48
KUTIPAN DAN CATATAN KAKI MAKALAH Ditulis untuk Memenuhi Tugas Bahasa Indonesia oleh Ridhani Rida Ramadhan ( 115061100111009) David Johan (115061100111013) Afida Khofsoh (115061100111031) Febrika Larasati (115061101111001) Dewi Ariesi R. ( 115061105111007) Adit Iqbal Iskandar (115061105111005)

Makalah Kutipan Dan Catatan Kaki FIX

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jggdsfvtyrysfuy

Citation preview

KUTIPAN DAN CATATAN KAKI

MAKALAH

Ditulis untuk Memenuhi Tugas Bahasa Indonesia

olehRidhani Rida Ramadhan (115061100111009)David Johan (115061100111013)Afida Khofsoh (115061100111031)Febrika Larasati (115061101111001)Dewi Ariesi R. (115061105111007)Adit Iqbal Iskandar (115061105111005)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIAFAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG2013

ii

KATA PENGANTAR

Kutipan dan catatan kaki merupakan salah satu hal yang penting untuk dipahami, sehingga dapat diterapkan pada penulisan makalah atau skripsi dengan tujuan untuk menegaskan isi uraian atau untuk membuktikan apa yang dikatakan. Penjelasan tersebut penulis berikan dengan bentuk makalah yang berjudul Kutipan dan Catatan Kaki. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang kaitan kutipan dan catatan kaki, yang kami sajikan berdasarkan dari berbagai sumber referensi.Segala puji hanya milik Allah SWT. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan ibu dosen, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Teknik Kimia Universitas Brawijaya. Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jau dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah saya di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Malang, 8 April 2013Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman Judul iKata Pengantar iiDaftar Isi iiiBAB I Pendahuluan 1A.Latar Belakang Masalah 1B.Rumusan Masalah 1C.Tujuan Penulisan 1D.Manfaat Hasil Penulisan 1BAB II Pembahasan 2A.Kutipan 21.Tujuan Pembuatan Kutipan 22. Jenis Kutipan 23. Prinsip-prinsip Mengutip 34. Cara Mengutip 45.Tanggung Jawab Penulis 11B.Catatan Kaki 121. Pengertian Catatan Kaki 122. Tujuan Pembuatan Catatan Kaki 123. Prinsip Membuat Catatan Kaki 134. Jenis Catatan Kaki 155. Unsur-unsur Referensi 156. Cara Membuat Catatan Kaki 177. Singkatan-singkatan 238. Penerapan Catatan Kaki dan Singkatan 24BAB III Penutup 26A.Kesimpulan 26B. Saran 26Daftar Pustaka 27

BAB IPENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Penulisan suatu makalah, skripsi atau karya ilmiah yang lain tidak terlepas dari pengutipan teori sebagai penunjang ataupun penguat pernyataan penulis dari berbagai sumber. Sumber tersebut dapat berupa teori tertulis maupun pendapat seseorang yang lebih ahli dalam bidangnya.Penulisan kutipan telah menjadi hal yang umum dan tidak dilarang.Tulisan yang mengandung kutipan dari sumber terpercaya terkadang lebih meyakinkan di mata pembaca. Di sisi lain, pernyataan yang dikutip juga sering Adanya pernyataan yang dikutip, tentu saja terdapat aturan-aturan dalam penulisannya.Selain berfungsi sebagai kemudahan pencarian rujukan oleh pembaca, aturan-aturan ini juga dapat menyatukan kutipan dengan tulisan.Sehingga tulisan lebih terlihat padu dan meyakinkan pembaca.Aturan-aturan ini direalisasikan dalam kutipan dan catatan kaki (footnote).

B.Rumusan Masalah1. Apakah yang dimaksud dengan kutipan dan catatan kaki?2. Bagaimana prinsip kutipan dan catatan kaki?3. Bagaimana cara penulisan kutipan dan catatan kaki?

C.Tujuan Penulisan1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kutipan dan catatan kaki.2. Mengetahui prinsip kutipan dan catatan kaki.3. Mengetahui cara penulisan kutipan dan catatan kaki.

D.Manfaat Hasil PenulisanPembaca dapat mengetahui tentang prinsip maupun aturan dalam penulisan kutipan dan catatan kaki sehingga dapat mengaplikasikannya.

BAB IIPEMBAHASAN

A.Kutipan

1.Tujuan Membuat Kutipan

Dalam penulisan-penulisan ilmiah baik penulisan artikel-artikel ilmiah, karya-karya tulis, maupun penulisan skripsi dan disertasi seringkali dipergunakan kutipan-kutipan untuk menegaskan isi uraian, atau untuk membuktikan apa yang dikatakan.Kutipan adalah pinjaman kalimat atau pendapat dari seseorang pengarang, atau ucapan seseorang yang terkenal, baik terdapat dalam buku-buku maupun majalah-majalah. Adalah sangat membuang waktu bila sebuah kebenaran yang telah diselidiki dan dibuktikan oleh seorang ahli dan sudah dimuat secara luas dalam sebuah buku atau majalah, harus diselidiki kembali oleh seorang penulis untuk menemukan kesimpulan yang sama. Di samping itu dalam keadaan tertentu seorang penulis karya ilmiah tidak punya waktu untuk menyelidiki suatu segi kecil dari tulisannya secara mendalam. Sebab itu hal-hal yang penting dan yang sudah dikenal atau sudah ditulis dalam buku-buku tidak perlu diselidiki lagi. Penulis cukup mengutip pendapat yang dianggapnya benar itu dengan menyebutkan di mana pendapat iti dibaca, sehingga pembaca dapat mencocokkan kutipan itu dengan sumber aslinya.Walaupun kutipan atas pendapat seorang ahli itu diperkenankan tidaklah berarti bahwa sebuah tulisan seluruhnya dapat terdiri dari kutipan-kutipan. Penulis harus bisa menahan dirinya untuk tidak terlalu banyak mempergunakan kutipan supaya karangannya jangan dianggap sebagai suatu himpunan dari berbagai macam pendapat. Garis besar kerangka karangan, serta kesimpulan-kesimpulan yang dibuat merupakan pendapat penulis sendiri, sebaliknya kutipan-kutipan hanya berfungsi sebagai bahan bukti untuk menunjang pendapatnya itu.

2.Jenis Kutipan

Menurut jenisnya, kutipan dapat dibedakan atas kutipan langsung dan kutipan tak langsung (kutipan isi). Kutipan langsung adalah pinjaman pendapat dengan mengambil secara lengkap kata demi kata, kalimat demi kalimat dari sebuah teks asli. Sebaliknya, kutipan tak langsung adalah pinjaman pendapat seorang pengarang atau tokoh terkenal berupa inti sari atau ikhtisar dari pendapat tersebut.Perbedaan antara kedua jenis kutipan ini harus benar-benar diperhatikan karena akan membawa konsekuensi yang berlainan bila dimasukkan dalam teks. Dalam hubungan ini cara mengambil bahan-bahan dari buku-buku pada waktu mengumpulkan data, akan sangat membantu. Seperti sudah diuraikan pada bab mengenai pengumpulan data, semua kutipan langsung yang dicatat pada kartu tidak harus dimasukkan dalam tanda kutip. Dengan cara yang demikian, penulis tidak akan mengalami kesulitan pada waktu memasukkannya dalam teks.Dalam mengambil sebuah kutipan, hendaknya kutipan itu jangan terlalu panjang, misalnya satu halaman atau lebih. Bila demikian halnya, pembaca sering lupa bahwa apa yang dibacanya pada halaman tersebut adalah sebuah kutipan. Sebab itu kutipan hendaknya diambil seperlunya saja, sehingga tidak merusak atau mengganggu uraian yang sebenarnya. Bila penulis menganggap perlu memasukkan kutipan yang panjang, maka lebih baik memasukkannya dalam bagian Apendiks atau Lampiran.Di samping kutipan yang diambil dari buku-buku atau majalah-majalah, ada pula kutipan yang diambil dari penuturan lisan.Penuturan lisan ini bisa terjadi melalui wawancara atau ceramah-ceramah. Namun kutipan semacam ini dalam karya-karya ilmiah akan kurang nilainya kalau disajikan begitu saja. Agar nilainya lebih dapat dipertanggungjawabkan, maka harus dimintakan pengesahannya lagi dari orang yang bersangkutan.

