Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

  • Upload
    lushie

  • View
    238

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    1/36

     

    MAKALAH

    PENGHITUNGAN, PEMOTONGAN, PEMBAYARAN DANPELAPORAN PPH PASAL 4 AYAT (2)

    OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH 

    ISU-ISU TERKINI DALAM PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIKDosen Pengasuh : Idris Efendi, MM 

    DISUSUN OLEH :

    KELOMPOK 5

    TSANI AJI NOVARIMA (156020304111022)

    LUSIANA (156020304111023)

    KELAS BA STAR BPKP

    PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI

    FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

    UNIVERSITAS BRAWIJAYATAHUN 2016

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    2/36

     

    PENGHITUNGAN, PEMOTONGAN, PEMBAYARAN DANPELAPORAN PPH PASAL 4 AYAT (2)

    OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH 

    A. PENDAHULUANPajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak yang terutang atas  penghasilan,

    antara lain penghasilan dari gaji, penghasilan dari laba usaha, penghasilan berupa

    hadiah, dan penghasilan berupa bunga. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang

    diterimanya dalam 1 (satu) tahun pajak.

    PPh yang terutang dalam 1 (satu) tahun pajak harus dilunasi pembayarannya

    oleh Wajib Pajak dan Undang-Undang Pajak Penghasilan telah mengatur cara pelunasan

    PPh yang terutang oleh Wajib Pajak, yaitu dengan cara membayar sendiri dan melalui

    pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak lain. Apapun cara pelunasannya,

    baik membayar sendiri maupun melalui pemotongan/pemungutan oleh pihak lain, Wajib

    Pajak diharapkan dapat memahami dengan tepat cara menghitung PPh yang terutang,

    bagaimana pembayarannya, dan mekanisme pelaporan PPh yang telah dibayar tersebut.

    PPh yang dipotong dan/atau dipungut melalui pihak lain lebih dikenal dengan

    istilah PPh Potput. Sesuai ketentuan dalam Undang-Undang PPh, PPh Potput terdiri atas

    PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan

    PPh Pasal 26. Objek PPh Potput terdiri atas berbagai macam penghasilan, antara lain

    penghasilan dari pekerjaan, pemberian jasa, sewa bangunan, dan dividen.

    Pemotong / pemungut pajak pada pemerintahan dapat dilakukan oleh

    bendahara Pemerintah. Adapun kewajiban perpajakan bendahara pemerintah diatur

    dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003. Bendaharawan

    Pemerintah dalam melakukan pembayaran yang dananya berasal dari APBN/APBD,

    ditetapkan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan

    (PPh) Pasal 22. Selain sebagai Pemungut, Bendaharawan Pemerintah juga sebagai

    pemotong PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 21/26, dan Pasal 23/26 sebagaimana

    ketentuan yang berlaku.

    Pada makalah ini, secara khusus akan dibahas tentang pemotongan PPh Pasal

    4 ayat (2) yang dilakukan oleh Bendahara Pemerintah.

    B. PERATURAN

     Adapun peraturan-peraturan terkait pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah :

    1. Undang-Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008

    2. PP Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP Nomor 71

    Tahun 2008;

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    3/36

     

    3. PP Nomor 29 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 5 Tahun

    2002;

    4. PP Nomor 51 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 40 Tahun

    2009;

    5. Keputusan Menteri Keuangan 635/KMK.04/1994 sebagaimana telah beberapa kali

    diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008;

    6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 sebagaimana telah diubah

    dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 120/ KMK.03/2002;

    7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah

    dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009;

    8. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-227/PJ./2002.

    C. PPH PASAL 4 AYAT (2)

    PPh Pasal 4 ayat (2) merupakan salah satu cara pelunasan pajak dalam tahun

    berjalan melalui pemotongan/pemungutan dan/atau penyetoran sendiri pajak yang

    bersifat final atas penghasilan tertentu yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

     Ada beberapa jenis penghasilan yang dikenakan dengan pemotongan pajak final

    PPh Pasal 4 Ayat 2 dimana masing-masing penghasilan memiliki tarif yang berbeda dan

    diatur dalam Peraturan Pemerintah. Dibawah ini berbagai objek pajak dengan tarif

    masing-masing sesuai dengan peraturan, yaitu : 

      Bunga deposito dan jenis-jenis tabungan, Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan diskon

     jasa giro, tarif sebesar 20% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor

    131 tahun 2000 dan turunannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.

    04/2001.

      Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota masing-masing,

    dengan tarif sebesar 10% sebagaimana diatur dalam Pasal 17 (7) dan turunannya

    Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2009.

