salah satu program prioritas akan tetapi hasilnya belum cukup memuaskan.Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional, Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu (M. Nasir, dkk, dalam Adit Agus Prastyo, 2010:18).Dalam upaya penanggulangan kemiskinan ada dua strategi utama yang harus ditempuh oleh pemerintah. Pertama, melindungi keluarga dan kelompok masyarakat miskin melalui pemenuhan kebutuhan pokok mereka. Kedua, memberdayakan mereka agar mempunyai kemampuan untuk melakukan usaha dan mencegah terjadinya kemiskinan baru.Faktor mendasar yang menyebabkan kemiskinan diantaranya: SDM, SDA, Sistem, dan juga tidak terlepas dari sosok pemimpin, sehingga dimensi tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya.Kemiskinan terjadi karena kemampuan masyarakat pelaku ekonomi tidak sama, sehingga terdapat masyarakat yang tidak dapat ikut serta dalam proses pembangunan atau menikmati hasil-hasil pembangunan. Soegijoko, (1997:137). Dengan kata lain yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin menderita.Berdasarkan permasalahan diatas penulis tertarik menulis karya ilmiah dengan judul Kemiskinan Di Indonesia, (fenomena dan fakta).III. METODE PENULISANDalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini penulis menggunakan metode library riset serta internet.IV. PEMBAHASAN4.1. Konsep Dasar Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidak mampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. kemiskinan dapat juga dikatakan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin.Dalam kamus ilmiah populer, kata Miskin mengandung arti tidak berharta (harta yang ada tidak mencukupi kebutuhan) atau bokek. Adapun kata fakir diartikan sebagai orang yang sangat miskin. Secara Etimologi makna yang terkandung yaitu bahwa kemiskinan sarat dengan masalah konsumsi. Hal ini bermula sejak masa neo-klasik di mana kemiskinan hanya dilihat dari interaksi negatif (ketidak seimbangan) antara pekerja dan upah yang diperoleh.4.2. Kemiskinan Di Indonesia, fenomena Dan Fakta permasalahan yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh pemerintah indonesia saat ini adalah kemiskinan, disamping masalah-masalah yang lainnya. dewasa ini pemerintah belum mampu menghadapi atau menyelesaikan permasalahan kemiskinan.Menurut Remi dan Tjiptoherijanto (2002:1) upaya menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia telah dimulai awal tahun 1970-an diantaranya melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan Bantuan Desa (Bandes). Tetapi upaya tersebut mengalami tahapan jenuh pada pertengahan tahun 1980-an, yang juga berarti upaya penurunan kemiskinan di tahun 1970-an tidak maksimal, sehingga jumlah orang miskin pada awal 1990-an kembali naik. Disamping itu kecenderungan ketidakmerataan pendapatan nasional melebar yang mencakup antar sektor, antar kelompok, dan ketidakmerataan antar wilayah.berdasarkan data Bank Dunia jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2002 bukanlah 10 sampai 20% tetapi telah mencapai 60% dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 215 juta jiwa.(www.ismailrasulong.wordpress.com).Hal ini diakibatkan oleh ketidakmampuan mengakses sumber-sumber permodalan, juga karena infrastruktur yang juga belum mendukung untuk dimanfaatkan masyarakat memperbaiki kehidupannya, selain itu juga karna SDM, SDA, Sistem, dan juga tidak terlepas dari sosok pemimpin. Kemiskinan harus diakui memang terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai negara bangsa, bahkan hampir seluruh energi dihabiskan hanya untuk mengurus persoalan kemiskinan. Yang menjadi pertanyaan sekarang ini adalah, mengapa masalah kemiskinan seakan tak pernah habis, sehingga di negara ini, rasanya tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus perpindahan dari desa ke kota dengan tujuan memperbaiki kehidupan, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas. Kemiskinan menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup, kemiskinan menyebabkan banyak orang melakukan prilaku menyimpang, harga diri diperjual belikan hanya untuk mendapatkan makan. Si Miskin rela mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi mereka yang memiliki uang dan memegang kendali atas sektor perekonomian lokal dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para buruh bekerja sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit. Bahkan yang lebih parah, kemiskinan telah membuat masyarakat kita terjebak dalam budaya memalas, budaya mengemis, dan menggantungkan harapannya dari budi baik pemerintah melalui pemberian bantuan. kemiskinan juga dapat meningkatkan angka kriminalitas, kenapa penulis mengatakan bahwa kemiskinan dapat meningkatkan angka kriminalitas, jawabannya adalah karna mereka (simiskin) akan rela melakukan apa saja untuk dapat mempertahankan hidupnya, baik itu mencuri, membunuh, mencopet, bahkan jika ada hal yang lebih keji dari itu ia akan tega dan berani melakukannya demi hidupnya. Kalau sudah seperti ini siapa yang harus kita salahkan. kemiskinan seakan menjadi sebuah fenomena atau sebuah persoalan yang tak ada habis-habisnya, pemerintah terkesan tidak serius dalam menangani persoalan kemiskinan, pemerintah lebih membiarkan mereka mengemis dan mencuri ketimbang memikirkan cara untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat kemiskinan dan membebaskan Negara dari para pengemis jalanan karna kemiskinan.4.3. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia tahun 1976 sampai 2007. jumlah penduduk miskin di Indonesia pada periode 1976-2007 berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 1976 penduduk miskin sekitar 54,2 juta jiwa (sekitar 44,2 juta jiwa di perdesaan, dan sekitar 10 juta jiwa di perkotaan). Angka ini pada tahun 1980 berkurang hingga menjadi sekitar 42,3 juta jiwa (sekitar 32,8 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,5 juta jiwa di perdesaan), atau berkurang sekitar 21,95 persen dari tahun 1976. Pada tahun 1990 jumlah penduduk miskin berkurang hingga menjadi sekitar 27,2 juta jiwa (sekitar 17,8 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,4 juta jiwa di perdesaan), atau berkurang sekitar 35,69 persen dari tahun 1980. Pada tahun 1996 jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan hingga mencapai sekitar 34,5 juta jiwa (sekitar 24,9 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,6 juta jiwa di perdesaan). Dibandingkan dengan tahun 1990, angka ini menurun sekitar 20,87 persen. Namun, pada tahun 2002 jumlah penduduk miskin kembali meningkat hingga menjadi sekitar 38,4 juta jiwa. Sementara, pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin menurun hingga menjadi sekitar 37.17 juta jiwa. Fluktuasi jumlah penduduk miskin di Indonesia disebabkan karena terjadinya krisis ekonomi, pertambahan jumlah penduduk tiap tahun, pengaruh kebijakan pemerintah dan sebagainya.