45
17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf Dalam memberikan pengertian tasawuf merupakan suatu pekerjaan yang amat sulit, sedemikian besar dan luasnya sesuatu yang disebut tasawuf itu, sehingga melakukan pekerjaan ini seperti gambaran orang buta yang menerangkan gajah menurut bagian yang disentuhnya saja. Hal yang mungkin bisa dilakukan hanya memberi petunjuk-petunjuk yang menunjukkan pada istilah tersebut, meski tidak utuh. Dalam ensiklopedi Islam diungkapkan pendapat para sufi sendiri tentang pengertian tasawuf. Diantaranya oleh Zakaria al-Anshari (852-925 H) mengartikan tasawuf sebagai cara untuk mengajarkan mensucikan diri, meningkatkan akhlak dan membangun kehidupan jasmani dan rohani untuk mencapai kehidupan abadi. Sedangkan menurut al-Junaidi al- Baghdadi (w 289 H), tasawuf adalah proses membersihkan hati dari sifat- sifat basyariyah (kemanusiaan), menjauhi hawa nafsu, memberi tempat bagi sifat-sifat kerohanian berpegang pada ilmu kebenaran, mengamalkan sesuatu yang lebih utama atas dasar keabadiannya, memberikan nasihat kepada umat, benar-benar menepati janji kepada Allah SWT dan mengikuti syariat Rosulullah SAW. 1 Jadi unsur utama tasawuf adalah mensucikan diri dan tujuan akhirnya kebahagiaan dan keselamatan abadi. Sebagai aspek mistik dalam ajaran-ajaran agama Islam, memang tidak bisa diterjemahkan dengan ungkapan yang tepat dan utuh untuk menggambarkan kebesaran tasawuf. Kata mistik berasal dari bahasa Yunani “Myien” yang berarti menutup mata. Dalam kata mistik ini terkandung sesuatu yang misterius, yang tidak bisa dicapai dengan cara- cara biasa atau dengan usaha intelektual. Mistik biasanya disebut pula 1 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Islam Baru van Houeve, 1994) hlm. 74.

BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

17

BAB II

TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF

1. Pengertian Tasawuf

Dalam memberikan pengertian tasawuf merupakan suatu pekerjaan

yang amat sulit, sedemikian besar dan luasnya sesuatu yang disebut

tasawuf itu, sehingga melakukan pekerjaan ini seperti gambaran orang

buta yang menerangkan gajah menurut bagian yang disentuhnya saja. Hal

yang mungkin bisa dilakukan hanya memberi petunjuk-petunjuk yang

menunjukkan pada istilah tersebut, meski tidak utuh.

Dalam ensiklopedi Islam diungkapkan pendapat para sufi sendiri

tentang pengertian tasawuf. Diantaranya oleh Zakaria al-Anshari (852-925

H) mengartikan tasawuf sebagai cara untuk mengajarkan mensucikan diri,

meningkatkan akhlak dan membangun kehidupan jasmani dan rohani

untuk mencapai kehidupan abadi. Sedangkan menurut al-Junaidi al-

Baghdadi (w 289 H), tasawuf adalah proses membersihkan hati dari sifat-

sifat basyariyah (kemanusiaan), menjauhi hawa nafsu, memberi tempat

bagi sifat-sifat kerohanian berpegang pada ilmu kebenaran, mengamalkan

sesuatu yang lebih utama atas dasar keabadiannya, memberikan nasihat

kepada umat, benar-benar menepati janji kepada Allah SWT dan

mengikuti syariat Rosulullah SAW.1 Jadi unsur utama tasawuf adalah

mensucikan diri dan tujuan akhirnya kebahagiaan dan keselamatan abadi.

Sebagai aspek mistik dalam ajaran-ajaran agama Islam, memang

tidak bisa diterjemahkan dengan ungkapan yang tepat dan utuh untuk

menggambarkan kebesaran tasawuf. Kata mistik berasal dari bahasa

Yunani “Myien” yang berarti menutup mata. Dalam kata mistik ini

terkandung sesuatu yang misterius, yang tidak bisa dicapai dengan cara-

cara biasa atau dengan usaha intelektual. Mistik biasanya disebut pula

1 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Islam Baru van Houeve, 1994)

hlm. 74.

Page 2: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

18

sebagai arus besar kerohanian yang mengalir dalam semua agama atau

dalam arti yang lebih luas adalah kesadaran terhadap kenyataan tunggal

(yang disebut ke’arifan, cahaya, cinta atau nilai).2

Simuh dalam bukunya “Tasawuf dan Perkembangannya Dalam

Islam” memilih definisi tasawuf atau mistik yang ditulis oleh A.S. Hornby

dalam kamusnya A Leaner Dictionary Of Current English yang

mendefinisikan Mysticism sebagai berikut: “The teaching or belief that

knowledge of real truth and of good may be obtained through meditation

or spiritual insigh, independently of the mind and semses”.3

Mengenai tasawuf (Sufism), Carl W. Ernst dalam bukunya Words

of Ectasy in Sufis menjelaskan:

“ ……….. Historically, the term denotes a vast spiritual enterprise, carried out in many lands that differ widely in culture and language, but are unified by the spiritual authority of the Qur’anie revelation and the example of he prophet Muhammad. Essentially, however, Sufism is a path of mystical life, which begins with the soul’s conversion, or turning, towards god”.4

Dalam perspektif historis, istilah tasawuf menunjukkan suatu

perilaku spiritual dalam arti luas, yang dilakukan dibeberapa daerah yang membedakan ciri budaya dan bahasa, tetapi dipersatukan dengan otoritas spiritual dari wahyu al-Qur’an dan teladan dari nabi Muhammad SAW. Sedangkan esensinya, tasawuf adalah suatu jalan atau cara menuju kehidupan sufi (mystical life), yang dimulai dengan memasrahkan diri atau jiwanya pada Tuhan.

Ruang lingkup objek perjalanan mistik bersifat tersembunyi atau

hal-hal ghaib yaitu Tuhan yang transenden dan jauh dari terapan indrawi

dan rasio manusia. Intinya adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan

dialog antara roh manusia dengan Tuhan, karenanya seseorang harus

2 Annemarie Schimael, Dimensi Mistik Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986),

hlm 1-2. 3 Ajaran atau kepercayaan bahwa pengetahuan tentang hakikat atau Tuhan biasa

didapatkan melalui meditasi atau tanggapan kejiwaan yang bebas dari tanggapan akal pikiran dan panca indra. Lihat Simuh, Tasawuf Dan Perkembangannya Dalam Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1996), Hlm.12.

4 Carl W. Ernest, Words of Ectasy in Sufis, (New York: State University Press, 1985), Hlm. 1.

Page 3: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

19

mengutarakan rasa Dzauq (ketenangan) dibandingkan rasio, karena ia

bersifat sangat pribadi dan eksistensial.5

Sementara itu oleh Murtdla Muthari dan Syaikh Muhammad

Husain Thabathaba’i, untuk istilah tasawuf dan sufi mereka menyebutnya

dengan istilah “irfan dan arif”. Menurut mereka istilah irfan dan arif

dilihat dari sudut pandang ilmiah, dimana irfan adalah salah satu ilmu

yang lahir dari Islam dan memberitahukan tentang hubungan dengan

Tuhan dan jalan mencapainya, sedangkan kaum arif adalah orang yang

mahir dan ahli dalam irfan.6

Dalam al-Qur’an telah banyak terdapat ayat-ayat yang memiliki

nuansa mistik yang kental. Bahkan sumber rujukan tasawuf selalu kembali

pada al-Qur’an dan al-Sunnah, sehingga amalan tasawuf tidak keluar dari

ruang lingkup sumber tersebut. Gambaran kedekatan antara sang hamba

dengan khaliq-Nya menjadi kerinduan yang tidak tergambarkan untuk

mendekati bahkan menyatu dengan-Nya. Firman Allah SWT:

وإذا سألك عبادي عني فإني قريب أجيب دعوة الداع إذا دعان فليستجيبوا .}186 {لي وليؤمنوا بي لعلهم يرشدون

Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepada-Ku tentang Aku maka (jawablah), bahwasannya Aku adalah dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia berdo’a kepada-Ku, maka mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran“. (QS. al-Baqarah 186).7

Dekatnya Allah dengan hamba-hamba-Nya ialah, Allah

mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya. Allah maha mendengar dan

melihat perkataan dan perbuatan mereka.8

5 Rivay Siregar, Tasawuf Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme, (Jakarta: Rajawali Pers,

2000), hlm.3. 6 Murtdla Muttahari dan Syaikh Muhammad Husain Thabathaba’i, Menapak Jalan

Spiritual, terjemahan MS, Nasrullah, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), hlm 19-21. 7 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Semarang: CV. Toha Putra, 1990),

hlm. 45. 8 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, (Tafsir al-Maraghi), trj, Bahrun Abu Bakar, (Semarang:

Toha Putra: 1993), Juz. II, Hlm. 298.

Page 4: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

20

Oleh karena itu tasawuf atau sufisme memiliki tujuan memperoleh

hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga disadari

seseorang benar-benar berada dihadirat Allah dan orang yang menjalani

mistis ini atau bertasawuf disebut kaum sufi, namun dalam perkembangan

pemikiran tentang aspek mistik Islam ini sehingga oleh para sufi maupun

pengamat mistisisme, memberikan pengertian tentang tasawuf berbeda-

beda. Pengertian ini berdasarkan pada asal kata tasawuf maupun

didasarkan pada ajaran dalam praktik tasawuf itu sendiri.

Berikut ini beberapa teori tentang asal kata tasawuf adalah:

a. Ahl-Shuffah, orang-orang yang ikut pindah dengan nabi dari Makkah

ke Madinah dan karena mereka tidak memiliki harta dan dalam

keadaan miskin, mereka tinggal dimasjid nabi dan tidur dengan bantal

pelana (Shuffah).

b. Shaff yaitu barisan atau pertama. Sebagaimana shalat mereka disebut

sufi. Karena dalam shalat atau beribadah kepada Tuhan selalu berada

pada barisan pertama (al-Shaff al-Awwal).

c. Shafa berarti suci, seseorang sufi adalah orang disucikan dan telah

mensucikan dirinya melalui latihan berat dan lama.

d. Sophos dari bahasa Yunani yang berarti hikmat atau pengetahuan

sebagaimana orang-orang sufi berhubungan dengan hikmat.

e. Shuf berarti bulu domba (woll) karena kaum sufi mempunyai tradisi

atau kebiasaan berpakaian yang terbuat dari bulu domba sebagai

simbul dari kesederhanaan dan kemiskinan.9

Menurut Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, sebagaimana

dikutip oleh A.R. Ustman mengatakan bahwa tasawuf atau mistisisme

adalah falsafah hidup yang dimaksudkan untuk meningkatkan jiwa

seseorang manusia, secara moral lewat latihan-latihan praktis yang

tertutup. Kadang untuk menyatakan fana dalam realitas yang tertinggi

serta pengetahuan-Nya secara intuitif, tidak secara rasional yang buahnya

9 Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman Ke Zaman, alih bahasa A.R.

Ustman, (Bandung: Mizan, 1985), hlm 21.

Page 5: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

21

adalah kebahagiaan rohaniah.10 Sehingga hakikat realitasnya sulit

diungkapkan dengan kata-kata, sebab karakternya bercorak intuitif dan

subjektif.

Sementara itu tasawuf juga dapat diartikan kesadaran artinya

komunikasi dan dialog langsung antara seorang muslim dengan Tuhannya.

Tasawuf merupakan suatu proses latihan dengan kesungguhan (Riadlah-

Mujahadah) untuk membersihkan atau mempertinggi dan memperdalam

nilai-nilai kerohanian dalam rangka mendekatkan diri (Taqqarub) kepada

Allah, sehingga dengan cara itu konsentrasi seseorang hanya tertuju

kepada-Nya.11

Dengan demikian untuk mencapai tujuan tasawuf diperlukan

proses atau jalan, latihan dan praktik-praktik yang tercakup dalam doktrin

atau ajaran tasawuf yang disusun oleh para sufi. Dan pada tahapan inilah

kemudian terjadi perubahan pandangan tentang ajaran tasawuf. Namun ada

satu aspek tasawuf yang tidak menjadi pertentangan, yaitu moralitas-

moralitas yang berdasarkan Islam.

