21
TUGAS MAKALAH ~ Dibuat Oleh Kelompok 5 ~ Eva 200812500454 Hijrianti 200812500399 Nurazizah 200812500387 Indah K.H 200812500388 Zaenal .A 200812500405 Firman Y 200812500438 Suna K Dewi 200812500379

makalah tasawuf

  • Upload
    suna

  • View
    23.702

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ini tugas kuliah ...

Citation preview

Page 1: makalah tasawuf

TUGAS MAKALAH

~ Dibuat Oleh Kelompok 5 ~

Eva 200812500454

Hijrianti 200812500399

Nurazizah 200812500387

Indah K.H 200812500388

Zaenal .A 200812500405

Firman Y 200812500438

Suna K Dewi 200812500379

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI

Alamat : Jl. Nangka No.58C Tanjung Barat (TB Simatupang), Jagakarsa, Jakarta Selatan 12530

Telp./Fax.: (021) 7818718 - 78835283 --- eMail : [email protected] ---

Page 2: makalah tasawuf

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

BAB I : PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

BAB II : PEMBAHASAN 2

A. Pengertian Tasawuf 2

B. Sejarah Pertumbuhan Tasawuf 3

C. Jalan Pendekatan Diri Kepada Tuhan 6

D. Perkembangan Tasawuf dan Thariqat 8

BAB III : KESIMPULAN 12

Page 3: makalah tasawuf

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa yang telah memberikan

berkat, anugerah dan karunia yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah

ini. Makalah ini disusun guna melengkapi tugas dalam mata kuliah Pendidikan Agama Jurusan

Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Indraprasta PGRI, adapun judul Penulisan makalah ini

adalah "Tasawuf ". Walaupun banyak kesulitan yang penulis harus hadapi ketika menyusun pe-

nulisan makalah ini, namun berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, akhir- nya tugas

ini dapat diselesaikan dengan baik.

Jakarta, 11 Februari 2009

Penulis

Page 4: makalah tasawuf

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tasawuf adalah salah satu cabang ilmu Islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual

dalam Islam. Dalam kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih menekankan aspek rohaninya

ketimbang aspek jasmaninya. Dalam kaitannya dengan kehidupan, ia lebih menekankan

kehidupan akhirat ketimbang kehidupan dunia yang fana.

Orang yang ahli dalam tasawuf disebut dengan seorang sufi. Seorang sufi menekankan aspek

rohaninya daripada aspek jasmaninya. Seorang sufi selalu berusaha untuk dekat dengan Tuhan-

nya. Dan untuk mencapai itu, terdapat tingkatannya, yaitu tobat , zuhud , sabar , kefakiran

kerendahan hati, takwa , tawakkal , kerelaan , cinta , ma'rifat.

Dan dalam makalah ini akan mencoba membahas tentang pengertian tasawuf, sejarah

pertumbuhan dan perkembangan tasawuf, penyebaran serta perjalanan tasawuf.

Page 5: makalah tasawuf

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tashawwuf

Sejak dahulu hingga sekarang, pembahasan tentang asal kata tashawwuf belum pernah mencapai

kata sepakat. Para ahli berbeda pendapat tentang kata itu, dijelaskan oleh Syeikh Ahmad

Taqiyuddin Ibnu Taimiyah bahwa perbedaan itu disebabakan karena adanya kata yang

dinisbahkan kepada kata sesuatu. Ada yang dinisbahkan kepada kata safa dan safw yang artinya

bersih dan suci. Maksudnya, kehidupan seorang seorang sufi lebih banyak diarahkan pada

penyucian batin untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Suci, sebab

Tuhan tidak bisa didekati kecuali oleh orang yang suci. Adapun tentang definisi Tashawwuf itu

sendiri ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh sejumlah tokoh sufi. Beberapa

diantaranya adalah sebagai berikut :

Zakaria Al-Anshori : “Tashawwuf ialah suatu ilmu yang menjelaskan hal ihwal pembersih jiwa

dan penyantun akhlak baik lahir atau batin, guna menjauhi bid’ah dan tidak meringankan

ibadah.

