Maqamat Tasawuf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pengertian Maqamat Dalam Tasawuf

Citation preview

MAKALAH MAQOMAT DAN HAL DALAM TASAWUF

BAB IPEMBAHASAN1. Pengertian AkhwalAkhwal adalah bentuk jamak dari hal yang memiliki makna sebuah kondisi atau perasaan, misalnya saja perasaan senang, takut, rindu, rendah hati, ikhlas, dll. Dalam hal ini perasaan yang tercipta adalah perasaan yang hanya ditujukan kepada sang pencipta Allah SWT, dengan penuh harap untuk mendapatkan ridhoNya. Akhwal juga bisa diartikan sebagai anugrah dari Allah SWT yang berupa perasaan secara spontan tanpa adanya perjuangan yang lebih berat. Sehingga Akhwal ini sangat berbeda dengan maqam, karena maqam membutuhkan perjuangan dalam prosesNya, meskipun tujuan keduanya sama yaitu untuk mendapatkan marifat Billah dan menjauhi segala laranganNya.Beberapa ulama mengatakan bahwa hal adalah sesuatu yang tidak diam dan tidak mengikat (dinamis). Al-Gazali dalam memberi pandangan yang menyatakan bahwa apabila seseorang telah mantap dan tetap dalam suatu maqam, ia akan memperoleh suatu perasaan tertentu dan itulah hal. Mengenai hal ini ia juga memberi contoh tentang warna kuning yang dapat dibagi menjadi dua bagian, ada warna kuning yang tetap seperti warna kuning pada emas dan warna kuning yang dapat berubah seperti pada sakit kuning. Seperti itulah kondisi atau hal seseorang. Kondisi atau sifat yang tetap dinamakan maqam sedangkan yang sifatnya berubah dinamakan hal. Menurut Syihabuddin Suhrawardi seseorang tidak mungkin naik ke maqam yang lebih tinggi sebelum memperbaiki maqam sebelumnya. Namun, sebelum beranjak naik, dari maqam yang lebih tinggi turunlah hal yang dengan itu maqamnya menjadi kenyataan.[footnoteRef:1] [1: Ensiklopedi Islam, Penyusun, Dewan Ensiklopedi Islam, cet. IV (Jakarta : Ictiar Baru Van Hoeve, 1997), h. 124]

2. Macam Ahwal2.1MuraqabahMuraqabah merupakan salah satu ajaran tasawuf yang bertujuan untuk mencapai ridho Allah dengan cara belajar menetapkan hati, melatih jiwa dan hati untuk ingat kepada Allah dan selalu memperhambakan diri kepada Allah sehingga dengan sendirinya ia akan merasa selalu dalam pengawasan Allah SWT.Menurut Al-Qusyairi muraqabah adalah bahwa hamba tahu sepenuhnya bahwa Tuhan selalu melihatnya. Sedangkan menurut para ahli tasawuf Barang siapa yang meraqabah dengan Allah dalam hatinya, maka Allah akan memeliharanya dari berbuat dosa pada anggota tubuh. Muraqabah sebagai salah satu ajaran tasawuf yang bertujuan memantapkan segi hakikat untuk mencapai marifat billah.[footnoteRef:2] [2: Azis Saifulah, risalah memahami ilmu tasawuf, (Surabaya:terbit terang),hlm.200.]

Muraqabah menurut para ahli shufi ada tiga tingkatan sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Ahmad al Husni dalam kitab Iqadhul Himam, yaitu :1. Muraqabah Qalbi, yaitu kewaspadaan dan peringatan terhadap hati, agar tidak keluar kehadiranya dengan Allah.2. Muraqabatur Ruhi, yaitu kewaspadaan dan peringatan terhadap ruh, agar selalu merasa dalam pengawasan dan pengintaian Allah.3. Muraqabatus sirri, yaitu kewaspadaan dan peringatan terhadap Sir/rahasia, agar selalu meningkatkan amal ibadahnya dan memperbaiki adabnya. Katakanlah: "Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu menampakkannya, pasti Allah mengetahuinya." Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.2.2QurbQurb adalah penyaksian sang hamba dengan hatinya akan kedekatan Allah kepada-Nya, maka ia mendekat kepada Allah dengan ketaatannya, dan malakukan segala keinginannya kepada Allah semata dengan cara mengingatNya dan menjagaNya dimanapun dan kapanpun dia berada.