3.Prinsip-Prinsip MengutipBeberapa prinsip yang harus diperhatikan pada waktu membuat kutipan adalah:

a.Jangan mengadakan perubahanPada waktu melakukan kutipan langsung, pengarang tidak boleh mengubah kata-kata atau teknik dari teks aslinya. Bila pengarang menganggap perlu untuk mengadakan perubahan tekniknya, maka ia harus menyatakan atau memberi keterangan yang jelas bahwa telah diadakan perubahan tertentu. Misalnya dalam naskah tidak ada kalimat atau bagian kalimat yang diletakkan dalam huruf miring (kursif) atau digaris-bawahi, tetapi oleh pertimbangan penulis kata-kata atau bagian kalimat tertentu itu diberi huruf tebal, huruf miring, atau direnggangkan. Pertimbangan untuk merubah teknik itu bisa bermacam-macam: untuk memberi aksentuasi, contoh, pertentangan dan sebagainya. Dalam hal yang demikian penulis harus memberi keterangan dalam kurung segi empat [] bahwa perubahan teknik itu dibuat sendiri oleh penulis, dan tidak ada dalam teks aslinya. Keterangan dalam kurung segi empat itu misalnya berbunyi sebagai berikut: [huruf miring dari saya, Penulis].

b.Bila ada kesalahanBila dalam kutipan terdapat kesalahan atau keganjilan, entah dalam persoalan ejaan maupun dalam soal-soal ketatabahasaan, penulis tidak boleh memperbaiki kesalahan-kesalahan itu.Ia hanya mengutip sebagaimana adanya. Demikian pula halnya kalau penulis tidak setuju dengan suatu bagian dari kutipan itu.Dalam hal terakhir ini kutipan tetap dilakukan, hanya penulis diperkenankan mengadakan perbaikan atau catatan terhadap kesalahan tersebut.Perbaikan atau catatan itu dapat ditempatkan sebagai catatan kaki, atau dapat pula ditempatkan dalam tanda kurung segi empat [...] seperti halnya dengan perubahan teknik sebagai telah dikemukakan di atas. Catatan dalam tanda kurung segi empat itu langsung ditempatkan di belakang kata atau unsur yang hendak diperbaiki, diberi catatan, atau yang tidak disetujui itu. Misalnya, kalau kita tidak setuju dengan bagian itu, maka biasanya diberi catatan singkat: [sic!] Kata sic! Yang ditempatkan dalam kurung segi empat menunjukkan bahwa penulis tidak bertamggungjawab atas kesalahan itu, ia sekedar mengutip sesuai dengan apa yang terdapat dalam naskah aslinya.Coba perhatikan contoh berikut:Demikian juga dengan tata bahasa yang lain dalam karya tulis ini kami selalu berusaha mencari bentuk kata yang mengandung makan [sic!] sentral/distribusi yang terbanyak sebagai bahan dari daftar Swadesh.Kata makan dalam kutipan di atas sebenarnya salah cetak; seharusnya makna.Namun dalam kutipan, penulis tidak boleh langsung memperbaiki kesalahan itu. Ia harus memberi catatan bahwa ada kesalahan dan ia sekedar mengutip sesuai dengan teks aslinya. Untuk karya-karya ilmiah penggunaan sic! Dalam tanda kurung segi empat yang ditempatkan langsung di belakang kata atau bagian yang bersangkutan dirasakan lebih mantap.

c.Menghilangkan Bagian KutipanDalam kutipan-kutipan diperkenankan pula menghilangkan bagian-bagian tertentu dengan syarat bahwa penghilangan bagian itu tidak boleh mengakibatkan perubahan makna aslinya atau makna keseluruhannya. Penghilangan itu biasanya dinyatakan dengan mempergunakan tiga titik berspasi [. . .]. Jika unsur yang dihilangkan itu terdapat pada akhir sebuah kalimat, maka ketiga titik berspasi itu ditambahkan sesudah titik yang mengakhiri kalimat itu. Bila bagian yang dihilangkan itu terdiri dari satu alinea atau lebih, maka biasanya dinyatakan dengan titik-titik berspasi sepanjang satu baris halaman. Dalam hal ini sama sekali tidak diperkenankan untuk menggunakan garis penguhubung [ - ] sebagai pengganti titik-titik. Bila ada tanda kutip, maka titik-titik itu baik pada awal kutipan maupun pada akhir kutipan harus dimasukkan dalam tanda kutip sebab unsur dihilangkan itu dianggap sebagai bagian dari kutipan.

Contoh:Hal ini cocok dengan kehidupan para kepala itu sebagai pemimpin masyarakat, tetapi juga sebagai pemimpin upacara-upacara keagamaan. Kata Mallinckrodt: . . . in primitieve streken is werzaamheid van het hoofd met betrekking tot do de godsdienst een zijner voornaamste functies en de rechtspraak, op bovenbedoelde wijze opgevat, word teen ten deele religieuze verrichting, die het magisch evenwicht der gemeenschap herstellen moet.[footnoteRef:1] [1: R. M. Koentjaraningrat, Beberapa Metode Antropologi, (Djakarta, 1958), hal. 355. Teks sudah disesuaikan dengan ejaan yang disempurnakan.]

4.Cara-Cara Mengutip

Perbedaan antara kutipan langsung dan kutipan tak langsung (kutipan isi) akan membawa akibat yang berlainan pada saat memasukkannya dalam teks. Begitu pula cara membuat kutipan langsung akan berbeda pula menurut panjang pendeknya kutipan itu. Agar tiap-tiap jenis kutipan dapat dipahami dengan lebih jelas, perhatikanlah cara-cara berikut:

a.Kutipan langsung yang tidak lebih dari empat barisSebuah kutipan langsung yang panjangnya tidak lebih dari empat baris ketikan, akan dimasukkan dalam tekas dengan cara-cara berikut:1)Kutipan itu diintegrasikan langsung dengan teks;2)Jarak antara baris dengan baris dua spasi;3)Kutipan itu diapit dengan tanda kutip;4)Sesudah kutipan selesai diberi nomor urut penunjukan setengah spasi ke atas, atau dalam kurung ditempatkan nama singkat pengarang, tahun terbit, dan nomor halaman tempat terdapat kutipan itu.Nomor urut penunjukan mempunyai pertalian dengan nomor urut penunjukan yang terdapat pada catatan kaki. Nomor penunjukan ini bisa berlaku untuk tiap bab, dapat pula berlaku untuk seluruh karangan tersebut. Masing-masing cara tersebut akan membawa konsekuensi tersendiri. Pada nomor urutpenunjukan yang hanya berlaku pada tiap bab, maka pertama, pada tiap bab akan dimulai dengan nomor urut 1; kedua, untuk penunjukan yang pertama dalam tiap bab, nama pengarang harus disebut secara lengkap, sedangkan penunjukan selanjutnya dalam bab tersebut cukup dengan menyebut nama singkat pengarang, ditambah penggunaan singkatan-singkatan ibid., op. cit., atau loc. cit.[footnoteRef:2] Sebaliknya bila nomor urut penunjukan berlaku untuk seluruh karangan, maka hanya untuk penyebutan yang pertama, nama pengarangditulis secara lengkap; penyebutan selanjutnya hanya mempergunakan nama singkat, dan singkatan-singkatan sebagaimana tersebut di atas. [2: Singkatan ibid.,op. cit., dan loc. cit. biasanya digunakan untuk menyebut karya yang sudah disebut dalam penunjukan sebelumnya. Keterangan lebih lanjut lihat bab mengenai catatan kaki.]

Misalnya:Guru tak dapat memperhatikan muridnya seorang demi seorang. Dalam seminar The teaching of modern languages: oleh secretariat UNESCO di Nuwar Eliya, Sailan, pada bulan Agustus 1953 dikatakan: Because of the very special nature of language, teaching us well on general ed6ucational grounds, it is vital that classes should be small (hal.50). Untuk waktu yang . . .[footnoteRef:3] [3: Harimurti Kridalaksana Seminar Bahasa Indonesia 1968, (Ende,1971), hal. 225 226.]

Jadi kalimat Because of the very special nature of language, . . . dst. merupakan suatu kutipan, tetapi kutipan itu tidak lebih dari empat baris ketikan. Oleh karena itu kutipan itu harus diintegrasikan dengan teks, serta spasi antara baris adalah spasi rangkap. Tetapi sebagai pengenal bahwa bagian itu merupakan kutipan, maka bagian itu ditempatkan dalam tanda kutip.Bila mempergunakan cara yang kedua, maka sesudah kutipan langsung ditempatkan nama pengarang (singkat), tahun, dan halaman dalam kurung.

b.Kutipan Langsung yang Lebih dari Empat BarisBila sebuah kutipan terdiri dari lima baris atau lebih, maka seluruh kutipan itu harus digarap sebagai berikut:1)Kutipan itu dipisahkan dari teks dalam jarak 2,5 spasi;2)Jarak antara baris dengan baris kutipan satu spasi;3)Kutipan itu boleh atau tidak diapit dengan tanda kutip;4)Sesudah kutipan selesai diberi nomor urut penunjukan setengah spasi ke atas, ataudalam kurung ditempatkan nama singkat pengarang, tahun terbit, dan nomor halaman tempat terdapat kutipan itu;5)Seluruh kutipan itu dimasukkan ke dalam 5 7 ketikan; bila kutipan itu dimulai dengan alinea baru, maka baris pertama dari kutipan itu dimasukkan lagi 5 7 ketikan.Kadang-kadang terjadi bahwa kutipan itu terdapat lagi kutipan. Dalam hal ini dapat ditempuh dua cara:1)Mempergunakan tanda kutip ganda [. . .] bagi kutipan asli tanda kutip tunggal [. . .] bagi kutipan dalam kutipan itu, atau sebaliknya;2)Bagi kutipan asli tidak dipergunakan tanda kutip, sedangkan kutipan dalam kutipan itu mempergunakan tanda kutip ganda.Untuk jelasnya, perhatikanlah ketiga contoh berikut! Masing-masing memperlihatkan kutipan langsung yang mempergunakan tanda kutip, yang tidak mempergunakan tanda kutip, dan yang mempergunakan dua jenis tanda kutip.

Contoh 1: Mempergunakan Tanda KutipTerjemahan karya ilmiah dalam bahasa Indonesia banyak yang tidak memuaskan karena para penerjemah tidak terlatih dalam ilmu penterjemahan (suatu aspek linguistik terapan yang telah menjadi disiplin ilmiah tersendiri).Misalnya salah satu terjemahan buku ilmu pengetahuan popular diprakatai dengan:Suatu fikiran yang telah tersebat dengan luas sekali di kalangan orang banyak menggambarkan buku-buku sebagai benda-benda yang tak berjiwa, tidak efektif [sic!], serba damai yang pada tempatnya sekali berada dalam kelindungan-kelindungan sejuk dan ketenangan akademis dari biara-biara dan universitas-universitas dan tempat-tempat pengasingan diri yang lain yang jauh dari dunia yang jahat dan materialistis ini (Asrul Sani 1959:7).