Abul Qasim al-Qashairi ( W. 456H/1072M ) : “Tashawwuf adalah menerapkan ajaran Al-

Qur’an dan Sunnah Nabi secara tepat berusaha menekan hawa nafsu, menjauhi bid’ah dan

tidak meringankan ibadah.

Bisyr bin Haris al-Hafi ( W. 227H/841M ) : “Seorang sufi ialah yang telah bersih hatinya,

semata-mata untuk Allah SWT”.

ABU Husain An-Nuri ( W. 295H/908M ) : “Kaum sufi itu ialah kaum yang hatinya suci dari

kotoran basariyah ( hawa nafsu kemanusiaan ) dan kesalahan pribadi. Ia harus mampu

membebaskkan diri dari syahwat sehingga ia berada pada shaf pertama dan mencapai derajat

yang mulia dalam kebenaran”.

Page 6: makalah tasawuf

Harun Nasution dalam bukunya falsafat dan Mistisme dalam islam menjelaskan bahwa,

“tasawuf itu merupakan suatu ilmu pengetahuan dan sebagai ilmu pengetahuan, tashawwuf atau

sufisme mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang islam bisa sedekat mungkin dengan

tuhan”.

Dari berbagai definisi yang berbeda-beda tersebut kiranya dapat ditarik suatu kesimpilan tentang

pengertian Tashawwuf itu sebagai berikut : “Tashawwuf ialah suatu ilmu pengetahuan yang

membahas dan mempelajari tentang jalan atau cara yang ditempuh dalam mendekatkan diri

kepada Allah SWT. Jalan atau cara yang dimaksud dengan melalui pembersihan rohani,

peningkatan amal saleh, berakhlak mulia dan tekun melakukan ibadah menurut contoh

Rasulullah SAW disertai dengan melakukan zuhud, berkhalwat dan kontemplasi.

B. Sejarah Pertumbuhan Tashawwuf

Sebenarnya kehidupan shufi sudah terdapat pada diri Nabi Muhammad saw. Dimana dalam

kehidupan beliau sehari-hari terkesan amat sederhana dan menderita, disamping menghabiskan

waktunya untukk beribadah dan selalu mendekatkan diri kepada Allah swt. Bahkan seperti

diketahui, bahwa sebelum beliau diangkat sebagai Rasul Allah, beliau seringkali melakukan

kegiatan shufi dengan melakukan uzlah di Gua Hira selama berbulan-bulan lamanya sampai

beliau menerima wahyu pertama saat diangkat sebagai Rasul Allah. Setelah Beliau resmi

diangkat sebagai Nabi utusan Allah, keadaan dan cara hidup beliau masih ditandai oleh jiwa dan

suasana kerakyatan, meskipun beliau berada dalam lingkaran keadaan hidup yang serba dapat

terpenuhi semua keinginan lantaran kekuasaannya sebagai Nabi yang menjadi kekasih Tuhan-

Nya. Pada waktu malam sedikit sekali tidur, waktunya dihabiskan untuk bertawajjuh kepada

Allah dengan memperbanyak dzikir kepada-Nya. Tempat tidur beliau terdiri dari balai kayu

biasa dengan alas tikar dari daun kurma, tidak pernah memakai pakaian yang terdiri dari wool,

meskipun mampu membelinya. Pendek kata beliau lebih cinta hidup dalam suasana sederhana

( meskipun pangkatnya Nabi ) Daripada hidup bermewah-mewah.