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (Al-Baqarah : 186)2.3MahabbahMahabbah merupakan perasaan cinta yang dimiliki oleh hamba Allah terhadapNya. Perasaan yang hanya tertuju kepadaNya sehingga dia berupaya mengabdi dan melakukan apapun yang membuat yang dicintainya (Allah SWT) mencintainya pula.Mahabbbah mempunyai tiga tingkatan:1. Tingkatan pertama ini pada intinnya mengandung 3 hal yaknia. Mengerahkan ketaatan pada Allah dan membenci sikap melawan kepada-Nya.b. Menyerahkan diri kepada sang kekasih secara totalc. Mengosongkan hati dari segala sesuatu yang dikasihi.2. Tingkatan kedua adalah pandangan hati, keagungan, pengetahuan, dan kekuasaan-Nya. Itulah cinta orang yang jujur kepada Allah dan orang yang telah menemukan kebenaran dan pengetahuan sejati tentang tuhan.3. Tingkatan ketiga adalah cintannya orang yang bersikap benar kepada Allah (shiddiqun) dan orang yang mengenal Allah dengan mata hatinnya (arifin).Contoh orang yang memiliki ahwal hub (cinta)Sufi yang masyhur dalam sejarah tasawuf dengan pengalaman cinta adalah seorang wanita bernama Rabiah Al-Adawiyah (713-801) dari Basrah, cintanya yang mendalam kepada Allah memalingkan dirinya dari segala sesuatu selain Allah. Dalam doanya, dia tidak minta dijauhkan dari neraka dan tidak pula meminta masuk surga. Yang ia pinta adalah dekat dengan Allah. Ia bermunajat, Ya Tuhanku, jika aku puja engkau karena takut kepada neraka, bakarlah aku karena Engkau. Janganlah sembunyikan keindahanmu yang kekal itu dari pandanganku.2.4KhawfKhawf merupakan perasaan takut yang berlebihan, perasaan takut terhadap sesuatu yang teramat dikhawatirkan dan tidak diinginkan. Khawf adalah masalah yang berkaitan dengan kejadian yang akan datang, sebab seseorang hanya merasa takut jika apa yang dibenci tiba dan yang dicintai sirna. Dan kenyataan itu hanya terjadi di masa mendatang. Bisa juga khawf ini akibat dari perbuatan perbuatan dosa yang sebelumnya pernah dilakukan, kemudian dia memiliki perasaan takut yang berlebihan karena menyadari semua perbuatannya itu akan mendapatkan balasan dari Allah SWT sehingga dia kembali bertaubat dan menjauhi perbuatan dosanya.Khawf itu menurut Al Sarraj dibagi menjadi tiga tingkatan : a. Takutnya orang awam.b. Takutnya orang-orang pertengahan.c. Takutnya kaum Khushus (khusus)2.5RajaRaja sangat berkaitan dengan khawf, karena perasaan keduanya sangat bersinggunggan, diumpamakan dua orang kekasih yang tinggal berjauhan dan berharap akan bertemu di suatu waktu hingga selalu bersama dan takkan terpisahkan, dilain sisi sang kekasih merasa takut apabila Allah mentakdirkan lain sehingga mereka tidak dipertemukan dan akan berpisah dikemudian hari. Dalam hal ini Raja berperan sebagai harapan atau keinginan yang berlebihan akan sesuatu, sedangkan khawf terletak pada perasaan takut apabila harapannya tidak terwujud.Tetapi dalam artian sebenarnya, raja merupakan perasaan hamba yang hanya ditujukan kepada Allah semata, terlalu berharap akan ampunan misalnya, ataupun untuk mendapatkan ridho dariNya. Sehingga tidak ditujukan kepada hamba terhadap hamba. Menurut Al-Sarraj Raja terdiri atas tiga bagian : a. raja bersama Allah (fi Allah) b. raja di dalam luasnya rahmat Allah (fi saati rahmat Allah)c. raja di dalam pahala Allah (fi tsawab Allah). 2.6SyawqSyawq merupakan perasaan rindu akibat terlalu cintanya terhadap Allah SWT, sehingga besar harapannya untuk bertemu denganNya. Bisa dikatakan syawq ini hanya dirasakan oleh hamba yang memiliki tingkat pondasi iman yang kuat, selalu menjalankan perintahNya, menjauhi laranganNya, sehingga matipun mereka rasakan dengan ikhlas, karena perasaan syawq atau kerinduannya kepada Allah SWT.Menurut Al Sarraj orang yang merindu itu terbagi atas tiga golongan. a. Pertama adalah mereka yang merindu kepada janji Allah atas para kekasih-Nya tentang pahala, karamah, keutamaan, dan keridhaan-Nya. b. Kedua, mereka yang rindu kepada kekasihnya karena cintanya yang mendalam dan bersemayamnya rindu itu hendak bertemu dengan kekasihnya. c. Ketiga, mereka yang menyaksikan kedekatan Allah terhadap dirinya, Allah senantiasa hadir tidak pernah pergi, maka hatinya merasa senang walau hanya menyebut nama-Nya saja.Contoh orang yang memiliki ahwal syauq (rindu)Sayyidah Nafisah adalah seorang yang sangat kuat beribadah kepada Allah. Siang hari dia berpuasa sunat sedangkan pada malamnya dia bertahajjud menghidupkan malam dengan berzikir dan membaca Al Quran. Dia sungguh zuhud dengan kehidupannya. Hatinya langsung tidak terpaut dengan kehidupan dunia yang menipu daya. Jiwanya rindu dengan syurga Allah dan sangat takut dengan neraka Allah. Disamping itu Sayyidah Nafisah sangat taatkan suaminya. Beliau sangat mematuhi perintah suami dan melayan suaminya dengan sebaik-baiknya.2.7UnsUns merupakan keakraban atau keintiman dalam suatu hubungan, yaitu hubungan yang mendalam terhadap sang penciptanya, sehingga dia merasakan cinta yang tumbuh murni darri dalam dirinya. Uns ini mustahil dimiliki atau dirasakan bagi hamba Allah yang lemah imannya, lemah ibadahnya, dan melanggar larangan dariNya.Orang-orang uns itu terbagi atas tiga tingkatan.a. Pertama, mereka yang merasa intim dengan sebab zikir dan jauh dari kelalaian, merasa intim dengan sebab ketaatan dan jauh dari dosa.b. Kedua, Ketika sang hamba sudah sedemikian intim bersama Allah dan jauh dari apapun selain-Nya, yakni pengingkaran-pengingkaran dan bisikan-bisikan yang menyibukkannya.c. Ketiga adalah hilangnya pandangan tentang Uns karena ada rasa segan, kedekatan dan keagungan bersama Uns itu sendiri. Maksudnya sang hamba sudah tidak melihat uns itu sendiri.Contoh orang yang memiliki ahwal uns (intim)Ada riwayat yang menyebutkan bahwa Rabiah Al-Adawiyah selalu menolak lamaran-lamaran pria shalih, dengan mengatakan, Akad nikah adalah bagi pemilik kemaujudan luar biasa. Sedangkan pada diriku hal itu tidak ada, karena aku telah berhenti maujud dan telah lepas dari diri. Aku maujud dalam tuhan dan diriku sepenuhnya milikNya. Aku hidup dalam naungan firman-Nya. Akad nikah mesti diminta darinya, bukan dariku. Rabiah tenggelam dalam kesadaran akan kedekatan dengan tuhan. Ketika sakit ia berkata dengan tamu yang menanyakan sakitnya, Demi Allah aku tak merasa sakit, lantaran surga telah ditampakkan bagiku sedangkan aku merindukanya dalam hati, dan aku merasa bahwa tuhanku cemburu kepadaku, lantas mencelaku. Dialah yang membuatku bahagia.2.8Thuma NinahThumaninah merupakan perasaan tenang, pencapaian batin yang tentram, damai tanpa perasaan khawatir atau ketakutan yang mengganggunya, hal ini dikarenakan sosok hamba Allah yang kuat akalnya, kuat imannya, dalam ilmunya, bersih ingatannya dan kokoh haqiqatnya, sehingga tak ada sedikitpun perasaan yang mengacaukan pikirannya. Thumaninah terbagi menjadi 3 tingkatan. a. Pertama adalah kaum awam. Mereka merasa tenang jika menyebut-Nya.b. Kedua, Kelompok khushus(khusus). Mereka tenang karena rela dengan ketetapan-Nya, sabar dengan , musibah-Nya, bertakwa, ikhlas, dan damai.c. Ketiga, kelompok istimewa (khusus al khusus) mereka mengetahui bahwa rahasia-rahasia yang ada pada mereka tidak akan mampu membuat tenang kepada-Nya, karena rasa agung dan segan yang hinggap dihati mereka. Menurut mereka, Allah tidak memiliki akhir yang mungkin dicapai.2.9MusyahadahMusyahadah adalah nampaknya Allah pada hambanya dimana seorang hamba tidak melihat sesuatu apapun dalam beribadah, kecuali menyaksikan dan meyakini dalam hatinya, bahwa ia hanyalah berhadapan oleh Allah SWT. Sehingga dalam ibadahnya dia tidak lagi memperdulikan apapun yang ada di sekelilingnya termasuk dirinya sendiri, dia hanya yakin bahwa apa yang dia lakukan itu hanya behadapan dengan Allah semata. Baginya dia mampu melihat wujud Allah yang sebenarnya dengan wujud kecintaanya denganNya.Hal Musyahadah ini dapat dikatakan merupakan tujuan akhir dari tasawuf, yakni menemukan puncak pengalaman rohani kedekatan seorang hamba dengan Allah. Menurut Al sarraj ahli Musyahadah terbagi atas tiga tingkatan :a. Tingkat pertama, adalah kelompok Al Ashagir (pemula), yakni mereka yang berkehendak.b. Tingkat kedua, kelompok pertengahan (Al-Awsath). Dalam pandangan kelompok ini Musyahadah berarti bahwa ciptaan aa pada genggaman Yang Haq dan pada kerajaan-Nya.c. Tingkat ketiga seperti yang diterangkan Al Makki, hati kaum arifin ketika menyaksikan Allah sesungguhnya menyaksikan dengan kesaksian yang kokoh.