Tetapi pada dasarnya tasawuf adalah sebagai perwujudan dari

ihsan yang berarti beribadah kepada Allah seakan-akan melihatnya,

apabila tidak mampu demikian, maka harus disadari bahwa Allah melihat

diri kita, yang demikian adalah realitas penghayatan seseorang terhadap

agamanya. Setidaknya tasawuf dapat memberi dorongan yang terdalam

pada diri manusia, yaitu dorongan untuk mengaktualisasikan diri secara

menyeluruh sebagai makhluk yang hakiki adalah bersifat kerohanian dan

kekal.

Dapat diungkapkan secara sederhana, bahwa tasawuf adalah suatu

proses latihan dengan kesungguhan (Riyadhah Mujahadah) untuk

membersihkan, mempertinggi dan memperdalam kerohanian dalam rangka

mendekatkan (taqarrub) kepada Allah, sehingga dengan itu, maka segala

konsentrasi seseorang hanya tertuju kepada-Nya, sehingga dapat dikatakan

10 Ibid. 11 Amin Syukur, Menggugat Tasawuf, Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21,

(Yogyakrta: Pustaka Pelajar 1999),, hlm. 18.

Page 6: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

22

bahwa tasawuf adalah bagian ajaran Islam, karena tasawuf merupakan

proses pendidikan akhlak manusia (sebagaimana Islam diturunkan dalam

rangka membina akhlak manusia) diatas bumi ini agar tercapai

kebahagiaan dan kesempurnaan lahir dan batin, dunia dan akhirat.

2. Dasar dan Tujuan Tasawuf

a. Dasar Tasawuf

1. Al-Qur’an

Agama Islam sebagaimana yang tertulis dalam kitab suci Al-

Qur’an senantiasa menganjurkan manusia untuk membersihkan diri

agar jauh dari dosa dan kesalahan, dengan melakukan amalan-amalan

yang digariskan Allah untuk hamba-Nya. Disamping itu banyak ayat-

ayat Al-Qur’an yang menganjurkan kepada manusia untuk bertawakal,

sabar serta taubat. Dan beribadat yang lain sebagaimana yang telah

dilakukan oleh Rosulullah SAW sebagai seorang Insan Kamil.

Al-Qur’an yang kebenarnnya tidak diragukan lagi, menjadi

petunjuk bagi orang yang bertaqwa (al-Baqarah/2:2). Ia sebagai al-

Furqan (pembeda antara yang benar dan yang salah) (al-Furqan/25:1)

mempunyai fungsi sebagai kitab suci yang berisi ajaran dan pedoman

yang dapat dipakai untuk mengarungi kehidupan ini. Ia juga sebagi al-

Dzikru (peringatan) (al-Hijr/15:9) agar manusia hidup bahagia dunia

dan akhirat.

Tasawuf lahir karena didorong oleh ajaran Islam sebagaimana

yang terkandung dalam sumbernya al-Qur’an dan Hadist. Yakni

mendorong untuk hidup sufistik. Selain itu kedua sumber itu

mendorong agar umatnya berperilaku baik, tolong menolong,

beribadah, berpuasa dan sebagainya. Yang semua itu merupakan inti

tasawuf. Al-Qur’an mendeskripsikan sifat-sifat orang yang wara’ dan

taqwa dalam surat al-Ahzab ayat 35, yang artinya:

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim laki-laki dan perempuan yang mukmin laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar (jujur), sabar,

Page 7: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

23

khusu’ mau mengeluarkan sedekah, mau berpuasa, mau memelihara kehormatannya, yang banyak dzikir kepada Allah, maka Allah akan menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar (al-Ahzab:35)”. 12

Kesan bahwa tasawuf lebih banyak dimotivasi oleh ayat-ayat

al-Qur’an maupun hadist Rosul SAW yang secara tekstual

merendahkan nilai dunia, dan sebaliknya banyak dijumpai ras agama

yang memberi motivasi beramal demi memperoleh pahala akhirat dan

terselamatkan dari siksa api neraka.

Dari beberapa ayat diatas, penulis dapat memberikan

penjelasan, bahwa ayat-ayat tersebut menganjurkan kepada hamba

Allah SWT agar dalam hidupnya senantiasa mencerminkan ajaran-

ajaran yang merupakan konsekuensi hidup bagi manusia. Manusia

dalam hidupnya wajib menyerahkan segala keputusan yang diberikan

oleh Allah SWT, atas apa yang dilakukannya dan bersabar atas segala

keputusan Allah. Selain itu mereka harus senantiasa bertaubat kepada

Allah atas kesalahan yang telah diperbuat.

Ayat-ayat tersebut diatas menjelaskan tentang beberapa ajaran

tasawuf seperti sabar, tawakal, bertaubat dan lainnya atau dengan kata

lain, bahwa didalam ayat tersebut tersirat makna pendidikan tasawuf

yang tentunya bertujuan untuk membentuk manusia yang memiliki

budi pekerti yang luhur.

2. Al-Sunnah

Sejalan dengan apa yang dibicarakan al-Qur’an tentang ajaran

tasawuf, hadistpun banyak berbicara tentang kehidupan rohaniah.

Berikut ini terdapat teks hadist yang dapat dipahami dengan

pendidikan tasawuf. Pandangan mengenai cinta kepada Allah

12 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989),

hlm. 673.

Page 8: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

24

berdasarkan kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung antara

manusia dengan Tuhannya.

Kesadaran dan komunikasi langsung dengan Tuhannya berakar

pada ajaran Islam, yakni al-Ihsan,13 sebagaimana yang disebutkan

dalam riwayat Muslim yang menjelaskan dialog Nabi SAW dengan

Jibril AS, mengenai sendi-sendi Islam:

رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم يوما بارز للناس عن اىب هريرة قال كانرجل فقال يارسول هللا مااالميان قال ان تؤمن باهللا ومالئكته وكتابه فأتاه

قال يارسول مااإلسالم أن تعبد اهللا . ولقائه ورسله وتؤمن بالبعث األخرفروضة وتصوم والتشرك به شيئا وتقيم الصالة املكتوبة وتؤدى الزكاة امل

قال يارسول هللا مااإلحسان قال أن تعبد اهللا كأن تراه فإنك ان . رمضان .14)رواه مسلم(. التراه فإنه يراك

Artinya: “Abu Hurairah berkata bahwa pada suatu hari ketika Rasulullah SAW berada ditengah-tengah sahabat, datanglah seorang laki-laki, lalu bertanya: ‘wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan iman?’ Nabi menjawab: ‘Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, berjumpa dengan-Nya, rasul-rasul-Nya, dan engkau beriman kepada hari kebangkitan.’ Lalu dia bertanya lagi: ‘Apakah Islam itu?’ Nabi menjawab: ‘Hendaknya engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, mendirikan shalat yang difardukan, menunaikan zakat yang difardukan, dan berpuasa di bulan Ramadhan’ kemudian dia bertanya lagi: ‘apakah ihsan itu?’ Nabi menjawab: ‘Hendaknya engkau menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, maka jika engkau tidak bisa melihat-Nya, ketahuilah bahwa sesungguhnya Dia melihatmu…”

Hadist diatas merupakan landasan dasar bagi para pengamal

ajaran tasawuf (orang sufi), sehingga dapatlah sekiranya menjadi

pendorong untuk meningkatkan dan mendekatkan diri kepada Allah.

Selanjutnya banyak hadist fi’liyah yang menggambarkan

kesederhanaan Nabi Muhammad SAW, yang bisa ditafsirkan sebagai

13 Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 12. 14 Imam Muslim, Muslim Sakhih Muslim,jilid I Isa Babi al-Halabi, (Mesir,tt), hlm. 23.

Page 9: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

25

kehidupan tasawufnya, menurut ‘Aisyah, Rosulullah SAW pernah tak

merasa kenyang dari makan roti selama empat bulan. Pada hadist yang

lain dia menceritakan bahwa beliau dan keluarganya tidak pernah

kenyang dipagi dan sore hari dari roti gandum selama tiga hari

berturut-turut sampai menghadap kehadirat Allah SWT.15 Nabi

Muhammad banyak memberi gambaran tentang kehidupan dunia.

Kehidupan dunia digambarkan bagai penjara bagi orang mukmin dan

surga bagi orang kafir. Karena kehidupan mereka selalu dibatasi dan

tidak boleh hidup semena-mena, dan sebaliknya bagaikan surga bagi

orang kafir yaitu tempat yang menyenangkan, bisa hidup seenaknya

tanpa ada batasan yang mengikatnya.

Perilaku demikian itu adalah untuk memberi contoh kepada

umat manusia untuk menunjukkan kekuatan hidup (kekuatan internal)

yang tidak tergantung kepada masalah-masalah materi dan kekuasaan.

Dan disatu sisi menunjukkan kemurahan Muhammad SAW dan untuk

menumbuhkan solidaritas sesama manusia.

Pokok-pokok atas dasar yang ditanamkan Nabi SAW ialah apa

yang dikemukakan oleh ‘Ali ra. Atas jawaban yang diberikan oleh

Nabi ketika dia menanyakan tentang sunnahnya. Sebagaimana yang

terdapat dalam sebuah hadist yang dikutip oleh Amin Syukur yang

artinya:

“Ma’rifat adalah modalku, akal adalah asal agamaku, cinta adalah pondasiku, rindu adalah kendaraanku, dzkir kepada Allah adalah kesukaanku, kepercayaan adalah perbendaharaanku, susah adalah temanku, ilmu adalah pedangku, kesabaran adalah selendangku, ridha adalah harta rampasanku, kefakiran adalah kebanggaanku, zuhud adalah pekerjaanku, keyakinan adalah kekuatanku, kejujuran adalah penolongku, ketaatan adalah kecukupanku, jihad adalah kepribadianku, dan ketenangan pada waktu menjalankan sholat”.16

Kehidupan Nabi Muhammad SAW yang melambangkan

dengan kesederhanaan baik perabot rumah tangga, pakaian dan

15 Amin Syukur, Menggugat Tasawuf, op cit, hlm , hlm. 25-29. 16 Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern, op cit, hlm. 23.

Page 10: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

26

makanan. Beliau tidak memikirkan kemegahan dan kemewahan,

sementara beliau sangat mampu untuk berbuat sebaliknya. Mengingat

kekayaan dan finansial seluruh umat Islam berada dalam kekuasaanya,

dan sangat memungkinkan beliau mempergunakan sekehendaknya.

Namun beliau hidup sederhana, bagai kehidupan orang yang fakir dan

miskin.

Semboyan Nabi Muhammad SAW seperti yang dikutip oleh

Amin Syukur adalah “kami adalah kaum yang tidak makan kecuali

apabila lapar, dan apabila makan tidak kenyang”, adalah

menunjukkan kesederhanaan dan sikap tidak memperdulikan

keberadaan materinya.17 Kesederhanaan Nabi Muhammad SAW

menampilkan diri sebagai seorang yang sangat terbatas kehidupannya,

sering menderita lapar. Dan jika mempunyai harta selalu diinfakkan

kejalan Allah SWT.

b. Tujuan Tasawuf

Berdasarkan uraian diatas maka tidak ada alasan untuk ragu

menerima ajaran tasawuf atau menolaknya. Bahkan boleh dikatakan

bahwa tasawuf itulah sebenarnya inti ajaran Islam.18 Disini tasawuf

sepenuhnya adalah disiplin ilmu yang berdasarkan ajaran Islam

bertujuan untuk membentuk watak dan pribadi muslim menempuh

insan kamil, dengan cara mengharuskan mereka melaksanakan

sejumlah peraturan, tugas dan kewajiban serta keharusan lain. Dengan

demikian dapatlah sekiranya dikatakan bahwa proses pembentukan

insan kamil atau menjadi pribadi muslim yang menyadari sepenuhnya

kedudukan dirinya dihadapan Allah SWT adalah merupakan tujuan

utama dari tasawuf.