      Bunga dari kewajiban, dengan berbagai tarif dari 0% sampai 20%. Penjelasan lebihlanjut dapat ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2009.

      Dividen yang diterima oleh Indonesia Wajib Pajak orang pribadi, tarif sebesar 10%

    sebagaimana diatur dalam Pasal 17 (2c).

      Hadiah lotere / undian, tarif sebesar 25% sebagaimana diatur dalam Peraturan

    Pemerintah Nomor 132 tahun 2000.

      Transaksi derivatif dalam bentuk berjangka panjang yang diperdagangkan di bursa,

    dengan tarif sebesar 2,5% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor

    17 tahun 2009.

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    4/36

     

      Transaksi penjualan saham pendiri, dan saham non-founder (bukan pendiri), tarif

    sebesar 0,5% dan 0,1% masing-masing, sebagaimana diatur dalam Peraturan

    Pemerintah Nomor 14 tahun 1997, yang derivatif-nya berupa turunan Menteri

    Keuangan No 282/KMK.04/1997, yang SE-15/PJ.42/1997 dan SE-06/PJ.4/1997.

      Jasa konstruksi, dengan berbagai tarif dari 2% sampai 6%. Penjelasan lebih lanjut

    dapat ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2008 dan turunannya

    Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 2009.

      Sewa atas tanah dan / atau bangunan, dengan tarif 10% sebagaimana diatur dalam

    Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1996 dan turunannya Peraturan Pemerintah

    Nomor 5 tahun 2002.

      Pengalihan hak atas tanah dan / atau bangunan (termasuk usaha real estate), tarif

    sebesar 5% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2008.

      Transaksi penjualan saham atau pengalihan ibukota mitra perusahaan yang diterima

    oleh modal usaha, dengan tarif 0,1% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah

    Nomor 4 tahun 1995.

     Adapun Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 4 ayat (2), yaitu :

    1. Penerima bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang

    negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi

    orang pribadi;

    2. Penerima hadiah undian;

    3. Penjual saham dan sekuritas lainnya; dan

    4. Pemilik properti berupa tanah dan/atau bangunan;

    Sementara Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2) sesuai peraturan perundang-

    undangan, yaitu :

    1. Koperasi;

    2. Penyelenggara kegiatan;

    3. Otoritas bursa; dan

    4. Bendaharawan;

    D. PEMOTONGAN PPH PASAL 4 AYAT (2) OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH

    Secara khusus pada pembahasan kali ini, kita akan membahas mengenai

    pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) yang dilakukan

    oleh Bendaharawan Pemerintah.

    Penghasilan tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final adalah:

    a. Persewaan tanah dan/atau bangunan

    1) Objek PPh Final adalah sewa tanah dan/ atau bangunan berupa  tanah, rumah,

    rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, gedung

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    5/36

     

    pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang,

    bangunan industri.

    2) Besarnya PPh Final yang dipotong adalah 10% dari jumlah bruto nilai persewaan,

    baik yang menyewakan Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan.

    3) Jumlah bruto nilai persewaan adalah jumlah yang dibayarkan/terutang oleh

    penyewa termasuk biaya perawatan, pemeliharaan, keamanan, fasilitas lainnya,

    dan service charge (baik perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun disatukan).

    4) Yang bukan merupakan objek pajak persewaan tanah dan/atau bangunan adalah

    sewa tanah/bangunan yang merupakan objek pajak hotel dan restoran (pajak

    daerah), yaitu pelayanan yang disediakan dengan pembayaran dihotel atau

    restoran, termasuk:

      Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek.

      Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal

     jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan.

      Jasa persewaan ruang untuk kegiatan acara atau pertemuan hotel.

    b. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

    1) Objek PPh final adalah penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau

    bangunan meliputi penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak,

    pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati.2) Besarnya PPh Final yang dipungut adalah 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan

    hak atas tanah dan/atau bangunan.

    3) Pembebasan PPh Final dapat diberikan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau

    bangunan kepada :

    a) Orang pribadi yang mempunyai penghasilan dibawah PTKP yang jumlah bruto

    pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunannya kurang dari Rp60.000.000,00

    (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.