(Badan Pusat Statistik). Tahun 2007Maret 2008Analisis tren tingkat kemiskinan antara kondisi Maret 2007 dan Maret 2008 dimaksudkan untuk mengetahui perubahan tingkat kemiskinan selama setahun terakhir. Garis kemiskinan pada periode Maret 2007-Maret 2008 mengalami peningkatan sebesar 9,56 persen, yaitu dari Rp.166.697,- per kapita per bulan pada Maret 2007 menjadi Rp.182.636,- per kapita per bulan pada Maret 2008. Hal yang sama juga terjadi di perkotaan dan di perdesaan masing-masing meningkat sebesar 9,02 persen dan 10,21 persen. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2007 yang berjumlah 37,17 juta (16,58 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,21 juta (Tabel 4.3). Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan turun lebih tajam dari pada daerah perkotaan. Selama periode Maret 2007-Maret 2008, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,42 juta, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,79 juta orang. Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada bulan Maret 2007, sebagian besar (63,52 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan, sementara pada bulan Maret 2008 persentase ini hampir sama yaitu 63,47 persen. (Badan Pusat Statistik).4.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan menurut para Ahli.Setiap permasalahan timbul pasti karna ada faktor yang mengiringinya yang menyebabkan timbulnya sebuah permasalahan, begitu juga dengan masalah kemiskinan yang dihadapi oleh negara indonesia. Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan menurut Hartomo dan Aziz dalam Dadan Hudyana (2009:28-29) yaitu :1). Pendidikan yang Terlampau RendahTingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan pendidikan atau keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan keterbatasan kemampuan seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.2). Malas BekerjaAdanya sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada nasib) menyebabkan seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja.3). Keterbatasan Sumber AlamSuatu masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan masyarakat itu miskin karena sumberdaya alamnya miskin.4). Terbatasnya Lapangan KerjaKeterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Secara ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja baru sedangkan secara faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi masyarakat miskin karena keterbatasan modal dan keterampilan.5). Keterbatasan ModalSeseorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat maupun bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh penghasilan.6). Beban KeluargaSeseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan usaha peningakatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan karena semakin banyak anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau beban untuk hidup yang harus dipenuhi.Suryadiningrat dalam Dadan Hudayana (2009:30), juga mengemukakan bahwa kemiskinan pada hakikatnya disebabkan oleh kurangnya komitmen manusia terhadap norma dan nilai-nilai kebenaran ajaran agama, kejujuran dan keadilan. Hal ini mengakibatkan terjadinya penganiayaan manusia terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain. Penganiayaan manusia terhadap diri sendiri tercermin dari adanya :1) keengganan bekerja dan berusaha,2) kebodohan,3) motivasi rendah,4) tidak memiliki rencana jangka panjang,5) budaya kemiskinan, dan6) pemahaman keliru terhadap kemiskinan.Sedangkan penganiayaan terhadap orang lain terlihat dari ketidakmampuan seseorang bekerja dan berusaha akibat :1) ketidakpedulian orang mampu kepada orang yang memerlukan atau orang tidak mampu dan2) kebijakan yang tidak memihak kepada orang miskin.Kartasasmita dalam Rahmawati (2006:4) mengemukakan bahwa, kondisi kemiskinan dapat disebabkan oleh sekurang-kurangnya empat penyebab, diantaranya yaitu :1. Rendahnya Taraf PendidikanTaraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan meyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Taraf pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan seseorang untuk mencari dan memanfaatkan peluang.2. Rendahnya Derajat KesehatanTaraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir dan prakarsa.3. Terbatasnya Lapangan KerjaSelain kondisi kemiskinan dan kesehatan yang rendah, kemiskinan juga diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan.4. Kondisi KeterisolasianBanyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.Nasikun dalam Suryawati (2005:5) menyoroti beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu :1) Pelestarian Proses Kemiskinan Proses pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan.2) Pola Produksi KolonialNegara ekskoloni mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor.3) Manajemen Sumber Daya Alam dan LingkunganAdanya unsur manajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.4) Kemiskinan Terjadi Karena Siklus Alam.Misalnya tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal dan terus-menerus.5) Peminggiran Kaum PerempuanDalam hal ini perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah dari laki-laki.6) Faktor Budaya dan EtnikBekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan seperti, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat istiadat yang konsumtif saat upacara adat atau keagamaan.V. KESIMPULAN. Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu. Kemiskinan harus menjadi sebuah tujuan utama dari penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi oleh negara Indonesia, karna aspek dasar yang dapat dijadikan acuan keberhassilan pembangunan ekonomi adalah teratasinya masalah kemiskinan. Pemerintah indonesia harus terus memberdayakan dan membina masyarakat miskin untuk dapat mengelola sumber-sumber Ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya masalah kemiskinan, diantaranya, SDM yang rendah, SDA yang tidak dikelolah dengan baik dan benar, pendidikan yang rendah, tidak memiliki pengetahuan untuk mengembangkan sektor-sektor perekonomian baik itu dibidang pertanian maupun dibidang perindustrian, dan masih banyak lagi faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya permasalahan kemiskinan sebagaimana yang penulis jelaskan diatas.