Kehidupan Nabi semacam itu langsung ditiru oleh shahabatnya, Tabi’in, Tabi’it Tabi’in dan terus

turun temurun sampai sekarang. Bahkan para shahabat beliau banyak yang melakukan

kehidupan shufi dengan hidup sederhana dan selalu bertaqarrub dengan Allah. Kehidupan

Page 7: makalah tasawuf

mereka sangat sederhana bahkan serba kekurangan, tetapi dalam dirinya tumbuh memancar sinar

kesemangatan beribadah. Hal seperti itu tampak dalam kehidupan para shahabat beliau, semisal

Abu Hurairah, Abu Darda’, Salman Al Farisy, Abu Bakar, Umar Bin Khathab, Ali bin Abi

Thalib, Abdullah bin Umar dan sebagainya. Dapat dicontohkan disini, seperti kehidupan Abu

Hurairah ra. Yang dalam sejarah disebutkan bahwa beliau tidak mempunyai rumah, hanya tidur

di emperan Masjidil Haram Makkah, pakaiannya hanya satu melekat di badan, makannya tidak

pernah merasa kenyang, bahkan sering tidak makan. Sampai pada suatu hari beliau duduk-duduk

di pinggir jalan sedang ia sangat lapar. Tatkala Abu Bakar ra. Lewat disitu ia bertanya ayat apa

yang harus dibacanya dari Al-Qur’an untuk menekan laparnya. Abu bakar tidak menjawab dan

berjalan terus. Kemudian lewat pula Umar Bin Khathab. Abu Hurairah meminta pula padanya,

ditunjukkan Ayat Al-Qur’an yang dapat menahan laparnya.. Umar tidak berbuat apa-apa dan

meneruskan perjalanannya. Kemudian lewatlah disitu pula Rasulullah saw, Nabi tersenyum

melihat Abu Hurairah, Nabi tersenyum karena mengetahui apa yang terkandung dalam dirinya

dan yang tersirat di mukanya, Nabi mengajak Abu Hurairah mengikuti. Tatkala sampai di rumah,

Nabi mengeluarkan sebuah bejana susu dan disuruh minum pada Abu Hurairah, sehingga tidak

dapat menghabiskannya.

Satu contoh lagi adalah yang terjadi pada shahabat Nabi yang bernama Abu Darda’. Suatu hari

Salman Al-Farisi mengunjungi rumah Abu Darda’, yang telah dipersaudarakan Nabi dengan dia.

Maka didapatinya bermurung, tak gembira seperti biasanya. Tatkala ditanya, istrinya

menceritakan, bahwa Abu Darda’ sejak ingin meninggalkan segala kesenangan dunia ini, ia

ingin meninggalkan makan dan minum, karena dianggapnya dapat mengganggu ibadah dan

taqwanya kepada Allah.. Mendengar cerita itu, Salman Al-Farisi murka, lalu sambil menyajikan

makanan ke Abu Darda’ berkata dengan geramnya : “Aku perintahkan kepadamu supaya kamu

makan. Sekarang juga!”. Abu Darda’ lalu makan. Tatkala waktu tidur Salman memberi perintah

lagi : “Aku perintahkan kepadamu supaya engkau pergi beristirahat dengan istrimu!”. Dan

tatkala sampai waktu sembahyang ia membangunkan saudaranya itu sambil berkata : “Hai, Abu

Darda’, bangunlah engkau sekarang dari tidurmu dan sembahyanglah engkau mengagungkan

Tuhan”. Kemudian kepada Abu Darda’ dijelaskan oleh Salman dengan katanya : “Kuperingatkan

kepadamu, bahwa beribadat kepada Tuhanmu merupakan suatu kewajiban, merawat dirimupun

merupakan suatu kewajiban, melayani keluargamupun merupakan suatu kewajiban pula

untukmu. Penuhilah segala kewajiban itu menurut haknya masing-masing”. Tatkala keesokan

harinya, kelakuan Abu Darda’ dilaporkan kepada Rasulullah saw, Nabi bersabda : “Benar

sungguh apa yang dikatakan Salman”.

Page 8: makalah tasawuf

Begitulah kehidupan shufi yang terjadi pada diri Rasulullah saw, dan para shahabatnya dan

diikuti pula oleh para Thabi’in, Tabi’it Tabi’in sampai turun temurun pada generasi selanjutnya

hingga sekarang ini. Sedang diantara shahabat Nabi saw yang mempraktekkan ibadah dalam

bentuk Thariqat ini adalah Hudzaifah Al Yamani.