    Pembebasan diberikan melalui penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) olehKepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.

    b) Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah guna

    pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan

    persyaratan khusus yaitu pembebasan tanah oleh pemerintah untuk proyek-

    proyek jalan umum, saluran pembuangan air, waduk, bendungan dan bangunan

    pengairan lainnya, saluran irigasi, pelabuhan laut, bandar udara, fasilitas

    keselamatan umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    6/36

     

    bencana lainnya, dan fasilitas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

    Pembebasan diberikan tanpa melalui penerbitan SKB.

    c) Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang

    pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak (seperti: pemerintah dan

    perwakilan negara asing). Pembebasan diberikan tanpa melalui penerbitan SKB.

    Nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta

    Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang

    bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan

    Bangunan.

    Dalam hal pengalihan hak kepada instansi Pemerintah maka nilai pengalihan

    hak adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan. Peraturan terkait

    pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak

    atas tanah dan/atau bangunan adalah :

    1. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah terakhir

    dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008;

    2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/ 1994 sebagaimana telah diubah

    terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/ 2008;

    3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/ PJ/2010;

    4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/ PJ/2009;

    5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/ PJ/2009.

    c. Jasa konstruksi

    1) Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan

    perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup

    pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-

    masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk

    fisik lain.2) Perencanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang

    dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang

    mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan

    fisik lain.

    3) Pelaksanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang

    dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang

    mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil

    perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk didalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    7/36

     

    dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan

    (engineering, procurement   and construction) serta model penggabungan

    perencanaan dan pembangunan (design and  build ).

    4) pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang

    dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang

    mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan

    konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.

    5) Tarif dan Dasar Pengenaan PPh Final Jasa Konstruksi Sesuai dengan Peraturan

    Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

    Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009diilustrasikan dalam gambar berikut :

    Untuk jatuh Tempo PPh Pasal 4 ayat 2, diatur sebagai berikut :

      PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan harus

    disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak

    berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.

      PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak harus disetor

    paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

    kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.

      Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak

    sendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh, wajib

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    8/36

     

    menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) paling lama 20 (dua puluh) hari

    setelah Masa Pajak berakhir.

    E. PROSEDUR DAN PERHITUNGAN PEMOTONGAN PPH PASAL 4 AYAT 2 OLEH

    BENDAHARAWAN

    1. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 atas Persewaan Tanah

    dan/atau Bangunan

     Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari

    persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun,

    apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko,

    gudang dan industri, wajib dibayar Pajak Penghasilan.

    Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari

    persewaan tanah dan/atau bangunan wajib membayar sendiri Pajak Penghasilan

    yang terutang atau dipotong oleh penyewa yang bertindak sebagai Pemotong Pajak.

    PPh atas sewa tanah dan/atau bangunan diatur dalam Peraturan Pemerintah

    Nomor 29 tahun 1996 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 5 tahun 2002

    tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah

    Dan/Atau Bangunan. Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong bendahara

    adalah sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan (tidak termasuk PPN) tanah

    dan/atau bangunan tidak dan bersifat final.

    Pada saat melakukan pemotongan PPh pasal 4 ayat 2 atas persewaan tanah

    dan atau bangunan bendahara pemerintah harus menerbitkan bukti potong formulir

    F.1.1.33.12 yang terdapat dalam lampiran 1 rangkap dua, satu rangkap diserahkan

    kepada pengusaha jasa konstruksi. Atas pemotongan PPh pasal 4 ayat 2 harus

    setorkan ke kas negara melalui bank persepsi atau kantor pos paling lama tanggal

    10 bulan berikutnya. Bendahara mempunyai kewajiban melaporkan atas

    pemotongan PPh pasal 4 ayat 2 ke Kantor Pelayanan pajak paling lama tanggal 20

    bulan berikutnya dengan SPT Masa PPh pasal 4 ayat 2 formulir F.1.1.32.04 yang

    terdapat dalam lampiran 2, dilampiri SSP lembar 3 dan Bukti Pemotongan formulirF.1.1.33.12.

    Berikut ini adalah contoh perhitungan Pasal 4 ayat 2 atas Persewaan Tanah

    dan/atau Bangunan :

    Pada tanggal 5 Juli 2013, Prabu Wijaya, Bendahara Dinas Tata Ruang Pemerintah

    Kota Manado (NPWP 00.799.100.0-821.000) membayar sewa rukan semester kedua

    tahun 2013 di Jalan Jaksa Nomor 1 kota Manado (NOP 49.73.100.821.676.9002.0)

    sebesar Rp50.000.000,00 dan biaya service charge serta fasilitas lainnya sebesar

    Rp12.000.000,00 tidak termasuk PPN kepada PT Maju Hidayat (NPWP/NPPKP02.003.457.0-821.000) yang beralamat di Jalan Gunung Kerinci Nomor 46 Manado.