Buku aslinya berbunyi. . .

Contoh 2: Tidak mempergunakan tanda kutipContoh di atas pula ditempatkan dalam bagian tersendiri dengan tidak mempergunakan tanda kutip. Dalam hal ini tidak akan timbul keragu-raguan, karena bagian yang dikutip ditempatkan agak ke dalam, serta jarak antara baris adalah spasi rapat. Perhatikan bagaimana cara menulis kutipan di atas tanpa mempergunakan tanda kutip:Terjemahan karya ilmiah dalam bahasa Indonesia banyak yang tidak memuaskan, karena para penerjemah tidak terlatih dalam ilmu penerjemahan (suatu aspek linguistik terapan yang telah menjadi disiplin ilmiah tersendiri).Misalnya salah satu terjemahan buku ilmu pengetahuan popular diprakatai dengan:Suatu fikiran yang salah yang tersebar dengan luas sekali di kalangan orang banyak menggambarkan buku-buku sebagai benda-benda yang berjiwa, tidak efektif, serba damai yang pada tempatnya sekali berada dalam kelindungan-kelindungan sejuk dan ketenangan akademis dari biara-biara dan universitas-universitas dan tempat-tempat pengasingan diri yang lain yang jauh dari dunia yang jahat dan materialistis ini. (Asrul Sani, 1959:7).

Buku aslinya berbunyi. . .

Contoh 3: Mempergunakan dua jenis tanda kutipBila dalam sebuah kutipan terdapat pula kutipan, maka keduanya dibedakan dengan mempergunakan tanda kutip yang berlainan. Untuk itu perhatikanlah contoh berikut:Masih ada pendapat lain tentang konflik itu. Untuk tidak salah tanggap, pembicara kutip di sini sepenggal tanggapan Mh. Rustandi Kartakusuma tentang apa itu sebenarnya yang disebut Dramatik, dalam prakatanya dramanya: merah semua putih semua:

Dramatik timbul oleh pertentangan (konflik); pertentangan dengan Alam atau Tuhan, dengan diri sendiri, dengan manusia sesama, dengan lingkungan. Pertentangan menimbulkan lakon, menimbulkan plot (alur) atau intrigue.Akan tetapi pertentangan sendiri dimungkinkan oleh apa? Apa sumber pertentangan?Syahdan sumber pertentangan tiadalah lain selain jiwa manusia. Jiwa manusia sebagai benda logam yang berat bermuatan listrik. Bila bertemu dengan benda lain yang berlistrik maka timbullah dramatik: Sebelum kutarik handle ini dan elektron berloncatan dari kutub ke kutub ungu gelora panas-bangis. . .Jadi, dasar dramatik yang paling dalam adalah kejiwaan manusia, benda bermuatan listrik, yang voltasenya lebih dari seribu.[footnoteRef:4] [4: Lukman Ali, ed., Bahasa dan Kesusastraan Indonesia (Jakarta 1967), hal. 164 165.]

Seperti halnya dengan contoh b, maka contoh di atas pun dapat ditempatkan dalam cara lain, yaitu tidak mempergunakan tanda kutip. Dalam hal ini kutipan dalam kutipan itu dapat ditempatkan dalam tanda kutip ganda.

c.Kutipan tak langsungDalam kutipan tak langsung biasanya inti atau sari pendapat itu yang dikemukakan. Sebab itu kutipan itu tidak boleh mempergunakan tanda kutip. Beberapa syarat harus diperhatikan untuk membuat kutipan tak langsung:1)Kutipan itu diintegrasikan dengan teks;2)Jarak antar baris dua spasi;3)Kutipan tidak diapit dengan tanda kutip;4)Sesudah kutipan selesai diberi nomor urut penunjukan setengah spasi ke atas, ataudalam kurung ditempatkan nama singkat pengarang, tahun terbit, dan nomor halaman tempat terdapat kutipan itu.

ContohPertama-tama harus dibedakan dahulu antara kata aksen dan tekanan. Dalam tata istilah ilmu bahasa aksen tidak sama dengan tekanan. Aksen lebih luas maknanya daripada tekanan. Tata aksen dalam suatu bahasa memperbedakan suku-suku kata (yang sama bentuk fonemik-sementalnya) dengan jalan titnada, kontur lagu, jangka bunyi, dan tekanan. Dengan perkataan lain, tekanan itu hanya satu bagian dari tata aksen, di samping unsur titinada, kontur dan jangka.21Pada catatan kaki dengan nomor urut penunjukan 21 kita dapat membaca penjelasan sebagai berikut:21 Hockett, op. cit. hal. 33 35; dan selanjutnya juga Hockett, A Manual of Phonology Indiana University Publications in Anthropology and Linguistics, Memoir II, 1955; hal. 43 66.

Hal itu menunjukkan kepada kita bahwa inti dari teks tersebut di atas sebenarnya adalah suatu sari dari uruian yang lebih panjang, sebagai dapat dibaca dalam tulisan Hockett. Sebagai sudah diterangkan di atas, nomor pada teks sama dengan nomor penunjukan yang terdapat pada catatan kaki halaman yang bersangkutan.

d.Kutipan pada catatan kakiSelain dari kutipan yang dimasukkan dalam teks seperti telah diuraikan di atas, (baik kutipan langsung maupun kutipan tak langsung), ada pula kutipan yang ditempatkan pada catatan kaki. Bila cara demikian yang dipergunakan, maka kutipan demikian selalu ditempatkan dalam spasi rapat, biarpun kutipan itu singkat saja. Demikian juga kutipan itu selalu dimasukkan dalam tanda kutip, dan dikutip tepat seperti teks aslinya.Walaupun di atas telah dikemukakan juga bahwa kutipan yang panjang sekali lebih baik ditempatkan dalam Apendiks atau Lampiran, namun ada juga pengarang yang beranggapan bahwa kutipan semacam itu lebih baik ditempatkan pada catatan kaki, agar lebih mudah bagi pembaca untuk memeriksanya.

Contoh:Berbagai penyelidikan tentang akulturasi yang dilakukan oleh para sarjana ilmu anthropologi-budaya bangsa Amerika memang telah menunjukkan bahwa penyelidikan-penyelidikan akan perstiwa perpaduan kebudayaan yang dipandang dari sudut kompleks-kompleks unsur-unsur yang khusus, telah memberi hasil yang memuaskan. Karena itu Kerskovits beranggapan bahwa pandangan serupa itulah pandangan yang paling berguna di dalam penyelidikan akulturasi.2[footnoteRef:5] [5: R. M. Koentjaraningrat, Op. Cit., hal. 432-433.]

Pada catatan kaki halaman yang sama, di bawah nomor urut penunjukan 2, dapat dibaca sebuah kutipan langsung seperti di bawah ini:2 kata beliau: However desirable studies of change in whole culture may thus be, it seems most advantageous in practice for the student to analyse into its components the culture that has experienced contact. . . one can no more study whole cultures than one take as the subject for a specific research project the human body in its entirery. . . (M.J. Herskovits, 1948:536)

Sebagai tampak dari contoh di atas, kutipan itu dibuat dalam spasi rapat; kata whole culture mempergunakan tanda kutip tunggal, karena tanda kutip ganda sudah dipergunakan untuk seluruh kutipan itu. Begitu pula perhatikan bagaimana bagian-bagian yang ditinggalkan dari teks asli diganti dengan tiga titik berspasi.

e.Kutipan atas ucapan lisanDalam karya-karya ilmiah atau tulisan-tulisan lainnya sering pula dibuat kutipan-kutipan atas ucapan-ucapan lisan, entah yang diberikan dalam ceramah-ceramah, kuliah-kuliah atau wawancara-wawancara. Sebenarnya kutipan atas sumber semacam ini sulit dipercaya, kecuali mungkin ucapan yang disampaikan seorang tokoh yang penting dalam suatu kesempatan yang luar biasa, sertaa dapat diikuti oleh masyarakat luas.Bila penulis ingin memasukkan juga kutipan-kutipan semacam itu di dalam tulisannya, maka sebaiknya ia memperlihatkan naskah kutipan itu terlebih dahulu kepada orang yang memberi keterangan itu untuk mendapatkan pengesahannya. Kalau ada kekurangan atau kesalahan dapat diadakan perbaikan terlebih dahulu oleh yang bersangkutan. Dengan demikian tidak perlu timbul bantahan atau hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.Sumber ucapan-ucapan lisan itu dapat dimasukkan langsung dalam teks, dapat pula dimasukkan dalam catatan kami seandainya akan mengganggu jalannya teks itu sendiri.

Cara yang pertamaDalam menjawab nota Keungan & RAPBD Daerah Khusus Ibukota tahun 1973, tanggal 2 Pebruari 1973, Gubernur Ali Sadikin mengatakan a.l.:. . . Tetapi apabila kita jujur berkenan melihat persoalan itu pada perspektif yang lebih luas dan pada proporsi yang wajar, maka aka terlihat bahwa kepentingan umum memang benar menuntut adanya pengorbanan-pengorbanan itu. . .