Dan perkembangannya shufi ini kemudian dilanjutkan oleh para generasi dari kalangan

Thabi’in, diantaranya adalah Imam Hasan Al Basyri, seorang ulama besar Thabi’in murid

Hudzaifah Al Yamani. Beliau inilah yang mendirikan pengajian Tashawwuf di Bashrah. Diantara

murid-muridnya adalah Malik bin Dinar, Tsabit Al Bannay, Ayyub As Sakhtiyany dan

Muhammad bin Wasik.

Setelah berdirinya madrasah Tashawwuf itu, disususl pula dengan berdirinya madrasah di tempat

lain, seperti di Irak yang dipimpin oleh sa’id bin Musayyab dan di Khurasan yang dipimpin

olehIbrahim bin Adham. Dengan berdirinya madrasah-madrasah ini, menambah jelaslah

kedudukan dan kepentingan tashawwuf dalam masyarakat islam yang sangat memerlukannnya.

Sejak itulah pelajaran ilmu Tashawwuf telah mendapatkan kedududukan yang tetap dan tidak

akan terlepas dari masyarakat Islam sepanjang masa. Dan pada Abad-abad berikunya ilmu

Tashawwuf semakin berkembang sejalan dengan perkenbangan agama islam di beberapa daerah.

Bahkan menurut sejarah, pengembangan agama islam ke Afrika, ke segenap pelosok Asia yang

luas ini, Asia kecil, Asia Timur, Asia Tengah, sampai ke negara-negara yang berada di tepi lautan

Hindia, semuanya dibawa oleh propaganda-propaganda islam dari kaum Tashawwuf. Sifat dan

cara hidup mereka yang sangat sederhana, kata-kata mereka yang mudah difahami , kelakuan

yang sangat tekun beribadah, semuanya itu lebih menarik dari ribuan kata-kata yang hanya teori

adanya.

Merekalah sebenarnya propaganda islam yang sebenar-benarnya. Pengikut-pengikut mereka

merupakan sukarelawan yang ikhlas yang beribu-ribu jumlahnya, bahkan berpuluh-puluh ribu

yang telah menyerahkan segala apa yang ada padanya, hartanya, jiwanya sekalipun untuk

membawa agama yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW lewat orang-orang sufi itu. Karena

gerakan mereka mendekati gerakan nabi-nabi atau wali-wali, maka orang-orang yang di

hadapinya, baik Khalifah-khalifah, Raja-raja, pembesar-pembesar raja dan orang-orang awam

takut dan hormat kepada shufi itu.

Page 9: makalah tasawuf

Karena para penyebar agama Islam itu pada umumnya terdiri dari kalangan Ulama’ shufi, maka

dengan sendirinya melalui ajaran yang di bawanya itu dipengaruhi pula oleh Tashawwuf.

Dengan demikan, para propagandis tersebut juga secara langsung mengembangkan pula ajaran

thariqat di berbagai daerah yang menjadi sasaran Da’wahnya. Pada akhirnya ajaran Tashawwuf

tersebut tumbuh dan berkembang dengan cepat sejalan dengan perkembangan Islam dan

Thariqat.

C. Jalan Pendekatan Diri Kepada Tuhan

Jalan yang ditempuh seseorang untuk sampai ke tingkat melihat Tuhan dengan mata hati dan

akhirnya bersatu dengan Tuhan demikan panjang dan penuh duri. Bertahun-tahun orang harus

menempuh jalan yang sulit itu. Karena itu hanya sedikit sekali orang yang bisa sampai pada

puncak tujuan Tashawwuf. Jalan itu disebut Thariqah (bahasa Arab), dan dari sinilah berasal kata

Tarekat dalam bahasa Indonesia. Jalan itu, yang intinya adalah penyucian diri, di bagi kaum sufi

ke dalam stasion-stasion yang dalam bahasa Arab disebut maqamat-tempat calon seorang sufi

menunggu sambil berusaha keras untuk membersihkan diri agar dapat melanjutkan perjalanan ke

stasion berikutnya. Sebagaimana telah disebut di atas penyucian diri diusahakan melalui ibadat,

terutama puasa, shalat, membaca Al-Qur’an dan dzikir. Maka, seirang calon sufi banyak

melaksanakan Ibadat. Tujuan semua ibadat dalam islam ialah mendekatkan diri itu, terjadilah

penyucian diri calon sufi secara berangsur.