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    9/36

     

    PT Maju Hidayat menerbitkan Faktur Pajak dengan kode nomor seri 020.000-

    13.00001001 pada tanggal 5 Juli 2013 dengan nilai PPN Rp 6.200.000,00.

    Bagaimanakah perlakuan pajaknya?

    Pemotongan/pemungutan PPh 

     Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari persewaan tanah dan/atau

    bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung

    perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, wajib dibayar PPh

    yang bersifat final dengan tarif 10% dari jumlah bruto nilai persewaan. Jumlah bruto

    nilai persewaan adalah semua jumlahyang dibayarkan oleh penyewa yang berkaitan

    dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya

    pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan “service charge” baik

    yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan. Atas pembayaran

    tersebut bendahara membuat perhitungan sebagai berikut :

    Besarnya PPh Final Pasal 4 ayat (2) yang harus dipotong atas pembayaran sewa

    dan service charge rukan 10% x Rp62.000.000,00 = Rp6.200.000,00.

    Pemungutan PPN 

     Atas pembayaran sewa dan service charge rukan wajib dipungut PPN oleh

    bendahara dengan tarif 10% x Rp62.000.000,00 = Rp6.200.000,00. PPN tersebut

    disetor ke kas negara pada tanggal 5 Juli 2013. Kewajiban bendahara Dinas Tata

    Ruang adalah :

    1. melakukan pengecekan keabsahan Faktur Pajak yang telah diisi dengan data

    Wajib Pajak PT Maju Hidayat, dan membubuhi cap “disetor tanggal  ……” serta

    membubuhi tanda tangan;

    2. membuat bukti potong PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas nama PT Maju Hidayat;

    3. membuat SSP PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan SSP PPN atas nama PT Maju

    Hidayat dan ditandatangani oleh Prabu Wijaya;4. menyerahkan dokumen SPM dilengkapi dengan SSP dan Faktur Pajak ke KPPN;

    5. setelah terbit SP2D, bendahara menyerahkan:

    a) SSP PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN lembar ke-1 yang telah divalidasi

    (dibubuhi cap “telah dibukukan”) oleh KPPN; 

    b) Faktur pajak lembar ke-2; dan 3) bukti potong PPh Final Pasal 4 ayat (2),

    kepada PT Maju Hidayat;

    6. melaporkan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2) ke KPP Pratama Manado

    paling lama tanggal 20 Agustus 2013;

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    10/36

     

    7. melaporkan SPT Masa PPN ke KPP Pratama Manado paling lama tanggal 31

     Agustus 2013. Mengingat tanggal 31 Agustus 2013 merupakan hari libur,

    pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya (2 September 2013);

    8. membuat Daftar Transaksi Harian Belanja Daerah (DTH) atas Belanja Daerah

    bulan Juli 2013 yang memuat rincian transaksi harian belanja daerah per Surat

    Perintah Membayar/Surat Penyediaan Dana (SPM/SPD) dan Surat Perintah

    Pencairan Dana (SP2D) yang disampaikan kepada Kuasa BUD paling lama

    tanggal 10 Agustus 2013 dengan dilampiri fotokopi SSP lembar ke-3.

    Untuk contoh pengisian Bukti Pemotongan, SSP, SPT masa dan Faktur Pajak

    PPh Pasal 4 ayat formulir T13 berdasarkan kasus diatas dapat dilihat dalam lampiran

    4 -7 .

    2. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 atas Pengalihan Hak atas

    Tanah/Bangunan

    Pada saat melakukan pemotongan PPh pasal 4 ayat 2 atas pengalihan hak

    atas tanah/bangunan bendahara pemerintah menggunakan formulir F9. Atas

    pemotongan PPh pasal 4 ayat 2 harus setorkan ke kas negara melalui bank persepsi

    atau kantor pos harus melaporkan atas pemotongan PPh pasal 4 ayat 2 ke Kantor

    Pelayanan pajak dengan SPT Masa PPh pasal 4 ayat 2 formulir F.1.1.32.04 yang

    terdapat dalam lampiran 2, dilampiri SSP lembar 3. 

    Berikut ini adalah contoh perhitungan Pasal 4 ayat 2 atas Persewaan Tanah

    dan/atau Bangunan :

    Contoh 1 :

    Bendahara Dinas Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai Tengah (00.695.754.0-

    721.000) akan membangun gedung kantor yang baru. Untuk keperluan gedung

    tersebut, kantor Dinas Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai Tengah akan

    melakukan pembebasan tanah seluas 2.000 m2 yang dimiliki oleh Bapak Nasrun(14.495.723.0-721.000) seluas 800 m2 (NOP 63.07.040.005.451.0010.0) dan Ibu

    Mega (08.614.284.0-721.000) seluas 1200 m2 (NOP 63.07.040.005.451.0054.0).