2.10YaqinYaqin adalah kepercayaan yang kokoh tak tergoyahkan tentang kebenaran pengetahuan yang ia miliki, karena ia sendiri menyaksikannya dengan segenap jiwanya. Perpaduan antara pengetahuan yang luas dan mendalam dengan rasa cinta dan rindu yang bergelora bertaut lagi dengan perjumpaan secara langsung, tertanamlah dalam jiwanya dan tumbuh bersemi perasaan yang mantap, Dialah yang dicari itu.3. Maqamat Secara harfiah maqamat berasal dari bahasa Arab yang berarti tempat berpijak atau pangkat mulia. Apabila di terjemahkan dalam bahasa Inggris, maqamat sama seperti stages, atau tingkatan. Namun dalam ilmu Tasawuf, maqamat berarti kedudukan hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yang telah diusahakan, baik melalui riyadhah, ibadah, maupun mujahadah. Pandangan ini apabila dikaitkan lebih jauh sebagai tujuan Tasawuf menurut Abu Nasr al-Sarraj Tusi yaitu seseorang harus menempuh jalan yang berliku-liku panjang dan berat, berbagai rintangan dan godaan yang dihadapi. Untuk mencapai tujuan yang mulia itu, tidak akan dilaksanakan terkecuali melalui perjuangan dan pengorbanan atau mujahadah yang akhirnya muraqabah dan marifat. Perjuangan itu meliputi aspek lahiriah dan batiniah yaituu melalui tingkatan-tingkatan. Jika seorang hamba tersebut menjalankan salah satu dari maqom itu dengan sempurna maka itulah maqomnya hingga ia berpindah menuju maqom yang lebih tinggi[footnoteRef:3]. [3: Abdul Fattah, Tasawuf antara Al-Ghazali & Ibnu Taimiyah,Jakarta: Khalifa, 2005, hlm.108]