I. PendahuluanKemiskinan bukanlah permasalahan baru bagi setiap negara yang ada di dunia. Hanya saja tergantung dari peran Pemerintah Negara itu sendiri dalam menyikapi dan meanggulangi permasalahan kemiskinan tersebut. Dalam setiap pembangunan suatu negara, pemerataan di segala bidang menjadi tujuan utama dalam mensejahterakan masyarakatnya agar tercapai suatu keadaan yang disebut dengan Masyarakat Madani. Untuk mencapai hal ini, maka di butuhkan sistem pemerintahan yang Pro pada kepentingan masyarakatnya. Bukan hanya sekedar mencapai tujuan pribadi dan kelompoknya di atas penderitaan masyarakat yang berkelanjutan. Selain sistem pemerintahannya, harus di dukung pula dengan wakil rakyat yang memang benar-benar menepati sumpah jabatannya pada saat di lantik. Sesuai dengan janjinya di hadapan orang banyak bahwa yang bersangkutan akan melaksanakan tugasnya untuk mencapai kemakmuran masyarakatnya, bukan memakmurkan keluarganya agar bisa hidup di atas kemewahan materi dan menikmati stratifikasi sosialnya semasa bertugas.Di Indonesia, pengentasan kemiskinan merupakan salah satu tujuan pembangunan nasional. Namun, faktanya bahwa ini menjadi masalah klasik yang tak kunjung ada akhirnya. Harapan besar masyarakat Indonesia kelas bawah yaitu pemerataan di segala bidang dan berakhirnya penderitaan kemiskinan yang mereka alami. Untuk itu, menjadi pertanyaan besar yang menjadi bahan pemikiran kita bersama, mampukah permasalahan kemiskinan di Indonesia ini di selesaikan atau pun di minimalisirkan ? Berikut ini akan Penulis paparkan sedikit tentang kemiskinan di Indonesia dan memberikan solusinya, semoga bermanfaat untuk bahan diskusi kita bersama.II. Identifikasi masalah