Selain itu ditarik dari beberapa uraian pengertian tasawuf

diatas, maka dapat dijelaskan bahwa tujuan tasawuf adalah berusaha

17 Ibid, hlm. 18. 18 H. Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), Hlm.

189.

Page 11: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

27

untuk melepaskan diri dari hawa nafsu dan keinginan yang dianggap

menyimpang dari ajaran-ajaran agama dan berusaha untuk menyadari

kehadiran-Nya.

Harun Nasution mengatakan dalam Islam Rasional bahwa

tujuan seorang sufi adalah mendekatkan diri sedekat mungkin dengan

Tuhan sampai ia dapat melihat Tuhan dengan mata hatinya bahkan

bersatu dengan ruh Tuhan. Karena Tuhan adalah Maha Suci, Ia tidak

dapat didekati kecuali oleh diri yang suci. Melalui sholat puasa dan

ibadah-ibadah yang lain, seorang sufi melatih diri untuk menjadi

bersih. Maka langkah pertama yang dilakukan oleh calon seorang sufi

adalah membersihkan diri dari segala dosa dengan memperbanyak

bertaubat.19

Sehingga dengan demikian, pendidikan tasawuf bertujuan

memberikan pengajaran kepada kita untuk mati dalam diri kita dan

hidup abadi dalam kehidupan untuk-Nya, membentuk akhlak yang

mulia dengan memahami sepenuhnya atas kedudukan seorang hamba

dihadapan Tuhan agar hidup bahagia di dunia dan di akhirat atau

menuju kebahagiaan yang abadi. Selain itu pendidikan tasawuf

bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus dengan Tuhan.

Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran

bahwa manusia sedang berada dikehadirat Tuhan. Kesadaran tersebut

akan menuju kontak komunikasi dan dialog anatara Tuhan dengan

makhluk-Nya.

3. Pembagian Tasawuf

Secara keseluruhan tasawuf dikelompokkan menjadi tiga bagian

yaitu: akhlaki, amali dan falsafi. Tasawuf akhlaki ialah tasawuf yang

menitik beratkan pada pembinaan akhlak al-Karimah.20 Akhlak adalah

keadaan yang tertanam dalam jiwa yang menumbuhkan perbuatan,

19 Harun Nasution, Islam Rasional, (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 59. 20 Amin Syukur dan Fatimah Usman, Insan Kamil, Paket Pelatihan Seni Menata Hati

(SMH) LEMBKOTA, (Semarang: CV. Bima Sejati, 2006), cet.II, hlm. 5.

Page 12: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

28

dilakukan dengan mudah, tanpa dipikir dan direnungkan lebih dahulu.

Dengan demikian nampak adanya perbuatan itu didorong oleh jiwa ada

motivasi (niat) kuat dan tulus ikhlas, dilakukan dengan gampang, tanpa

dipikir dan direnungkan, sehingga perbuatan itu nampak otomatis.

Tasawuf akhlaki yang ajarannya membahas tentang kesempurnaan

dan kesucian jiwa yang diformulasikan pada sikap mental dan

pendisiplinan tingkah laku guna mencapai kebahagiaan yang optimal,

manusia harus lebih dahulu mengidentifikasikan dirinya yang didalam

ilmu tasawuf dikenali dengan takhalli (pengosongan diri dari sifat tercela)

tahalli (menghiasi diri dengan sifat terpuji) dan tajalli (terungkapnya Nur

Ghaib bagi hati yang bersih sehingga mampu menangkap cahaya

ketuhanan).21

Tasawuf amali yaitu tasawuf yang menitik beratkan kepada amalan

lahiriyah yang didorong oleh qolb (hati) dalam bentuk wirid, hizib dan

do’a. Selanjutnya tasawuf ini terkenal dengan sebutan tariqot (jalan

menuju Allah) yang selanjutnya menjelma menjadi organisasi ketasawufan

yang diikat dalam sebuah organisasi dan dilengkapi aturan-aturan yang

ketat dengan mengkaitkan diri kepada seorang guru (mursyid).22

Dalam perkembangan selanjutnya para pencari dan pengikut

semakin banyak dan terbentuklah komunitas yang sepaham dan dari

sinilah muncul pengetahuan serta amalan yang mereka lakukan. Dalam

tariqat ini mempunyai aturan, prinsip dan sistem yang khusus yang

semuanya itu ditempuh untuk mencapai tujuan sedekat mungkin dengan

Tuhan.

Selanjutnya tasawuf falsafi, yakni tasawuf yang dipadukan dengan

filsafat. Dari cara memperoleh ilmu dengan menggunakan rasa, sedangkan

menguraikannya dengan menggunakan rasio. Ia tidak bisa dikatakan

21 Amin Syukur dan Masyharuddin, Intelektualisme Tasawuf, Study Intelektualisme

Tasawuf Al-Ghazali, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 45. 22 Amin Syukur dan Fatimah Usman, Insan Kamil, op cit, hlm. 5.

Page 13: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

29

tasawuf secara total dan tidak bisa pula disebut filsafat, tetapi perpaduan

antara keduanya yang selanjutnya disebut tasawuf falsafi. 23

Dalam upaya mengungkapkan pengalaman rohaniyahnya para sufi

falsafi sering menggunakan ungkapan-ungkapan yang samar-samar yang

dikenal dengan Syathahat, yaitu suatu ungkapan yang sulit dipahami. Hal

ini sering mengakibatkan kesalahpahaman pihak luar dan menimbulkan

perbedaan pendapat.

Ketiga macam tasawuf ini hanya sebatas dalam sistematika

keilmuan bukan tataran praktis. Semua proses bertasawuf akan melalui

tahapan takhalli dan tahalli secara simultan, sehingga tercapai tajalli,

tersikapnya tabir antara seorang hamba dengan Tuhan.

4. Istilah Ajaran dalam Tasawuf

a. Masa Nabi Muhammad SAW

Tasawuf merupakan mistik Islam atau dalam istilah orientalis

disebut sufisme, dan orang-orang yang mengamalkan kehidupan mistik

atau tasawuf disebut kaum sufi. Esensi tasawuf sebenarnya telah ada

sejak nabi Muhammad SAW, meskipun saat itu, istilah tasawuf belum

dikenal. Praktik hidup yang dekat dengan praktik tasawuf pada masa

itu adalah Zuhud, dan dianggap sebagai cikal bakal gerakan tasawuf.24

Sikap Zuhud ini menjadi sikap yang wajar, sederhana, integrativ,

inklusif dan aktif dalam berbagai kehidupan didunia, sebagaimana

dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.25

Nabi Muhammad adalah sosok manusia yang patut dicontoh,

karena beliau dinyatakan sebagai manusia yang berakhlak mulia.

Dengan demikian seluruh perilakunya selalu menjadi pelajaran bagi

umatnya dulu, kini, dan yang akan datang, baik dalam bidang agama,

politik, ekonomi, sosial dan budaya.

23 Ibid. 24 Amin Syukur, Menggugat Tasawuf, op cit, hlm 29. 25 Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern,op cit, hlm. Vi.

Page 14: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

30

Kesufian Nabi Muhammad merupakan pemberian (mukjizat)

dari Allah sehingga beliau adalah satu-satunya manusia sempurna

(insan kamil) dengan keistimewaan atas kemakshumannya sehingga

menjadi panutan seluruh alam.

Sebagai manusia biasa yang ingin meniru akhlak Rosulullah

SAW maka ajaran-ajaran yang ditempuh sebagaimana yang

dicontohkan oleh Rosulullah lewat akhlaknya atau yang harus

ditempuh sebagaimana dalam maqam untuk menuju seorang sufi.

b. Masa Khulafa’ al-Rasyidin

Pada Khulafaur rasyidin ra, sebutan atau istilah tasawuf tidak

pernah dikenal, istilah populer yang ada pada masa beliau ialah

sahabat sebagai panggilan kehormatan bagi pengikutnya. Mereka

adalah orang-orang yang terhindar dari sikap syirik dan pola

kehidupan jahiliyyah, selalu memandang dengan meresapi al-Qur’an.

Ketika nabi bersama para sahabatnya hijrah ke Madinah, maka ada

istilah baru muncul, yaitu Muhajirin dan Anshor.26

Istilah baru muncul pada masa khulafa’ al- Rasyidin ketiga

yakni qurra’ untuk para pengkaji al-Qur’an, kaum Tawwabin yang

merasa dirinya banyak berdosa sehingga selalu bertaubat kepada Allah

terutama setelah peristiwa pembunuhan Ali dan Husein, qash-shash

yaitu pendongeng, Nussak atau ahli ibadah, rabbaniyah yaitu ahli

ketuhanan dan membangkitkan kembali ajaran Islam setelah terjadi

kekacauan dan kemerosotan akhlak, dan merekalah yang menjadi

benih tasawuf paling awal.27 Dengan ketinggian akhlak dan moral

yang mereka bangun seperti sikap zuhud, taqwa, wira’i, mahabbah,

sebenarnya semua orang pada masa nabi Muhammad SAW tersebut

telah menjadi “Sufi”, baik nabi dan sahabatnya yang berakhlak tinggi,

berbudi mulia, sanggup menderita lapar dan haus, dan jika mereka

26 Fatimah Irma, (Ed), Sejarah Ilmu Tasawuf, (Yogyakarta: Lembaga Study Filsafat Islam, 1992), hlm.76.

27 Ibid, hlm. 29.

Page 15: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

31

mendapatkan kekayaan tidaklah lekat dihatinya sehingga tidak merasa

sedih dengan hartanya akan habis.28

Kehidupan dan ucapan para sahabat adalah sumber yang dapat

dipetik sebagai landasan kehidupan seorang sufi, yakni sikap

kehidupan yang sederhana dan penuh qanaah. Mereka adalah penerus

yang mengikuti jejak Rosulullah SAW.

c. Masa Pemerintahan Bani Umayyah (42 - 132 H / 11 - 750 M)

Pada masa ini lahirlah seorang zahid pertama dan termashur

dalam sejarah tasawuf. Hasan al-Basri dia lahir pada tahun 21 H/641

M di Madinah. Ayahnya bernama Yasar keturunan Persi beragama

Nashrani dan ibunya bernama Khairah. Hasan Basri dapat

menyaksikan peristiwa pemberontakan terhadap Usman bin affan dan

beberapa kajadian politis sesudahnya yang terjadi di Madinah. Yang

memporak-porandakan umat Islam tanpa diketahui secara pasti

motifnya, dia sekeluarga pindah ke Basrah.29

Beberapa pergolakan politik umat Islam pada masa awal itu

menjadi motif munculnya pemikiran dan gerakan zuhud. Pada mulanya

zuhud bermotifkan keagamaan semata kemudian kemasukan beberapa

unsur luar. Gerakan ini semakin intensif pada masa pemerintahan Bani

Umayyah.

Hasan al-Basri tampil dengan membawa ajaran khauf dan raja’

(mempertebal takut dan harap) kepada Tuhan. Dia selalu menangis

meratapi diri dan kaumnya. Kehidupannya dirundung kesusahan

sehingga badannya kurus, sakit dan merana dalam kehidupannya.

Selain itu tampil pula guru-guru yang lain, yang dinamakan qari’

mengadakan gerakan pembaharuan hidup kerohanian dikalangan kaum

muslimin.

28 Hamka, Tasawuf Modern, (Jakarta: Parjinas, 1996) hlm.5. 29 Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern,op cit, hlm. 65.

Page 16: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

32

Pandangan Hasan al-Basri tentang dunia adalah rumah amal.

Barang siapa yang menggelutinya atas dasar senang dan cinta kepada-

Nya akan celaka dengannya dan Allah akan menghanyutkan baginya,

kemudian dunia menyerahkan kepada sesuatu yang tidak mampu

bersabar dan menanggung siksa.30

Perwujudan zuhud Hasan al-Basri ialah tidak mendekat kepada

para penguasa yang dzalim, terbukti ia keluar dari kantor Abu

Hubairah (Amir Irak). Beliau juga pernah berkirim surat kepada ‘Umar

ibn ‘Abd al-‘Aziz “Hati-hatilah terhadap dunia yang menipu dan

menggiurkan ini ia akan membunuh pemiliknya dengan angan-

angannya dan membunuh lawan bicaranya. Ia bagaikan pengantin

wanita yang menjadi perhatian semua pihak, semua pandangan tertuju

padanya. Padahal hakikatnya adalah pembunuh suaminya.