Karena sebuah maqam diperoleh melalui daya dan upaya (mujahadah) dan ketulusan dalam menempuh perjalanan spiritual. Maqam juga dapat diartikan sebagai tahapan adap (etika) seorang hamba dalam wushul kepada-Nya dengan macam upaya, diwujudkan dengan suatu tujuan pencarian dan ukuran tugas[footnoteRef:4] [4: lihat Imam Al-Qusyairi An-Naisabury, Risalatul Qusyairiyah, Induk Ilmu Tasawuf]

4. Maqam maqam dalam TasawufTingkatan atau maqom yang dijalani oleh seorang sufi terdapat berbeda pendapat. Menurut Muhammad Al-Kalabazy dalam kitabnya Al-Ta'aruf Li Al-Tasawwuf yang di kutib oleh Abuddin Nata mengatakan bahwa maqamat itu jumlahnya ada sepuluh yaitu Al-Taubah, Al-Zuhud, Al-Sabr, Al-Faqr, Al-Tadlu', Al-Taqwa, Al-Tawakkal, Al-Ridla, Al-Mahabbah, dan Al-Ma'rifah[footnoteRef:5]. Sementara Abu Nasr Al-Sarraj Al-Tusi didalam kitab Al-Luma' menyebutkan bahwa maqamat itu jumlahnya hanya tujuh, yaitu Al-Taubah, Al-Wara', Al-Zuhud, Al-Faqr, Al-Tawakkal, dan Al-Ridla. Lainhalnya dengan pendapat Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya' Ulum Al-Din yang dikutip oleh Abuddin Nata mengatakan bahwa maqamat itu ada delapan, yaitu Al-Taubah, Al-Sabr, Al-Zuhud, Al-Tawakkal, Al-Mahabbah, Al-Ma'rifah, dan Al-Ridla[footnoteRef:6] [5: lihat Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., Akhlak Tasawuf, hlm. 194] [6: Ibid., hal.194]

4.1 At-TaubahAt-Taubahadalah kata yang berasal dari bahasa arab, yaitu taba-yatubu-taubatan yang artinya kembali. Sedangkan taubah yang di maksud oleh kalangan sufi ialah memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan disertai janji yang sungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut, yang disertai dengan melakukan amal kebajikan[footnoteRef:7]. Ibnu Hamdan mengatakan bahwa taubah adalah kembali dari sesuatu yang diketahui tercela kepada sesuatu yang terpuji. Al-Ghazali memberikan definisi taubat adalah kembali dari kemaksiatan menuju ketaatan kembali dari jalan jauh kejalan yang lebih dekat. Makna dari taubat disini bukan hanya sebagai penghapus dosa, tetapi juga sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Taubat yang dimaksud sufi adalah taubat yang sebenar-benarnya, taubat yang tidak akan kembali berbuat dosa. [7: Ibid., hal.198]

Di dalam al-Qur'an banyak dijumpai ayat-ayat yang menganjurkan manusia agar bertaubat di antaranya:

Artinya : "Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung".(Q.S. An-Nuur : 31)

Contoh orang yang memiliki maqamat at-TaubahDiceritakan bahwa ada segerombolan penyamun yang telah menodong Syeh Abdul Qodir Al-Jailani, kemudian gerombolan itu bertanya kepada Syeh Abdul Qodir, Apakah kamu punya benda berharga? Syeh Abdul Qodir menjawab, Aku mempunyai uang 40 dirham di balik baju jubahku. Penyamun itu tertawa, kemudian Syeh Abdul Qodir menunjukkan uang 40 dirham itu. Setelah melihat uang tersebut secara langsung, penyamun itu terkejut melihat kejujuran Syeh Abdul Qodir. Penyamun itu lalu bertaubat dan menjadi wali Allah.4.2 Wara'Secara harfiyah Al-Wara' artinya saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Dalam tradisi Sufi yang dimaksud dengan wara' adalah meninggalkan sesuatu yang belum jelas hukumnya (subahat), hal ini berlaku pada segala hal atau aktifitas manusia baik yang berupa benda maupun perilaku seperti makanan, minuman, pakaian, pembicaraan, perjalanan, duduk, berdiri, bersantai, bekerja dan lain-lain[footnoteRef:8]. [8: Hasyim Muhammad, Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi (Yokyakarta : Pustaka Pelajar Offset 2002) cet. Pertama hal. 31]