    NJOP Tahun 2013 atas tanah tersebut adalah Rp400.000,00/m2 untuk tanah Bapak

    Nasrun dan Ibu Mega. Atas pembebasan lahan tersebut Dinas Perhubungan

    Kabupaten Hulu Sungai Tengah menetapkan ganti rugi sebesar Rp400.000,00/m2.

    Bendahara Pemda Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Wahyono, mengajukan SPM

    kepada KPPN untuk membayar ganti rugi pembebasan lahan kepada Bapak Nasrun

    dan Ibu Mega. SP2D diterbitkan KPPN pada tanggal 25 Maret 2013. Bagaimanakahkewajiban perpajakan yang harus dilakukan?

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    11/36

     

    Pemotongan/Pemungutan PPh

     Atas pembayaran pembebasan tanah untuk pembangunan Kantor Dinas

    Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai Tengah tersebut Bendahara Dinas

    Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Wahyono, memungut PPh Final

    Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/ atau

    bangunan dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

    sebelum melakukan pembayaran ganti rugi. Bendahara tidak memungut PPh Pasal

    22 atas pembelian tanah dan/atau bangunan.

    Penghitungan pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari ganti

    rugi pembebasan tanah yang dilakukan Wahyono tersebut, sebagai berikut:

    Nilai sebagai dasar penghitungan pajak yang terutang adalah sebesar nilai yang

    ditetapkan oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai Tengah yaitu sebesar

    Rp400.000,00/m2 sehingga atas pembayaran ganti rugi atas pembebasan tanah

    tersebut Wahyono sebagai Bendahara Dinas Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai

    Tengah harus melakukan pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan

    dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagai berikut :

    a. untuk Penghasilan yang diberikan kepada Bapak Nasrun :

    (800m x Rp400.000,00) x 5% = Rp16.000.000,00

    b. untuk Penghasilan yang diberikan kepada Ibu Mega :

    (1.200m x Rp400.000,00) x 5% = Rp24.000.000,00

    Kewajiban Wahyono, sebagai Bendahara Pemda Kabupaten Hulu Sungai Tengah,

    atas pembayaran ganti rugi pembebasan tanah tersebut adalah :

    a. membuat SSP PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas nama Bapak Nasrun dan Ibu Mega

    dan ditandatangani oleh Wahyono;

    b. menyerahkan dokumen SPM dilengkapi dengan SSP ke KPPN;

    c. setelah terbit SP2D, bendahara menyerahkan SSP PPh Final Pasal 4 ayat (2)

    yang telah divalidasi (dibubuhi cap “telah dibukukan”) oleh KPPN; d. melaporkan

    pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) tersebut ke KPP Pratama Barabai palinglama tanggal 20 April 2013. Mengingat tanggal 20 April 2013 hari libur, pelaporan

    dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya (22 April 2013);

    d. memberikan SSP lembar 1 kepada Bapak Nasrun dan Ibu Mega;

    e. membuat Daftar Transaksi Harian Belanja Daerah (DTH) atas Belanja Daerah

    bulan April 2013 yang memuat rincian transaksi harian belanja daerah per Surat

    Perintah Membayar/Surat Penyediaan Dana (SPM/SPD) dan Surat Perintah

    Pencairan Dana (SP2D) yang disampaikan kepada Kuasa BUD paling lama

    tanggal 10 April 2013 dengan dilampiri fotokopi SSP lembar ke-3.

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    12/36

     

    Pemungutan PPN

    PPN tidak dipungut oleh bendahara pemerintah dalam hal pembayaran untuk

    pembebasan tanah, kecuali atas pengadaan tanah dari real estate atau industrial

    estate.

    Contoh 2 :

    Dinas Pekerjaan Umum akan melakukan pembayaran ganti rugi pembebasan tanah

    untuk pembuatan saluran irigasi kepada Tuan Moelyana sebesar Rp75.000.000,00.

    Bagaimanakah perlakuan pajaknya?