Berpalinglah dari pada dunia dan tinggalkanlah dia, karena didalamnya

sedikit yang menarik dan dapat dijadikan teman”.31

d. Masa Pemerintahan Bani Abasiyah (750 M)

Setelah Hasan al-Basri, pada akhir abad II Hijriyah muncul

seorang sufi wanita, Rabi’ah al-‘Adawiyah. Nama itu diberikan

ayahnya, Isma’il karena dia menempati urutan keempat dari anak-

anaknya. Ciri kezuhudannya adalah al-Mahabbah (cinta). Menurut

para sufi al-Mahabbah adalah suatu tingkatan tertinggi dalam tasawuf.

Karena mahabbah yang sejati itu tidak mengenal pamrih. Hal ini telah

dibuktikan Rabi’ah sendiri bahwa pengabdiannya kepada Tuhan bukan

karena takut neraka dan ingin surga-Nya. Akan tetapi semata-mata

cinta kepada-Nya. Bahkan dia pernah “menantang” Tuhan, jika

sekiranya ibadahnya karena takut neraka-Nya maka dia minta dibakar

didalamnya, dan sebaliknya apabila karena menginginkan surga-Nya

30 Ibid, hlm. 66-67. 31 Ibid.

Page 17: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

33

maka dia minta dijauhkan padanya.32 Tanpa rasa takut Rabi’ah

menggunakan kalimat cinta didalam ke’asyikan bersama Ilahi, selaras

dengan apa yang diajarkan al-Qur’an.33

Betapa cintanya kepada Tuhan, dia terseret kedalam

“fatalisme” yaitu ketika dia sakit tidak mau mendoa dan didoakan

karena semuanya ini adalah kehendak kekasihnya Tuhan. Cintanya

yang membara itu membawa dan menjadikan dia membujang selama-

lamanya. Alasannya dirinya adalah milik Tuhan, barang siapa yang

menginginkan dirinya harus meminta izin kepada-Nya.

Rabi’ah menganggap dunia sebagai hijab (tabir penyakit)

antara dirinya dengan Tuhan. Dia mencintai-Nya dan mejauhi dunia

semata-mata karena ingin tersikapnya hijab itu, sehingga bisa

mencapai ma’rifat kepada-Nya. Dengan mengingat (dzikir kepada

Tuhan dan melupakan apa saja selain dia yang menjadi hijab itu).

Maka Rabi’ah bisa mencapai tingkatan tertinggi dalam tasawuf, yaitu

mahabbah dan ma’rifat kepada-Nya.

Tokoh lain yang muncul sosok zahid pada masa ini adalah

Ibrahim ibn Adham (777 M) yang mempunyai ciri khusus dalam

kezahidannya. Dia adalah seorang pemimpin (amir) anak raja yang lari

dari istana kemudian bertaubat dan uzlah serta hidup menyendiri dan

mencari makan dari karya tangannya sendiri.

e. Al-Ghozali

Al-Ghozali, seorang sufi yang lahir di Tus (khurashan) hidup

pada tahun (450-505 H/1058-1111 M). Sejak kecil sudah nampak

kecemerlangan dalam berfikir berkat kemampuan otak yang diasuh

oleh ulama’ kenamaan diantaranya Abu al-Ma’ali al-Juwaini (Imam al-

Haramain). Selama hidupnya dia menimba dan mendalami berbagai

ilmu keIslaman, namun ilmu-ilmu itu tidak memberikan ketenangan

32 Ibid, hlm 70-71. 33 Louis Massignon dan Mustafa Abdurraziq, Islam dan Tasawuf, (Yogyakarta: Fajar

Pustaka baru, 2001), hlm.116.

Page 18: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

34

jiwanya, kegelisahan jiwanya malah bertambah sehingga dia tertimpa

krisis psikis yang kronis, sebagaimana diuraikan dalam karyanya al-

Munqiz min al-Dzalal.34

Dalam sejarah hidupnya, kehausan terhadap segala

pengetahuan serta keinginannya untuk mencapai keyakinan dan

mencari hakikat kebenaran segala sesuatu. Pengalaman intelektual dan

spiritualnya berpindah-pindah dari ilmu kalam ke falsafah kemudian

ke bathiniyah dan akhirnya mendorong ke tasawuf.

Al-Ghazali adalah seorang pemikir yang produktif dalam

berkarya serta luas wawasannya. Dia menyusun banyak buku dan

risalah yang meliputi berbagai bidang seperti fiqh, ushul fiqh, ilmu

kalam, akhlak, logika, filsafat dan tasawuf.35

Al-Ghazali menyelami berbagai paham dan aliran yang ada

kemudian secara subjektif dia mencari solusi bagi krisis batin yang

diderita kemudian ia memilih jalan tasawuf.

Dalam karangan ini al-Ghazali telah berhasil membuat

rumusan-rumusan praktis yang menggambarkan tahapan perjalanan

dan perjuangan sufi, rumusan itu dinamakan sebagai ilmu mu’amalah

yang didefinisikan sebagai ilmu yang menuntut untuk diketahui dan

diamalkan, baik dalam kerangka hubungan vertikal maupun horizontal.

Selanjutnya dia mengatakan bahwa dimensi tasawuf adalah sebagai

ilmu mu’amalah karya Ihya ‘Ulum al-Din.36

Pada masa al-Ghazali ini, tasawuf cenderung mengadakan

pembaharuan yakni periode yang ditandai pemantapan dan

pengembalian tasawuf kelandasannya al-Qur’an dan al-Hadist. Karena

sebelumnya pada abad kelima ini tasawuf ditandai dengan kompetisi

dan pertarungan antara tasawuf semi falsafi dengan tasawuf sunni.

Kemenangan tasawuf sunni dipelopori oleh aliran teologi Ahl Sunnah

34 Ibid, hlm. 79. 35 Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, Suatu Pengantar

tentang Tasawuf, alih bahasa Ahmad Rofi’ ‘Ustmani (Bandung: Pustaka, 1997) cet II, hlm. 153. 36 Amin Syukur dan Masyharuddin, Intelektualisme Tasawuf, op cit, hlm. 153-154.

Page 19: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

35

wa al-Jama’ah oleh Abu Hasan al-Asy’ary yang mengkritik terhadap

teori Abu Yazid al-Bustami dan al-Hallaj yang tertuang dalam

syatahiyatnya yang nampak bertentangan dengan kaidah dan akidah

Islam dan selanjutnya benih tasawuf ini tumbuh dan berkembang

dikalangan umat Islam sebagai sebuah gerakan yang massif.

5. Pokok-pokok Ajaran Tasawuf

Dimensi rohani dalam kehidupan manusia sangat berpengaruh

dalam proses pembentukan Akhlak al-Karimah seorang muslim.

Kesalehan amaliahnya dinilai oleh Allah dari substansi suci dibalik nilai

ubudiyah seseorang.

Para sufi umumnya menyimbolkan pengembaraan spiritual mereka

sebagai suatu perjalanan. Mereka melangkah maju dari satu tingkat ke

tingkat di atasnya. Tingkatan kejiwaan ini yang lazim biasanya disebut

“maqamat” atau stations atau at ages.37 Sedangkan tujuan akhirnya

adalah mencapai pengahayatan fana’ fillah, yaitu kesadaran leburnya diri

mereka dalam samudra Ilahi.38

Untuk berada dekat dengan Tuhan, seorang sufi harus menempuh

jalan jenjang yang berisi stasion-stasion yang disebut maqamat. 39 Maqam

37Dalam buku dan literatur sufi tidak selamanya memberikan angka-angka yang sama

tentang stasion-stasion tersebut. Abu Bakar Muhammad al-Kalabadzi, merinci stasion-stasion yang harus dilalui oleh para sufi adalah sebagai berikut: taubat, zuhud, sabar, kefakiran, kerendahan hati, taqwa, tawakkal, kerelaan, cinta, dan ma’rifat. Sementara al-Ghozali dalam Ihya’ Ulum al-Din merincinya menjadi: taubat, sabar, kefakiran, zuhud, tawakkal, cinta, ma’rifat, dan ridho. Sedangkan al-Qusyairi dalam Risalahnya merincinya menjadi: taubat, wara’i, zuhud, tawakal, sabar dan ridha. Diatas stasion-stasion tersebut ada lagi: cinta, ma’rifat fana’, baqa’ dan persatuan (ittihad). Sementara itu, persatuan dapat mengambil bentuk al-hullul atau wahdat al-Wujud. Di samping ada istilah maqam di atas juga masih ada istilah pula ahwal. Amin Syukur, Menggugat Tasawuf …, Op.Cit, hlm. 49.

38Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya Dalam Islam, (Jakarta: Rajawali Press,1996), hlm. 40.

39 Maqom adalah bentuk jamaknya Maqomat berarti tempat atau kedudukan (station). Dalam sufi terminology: The Mistical Language of Islam, maqom diterjemahkan sebagai kedudukan spiritual, karena sebuah maqom diperoleh melalui daya upaya (mujahadah) dan ketulusan dalam menempuh perjalanan spiritual. Namun sesungguhnya perolehan tersebut tidak lepas dari karunia yang diberikan oleh Allah SWT. Lihat Amatullah Amstrong Khasanah Istilah Sufi: Kunci Memahami Dunia Tasawuf. Trj. MS. Nasrullah dan Ahmad Baiquni (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 175.

Page 20: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

36

adalah sejenis adab yang didapatkan seorang hamba dalam rangka

meningkat rohaninya, yang harus dicapai dengan ikhtiar dan bekerja

keras.40 Tujuh maqam secara berurutan, maqam-maqam itu sebenarnya

sudah sering disebut dalam kitab-kitab lainnya yaitu: taubat, wara’, zuhud,

faqr, sabar, tawakal, dan maqam ridho.

Di samping maqam, untuk mendekatkan diri kepada Allah,

seorang sufi juga mengenal istilah hal (Ahwal) adalah jamak dari hal yang

berarti keadaan atau situasi kejiwaan (state). Secara terminologi ahwal

berarti keadaan spiritual yang menguasai hati. Hal masuk dalam hati

seseorang sebagai anugerah yang diberikan oleh Allah.

Sebagaimana tujuan kesufian adalah ingin mendapatkan

penghayatan ma’rifat kepada Allah. Ma’rifat di sini bukan tangkapan rasio

atau tangkapan indra akan tetapi pengalaman atau penghayatan kejiwaan.41

Yakni penghayatan yang dialami sewaktu dalam keadaan fana’. Dalam

ajaran tasawuf, ma’rifat merupakan salah satu dari bermacam ahwal yang

mereka alami.

Fana’ dan ma’arifat adalah Hal al-A’dham atau puncak

penghayatan shufiyah. Maka dalam menempuh perjalanan ruhani ini para

sufi mengalami perubahan perasaan dan pengalaman kejiwaan.

Pengalaman dan perasaan kejiwaan yang berubah dan dialami secara tiba-

tiba, tanpa ikhtiar inilah mereka namakan ahwal. Ahwal ini terjadi diluar

Pada sisi lain dunia tasawuf juga ada istilah hal atau jamaknya ahwal yang berarti

keadaan atau situasi kejiwaan (state). Hal merupakan keadaan atau karakter spiritual yang diberikan oleh Tuhan ketika seseorang melakukan perjalanan kerohanian melalui maqom tertentu. Hal masuk dalam hati seseorang merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah. Hal datang dan pergi dari diri seseorang yang tanpa usaha atau perjalanan tertentu, karena ia datang dan pergi secara tiba-tiba dan tidak disengaja. Maka pada dasarnya maqom adalah upaya (makasib), sedangkan hal adalah karunia (mawahib). Terlepas dari semua pengertian dan karakteristik tersebut, banyak kalangan yang menyatakan bahwa jika dipahami lebih mendalam, pada intinya hal tidak lebih merupakan kajian dari manifestasi tercapainya maqom sesuai dengan hasil usaha spiritual yang sungguh-sungguh dengan amalan-amalan yang baik dan penuh kepasrahan kepada Allah. Sebab meskipun hal merupakan kondisi yang bersifat karunia (mawahib), namun seseorang yang ingin memperolehnya harus tetap melalui upaya dengan memperbanyak ibadah. Bahkan lebih jauh lagi dapat dikatakan bahwa pada dasarnya ahwal dan maqomat adalah satu kesatuan. Adapun perbedaan yang ada hanya ada dalam wilayah teoritis semata.

40Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya… ,Op.Cit, hlm. 74. 41Ibid.,hlm. 73.

Page 21: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

37

usaha, maka mereka pandang sebagai hibah atau anugerah dari Allah.42

Jadi hal berbeda dengan maqam, karena maqam harus diusahakan.

Ahwal adalah penghayatan yang datang dalam hati (dialami dalam

jiwa) tanpa kesengajaan dari mereka dan tanpa diusahakan. Ahwal adalah

anugerah dari Allah, sedangkan maqamat merupakan jerih payah dari

hamba. Ahwal itu berubah-ubah sedangkan maqamat bersifat tetap.43

Kedatangan anugerah (penghayatan ahwal) setimpal dengan persiapan dan

kecemerlangan batin, setimpal pula dengan kadar kebersihan hatinya.

Jika dipahami hal atau ahwal pada dasarnya tidak lebih merupakan

bagian dari manifestasi tercapainya maqam sesuai dengan hasil usaha

spiritual yang sungguh-sungguh dengan amalan-amalan yang baik dan

dengan penuh kepasrahan kepada Allah. Jadi makin bersih hatinya, makin

cemerlang tingkat penghayatan mereka.

Dalam struktur ahwal diantaranya adalah: Muraqabah (kedekatan),

Mahabbah (cinta), Khauf (takut), Raja’ (harapan), Uns (suka cita),

Tuma’ninah (keteguhan/keteguhan hati), Musyahadah (kesaksian), Yaqin

(kepercayaan yang kuat), dan Ma’rifat (penghayatan).

Uraian di atas menunjukkan bahwa secara teoritis para ahli

tasawuf sepakat dengan konsep ahwal dan maqamat. Namun, dataran

interpretatif, para ahli tasawuf memiliki uraian tersendiri berdasarkan

pengalaman-pengalaman masing-masing. Karena pada dasarnya

pencapaian maqamat dan ahwal adalah merupakan pengalaman spiritual

yang bersifat pribadi, sehingga yang mengetahui secara pasti adalah sufi

yang mengalaminya secara langsung.

B. PENDIDIKAN AKHLAK

1. Pengertian Pendidikan Akhlak

Sebelum lebih jauh membahas tentang pendidikan akhlak akan

dikemukakan terlebih dahulu tentang pengertian pendidikan itu sendiri.

42Ibid.,hlm. 74. 43Ibid.

Page 22: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

38

Secara etimologi pendidikan atau paedagogi berasal dari bahasa Yunani

terdiri dari kata “pain” artinya anak dan “again” yang dimaknai

membimbing. Jadi paedagogi yaitu bimbingan yang diberikan kepada

anak.44

Secara etimologi, ada beberapa pandangan pengertian yang

dikemukakan para ahli misalnya oleh Jhon Dewey seperti yang dikutip

oleh M. Arifin, menyatakan bahwa pendidikan adalah sebagai suatu proses

membentuk kemampuan dasar yang fundamental baik menyangkut daya

fikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional) menuju kearah

tabi’at manusia dan manusia biasa.45

Menurut Ngalim Purwanto dalam bukunya ilmu pendidikan

(teoritis dan praktis) pendidikan adalah pimpinan yang diberikan dengan

sengaja yang diberikan kepada anak-anak dalam pertumbuhannya (jasmani

dan rohani) agar berguna bagi dirinya dan masyarakat.46 Hal senada yang

diungkapkan oleh Ahmad D Marimba bahwasannya pendidikan adalah

bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap

perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya

kepribadian yang utama.47

Sedangkan menurut Mustafa al-Ghulayini dalam kitab Idzatun

Nasy’in menuturkan :

التربية هي غرس االخالق الفاضلة يف نفوس الناشئني وسقيها مباء اإلرشاد والنصيحة حىت تصبح ملكة من ملكات النفس مث تكون مثرا الفضيلة اخلري

.48وحب العمل لنفع الوطىن “Pendidikan ialah penanaman akhlak yang mulia terhadap anak-anak dengan berbagai petunjuk dan nasehat sehingga tertanamlah karakteristik

44Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991) hlm. 69 45M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), cet. 4, hlm. 1. 46Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1992), hlm 11. 47 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung: al-Maarif, 1989), hlm. 19. 48 Mutafa Al-Ghulayini, Idzatun Nasy’in, (Bandung: Maktabah Raja Murah, 1913), hlm.

189.

Page 23: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

39

yang baik, kemudian buahnya yang berwujud keutamaan, kebaikan dan cinta bekerja untuk kemanfaatan tanah air”.

Mengenai pendidikan Khursyid Ahmad berpendapat:

“Education is a mental, physical, and moral training and is

objective is to produce highly cultured man and women fit to discharge

their duties as good human being and as worthy citizens of a state”.49

Menurutnya, pendidikan adalah latihan mental, fisik dan moral

yang bertujuan untuk menghasilkan manusia yang berbudaya tinggi untuk

melaksanakan tugas-tugas mereka sebagai makhluk hidup yang baik dan

sebagai warga negara yang berguna.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa pendidikan adalah usaha

yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk memberikan bimbingan

baik jasmani atau rohani, melalui penanaman nilai-nilai Islam, latihan

moral dan fisik sehingga menghasilkan perubahan kearah positif yang

nantinya diaktualisasikan dalam kehidupan, dengan kebiasaan bertingkah

laku, berfikir dan budi pekerti yang luhur menuju terbentuknya manusia

yang berakhlak mulia.

Setelah dijelaskan tentang pengertian pendidikan, selanjutnya akan

menguraikan sekilas tentang akhlak. Secara etimologi akhlak dapat

diartikan sebagai budi pekerti, watak dan tabi’at.50

Kata akhlak berasal dari bahasa arab “khuluq” yang jamaknya

Akhlaq. Artinya tingkah laku, perangai, tabiat, watak, moral, etika dan

budi pekerti. Kata akhlak ini lebih luas artinya dari pada moral atau etika

yang dipakai dalam bahasa Indonesia. Sebab akhlak meliputi segi-segi

kejiwaan dari tingkah laku lahiriyah dan batiniyah seseorang.51

Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menyebutkan pengertian

akhlak:

49 Khursyid Ahmad, Principles Of Islamic Education, (Lahore: Islamic Publication

Limited, 1990), Hlm.2. 50 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka, 1994), hlm. 15. 51 A. Zainuddin, Muhammad Jamhari, Al-Islam 2, Muamulah dan Akhlaq, (Bandung:

Pustaka Setia, 1999), cet. I, hlm. 73.

Page 24: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

40

فا خللق عبارة عن هيئة ىف النفس راسخة عنها تصدر األ فعال بسهولة ويسر ن كانت اهليئة حبيث تصدر عنها األفعال إفكر وروية فمن غري حاجة اىل

52 .اجلميلة عقال وسرعا مسيت تلك اهلدف خلقا حسنا

“Khuluq (perangai) ialah suatu sifat yang tetap pada jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak membutuhkan pikiran dan pertimbangan, maka apabila tingkah laku itu sekira nampak aktivitas-aktivitas yang baik, baik secara akal maupun syara’, maka tingkah lau tersebut disebut sebagai akhlak yang baik. ”.

Sejalan dengan al-Ghazali, Abudin Nata mengartikan akhlak

adalah perbuatan yang dilakukan dengan mendalam dengan tanpa

pemikiran, namun perbuatan tersebut telah mendarah daging dan melekat

pada jiwa sehingga saat melakukan perbuatan tidak dengan memerlukan

pertimbangan dan pemikiran.53

Keadaan ini dapat dimanfaatkan melalui kebiasaan dan pelatihan

yang permulaannya adalah pikiran dan kognisi, kemudian terus

berlangsung sehingga menjadi sifat-sifat akhlak.54

Maksud dari akhlak adalah suatu sikap atau kehendak manusia

disertai dengan niat yang tentram dalam jiwanya berdasarkan al-Qur’an

dan al-Hadist yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan atau

kebiasaan yang jelek maka disebut akhlak yang tercela.

Dalam menentukan baik buruknya akhlak, Islam telah meletakkan

dasar-dasar sebagai suatu pendidikan nilai, dimana ia tidak mendasarkan

konsep al-ma’ruf (yang baik) dan al-mungkar (yang jelek) semata-mata

pada rasio, nafsu, intuisi dan pengalamannya muncul lewat panca indra

yang selalu mengalami perubahan, tetapi Islam telah memberikan sumber

yang tetap, yang menentukan tingkah laku moralnya yang dinamis dan

universal, yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah. Dasar tersebut menyangkut

kehidupan perorangan, keluarga, tetangga sampai pada komunitas

52 Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, juz 3, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ulumiyah, tt) hlm 58. 53 Abudin Nata, Akhlaq Tasawuf, (Raja Grafindo Persada, 1997), hlm.5. 54 Muhammad Ustman Najati, Jiwa dalam Pandangan para Philosopy Muslim,

(Bandung: Putaka Hidayah, 2002), hlm 90.

Page 25: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

41

bangsa.55 Karena meskipun penilaian akhlak hanya pada tindakan dan

amal perbuatan manusia, namun tindakan dan perilaku seseorang pada

dasarnya muncul atas dorongan batiniyah yang sering juga didorong oleh

tekanan-tekanan lingkungan.56

Dari pengertian pendidikan dan akhlak diatas, maka dapat

dipahami bahwa pendidikan akhlak adalah sebuah proses transformasi dan

internalisasi nilai-nilai (ajaran) agama Islam yang dijadikan sebagai

pedoman dasar dalam bertindak atau tingkah laku yang harus dimiliki atau

dibiasakan oleh setiap manusia dalam kehidupan sehari-hari.

2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Akhlak

a. Dasar Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak merupakan bagian besar dari isi pendidikan

Islam. Posisi ini dapat terlihat dari kedudukan al-Qur’an sebagai

referensi paling penting tentang akhlak bagi kaum muslimin baik

individu, keluarga maupun masyarakat. Akhlak merupakan buah Islam

yang bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan serta membuat hidup

dan kehidupan menjadi baik. Akhlak yang merupakan alat sebagai

kontrol psikis dan sosial bagi individu dan masyarakat, tanpa akhlak

manusia tidak akan berbeda dari kumpulan binatang. Untuk itu,

pendidikan akhlak mempunyai dasar-dasar yang jelas dan dapat

dijadikan sebagai pedoman.

Pendidikan akhlak merupakan sarana terpenting untuk

membentuk kepribadian manusia dalam kehidupan. Pendewaan-

pendewaan terhadap harta, pangkat, kemasyhuran, kekuasaan dan

keduniaan lainnya menyebabkan manusia jatuh dan terjebak dalam

jurang kehancurannya yang tercermin dari buruknya akhlak pada

umumnya.

55 Sahal Mahfudz, Nuansa Fiqh Sosial, (Yogyakarta, LKiS bekerja sama dengan Pustaka

Pelajar, 1994) hlm. 180-181. 56 Ibid, hlm. 177.

Page 26: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

42

Dalam pelaksanaan pendidikan akhlak di Indonesia mempunyai

dasar yang dapat ditinjau dari beberapa aspek berikut:

1. Dasar Yuridis atau Hukum

Dasar pendidikan ini berupa dasar yang bersifat operasional

yaitu dasar yang secara langsung mengatur tentang pelaksanaan

pendidikan termasuk pendidikan akhlak adalah Undang-Undang

Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Bab II pasal 3.