( )Barang siapa yang dirinya terbebas dari syubahat, maka seseungguhnya ia telah terbebas dari yang haram. (HR. Bukhari)Dilihat dari segi jenisnya wara' terbagi dua: wara' anggota lahir dan anggota batin. Wara' lahir adalah tidak menggerakkan anggota badan melainkan kepada yang diridhai Allah. Sedangkan wara' batin adalah tidak memasukkan kepada ingatan dan kenangan kecuali kepada Allah. Abu Nasr al-Sarraj Tusi membagi wara' menjadi tiga tingkatan: Memelihara diri dari yang subhad, memelihara diri dari yang halal yang akan membawa kepada maksiyat dan memelihara diri dari sesuatu yang halal yang akan membawa lupa kepada Allah.Contoh orang yang memiliki maqamat al-WaraDiceritakan bahwa ketika Imam Syafii menemukan sebuah jambu yang terhanyut di sungai. Beliau mengambil dan berniat hendak memakan, namun beliau segera teringat bahwa jambu tersebut tidak halal. Kemudian beliau menelusuri sungai itu dan menemukan pohon jambu di pinggir sungai. Beliau bertanya pemilik pohon jambu, Apakah jambu yang terhanyut di sungai ini milikmu? Pemilik pohon itu berkata, ya, itu jambuku yang terhanyut di sungai. Imam Syafii meminta maaf kepaada tukang kebun itu, kemudian tukang kebun itu memberinya pekerjaan selama 1 tahun untuk menebus kesalahannya.4.3 ZuhudSecara harfiyah zuhud berarti meninggalkan sesuatu yang bersifat keduniawian. Sebagian ada yang mengatakan bahwa orang yang zuhud di dalam masalah yang haram karena yang halal adalah sesuatu yang mubah dalam pandangan Allah yaitu orang yang diberikan nikmat berupa harta yang halal, kemudian ia bersyukur dan meninggalkan dunia itu dengan kesadarannya sendiri. Bagi seorang sufi, zuhud merupakan sesuatu yang penting yang harus dilalui. Tanpa jalan zuhud, calon sufi tidak akan mencapai derajat sufi. Ahmad bin Hanbal membagi zuhud menjadi tiga macam:Pertamazuhud awam dengan meninggalkan yang haram.Keduazuhud orang khawas dengan meninggalkan yang halal danketigazuhud orang yang arif dengan meninggalkan apa saja yang akan menghalanginya dari Allah.Menurut Syaikh Syihabuddin ada tiga jenis kezuhudan yaitu :pertama, Kezuhudan orang-orang awam dalam peringkat pertama.Kedua, kezuhudan orang-orang khusus (kezuhudan dalam kezuhudan). Hal ini berarti berubahnya kegembiraan yang merupakan hasil daripada zuhud hanyalah kegembiraan akhirat, sehingga nafsunya benar-benar hanya dipenuhi dengan akhirat.Ketiga, Kezuhudan orang-orang khusus dikalangan kaum khusus. Dalam peringkat ketiga ini adalah kezuhudan bersama Allah. Hal ini hanya dikhususkan bagi para Nabi dan manusia suci. Mereka telah merasa fana sehingga kehendaknya adalah kehendak Allah. Sedangkan menurut Abu Nasr al-Sarraj Tusi ada tiga kelompok zuhud :1. Kelompok pemula (mubtadiin), mereka adalah orang-orang yang kosong tangannya dari harta milik, dan juga kosong kalbunya.2. Kelompok para ahli hakikat tentang zuhud (mutahaqqiqun fi al-zuhd). Kelompok ini dinyatakan sebagai orang-orang yang meninggalkan kesenangan-kesenangan jiwa dari apa-apa yang ada di dunia ini, baik itu berupa pujian dan penghormatan dari manusia.3. Kelompok yang mengetahui dan meyakini bahwa apapun yang ada di dunia ini adalah halal bagi mereka, namun yakin bahwa harta milik tidak membuat mereka jauh dari Allah dan tidak mengurangi sedikitpun kedudukan mereka, semuanya semata-mata karena Allah.Orang yang zuhud lebih mengutamakan atau mengejar kebahagiaan hidup di akhirat yang kekal dan abadi, daripada mengejar kehidupan di dunia yang fana' dan sepintas selalu. Hal ini dapat dipahami dari isyarat ayat yang berbunyi;

Artinya:"Katakanlah: "Kesenangan di dunia Ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun." (Q.S. Al-Nisa' : 77).Contoh orang yang memiliki maqamat az-ZuhudSayyidah Nafisah adalah seorang yang terkenal zuhud dan mengasihi manusia yang lain. Pernah satu ketika, beliau menerima wang sebanyak 1000 dirham dari raja untuk keperluan dirinya. Beliau telah membahagikan wang tersebut kepada fakir miskin sebelum sempat memasuki rumahnya. Wang hadiah dari raja itu sedikit pun tidak diambilnya untuk kepentingan dirinya. Semuanya disedekahkan kepada fakir dan miskin. Demikianlah dermawannya Sayyidah Nafisah terhadap fakir miskin.4.4 FakirSecara harfiah faqr biasanya diartikan sebagai orang yang berhajat, butuh ataupun orang miskin. Sedang menurut pandangan Sufi faqr adalah tidak meminta lebih dari apa yang telah ada pada diri kita. Tidak meminta rezeki kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban kewajiban. Tidak meminta sesungguhpun tak ada pada diri kita, kalau diberi diterima. Tidak meminta tetapi tidak menolak[footnoteRef:9]. Karena ia selalu behajad kepada Allah dan selalu memerlukan kemurahan-Nya. Menurut Imam al-Ghazali sikap fakir yang senantiasa berhajad kepada Allah adalah sebagian dari iman dan buah dari ma'rifat yang mendalam sehingga dalam pandangan si fakr merasakan bahwa ia selalu berhajad atau berkehendak kepada Allah. [9: Lihat Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., Akhlak Tasawuf, hlm.200]