    Pemotongan/Pemungutan PPh

    Pembayaran pembebasan tanah kepada orang pribadi atau badan untuk

    kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus yaitu pembebasan tanah

    oleh pemerintah untuk proyek-proyek jalan umum, saluran pembuangan air, waduk,

    bendungan dan bangunan pengairan lainnya, saluran irigasi, pelabuhan laut, bandar

    udara, fasilitas keselamatan umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir,

    lahar dan bencana lainnya, dan fasilitas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,

    dikecualikan dari kewajiban pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan

    dari pengalihan hak atas tanah dan/

    atau bangunan. Atas pembayaran ganti rugi pembebasan tanah kepada Tuan

    Moelyana sebesar Rp75.000.000,00 tidak dipungut PPh Final Pasal 4 ayat (2).

    Pemungutan PPN

    PPN tidak dipungut oleh bendahara pemerintah dalam hal pembayaran untuk

    pembebasan tanah, kecuali atas pengadaan tanah dari real estate atau industrial

    estate. 

    Untuk contoh pengisian SSP dan SPT masa PPh Pasal 4 ayat 2 formulir T9

    dapat dilihat dalam lampiran 8 - 10.

    3. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 atas Jasa Konstruksi

    Pajak Penghasilan atas jasa konstruksi bersifat final dipotong oleh Bendahara

    pemerintah pada saat pembayaran atas jasa konstruksi yang diserah pengusaha

    konstruksi kepada pemerintah. Besarnya pajak penghasilan yang dipotong adalah

     jumlah pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan tarif Pajak

    Penghasilan. Jumlah pembayaran atau jumlah penerimaan pembayaran merupakan

    bagian dari Nilai Kontrak Jasa Konstruksi.

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    13/36

     

     Atas pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2, Bendaharawan wajib membuat Bukti

    Pemotongan PPh Pasal 4ayat 2 formulir F.1.1.33.16 yang ada pada lampiran 3 atas

    transaksi jasa konstruksi, dan harus di disetorkan ke kas Negara paling lambat

    tanggal 10 bulan berikunya. Atas keterlambatan penyetoran PPh pasal 4 ayat 2 jasa

    konstruksi dikenakan sanksi 2% perbulan maksimal 24 bulan. Bendahara wajib

    melaporkan atas penyetoran PPh pasal 4 ayat 2 atas jasa konstruksi paling lambat

    tanggal 20 bulan berikutnya atas keterlambatan pelaporan dikenakan denda Rp

    50.000,00. Media yang digunakan untuk melaporkan adalah formulir F.1.1.32.04

    yang terdapat pada lampiran 2.

    Berikut ini adalah contoh perhitungan Pasal 4 ayat 2 atas Jasa Kontruksi :

    Inspektorat Provinsi Jambi akan melakukan pembangunan gedung kantor

    Inspektorat Provinsi. Adapun yg menjadi pemenang tender adalah PT Jaya Karya

    sebagai pelaksana konstruksi dan Tuan Zaky, seorang PKP, sebagai perencana

    konstruksi. PT Jaya Karya adalah perusahaan konstruksi yang memiliki kualifikasi

    usaha menengah (dibuktikan dengan sertifikasi pelaksana konstruksi dari Lembaga

    Pengembangan Jasa Konstruksi), sedangkan Tuan Zaky adalah konsultan sipil yang

    memiliki sertifikasi untuk perencanaan konstruksi dengan kualifikasi usaha kecil. Nilai

    proyek berdasarkan Kontrak adalah sebesar Rp5.000.000.000,00 (tidak termasuk

    PPN). Pembayaran dilakukan sesuai dengan progress pembangunan yang

    dilaporkan. Di tahun 2013, dilakukan pembayaran atas pelaksanaan konstruksi

    kepada PT Jaya Karya pada tanggal 22 Juli 2013 sebesar Rp1.500.000.000,00 atas

    tagihan tanggal 15 Juli 2013 dengan kode nomor Faktur Pajak 020.000-

    13.00000650. Sedangkan pembayaran atas kontrak perencanaan konstruksi kepada

    Tuan Zaky dilakukan pada tanggal 5 Juli 2013 sebesar Rp50.000.000,00 atas

    tagihan tanggal 4 Juli 2013 dengan kode nomor seri Faktur Pajak 020.000-

    13.00000950. Bagaimanakah kewajiban perpajakan yang harus dilakukan?

    Pemotongan/Pemungutan PPh Penghitungan pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas jasa konstruksi tersebut,

    yaitu :

    Bendahara Inspektorat Provinsi memotong PPh Final atas jasa konstruksi sebagai

    berikut :

    a. Pelaksanaan Konstruksi oleh PT Jaya Karya dibayar pada tanggal 22 Juli 2013

    Rp1.500.000.000,00 x 3% = Rp45.000.000,00

    b. Perencanaan Konstruksi oleh Tuan Zaky dibayar pada tanggal 5 Juli 2013

    Rp50.000.000,00 x 4% = Rp2.000.000,00PPh Final tersebut dipotong dari pembayaran kepada PT Jaya Karya dan Tuan Zaky.