Dinyatakan bahwa:

“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, beriman, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.57

Dari kutipan diatas jelas bahwa, pendidikan akhlak sudah

masuk dalam tujuan pendidikan nasional.

2. Dasar Religius atau Agama

Dasar hukum akhlak adalah al-Qur’an dan al-Hadist yang

merupakan dasar pokok ajaran Islam. Al-Qur’an mengajarkan

umatnya untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan yang buruk,

ukuran baik dan buruk ini ditentukan oleh al-Qur’an, sedangkan

Al-Qur’an adalah firman Allah yang kebenarannya mutlak untuk

diyakini.58

Allah berfirman dalam surat al-Ma’idah ayat 15-16:

بنيم ابكتو ورالله ن ناءكم مج قد. هانورض عبن اتم دي به اللههي السالم ويخرجهم من الظلمات إلى النور بإذنه ويهديهم إلى سبل

.)16- 15: املائده( صراط مستقيم

57 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, UU RI, No. 22 tahun. 2003, (Bandung:

Citra Umbara, 2003), hlm. 7 58 A. Zainuddin, Muhammad Jamhari, op cit, hlm 74

Page 27: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

43

“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan al-Kitab (Al-Qur’an) yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah memimpin orang yang mengikuti kehadiran-Nya kejalan keselamatan dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang dengan izin-Nya, dan menunjuki mereka kejalan yang lurus”. (QS. al-Ma’idah).59

Sesungguhnya orang yang menganut pada apa yang

diridhai Allah dengan cara beriman pada al-Qur’an, akan mendapat

petunjuk dari-Nya kepada jalan yang menyelamatkannya di dunia

dan akhirat. Al-Qur’an menunjuikkan jalan yang mengantarkan

kepada tujuan dan cinta agama yang sebenarnya.60

Sebagai pedoman kedua sesudah al-Qur’an adalah al-Hadist

Rosulullah SAW (sunnah rosul). Sunnah adalah ucapan, perbuatan,

dan penetapan nabi Muhammad SAW. Hadist nabi yang dipandang

sebagai lampiran penjelasan dari al-Qur’an terutama dalam

masalah-masalah yang dalam al-Qur’an tersirat pokok-pokoknya

saja. Oleh karena itu nabi yang merupakan cermin akhlak yang

harus diteladani dan harus diikuti. Sabda Rosulullah SAW:

حدثنا عبد الوارث عن أىب : قال, بن فروخ وأبو الربيع حدثنا شيبانأحسن الناس ) ص(كان رسول هللا : التياح عن أنس بن مالك قال

61 .)رواه مسلم. (خلقا

“Bercerita kepada kami Syaiban bin Farruh dan Abu Rabbi berkata keduanya, bercerita kepada kami Abdul Warist dari Abi Tayyah dari Anas bin Malik ra berkata: Sesungguhnya akhlak Rosulullah adalah sebaik-baik akhlak manusia”. (HR. Muslim).

Setelah dipahami bahwa al-Qur’an dan Sunnah Rosul

adalah pedoman hidup yang menjadi azas bagi setiap muslim,

maka menjadi teranglah, karena keduanya merupakan sumber

59 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, op cit, hlm. 161 60 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, (Tafsir al-Maraghi), trj, Bahrun Abu Bakar, (Semarang:

Toha Putra: 1987), cet. I, Hlm. 143. 61 Imam Muslim, Shahih Muslim Juz 4, (Beirut, Dar Ihya al Tarashil al Araby, tt) hlm.

1805.

Page 28: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

44

moral dalam Islam. Firman Allah dan Sunnah nabi adalah ajaran

yang paling mulia dari segala ajaran manapun dari hasil renungan

dan ciptaan manusia, sehingga telah menjadi suatu keyakinan

(aqidah) Islam, bahwa akal dan naluri manusia harus tunduk dan

mengikuti petunjuk dan pengarahan dari al-Qur’an dan Hadist

nabi. Dari kedua pedoman itulah manusia dapat mengetahui

kriteria mana perbuatan yang baik dan yang buruk, yang halal dan

yang haram sehingga manusia mempunyai akhlak yang mulia

(akhlaqul karimah).

b. Tujuan Pendidikan Akhlak

Tujuan adalah suasana ideal yang ingin diwujudkan dalam

tujuan pendidikan, suasana ideal itu tampak pada tujuan akhir (ultimate

aims of education) yaitu pembentukan pribadi khalifah bagi anak didik

yang memiliki fitrah, roh disamping badan, kemauan yang bebas dan

akal.62 Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada

hakikatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang

terbentuk dalam pribadi manusia yang diinginkan.63

Tujuan pendidikan akhlak tidak jauh dari pendidikan Islam itu

sendiri, karena pendidikan budi pekerti (akhlak) adalah jiwa dari

pendidikan Islam.64 Hal senada diungkapkan oleh Muhammad al-

Thoumy al-Syaibany, bahwa: Ia (pendidikan Islam) memberikan

perhatian besar pada nilai-nilai rohaniah dan akhlak serta berusaha

menundukkan semua nilai-nilai yang lain kepadanya (rohaniah).

Dengan itu, agama dan akhlak menjadi bingkai umum bagi masyarakat

62 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisis Psikologi, Filsafat dan

Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1986), hlm. 67. 63 M. Arifin, Filsafat …Op Cit hlm. 119. 64 Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media,

1992) hlm. 75.

Page 29: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

45

Islam. Sedangkan tujuan pendidikan akhlak merupakan tujuan pertama

dan tertinggi bagi pendidikan Islam.65

Menurut Muhammad Yunus, tujuan pendidikan akhlak adalah

membentuk putra-putri yang berakhlak mulia, berbudi luhur, bercita-

cita tinggi, berkemauan keras, beradab sopan santun, baik tingkah

lakunya, manis tutur bahasanya dan jujur dalam segala perbuatannya

serta suci murni hatinya.66

Menurut Imam Ghazali tujuan pendidikan yang dirumuskan

meliputi:67

1) Aspek keilmuan yang mengutarakan manusia agar senang berfikir,

menggalakkan penelitian dan mengembangkan ilmu pengetahuan,

serta menjadi manusia yang cerdas dan terampil.

2) Aspek kerohanian yang mengantarkan manusia agar berakhlak

mulia, berbudi pekerti luhur dan berpribadi yang kuat.

3) Aspek ketuhanan yang mengantarkan manusia beragama agar

dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Dari berbagai pendapat diatas dapat dipahami bahwa tujuan

pendidikan akhlak untuk mencapai suatu keyakinan yang didasari atas

tingkah laku yang terpuji dan mulia sesuai dengan ajaran Islam agar

terwujud hubungan yang baik antara manusia dengan Tuhannya dan

manusia dengan sesama makhluk.

Semua itu pada dasarnya akan bermuara pada hidup didunia

dan akhirat melalui tingkah laku yang baik dalam menghadapi

problema kehidupan, serta menjalin hubungan yang harmonis dengan

Tuhan (hablum minallah) dan sesama manusia (hablum minannas)

serta makhluk lain.

65 Omar Muhammad al-Thounny al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta:

Bulan Bintang, 1997) hlm. 405. 66 Muhammad Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: Huda Karya

Agung, 1990), hlm. 22. 67 Zainuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),

hlm 48-49.

Page 30: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

46

3. Metode Pendidikan Akhlak

Metode adalah suatu cara, jalan atau langkah yang digunakan atau

tempuh untuk menyampaikan pendidikan yang berkaitan dengan hal-hal

yang bersifat normatif kepada anak didiknya. Berkaitan dengan metode

pendidikan, ada beberapa cara atau metode yang bisa ditempuh,

diantaranya adalah:

a. Metode Nasehat atau Keteladanan (Uswatun Hasanah)

Nasehat yang dimaksud adalah suatu peringatan untuk

menghindari perbuatan yang dilarang oleh Allah, serta diperintahkan

untuk mengerjakan perbuatan yang baik. Hal ini dilakukan dengan cara

yang dapat menyentuh hati orang yang dinasihati. Namun metode ini

tidak bermanfaat jika tidak dibarengi dengan teladan yang baik dari

pemberi atau penyampai nasehat.

Pendidikan keteladanan berarti pendidikan dengan memberikan

watak, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berfikir dan sebagainya.

Banyak ahli pendidikan yang berpendapat bahwa dalam pendidikan

dengan keteladanan merupakan metode yang paling berhasil guna. Hal

ini karena dalam belajar orang pada umumnya lebih mudah

menangkap yang konkrit ketimbang yang abstrak.68 Secara naluri

manusia cenderung melakukan imitasi terhadap pola tingkah laku

orang-orang disekitarnya.

Keteladanan ini merupakan salah satu media yang besar

pengaruhnya kepada jiwa peserta didik, karena secara langsung ia

dapat mendengar dan melihatnya yang secara tidak sadar hal itu telah

diinternalisasikan dalam dirinya.

Dalam metode peneladanan ini ada dua macam cara yaitu:

sengaja dan tidak sengaja. Keteladanan yang tidak sengaja adalah

keteladanan dalam keilmuwan, kepemimpinan, sifat keikhlasan.

68 Heri Noer Ali. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), cet. 2 hlm.

178.

Page 31: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

47

Sedangkan keteladanan yang disengaja adalah memberikan contoh

membaca yang baik dan melakukan sholat yang benar.69

b. Metode Pembiasaan

Pembiasaan merupakan proses pemahaman kebiasaan. Yang

dimaksud kebiasaan (Habit) ialah cara-cara yang bertindak yang

Persistent Uniform, hampir-hampir otomatis (hampir-hampir tidak

disadari oleh perilakunya).70 Perbuatan kebiasaan ini menurut

Whetherington melalui dua cara: Pertama dengan cara pengulangan

dan Kedua dengan disengaja dan direncanakan.71 Membentuk adab

kebiasaan segala perbuatan baik atau buruk menjadi suatu kebiasaan

karena faktor “kesukaran hati kepada suatu pekerjaan dan menerima

kesukaran itu dengan melahirkan suatu perbuatan dan dengan diulang-

ulang secukupnya”.72

Disamping itu pembiasaan juga harus memproyeksikan

terbentuknya mental dan akhlak yang lemah lembut untuk mencapai

nilai-nilai akhlak. Pendidikan lewat pembiasaan tidak hanya

mempunyai permasalahan yang sesederhana itu. Menurut konsep

pendidikan yang ideal, pembiasaan yang diiringi oleh pengetahuan

yang cukup adalah kesalahan yang sangat fatal.73

Adapun tujuan pembiasaan ini adalah menanamkan kecakapan-

kecakapan berbuat dan mengucapkan sesuatu, agar cara-cara yang

tepat dapat dikuasai oleh si terdidik. Harus diingat, bahwa penentuan

kepribadian tidak hanya berhenti sampai disini, kalau berhenti sampai

disini mendidik manusia sama saja dengan mengajar binatang untuk

main disirkus. Bagi pendidikan manusia pembiasaan itu, mempunyai

aplikasi yang lebih mendalam dari pada sekedar penanaman cara-cara

69 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung, Remaja Rosda

Karya, 1991), hlm. 143. 70 Ibid, hlm. 104. 71 Jalaludin, Psikologi Agama,( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000) cet.2 hlm. 206. 72 Ahmad Anin, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 21. 73 Miqdad Yaljan, Kecerdasan Moral: Aspek Pendidikan yang Terlupakan, (Yogyakarta:

Talenta, 2003) Cet 1 hlm. 29.