Dzu al-Nun mengatakan:"Alamat seorang hamba akan mendapat murka Tuhan adalah takut fakir".Ada tiga hal yang diperhatikan orng sufi, yaitupertamabenda yang diberikannya apakah halal, haram atau subhad.Keduasi pemberi tidak mempunyai tujuan untuk keuntungan atau kepentingan sendiri.Ketigatujuan pemberian hanyalah mengharap pahala dari Allah.Contoh orang yang memiliki maqamat al-Faqr. Diceritakan bahwa ketika Maruf Al-Karkhy pergi berwudhu, ia meletakan Al-Quran dan jubahnya. Tiba-tiba seorang wanita datang dan membawa benda miliknya. Maruf mengikutinya dari belakang lalu berkata, Wahai saudaraku, engka tidak apa-apa dengan perbuatanmu ini. Apakah engkau punya seorang anak laki-laki yang dapat membaca Al-Quran ? Tidak, jawab wanita itu, Maruf lalu berkata, kalau begitu berikanlah Al-Quran itu, kembalikan kepadaku. Sedangkang jubah, silahkan ambil.4.5 SabarSecara harfiyah sabar berarti tabah hati. Sabar berarti sikap konsekuen dan konsisten dalam melakukansemua perintal Allah. Sabar adalah sikap pertama kali yang dilakukan ketika musibah atau perkara terjadi as-shobru indamaa sodamatil uula. Menurut Zun al-Nun al-Misyri sabar artinya menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Allah, tetapi tenang ketika mendapatkan cobaan, dan menampakkan sikap cukup walaupun sebenarnya berada dalam kefakiran dalam bidang ekonomi[footnoteRef:10]. Ibnu Atha mengatakan sabar artinya tetap tabah dalam menghadapi cobaan dengan sikap yang baik. Ibnu Usman al-Hairi mengatakan sabar adalah orang yang mampu memasung dirinya atas segala sesuatu yang kurang menyenangkan. [10: Ibid., hlm.200]

Artinya :"Maka Bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul Telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup, Maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik."(Q.S. Al-ahqaf : 35)Al-Ghazali menyebutkan sabar sebagai kondisi jiwa dalam mengendalikan nafsu yang terjadi karena dorongan agama. Ia membagi sabar kepada tiga tingkatan yaitu;a. Sabar tertinggi, yaitu sifat yang mampu menghadapi semua dorongan nafsu, sehingga nafsu benar-benar dapat ditundukkan.b. Sabar orang-orang yang sedang dalam perjuangan. Pada tahap ini mereka terkadang dapat menguasai hawa nafsu, tetapi terkadang mereka dikuasai hawa nafsu. Sehingga campur aduk antara yang baik dan yang buruk,c. Tingkatan terendah yaitu sabar karena kuatnya hawa nafsu dan kalahnya dorongan agama.Contoh orang yang memiliki maqamat ash-Shabr. Dikatakan bahwa anak-anak apabila melihat Uways Al Qarny, mereka selalu melemparinya dengan batu. Karena itu ia mengatakan kepada mereka, jika kalian memang harus melempariku, gunakanlah yang kecil agar kakiku tidak teluka, yang membuatku terhalang shalat. Suatu ketika seorang laki-laki memaki Al-Ahnaf bin Qays dan menghinanya. Orang itu mengikuti dibelakangnya. Ketika Al-Ahnaf sampai dekat lingkungan kediamannya sendiri, ia berhenti dan menasasehati orang tersebut, wahai anak muda, jika engkau masih punya kata-kata untuk di ucapkan, katakanlah sekarang, sebelum salah seorang tetanggaku yang bodoh mendengar, dan menjawab kata-katamu.4.6 TawakalTawakal berarti keteguhan hati dalam menyerahkan urusan kepada orang lain. Tawakal sebagai sikap mental seorang sufi merupakan hasil dari keyakinannya yang bulat sepenuhnya kepada allah. Tawakal terdiri dari tiga tingkatan.Pertama, tingkat bidayah(pemula), yakni tawakalpada tingkat hati yang slalu merasa tentram terhadap apa yang sudah dijanjikan Allah.Kedua, tingkatmutawasitthah(pertengahan), yakni tawakal pada tingkat hati yang merasa cukup menyerahkan segala urusan kepada Allah karena yakin bahwa Allah mengetahui keadaan dirinya.Ketigatingkatnihayah (terakhir), yakni tawakal pada tingkat terjadi penyerahan diri seseorang pada ridha atau merasa lapang menerima segala ketentuan Allah.Tawakkal dalam tasawuf dijadikan washilah untuk memalingkan dan menyucikan hati manusia agar tidak terikat dan tidak ingin dan memikirkan keduniaan serta apa saja selain Allah. Pada dasarnya makna atau konsep tawakkal dalam dunia tasawuf berbeda dengan konsep agama. Tawakkal menurut para sufi bersifat fatalis, menggantungkan segala sesuatu pada takdir dan kehendak Allah. Syekh Abdul Qadir Jailany menyebut dalam kitabnya bahwa semua yang menjadi ketentuan Tuhan sempurna adanya, sungguh tidak berakhlak seorang salik jika ia meminta lebih dari yang telah ditentukan Tuhan.