Cara yang keduaDalam usaha meremajakan Ibukota, Pemerintah DKI Jaya selalu berusaha memperkecil pengorbanan.Pengorbanan inilah yang pada instansi pertama sering dirasakan membawa akibat yang kurang menyenangkan bagi sementara pihak yang terkena ketentuan itu. Kepentingan umum akhirnya menuntut yang demikian, sebagaimana ditegaskan dengan kata-kata berikut:. . . Tetapi apabila kita jujur berkenan melihat persoalan itu pada perspektif yang lebih luas dan pada proporsi yang wajar, maka akan terlihat bahwa kepentingan umum memang benar menuntut adanya pengorbanan-pengorbanan itu. . .2Pada catatan kaki dengan nomor urut penunjukan 2 dapat dibaca keterangan sebagai berikut:2 Guberbur Ali Sadikin, dalam menjawan nota Keuangan % RAPBD 1973, tanggal 2 Pebruari 1973.

Jadi keterangan mengenai sumber dan kesempatan sumber itu diucapkan dapat diintegrasikan dengan teks (cara pertama), dapat pula ditempatkan sebagai keterangan pada catatan kaki (cara kedua).

f.Variasi membuat kutipanWalaupun telah diuraikan secara terperinci cara-cara membuat kutipan sebagaimana dapat dilihat dalam uraian di atas, namun perlu kiranya diingat bahwa sebuah pola yang terus-menerus dipakai akan menimbulkan kebosanan. Sebab itu pola-pola membuat kutipan akan lebih efektif kalau mengandung variasi; variasi antara kutipan langsung dan kutipan tak langsung, variasi antara kutipan yang dimasukkan dalam teks dan kutipan yang dimasukkan dalam catatan kaki.Di samping itu masih ada beberapa cara lain untuk membuat kutipan-kutipan itu dirasakan lebih mantap. Salah satu cara (terutama untuk kutipan yang singkat) adalah langsung mulai dengan materi kutipan hingga perhentian terdekat (bisa koma, frasa yang bebasm bisa juga titik) disusul dengan sisipan penjelas tentang ucapan atau pendapat itu, untuk mengetahui siapa yang berkata demikian. Untuk itu perhatikan contoh berikut: Jelaslah, demikian tulis Ny, Haryati Soebadio, bahwa pola tatabahasa bahasa-bahasa fleksi sukar gpergunakan untuk bahasa Indonesia. Dengan pola tersebut kita mendapat kesan, bahwa perasaan untuk membedakan kata kerja dengan kata nama dalam bahasa Indonesia tidak sangat bertumbuh. . .

5.Tanggung-jawab PenulisSebuah kutipan hendaknya dibuat dengan penuh tanggungjawab. Dalam hubungan dengan persoalan tanggungjawab ini, harus diingat bahwa kutipan itu dapat dibuat sekurang-kurangnya untuk dua tujuan yang berlainan; pertama, kutipan dibuat untuk mengadakan sorotan, analisa, atau kritik, dan kedua, kutipan dibuat untuk memperkuat sebuah uraian.Kutipan jenis pertama tidak begitu banyak yang menuntut pertanggunganjawab penulis. Pertanggungjawab penulis hanya bekisar pada persoalan apakah bagian yang dikutip itu sepenuhnya mencerminkan gagasan pengarang secara bulat, dan kutipan itu dikutip tanpa membuat kesalahan.Di pihak lain, kutipan kedua di samping menuntut pertanggungan jawab sebagai diuraikan di atas meminta pertanggunganjawab yang lebih besar. Mengutip pendapat seseorang, berarti penulis menyetujui pendapat itu. Dengan menyetujui pendapat itu berarti ia bertanggungjawab pula atas kebenarannya, dan bersedia pula memberikan bukti-bukti untuk mempertahankan pendapat itu. Sebab itu penulis harus dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan kebenaran pendapat yang dikutip itu dari segala sudut. Kutipan-kutipan itu akan turut meletakkan dasar-dasar bagi kesimpulan yang akan diturunkannya, baik dalam bab tersebut, maupun yang akan direkapitulasinya dalam kesimpulan terakhir dari tulisan itu.Kadang-kadang orang-orang terpesona dengan ucapan-ucapan atau fakta-fakta yang diajukan oleh orang-orang yang tinggi kedudukannya seolah-olah itu dalah seluruh kebenaran yang harus diikuti tanpa mengadakan penilaian sejauh mana ucapan itu dapat diterima. Begitu pula ahli-ahli yang kenamaan bisa saja membuat kesalahan tertentu. Semua yang ditulis dalam buku, belum tentu dapat diterima seluruhnya. Sebab itu mengutip sebuah pendapat harus disertai kebijaksanaan dan ketajaman, untuk bisa mempertanggungjawabkannya seolah-olah pendapat sendiri, bukan lagi pendapat pengarang yang dikutip.

BCatatan Kaki

1.Pengertian

Yang dimaksud dengan catatan kaki adalah keterangan-keterangan atas teks karangan yang ditempatkan pada kaki halaman karangan yang bersangkutan. Bila keterangan semacam itu ditempatkan pada akhir bab atau akhir karangan, maka catatan atau keterangan semacam itu disebut saja keterangan.Seperti telah diuraikan di atas (lihat kutipan), semua kutipan, entah kutipan langsung maupun kutipan tak langsung, harus dijelaskan mengenai sumber asalnya dalam sebuah catatan kaki, kalau memang cara ini yang dipergunakan. Catatan kaki sementara itu bukan semata-mata dimaksudkan untuk menunjuk sumber tempat terdapatnya sebuah kutipan, tetapi dapat juga dipakai untuk memberi keterangan-keterangan lainnya terhadap teks. Sebab itu catatan kaki dan bagian dari teks yang akan diberi penjelasan itu terdapat suatu hubungan yang sangat erat.Hubungan antara catatan kaki dan teks yang dijelaskan itu biasanya dinyatakan dengan nomor-nomor penunjukan yang sama, baik yang terdapat dalam teks maupun yang terdapat dalam catatan kaki itu sendiri. Selain mempergunakan nomor-nomor penunjukan, hubungan itu kadang-kadang dinyatakan pula dengan mempergunakan tanda asterik atau tanda bintang [*]. Dan kadang-kadang dengan mempergunakan tanda salib [] pada halaman yang bersangkutan. Bila pada halaman yang sama terdapat dua catatan atau lebih, maka dipergunakan satu tanda asterik atau tanda salib untuk catatan yang pertama, dan dua tanda untuk catatan yang kedua, dan seterusnya.

2.Tujuan

Lepas dari persoalan hubungan antara kutipan dan catatan kaki yang dinyatakan secara formal dengan tanda-tanda itu, apa sebenarnya tujuan sebuah catatan kaki? Tujuan catatan kaki di sini tentu tidak akan terlepas dari kaitannya dengan isi teks yang akan diberi penjelasan itu.

Pada dasarnya sebuah catatan kaki dibuat untuk maksud-maksud berikut:

a.Untuk menyusun pembuktianSemua dalil atau pernyataan yang penting, yang bukan merupakan pengetahuan umum harus didukung oleh pembuktian-pembuktian. Pembuktian itu dapat dibeberkan dalam teks, dapat pula dimasukkan dalam catatan kaki, atau kedua-duanya. Khususnya dalam hal ini, kita menunjukkan kembali kebenaran-kebenaran yang pernah dicapai oleh seorang pengarang lain dalam bukunya atau tulisan-tulisannya. Sebab itu referensi atau penunjukan dalam catatan kaki itu dimaksudkan untuk menunjukkan tempat atau sumber di mana suatu kebenaran telah dibuktikan oleh orang lain.

b.Menyatakan utang budiDi samping tujuan pertama di atas, penunjukan sumber pada catatan kaki dimaksudkan pula untuk menyatakan utang budi kepada pengarang yang dikutip pendapatnya.Sebuah catatan kaki wajib dibuat untuk setiap dalil, pendapat, atau pernyataan yang penting, atau bagi setiap kesimpulan yang dipinjam dari pengarang lain, entah pinjaman itu berupa kutipan langsung atau kutipan tak langsung. Dengan menyebut nama pengarang yang dikutip pendapatnya itu, sekurang-kurangnya kita telah menyatakan utang budi kita kepadanya. Sebaliknya semua hal yang umum, yang sudah diketahui oleh semua orang atau semua pembaca, tidak perlu diberi catatan kaki.

c.Menyampaikan keterangan tambahanCatatan kaki dapat pula dimaksudkan untuk menyampaikan keterangan tambahan untuk memperkuat uraian di luar persoalan atau garis-garis yang diperkenankan oleh laju teks.Prinsip yang umum untuk hal ini adalah bahwa gerak atau laju dari teks karangan tidak boleh diganggu oleh referensi atau keterangan tambahan. Sebab itu keterangan-keterangan tambahan yang dimaksud untuk memperkuat teks karangan, dapat berbentuk:1)menyampaikan inti atau sari sebuah fragmen yang dipinjam;2)menyampaikan uraian teknis, keterangan incidental, atau materi yang memperjelas teks, atau informasi tambahan terhadap topik yang disebut dalam teks;3)menyampaikan materi-materi penjelas yang kurang penting, seperti perbaikan, atau pandangan-pandangan lain yang bertentangan.

d.Merujuk bagian lain dari teksDi samping itu catatan kaki dapat dipergunakan untuk menyediakan referensi kepada bagian-bagian lain dari tulisan itu. Dalam hal ini, penulis misalnya memberi catatan untuk melihat atau memeriksa uraian pada halaman atau bab lain sebelumnya, atau halaman-halaman atau bab lain yang akan diuraikan kemudian. Begitu pula penunjukan kepada Apendiks atau Lampiran harus melalui catatan kaki. Untuk maksud ini sering dijumpai singkatan-singkatan seperti: cf. atau conf. yang berarti bandingkan dengan, ut supra yang berarti seperti di atas, infra yang berarti di bawah, dsb.