Jelas kiranya bahwa usaha penyucian diri, langkah pertama yang harus dilakukan seseorang

adalah tobat dari dosa-dosanya. Karena itu, stasion pertama dalam Tashawwuf adalah tobat.

Pada mulanya seorang calon sufi harus tobat dari dosa-dosa besar yang dilakukannya. Kalau ia

telah berhasil dalam hal ini, ia akan tobat dari dosa-dosa kecil, kemudian dari perbuatan makruh

dan selanjutnya dari perbuatan syubhat. Tobat yang dimaksud adalah tobat nasuha, yaitu tobat

yang membuat orangnya menyesal atas dosa-dosanya yang lampau dan betul-betul tidak berbuat

dosa lagi walau sekecil apapun. Jelaslah bahwa usaha ini memakan waktu panjang. Untuk

memantapkan tobatnya ia pindah ke stasion kedua, yaitu zuhud. Di stasion ini ia menjauhkan

diri dari dunia materi dan dunia ramai. Ia mengasingkan diri ke tempat terpencil untuk beribadat,

puasa, shalat, membaca al-qur’an dan zikir. Puasanya yang banyak membuat hawa nafsunya

lemah, dan membuat ia tahan lapar dan dahaga. Ia makan dan minum hanya untuk

mempertahankan kelanjutan hidup. Ia sedikit tidur dan banyak beribadah. Pakaiannya sederhana.

Ia menjadi orang zahid dari dunia, orang yang tidak bisa lagi digoda oleh kesenangan dunia dan

Page 10: makalah tasawuf

kelezatan materi. Yang dicarinya ialah kebahagiaan rohani, itu diperolehnya dalam berpuasa,

melakukan shalat, membaca al-Qur’an dan berdzikir.

Kalau kesenangan dunia dan kelezatan materi tidak bisa menggodanya lagi, ia keluar dari

pengasingannya masuk kembali ke dunianya semula. Ia terus banyak berpuasa, melakukan

shalat, membaca al-qur’qn dan berdzikir. Ia juga akan selalu naik haji. Sampailah ia ke stasion

wara’. Di stasion ini ia dijauhkan tuhan dari perbuatan-perbuatan syubhat. Dalam literature

tashawwuf di sebut bahwa al-muhasibi menolak makanan, karena di dalamnya terdapat syubhat.

Bisyr al-Hafi tidak bisa mengulurkan tangan ke arah makanan yang berisi syubhat.

Dari stasion wara’, ia pindah ke stasion faqr. Di stasion ini ia menjalani hidup kefakiran.

Kebutuhan hidupnya hanya sedikit dan ia tidak meminta kecuali hanya untuk dapat menjalankan

kewajiban-kewajiban agamanya. Bahkan ia tidak meminta sungguhpun ia tidak punya. Ia tidak

meminta tapi tidak menolak pemberian Tuhan.

Setelah menjalani hidup kefakiran ia sampai ke stasion sabar. Ia sabar bukan hanya dalam

menjalankan perintah-perintah tuhan yang berat dan menjauhi larangan-larangan tuhan yang

penuh godaan, tetapi juga sabar dalam menerima percobaan-percobaan berat yang ditimpakan

Tuhan kepadanya. Ia bukan hanya tidak meminta pertolongan dari Tuhan, bahkan ia tidak

menunggu-nunggu datangnya pertolongan. Ia sabar menderita. Selanjutnya ia pindah ke stasion

tawakal. Ia menyerahkan diri senulat-bulatnya kepada kehendak Tuhan. Ia tidak memikirkan

hari esok; baginya cukup apa yang ada untuk hari ini. Bahkan, sungguhpun tak ada padanya, ia

selamanya merasa tentram. Kendatipun ada padanya, ia tidak mau makan, karena ada orang

yang lebih berhajat pada makanan dari padanya. Ia bersikap seperti telah mati. Dari stasiion

tawakkal, ia meningkat ke stasion ridla. Dari stasion ini ia tidak menentang percobaan dari