Page 32: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

48

berbuat dan mengucapkan (melafadzkan). Pembiasaan ini harus

merupakan persiapan untuk pendidikan selanjutnya. Dan pendidikan

tidak usah berpegang teguh pada garis pembagian yang kaku. Dimana

mungkin, berilah penjelasan-penjelasan sekedar makna gerakan-

gerakan, perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan itu dengan

memperhatikan taraf pematangan si terdidik.74

c. Metode Kisah atau Cerita

Salah satu metode yang digunakan al-Qur’an untuk

mengarahkan manusia kearah yang dikehendakinya adalah

menggunakan “Kisah”, setiap kisah menunjang materi yang disajikan,

baik kisah tersebut benar-benar terjadi maupun kisah simbolik.75

Cerita merupakan salah satu sarana yang dipergunakan al-

Qur’an untuk membangkitkan dorongan dalam belajar. Ini dikarenakan

melalui kisah atau cerita membangkitkan rasa ingin tahu dan

memusatkan perhatian para pendengarnya untuk mengikuti berbagai

peristiwa yang dituturkan didalamnya. Melalui cerita-cerita didalam al-

Qur’an berusaha menanamkan tujuan keagamaan yang berkenaan

dengan aqidah, suri tauladan atau hukum yang hendak diajarkan

kepada manusia.

Diantara keindahan artistik yang mewarnai kisah-kisah itu

begitu mudah menanamkan tujuan-tujuan keagamaan dalam jiwa dan

begitu dalam berpengaruhnya atas jiwa manusia.76

Mengenai metode kisah ini telah disebutkan dalam al-Qur’an

dalam Surat Yusuf ayat 111, yaitu:

)111:يوسف( ولي األلباب أل لقد كان في قصصهم عبرة

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran dengan orang-orang yang mempunyai akal”. (QS. Yusuf: 111).77

74 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat … op cit, hlm.11. 75 Muhammad Quraisy Syihab, membumukan Al-Qur’an, (Bandung, Mizan, 1993), hlm.

175. 76 Ustman Najati, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, (Bandung: Pustaka, 2000), Cet.3, hlm.190. 77 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, op cit hlm. 366.

Page 33: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

49

Qashsha al-khabara berarti menyampaikan berita dalam

bentuk yang sebenarnya. Kata ini diambil dari perkataan qashsha al-

atsara wa iqtashshahu yang berarti menuturkan cerita secara lengkap

dan benar-benar mengetahuinya.78 Dalam hal ini kisah yang

ditampilkan mengandung nilai-nilai edukatif dan memuat unsur

keteladanan, sehingga mampu menggugah dan mendorong seseorang

untuk meyakini dan mencontoh pelaksanaannya.

4. Materi Pendidikan Akhlak

Menurut Quraisy Syihab dalam agama Islam, etika (moral) dan

akhlak tidak dapat disamakan karena secara umum etika hanya dibatasi

pada sopan santun antar sesama manusia serta hanya berkaitan tingkah

laku lahiriyah, sedangkan akhlak mempunyai makna yang lebih luas

disamping tingkah laku lahiriyah juga mencakup sikap bathin maupun

fikiran.79

Namun apabila moral (etika) dipahami sebagai budi pekerti yang

mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya serta dengan

makhluk lain yang berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah maka disamakan

dengan akhlak diniyah. Akhlak diniyah (agama) mencakup berbagai

aspek, dinilai dari akhlak terhadap Allah hingga kepada sesama

makhluk.80 Karena sesungguhnya manusia mempunyai kewajiban-

kewajiban. Kewajiban manusia didunia ini adalah untuk beribadah kepada

Allah SWT, manusia harus berakhlak dengan baik terhadap lingkungan

sekitarnya, dan disamping itu juga mempunyai kewajiban yang lain yaitu

kewajiban kepada diri sendiri dan kepada sesama manusia.81

78 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, (Tafsir al-Maraghi), trj, Bahrun Abu Bakar, (Semarang:

CV.Toha Putra: 1993), Hlm. 95. 79 Muhammad Quraisy Syihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I atas berbagai

Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 2000) hlm. 261. 80 Ibid. 81 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan… op cit, hlm. 174.

Page 34: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

50

Berdasarkan sifatnya, akhlak dibagi menjadi dua bagian yaitu:

a. Akhlak Mahmudah (akhlak terpuji) atau akhlak karimah (akhlak yang

mulia). Yang termasuk akhlak terpuji adalah ridha kepada Allah, cinta

dan iman kepada-Nya, beriman kepada malaikat, rosul, kitab, hari

kiamat, taqdir, taat beribadah, selalu menepati janji, melaksakan

amanah, berlaku sopan, dan segala perbuatan yang baik menurut

ukuran atau pandangan Islam.

b. Akhlak Madzmumah (akhlak tercela) atau akhlak sayyiah (akhlak yang

jelek). Adapun yang termasuk akhlak madzmumah adalah kufur,

syirik, fasik, riya’, takabur, iri, dendam dan sebagainya.

Berdasarkan objeknya akhlak dibedakan menjadi dua:82

a. Akhlak Kepada al-Khalik.

Manusia sebagai makhluk Allah yang telah diberikan berbagai

rahmat dan nikmat sudah barang tentu harus berbuat sesuatu sebagai

imbalan dan rasa terimakasih terhadap-Nya.

Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau

perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk

Tuhan (kholiq). Abuddin Nata83 memberikan empat alasan, maka

manusia perlu berakhlak kepada Allah. Pertama, karena Allahlah yang

telah menciptakan manusia dengan demikian sebagai yang diciptakan

sudah sepantasnya berterimakasih pada yang menciptakannya. Kedua,

karena Allahlah yang memberikan perlengkapan panca indra yang

berupa pendengaran, penglihatan, akal fikiran dan hati sanubari

disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia.

Ketiga, karena Allah yang menyediakan berbagai bahan dan sarana

yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia seperti bahan

makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang

ternak dan sebagainya. Keempat, Allahlah yang telah memuliakan

82 A. Zainudin dan Muhammad Jamhari, Al-Islam 2, Muamalah dan Akhlak, (Bandung:

CV Pustaka Pelajar, 1999), Hlm.78. 83 Abuddin Nata, Ahklak Tasawuf, op cit, cet 4, hlm. 147-148.

Page 35: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

51

manusia dengan diberikannya kemampuan menguasai daratan dan

lautan.

Walaupun demikian Allah telah memberikan kenikmatan

kepada manusia sebagaimana disebutkan diatas bukanlah menjadi

alasan Allah perlu dihormati. Bagi Allah dihormati atau tidak, tidak

akan mengurangi kemuliaan-Nya. Akan tetapi sebagai manusia sudah

sewajarnya menunjukkan sifat dan sikap akhlak yang baik kepada

Allah.

Quraisy Syihab mengatakan bahwa titik tolak akhlak kepada

Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain

Allah, dan memiliki sifat-sifat terpuji, demikian agung sifat itu,

jangankan manusia, malaikatpun tidak akan mampu menjangkau

hakikatnya84.

Sebagaimana yang tersirat dalam al-Qur’an surat An-Naml ayat

93 secara tegas dijelaskan bahwa:

ريكميلله س دمقل الحرفءآوعاته فتا يمافل عبغ كبا رما وهون .)93: النمل( تعملون

“Dan katakanlah segala puji bagi Allah Dia akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahui. Dan Tuhan tiada lalai dari apa yang kamu kerjakan”. (QS. An-Naml: 93). 85

Banyak cara dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah,

diantaranya adalah:

1) Taqwa

Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 102:

يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته وال تموتن إال وأنتم مسلمون .)102: رانال عم(

84 Quraisy Syihab, Wawasan Al-Qur’an, op cit, hlm. 262. 85 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, op cit, hlm. 605.

Page 36: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

52

“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (QS. Ali Imran: 102).86

Dalam tafsir al-Maraghi dijelaskan bahwa wajib untuk

bertakwa dengan sebenar-benarnya yang dapat dilakukan dengan

cara melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan

larangan Allah sampai mati.87

2) Syukur

Syukur artinya merasa senang dan berterima kasih karena

memperoleh nikmat dari-Nya, kemudian menambah semangat

untuk beribadah kepada-Nya. Hatinya bertambah iman dan

semakin banyak berdzikir kepada Allah.88

Secara global syukur adalah menggunakan nikmat yang

diberikan kepadanya secara proporsional. Siapa yang meletakkan

nikmat sesuai dengan situasi dan kondisinya, maka ia tergolong

orang yang bijaksana. Baik secara ilmiah maupun alamiyah,

meletakkan sesuatu secara porsinya adalah hikmah itu sendiri.89

Dengan demikian syukur adalah qanaah yang berarti memuji Allah

dan berterimakasih kepada-Nya lantaran nikmat yang begitu

banyak dan merasa cukup atas segala pemberian-Nya.

3) Sabar

Sabar dalam kenyataannya ada empat yaitu: pertama sabar

dalam menahan diri dari segala perbuatan jahat dan dari menuruti

dorongan hawa nafsu yang angkara murka, menghindarkan diri

dari segala perbuatan yang mungkin dapat menjerumuskan diri

kedalam jurang kehinaan dan merugikan nama baik. Kedua sabar

dalam menjalankan suatu kewajiban, yaitu jangan sampai merasa

86 Ibid, hlm. 92. 87 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, (Tafsir al-Maraghi), trj, Bahrun Abu Bakar, (Semarang:

Toha Putra: 1993), jilid.4, Hlm. 26. 88 Hamzah Yaqub, Etika Islam, (Bandung, CV. Diponegoro, 1995) cet.3 hlm. 11 89 Abu Hamid al-Ghozali, Raudhah: Taman Jiwa Kaum Sufi, terjemahan M. Luqman

Hakim, (Surabaya: Risalah Gusti, 1995), hlm. 139

Page 37: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

53

berat atau bosan dalam menjalankan ibadah, karena suatu ibadah

itu membutuhkan suatu kesabaran. Ketiga sabar dalam membela

kebenaran, melindungi kemaslahatan, menjaga nama baik bagi

dirinya sendiri, keluarga dan bangsa. Keempat sabar dalam

kehidupan dunia, yaitu sabar terhadap tipu daya dunia tidak terpaut

dalam kenikmatan hidup didunia dan tidak menjadikan kehidupan

dunia sebagai tujuan tetapi hanya sebagai alat untuk

mempersiapkan diri menghadapi kehidupan yang kekal di akhirat

nanti.90

Dengan demikian sabar adalah tegaknya dorongan agama

berhadapan dengan hawa nafsu, maksudnya adalah sesuatu

kekuatan, daya positif yang mendorong jiwa untuk menunaikan

kewajiban. Disamping sebagai sesuatu kekuatan yang menghalangi

seseorang untuk melakukan kejahatan.

4) Tawakal

Tawakal yaitu menyerahkan segala perkara dan usaha

kepada Allah yang maha kuat dan maha kuasa, sedangkan kita

lemah dan tidak berdaya. Maksudnya merupakan suatu sikap

mental yang merupakan hasil dari keyakinannya yang bulat kepada

Allah.91 Maksudnya adalah seorang yang tawakal akan merasakan

ketenangan dan ketentraman. Ia senantiasa merasa mantap dan

optimis dalam bertindak sehari-hari. Disamping itu juga ia akan

merasakan kerelaan yang penuh atas segala yang diterimanya dan

selanjutnya ia akan senantiasa memiliki harapan atas segala yang

dikehendaki dan dicita-citakannya.

5) Ikhlas

Beribadah dan beramal dengan hati tulus karena Allah,

bukan karena yang lain. Tidak boleh beribadah karena apa dan

siapapun juga selain Allah. Sebagaimana firmannya:

90 Disarikan dari Ibnu Athoillah as-Sukandari, Pembersihan Jiwa, trj. Abu Jihaddudin al-Hanif, (Surabaya: Putra Pelajar, 2001) hlm. 89-97.

91 Disarikan dari Hasyim Muhammad, op cit, hlm. 45-46.

Page 38: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

54

. )5: البينة ( ليعبدوا الله مخلصني له الدينالوما أمروا إ

“Manusia tidak diperintah ibadah melainkan kepada Allah dengan tulus dan ikhlas kebaktian semata-mata karenanya dalam menjalankan agama dengan lurus”.92

Ayat ini memerintahkan untuk melakukan hal-hal yang

dapat mengantarkan kepada kebahagiaan didunia ataupun

kebahagiaan jika kembali kehadapan Allah, misalnya beramal

dengan ikhlas karena Allah dan membersihkan diri dari

menyekutukan Allah.93 Dapat dikatakan bahwa ikhlas merupakan

pondasi dasar manusia dalam berbuat sesuatu. Ikhlas berarti

melakukan sesuatu amal hanya dikarenakan Allah semata, tanpa

ada unsur lain yang mengikutinya.