3.Prinsip membuat catatan kaki

Untuk membuat catatan kaki, perlu diperhatikan beberapa prinsip berikut:

a.Hubungan catatan kaki dan teksSeperti sudah dikemukakan di atas, hubungan antara keterangan pada catatan kaki dengan teks dinyatakan dengan mempergunakan nomor urut penunjukan baik yang terdapat dalam teks maupun yang terdapat pada catatan kaki. Baik nomor penunjukan dalam teks maupun nomor penunjukan pada catatan kaki selalu ditempatkan agak ke atas setengah spasi dari teks.

b.Nomor urut penunjukanHal kedua yang perlu diperhatikan adalah bagaimana menuliskan nomor urut penunjukan. Sama sekali tidak praktis untuk memulai nomor urut yang baru pada tiap halaman. Dalam hal yang demikian lebih baik mempergunakan tanda asterik atau tanda salib. Bila mempergunakan nomor urut, maka sebaiknya nomor urut itu berlaku untuk tiap bab, atau untuk seluruh karangan. Pemakaian nomor urut yang berlaku untuk seluruh karangan, masing-masing mempunyai konsekuensi sendiri-sendiri.Bila nomor urut penunjukan hanya berlaku untuk tiap bab, maka konsekuensi yang pertama adalah bahwa untuk tiap bab selalu dimulai dengan nomor urut 1 untuk catatan yang pertama, yang kemudian dilanjutkan dengan nomor urut berikutnya sampai pada akhir bab. Konsekuensi yang kedua adalah bahwa nama pengarang dan sumber yang untuk pertama kali disebut dalam satu bab, harus disebut secara lengkap. Penunjukan berikutnya atas sumber yang sama dalam bab tersebut akan mempergunakan singkatan Ibid., atau nama singkat pengarang dengan singkatan Op. cit., atau loc. cit. (lihat bagian 7).Sebaliknya bila nomor penunjukan itu berlaku untuk seluruh karangan, maka penunjukan sumber secara lengkap hanya dipergunakan untuk penyebutan yang pertama kali. Penunjukan berikutnya atas sumber yang sama dalam seluruh karangan itu akan mempergunakan singkatan Ibid., atau nama singkat pengarang ditambah singkatan Op. cit., atau Loc. cit. tanpa mempersoalkan apakah itu terdapat pada penyebutan yang pertama dalam bab berikutnya.

c.Teknik pembuatan catatan kakiPrinsip lain yang harus diketahui adalah teknik pembuatan catatan kaki itu sendiri. Untuk sebuah naskah yang diketik, penempatan catatan kaki meminta pula persyaratan-persyaratan teknis tertentu. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:1)harus disediakan ruang atau tempat secukupnya pada kaki halaman tersebut sehingga margin bawah tidak boleh lebih sempit dari 3 cm sesudah diketik baris terakhir dari catatan kaki;2)sesudah baris terakhir dari teks, dalam jarak 3 spasi harus dibuat sebuah garis, mulai dari margin kiri sepanjang 15 ketikan dengan huruf pika, atau 18 ketikan dengan huruf elite [];3)dalam jarak dua spasi dari garis tadi,dalam jarak 5 7 ketikan dari margin kiri diketik nomor penunjukan;4)langsung sesudah nomor penunjukan, setengah spasi ke bawah mulai diketik baris pertama dari catatan kaki;5)jarak antar baris dalam catatan kaki adalah spasi rapat, sedangkan jarak antar catatan kaki pada halaman yang sama (kalau ada) dalam dua spasi;6)baris kedua dari tiap catatan kaki selalu dimulai dari margin kiri.

4.Jenis catatan kakiSebuah catatan kaki terdiri dari dua bagian, yaitu pertama, angka penunjukan yang ditempatkan agak ke atas setengah spasi, dan kedua, isi dari catatan kaki itu. Isi dari catatan kaki akan memberi corak pula terhadap jenis atau macam catatan kaki.Sejalan dengan tujuan catatan kaki sebagai telah dikemukakan di atas, maka dapatlah dikemukakan sekali lagi bahwa jenis catatan kaki ada tiga macam, yaitu:

a.Penunjukan sumber (referensi)Macam catatan kaki yang pertama adalah menunjuk sumber tempat sumber kutipan terdapat. Catatan kaki semacam ini disebut juga sebagai referensi. Referensi itu harus dibuat oleh penulis bila:1)mempergunakan sebuah kutipan langsung;2)mempergunakan sebuah kutipan tak langsung;3)menjelaskan dengan kata-kata sendiri apa yang telah dibaca;4)meminjam sebuah tabel, peta, atau diagram dari suatu sumber;5)menyusun sebuah diagram berdasarkan data-data yang diperoleh dari suatu sumber, atau beberapa sumber tertentu;6)menyajikan sebuah evidensi khusus, yang tidak dianggap sebagai pengetahuan umum;7)menunjuk kembali kepada bagian lain dari karangan itu.

b.Catatan penjelasAda pula catatan kaki yang dibuat dengan tujuan untuk membatasi suatu pengertian, atau menerangkan dan memberi komentar terhadap suatu pernyataan atau pendapat yang dimuat dalam teks. Penjelasan ini harus dibuat dalam catatan kaki, dan tidak dimasukkan dalam teks karena akan mengganggu jalannya uraian dalam teks itu. Catatan semacam ini disebut catatan penjelas, karena fungsinya hanya akan memberi penjelasan tambahan.

c.Gabungan sumber dan penjelasJenis yang ketiga adalah gabungan dari kedua macam catatan di atas, yaitu pertama menunjuk sumber di mana dapat diperoleh bahan-bahan dalam teks, dan kedua memberi komentar atau penjelasan seperlunya tentang pendapat atau pernyataan yang dikutip tersebut, atau keterangan-keterangan tambahan yang ada hubungan dengan sumber itu.

5.Unsur-unsur ReferensiUnsur-unsur catatan kaki yang menyangkut referensi, sama dengan materi bibliografi; perbedaannya terletak dalam penekanan. Di samping itu ada suatu perbedaan yang cukup penting yaitu referensi selalu mencantumkan nomor halaman, di mana kutipan itu dapat diperoleh. Dalam bibliografi hal itu tidak ada, kecuali penyebutan jumlah halaman dari karya itu.Sebelum mengikuti secara terperinci cara pembuatan catatan kaki bagi tiap jenis kepustakaan, hendaknya diketahui terlebih dahulu ikhtisar-ikhtisar unsur-unsur referensi di bawah ini. Di samping unsur-unsur catatan kaki tersebut, hendaknya diperhatikan pula konvensi-konvensi yang berlaku bagi catatan-catatan kaki.

a.Pengarang1)Nama pengarang dalam catatan kaki dicantumkan sesuai dengan urutan biasa yaitu: gelar (kalau ada), nama kecil, nama keluarga. Misalnya: Prof. Dr. Muhammad Thalib, Dr. B.C. Hansip, dsb. Pada penunjukan yang kedua dan selanjutnya cukup dipergunakan nama singkat misalnya: Thalib, Hansip, dsb.2)Bila terdapat lebih dari seorang pengarang maka semua nama pengarang dicantumkan kalau ada dua atau tiga nama pengarang, sebaliknya kalau ada empat nama atau lebih cukup nama pertama yang dicantumkan, sedangkan bagi nama-nama lain digantikan dengan singkatan et al. (et alii = dan lain-lain). Pada penyebutan kedua dan selanjutnya cukup nama singkat pengarang pertama, sedangkan nama-nama lain digantikan dengan et al.3)Penunjukan kepada sebuah kumpulan (bunga rampai, antologi), sama dengan nomor (1) dan (2) ditambah singkatan ed. (editor) di belakang nama penyunting atau penyunting terakhir, dipisahkan oleh sebuah tanda koma. Singkatan ed. boleh ditempatkan dalam tanda kurung, boleh juga tidak.4)Jika tidak ada nama pengarang atau editor, maka catatan kaki dimulai dengan judul buku atau judul artikel.

b.Judul1)Semua judul mengikuti peraturan yang sama seperti pada bibliografi: judul buku, judul majalah, harian, atau ensiklopedi digarisbawahi atau dicetak dengan huruf miring; judul artikel ditempatkan dalam tanda kutip.2)sesudah catatan kaki pertama, maka pada penyebutan kedua dan seterusnya atas sumber yang sama, judul buku dsb. tidak perlu disebut lagi, dan digantikan dengan singkatan: Ibid., Op. cit., atau Loc. cit. Bila ada dua karya atau lebih dari seorang pengarang digunakan, maka satu bentuk yang singkat dari judul biasanya dipergunakan untuk menghilangkan keragu-raguan.Misalnya: Thalib, Kemakmuran, hal. 76.3)sesudah penunjukan pertama kepada sebuah artikel dalam majalah atau harian, maka untuk selanjutnya cukup dipergunakan judul majalah atau harian tanpa judul artikel, misalnya: Majalah Ilmu-ilmu Sastra Indonesia, hal. 76; Kompas, hal. 6. Bila ada lebih dari satu nomor yang dipergunakan, maka cara di atas tidak bisa dipergunakan.