Masyarakat Indonesia selalui di hantui oleh rasa takut akan kemiskinan, untuk tidak jatuh pada ranah tersebut banyak orang yang menghalalkan segala cara untuk memerangi kemiskinan. Kemiskinan yang bagaimana yang di maksud ? Mari kita bahas bersama.Miskin menurut pengertian dari Kamus Ilmiah Populer susunan Pius A Partanto dan M.Dahlan Al Barry adalah tidak berharta ( hartanya tidak mencukupi kebutuhannya ), serba kekurangan. Ini merupakan kemiskinan yang akan kita bahas, namun di samping itu istilah kemiskinan juga dipergunakan dalam berbagai kalimat seperti kemiskinan moral dan kemiskinan intelektual. Potret kemiskinan dapat kita lihat dari kekurangan materi yang melanda masyarakat, diantaranya kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan atau perumahan. Orang-orang yang bagaimana yang di kategorikan miskin ? apakah orang-orang yang tidak bekerja atau pengangguran ? tidak hanya itu saja, menurut penulis orang-orang yang bekerja pun dapat di kategorikan miskin seperti orang-orang yang pekerjaannya hanya menjadi pedagang koran, pemulung, pedagang kaki lima, supir angkutan umum, buruh pabrik, buruh pelabuhan, tukang parkir, dan lain sebagainya yang penghasilannya tidak tetap dan bahkan berada di bawah UMR ( Upah Minimum Regional ). Kaum seperti mereka ini rasanya pantas apabila mendapatkan BLT ( bantuan langsung tunai), beda lagi dengan orang-orang yang bekerja dengan penghasilan diatas rata-rata dan teratur setiap bulannya dari perusahaan ternyata masih juga mengharap BLT. Apakah mereka tergolong orang yang miskin ? Ini namanya sengaja menjerat diri dalam ranah kemiskinan hanya untuk mendapatkan sedikit materi dari Pemerintah, selalu saja merasa tidak cukup atau tidak puas dengan keadaan yang telah di perjuangkannya. Kategori miskin lainnya selain dari jenis pekerjaan dan penghasilannya juga dapat di lihat dari tingkat kemampuannya dalam pemenuhan kebutuhan pokok keluarganya seperti sandang, pangan, dan papan ( perumahan ). Dapat kita lihat fenomena di sekeliling kita, banyak anak yang putus sekolah karena orang tuanya tidak mampu untuk membiayai pendidikan anaknya. Masalah lainnya seperti kemampuan dalam pemenuhan gizi, jangan kan memikirkan gizi, makan saja terkadang hanya dua kali sehari bahkan ada yang hanya satu kali sehari. Kategori lainnya yaitu orang-orang yang tidak punya rumah dan orang-orang yang rumahnya jauh dari kata layak huni seperti lantainya yang masih dari tanah atau bahkan atapnya pun dari daun rumbia, dengan fasilitas yang kurang terjamin sanitasinya. Perumahan yang layak masih menjadi suatu angan-angan saja bagi orang-orang miskin, beda sekali kategori layak yang ada dalam pemikiran Pemerintah. Di katakan layak namun jauh dari layak. Jadi, intinya mereka masih belum menikmati fasilitas agar jauh dari kategori orang-orang miskin. Yang menjadi pemikiran penulis, saat ini masyarakat banyak mengaku miskin padahal mampu untuk kredit motor dan alat-alat elektronik lainnya hanya untuk mendapatkan bantuan dari Pemerintah seperti BLT ( bantuan langsung tunai ), zakat fitrah, Raskin ( beras miskin ) dan bantuan lainnya. Jangan mau mengkatogorikan diri sebagai orang miskin. Apa sebab dari kemiskinan ? kemiskinan diantaranya di sebabkan oleh :1. Sistem yang tidak merata oleh Pemerintah yang memegang kekuasaan, pengentasannya yaitu dengan cara merubah sistem yang berlaku tersebut. 2. Karena malas, tidak ada etos kerja, cepat merasa puas, tidak terampil, dan seterusnya. Cara mengentaskan yaitu dengan mengubah sifat pribadi yang negatif dengan sifat-sifat yang positif, konstruktif dan produktif, sehingga menjadi orang mapan dan sejahtera. Cara berpikir rasional harus di tumbuhkan, mau bekerja keras, tidak mudah putus asa, terampil dan terus menerus menambah pengetahuan dan penguasaaan teknologi. Hal ini tentunya harus juga di dukung oleh Pemerintah dengan cara memberikan pendidikan yang layak, pelatihan, dan pinjaman modal yang produktif agar masyarakat bisa merubah keadaan perekonomian yang mulanya di kategorikan miskin berubah menjadi masyarakat yang lebih sejahtera. 