( : 11)Dan bertawakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin bertawakkal. (QS. A-Maidah, 5:11)Contoh orang yang memiliki maqamat at-Tawakkal. Ketika popularitas al-Qusyairy di Naisabur semakin meluas, beliau mendapatkan cobaan melalui taburan kedengkian dan dendam dari jiwa para fuqaha di kota tersebut. Para fuqaha tersebut menganjurkan agar menghalangi langkah langkah popularitasnya dengan menyebar propaganda. Fitnah itu dilemparkan dengan membuat tuduhan tuduhan dusta dan kebohongan kepada orang orang di sekitar Syeikh. Dan fitnah itu benar benar berhasil dalam merekayasa mereka. Ketika itulah al Qusyairy ditimpa bencana yang begitu dahsyat, dengan berbagai ragam siksaan, cacian dan pengusiran, sebagaimana diceritakan oleh as-Subky.Mereka yang mengecam. Al-Qusyairy rata-rata kaum Mutazilah dan neo-Hanbalian, yang memiliki pengaruh dalam pemerintahan Saljuk. Mereka menuntut agar sang raja menangkap al-Qusyairy, dicekal dari aktivitas dakwah dan dilaknati di berbagai masjid-masjid di negeri itu.Akhirnya para murid muridnya bercerai-berai, orang-orang pun mulai menyingkir darinya. Sedangkan majelis-majelis dzikir yang didirikan oleh Maha Guru ini dikosongkan. Akhirnya, bencana itu sampai pada puncaknya, Maha Guru harus keluar dari Naisabur dalam keadaan terusir, hingga cobaan ini berlangsung selama limabelas tahun, yakni tahun 440 H. sampai tahun 455 H. Di selasela masa yang getir itu, beliau pergi ke Baghdad, dimana beliau dimuliakan oleh Khallfah yang berkuasa. Pada waktu waktu luangnya, beliau pergi ke Thous.Ketika peristiwa Thurghulbeg yang tragis berakhir dan tampuk Khalifah diambil alih oleh Abu Syuja, al-Qusyairy kembali bersama rombongan berhijrah dari Khurasan ke Naisabur, hingga sepuluh tahun di kota itu. Sebuah masa yang sangat membahagiakan dirinya, karena pengikut dan murid-muridnya bertambah banyak.4.7 RidhaRidha adalah suatu sikap mental yang mesti dimiliki dan dijalani oleh seorang sufi, karena dengan sikap mental, kebersihan, kesempurnaan dan ketinggian rohani dapat tercapai. Menurut al-Qushairi ridha adalah tidak menentang apa yang ditetapkan oleh Allah. Rabiah al-Adawiyah mengatakan bahwa ridha adalah ketika mendapat bencana, perasaan cinta kepada Allah sama seperti saat mendapat nikmat. Dzunnun Al-Mishri berpendapat bahwa ridla adalah menerima tawakkal dengan kerelaan hati. Adapun tanda-tandanya adalah mempercayakan hasil pekerjaannya sebelum dating ketentuan, tidak resah sesudah terjadi ketentuan dan cinta yang membara ketika tertimpa malapetaka[footnoteRef:11] [11: Ibid., hlm.46]

Ridha menurut Abu Nasr al-Sarraj Tusi merupakan sesuatu yang agung dan istimewa, maksudnya bahwa siapa yang mendapat kehormatan dengan ridha berarti ia telah disambut dengan sambutan paling sempurna dan dihormati dengan penghormatan tertinggi. Dalam kitabnyaal-LumaAbu Nasr al-Sarraj Tusi lebih lanjut mengemukakan bahwa maqam ridha adalah maqam terakhir dari seluruh rangkaian maqamat. Imam al-Gazali mengatakan bahwa hakikat ridha adalah tatkala hati senantiasa dalam keadaan sibuk mengingatnya. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa seluruh aktivitas kehidupan manusia hendaknya selalu berada dalam kerangka mencari keridhaan Allah.