c.Data Publikasi1)Tempat dan tahun penerbitan sebuah buku dapat dicantumkan pada referensi pertama; referensi-referensi selanjutnya (dalam kesatuan nomor urut itu) ditiadakan. Dalam referensi yang pertama, tempat dan tahun terbit ditempatkan dalam tanda kurung dan dipisahkan dengan sebuah koma, misalnya: (Jakarta, 1973). Nama penerbit yang juga merupakan sebuah data publikasi biasanya ditinggalkan dalam referensi pertama, terutama kalau ada bibliografi yang menyajikan semua data secara lengkap. Jika nama penerbit harus dicantumkan juga, maka harus ditempatkan sesudah nama tempat dengan didahului sebuah tanda titik dua, misalnya: (Jakarta: Djambatan, 1967).2)Data publikasi bagi sebuah majalah, tidak perlu memuat nama tempat dan penerbit, tetapi harus mencantumkan nomor jilid dan nomor halaman, tanggal, bulan (tidak boleh disingkat), dan tahun. Semua keterangan mengenai penanggalan biasanya ditempatkan dalam tanda kurung, misalnya: (April, 1970).3)Data sebuah publikasi bagi artikel sebuah harian terdiri dari: bulan, hari, tanggal, tahun, dan nomor halaman. Penanggalan tidak boleh ditempatkan dalam tanda kurung.

d.Jilid dan nomor halaman1)Untuk buku yang terdiri dari satu jilid, maka singkatan halaman (hal.) dipakai untuk menunjukkan nomor halaman, misalnya: hal. 78.2)Jika sebuah buku terdiri dari beberapa jilid, maka harus dicantumkan nomor jilid dan nomor halaman. Untuk nomor jilid dipergunakan angka romawi, sedangkan untuk nomor halaman dipergunakan angka Arab, tanda singkatan hal. Untuk karya-karya ilmiah biasanya dipergunakan cara lain, yaitu baik normor jilid maupun nomor halaman ditulis dengan angka Arab yang dipisahkan oleh titik dua. Misalnya: MISI, 1 (April, 1963) hal. 47 - 58 atau: MISI, 1: 47 - 58 (April, 1963).

6.Cara membuat catatan kaki

Dengan memperhatikan prinsip-prinsip tentang catatan kaki serta unsur-unsur catatan kaki seperti yang telah diuraikan di atas, maka marilah kita memperhatikan cara membuat catatan kaki bagi tiap jenis referensi dan catatan-catatan lainnya, sebagai diuraikan di bawah ini. Karena cara membuat catatan kaki mempunyai hubungan pula dengan teks pada halaman yang sama, maka dalam dua contoh pertama disertakan pula bagian terakhir dari teks yang menunjuk kepada catatan kaki, sehingga dapat dilihat sekaligus cara menempatkan nomor penunjukan yang terdapat dalam teks, garis pemisah antara teks dan catatan kaki, serta cara membuat catatan kaki itu sendiri. Titik-titik berspasi yang mendahului dan mengikuti contoh teks berarti ada lebih dari satu alinea yang dihilangkan sebelum dan sesudah teks yang dikutip tersebut.

a.Referensi kepada buku dengan seorang pengarangkekerabatan umat manusia di seluruh dunia menyebabkan bahwa di dalam menganalisa suatu sistim kekerabatan di dalam suatu masyarakat itu, mereka memandang akan istilah-istilah itu sebagai proses-proses hubungan kemasyarakatan. 12 Demikian sistim-sistim kekerabatan itu. . .[footnoteRef:6] [6: R. M. Koentrjaraningrat, Op. Cit., hal. 291.]

12 F. Graebner, Etnologie in die Kultur der Gegenwart (Leipzig, 1923), hal. 544.

Perhatikan:1)Nama pengarang ditulis lengkap, tidak dibalik (karena referensi yang pertama kali);2)Antara nama pengarang dan judul buku dipergunakan tanda koma (pada bibliografi dipergunakan titik). Antara judul buku dan data publikasi tidak ada titik atau koma;3)Tempat dan tahun terbit ditempatkan dalam tanda kurung; Penerbit tidak perlu diikut-sertakan.

b.Referensi kepada buku dengan dua atau tiga pengarangdan menganalisa riwayat-riwayat hidup dari beberapa individu yang dipilih dari antara semua penduduk desa Atimelang di Alor itu 5 dan dengan metode-metode penguji isi jiwa atau projective tests method. Hasil . . .5 L. Gottschalk, C. Kluckhohn, R. Angell, The Use of Personal documents in History, Anthropology and Sociology (New York: Social Science Research Council, 1945), hal. 82 - 173. 2Perhatikan:Nama penerbit dimasukkan, sebab itu antara nama tempat dan penerbit diberi titik dua. Yang lain-lain seperti pada nomor 1.c.Referensi kepada buku dengan banyak pengarangMulai contoh ini dan seterusnya, kutipan teks beserta garis pemisah ditiadakan, langsung diberikan bentuk dari referensi itu.

7 Alton C. Morris, et al., College English, the first year (New York, 1964), hal. 51 - 56.

Perhatikan:1)Hanya nama pengarang pertama yang disebut, nama-nama lainnya diganti dengan singkatan et al.;2)Antara nama pengarang dan singkatan et al., serta antara singkatan et al. dan judul buku diberi tanda pemisah koma.

d.Kalau edisi berikutnya mengalami perubahan8 H. A. Gleason, An Introduction to Descriptive Linguistics (rev. ed.; New York, 1961), hal. 56.1)Keterangan tentang ulang-cetak atau edisi yang diperbaharui diletakkan dalam kurung sebelum tempat terbit;2)Antara tempat terbit dan keterangan tentang ulang-cetak atau edisi yang diperbaharui diberi tanda pemisah berupa titik koma.e.Buku yang terdiri dari dua jilid atau lebih9 A. H. Lightstone, Concepts of Calculus (Vol.I; New York: Harper & Row, 1966), hal. 75.atau9 A. H. Lightstone, Concepts of Calculus (New York: Harper & Row, 1966), I, 75.1) Keterangan tentang nomor jilid ditempatkan dalam kurung sebelum tempat terbit, atau2)ditempatkan di luar tanda kururng sebelum nomor halaman;3)nomor jilid selalu dengan angka Romawi sedangkan nomor halaman dengan angka Arab.

f.Sebuah edisi dari karya seorang pengarang atau lebih10 Lukman Ali, ed., Bahasa dan Kesusastraan Indonesia, sebagai Tjermin Manusia Indonesia Baru (Djakarta, 1967), hal. 84 - 85.atau10 Harimurti Kridalaksana, Pembentukan istilah Ilmiah dalam Bahasa Indonesia, Bahasa dan Kesusastraan Indonesia, sebagai Tjermin Manusia Indonesia Baru, ed. Lukman Ali (Djakarta; 1967), hal. 84 - 85.1)Bila yang lebih ditekankan adalah editornya, maka nama editor yang dicantumkan lebih dahulu; bila penulis artikel atau karya itu yang dipentingkan, maka nama pengarang itu didahulukan.2)Bila nama pengarang didahulukan maka harus disertakan judul artikel dan judul bukunya, baru menyusul singkatan ed. dan nama editornya.3)Jika editornya lebih dari seorang, maka caranya sama seperti nomor b dan c.

g.Sebuah Terjemahan11 Multatuli, Max Havelaar, atau Lelang Kopi Persekutuan Dagang Belanda, terj.H.B. Jassin (Djakarta, 1972), hal. 50.1)Nama pengarang asli ditempatkan di depan;2)Keterangan tentang penerjemah ditempatkan sesudah judul buku, dipisahkan oleh sebuah tanda koma.

h.Artikel dalam sebuah Antologi12 David Riesman, Character and Society, Toward Liberal Education, eds. Louis G. Locke, William M. Gibson, and George Arms (New York, 1962), hal. 572 - 573.1)Sama dengan nomor 6, contoh yang kedua;2)Judul artikel dan judul buku harus dimasukkan; begitu pula nama penulis dan editornya harus dimasukkan.

i.Artikel dalam EnsiklopediKetiga contoh berikut memperlihatkan cara membuat catatan kaki yang menunjuk kepada artikel yang diambil dari sebuah ensiklopedi. Cara pertama menunjuk kepada sebuah ensiklopedi yang terkenal, sebab itu penerbit dan tempat terbit bisa diabaikan. Contoh yang kedua mencantumkan tempat dan nama penerbit. Contoh yang ketiga memperlihatkan sebuah artikel ensiklopedi yang tidak ada nama penulisnya.13 Robert Ralph Bolgar, Rhetoric, Encyclopaedia Britannica (1970), XIX, 257 - 260. 14 T. Wright, Language Varieties: Language and Dialect, Encyclopedia of Linguistics, Information and Control (Oxford: Pergamon Press Ltd., 1969), hal. 243 - 251.15 Vaccination, Encyclopaedia Britannica (14 th ed.), XXII, 921 - 923.1)Dalam Encyclopaedia Britannica, nama-nama pengarang ditulis dengan inisialnya. Untuk mengetahui nama yang lengkap harus dicari keterangan tentang singkatan-singkatan nama itu pada jilid I.2)Bila tidak ada nama pengarang, maka judul artikel yang didahulukan.3)Bila dicantumkan penanggalan tanpa tempat terbit dan penerbit, maka tahun terbit atau nomor edisi itu ditempatkan dalam kurung sesudah judul ensiklopedi.