3. Krisis ekonomi yang berkepanjangan, dampak dari permasalahan krisis ekonomi ini diantaranya makin meningkatnya anak putus sekolah, pengangguran karena di PHK oleh perusahaan, masyarakat yang menderita gizi buruk, busung lapar dan bahkan ada yang makan nasi aking. 4. Selanjutnya juga disebabkan oleh masyarakat kategori ekonomi kelas menengah ke atas yang kurang memiliki rasa empati dan apatis terhadap orang-orang miskin di sekitarnya. Hal ini perlu kesadaran individu agar bisa membuka diri untuk lebih peka dalam membantu sesama. Wujud dari rasa empati dapat di lakukan secara individu maupun kolektif dengan cara di koordinir. Pembayaran zakat dan bersedekah pada fakir miskin jangan hanya menunggu saat bulan puasa saja, tetapi juga dapat di lakukan kapan saja agar dapat meringankan beban sesama. Sikap kurangnya empati masyarakat dan apatisme dapat menambah penderitaan kaum miskin sehingga terjadilah fenomena bunuh diri. Agar permasalahan ini tidak terjadi tentunya dapat di sikapi dengan cara lebih peka terhadap permasalahan yang di hadapi orang lain. 5. Kebijakan Pemerintah juga tentunya menjadi penyebab kemiskinan, pada masa pemerintahan Megawati Soekarno Putri dapat di lihat usahanya dalam menyusun kebijakan untuk menanggulangi kemiskinan seperti Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 124 tahun 2001 tentang Komite Penanggulangan Kemiskinan. Namun faktanya kemiskinan belum juga terselesaikan. Jadi perlu adanya kebijakan pemerintah yang lebih konkrit lagi agar permasalahan kemiskinan dapat di minimalisirkan bahkan di selesaikan. Pemerintah masih tergolong lambat dan terkesan kurang serius dalam menanggapi masalah ini, sehingga permasalahan kemiskinan di Indonesia belum atau bahkan tidak dapat di selesaikan hingga saat ini. Sebenarnya Pemerintah sudah berusaha mengentas kemiskinan dengan cara melaksanakan berbagai program seperti raskin ( beras miskin ), dana Bos, BLT, pelatihan, dan sebagainya. Namun pelaksanaanya kurang efektif sehingga tidak mencapai tujuan akhir dari program tersebut. Diantaranya di sebabkan oleh praktek KKN ( Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme ). 6. Kondisi Geografis yang sulit dijangkau untuk memberikan bantuan juga menjadi salah satu penyebab kemiskinan yang tidak terselesaikan, karena jalan yang masih turun naik bukit, hutan belantara, menyeberangi sungai dan kondisi geografis lainnya yang menjadi salah satu kendala pemerataan pemberian bantuan dan pembangunan. Hal ini dapat berangsur-angsur di selesaikan dengan solusi yaitu membangun fasilitas jalan dan angkutan yang baik agar dapat mendistribusikan bantuan. 7. Bencana Alam seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir, tsunami di Aceh, dan peristiwa lumpur PT.Lapindo Berantas di Sidoardjo Jawa Timur membuat masyarakat kehilangan harta bendanya sehingga mereka harus mengulang kembali membangun perekonomian dari awal lagi. Bantuan pemerintah dan masyarakat lainnya tidak cukup untuk membantu mereka dalam memulihkan materinya seperti semula. Permasalahan kemiskinan ini dapat kita jumpai di kota besar seperti Jakarta yang menjadi Ibu Kota Negara dan juga di pedesaan di daerah Jawa dan Indonesia bagian timur. Contohnya di Jakarta, dapat kita lihat di daerah kali Ciliwung, Kali Angke, di sepanjang rel kereta api, dan bawah kolong jembatan. Padahal Jakarta merupakan daerah yang dekat dengan pusat Pemerintahan Pusat, tetapi masih saja kurang terjangkau dalam memberikan pelayanan yang lebih baik untuk meminimalisir angka kemiskinan. Apalagi daerah lainnya yang jauh dari jangkauan. Berbagai pekerjaan kaum miskin dapat kita lihat di kota-kota besar seperti pemulung, pengamen, pedagang asongan, pedagang kaki lima, peminta-minta atau nama lainya Gepeng. Dampak permasalahan kemiskinan ternyata sangat kompleks, diantaranya yaitu :1. PengangguranMeningkatnya jumlah pengangguran menyebabkan tingkat pendapatan masyarakat menjadi menurun. Karena mereka tidak memiliki pekerjaan sehingga tidak memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.