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    14/36

     

    Pemungutan PPN 

    Bendahara Inspektorat Provinsi memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar

    10% dari transaksi jasa konstruksi tersebut.

    a. Pelaksanaan Konstruksi oleh PT Jaya Karya dibayar pada tanggal 22 Juli 2013

    Rp1.500.000.000,00 x 10% = Rp150.000.000,00

    b. Perencanaan Konstruksi oleh Tuan Zaky dibayar pada tanggal 5 Juli 2013

    Rp50.000.000,00 x 10% = Rp5.000.000,00

    Untuk contoh pengisian Bukti Pemotongan, SSP, SPT masa dan Faktur Pajak

    PPh Pasal 4 ayat formulir T8 berdasarkan kasus diatas dapat dilihat dalam lampiran

    11 -16 .

    4. Perlakuan Perpajakan Atas Proyek Yang Dananya Berasal dari Hibah/Pinjaman

    Luar Negeri

    Terdapat perlakuan khusus atas proyek yang dananya berasal dari

    hibah/pinjaman luar negeri yaitu PPh Ditanggung Pemerintah, seperti telah diatur

    dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 1995 sebagaimana telah diubah

    terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2001 pasal 3 dengan

    ketentuan sebagai berikut: ”Pajak Penghasilan yang terhutang atas penghasilan

    yang diterima atau diperoleh kontraktor, konsultan dan pemasok (supplier) utama

    dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek- proyek

    Pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah dan atau dana pinjaman luar negeri,

    ditanggung oleh Pemerintah."  

    Dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 1995 “Pajak

    Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang sejak

    tanggal 1 April 1995 atas impor serta penyerahan Barang dan Jasa dalam rangka

     pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman

    luar negeri, tidak dipungut .”

    Dibuatkan SSP PPh atau Bukti pemungutan PPh yang dibubuhi Cap “PAJAKPENGHASILAN DITANGGUNG OLEH PEMERINTAH".

    Berikut ini adalah contoh perhitungan Pasal 4 ayat 2 atas Proyek Yang

    Dananya Berasal dari Hibah/Pinjaman Luar Negeri :

    Kementerian Pekerjaan Umum (NPWP:00.849.100.0- 012.000) beralamat di Jalan

    Pattimura 20, Kebayoran Baru Jakarta Selatan, melaksanakan proyek Pemerintah

    pembangunan jalan lintas Kalimantan dengan menggunakan dana yang berasal dari

    Hibah Luar Negeri dari Asia Foundation sebesar US$ 100.000.000,00

    (Rp950.000.000.000,00 dengan kurs Menteri Keuangan pada saatditandatanganinya kontrak sebesar Rp9.500,00/US$) yang telah tercantum dalam

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    15/36

     

    DIPA Kementerian Pekerjaan Umum. Proyek Pemerintah tersebut dilaksanakan

    selama jangka waktu 3 tahun yaitu dari tahun 2011 sampai dengan 2013. Untuk

    tahun 2013 sisa anggaran yang belum dicairkan adalah Rp350.000.000.000,00.

    Proyek Pemerintah tersebut dilaksanakan oleh kontraktor utama PT Andang

    Konstruksi (NPWP/NPPKP: 02.668.854.2-012.000) yang beralamat di Jalan Melawai

    No. 399 Jakarta Selatan, dan memiliki kualifikasi usaha besar yang dibuktikan

    dengan sertifikasi pelaksana konstruksi dari Lembaga Pengembangan Jasa

    Konstruksi.

    Bagaimanakah kewajiban perpajakan yang harus dilakukan oleh Syarif selaku

    bendahara Kementerian Pekerjaan Umum, apabila pada bulan Juli 2013 Syarif

    mencairkan sisa anggaran untuk membayar jasa pelaksanaan konstruksi yang

    dilakukan oleh PT. Andang Konstruksi?

    PT. Andang Konstruksi menerbitkan Faktur Pajak dengan kode nomor seri 020.000-

    13.00001100 pada tanggal 5 Juli 2013. Proyek Pemerintah adalah proyek yang

    tercantum dalam Daftar Isian Proyek (DIP) atau dokumen yang dipersamakan

    dengan DIP, termasuk proyek yang dibiayai dengan Perjanjian Penerusan Pinjaman

    (PPP)/ Subsidiary Loan Agreement (SLA).