j.Referensi pada artikel MajalahAda tiga cara yang dapat dipergunakan untuk membuat catatan kaki yang merujuk kepada artikel dalam sebuah majalah, yaitu:16 Ny. H. Soebadio, Penggunaan Sansekerta dalam Pembentukan Istilah Baru, Madjalah Ilmu-ilmu Sastra Indonesia, I (April, 1963), hal. 47 - 58.17 Harimurti Kridalaksana, Perhitungan Leksikostatistik atas delapan Bahasa Nusantara Barat serta Penentuan Pusat Penyebaran Bahasa-bahasa itu berdasarkan Teori Migrasi, Madjalah Ilmu-ilmu Sastra Indonesia, 2: 319 - 352, Oktober, 1964.18 Samsuri, M.A., Sistim Fonem Indonesia dan suatu penyusunan Edjaan Baru, Medan Ilmu Pengetahuan, Oktober, 1960, hal. 323 - 341.1)Contoh pertama memperlihatkan bentuk yang standar. Nomor jilid ditempatkan sesudah judul majalah, dipisahkan oleh tanda koma, penanggalan ditempatkan dalam kurung, nomor halaman dengan angka Arab sesudah penanggalan, dipisahkan dari kurung penutup dengan sebuah koma.2)Contoh yang kedua adalah contoh yang biasa dipakai untuk karya-karya ilmiah; baik nomor jilid maupun nomor halaman dicantumkan dalam angka Arab, tetapi dipisahkan oleh sebuah titik dua; sesudah jilid dan nomor halaman baru dicantumkan bulan dan tahun.3)Contoh yang ketiga memperlihatkan suatu referensi yang tidak menyebut nomor jilid. Dianggap tidak perlu mencantumkan nomor jilid karena sudah jelas pada bulan dan tahunnya.

k.Referensi pada Artikel Harian19 Tajuk Rencana dalam Kompas, 19 Januari, 1973, hal. 4.20 S.A. Arman, Sekali lagi Teroris, Kompas, 19 Januari, 1973, hal. 5.1)Bila nama pengarang jelas, maka catatan kaki itu dimulai dengan nama pengarang yang menulis artikel tersebut.2)Dalam hal-hal lain cukup ditulis jenis rubrik (topik) yang ada dalam harian tersebut: Berita Ekonomi, Tajuk Rencana, Ruang Kebudayaan dsb.

l.Tesis dan Disertasi yang belum diterbitkanTesis, disertasi, atau skripsi merupakan tulisan-tulisan ilmiah yang biasanya belum diterbitkan, dan masih tersimpan dalam perpustakaan Universitas atau Fakultas. Bila sudah diterbitkan maka sumber-sumber tersebut diperlakukan sebagai buku. Termasuk dalam kelompok tesis, disertasi dan skripsi yang belum diterbitkan adalah semua tulisan lainnya yang belum diterbitkan sebagai buku, maupun sebagai artikel dalam majalah atau harian.Walaupun belum diterbitkan, bahan-bahan tersebut sangat berharga bagi tulisan-tulisan ilmiah, sebab itu sering dipergunakan. Seperti halnya dengan bibliografi, bahan-bahan tersebut diperlakukan sebagai artikel, sehingga harus ditempatkan dalam tanda kutip. Yang dianggap sebagai data publikasi adalah nama Fakultas atau Universitas tempat karya itu dihasilkan, kota dan tahun penulisan karya itu.21 Jos. Dan. Parera, Fonologi Bahasa Gorontalo (Skripsi Sarjana, Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Jakarta, 1964), hal. 30.22 Harimurti Kridalaksana, Implikasi Sosiolinguistik dalam Pengajaran Bahasa Indonesia (Prasarana yang disampaikan dalam Seminar Pengajaaran Bahasa Indonesia di IKIP Sanata Dharma, Jogjakarta, 6 Juli 1972).1)Judul Skripsi, Tesis, Disertasi, atau Prasaran ditempaatkan dalam tanda kutip.2)Keterangan tentang jenis karya itu, nama Fakultas/Universitas atau kesempatan prasaran itu disampaikan, tempat dan tahun ditempatkan dalam kurung langsung sesudah judul, tanpa koma.

m.Referensi kepada dua sumber atau lebihKadang-kadang terjadi bahwa referensi pada catatan kaki bukan saja menunjuk kepada sebuah sumber, tetapi lebih dari satu sumber. Dalam hal ini catatan kaki tersebut dapat memuat semua sumber itu, dengan dipisahkan oleh sebuah titik koma. Perhatikan contoh berikut:23 M.J. Herskovits, Man and His Works: The Science of Cultural Anthropology (New York: Alfred A. Knopf, 1948), hal. 501; A.A. Goldenweiser, The Principles of Limited Possibilities in the Development of Cultural (London: Kegan Paul, Trench, Trubner & Co., 1933), hal. 35 - 55.

n.Referensi dari sumber keduaPada umumnya catatan kaki menunjuk kepada sumber asli yang diambil oleh penulis dan memang selalu dibuat oleh semua penulis. Semua karya ilmiah menghendaki sumber pertama, tetapi kadang-kadang menjadi sulit untuk mendapat sumber aslinya. Sebab seorang penulis hanya akan mengutip pendapat seorang dari sumber kedua. Dalam hal demikian akan timbul bahaya bahwa penulis yang mengutip pendapat itu tidak memahami konteks secara keseluruhan, sehingga ia bisa membuat kesalahan. Tetapi kalau terpaksa untuk mengutipnya juga, maka sumber kedua itu harus dinyatakan secara jelas dalam catatan kakinya, seperti tampak pada contoh berikut:24 M.Ramlan, Parkikel-partikel Bahasa Indonesia, Seminar Bahasa Indonesia 1968 (Ende: Nusa Indah, 1971), hal 122, Mengutip charles F. Hockett, A Course in modern Linguistics (New York: The MacMillan Company, 1959), hal.222.atau25 Charles F. Hockett, A Course in modern linguistics (New York: The MacMillan Company,1959), hal. 222, dikutip oleh M. Ramlan, Partikel-partikel bahasa Indonesia, Seminar Bahasa Indonesia 1968 (Ende: Nusa Indah, 1971), hal. 122.Cara diatas dengan jelas memperlihatkan bahwa penulis tidak membaca buku aslinya A Course Modern Linguistic, tetapi sekedar mengambilnya dari kutipan M. Ramlan. Kedua cara diatas dapat digunakan. Bila penulis menganggap karangan Hockett yang lebih dipentingkan maka ia memakai cara yang kedua, tetapi sebaliknya bila ia menganggap bahwa tulisan M. Ramlan yang lebih penting, maka ia mempergunakan cara yang pertama.

o. Catatan PenjelasSemua cara di atas mempersoalkan catatan kaki yang menunjukan kembali kepada semua sumber referensi. Tetapi seperti sudah dijelaskan, catatan kaki dapat pula dimaksudkan untuk memberi komentar atau menjelaskan sesuatu yang diuraikan dalam teks. Dalam hal yang demikian tidak ada sumber yang perlu dimasukkan ke dalam catatan kaki. Contoh dibawah ini sekaligus memperlihatkan bagian terakhir dari teks, garis pemisah, dan catatan kaki yang dimaksud. Dengan demikian wujud dari catatan kaki itu akan lebih jelas. Adapun metode-metode yang dipakai oleh C. Bateson dan M. Mead untuk mengumpulkan bahan keterangan tentang modal personality structur orang Bali adalah metode menyelidiki cara-cara asuhan kanak-kanak didalam masyarakat orang Bali2 Hasil fieldwork M. Mead dan G. Bateson menghasilkan juga beberapa karangan tentang tabiat orang Bali . . . 2 Metode tersebut terakhir ini, yang biasanya disebut Child training studies sebenarnya berdasarkan jalan pikiran pokok dalam individu psychoanalyse, ialah jalan pikiran bahwa tabiat seorang individu yang dewasa ini telah dibangun oleh bahan-bahan pengalaman yang diterima oleh si individu dari sejak waktu ia masih kanak-kanak. Ilmu Anthopologi-budaya melanjutkan jalan pikiran ini dengan anggapan bahwa bahan pengalaman yang diterima oleh anak-anak itu ditentukan oleh susunan dari lingkungan tempat kanak-kanak bertumbuh; sedangkan susunan lingkungan itu tentu mendapat pengaruh daripada masyarakat dan kebudayaan. Demikian apabila si penyelidik dapat mempelajari bagaiman susunan hidup darpada kanak-kanak dalam masyaarakat, maka ia akan mendapat keterangan tentang tabiat umum daripada individu-individu dewasa di dalam masyarakat obyek penyelidikan itu.

p.Referensi dan Catatan Penjelas Jenis catatan yang ketiga adalah penunjukan kepada sebuah sumber ditambah penjelasan atau komentar-komentar. Seperti halnya dengan catatan penjelas diatas, maka agar komentar dalam catatan kaki itu bisa lebih jelas posisinya contoh berikut disertai pula oleh bagian terakhir dari teks yang mengandung hal yang perlu dijelaskan itu.

Di dalam rangka kompleks pengertian yang dimaksud didalam faham tersebut, J. Mallinckrodt menganggap amat penting, kepercayaan kepada kekuatan sakti atau kekuatan Magic 2 yang meliputi seluruh alam semesta. Kepercayaan serupa itu, yang disebut oleh Mallinckrodt kepercayaan.......2 J. Mallickrodt, Het Adatrecht Van Borneo (Leiden: M. Dubbeldeman, 1928), I, 50. Demikianlha Mallinckrodt memberi pengertian yang lain sama sekali kepada istilah magie, daripada misalnya J.G. Frazer atau sebagian besar daripada sarjana ilmu anthropologi-budaya akan mengartikannya. Menurut Mallinckrodt, kekuatan magie itu adalah kekuatan sakti. Menurut Frazer, magie adalah ilmu gaib.