6) Ridha

Ridha adalah buah dari tawakal, maksudnya yakni

menerima tawakal dengan kerelaan hati. Jadi ridha berarti

menerima ketentuan Allah, dimana hatinya tetap senang menerima

apapun ketentuan dari Allah atas dirinya, sehingga bisa

disimpulkan bahwa ridha merupakan kondisi kejiwaan atau sikap

mental yang senantiasa menerima dengan lapang dada atas segala

karunia yang diberikan atas cobaan yang ditujukan kepadanya

dengan senantiasa merasa senang dalam situasi apapun. Sikap

mental semacam ini adalah merupakan maqom tertinggi yang

dicapai oleh seorang sufi.94

b. Akhlak kepada makhluk, yang terbagi menjadi:

1) Akhlak Terhadap Rosul

Nabi Muhammad dinyatakan sebagai manusia yang lain,

dinyatakan pula bahwa beliau adalah rosul yang memperoleh

92 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, op cit, hlm. 1084. 93 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, (Tafsir al-Maraghi), trj, Bahrun Abu Bakar, (Semarang:

Toha Putra: 1993), cet. II, Hlm. 374. 94 Disarikan dari Hasyim Muhammad, op cit

Page 39: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

55

wahyu dari Allah. Atas dasar itulah beliau berhak memperoleh

penghormatan memperbaiki manusia lain.95

Adapun akhlak kepada rosul diantaranya adalah:

a) Mencintai Rosulullah secara tulus dengan mengikuti

sunnahnya, dengan cara menjalankan apa yang disuruh dan

tidak melaksanakan sesuatu yang dilarangnya.

b) Menjadikan rosulullah sebagai idola, suri tauladan dalam hidup

dan kehidupan.96 Sebagaimana firman Allah dalam surat al-

Ahzab ayat 21:

)21: اال احزب( أسوة حسنةلقد كان لكم في رسول الله “Dalam diri Rosulullah itu kamu banyak menemukan suri tauladan yang baik”. (QS. al-Ahzab:21).97

c) Mengucapkan sholawat dan salam kepadanya.

d) Nabi Muhammad telah meninggal namun selaku umatnya kita

wajib untuk mengucapkan salam sebagai tanda doa dan

penghormatan beliau junjungan kita atas suri tauladan yang

dicontohkan kepada kita sebagai bekal hidup didunia dan

diakhirat.

2) Akhlak Terhadap Diri Sendiri

Akhlakul karimah terhadap diri sendiri, maksudnya baik

terhadap dirinya sehingga tidak mencelakakan atau

menjerumuskan dirinya kedalam keburukan lebih-lebih

berpengaruh terhadap orang lain. Akhlak ini meliputi: jujur,

disiplin, pemaaf, hidup sederhana dan sebagainya.98

Diantara cara untuk berakhlak kepada diri sendiri yaitu:

a) Memelihara kesucian diri baik jasmani maupun rohani.

95 Quraisy Syihab, Op Cit, hlm. 167. 96 Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarrta: Raja Grafindo Persada,

2000), hlm.357. 97 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, op cit, hlm. 670. 98 A. Zainuddin dan M. Jamhari, op cit, hlm. 95.

Page 40: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

56

b) Memelihara kepribadian diri.

c) Berlaku tenang (tidak terburu-buru) ketenangan dalam sikap

termasuk rangkaian dalam rangkaian akhlakul karimah.

d) Menambah pengetahuan yang merupakan kewajiban sebagai

manusia. Menuntut ilmu pengetahuan sebagai bekal untuk

memperbaiki kehidupan didunia ini dan untuk bermoral

sebagai persiapan kealam baqa’.

e) Membina disiplin peribadi.

Dalam hal ini akhlak terhadap diri sendiri adalah

memelihara jasmani dengan memenuhi kebutuhan sandang,

pangan dan papan, memelihara rohani dengan memenuhi

keperluan berupa pengetahuan, kebebasan dan sebagainya

sesuai dengan tuntutan fitrahnya hingga menjadi manusia yang

sesungguhnya.99

Memelihara diri bukan berarti memanjakan, tetapi

justru memanfatkan segala potensi yang ada sesuai dengan

ketentuan yang berlaku, sehingga menjadi manusia yang

bermanfaat bagi dirinya, orang lain (masyarakat) dan alam

sekitar.

3) Akhlak Terhadap sesama Manusia

Banyak akhlak terpuji yang harus diterapkan oleh manusia

dalam kaitannya dengan sesama manusia. Apalgi manusia hidup

ditengah-tengah masyarakat, yang segala sesuatunya saling

bergantung sama lainnya. Peranan akhlak dalam kehidupan

bermasyarakat ini sangat penting.

Akhlak karimah yang harus diterapkan, antara lain:

a) Saling menghormati

b) Saling menolong

c) Menepati janji

d) Berkata sopan

99 Asmaran, Pengantar Study Akhlak, (Jakarta: Rajawali, 1992), hlm. 162.

Page 41: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

57

e) Berlaku adil.

Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an Surat al-Ma’idah

ayat 2:

ر والتقوى وال تعاونوا على اإلثم وتعاونوا على الب

)2:املائدة( والعدوان

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan”. (QS: al-Ma’idah:2)100

Dalam sebuah hadist nabi diterangkan, “hak orang Islam

atas orang Islam lainnya ada 6 yakni apa bila engkau berjumpa

dengannya berilah salam; apabila ia mengundangmu, maka

penuhilah; apabila ia meminta nasihat kepadamu, maka berilah dia

nasihat; apabila ia bersin, lalu memuji Allah, maka doakanlah ia;

apabila ia sakit maka tengoklah dia; dan apabila ia meninggal

dunia, maka iriongkanlah dia”. (H.R. Muslim).

4) Akhlak Terhadap Lingkungan

Yang dimaksud dengan lingkungan adalah sesuatu yang

ada disekitar manusia baik binatang, tumbuh-tumbuhan maupun

benda-benda yang tidak bernyawa. Pada dasarnya akhlak yang

dianjurkan al-Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi

manusia sebagai kholifah.101 Kekhalifahan mengandung arti

pengayoman, pemeliharaan serta bimbingan agar setiap makhluk

mencapai tujuan penciptaannya.102

Manusia sebagai khalifah, pengganti dan pengelola alam.

Mereka diturunkan kebumi ini adalah untuk membawa rahmat dan

cinta kasih kepada alam seisinya. Oleh karena itu manusia

100 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, op cit, hlm. 157. 101 Quraish Syihab, Wawasan al-Qur’an, Op Cit, hlm. 269. 102 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2002).

Page 42: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

58

mempunyai tugas dan kewajiban terhadap alam sekitar yakni

melestarikan dan memelihara dengan baik.103

Dengan demikian sekalipun alam ini diciptakan untuk

kepentingan manusia agar dapat diambil manfaatnya, mereka tetap

berkewajiban untuk memelihara dan melestarikan disamping harus

merenungkan yang menciptakannya untuk meningkatkan keimanan

dan ketaqwaan kepada-Nya.

Pendidikan akhlak dalam Islam pada dasarnya adalah lebih

komplek dan menyeluruh yang menyangkut segala dimensi akhlak

manusia, baik akhlak terhadap sang pencipta, terhadap rosulnya,

terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan alam semesta.

103 Asmaran, op cit, hlm. 179

Page 43: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

59

DAFTAR PUSTAKA

Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman Ke Zaman, alih bahasa A.r Ustman, Bandung: Mizan 1985.

Amin Syukur, Menggugat Tasawuf, Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad

21, Yogyakrta: Pustaka Pelajar 1999. Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997. Annemarie Schimael, Dimensi Mistik Dalam Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus,

1986. Abu Hamid al-Ghozali, Raudhah: Taman Jiwa Kaum Sufi, terjemahan M.

Luqman Hakim, Surabaya: Risalah Gusti, 1995. Asmaran, Pengantar Study Akhlak, Jakarta: Rajawali, 1992. Azyumardi Azra, “Neo-Sufisme dan Masa Depannya, dalam Jalaludin Rachmat,

dkk, Rekontruksi dan Renungan Religius, Jakarta: paramadina, 1996. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2002. Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1991. Al-Ghozali, Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad, Ihya’ Ulumuddin, juz 3,

(Beirut: Dar al-Kutub al-Ulumiyah, tt). Abudin Nata, Akhlaq Tasawuf, Raja Grafindo Persada, 1997. Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Islam, Bandung: al-Maarif, 1989. A. Zainuddin, Muhammad Jamhari, Al-Islam 2, Muamulah dan Akhlaq, Bandung:

Pustaka Setia, 1999, cet. I. Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: Aditya Media,

1992. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung, Remaja Rosda

Karya, 1991. Ahmad Anin, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta: Bulan Bintang, 1975.

Page 44: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

60

Ahmad Mustafa Al-Maraghi, (Tafsir al-Maraghi), trj, Bahrun Abu Bakar,

Semarang: Toha Putra: 1993, cet. II. Carl W. Ernest, Words of Ectasy in Sufis, New York: State University Press, 1985. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Jakarta: Balai Pustaka, 1994. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Islam Baru van Houeve,

1994. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, Semarang: CV. Toha Putra,

1989. Fatimah Irma, (Ed), Sejarah Ilmu Tasawuf, Yogyakarta: Lembaga Study Filsafat

Islam, 1992. Fazlur Rahman, Islam, Bandung: Pustaka, 1994. Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisis Psikologi, Filsafat

dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1986. Heri Noer Ali. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, cet.2. Hamka, Tasawuf Modern, Jakarta: Parjinas, 1996. Hamzah Yaqub, Etika Islam, Bandung, CV. Diponegoro, 1995 cet.3. Imam Muslim, Shahih Muslim Juz 4, Beirut, Dar Ihya al Tarashil al Araby, tt. Jalaludin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000 cet.2. Khursyid Ahmad, Principles Of Islamic Education, Lahore: Islamic Publication

Limited: 1990. Louis Massignon dan Mustafa Abdurraziq, Islam dan Tasawuf, Yogyakarta: Fajar

Pustaka baru, 2001. Mutdla Muttahari dan Syaikh Muhammad Husain Thabathaba’i, Menapat Jalan

Spiritual, terjamah MS, Nasrullah, Bandung: Pustaka Hidayah, 1997. M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, cet. 4. Mutafa Al-Ghulayini, Idzatun Nasy’in, Bandung: Maktabah Raja Murah, 1913.

Page 45: BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK - …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · 17 BAB II TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. TASAWUF 1. Pengertian Tasawuf

61

Muhammad Ustman Najati, Jiwa dalam Pandangan para Philosopy Muslim, Bandung: Putaka Hidayah, 2002.

Miqdad Yaljan, Kecerdasan Moral: Aspek Pendidikan yang Terlupakan,

Yogyakarta: Talenta, 2003. Muhammad Quraisy Syihab, membumukan Al-Qur’an, Bandung, Mizan, 1993. Muhammad Quraisy Syihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I atas

berbagai Persoalan Umat, Bandung Mizan, 2000. Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Jakarrta: Raja Grafindo Persada,

2000. Muhammad Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta: Huda

Karya Agung, 1990. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1992. Omar Muhammad al-Thounny al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta:

Bulan Bintang, 1997. Rivay Siregar, Tasawuf Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme, Jakarta: Rajaali

Pers, 2000. Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya Dalam Islam, Jakarta: Rajawali Press,

1996. Sahal Mahfudz, Nuansa Fiqh Sosial, Yogyakarta, LKiS bekerja sama dengan

Pustaka Pelajar, 1994. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, UU RI, No. 22 tahun. 2003,

Bandung: Citra Umbara, 2003. Ustman Najati, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, Bandung: Pustaka, 2000 Cet.3. Zainudin dan Muhammad Jamhari, Al-Islam 2, Muamalah dan Akhlak, Bandung:

CV Pustaka Pelajar, 1999. Zainuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghozali, Jakarta: Bumi Aksara,

1991.