Tuhan bahkan ia menerima dengan senang hati. Ia tidak minta masuk syurga dan dijauhkan dari

neraka. Di dalam hatinya tidak ada perasaan benci, yang ada hanyalah perasaan senang. Ketika

malapetaka turun, hatinya merasa senang dan di dalamnya bergelora rasa cinta kepada Tuhan. Di

sini ia telah dekat sekali dengan Tuhan dan iapun sampai ke ambang pintu melihat Tuhan dengan

hati nurani untuk selanjutnya bersatu dengan Tuhan. Karena stasion-stasion tersebut di atas baru

merrupakan tempat penyucian diri bagi orang yang memasuki jalan Tashawwuf, ia senarnya

belunlah menjadi sufi, tapi barulah menjadi zahid atau calon sufi. Ia menjadi sufi setelah sampai

ke stasion berikutnya dan memperoleh pengalaman-pengalaman tashawwuf.

Page 11: makalah tasawuf

D. Perkembangan Tashawwuf dan Thariqat

Semenjak drintis dengan berdiri madrasah shufi di bashra samapi pada abad-abad berikutnya,

tashawwuf terus menerus dikebangan oleh para tokohnya. Dan diantara para tokoh tersebut kini

membentuk suatu aloran-aliran tersendiri, seperti Qadiriah wan Naqsabandiyah, Asy

Syadziliyah, Ar Rifai’iyah, Maulawiyah, Badawiyah dan lain sebagainya. Kini seluruhnya sudah

mencapai jumlah sebanyak 41 aliran yang di pakai sebagai Thariqat Mu’tabarah.

Dari 41 aliran thariqat diatas, yang paling e\terkenal dan paling banyak pengikutnya dalam

masyarakat adalah :

Thariqat Qadiriyah yang didirkan oleh Syekh Abdul Qadir Al Jailani, lahir pada tahun 470 H.

Wafat pada tahun 561 H. (1164 M.). Pengikutnya yang terbanyak adalah di India, Afganistan,

Baghdad dan Indonesia.

Thariqat Rifa’iyah yang diciptakan dan dibangsakan kepada Syekh Ahmad bin Abdul Hasan Ar

Rifa’I, wafat pada tahun 570 H, (1175 M.). Pengikutnya yang terbanyak di daerah Maroko dan

Al Jazair.

Thariqat Sah rawadiyah yang dibangsakan kepada Syekh Abil Hasan Ali bin Al Sahrawadiyah

yang wafat pada tahun 630 H. (1240 M.). Pengikutnya yang terbanyak dari Afrika.

Thariqat Syadziliyah yang dibangsakan kepada pendirinya, yaitu Syejh Abil Hasan Ali bin

Abdullah bin Abdul Jabbar Asy Syadzily, meninggal pada tahun 655 H. (1256 M.). Pengikutnya

yang terbanyak di daerah Afrika..

Thariqat Ahmadiyah yang diciptakan oleh Syekh Ahmad Badawy, meniggal pada tahun 675 H..

(1276 M.). pengikutnyayang terbanyak di daerah Maroko.

Thariqat Maulawiyah yang dibangsakan kepada pendirinya yaitu Syekh Maulana Jalaluddin Ar

Rumi, meniggal pada tahun 672 H (1273 M.). pengikutnya yang terbanyak di daerah Turkistan

da Turki.

Page 12: makalah tasawuf

Thariqat Naqsabandiyah yang dibasngsakan kepada pendirinya, yaitu Syekh Muhammad bin

Muhammad Bahuddin Bukhari wafat pada tahun 791 H (1273 M.). pengikutnya yang

terbanyakdi Malaysia.