    Pemotongan/pemungutan PPh 

    Pajak Penghasilan yang terhutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh

    kontraktor, konsultan dan pemasok (supplier) utama dari pekerjaan yang dilakukan

    dalam rangka pelaksanaan proyek-proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana

    hibah dan/ atau dana pinjaman luar negeri, ditanggung oleh Pemerintah. PPh Final

    Pasal 4 ayat (2) yang ditanggung oleh Pemerintah adalah sebesar :

    3% x Rp350.000.000.000,00 = Rp10.500.000.000,00

    Pemungutan PPN 

    Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutangatas impor serta penyerahan Barang dan Jasa dalam rangka pelaksanaan Proyek

    Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak

    dipungut. Kewajiban Syarif sebagai bendahara Kementerian Pekerjaan Umum :

    a. melakukan pengecekan keabsahan Faktur Pajak yang telah dibubuhi cap “PAJAK

    PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

    TIDAK DIPUNGUT” yang telah dibuat oleh PT Andang Konstruksi;

    b. membuat SSP PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas nama PT Andang Konstruksi, yang

    dibubuhi cap ”PAJAK  PENGHASILAN DITANGGUNG OLEH PEMERINTAH”

    serta menandatanganinya;

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    16/36

     

    c. membuat bukti potong PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari usaha

    Jasa Konstruksi atas nama PT Andang Konstruksi;

    d. menyerahkan dokumen SPM yang dilengkapi dengan SSP dan Faktur Pajak ke

    KPPN;

    e. setelah terbit SP2D, bendahara menyerahkan :

    1) SSP PPh Final Pasal 4 ayat (2) lembar ke-1 yang telah divalidasi (dibubuhi cap

    “telah dibukukan”) oleh KPPN; 

    2) Faktur pajak lembar ke-2; dan 3) bukti potong PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas

    Penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi, kepada PT Andang Konstruksi;

    f. melaporkan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2) ke KPP Pratama Jakarta

    Kebayoran Baru Satu paling lama tanggal 20 Agustus 2013.

    Untuk contoh pengisian Bukti Pemotongan, SSP, SPT masa dan Faktur Pajak

    PPh Pasal 4 ayat formulir T14 berdasarkan kasus diatas dapat dilihat dalam lampiran

    17 -20 .

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    17/36

     

    Lampiran 1

    Formulir F.1.1.33.12

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    18/36

     

    Lampiran 2

    Formulir F.1.1.32.04

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    19/36

     

    Lampiran 3

    Formulir  F.1.1.33.16

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    20/36

     

    Lampiran 4

    Formulir T13

    Bukti Pemotongan atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    21/36

     

    Lampiran 5

    Formulir  T13

    Surat Setoran Pajak

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    22/36

     

    Lampiran 6

    Formulir  T13

    SPT Masa

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    23/36

     

    Lampiran 7

    Formulir  F13

    Faktur Pajak

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    24/36

     

    Lampiran 8

    Formulir  T9

    SSP atas Pengalihan Hak Tanah dan/atau Bangunan (1)

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    25/36

     

    Lampiran 9

    Formulir  T9

    SSP atas Pengalihan Hak Tanah dan/atau Bangunan (2)

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    26/36

     

    Lampiran 10

    Formulir  T9

    SPT Masa

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    27/36

     

    Lampiran 11

    Formulir  T8

    Bukti Pemotongan dari Usaha Jasa Kontruksi (1)

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    28/36

     

    Lampiran 12

    Formulir  T8

    Bukti Pemotongan dari Usaha Jasa Kontruksi (2)

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    29/36

     

    Lampiran 13

    Formulir  T8

    SSP

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    30/36

     

    Lampiran 14

    Formulir  T8

    SPT Masa

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    31/36

     

    Lampiran 15

    Formulir  T8

    Faktur Pajak (1)

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    32/36

     

    Lampiran 16

    Formulir  T8

    Faktur Pajak (2)

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    33/36

     

    Lampiran 17

    Formulir  T14

    Bukti Pemotongan atas Penghasiln dari Usaha Jasa Kontruksi

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    34/36

     

    Lampiran 18

    Formulir  T14

    SSP 

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    35/36

     

    Lampiran 19

    Formulir  T14

    SPT Masa 

  • 8/17/2019 Makalah Pasal 4 (2) UU PPh

    36/36

    Lampiran 20

    Formulir  T14

    Faktur Pajak