2. Menurunnya daya saing Indonesia terhadap negara lainnyaBuruknya pembangunan Sumber Daya Manusia menyebabkan melemahnya daya saing Indonesia terhadap negara lainnya. Daya saing menjadi ukuran dalam mengetahui kemampuan suatu negara dalam bersaing dengan negara-negara lainnya. 3. Meningkatnya kriminalitasOrang-orang yang menganggur atau pekerjaannya kurang mendapatkan penghasilan akan menyebabkan dirinya melakukan tindakan kriminalitas yang dapat merugikan orang lain. Diantaranya seperti perampokan, pencurian, pembunuhan, penculikan, penipuan, pembobolan ATM bahkan juga cara-cara rapi lainnya seperti melalui hipnotis, sms berhadiah, kupon berhadiah, menjadi makelar kasus, makelar pajak dan lain sebagainya. 4. Meningkatnya angka anak-anak putus sekolahMasyarakat miskin pada umumnya terkendala biaya pendidikannya, untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas maka konsekuensinya yaitu harus mau mengeluarkan biaya yang tidak sedikit atau mahal. Karena sekolah-sekolah yang tergolong berkualitas biaya pendidikannya kurang mampu di jangkau oleh masyarakat miskin. Akhirnya kondisi masyarakat miskin menjadi semakin terpuruk, rendahnya pendidikan anak-anaknya akan mengurangi kesempatan dalam mendapatkan pekerjaan yang layak dan merubah perekonomian keluarganya. Ini dapat menyebabkan bertambahnya pengangguran karena tidak mampu bersaing di era globalisasi. 5. Menurunnya tingkat kesehatan masyarakat miskinKesehatan merupakan anugerah terindah dari Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan kesehatan kita dapat melakukan berbagai aktivitas. Orang-orang yang mampu atau tergolong memiliki ekonomi kelas menengah ke atas memiliki jaminan kesehatan yang memadai. Namun, bagi masyarakat miskin yang rentan dengan penyakit sangatlah susah dalam mendapatkan fasilitas kesehatan, untuk berobat ke puskesmas saja mereka terkendala masalah keuangan. Hampir setiap rumah sakit dan pelayanan kesehatan lainnya menerapkan tarif pengobatan yang sangat mahal dan tidak bisa di jangkau oleh masyarakat miskin. Kartu sehat ataupun surat jaminan kesehatan masyarakat tidak berjalan efektif, surat keterangan tidak mampu pun tidak menjadi bahan tolerir pihak rumah sakit. Sehingga mereka mendapat pelayanan yang buruk. 6. Konflik Sosial bernuansa SARA ( suku, agama, dan ras )Salah satu contohnya seperti kasus etnis Dayak dan Madura di Kalimantan, yang bertikai karena memperebutkan lahan pekerjaan. Hal ini salah satunya juga di sebabkan oleh kondisi kemiskinan yang semakin akut dan pembangunan yang tidak merata.Tidak ada manusia yang ingin terlahir dalam keadaan ekonomi terpuruk atau miskin, semua orang ingin hidup layak dan mendapat pelayanan publik yang baik dari Pemerintah. Untuk itu seharusnya kita harus bahu membahu dalam memberikan bantuan pada yang membutuhkan, harus lebih peka terhadap penderitaan orang-orang di sekeliling kita.