Thariqat Hadiyah yag dibangsakan kepada pendirinya, yaitu Syekh Abdullah Ba’alawy Al

Hadad Al Hamdany, meniggal pada tahun 1095 H (1695 M.). pengikunya yang terbanyak di

Jazirah Arab, Malaysia dan sekitarnya.

Dari Beberapa thariqat tersebut di atas yang paling banyak pengaruhnya di Indonesia, terutama

di daerah Sumatra, Jawa dan Madura adalah Thariqat Qairiyah dan Naqsabandiyah.

Thariqat Qadiriyah adalah thariqat yang didirikan oleh Syekh Abdul Qdi aL Jailany.. Beliau lahir

di sebuah kota kecil, Jailan, Thabaristan pada tahun 471 H (1077 M.). dan wafat pada bulan

Rabi’uts Tsani 651 H (1164 M.). di kota Baghdad. Thariqat ini dalam perjalanan berjalan seiring

dengan thariqat yang diciptakan oleh Syekh Muhammad Bukhari, yaitu sejak bulan Januari 1978

berpusat di Tebuireng Jawa Timur Indonesia.

Selain itu, di Pulau Jawa khususnya terdapat juga beberapa thariqat yang tidak seberapa besar

pengaruhnya dan pengikutnya. Diantaranya adalah Thariqat Syathariyah yang didirikan oleh

Syekh Abdullah Syathar dari India, wafat padatahun 1485 M. Pertama kali didirikan di Banten

oleh Syekh Abdul Muhyi dari Karang. Thariqat ini juga berkembang di Jawa Timur berpusat di

Nganjuk (Madium) dibawah pimpinan Kyao Husnun, dan di Tijaniyah, Thariqat Shiddiqiyyah

yang berpusat di Ploso JombangJawa Timur yang didirikan oleh K.H. Mukhtar padatahun 1958,

Thariqat Wahidiyah yang berpusat di Kedunglo Kediri Jawa Timur yang didirikan oleh K.H.

Abdul Majid Ma’ruf.

Thariqat Qadiriyah wan Naqsabandiyah adalah sebagai thariqat yang mu’tabarah, sedangkan

thariqat lainnya dioanggap tidak mu’tabarah, yang thariqat Shiddiqiyah, Qahidiyah,

Syadziliyyah dan Syathariyyah. Demikian pandangan para Kyai NU. Khususnya yang ada di

Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Dalam organisai Nahdlotul Ulama’ sendiri sejak tahun 1957 tepatnya pada tanggal 10 Oktober

1957 oleh para Kyai didirikan suatu daban federasiii bernama Puncak Pimpinan jam’iyah

Thariqat Mu’tabarah sebagai tindak lanjut dari Mu’tamar NU XIV sejak tanggal 15 s/d 21 Juli

Page 13: makalah tasawuf

1939 di Magelang. Dalam Mu’tamar Nu XXVI tanggal 5-11 Juni 1979 M. bertepatan dengan

tanggal 10-16 Rajab 1399 H. di semarang Jawa Tengah, nama badan diganti menjadi Jam’iyah

Thariqat Mu;tabarah Nahdliyin. Penambahan kata “Nahdliyin” ini dimaksudkan untuk

menegaskan bahwa badan federasi ini harus tetap berafiliasi kepada NU. Sejak berdirinya,

pimpinan tertinggi badan feerasi ini adlaha para Kyai ternama dari pesantren – pesantren besar,

antara lain Kyia Baidlowy, K.H. Ma’shum (ayah K.H. Ali Ma’shum, Ro’is Am PBNU 1980) dan

K.H Avdul Hafidh (ketiganya adalah pemimpinan Pesantren Lasem Rembang Jawa Tengah),

K.H. Mushli dari pesantren Futuhiyah Mranggen Demak Jawa Tengah, K.H. Adlan Aly dari

Pesantren walisongo Cukir Jombang Jawa Timur (beliau adalah keturunan seorang ulama’ besar

K.H. Abdul Jabbar, Pendiri pondok Pesantren Maskumambang Dukun Gresik) dan K.H.