BAB IITASAWUF DAN ARSITEKTUR2.1 Mengaitkan Maqamat Dan Al-Ahwal Dalam Tasawuf Dengan Kehidupan SosialAda beberapa pihak yang memandang tasawuf terkesan bersifat individual, kolot, dan tidak mempunyai tanggung jawab sosial yang nyata dan konkrit. Pendapat seperti ini adalah pendapat dari sebuah pemahaman yang klasik. Pandangan seperti ini bisa saja dianggap benar dan tidak bisa disalahkan begitu saja, karena hal ini ditimbulkan dari pemahaman ulama klasik bahwa yang namanya tasawuf itu mengurung diri dari keramaian dunia, termasuk yang ada di dalamnya baik itu harta maupun pangkat atau jabatan.Pemahaman ulama klasik ini didorong oleh pemahaman secara sepihak terhadap ayat Al-Quran dan Hadits yang bernada mendeskriditkan terhadap dunia, tanpa mau melihat ayat atau hadits yang bernada positif terhadapnya. Pemahaman ini tidak bisa disalahkan sebab pemahaman ini sejalan dengan situasi dan kondisi yang kontekstual pada waktu itu, dimana saat itu orang kaya sangatlah bersifat individualistis dan hedonis. Sehingga menuntut sebagian sufi untuk melakukan penarikan diri dari keramaian duniawi. Pemahaman seperti itu tentunya tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi sekarang. Di zaman yang canggih seperti sekarang ini tasawuf dihadapkan pada tanggung jawab sosial dalam kehidupan nyata. Tanggung jawab nyata itu antara lain bersifat moral, intelektual, spiritual, psikologis, politik, ekonomi dan sebagainya. Tanggung jawab spiritual, tasawuf hendaknya bisa memberikan kedamaian kepada masyarakat, khususnya ketika masyarakat dihadapkan dengan permasalahan dunia. Seperti musibah-musibah yang terjadi di tanah air. Dalam aspek psikologis, tasawuf hendaknya memberikan solusi bagi problema seperti galau, stress, depresi, dan sebagainya. Karena dengan pendekatan agama akan mempengaruhi ketenangan jiwa seseorang ketika orang itu telah menyadari hakikat hidup yang sebenarnya. Dalam aspek politik, tasawuf dituntut untuk memecahkan ketidakadilan dan pemihakan terhadap kaum dhuafa. Tasawuf perlu dimiliki oleh para pemimpin yang terjun di ranah politik, agar tercipta kepemimpinan yang jujur tanpa korupsi yang memimpin bukan untuk uang atau materi saja tapi orintasinya untuk kesejahteraan rakyat. Demikian juga dalam bidang ekonomi. Tasawuf hendaknya bisa lebih mempengaruhi jiwa-jiwa manusia untuk dapat saling berusaha dalam memajukan negara dan perekonomian bangsa, hubbul wathon minal iman. Bukanlah sosok yang tidak mau tau tentang dunia dan hanya memikirkan ibadah ukhrowi saja. Akan tetapi memikirkan kehidupan sosial yang riil, serta perjuangan yang nyata di dalam hidup. Sehingga terbentuklah sosok yang berjiwa enterpreneur dan berhati dermawan yang orientasinya semata-mata tidak untuk dunia saja tapi untuk kesejahteraan orang banyak misalnya dengan membangun lapangan pekerjaan untuk kehidupan yang lebih baik. Dari sinilah umat muslim akan bangkit, tidak menjadi kaum terbelakang di bidang ekonomi. Dalam bidang moral, tasawuf hendaknya bisa menanggulangi kenakalan remaja dan rusaknya pergaulan remaja saat ini, dan dalam aspek intelektual hendaknya tasawuf melakukan renungan yang bersifat intuitif, sebagai alternatif pemecahan masalah, di samping rasionalisme dan empirisme. Dengan demikian, tasawuf dituntut lebih bersifat pragmatik, empirik dan fungsional. Artinya tasawuf dituntut untuk lebih menyentuh kehidupan riil manusia modern, lebih mampu menyelesaikan problema yang bersifat pengalaman, dan mempunyai peran riil dalam kehidupan sehari-hari. Dengan diterapkannya ilmu tasawuf maka ilmu ini akan menjadi dasar dalam bermasyarakat terutama dalam menghadapi zaman yang terus berkembang seiring kemajuan teknologi.2.2 Mengaitkan Maqamat Dan Al-Ahwal Dalam Tasawuf Dengan ArsitekturDalam berarsitektur ilmu tasawuf perlu diterapkan, karena pada hakikatnya semua ilmu adalah milik Allah dan untuk bisa menguasainya diperlukan pendekatan khusus kepada Sang Pencipta. Dalam merancang bangunan sebagai arsitek sering dihadapkan oleh permasalahn kurangnya ide, gagasan dan intuisi. Al-Ilmu Nuurun, ilmu itu adalah cahaya, dan tidak akan turun pada hati yang kotor atau yang penuh dengan mashiat. Hal ini juga diterapkan dalam berarsitektur, ketika hati seseorang sudah bersih dari kotoran maka intuisi dengan sendirinya akan muncul, sehingga muncullah ide-ide kreatif dari arsitek. Bangunan yang dirancang tidak hanya indah secara kasa mata, tapi juga indah secara nilai-nilai, filosofi dan fungsi atau bisa disebut inner beauty of the building. Metode ini sering diterapkan oleh arsitek-arsitek terkenal yang di dalam merancang objeknya mencari ketenangan, bahkan sampai menyatu dengan alam dan merenungkan setiap detail-detail dari alam untuk mendapatkan intuisi, disitulah hadir akan Sang Pencipta Alam di dalam hati arsiteknya.Dalam kehidupan sosial, arsitek sering dihadapkan dengan persoalan-persoalan duniawi di lapangan atau di proyek. Jika sang arsitek tidak mendasari dirinya dengan tasawuf, ia akan mudah tergiur oleh kenikmatan dunia. Dampaknya ia akan melakukan cara-cara yang dianggapnya benar bahkan sulit berhati-hati dalam membedakan yang halal dan yang haram. Karena dunia kerja arsitek baik itu dibidang konsultan, kontraktor, engineer sangatlah keras, banyak persoalan-persoalan dunia yang kompleks di dalamnya. Arsitek dengan bekal tasawuf akan mampu memberikan karya terbaiknya, kinerja terbaiknya karena orientasinya bukan untuk materil saja tapi juga moril untuk kemaslahatan umat dan alam sekitarnya.BAB IIIKESIMPULAN3.1 KesimpulanDari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa maqam berbeda dengan hal. Menurut para sufi, maqam ditandai oleh kemapanan, sementara hal justru mudah hilang. Maqam dapat dicapai seseorang dengan kehendak dan upayanya, sementara hal dapat diperoleh tanpa daya dan upaya. Hal adalah pemberian Allah. Ia bisa berubah dan hilang. Sedangkan maqam hanya bisa didapatkan dengan cara beramal, usaha, dan usaha keras yang dilakukan secara kontinyu tidak terputus, maqam bisa didapatkan oleh seorang hamba setelah ia membersihkan juwanya dari segala sesuatu yang bisa membuatnya melalaikan Tuhan.Dalam kehidupan sosial maqom dan hal perlu diterapkan. Hidup di dunia tidak hanya mengurusi hal yang bersifat ukhrowi saja, akan tetapi duniawi juga. Karena banyak permasalahan-permasalahan sosial yang perlu diselesaikan terutama dengan pendekatan tasawuf, karena setiap ada permasalahan disitulah timbul ketenangan karena adanya tasawuf. Begitu juga dengan berarsitektur, tasawuf sangat diperlukan untuk membekali arsitek baik dalam merancang maupun pelaksanaannya. Dengan ilmu ini maka lahirlah arsitek dengan sejuata intuisi dan id-ide kreatif, tidak hedonis dan memikirkan materi saja. Di balik itu ia juga memikirkan masa depan alam dan lingkungan sekitar demi kemaslahatan bersama.Makalah Maqom dan Hal dalam Tasawuf0

Makalah Maqom dan Hal dalam Tasawuf1