III. PembahasanJacobus Ranjabar, S.H., M.Si dalam bukunya Perubahan Sosial dalam teori makro ( hal : 128-132, 2008 ) memaparkan bahwa kemiskinan merupakan isnpirasi dasar dan perjuangan akan kemerdekaan bangsa dan motivasi fundamental dari cita-cita menciptakan masyarkat adil dan makmur. Maka dari itu, pembangunan dengan sistem desentralisasi yang berdasarkan Pancasila adalah pembangunan yang ingin membebaskan bangsa dan rakyat Indonesia dari kemiskinan, dan pembangunan yang berorientasi dan berkriteria pada nasib si miskin. Bila ditinjau secara umum penyebab dari kemiskinan di Indonesia dapat dikategorikan dalam tiga unsur, yaitu :1. Kemiskinan yang disebabkan oleh handicap badaniah ataupun mental seseorang2. Kemiskinan yang di sebabkan oleh bencana alam3. Kemiskinan buatanSelanjutnya Jacobus Ranjabar pun memaparkan bahwa yang paling relevan adalah kemiskinan buatan, yaitu buatan manusia yang dari manusia dan terhadap manusia pula. Hal ini yang dinamakan kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang timbul oleh dan dari struktur-struktur ( buatan manusia ), baik struktur ekonomi, politik, sosial, dan kultur. Kemiskinan buatan itu timbulnya dan dimantapkan pula oleh : by appeasement ( sikap nrimo/nasib ) dan by neglect ( tidak menghiraukan/pengabaian atau anggap enteng, tidak urgen, malahan subversif ). Sikap ini terdapat pula dalam masyarakat dan birokrasi. Padahal aparatur negara atau aparatur pemerintah/birokrasi adalah alat yang harus mengabdi kepada negara dan masyarakat. Birokrasi bukanlah hulubalang kekuasaan. Untuk di Indonesia sendiri, permasalahan kemiskinan tidak terselesaikan bisa juga karena faktor yang di paparkan di atas. Pembangunan memang sudah berdasarkan sistem desentralisasi, namun penerapannya belumefektif dan belum berdasarkan Pancasila. Berikutnya juga karena faktor mental dari orang-orang miskin itu sendiri yang makin memperparah keadaan perekonomian mereka, seperti sikap malas, mudah putus asa, hanya berharap pada bantuan pemerintah saja, serta kemisikinan buatan yang di kondisikan oleh oknum-oknum yang berada pada ranah birokrasi, yang selalu menanggap bahwa kemiskinan itu adalah permasalahan yang wajar-wajar saja dan merupakan masalah yang gampang di selesaikan. Ini lah yang di namakan kemiskinan struktural tersebut. Selanjutnya dalam buku Sosiologi Suatu Pengantar ( hal : 320, 2009 ), Soerjono Soekanto memaparkan bahwa dalam masyarakat modern yang rumit, kemiskinan menjadi suatu masalah sosial karena sikap membenci kemiskinan itu sendiri. Seseorang merasa miskin bukan karena kurang makan, pakaian, atau perumahan, tetapi karena harta miliknya dianggap tidak cukup memenuhi taraf hidup yang ada. Hal ini terlihat di kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta. Seseorang dianggap miskin karena tidak memiliki radio, televisi, atau mobil sehingga lama-kelamaan benda-benda sekunder tersebut dijadikan ukuran bagi keadaan sosial-ekonomi seseorang, yaitu apakah dia miskin atau kaya. Persoalan menjadi lain lagi bagi mereka yang turut dalam arus urbanisasi, tetapi gagal mencari pekerjaan. Bagi mereka pokok persoalan kemiskinan disebabkan tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer sehingga timbul tuna karya, tuna susila, dan lain sebagainya. Secara sosiologis, sebab-sebab timbulnya masalah tersebut adalah karena salah satu lembaga kemasyarakatan tidak berfungsi dengan baik, yaitu lembaga kemasyarakatan di bidang ekonomi. Kepincangan tersebut akan menjalar ke bidang-bidang lainnya, misalnya pada kehidupan keluarga yang tertimpa kemiskinan tersebut. Jeremy Seabrook dalam Peter Beilharz di bukunya Teori-teori Sosial ( hal : 322-324, 2002 ) memaparkan bahwa bencana paling besar yaitu pemiskinan jiwa manusia, kealpaan terhadap indentitas manusia, dan perbudakan terhadap kapasitas dan kreativitas manusia demi pemujaan terhadap uang. Di negara-negara kaya di Utara, golongan semi proletariat kini justru lebih banyak dibanding proletariat yang sesungguhnya. Jadi, terdapat kelompok kaum miskin baru kedua yang dapat di identifikasikan Seabrook sebagai kelas pelayan baru seperti kaum pekerja tak terampil, musiman, tak terorganisir, yang ingin bebas dari beban kerja kasar, baik buruh pabrik maupun buruh masak dan buruh rumah tangga yang kini memasuki dunia kerja baru sebagai pelayan restoran, pengasuh anak, bandar judi, pembantu rumah tangga, supir pribadi, penerima tamu, pengantar tamu, satpam, juru ketik, pelayan toko, dan sebagainya. Pendapat dari Soerjono Soekanto dan Jeremy Seabrook dalam Peter Beilharz tersebut juga dapat kita lihat pada kondisi saat ini, timbulnya masyarakat miskin kelas baru. Seseorang merasa miskin bukan karena kurang makan, pakaian, atau perumahan, tetapi karena harta miliknya dianggap tidak cukup memenuhi taraf hidup yang ada. Karena harta di anggap sebaai suatu alat untuk mencapai kedudukan sosial yang lebih baik di dalam masyarakat, agar adannya penghargaan dari masyarakat lainnya. Sehingga tidak menutup kemungkinan untuk menghalalkan segala cara dalam mengumpulkan harta tersebut seperti yang di lakukan para Markus dan Makelar Pajak. Kaum miskin baru yang di katakan Jeremy Seabrook dalam Peter Beilharz pun terdapat banyak di Indonesia, mereka juga tergolong orang-orang yang kurang bisa memenuhi kebutuhan pokok hidupnya sehingga terkadang masih saja mengaku miskin agar mendapatkan bantuan Pemerintah seperti BLT, Raskin, Uang zakat lainnya, perumahan layak huni dan lain sebagainya. Jangan mau untuk mengaku miskin kalau kita masih mampu berdiri di atas kaki sendiri, berusaha semaksimal mungkin dan tidak mudah putus asa. Hilangkan sikap mental penjajah yang di wariskan oleh bangsa kolonial kalau kita ingin menjadi masyarakat yang terbebas dari permasalahan kemiskinan. Perbaikan mutu pendidikan harus kita lakukan agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik di kemudian hari. Amin. IV. KesimpulanPermasalahan kemiskinan berkaitan dengan aspek-aspek materi, seperti pendapatan dan pendidikan dan aspek-aspek non materi seperti hak untuk hidup layak. Berhasilnya pengentasan kemiskinan merupakan salah satu keberhasilan di bidang pembangunan. Maka dari itu di perlukan alternatif kebijakan-kebijakan dalam penanggulanganya, di antaranya dapat dilakukan seperti : 1. Pendataan masyarakat miskin secara berkala dan berkelanjutan2. Pemerintah dan Swasta atau investor menyediakan peluang kerja di berbagai sektor3. Memberikan pinjaman modal tanpa jaminan dengan bunga yang rendah4. Pemanfaatan lahan tidur dan lahan eks tambang yang bisa di perbaiki 5. Peningkatan pelayanan pemerintah kepada masarakat terutama di bidang kesehatan , pendidikan , dan layanan publik.6. Memberikan pelatihan keterampilan dan pelatihan kerja bagi pengangguran7. Pendekatan-pendekatan melalui sosialisasi yang berkelanjutan dan membuka kesempatan masyarakat miskin untuk mengemukakan pendapatnya8. Pembangunan yang merata di segala bidang tanpa memandang bahwa kondisi geografis menjadi penghambat terbesar, karena semua dapat di tanggulangi secara berangsur-angsur9. Pemberantasan KKN ( Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ) agar tidak ada penyalahgunaan hak dalam jabatan strategis di Pemerintahan maupun Swasta. 10. Menindak tegas oknum-oknum yang merugikan Negara dan masyarakat miskin