Muhammad Arwani Amin dari Pesantren Tahfidhul Qur’an yandbu’ul Ulum Kudus jawa

Tengah. Mereka ini adlah pemimpinan Thariqat Qadiriyyah wan Naqsabandiyah dipegang oleh

K.H. DR. Idham Kholid, Pengasuh Pesantren Cipete Jakarta.. Beliau adlah mantan ketua Umum

PBNU. Ketua DPR/MPR, Ketua DPA dan pernah beberapa kali menduduki jabatan penting di

pemerintah dari menteri sampai perdana mentari dalam kabinet Ali Roem Idham di masa orde

lama.

Thariqat Qadiriyah ini disebarkan dan dikembangkan pula di pulau Sumatra oleh Syekh

Abdullah Arif. Beliau adalah pendatang di negeri kita bersama para mubaligh lainnya

diantaranya adalah shabatnya yang bernama Syekh Ismail Zaffi. Barangkali kedua ulama’shufi

ini pernah berkenal yaitu Syekh Abdul Qadir Al Jailany (lahir 471 H), wafat tahun 561 H (1164

M). Mengingat beliau hidup sezaman dengan Waliyuhllah ini. Hal ini dibuktikan bahwa pada

tahun 1177 M, kedua beliau ini sudah giat menyebarkan dan mengembangkan Thariqat

Qadiriyah ini.

Page 14: makalah tasawuf

Penyebaran Thariqar Qadiriyah ini selanjutnya diteruskan oleh murid beliau, yaiutu Syekh

Burhanuddin yang juga merupakan penyebar agama islam di darah Aceh. Demikian pula di

tempat lain di pulau Smutra, banyak bermunculan penyebar Thariqat, diantaranya adlah Syekh

Abdush Shamad Al Falimbany, Syekh Syamsuddin As Sumatrany, Syekh Daud bin Abdullah Al

Fathany, Syekh Abdur Rauf bin Ali Al Fansury dang lain sebagainya.

Di kawasan lain kepulauan Nusantara ini, muncul pula penyebar-penyebar thariqat. Diantaranya

adlah Sykh Yusuf tajul Khalwati, Syekh Muhammad Nafis Al Banjary, Syekh Ahmad Khahib As

Sambasy, Syekh Abdus Shamad Pulai condong Al Kalantany dan sebagainya. Penyebaran

thariqat di belahan dunia lainnya tidak pernah berhenti sampai pada abad XIX dan XX ini. Ini

bisa dilihat dari para penyebar dan pembaharu di berbagai negara Islam yang telah berusaha

untuk mengadakan pembaharuan thariqat, seperti yang dilakukan oleh DR. mohammad Iqbal di

India, Abdul Halim mahmd Mesir, Syekh Ahmad Khathib Hasyim Asy’ary dan Prof. DR. Abdul

Malik karim Amrullah (HAMKA) dari Indonesia.

Demikian penjelasan mengenai sejarah singkat pertumbuhan tashawwuf dan perkembangan dan

juga para penyebarnya sejak zaman rasulullah, Zaman sahabat, Tabi’in, Tabi’in, para tokohshufi

bidang Aqidah, tokoh shufi thariqat, sampai pada para penyebarnya di seluruh dunia hingga di

daerah kepulauan Nusantara ini.

Page 15: makalah tasawuf

BAB III

KESIMPULAN

Dari sedikit pembahasan yang telah kami sajikan sebelumnya, berkaitan dengan

penyebaran serta perjalanan tasawuf , dapatlah kami memberi kesimpulan bahwa

Tasawuf, bukanlah sesuatu yang dengannya manusia dapat melakukan sebuah pelarian,

bukanlah sesuatu yang dengannya manusia dapat berpangku tangan terhadap hidup.

Melainkan, tasawuf adalah suatu metode penyucian jiwa dan pembening hati, yang

menjadi bekal utama manusia dalam menggeluti ranah kehidupannya yang, pada

dasarnya tidak pernah terlepas dari berbagia macam persoalan. Tasawuf membimbing

manusia dalam pengembangan kinerja ukhrawi dan sekaligus juga duniawi.