7. Singkatan-singkatan

Dalam catatan kaki biasanya dipergunakan pula singkatan-singkatan yang oleh para sarjana sudah diketahui maksudnya. Oleh sebab itu hendaknya diperhatikan benar-benar bagaimana mempergunakan angkatan-singkatan itu dalam setiap catatan kaki.Singkatan yang paling penting yang harus diketahui adalah ibid., op. cit., dan loc. cit.Ibid.: Singkatan ini berasal dari kata latin ibidem yang berarti pada tempat yang sama. Singkatan ini dipergunakan bila catatan kaki yang berikut menunjuk kepada karya atau aartikel yang telah disebut dalam catatan nomor sebelumnya. Bila halamanya sama, maka hanya dipergunakan singkatan Ibid.; bila halamanya berbeda maka sesudah singkatan Ibid. Dicatumkan pula nomor halamannya. Singkatan Ibid. Selalu digarisbawahi atau dicetak dengan huruf miring.Op. Cit.: Singkatan ini berasal dari kata Latin Opere Citato yang berarti pada karya yang telah dikutip. Singkatan ini dipergunakan bila catatan itu menunjuk kepada semua sumber lain. Dalam hal ini sesudah nama pengarang (biasanya nama keluarga atau nama singkat) terus dicatumkan singkatan op. cit. Bila ada penunjukan kepada halaman atau jilid dan halaman, maka nomor dan jilid halaman ditempatkan sesudah singkatan op cit.Loc. Cit.: Singkatan ini berasal dari bahasa latin Loco Citato yang berarti pada tempat yang telah dikutip. Singkatan ini biasanya dipakai untuk menyebut atau menunjuk kepda semua artikel majalah, harian atau ensiklopedi yang telah disebut sebelumnya, tetapi diselingi oleh sumber lainya. Karena artikel itu merupakan sebagian dari buku, majalah, atau ensiklopedi, maka ia tidak merupakan sebuah karya atau opus. Sebab itu hanya boleh dipergunakan kata Locus yang berarti tempat.Walupun demikian kadang-kadang loc. cit. dipakai juga untuk menggantikan singkatan op. cit. Dalam hal ini singkatan loc. cit. tidak boleh diikuti oleh nomor halaman, karena penunjukan itu tidak kepada karya atau opus secara keseluruhan, tetapi merujuk bahwa kepada halaman tersebut. Bagaimanapun juga pemakaian singkatan loc.cit. dengan pengertian pertama di ataslah merupakan pemakaian yang paling baik. Disamping singkatan-singkatan di atas, ada pula beberapa singkatan-singkatan lainnya yang perlu diketahui karena biasa dipergunakan dalam naskah-naskah atau buku-buku, baik dalam catatan kaki maupun dalam teksnya.

Supra: diatas, sudah terdapat lebih dulu pada teks yang sama.Infra: di bawah, lihat pada artikel atau karangan yang sama dibawah.c. atau ca: singkatan dari circa yang berarti kira-kira atau sekitar; dipakai untuk menunjuk untuk menunjukan tahun, tetapi diragukan ketepatannya.Cap atau chap: Singkatan dari kata Caput (Latin) atau chapter (Inggris) yang berarti babEd.: singkatan dari editor (penyuting) atau edisi (edition)et. al. : singkatan dari et alii yang berrti dan lain-lain, dipakai untuk menyatakan atau mengartiakan pengarang-pengarang yang tidak disebut namanya. et seq. atau et seqq.: singkatan dari et sequens atau et sequntes yang berarti dan halaman-(halaman) berikutnya. Singkatan ini dipakai sesudah menyebut nomor halaman, misalnya: hal. 205 et seqMs. :Manuscript, atau naskah; menurut arti katanya manuscript berarti tulisan tangan, karena dahulu memang semua naskah ditulis dengan tangan.Passim:tersebar di sana-sini. Di pakai untuk menyatakan bahwa bahan yang dipergunakan atau yang dimaksud tersebar pada suatu majalah atau tempat tertentu.Ser. : Seri[Sic!]:Demikianlah, seperti pada asalnya. Dipergunakan untuk menunjukkan bahwa suatu kesalahan tertentu terdapat dalam naskah aslinya, dan bahwa kutipan itu diambil tepat seperti itu.cf. atau conf. :confer berarti dibandingkan, atau bandingkan dengan.Vol. : volume, atau jilid

8. Penerapan catatan kaki dan singkatan

Bagaimana cara mempergunakan singkatan-singkatan di atas, terutama singkatan-singkatan Ibid. , Op. Cit. dan loc. cit. Dan kenyataan? Untuk itu perhatikanlah contoh-contoh berikut. Semua catatan kaki dibawah ini sebenarnya tersebar pada halaman-halaman yang berkelainan, namun semuanya termasuk dalam kesatuan nomor urut dalam sebuah bab.1 Edgar Sturtevant, An Introduce to Linguistics Science (New Haven,1947), hal. 20 et seq. 2 Ibid3 Ibid. Hal. 30.4Richard Pittman, Nauhatl Honorifics, Internasional Journal of American Linguistics, XI (April,1950), 374 et seqq5 H.A. Gleason, An Introduction to Descriptive Linguistics, (Rev. Ed.; New York: Holt, Rinehart and Winston, 1961), hal. 51-52.6 Ibid.7 Ibid. Hal. 56.8 Sturtevant, Op. Cit., hal. 42 et Seq.9.M. Ramlan, Partikel-partikel Bahasa Indonesia, Seminar Bahasa Indonesia 1968 (Ende: Nusa Indah, 1971), hal. 122, mengutip Charles F. Hockett, A Course in Modern Linguistics (New York: The Mac Millan Company, 1959), hal. 222.10Robert Ralph Bolgar, Rhetoric, Encyclopedia Britannica (1970), XIX, 257-26011Sturtevant, Op. Cit. Hal. 50.12Ibid.13Bolgar, loc. cit., hal. 260.14Pitman, loc. cit., hal. 376.15Ramlan, loc. cit., hal. 122.16Gleason, op. Cit., hal. 54 et seq.

Karena referensi kedua dan ketiga menunjuk kembali kepada referensi pertama yang mempunyai nomor urut berurutan, maka cukup dipergunakan singkatan Ibid. Demikian pula referensi keenam dan ketujuh yang menunjuk kembali pada referensi nomor lima. Sebaliknya referensi kedelapan yang menunjuk kembali kepada referensi pertama, dan referensi kesebelas yang menunjuk kembali kepada referensi pertama, maka masing-masingnya mempergunakan singkatan op. Cit., karena sudah diselang-selingi oleh karya atau sumber-sumber lainnya. Tetapi referensi keduabelas yang menunjuk kepada referensi kesebelas, dan bersama-sama menunjuk kepada referensi pertama, mempergunakan singkatan Ibid.Referensi keempatbelas menunjuk kembali kepada referensi keempat. Karena referensi keempat merupakan penunjukan kepada sebuah artikel, maka referensi keempatbelas tersebut mempergunakan singkatan loc. cit. Bukan op. Cit. Hal yang sama berlaku pula untuk referensi ketigabelas yang menunjukkembali referensi kesembilan. Referensi keenambelas mempergunakan singkatan op. Cit. Karena dua alasan: pertama, ia menunjuk kepada sebuah karya, dan kedua, karya itu sudah diselingi oleh sumber-sumber lainnya.Singkatan-singkatan lain yang dipergunakan dalam contoh di atas adalah et seq. Dan seqq. Hal 20 et seq. Berarti halaman 20 dan 21. Sebaliknya dalam referensi keempat terdapat penunjukan nomor halaman dengan angka 374 et seqq. Itu berarti paling kurang tiga halaman 374, 375, dan 376; sampai halaman ke berapa tidak jelas. Sebab itu untuk memberi batasan halaman yang lebih jelas, lebih baik dipergunakan cara lain misalnya: hal. 374-379. Ini jauh lebih jelas daripada mempergunakan singkatan hal .374 et seqq.

BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan1. Kutipan merupakan Kutipan adalah pinjaman kalimat atau pendapat dari seseorang pengarang, atau ucapan seseorang yang terkenal, baik terdapat dalam buku-buku maupun majalah-majalah. Sedangkan catatan kaki merupakan keterangan-keterangan atas teks karangan yang ditempatkan pada kaki halaman karangan yang bersangkutan.2. Pada penulisan kutipan tidak diperbolehkan untuk mengganti isi kutipan atau merubah tulisan tersebut. Namun diperbolehkan dalam menghilangkan sebagian dari kutipan, selama tidak merubah makna dari tulisan tersebut.3. Perbedaan antara kutipan langsung dan kutipan tak langsung (kutipan isi) akan membawa akibat yang berlainan pada saat memasukkannya dalam teks. Begitu pula cara membuat kutipan langsung akan berbeda pula menurut panjang pendeknya kutipan itu.4. Catatan kaki sementara itu bukan semata-mata dimaksudkan untuk menunjuk sumber tempat terdapatnya sebuah kutipan, tetapi dapat juga dipakai untuk memberi keterangan-keterangan lainnya terhadap teks. Sebab itu catatan kaki dan bagian dari teks yang akan diberi penjelasan itu terdapat suatu hubungan yang sangat erat.

B. SaranSetelah membaca makalah ini, seharusnya pembaca langsung mengaplikasikannya agar lebih memahami materi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Keraf, Gorys. 1984. KOMPOSISI Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende: Nusa Indah.Yuwono, Trisno. 1994. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Praktis. Surabaya: Arkola.