Kemiskinan Di Indonesia

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjelaskan, angka kemiskinan Indonesia masih dianggap tinggi sehingga perlu ada upaya untuk menurunkan angka kemiskinan tersebut. "Persentase angka kemiskinan kita memang cenderung menurun berkat kerja keras kita bersama. Tapi dengan jumlah 20-30 juta orang yang masih tergolong miskin, angka tersebut menurut saya masih tinggi," kata Presiden saat membuka Rapat Koordinasi BUMN di Hotel Sahid The Rich Jogja di Yogyakarta, Rabu (10/10/2012).Menurut Presiden, upaya untuk menurunkan angka kemiskinan tersebut menjadi prioritas program pembangunan nasional. Namun, upaya tersebut bukan hanya urusan pemerintah pusat, melainkan juga menjadi urusan pemerintah daerah, BUMN, hingga swasta untuk mengurangi angka kemiskinan tersebut. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melakukan percepatan pertumbuhan ekonomi.Presiden menuturkan, saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia dianggap sudah cukup tinggi, khususnya di antara negara sekawasan dan beberapa negara maju di dunia. "Nantinya, segala program yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga BUMN, dan swasta itu diarahkan untuk mengurangi kemiskinan sehingga kesejahteraan rakyat akan meningkat," kata Presiden.Tidak mudah bagi pemerintah Republik Indonesia untuk mengatasi salah satu masalah utama bangsa Indonesia dari tahun ke tahun ini. Berbagai upaya telah dilakukan guna memberantas kemiskinan di Indonesia yang kian meningkat pertumbuhannya. Pemerintah Indonesia sendiri telah melakukan banyak hal untuk menanggulangi kemiskinan, tapi faktanya ? Berbagai cercaan dan tanggapan negatif lainnya yang ditujukan kepada pemerintah karena ketidakmampuan dalam mengatasi kemiskinan juga banyak dilontarkan dari berbagai pihakDengan adanya kenaikan pertumbuhan ekonomi, lapangan pekerjaan akan tersedia. Di sini, perlu peran penting dari segala sisi institusi untuk bisa menurunkan angka kemiskinan tersebut.Presiden menambahkan, saat ini pemerintah terus menggelontorkan proyek-proyek untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Harapannya, Indonesia juga bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri khususnya dalam bidang investasi. "Sehingga saya dorong BUMN untuk bisa maju di garda depan, khususnya menangkap peluang-peluang investasi untuk bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi," tambahnya.Menghilangkan kemiskinan dan memakmurkan 230 juta rakyat Indonesia tanpa terkecuali boleh jadi hanya menjadi angan-angan belaka atau bisa di kata tidak mungkin terjadi. Teta=pi mengurangi kemiskinan sekecil mungkin bisa dilakukan dengan beberapa program yang mengedepankan kepentingan rakyat.

SOLUSI

Pertama, meningkatkan pendidikan rakyat. Sebisa mungkin pendidikan harus bisa dicapai oleh semua kalangan, kalau bisa Wajib Belajar hingga 16 tahun agar dicanangkan. Agar menciptakan Anak Indonesia yang cerdas, berintelektual tinggi, berpengalaman serta dapat berguna bagi kepentingan bangsa & Negara Indonesia.

Kedua, Membuka banyak lapangan kerja. Merupakan salah satu langkah efektif untuk menekan kemiskinan karena dengan adanya lapangan pekerjaan maka Seorang pria atau wanita tidak harus hanya duduk dirumah tanpa ada penghasilan, namun bekerja dan mendapat penghasilan untuk kesejahteraan keluarganya.

Ketiga, Stop eksplorasi atau pengurasan kekayaan alam Indonesia oleh perusahaan asing. Karena banyak kekayaan negeri indonesia yang dikelola oleh perusahaan asing dengan alasan bahwa kita tidak mampu. Padahal jika kekayaan alam Indonesia dikelola sendiri maka hasil dari pengelolaan akan di nikmati oleh kita juga.

Keempat, Strategi pemberdayaan. Misalnya, program pelatihan dan pembinaan keluarga muda mandiri, pembinaan partisipasi sosial masyarakat, pembinaan anak dan remaja.

Kelima, Menghapuskan korupsi. Sebab, korupsi adalah salah satu penyebab layanan masyarakat tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal inilah yang kemudian menjadikan masyarakat tidak bisa menikmati hak mereka sebagai warga negara sebagaimana mestinya.

Jika beberapa langkah diaatas berjalan dengan rencana niscaya Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik dan terutama mengurangi angka KEMISKINAN di Indonesia

KESIMPULAN

Kemiskinanmerupakan masalah global (menyeluruh), sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan di berbagai keadaan hidup. sebagian orang memahami istilah ini secara subjectif (tepat sasaran) dan komperatif (perbandingan), sementara yang lainnya melihat dari segi moral dan evaluative (penilaian terhadap apa yang telah dicapai), dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. istilah Negara berke,bang biasanya digunakan untuk merujuk kepada Negara-negara yang miskin

SARAN-SARAN

Problem Kemiskinan di masyarakat saat iniberbanding lurus dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk indonesia. Masalah yang terjadi di kota tidak terlepas karena adanya problem masalah yang terjadi di desa, kurangnya sumber daya manusia yang produktifakibat urbanisasi menjadi masalah yang pokok untuk diselesaikan dan paradigma yang sempit bahwa dengan mengadu nasib dikota maka kehidupan menjadi bahagia dan sejahtera menjadi masalah serius.Problem itu tidak akan menjadi masalah serius apabila pemerintah lebih focus terhadap perkembangan dan pembangunan desa tertinggal dengan membuka lapangan pekerjaan di pedesaaan sekaligus mengalirnya investasi dari kota dan juga menerapkan desentralisasi otonomi daerah yang memberikan keleluasaan kepada seluruh daerah untuk mengembangkan potensinya menjadi lebih baik, sehingga kota desa saling mendukung dalam segala aspek kehidupan, sehingga masalah kemiskinan bisa diatasi.